Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Sebagai salah satu Program Stu
h satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perik m Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budid
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Judul : Efektivitas Garam dan Kalium Permanganat dalam
Mengendalikan Monogenea sp pada Ikan
Nila Merah sp
Nama Mahasiswa : Suci Sri Yundari
Nomor Pokok : C14053384
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Yani Hadiroseyani, M.M Ir. Dadang Shafruddin, M.Si NIP. 19600131 198603 2 002 NIP. 19551015 198003 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman NIP. 19591222 198601 1 001
Efektivitas Garam dan Kalium Permanganat dalam
Mengendalikan Monogenea sp pada Ikan Nila Merah sp.
Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan DADANG SHAFRUDDIN
Salah satu jenis monogenea yang menginfestasi insang ikan nila merah sp adalah sp. Sejalan dengan serangan ektoparasit tersebut, terjadi kematian
pada ikan nila merah. sp dapat dikendalikan dengan melakukan pengaturan
lingkungan seperti penggunaan garam dan kalium permanganat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium permanganat dalam mengendalikan populasi parasit sp pada insang ikan nila merah dengan bobot 167 ± 57,43 gram. Uji coba dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan yaitu perlakuan garam dengan konsentrasi 3, 6, dan 9 ppt serta perlakuan kalium permanganat dengan konsentrasi 5 ppm dan kontrol. Hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan perendaman garam, peningkatan konsentrasi garam mengakibatkan penurunan tingkat intensitas sp pada insang yaitu 153 ind /ekor pada konsentrasi garam 9 ppt, 361 ind/ekor pada konsentrasi garam 6 ppt, 449 ind/ekor pada konsentrasi garam 3 ppt dan 668 ind pada kontrol. Tingkat kelangsungan hidup ikan yang terinfeksi sp setelah diberi perlakuan garam meningkat 66,7 % dibandingkan dengan tanpa perlakuan (0 %).
Penggunaan kalium permanganat dalam mengendalikan sp mencapai
intensitas 0 pada hari keA4 tetapi tidak efektif untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan yang mencapai 0 % pada hari ke A4.
Kata Kunci : nila merah, , sp, garam, kalium permanganat
Effectivity of Salt and Potassium Permanganate in Control
of Monogenean sp on Red Tilapia sp. Supervised by
YANI HADIROSEYANI and DADANG SHAFRUDDIN
sp was infested on the gills of red tilapia sp. In line with these infestation deaths were occurred on red tilapia. sp can be controlled by environmental settings such as the use of salt and potassium permanganate. This study aimed to test the effectiveness of salt and potassium permanganate in controlling the population of these parasites on gills red tilapia weighing 167 ± 57.43 grams. The test is done by using four treatments of salt with concentrations of 3, 6, and 9 ppt also potassium permanganate treatment with a concentration of 5 ppm and control. The results showed that the salt soaking treatment, the increase in salt concentration resulted in a decrease rate in the gills of intensity sp 153 parasites / fish on salt concentration 9 ppt, 361 parasites / fish on salt concentration 6 ppt, 449 parasites/fish on salt concentration 3 ppt and 668 parasites in control. Survival rate sp infected fish life after being given treatment will increase 66,7 % compared with no treatment (0%). The use of potassium permanganate in controlling sp could reaching the intensity of 0 parasites on day 4 but not effective to maintain survival rate of fish which is reached 0% on day A4
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
segenap rahmat dan karuniaANya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2010
adalah “Efektivitas Garam dan Kalium Permanganat dalam Mengendalikan
Monogenea sp pada Ikan Nila Merah “.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Yani Hadiroseyani, M.M
selaku Pembimbing Skripsi I dan Ir. Dadang Shafruddin selaku Pembimbing
Skripsi II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penelitian
dan penyusunan skripsi. Ir. Irzal Effendi selaku Pembimbing Akademik atas
segala nasihatnya selama proses studi. Bapak Ranta atas bimbingannya selama di
laboratorium penyakit. Mas Ozi, mas Khotib dan pak Enda atas semua bantuan
dalam penelitian ini. Ayahanda dan Ibunda serta keluarga tercinta yang tak pernah
lelah untuk memberikan dorongan dan do’a yang begitu tulus. Saudara
seperjuangan di LDF MT AlAMarjanAFPIK : Dewi, Ori, Ade, Eka, Lela yang
memberikan motivasi tersendiri bagi penulis. Sahabat dari wisma Agung: Isni,
Cicin, mba Nindira, mba Zikra, uni Iil, Desi, Rahmi, Arini dan Putro. AdekAadek
LKIAers : Ewa, Ulvie, Isni, Dini, dan Karno. TemanAteman SistekerAers: Wanya,
Dowe, dan Angga. TemanAteman BDP angkatan 42: Yeni, Ratna, Shella, Majek,
Uyung dan Arif. Kakak dari Pascasarjana: kak Agus, kak NP, mba Win dan teh
Yeni. AdikAadik dari 44 atas segala bantuan, dan dukungannya.
Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2011
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 Juni 1987 dari pasangan
Bapak Ir. Syahrial dan Ibu Ermida, SE. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Taman KanakAKanak
Rumpun Tani Jambi Selatan, SD Negeri 28 Jambi Selatan, SD Negeri 123 Kota
Jambi, SLTP Negeri 7 Kota Jambi, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan lulus tahun
2005. Pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) dan pada tahun 2006 memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen
Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Jambi (2005–2007), Bendahara II Himpunan Mahasiswa Aquakultur
(2006A2007), Anggota Eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (2007A2008), Bendahara Lembaga Dakwah Fakultas
Majelis Ta’lim AlAMarjan (2008A2009). Untuk menambah pengetahuan dalam
budidaya perairan penulis mengikuti magang Pembenihan Ikan Patin di Balai
Budidaya Air Tawar Jambi (Juli, 2006) dan Pembesaran Ikan Patin di Anggun
Fish Farm, Jambi (Juli–Agustus,2006) dan mengikuti praktek lapangan akuakultur
Pembenihan Udang Windu ( ) di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah (JuliAAgustus, 2008).
Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian berjudul
!"#$%&%$' '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$ *',') "+."+*',%#'+
',')'+
... x
... xi
... xii
... 1
... 2.1 Bahan Penelitian ... 2.2 Metode Penelitian... 2.2.1 Metode Perendaman Ikan dengan Garam dan Kalium Permanganat………. 2.2.2 Pengamatan Kematian Ikan Nila Merah di Kolam Pembesaran... 2.3 Parameter yang diamati………. 2.3.1 Pola Kematian Ikan di Kolam ... 2.3.2 Intensitas Monogenea sp………..……. 2.3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup………... 2.3.4 Tingkah Laku Ikan……….... 2.3.5 Parameter Kualitas Air ……… 3
3
3
3 4 4 4 4 4 4
5
... 3.1 Hasil ... 3.2 Pembahasan ... 6 6 13 ... 18
... 19
... 21
',')'+ 1. Pola kematian ikan nila merah sp yang di kolam budidaya
selama 91 hari ...
6
2. sp ……….... 7
3. Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp
direndam dalam salinitas yang berbeda ... 8
4. Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp
direndam kalium permanganat……….. 9
',')'+ 1.
Jumlah parasit sp pada ikan nila merah
sp pada tiga kali sampling……… 7
2. Kelangsungan hidup ikan nila merah sp dalam
perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari ... 10
3.
4.
Tingkah laku ikan nila merah sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari. ...
Data kualitas air pada akhir perlakuan………. 11
',')'+
1. Data harian kematian ikan nila merah sp selama 91
hari……… 22
2. Bobot dan ukuran panjang tubuh ikan nila merah sp ... 23
3. Jumlah kematian ikan nila merah sp selama
perlakuan………... 24
4. Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah
sp...
'$'( ",'#'+.
