• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Undergravel Filter’s Rock Difference to Water Quality on Maintenance of Tilapia (Oreochromis niloticus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effect of Undergravel Filter’s Rock Difference to Water Quality on Maintenance of Tilapia (Oreochromis niloticus)."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBEDAAN BATU UNDERGRAVEL FILTER TERHADAP KUALITAS AIR PEMELIHARAAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

MILAN CANDRA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PENGARUH PERBEDAAN BATU UNDERGRAVEL FILTER TERHADAP KUALITAS AIR PEMELIHARAAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

MILAN CANDRA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Perbedaan Batu Undergravel Filter Terhadap Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Nama Mahasiwa : Milan Candra

Nomor Pokok : C14080073

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen : Budidaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Yuni Puji Hastuti S.Pi, M.Si Lies Setijaningsih S.Pi, M.Si NIP. 19810604 200701 2 001 NIP. 19610203 198703 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Pengaruh Perbedaan Batu Undergravel Filter Terhadap Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Batu Undergravel Filter Terhadap Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini telah berhasil diselesaikan. Penelitian yang bertema lingkungan perikanan budidaya ini dilaksanakan dari tanggal 7 Maret s.d. 5 April 2012, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisa kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Yuni Puji Hastuti, M.Si. dan Ibu Lies Setijaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing, dan Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. selaku pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Rabu, ibunda Parkati, adik Dwi Karina atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada saudara seperjuangan sahabat KOTAK-KOTAK IKAN, teman-teman BDP PATMO, dan yang terkasih Ori Chyntia Tirsa Agustine yang selalu ada dan mendukung terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung tanggal 8 Februari 1990 dari ayah Rabu dan ibu Parkati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SD Negeri 2 (Teladan) Bandar Lampung lulus pada tahun 2002, SMP Negeri 16 Bandar Lampung lulus pada tahun 2005, SMA Negeri 10 Bandar Lampung lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Pertanian Bogor, dan penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta dengan minor Pengembangan Usaha Agribisnis.

(7)

ABSTRAK

MILAN CANDRA. Pengaruh Perbedaan Batu Undergravel Filter Terhadap Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh Yuni Puji Hastuti dan Lies Setijaningsih.

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu komoditas penting budidaya perikanan, khususnya perikanan air tawar di Indonesia. Peningkatan produksi perlu dilakukan agar target produksi dapat tercapai. Untuk itu perlu dilakukan usaha pengembangan industri akuakultur. Kendala dalam pengembangan budidaya nila di Indonesia adalah keterbatasan lahan dan air. Peningkatan produksi dapat tercapai dengan cara mengarahkan akuakultur pada budidaya yang intensif. Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat penebaran yang tinggi dapat menimbulkan masalah kualitas air. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan berbagai parameter kualitas air meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat akibat benih ikan nila yang dipelihara dengan undergravel filter. Batu yang digunakan sebagai filter undergravel pada penelitian ini yaitu batu apung, karang dan split. Benih ikan nila dengan bobot tebar rata-rata 1,06±0,02g dipelihara dalam akuarium volume 30 ℓ dengan jumlah tebar 90 ekor per akuarium. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh dari penggunaan batu yang berbeda sebagai filter

undergravel agar kualitas air tetap layak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Parameter yang diamati adalah specific growth rate (SGR),

survival rate (SR) dan parameter kualitas air yang meliputi: suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit serta nitrat. Hasil penelitian selama 30 hari menunjukkan bahwa nilai berbagai parameter kualitas air tidak berbeda nyata antar perlakuan. Nilai SR untuk perlakuan batu apung sebagai filter sebesar 85,56±4,01paling baik dibandingkan perlakuan lain. Nilai SGR terbaik terdapat pada perlakuan batu apung sebesar 4,05±0,13.

(8)

ABSTRACT

MILAN CANDRA. Effect of Undergravel Filter’s Rock Difference to Water Quality on Maintenance of Tilapia (Oreochromis niloticus).. Supervised by Yuni Puji Hastuti and Lies Setijaningsih.

Tilapia Oreochromis niloticus is one of the important freshwater aquaculture commodity in Indonesia. Increased production needs to do so that production targets can be achieved. It is necessary for aquaculture industry development efforts. Constraints in the development of tilapia farming in Indonesia is limited land and water. Increased production can be achieved by redirecting the cultivation of intensive aquaculture. Intensification of farming through increased high density can cause water quality problems. The research was conducted to assess changes in the various water quality parameters including temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate on seed raised tilapia with undergravel filter. Rock used in this study is pumice, rock and split. Seed stocking tilapia with average weight of 1.06 ± 0.02 g kept in a 30 liter tank volume by the number of stocking 90 fish per aquarium. The purpose of this study was to test the effect of the different rock as undergravel filter to keep water quality fit for growth and survival of tilapia. The parameters observed were specific growth rate (SGR), survival rate (SR) and water quality parameters include: temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate. The results for 30 days showed that the value of various water quality parameters were not significantly different between treatments. The SR for the treatment of pumice as a filter for 85.56 ± 4.01 better than most other treatments. SGR best value in the treatment of pumice found at 4.05 ± 0.13.

(9)

DAFTAR ISI

II. METODE PELAKSANAAN ...5

2.1 Waktu dan Tempat ...5

2.2 Prosedur ...5

2.3 Parameter Penelitian ...6

2.3.1 Kualitas air ...6

2.3.2 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR) ...7

2.3.3 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesifik Growth Rate, SGR) ...7

2.4 Rancangan Penelitian ...7

2.5 Analisis Data ...8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN...9

3.1 Hasil ...9

3.1.1 Amonia ...9

3.1.2 Nitrit ...9

3.1.3 Nitrat ...10

3.1.4 Oksigen Terlarut (DO) ...11

3.1.5 Suhu ...12

3.1.6 Derajat Keasaman (pH) ...12

3.1.7 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesifik Growth Rate, SGR) ...13

3.1.8 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate ...14

3.2 Pembahasan...15

IV. KESIMPULAN DAN SARAN...20

4.1 Kesimpulan ...20

4.2 Saran ...20

(10)

iii DAFTAR GAMBAR

1. Batu karang ...3

2. Batu apung ...3

3. Batu split ...4

4. Instalasi undergravel filter. ...5

5. Nilai amonia pada media pemeliharaan ikan nila ...9

6. Nilai nitrit pada media pemeliharaan ikan nila ...10

7. Nilai nitrat pada media pemeliharaan ikan nila ...11

8. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila ...12

9. Nilai suhu pada media pemeliharaan ikan nila ...12

10. Nilai derajat keasaman pada media pemeliharaan ikan nila ...13

11. Pertumbuhan bobot harian ikan nila ...14

(11)

iv DAFTAR LAMPIRAN

1. Sketsa undergravel filter ...25 2. Foto kegiatan penelitian ...26 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila ...27 4. Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup ikan nila dengan perlakuan

perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter. ... 27 5. Pertumbuhan bobot ikan nila ...27 6. Analisis statistik pertumbuhan bobot ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter. ... 28 7. Analisis statistik nilai amonia media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter. ...28 8. Analisis statistik nilai nitrit media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.. ... 29 9. Analisis statistik nilai nitrat media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter. ... 31

10. Analisis statistik nilai oksigen terlarut media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter. ...32

11. Analisis statistik nilai suhu media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter ...33

(12)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Target produksi industri akuakultur semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan banyaknya permintaan akan produk akuakultur seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya sebesar 9,42 juta ton naik 35% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu 6,98 juta ton (KKP, 2012).

Peningkatan produksi perikanan budidaya ini dapat dicapai melalui budidaya intensif. Intensifikasi budidaya selalu dicirikan dengan tingginya padat tebar yang diikuti dengan peningkatan jumlah pakan yang dapat menimbulkan peningkatan limbah budidaya. Pada budidaya ikan, jumlah pakan yang diberikan ke ikan, 25% digunakan untuk tumbuh, 25% untuk kebutuhan metabolisme, 10% tidak termakan atau terbuang ke media budidaya, 10% menjadi limbah padat dan 30% merupakan limbah cair (Craigh and Helfrich 2002). Hal ini akan menimbulkan penumpukan limbah organik dan peningkatan kadar amonia. Menurut Avnimelech (2005) sistem budidaya intensif efisien dalam memproduksi ikan. Masalah dari sistem tersebut adalah cepatnya akumulasi limbah dari residu pakan dan hasil metabolik ikan.