Ikan nila ( sp) merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya
enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Sebagai salah satu jenis ikan air
tawar, ikan nila telah lama dikembangkan sebagai komoditi ekspor baik dalam
bentuk ikan utuh maupun dalam bentuk fillet. Permintaan pasar dunia akan fillet
ikan nila semakin meningkat. Negara yang menjadi pemasok fillet nila terbesar
dunia adalah Cina, Indonesia, Thailand, Taiwan dan Filipina. Kebutuhan akan
fillet ini cukup besar, untuk Amerika tiap tahun diperlukan 90 juta ton. Jumlah ini
belum termasuk Jepang, Singapura, Hongkong, dan Eropa sedangkan produksi
ikan nila di Indonesia tahun 2008 sebesar 306.527 ton berasal dari tangkapan di
perairan umum (5,05%) dan budidaya (94,95%) (Anonim, 2010).
Budidaya ikan nila merah sp dapat dilakukan dengan teknologi
ekstensif maupun intensif untuk meningkatkan produksi. Permasalahan yang
timbul selama proses budidaya adalah kematian ikan dalam jumlah yang dapat
menggangu target volume panen. Penyebab kematian pada ikan antara lain adanya
gangguan lingkungan yang ekstrim dan serangan penyakit. Penyebab penyakit
dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit infektif ( ) dan
penyakit non infektif ( ) (Anonim, 2002). Penyakit infektif
dapat disebabkan karena serangan bakteri, jamur, parasit atau virus. Monogenea
adalah salah satu parasit yang sering ditemui pada kondisi akibat tingginya
kandungan bahan organik pada sistem budidaya intensif di kolam, kualitas air
buruk akibat tingginya feses ikan dan akumulasi pakan yang tidak termakan.
Monogenea dapat dikendalikan dengan melakukan pengaturan lingkungan
seperti penggunaan garam seperti yang dilakukan oleh Hartati (2008) yang dapat
membuktikan bahwa sp tidak dapat hidup pada salinitas 24 ppt.
Garam merupakan agen penyembuh atau pengendali penyakit yang murah, mudah
di dapat, ramah lingkungan namun efektif untuk mengendalikan ektoparasit pada
lingkungan air tawar dan tidak menimbulkan biaya sangat besar pada usaha
mengendalikan monogenea. Berdasarkan hasil penelitian Flores crespo,
(1995) kalium permanganat sangat efektif terhadap ikan nila
. Menurut Yuasa, (2003) konsentrasi kalium
permanganat yang direkomendasikan untuk pengobatan benih ikan patin siam
terinfeksi sp adalah 2,5 – 5,0 ppm.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium
permanganat dalam mengendalikan monogenea sp pada insang
ikan nila merah. Efektivitas pengendalian dilihat dari perkembangan populasi
sp dan tingkat kelangsungan hidup ikan yang direndam dengan
'0'+ "+",%$%'+
Ikan yang digunakan dalam penelitian berasal dari kolam Departemen
BDP FPIK IPB berukuran 167,43 ± 57,41 gram yang diperlihara pada kepadatan
8.000 ekor / 200 m2 dengan pemberian pakan buatan secara . Ikan nila
merah dipelihara pada kolam pembesaran sejak tanggal 27 September 2010
dengan bobot ± 157 gram. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 – 30 Oktober
2010. Pemeliharaan pembesaran ikan nila merah ini telah berlangsung selama 3
bulan. Sumber air dari Situ Leutik dialirkan menggunakan sistem parit terbuka.
"$/*" "+",%$%'+
"$/*" "("+*')'+ #'+ *"+.'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium
permanganat dalam mengendalikan monogenea sp pada insang
ikan nila merah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan yaitu
dengan perendaman ikan dalam media yang diberi garam dengan dosis 3, 6, 9 ppt
dan kontrol (0 ppt) serta kalium permanganat dengan dosis 5 ppm. Ikan nila
dipelihara dalam akuarium yang berukuran 95 cm x 45 cm x 45 cm. MasingA
masing akuarium diisi dengan 3 ekor ikan / akuarium.
Volume air tiap akuarium diisi 150 liter air yang bersumber dari Situ
Leutik dan diberi garam dan kalium permanganat. Garam yang digunakan adalah
garam tanpa yodium produksi PT.Garam (Persero) Indonesia Di setiap akurium
diberi satu titik aerasi untuk menyuplai oksigen. Ikan nila yang terinfeksi parasit
dimasukkan ke dalam akuarium yang telah diberi perlakuan. Pemeliharaan ikan
nila selama 7 hari. Ikan nila merah diberi makan pelet sebanyak 3 kali sehari yaitu
pada pagi, siang dan malam hari secara .
Pengelolaan air selama penelitian adalah mengganti air secara total dengan
kadar perlakuan yang sama apabila air terlihat kotor. Pemeriksaan suhu dilakukan
setiap 3 kali sehari. Pemeriksaan ada atau tidaknya ikan yang mati pada perlakuan
setiap 2A3 jam sekali. Ketika ada yang mati diperiksa insang ikan dan dikeluarkan
"+.')'$'+ ")'$%'+ #'+ %,' "('0 *% /,') ")2" '('+
Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pola kematian ikan nila
merah sp di kolam pembesaran. Pengamatan ini dilakukan
bersamaan dengan setiap pemberian pakan 3A4 kali sehari dan menghitung jumlah
ikan yang mati setiap harinya. Ikan yang telah mati diambil dari kolam.
3 '(')"$"( 4'+. *%')'$%
3 +$"+ %$' /+/."+"'
Pemeriksaan dan perhitungan intensitas monogenea sp pada
ikan stock dilakukan untuk mengetahui intensitas sp terdapat pada
ikan nila merah yang baru mengalami kematian baik pada waktu sebelum maupun
sesudah diberi perlakuan. Perhitungan jumlah sp yang masih hidup
dilakukan secara manual yang menempel di 8 lembar insang ikan nila.
3 %+.#'$ ",'+. -+.'+ %*- #'+
Pengamat tingkat kelangsungan hidup ikan dilakukan selama perlakuan.
Pengamatan tersebut dilakukan untuk melihat apakah hewan uji (ikan nila) mati
selama perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan rumus
(Zonneveld , 1991):
SR (%) x 100 %
Keterangan : Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
3 3 %+.#'0 '#- #'+ %,' "('0
Pengamatan tingkah laku ikan nila selama pemeliharaan di akuarium
bertujuan untuk mengetahui kondisi ikan nila merah dalam perendaman garam
dan kalium permanganat. Tingkah laku ikan yang diamati adalah respon nafsu
3 5 '(')"$"( -',%$' %(
Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, amoniak,
temperatur dan pH. Pengukuran suhu dilaksanakan pagi, siang dan malam hari
3 ' %,
3 /,' ")'$%'+ #'+ %,' "('0 *% /,') -*%*'4'
Ikan nila merah sp dipelihara secara intensif pada kepadatan
8.000 ekor / 200 m2 atau (40 ekor / m2) ditebar pada berukuran ± 157 gram pada
tanggal 27 September 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober
– 30 Oktober 2010. Selama masa pembesaran ikan nila merah terjadi kematian.
Pengamatan terhadap jumlah kematian pada populasi ikan nila memperlihatkan
pola kematian pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola kematian ikan nila merah sp yang di kolam budidaya selama 91 hari.
Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa secara garis besar pola
kematian ikan nila merah dalam 91 hari dapat dibagi kedalam 3 kelompok.
Periode I pada tanggal 28 September 2010 sampai dengan 5 Oktober 2010 dengan
puncak populasi kematian ikan sebanyak 22 ekor. Periode II pada tanggal 6
Oktober 2010 sampai dengan 24 Oktober 2010 dengan puncak populasi kematian
ikan sebanyak 39 ekor. Periode III pada tanggal 25 Oktober 2010 sampai pada
tanggal 27 Desember 2010 dengan populasi kematian ikan sebanyak 144 ekor.
Total jumlah kematian ikan yang tercatat selama 91 hari pengamatan adalah 2981
ekor. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 2 8 -S e p -1 0 5 -O ct -1 0 1 2 -O ct -1 0 1 9 -O ct -1 0 2 6 -O ct -1 0 2 -N o v -1 0 9 -N o v -1 0 1 6 -N o v -1 0 2 3 -N o v -1 0 3 0 -N o v -1 0 7 -D e c-1 0 1 4 -D e c-1 0 2 1 -D e c-1 0
I II III
Ju m lah ( e k o r) Periode (Waktu)
3 -.''+ "+4"2'2 ")'$%'+ #'+ %,' "('0
Ikan nila merah sp dari kolam mengalami kematian di
duga terinfeksi monogenea insang. Jenis monogenea yang sering menginfeksi
tilapia adalah dan (Hartati,1991). ini
tidak mempunyai bintik mata dan biasanya terdapat pada sirip dan dan permukaan
tubuh ikan. terdapat 1 pasang mata tetapi kadangAkadang terdapat 2
pasang mata. Parasit sp merupakan parasit yang menyerang inang
spesifik dan organ spesifik ditemukan menginfeksi ikan nila pada bagian insang.
Maka dapat disimpulkan bahwa parasit monogenea yang menyerang insang ikan
nila menurut Kabata (1985) termasuk parasit Hasil pemeriksaan
terhadap ikan sampel diketahui ikan terinfeksi oleh sp pada insang
dengan intensitas rataArata mencapai 113 ind /ekor (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah parasit sp pada ikan nila merah selama tiga kali sampling.
Parameter/Tanggal 15 Oktober 2010 17 Oktober 2010 19 Oktober 2010
Ukuran Ikan 200 gram 140,5 gram 164,11 gram
Jumlah sp 164 92 83
Jumlah ikan yang mati di
kolam
22 ekor 16 ekor 4 ekor
3 3 "+."+*',%'+ /+/."+"' *"+.'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$ *"+.'+ "$/*" "("+*')'+
Pengendalian monogenea sp dengan metode perendaman
ikan nila merah yang terinfeksi ektoparasit tersebut dengan larutan garam
menunjukkan hasil seperti pada Gambar 3.
Gambar 3.Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp
direndam dengan salinitas berbeda.
Berdasarkan gambar 3 diatas menunjukkan perubahan populasi
sp selama 7 hari perendaman garam. Penambahan garam pada
tingkat salinitas 9 ppt mengakibatkan terjadinya peningkatan populasi
sp yang paling rendah yaitu sebesar 153 ind/ekor pada hari keA8
dibandingkan salinitas 0, 3, dan 6 ppt. Pada salinitas 6 ppt, populasi
sp cendrung meningkat sebesar 338 ind/ekor pada hari keA8 berarti
terjadi jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian
atau jumlah bertahan hidup dan jumlah kelahiran sp lebih besar
dari pada jumlah kematian. Pada salinitas 3 ppt, populasi sp lebih
tinggi dari pada salinitas 6 ppt yaitu sebesar 448 ind/ekor. Pada salinitas 0 ppt,
populasi sp paling tinggi yaitu sebesar 668 ind hari keA7 karena
jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian
sp atau jumlah sp yang mampu bertahan hidup dan
jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian. 0 100 200 300 400 500 600 700 800
0 1 2 3 4 5 6 7 8
+ $" + %$ ' 6% + * 7" # / ( 8
'#$- 6 '(% #" 8
A (9 ppt)
B (6 ppt)
C (3 ppt)
sp dapat berjumlah sangat banyak ketika pada salinitas 0 ppt dan 3
ppt, hal ini menunjukkan sp dapat berkembangbiak pada air tawar.
Gambar 4. Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp direndam kalium permanganat.
Berdasarkangambar 4 diatas dapat diketahui bahwa jumlah
sp menurun dengan pemberian kalium permanganat pada hari keA1 dengan
intensitas rataArata sp hanya 1,8 ind/ekor. Pada hari keA 4 tidak ada
sp yang hidup.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 1 2 3 4
+
$"
+
%$
'
6%
+
*
7"
#
/
(
8
3 5 ",'+. -+.'+ %*- #'+ %,' "('0 *',')
"("+*')'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah sp yang diberi
perlakuan garam dan kalium permanganat selama 7 hari. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kelangsungan hidup ikan nila merah sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari.
Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7
A (9 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 88,90% 77,80% 77,80% 66,70%
B (6 ppt) 100% 100% 100% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70%
C (3 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70%
D (5 ppm) 100% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
E (0 ppt) 100% 83,30% 67,67% 49,90% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00%
Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa kelangsungan hidup ikan pada
salinitas 3, 6, dan 9 ppt sama yaitu dengan persentase 66,70 % pada hari keA7 sedangkan
pada kontrol 0 ppt kelangsungan hidup ikan nila merah mencapai 67,67 % pada hari keA2
dan terus menurun hingga mencapai 0 % pada hari keA7. Pada perendaman kalium
3 9 %+.#'0 '#- #'+ %,' "('0 ",')' "("+*')'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Pengamatan tingkah laku ikan nila merah dilakukan setiap tiga kali sehari dan
memberikan respon seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkah laku ikan nila merah sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari.
Perlakuan Tingkah Laku Ikan selama Perlakuan (Hari keA)
1 2 3 4 5 6 7
A (9 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
B (6 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
C (3 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
D (5 ppm)
Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan
E (0 ppt)
Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan
Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa ikan nila merah pada salinitas 3,
6, dan 9 ppt memberikan respon terhadap pakan dan gerakan ikan aktif sedangkan
pada salinitas 0 ppt dan kalium permanganat 5 ppm, ikan tidak memberikan
respon terhadap pakan serta gerakan ikan cendrung pasif bahkan mengalami
infeksi jamur. Infeksi sekunder pada ikan nila merah berupa jamur terjadi pada
hari keA3 pada perlakuan kalium permanganat pada hari keA3 sampai dengan hari
3 : '$' -',%$' %(
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, DO, pH dan NH3. Kisaran
suhu media penelitian 27 0C, kandungan oksigen pada media berkisar 5, 35 – 5,
72 ppm, pH berkisar antara 7,01 – 7,52 dan kandungan NH3 berkisar 0,0106 –
0,0925 ppm. Kisaran kualitas air yang diperoleh merupakan kisaran yang aman
bagi ikan nila merah. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data kualitas air pada akhir perlakuan.
Perlakuan Suhu (0c) DO (ppm) pH NH3 (ppm) Salinitas (ppt)
A (9 ppt) 27 5,46 7,01 0,0106 9
B (6 ppt) 27 5,39 7,21 0,0209 6
C (3 ppt) 27 5,72 7,38 0,0137 3
D (5 ppm) 27 5,35 7,52 0,0925 0
E (0 ppt) 27 5,49 7,44 0,0124 0
3 ")2'0' '+
Pola kematian dalam periode waktu 91 hari menujukkan kematian rendah
yang terus meningkat dan mencapai puncak pada hari keA47 dan seterusnya
menurun. Keadaan ini dapat dijelaskan oleh Brown dan Gratzek (1980) sebagai
pola kematian pada kasus wabah oleh parasit dimana terjadi kematian yang terus
menerus dalam jangka waktu yang panjang. Parasit dapat berpengaruh buruk dan
menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap laju kelahiran/kematian
inangnya (Sunarsih, 1993). Kematian terjadi akibat interaksi antara inang, parasit
dan lingkungan. Penyakit timbul karena adanya interaksi antara jasad penyebab
penyakit, ikan dan lingkungan (Noble dan Noble,1989) Kemungkinan ikan dalam
kondisi lemah akibat lingkungan yang buruk sehingga parasit berkembangbiak
dan mencapai intesitas yang tinggi.
Penurunan jumlah kematian pada akhir periode 3 dapat disebabkan oleh 3
hal : pertama, ikan sudah lebih besar dan sistem imun sudah lebih berkembang.
Dogiel (1970) menyatakan bahwa penyebaran parasit ditentukan oleh umur,
ukuran inang, daya tahan inang, musim dan lokasi geografisnya. Menurut Harti
(2008) penurunan prevalensi sp ini disebabkan oleh adanya respon
pertahanan dari inang yang semakin baik terhadap infeksi parasit tersebut.