Polutan utama dalam lingkungan budidaya ikan adalah limbah nitrogen yang berasal dari kegiatan budidaya. Sumber nitrogen di kolam budidaya diawali dengan nitrogen yang berasal dari pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme yang masuk ke lingkungan pemeliharaan ikan. Amonia merupakan buangan metabolik yang secara langsung beracun untuk ikan dan merupakan hasil katabolisme protein pakan yang diekskresikan ikan dimana 60 - 80% masuk ke lingkungan perairan (Benli et al. 2008).

(13)

2 solusinya. Undergravel filter merupakan salah satu bentuk penerapan dari sistem resirkulasi akuakultur dengan teknik filtrasi dalam budidaya ikan yang tergolong hemat tenaga dan biaya. UGF (Undergravel filter) atau dikenal juga sebagai filter

double bottom dapat menciptakan ruang filter bagi bakteri pengurai di sela-sela batu atau materi filter lain, seperti pasir, pecahan karang, karbon aktif, zeolit, dan lain-lain. Prinsip kerja dari filter ini adalah penyaringan air kotor oleh lapisan khusus di dasar akuarium.

Undergravel filter (UGF) atau dikenal juga dengan double bottom filter

merupakan suatu bentuk modifikasi khusus dari Recirculating Aquaculture System, yakni penggunaan filter yang disusun dengan sirkulasi air dalam satu wadah budidaya ikan. Filter ini hanya dapat bekerja dengan adanya bantuan energi listrik, dimana energi listrik menjalankan blower sehingga dihasilkan gelembung aerasi yang memaksa air bersih di bawah filter naik ke atas melalui pipa ke permukaan air dan terjadilah proses difusi antara air dan gelembung udara yang mengandung oksigen. Akibatnya air pada bagian atas filter ditarik ke bawah hingga melalui filter. Pada saat air melalui batu, air mengalami dua proses filtrasi yaitu fisika, dimana terjadi penyerapan melalui pori-pori batu dan biologi, melalui kontak air dengan bakteri pengurai amonia dan nitrit yang hidup pada permukaan batu, sehingga kualitas air dapat tetap terjaga.

Pemilihan batu karang, batu apung dan batu split sebagai filter dikarenakan batu-batu ini sering sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, mudah diperoleh, serta penggunaan yang belum maksimal dalam dunia perikanan budidaya. Fungsi batu dalam UGF yaitu sebagai penyaring air, sehingga dihasilkan air dengan kualitas yang lebih baik setelah melalui batu sebagai filter, karena air tersebut telah mengalami proses filtrasi pada saat melalui gravel. Dan diharapkan bakteri-bakteri menguntungkan dapat hidup dan berkembang pada batu yang dilalui aliran air. Batu-batu yang digunakan memiliki ukuran panjang rata-rata 2 – 3 cm.

(14)

3 tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Menurut Kuncoro (2008) batu karang mempunyai kelebihan, yakni mempunyai banyak pori-pori tersembunyi yang berbentuk lubang-lubang sehingga cocok sebagai tempat berkoloninya bakteri pengurai. Selain itu bahan ini juga mudah diperoleh dan murah.

Gambar 1. Batu karang

Batu apung atau pumice (Gambar 2) adalah jenis batuan yang berwarna terang yang mengandung buih dari gelembung berdinding gelas dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Secara alami bahan yang mengandung batu apung mempunyai daya serap tinggi (water adsorption) 16,67%, hal ini terjadi sebagai akibat kandungan mineral gelas vulkanik yang tinggi (40% - 90%) (Handojo, 2012). Karena strukturnya yang porous maka batuan itu mengandung banyak sekali kapiler-kapiler yang halus, sehingga zat yang akan terjerap akan terpenetrasi pada sela-sela ini jika larutan itu membasahinya (Anonim, 2012).

Gambar 2. Batu apung

(15)

4 bahan bangunan / pondasi bangunan. Batu ini merupakan batuan beku vulkanik, yang berasal dari hasil pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat permukaan bumi. Ukuran kerikil yang baik untuk filter biologi adalah 2-5 mm (Yoga, 1994) tetapi dinilai terlalu kecil untuk budidaya komersial (Wheaton, 1977). Lebih lanjut Yoga (1994) mengemukakan bahwa dengan partikel berukuran tersebut dapat menghasilkan efisiensi pengubahan amonia hingga 60,9%.

Gambar 3. Batu split

Target kebutuhan benih ikan tahun 2011 sebesar 42.276.000.000 ekor dan produksi benih tersebut telah mencapai 65,02%. Sementara produksi benih nila hanya mencapai 4.000.000.000 ekor (KKP, 2011). Pemeliharaan benih ikan nila dapat dilakukan dalam media akuarium, kolam ataupun bak.

Ikan nila (Orechromis niloticus) yang digunakan berukuran 1,06 g dan panjang 3 – 4 cm. Nila selain disukai berbagai kalangan juga tersedia sepanjang tahun, mudah diperoleh, tahan terhadap serangan penyakit dan toleransi terhadap lingkungan yang tinggi.

(16)

5

II.

METODE PELAKSANAAN

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai bulan Maret 2012 bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor.

2.2 Prosedur

Undergravel filter (Gambar 4.) merupakan sebuah filter yang memiliki dua lapisan dasar. Lapisan atas merupakan lapisan yang dijadikan sebagai bantalan batu sebagai filter (batu, kerikil, atau pasir), sedangkan lapisan bawah merupakan tempat air bersih berada. Pembuatannya diperlukan wadah berupa akuarium, pipa paralon yang digunakan sebagai pondasi dasar dan sebagai jalur keluarnya air bersih, lapisan bahan anti karat (plastik bergelombang berukuran panjang dan lebar yang telah disesuaikan dengan ukuran wadah) yang telah dilubangi dengan jarak lubang 2 cm dan jenis batu yang digunakan (batu apung, batu karang dan batu split).

Gambar 4. Instalasi undergravel filter.

(17)

6 selang aerasi dimasukkan ke dalam pipa tersebut. Sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, masing-masing batu telah dicuci bersih dan dilakukan penjemuran hingga kering, lalu dimasukkan ke dalam kantong waring dengan ukuran (45x26x7) cm. Kemudian batu tersebut dimasukkan ke dalam akuarium dan dilakukan pengisian air mencapai ketinggian 25,5 cm (volume 30 l).

Instalasi aerasi dipasang pada masing-masing wadah yaitu berupa pemasangan selang aerasi, pipa aerasi, blower 275 watt dan outlet sumber listrik. Selanjutnya setelah satu minggu masa pengendapan dilakukan ploting ikan pada wadah. Jumlah ikan ditebar sebanyak 90 ekor/akuarium atau padat tebar 3 ekor/l. Pakan yang digunakan adalah pakan apung dengan jumlah 5 % dari total bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) tiap akuarium. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari.

Air dari bawah dipaksa untuk naik dan keluar ke atas melalui pipa dengan bantuan dorongan dari blower atau aerator. Dan air yang berada di atas filter akan turun kebawah menembus filter pada dasar akuarium sehingga memungkinkan air bersih mengalir di bawahnya, kemudian air tersebut dikembalikan ke dalam akuarium begitu seterusnya, dengan debit air 41 detik/liter.

2.3 Parameter Penelitian

Kualitas air dalam penelitian ini dievaluasi dengan melihat nilai oksigen terlarut, suhu, derajat keasaman, amonia, nitrit dan nitrat. Parameter terukur lainnya yang diukur adalah SR ( Survival rate) dan SGR (Spesifik Growth Rate).

2.3.1 Kualitas air

Pada pengukuran parameter seperti kelarutan oksigen (DO), suhu dan pH dilakukan analisis secara langsung dengan menggunakan set alat pengukur pH, suhu dan DO. Pengukuran tiap-tiap parameter dilakukan sebanyak satu kali setiap satu minggu.

(18)

7 Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor lalu diukur dengan menggunakan alat spektofotometer (Apha, 1989) di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.3.2 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) merupakan suatu parameter yang digunakan dalam pengukuran tingkat kelangsungan hidup suatu organisme. Dengan kata lain kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Sehingga dengan demikian dapat diketahui dan dihitung jumlah ikan yang mati.

SR = 100%

2.3.3 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate, SGR)

Laju pertumbuhan spesifik adalah persentase pertambahan berat ikan setiap harinya selama pemeliharaan berlangsung. Laju pertambahan harian ditunjukkan dalam satuan persen (%).