Prevalensi dan Intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya
faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ukuran inang
(Dogiel 1970) menurut Noble dan Noble (1989) semakin tua inang,
semakin besar resistensinya. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah
parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi, maka
inang menjadi saling toleran terhadap parasitnya. Kedua, Proses suksesi dari
serangan parasit dimana hampir semua parasit mempunyai tertentu dan
dipengaruhui oleh kemampuan daya adaptasi / toleransi terhadap lingkungan
mikro dan makro. Siklus hidup parasit penting untuk diketahui bila tindakan
pengobatan akan dilakukan (Yuasa , 2003). Bychowsky (1958) menyatakan
bahwa periode hidup satu individu parasit berlansung tidak kurang dari 12A15 hari
dan bahkan kemungkinan jauh lebih panjang. Ketiga, Lingkungan tidak
perubahan lingkungan terjadi di luar kisaran suatu hewan (termasuk parasit) maka
cepat atau lambat hewan tersebut akan mengalami kematian.
Ikan nila merah sp yang masih hidup menunjukkan adanya
serangan sp pada insang. Intensitas serangan sp
mencapai rataArata 113 ekor/inang sebelum perlakuan. Jenis monogenea yang
sering menginfeksi tilapia adalah dan (Hartati,1991).
Menurut Kabata (1985) parasit sp merupakan parasit yang
menyerang inang spesifik dan organ spesifik yaitu menyerang insang ikan Tilapia.
Pada umumnya tiap jenis parasit memiliki inang spesifik, spesifikasi ini dapat
terjadi dalam suatu spesies, satu genus atau dalam satu family (Shulman, 1970).
Parasit sp mempunyai ciriAciri tubuh memanjang dan pipih
dorsoventral. Pada bagian ophistaptor terdapat 2 pasang hook (kait) dengan 14
kait marginal. Pada bagian anterior terdapat 4 tonjolan, terdapat 1 pasang mata
tetapi kadangAkadang terdapat 2 pasang mata, terdapat organ kopulasi dalam
tubuhnya. Parasit sp mempunyai panjang tubuh berkisar 0,55 –
0,90 mm dan lebar tubuh berkisar 0,10 – 0,25 mm (Kabata, 1985). Penyebaran
parasit ini melalui air yaitu telur, dimana telur dilepaskan ke perairan sampai
menetas menjadi larva bersilia yang dapat berenang bebas untuk mencari inang,
lalu menginfeksi inang, dan melakukan metamorphosis menjadi cacing dewasa.
Paiva (2005) mengatakan bahwa 206 sampel ikan nila diperiksa jenis parasit
monogena yang menyerang insang ikan nila adalah sp. Hal ini
menandakan parasit sp merupakan parasit yang menyerang inang
spesifik dan organ spesifik. Ikan yang terinfeksi berat oleh sp
menyebabkan tingkah laku ikan tidak normal (Hartati, 1991).
Grabda (1991) menambahkan bahwa parasit mempengaruhi ikan dengan
cara yaitu : pertama pengaruhi mekanis, banyak parasit yang mempunyai organ
penempel (missal jangkar, penghisap atau penjepit) yang memungkinkan mereka
untuk tinggal pada atau di dalam inang. Organ ini menimbulkan kerusakan
mekanis pada tubuh inang. Misalnya monogenea merusak kulit dan insang ikan
dengan jangkarnya, sehingga akhirnya bila infeksi sudah sangat parah dapat
menyebabkan kematian. Kedua penyerapan makanan, parasit mengambil nutrien
mencerna makanan inang atau memakan darah atau jaringan, sehingga menyerap
sejumlah susbtansi nutrisi dari inang. Hal ini dapat menyebabkan ikan kehilangan
berat badan dan anemia, yang tidak dapat dihindari terutama pada invasi.
Dalam pengendalian parasit ikan, garam dapur merupakan salah satu
pilihan yang murah dan cukup efektif, terutama untuk menekan populasi
ektoparasit. Kabata (1985) mengajurkan penggunaan garam sebagai salah satu
“ ” pada infestasi ringan dari monogenea. Penggunaan garam
untuk mengendalikan monogenea terbukti efektif yang ditunjukkan dalam
penelitian ini. Peningkatan kadar garam menekan pertumbuhan populasi
sp dimana populasi terendah pada kadar garam 9 dan tertinggi pada
kadar garam 0 dalam masa perendaman 7 hari. Penurunan populasi parasit ikan air
tawar pada air payau atau mengalami kematian terjadi karena ketidakmampuan
parasit dalam mentoleransi salinitas (Moller, 1977). Semakin tinggi kadar garam
dalam air semakin cepat tingkat pengurangan jumlah parasit monogenea pada
ikan. Moller (1977) dapat membuktikan bahwa tidak ada satu speasis ektoparasit
air tawar yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas 7A 20 ppt. Pada penelitian
Sunarsih (1993) parasit yang menyerang ikan lele mampu
mentoleransi salinitas antara 0 – 5 g/l, sedangkan salinitas 6 g/l parasit tersebut
pertumbuhannya terhambat dan mematikan parasit tersebut. Harti (2008)
sp pada insang benih ikan nila tidak mampu beradaptasi terhadap
peningkatan salinitas sampai dengan 24 g/l dalam waktu 8 hari. Oleh karena
monogena ini yaitu sp tidak mampu bertahan pada salinitas yang
tinggi maka dapat diketahui bahwa monogenea ini hidup dalam air tawar.
Ikan nila merah sp dipelihara dalam air dengan kadar garam
3 s/d 9 ppt yang mampu bertahan 66, 7 %. Perendaman garam membuat ikan nila
merah dapat bertahan hidup walaupun ada sp pada insang. Intesitas
sp tersebut menurun dengan semakin tingginya kadar garam. Ikan
nila yang tidak diberi perlakuan garam hanya mampu bertahan hidup sampai hari
keA6 pada tingkat kelangsungan hidup mencapai 0 % pada hari keA7, hal ini di
duga akibat tingginya intensitas serangan sp. Hal yang sama terjadi
pada kematian ikan di kolam yang terus meningkat sampai hari keA47 dan
ekor. Madhavi dan Anderson (1985) menyatakan bahwa ikan Guppy dapat
mengalami kematian akibat terinfestasi cacing antara 70 – 80 ekor / inang.
Obiekezie dan Taege (1973) ikan lele berukuran 3 cm
mengalami kematian 90 % akibat serangan dengan infestasi
rataArata 420 ind / ekor. Pada bulan Januari 2007 di waduk Cirata terjadi kematian
massal pada benih ikan nila. Penyebabnya adalah serangan monogenea
ektoparasitik pada ikan nila tersebut (Harti,2008).
Kalium permanganat adalah perawatan populer untuk monogenea (Kabata,
1985) biasanya di host air tawar, baik di 2 mg / L untuk mandi tidak terbatas atau
3A5 mg / L untuk satu aplikasi (Allison, 1957; Kabata, 1985). Kalium
permanganat dapat diberikan dengan perendaman pada konsentrasi 2 mg / L atau
sebagai perendaman dalam jangka waktu cepat selama (30 menit) pada
konsentrasi 10 mg / L. Panigoro (2005) infeksi dan infeksi
pada benih dapat diobati dengan perendaman dengan kalium
permanganate 3A5 ppm efektif untuk membasmi parasit ini. Berdasarkan hasil
penelitian FloresAcrespo, (1995) kalium permanganat sangat efektif terhadap
ikan nila . Dari hasil pengamatan, kalium
permanganat dengan 5 ppm sangat efektif membasmi parasit pada insang di ikan
nila. Selain itu, tidak hanya membasmi parasit akan tetapi ikan nila juga mati.
Kalium Permanganat dapat berefek samping pada ikan nila. Selain itu, insang juga
mengalami kerusakan yang disebabkan perendaman kalium permanganat.
Aktifitas kalium permanganat disebabkan oleh unsur zat asam dalam bentuk aktif
yang meracuni parasit ikan. Bahaya bagi ikan ini dapat diperkecil pada eaktu
pengobatan yaitu dengan memasang dan menjalankan pompa air (aerasi) yang
cukup kuat (Suyanto, 1983). Selain itu, waktu perendaman ikan nila merah
sp dengan kalium permanganat mempengaruhi daya tahan tubuh
ikan. Sehingga penggunaan kalium permanganat tidak aman bagi ikan dengan
metode perendaman ( ) sehingga perlu dicari metode lainnya yaitu
dengan metode pencelupan.