SGR =

SGR = Pertumbuhan spesifik (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan saat akhir (gram)

Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)

t = Waktu pemeliharaan ikan lele (hari)

2.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

(19)

8

• Penggunaan batu apung sebagai filter

• Penggunaan batu split sebagai filter

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa dilakukan analisis ragam menggunakan uji F, jika hasil berbeda nyata maka dilakukan uji Tukey. Model statistik yang digunakan (Steel dan Torrie 1980) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan

µ = Rata-rata umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

ϵij = Pengaruh galat akibat perlakuan ke-i ulangan ke-j

2.5 Analisis Data

Data yang diperoleh berupa kualitas air dianalisis secara deskriptif dalam bentuk gambar dan grafik serta dilakukan uji sidik ragam (ANOVA), apabila terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji LSD (uji t) menggunakan program SPSS versi 12.0.

(20)

9

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil 3.1.1 Amonia

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui bahwa pada perlakuan penggunaan batu apung pada undergravel filter

mulai terjadi peningkatan nilai amonia tertinggi pada minggu ke-2 yakni sebesar 0,0270 ppm dan kembali stabil pada minggu ke-3 hingga akhir pemeliharaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 perlakuan batu apung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan batu split dan batu karang (p < 0,05) (Lampiran 7). Pada perlakuan penggunaan batu karang pada undergravel filter nilai amonia tertinggi terdapat pada minggu ke-3 sebesar 0,0286 ppm. Sedangkan nilai amonia pada batu split cenderung rendah dengan kisaran 0,0004 – 0,0038 ppm (Gambar 5).

Gambar 5. Amonia pada media pemeliharaan

3.1.2 Nitrit

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter nitrit yang disajikan dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa nilai nitrit pada media pemeliharaan ikan nila selama

(21)

10 masa pemeliharaan berkisar antara 0,015 ppm sampai dengan 2,208 ppm. Peningkatan nilai nitrit tertinggi terjadi pada minggu ke-2 dan menurun mulai minggu ke-3 dan seterusnya yang terdapat pada perlakuan penggunaan batu split yaitu sebesar 1,265 ppm (Gambar 6). Berdasarkan hasil uji statistik tiap perlakuan menunjukkan hasil yang saling berbeda nyata pada minggu ke-0 (p<0,05), sedangkan pada minggu ke-1 batu karang berbeda nyata terhadap batu split dan batu apung (p<0,05) (Lampiran 8).

Gambar 6. Nitrit pada media pemeliharaan 3.1.3 Nitrat

(22)

11 Gambar 7. Nitrat pada media pemeliharaan

3.1.4 Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter oksigen terlarut (DO) yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada awal penebaran kemudian terjadi fluktuasi nilai oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 3,3 – 6,1 mg/l (Gambar 8). Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata (p>0,05) (Lampiran 10).

(23)

12 3.1.5 Suhu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter suhu yang disajikan dalam bentuk grafik. Selama masa pemeliharaan terjadi fluktuasi suhu pada media pemeliharaan ikan nila. Diketahui bahwa suhu pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 25,1 – 28,9 oC. Nilai suhu tertinggi terjadi pada minggu ke-3, kemudian kembali menurun pada minggu selanjutnya (Gambar 9). Hasil Uji statistik menunjukkan tidak terjadi perbedaan nyata pada suhu (p>0,05) (Lampiran 11).

Gambar 9. Nilai suhu pada media pemeliharaan

3.1.6 Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter derajat keasaman (pH) yang disajikan dalam bentuk grafik pada gambar di bawah. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa derajat keasaman pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 5 – 8. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa di minggu ke-3 pada perlakuan batu apung dan batu split pada undergravel filter terjadi penurunan pH dan kembali terjadi peningkatan secara perlahan pada minggu berikutnya, sedangkan perlakuan batu karang terjadi peningkatan derajat keasaman pada minggu ke-3 namun kembali terjadi penurunan hingga akhir pemeliharaan (Gambar 10). Hasil uji statistik yang dilakukan terjadi perbedaan nyata pada batu karang terhadap batu

(24)

13 apung dan split pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2 dan minggu ke-4 (p<0,05). Pada minggu ke-3 terjadi perbedaan nyata terhadap tiap-tiap perlakuan (p<0,05) (Lampiran 12).