Tingkah laku ikan selama perlakuan diamati selama 7 hari. Dari ketiga
perlakuan, pada salinitas 3, 6, dan 9 ppt, ikan bergerak aktif pada awal
merespon pakan sama sekali, hal ini di duga selain disebabkan infeksi parasit
yang begitu tinggi pada ikan sehingga mengurangi nafsu makan ikan, juga karena
akibat infeksi lain seperti ikan terkena jamur. Jamur dan parasit yang menyerang
ikan nila merah sp menyerang daya tubuh ikan sehingga ikan
menjadi stress. Perendaman ikan nila merah sp dengan kalium
permanganat juga berakibat ikan tidak respon pakan, gerakan ikan pasif dan
kematian pada ikan. Kalium permangat bersifat toksik sehingga selain merusak
insang ikan apabila terlalu lama perendaman, sehingga ikan tidak nafsu makan
dan gerakan pasif. Ikan mengeluarkan banyak energi untuk dapat bertahan hidup.
Infestasi parasit yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perubahan keseimbangan
pada inang (Sunarsih, 1993).
Parameter kualitas air seperti suhu, DO, pH dan salinitas yang masih
dalam kisaran hidup ikan nila. Suhu air 27 OC masih berada dalam kisaran yang
baik bagi kehidupan ikan nila. Arie (2001) ikan nila mampu mentolerir suhu
antara 14 – 38 0C. Nilai pH air berkisar 7,01 – 7,52 dan masih berada dalam
kisaran optimal bagi kehidupan ikan nila. Ellis Boyd (1990) kisaran pH air
yang baik untuk produksi ikan adalah antara 6,5 – 9 sedangkan yang paling baik
untuk ikan nila antara 7A 8 (Arie, 2001). Kadar oksigen terlarut berkisar 5, 35 –
5,72 ppm merupakan kisaran yang optimal bagi ikan nila. Watson (1978)
Sunarsih (1993) kandungan oksigen terlarut 2 mg/l merupakan batas lethal bagi
kehidupan ikan sedangkan Boyd (1990) jumlah oksigen yang diperlukan oleh
hewan – hewan perairan sangat bervariasi dan bergantung pada spesies, ukuran,
jumlah pakan dan dimakan, aktivitas, suhu air dan lainAlain. Kandungan oksigen
opitimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah 4 mg/l tetapi paling baik dari 4 mg/l
(Arie, 2001). Arie (2001) ikan nila memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi
salinitas air yang tinggi dan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Stickney
Boyd (1990) menyatakan bahwa beberapa jenis tilapia mempunyai potensi
yang dianggap layak untuk dipelihara di lingkungan berkadar garam yang luas
walaupun sementara jenis lainnya terbatas pada air tawar.
sp pada insang ikan nila merah sp yang
direndam dalam kadar garam 3, 6, dan 9 ppt mengalami penurunan intensitas.
Ikan nila dengan perendaman dalam kadar garam mengalami tingkat
kelangsungan hidup yang lebih tinggi dari pada ikan nila yang tidak direndam
oleh garam maupun ikan nila yang direndam oleh kalium permanganat
Dengan demikian, perendaman garam dalam mengendalikan
sp menghasilkan penurunan intensitas dan tingkat kematian nila
sejalan meningkatnya kadar garam. Penggunaan kalium permanganat dalam
mengendalikan sp menurunkan intensitas dan meningkatkan
kematian ikan. Garam dapat menekan laju pertumbuhan sp
dibandingkan 0 ppt dan meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan
sp dan 0 ppt (tanpa garam) sehingga penggunaan garam efektif
dalam mengendalikan sp dan meningkatkan kelangsungan hidup
ikan.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sp digunakan
untuk metode celup sedangkan untuk garam 9 ppt dengan metode perendaman
Allison, R., 1957. Some new results in the treatment of ponds to control some external parasites of fish. The Progressive Fish Culturist 19, 58–63
Anonim, 2002. Pengelolaan Kesehatan Ikan Budidaya Laut. Direktorat Jenderal Perikanan dan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung
Anonim, 2010. Konsumsi Ikan Nila. Warta Pasarika. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP)A Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.vol 83
Arie, U., 2001. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya. Jakarta
Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Co. Albama.
Brown, E.E., dan Gratzek, J.D., 1980. Fish Farming Handbook. The Evi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut
Bychowsky, B.E., 1958. Monogenetic Trematoda. Their Systematic and Phylogeny. Americans Institute of Biological Science. Washiton. 318 p Dogiel, V.A., Petrushevski, G.K., and Polyanski, Yu.I., 1970. Parasitology of
Fishes. Translated By Z.Kabata and Oliver Boysd.Leningrad University Press.London
FloresACrespo, J., FloresACrespo, R., IbarraAVelarde, F., VeraAMontenegro Y. and VasquezAPelaez, C., 1995. Evaluation of Chemotherapeutic Agents
Against in Tilapia ( ) in Mexico.
Rev. Latinoam. Latinoam. Microbiol. 37, p. 179A187
Grabda, J., 1991. Marine Fish Parasitology. Polish. Science Publisher. Warsazawa. 267 p
Hartati, D.S., 1991. Parasit Pada Benih Ikan Nila Merah ( sp) dari Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instutusi Pertanian Bogor. Bogor.
Harti, L.S., 2008. Pengendalian Monogenea Pada Benih Ikan Nila Gift ( sp) dengan Penambahan Garam Pada Air. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instutusi Pertanian Bogor. Bogor.
Hoar. W.S., 1975. General and Comparative Physiology. Prentice hall of India, New Delhi. P 319A 758
Kabata, Z., 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Taylor and Francis, London Philadelphia. 318 p
Madhavi. R., and Anderson R.M., 1985. Varibility in The Susceptibility of The
Fish Host, , to Infection With
(Monogenea).London
Moller, H., 1977. The Effect of Salinity and Temperature and The Development of Fish Parasities. Germany. Journal Fish Biology 12 (14), 311 – 323 Noble, G.A., and Noble, E.R. 1989. Parasitology. The Biology of Animal
Parasites. Iea and Flebinger. Philadelphia
Paiva, Ranzan, M.J.T., Felizardo2,N.N., dan Luque,J.L., 2005. Parasitological and Hematological analysis of Nile Tilapia
Linneus, 1775 from Guarapiranga Reservoir, Saulpaolo State, Brazil. Maringa 231A237 p
Panigoro, Meliya, Salfira, Astuti,I., dan Kholidin,E.B., 2005. Collected Cases of Fish Disease in Sumatra Indonesia during 2002 – 2004. Balai Budidaya Air Tawar Departemen Kelautan dan Perikanan dan Japan Internasional Cooperation Agency.Jambi
Shulman, S.S., 1990. Specifity of Fish Parasites. In Parasitology of Fishes. Dogiel, V.A., G.K. Petrushevski and Yu. I. Polyanski. P : 104A116
Sunarsih., 1993. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Populasi Gyrodacylus fernandoi Pada Benih Lele Dumbo sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Bogor. Bogor. Suyanto, R., 1983. Parasit Ikan dan CaraACara Pemberantasanya. Jakarta :
PT.Penebar Swadaya
Yuasa, Paniogoro,N, Meliya,B. dan Kholidin, E.B., 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan.Teknik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya Air Tawar di Indonesia. Dirjen Perikanan Balai Budidaya Air Tawar.Jambi A Japan Internasional Cooperation Agency (JICA).Jambi.75 hal
') %('+ '$' '(%'+ ")'$%'+ #'+ %,' "('0 ",')' ; 0'(%
Waktu (tgl/bln/thn)
Jumlah (ekor)
Waktu (tgl/bln/thn)
Jumlah (ekor)
Waktu (tgl/bln/thn)
Jumlah (ekor)
Waktu (tgl/bln/thn)
Jumlah (ekor)
28ASepA10 22 25AOctA10 7 21ANovA10 18ADecA10 20
29ASepA10 2 26AOctA10 11 22ANovA10 84 19ADecA10 19
30ASepA10 8 27AOctA10 21 23ANovA10 107 20ADecA10 10
1AOctA10 15 28AOctA10 34 24ANovA10 82 21ADecA10 12
2AOctA10 17 29AOctA10 26 25ANovA10 70 22ADecA10 10
3AOctA10 22 30AOctA10 19 26ANovA10 50 23ADecA10 8
4AOctA10 1 31AOctA10 40 27ANovA10 32 24ADecA10 9
5AOctA10 5 1ANovA10 29 28ANovA10 25ADecA10 7
6AOctA10 4 2ANovA10 37 29ANovA10 91 26ADecA10 13
7AOctA10 1 3ANovA10 45 30ANovA10 59 27ADecA10 6
8AOctA10 4 4ANovA10 49 1ADecA10 37
9AOctA10 0 5ANovA10 48 2ADecA10 43
10AOctA10 24 6ANovA10 63 3ADecA10 37
11AOctA10 16 7ANovA10 45 4ADecA10 49
12AOctA10 37 8ANovA10 74 5ADecA10 38
13AOctA10 18 9ANovA10 81 6ADecA10 21
14AOctA10 39 10ANovA10 66 7ADecA10 35
15AOctA10 22 11ANovA10 101 8ADecA10 19
16AOctA10 16 12ANovA10 70 9ADecA10 28
17AOctA10 16 13ANovA10 144 10ADecA10 33
18AOctA10 11 14ANovA10 79 11ADecA10 27
19AOctA10 4 15ANovA10 72 12ADecA10 22
20AOctA10 9 16ANovA10 59 13ADecA10 2
21AOctA10 21 17ANovA10 63 14ADecA10 9
22AOctA10 9 18ANovA10 64 15ADecA10 10
23AOctA10 6 19ANovA10 108 16ADecA10 11
') %('+ /2/$ *'+ -#-('+ '+<'+. $-2-0 %#'+ +%,' )"('0
"('#-'+ '+<'+. /2/$ "('#-'+ '+<'+. /2/$
A1 ( 9 ppt) 145 15 C2 115 17
105 14,5 205 19,5
260 20 230 20
A2 135 15 C3 170 17,5
145 16,5 195 16
255 19 100 15,5
A3 250 20 D1 (5 ppm) 180 16,5
195 18 195 18,5
160 16,5 135 15,5
B1 (6 ppt) 130 15 D2 165 16,5
195 18,5 85 14,5
225 19 135 16
B2 210 19,5 E1 ( 0 ppt) 95 14,5
190 19 220 19,5
90 13,5 85 13,5
B3 220 18,5 E2 230 19
100 15 105 15
165 17,5 155 16
C1 (3 ppt) 200 19
240 20,5
') %('+ 3 =-),'0 #")'$%'+ %#'+ +%,' )"('0 ",')' "(,'#-'+
Perlakuan Waktu Kematian
Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis
22AOkt 23AOkt 24AOkt 25AOkt 26AOkt 27AOkt 28AOkt
A ( 9 ppt)
1 1 1
2 1
3
B ( 6 ppt)
1
2 1
3 2
C ( 3 ppt)
1 2
2
3 1
D (5 ppm)
1 2 1
2 3
E ( 0 ppt)
1 1 1 1
') %('+ 5 +$"+ %$' ('$' ('$' '*' %#'+ +%,' )"('0
Perlakuan Hari keA
0 1 2 3 4 5 6 7 8
A (9 ppt) 83 159 142 179 153
B (6 ppt) 83 104 361
C (3 ppt) 83 173 291 449
D (5 ppm) 83 1,8 0
Efektivitas Garam dan Kalium Permanganat dalam
Mengendalikan Monogenea sp pada Ikan Nila Merah sp.
Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan DADANG SHAFRUDDIN
Salah satu jenis monogenea yang menginfestasi insang ikan nila merah sp adalah sp. Sejalan dengan serangan ektoparasit tersebut, terjadi kematian
pada ikan nila merah. sp dapat dikendalikan dengan melakukan pengaturan
lingkungan seperti penggunaan garam dan kalium permanganat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium permanganat dalam mengendalikan populasi parasit sp pada insang ikan nila merah dengan bobot 167 ± 57,43 gram. Uji coba dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan yaitu perlakuan garam dengan konsentrasi 3, 6, dan 9 ppt serta perlakuan kalium permanganat dengan konsentrasi 5 ppm dan kontrol. Hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan perendaman garam, peningkatan konsentrasi garam mengakibatkan penurunan tingkat intensitas sp pada insang yaitu 153 ind /ekor pada konsentrasi garam 9 ppt, 361 ind/ekor pada konsentrasi garam 6 ppt, 449 ind/ekor pada konsentrasi garam 3 ppt dan 668 ind pada kontrol. Tingkat kelangsungan hidup ikan yang terinfeksi sp setelah diberi perlakuan garam meningkat 66,7 % dibandingkan dengan tanpa perlakuan (0 %).
Penggunaan kalium permanganat dalam mengendalikan sp mencapai
intensitas 0 pada hari keA4 tetapi tidak efektif untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan yang mencapai 0 % pada hari ke A4.
Kata Kunci : nila merah, , sp, garam, kalium permanganat
Effectivity of Salt and Potassium Permanganate in Control
of Monogenean sp on Red Tilapia sp. Supervised by
YANI HADIROSEYANI and DADANG SHAFRUDDIN
sp was infested on the gills of red tilapia sp. In line with these infestation deaths were occurred on red tilapia. sp can be controlled by environmental settings such as the use of salt and potassium permanganate. This study aimed to test the effectiveness of salt and potassium permanganate in controlling the population of these parasites on gills red tilapia weighing 167 ± 57.43 grams. The test is done by using four treatments of salt with concentrations of 3, 6, and 9 ppt also potassium permanganate treatment with a concentration of 5 ppm and control. The results showed that the salt soaking treatment, the increase in salt concentration resulted in a decrease rate in the gills of intensity sp 153 parasites / fish on salt concentration 9 ppt, 361 parasites / fish on salt concentration 6 ppt, 449 parasites/fish on salt concentration 3 ppt and 668 parasites in control. Survival rate sp infected fish life after being given treatment will increase 66,7 % compared with no treatment (0%). The use of potassium permanganate in controlling sp could reaching the intensity of 0 parasites on day 4 but not effective to maintain survival rate of fish which is reached 0% on day A4
'$'( ",'#'+.
Ikan nila ( sp) merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya
enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Sebagai salah satu jenis ikan air
tawar, ikan nila telah lama dikembangkan sebagai komoditi ekspor baik dalam
bentuk ikan utuh maupun dalam bentuk fillet. Permintaan pasar dunia akan fillet
ikan nila semakin meningkat. Negara yang menjadi pemasok fillet nila terbesar
dunia adalah Cina, Indonesia, Thailand, Taiwan dan Filipina. Kebutuhan akan
fillet ini cukup besar, untuk Amerika tiap tahun diperlukan 90 juta ton. Jumlah ini
belum termasuk Jepang, Singapura, Hongkong, dan Eropa sedangkan produksi
ikan nila di Indonesia tahun 2008 sebesar 306.527 ton berasal dari tangkapan di
perairan umum (5,05%) dan budidaya (94,95%) (Anonim, 2010).
Budidaya ikan nila merah sp dapat dilakukan dengan teknologi
ekstensif maupun intensif untuk meningkatkan produksi. Permasalahan yang
timbul selama proses budidaya adalah kematian ikan dalam jumlah yang dapat
menggangu target volume panen. Penyebab kematian pada ikan antara lain adanya
gangguan lingkungan yang ekstrim dan serangan penyakit. Penyebab penyakit
dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit infektif ( ) dan
penyakit non infektif ( ) (Anonim, 2002). Penyakit infektif
dapat disebabkan karena serangan bakteri, jamur, parasit atau virus. Monogenea
adalah salah satu parasit yang sering ditemui pada kondisi akibat tingginya
kandungan bahan organik pada sistem budidaya intensif di kolam, kualitas air
buruk akibat tingginya feses ikan dan akumulasi pakan yang tidak termakan.
Monogenea dapat dikendalikan dengan melakukan pengaturan lingkungan
seperti penggunaan garam seperti yang dilakukan oleh Hartati (2008) yang dapat
membuktikan bahwa sp tidak dapat hidup pada salinitas 24 ppt.
Garam merupakan agen penyembuh atau pengendali penyakit yang murah, mudah
di dapat, ramah lingkungan namun efektif untuk mengendalikan ektoparasit pada
lingkungan air tawar dan tidak menimbulkan biaya sangat besar pada usaha
mengendalikan monogenea. Berdasarkan hasil penelitian Flores crespo,
(1995) kalium permanganat sangat efektif terhadap ikan nila
. Menurut Yuasa, (2003) konsentrasi kalium
permanganat yang direkomendasikan untuk pengobatan benih ikan patin siam
terinfeksi sp adalah 2,5 – 5,0 ppm.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium
permanganat dalam mengendalikan monogenea sp pada insang
ikan nila merah. Efektivitas pengendalian dilihat dari perkembangan populasi
sp dan tingkat kelangsungan hidup ikan yang direndam dengan
'0'+ "+",%$%'+
Ikan yang digunakan dalam penelitian berasal dari kolam Departemen
BDP FPIK IPB berukuran 167,43 ± 57,41 gram yang diperlihara pada kepadatan
8.000 ekor / 200 m2 dengan pemberian pakan buatan secara . Ikan nila
merah dipelihara pada kolam pembesaran sejak tanggal 27 September 2010
dengan bobot ± 157 gram. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 – 30 Oktober
2010. Pemeliharaan pembesaran ikan nila merah ini telah berlangsung selama 3
bulan. Sumber air dari Situ Leutik dialirkan menggunakan sistem parit terbuka.
"$/*" "+",%$%'+
"$/*" "("+*')'+ #'+ *"+.'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas garam dan kalium
permanganat dalam mengendalikan monogenea sp pada insang
ikan nila merah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan yaitu
dengan perendaman ikan dalam media yang diberi garam dengan dosis 3, 6, 9 ppt
dan kontrol (0 ppt) serta kalium permanganat dengan dosis 5 ppm. Ikan nila
dipelihara dalam akuarium yang berukuran 95 cm x 45 cm x 45 cm. MasingA
masing akuarium diisi dengan 3 ekor ikan / akuarium.
Volume air tiap akuarium diisi 150 liter air yang bersumber dari Situ
Leutik dan diberi garam dan kalium permanganat. Garam yang digunakan adalah
garam tanpa yodium produksi PT.Garam (Persero) Indonesia Di setiap akurium
diberi satu titik aerasi untuk menyuplai oksigen. Ikan nila yang terinfeksi parasit
dimasukkan ke dalam akuarium yang telah diberi perlakuan. Pemeliharaan ikan
nila selama 7 hari. Ikan nila merah diberi makan pelet sebanyak 3 kali sehari yaitu
pada pagi, siang dan malam hari secara .
Pengelolaan air selama penelitian adalah mengganti air secara total dengan
kadar perlakuan yang sama apabila air terlihat kotor. Pemeriksaan suhu dilakukan
setiap 3 kali sehari. Pemeriksaan ada atau tidaknya ikan yang mati pada perlakuan
setiap 2A3 jam sekali. Ketika ada yang mati diperiksa insang ikan dan dikeluarkan
"+.')'$'+ ")'$%'+ #'+ %,' "('0 *% /,') ")2" '('+
Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pola kematian ikan nila
merah sp di kolam pembesaran. Pengamatan ini dilakukan
bersamaan dengan setiap pemberian pakan 3A4 kali sehari dan menghitung jumlah
ikan yang mati setiap harinya. Ikan yang telah mati diambil dari kolam.
3 '(')"$"( 4'+. *%')'$%
3 +$"+ %$' /+/."+"'
Pemeriksaan dan perhitungan intensitas monogenea sp pada
ikan stock dilakukan untuk mengetahui intensitas sp terdapat pada
ikan nila merah yang baru mengalami kematian baik pada waktu sebelum maupun
sesudah diberi perlakuan. Perhitungan jumlah sp yang masih hidup
dilakukan secara manual yang menempel di 8 lembar insang ikan nila.
3 %+.#'$ ",'+. -+.'+ %*- #'+
Pengamat tingkat kelangsungan hidup ikan dilakukan selama perlakuan.
Pengamatan tersebut dilakukan untuk melihat apakah hewan uji (ikan nila) mati
selama perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan rumus
(Zonneveld , 1991):
SR (%) x 100 %
Keterangan : Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
3 3 %+.#'0 '#- #'+ %,' "('0
Pengamatan tingkah laku ikan nila selama pemeliharaan di akuarium
bertujuan untuk mengetahui kondisi ikan nila merah dalam perendaman garam
dan kalium permanganat. Tingkah laku ikan yang diamati adalah respon nafsu
3 5 '(')"$"( -',%$' %(
Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, amoniak,
temperatur dan pH. Pengukuran suhu dilaksanakan pagi, siang dan malam hari
3 ' %,
3 /,' ")'$%'+ #'+ %,' "('0 *% /,') -*%*'4'
Ikan nila merah sp dipelihara secara intensif pada kepadatan
8.000 ekor / 200 m2 atau (40 ekor / m2) ditebar pada berukuran ± 157 gram pada
tanggal 27 September 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober
– 30 Oktober 2010. Selama masa pembesaran ikan nila merah terjadi kematian.
Pengamatan terhadap jumlah kematian pada populasi ikan nila memperlihatkan
pola kematian pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola kematian ikan nila merah sp yang di kolam budidaya selama 91 hari.
Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa secara garis besar pola
kematian ikan nila merah dalam 91 hari dapat dibagi kedalam 3 kelompok.
Periode I pada tanggal 28 September 2010 sampai dengan 5 Oktober 2010 dengan
puncak populasi kematian ikan sebanyak 22 ekor. Periode II pada tanggal 6
Oktober 2010 sampai dengan 24 Oktober 2010 dengan puncak populasi kematian
ikan sebanyak 39 ekor. Periode III pada tanggal 25 Oktober 2010 sampai pada
tanggal 27 Desember 2010 dengan populasi kematian ikan sebanyak 144 ekor.
Total jumlah kematian ikan yang tercatat selama 91 hari pengamatan adalah 2981
ekor. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 2 8 -S e p -1 0 5 -O ct -1 0 1 2 -O ct -1 0 1 9 -O ct -1 0 2 6 -O ct -1 0 2 -N o v -1 0 9 -N o v -1 0 1 6 -N o v -1 0 2 3 -N o v -1 0 3 0 -N o v -1 0 7 -D e c-1 0 1 4 -D e c-1 0 2 1 -D e c-1 0
I II III
Ju m lah ( e k o r) Periode (Waktu)
[image:44.595.102.501.272.498.2]3 -.''+ "+4"2'2 ")'$%'+ #'+ %,' "('0
Ikan nila merah sp dari kolam mengalami kematian di
duga terinfeksi monogenea insang. Jenis monogenea yang sering menginfeksi
tilapia adalah dan (Hartati,1991). ini
tidak mempunyai bintik mata dan biasanya terdapat pada sirip dan dan permukaan
tubuh ikan. terdapat 1 pasang mata tetapi kadangAkadang terdapat 2
pasang mata. Parasit sp merupakan parasit yang menyerang inang
spesifik dan organ spesifik ditemukan menginfeksi ikan nila pada bagian insang.
Maka dapat disimpulkan bahwa parasit monogenea yang menyerang insang ikan
nila menurut Kabata (1985) termasuk parasit Hasil pemeriksaan
terhadap ikan sampel diketahui ikan terinfeksi oleh sp pada insang
dengan intensitas rataArata mencapai 113 ind /ekor (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah parasit sp pada ikan nila merah selama tiga kali sampling.
Parameter/Tanggal 15 Oktober 2010 17 Oktober 2010 19 Oktober 2010
Ukuran Ikan 200 gram 140,5 gram 164,11 gram
Jumlah sp 164 92 83
Jumlah ikan yang mati di
kolam
22 ekor 16 ekor 4 ekor
[image:45.595.249.376.561.712.2]
3 3 "+."+*',%'+ /+/."+"' *"+.'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$ *"+.'+ "$/*" "("+*')'+
Pengendalian monogenea sp dengan metode perendaman
ikan nila merah yang terinfeksi ektoparasit tersebut dengan larutan garam
[image:46.595.110.499.191.411.2]menunjukkan hasil seperti pada Gambar 3.
Gambar 3.Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp
direndam dengan salinitas berbeda.
Berdasarkan gambar 3 diatas menunjukkan perubahan populasi
sp selama 7 hari perendaman garam. Penambahan garam pada
tingkat salinitas 9 ppt mengakibatkan terjadinya peningkatan populasi
sp yang paling rendah yaitu sebesar 153 ind/ekor pada hari keA8
dibandingkan salinitas 0, 3, dan 6 ppt. Pada salinitas 6 ppt, populasi
sp cendrung meningkat sebesar 338 ind/ekor pada hari keA8 berarti
terjadi jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian
atau jumlah bertahan hidup dan jumlah kelahiran sp lebih besar
dari pada jumlah kematian. Pada salinitas 3 ppt, populasi sp lebih
tinggi dari pada salinitas 6 ppt yaitu sebesar 448 ind/ekor. Pada salinitas 0 ppt,
populasi sp paling tinggi yaitu sebesar 668 ind hari keA7 karena
jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian
sp atau jumlah sp yang mampu bertahan hidup dan
jumlah kelahiran sp lebih besar dari pada jumlah kematian. 0 100 200 300 400 500 600 700 800
0 1 2 3 4 5 6 7 8
+ $" + %$ ' 6% + * 7" # / ( 8
'#$- 6 '(% #" 8
A (9 ppt)
B (6 ppt)
C (3 ppt)
sp dapat berjumlah sangat banyak ketika pada salinitas 0 ppt dan 3
ppt, hal ini menunjukkan sp dapat berkembangbiak pada air tawar.
Gambar 4. Intensitas rataArata sp pada ikan nila merah sp direndam kalium permanganat.
Berdasarkangambar 4 diatas dapat diketahui bahwa jumlah
sp menurun dengan pemberian kalium permanganat pada hari keA1 dengan
intensitas rataArata sp hanya 1,8 ind/ekor. Pada hari keA 4 tidak ada
sp yang hidup.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 1 2 3 4
+
$"
+
%$
'
6%
+
*
7"
#
/
(
8
[image:47.595.112.505.139.365.2]3 5 ",'+. -+.'+ %*- #'+ %,' "('0 *',')
"("+*')'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah sp yang diberi
[image:48.595.109.524.241.356.2]perlakuan garam dan kalium permanganat selama 7 hari. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kelangsungan hidup ikan nila merah sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari.
Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7
A (9 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 88,90% 77,80% 77,80% 66,70%
B (6 ppt) 100% 100% 100% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70%
C (3 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70%
D (5 ppm) 100% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
E (0 ppt) 100% 83,30% 67,67% 49,90% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00%
Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa kelangsungan hidup ikan pada
salinitas 3, 6, dan 9 ppt sama yaitu dengan persentase 66,70 % pada hari keA7 sedangkan
pada kontrol 0 ppt kelangsungan hidup ikan nila merah mencapai 67,67 % pada hari keA2
dan terus menurun hingga mencapai 0 % pada hari keA7. Pada perendaman kalium
3 9 %+.#'0 '#- #'+ %,' "('0 ",')' "("+*')'+ '(') *'+ ',%-) "()'+.'+'$
Pengamatan tingkah laku ikan nila merah dilakukan setiap tiga kali sehari dan
memberikan respon seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkah laku ikan nila merah sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari.
Perlakuan Tingkah Laku Ikan selama Perlakuan (Hari keA)
1 2 3 4 5 6 7
A (9 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
B (6 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
C (3 ppt)
Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan aktif, Gerakan aktif, Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan Respon pakan
D (5 ppm)
Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan
E (0 ppt)
Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Gerakan pasif, Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan Tidak respon pakan
Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa ikan nila merah pada salinitas 3,
6, dan 9 ppt memberikan respon terhadap pakan dan gerakan ikan aktif sedangkan
pada salinitas 0 ppt dan kalium permanganat 5 ppm, ikan tidak memberikan
respon terhadap pakan serta gerakan ikan cendrung pasif bahkan mengalami
infeksi jamur. Infeksi sekunder pada ikan nila merah berupa jamur terjadi pada
hari keA3 pada perlakuan kalium permanganat pada hari keA3 sampai dengan hari
[image:49.595.111.493.202.508.2]3 : '$' -',%$' %(
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, DO, pH dan NH3. Kisaran
suhu media penelitian 27 0C, kandungan oksigen pada media berkisar 5, 35 – 5,
72 ppm, pH berkisar antara 7,01 – 7,52 dan kandungan NH3 berkisar 0,0106 –
0,0925 ppm. Kisaran kualitas air yang diperoleh merupakan kisaran yang aman
[image:50.595.121.452.228.358.2]bagi ikan nila merah. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data kualitas air pada akhir perlakuan.
Perlakuan Suhu (0c) DO (ppm) pH NH3 (ppm) Salinitas (ppt)
A (9 ppt) 27 5,46 7,01 0,0106 9
B (6 ppt) 27 5,39 7,21 0,0209 6
C (3 ppt) 27 5,72 7,38 0,0137 3
D (5 ppm) 27 5,35 7,52 0,0925 0
E (0 ppt) 27 5,49 7,44 0,0124 0
3 ")2'0' '+
Pola kematian dalam periode waktu 91 hari menujukkan kematian rendah
yang terus meningkat dan mencapai puncak pada hari keA47 dan seterusnya
menurun. Keadaan ini dapat dijelaskan oleh Brown dan Gratzek (1980) sebagai
pola kematian pada kasus wabah oleh parasit dimana terjadi kematian yang terus
menerus dalam jangka waktu yang panjang. Parasit dapat berpengaruh buruk dan
menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap laju kelahiran/kematian
inangnya (Sunarsih, 1993). Kematian terjadi akibat interaksi antara inang, parasit
dan lingkungan. Penyakit timbul karena adanya interaksi antara jasad penyebab
penyakit, ikan dan lingkungan (Noble dan Noble,1989) Kemungkinan ikan dalam
kondisi lemah akibat lingkungan yang buruk sehingga parasit berkembangbiak
dan mencapai intesitas yang tinggi.
Penurunan jumlah kematian pada akhir periode 3 dapat disebabkan oleh 3
hal : pertama, ikan sudah lebih besar dan sistem imun sudah lebih berkembang.
Dogiel (1970) menyatakan bahwa penyebaran parasit ditentukan oleh umur,
ukuran inang, daya tahan inang, musim dan lokasi geografisnya. Menurut Harti
(2008) penurunan prevalensi sp ini disebabkan oleh adanya respon
pertahanan dari inang yang semakin baik terhadap infeksi parasit tersebut.
Prevalensi dan Intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya
faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ukuran inang
(Dogiel 1970) menurut Noble dan Noble (1989) semakin tua inang,
semakin besar resistensinya. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah
parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi, maka
inang menjadi saling toleran terhadap parasitnya. Kedua, Proses suksesi dari
serangan parasit dimana hampir semua parasit mempunyai tertentu dan
dipengaruhui oleh kemampuan daya adaptasi / toleransi terhadap lingkungan
mikro dan makro. Siklus hidup parasit penting untuk diketahui bila tindakan
pengobatan akan dilakukan (Yuasa , 2003). Bychowsky (1958) menyatakan
bahwa periode hidup satu individu parasit berlansung tidak kurang dari 12A15 hari
dan bahkan kemungkinan jauh lebih panjang. Ketiga, Lingkungan tidak
perubahan lingkungan terjadi di luar kisaran suatu hewan (termasuk parasit) maka
cepat atau lambat hewan tersebut akan mengalami kematian.
Ikan nila merah sp yang masih hidup menunjukkan adanya
serangan sp pada insang. Intensitas serangan sp
mencapai rataArata 113 ekor/inang sebelum per