Gambar 10. Nilai pH pada media pemeliharaan

3.1.7 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesifik Growth Rate, SGR)

Laju pertumbuhan spesifik ikan nila yang dipelihara berkisar 3.94 – 4,05% (Gambar 11). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada laju pertumbuhan spesifik ikan nila (P>0,05) (Lampiran 4).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 11. Pertumbuhan bobot harian atau spesifik growth rate

0

B. Karang B. Split B. Apung

(25)

14 3.1.8 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 77,41 – 85,56% (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 6).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 12. Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate

3.2 Pembahasan

Pemeliharaan ikan dalam penelitian ini dilakukan secara intensif, ikan nila ditebar dengan padat tebar tinggi dan pakan dengan protein 30% diberikan dengan

Feeding Ratio sebesar 5% dari biomassa. Peningkatan produksi budidaya dengan melakukan budidaya secara intensif akan meningkatkan pengaruh terhadap lingkungan perairan, yaitu akan dihasilkannya sejumlah bahan pencemar yang berasal dari limbah proses produksi berupa pakan tidak termakan, serta feses dari kegiatan budidaya masuk ke lingkungan perairan, yang pada jumlah tertentu dapat memperburuk kualitas.

Pada penelitian ini, perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter

tidak berpengaruh langsung terhadap laju pertumbuhan spesifik dan tingkat kelangsungan hidup ikan. Perbedaan penggunaan batu akan menyebabkan kualitas air tetap terjaga dengan baik karena air pada wadah pemeliharaan akan terfiltrasi

80.37 ± 1.61 77.41

B. Karang B. Split B. Apung

(26)

15 oleh batu yang digunakan. Sisa pakan tidak termakan dan feses akan tertarik ke bawah dan menempel pada permukaan batu sebagai filter.

Hasil uji statistik nilai amonia menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 perlakuan batu apung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan batu split dan batu karang (p < 0,05) (Lampiran 7), pada perlakuan batu apung sebagai filter mulai terjadi puncak peningkatan nilai amonia pada minggu ke-2 sebesar 0,0270 ppm dan kembali stabil pada minggu ke-3 hingga akhir pemeliharaan. Pada perlakuan batu karang nilai amonia tertinggi terdapat pada minggu ke-3 sebesar 0,0286 ppm. Sedangkan nilai amonia pada batu split berkisar antara 0,0004 – 0.0038 ppm. Brown (1957) dalam Sriharti (1992) mengemukakan bahwa kadar amonia yang rendah baik untuk kehidupan ikan. Boyd (1982) menyatakan bahwa kadar amonia berkisar 0,5-1,0 mg/L tidak dapat ditolerir oleh ikan dan akan bersifat racun. Dibandingkan dengan perlakuan penggunaan batu apung dan batu karang sebagai filter, nilai amonia pada perlakuan penggunaan batu split lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena persentase tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga limbah yang dihasilkan baik berupa feses maupun sisa pakan lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya.

(27)

16 akibat penggunaan batu yang mengandung ion kalsium sehingga terjadi pencampuran dengan air, contohnya yaitu batu apung dan batu karang.

Hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan secara nyata dari masing-masing perlakuan dan ulangannya (p>0,05) (Lampiran 9). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi nitrat terendah dicapai pada perlakuan batu apung sebagai filter sebesar 0,080 – 0,680 ppm. Kisaran nitrat yang baik untuk budidaya nila yaitu 0-3 ppm (Hanley, 2005). Naik dan turunnya konsentrasi nitrat terjadi secara bersamaan pada setiap perlakuan yaitu pada minggu ke-1 dan minggu ke-4. Pada minggu ke-3 diduga bakteri nitrifikasi sudah berjalan dengan baik dan pada minggu ke-4 aktifitas bakteri nitrifikasi mulai menurun. Menurut Tyson (2007) dalam Ruly (2011) mengemukakan bahwa proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 93 – 96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofiltrasi.

Menurut Rakocy et al. (2006) konsentrasi utama pada sistem filter adalah pemindahan amonia, zat hasil proses metabolisme melalui insang ikan. Amonia akan terakumulasi dan mencapai level beracun jika tidak dipindahkan dengan proses nitrifikasi (biofiltrasi). Proses tersebut melalui oksidasi amonia menjadi nitrit yang beracun, kemudian menjadi nitrat yang relatif tidak beracun. Proses ini melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Bakteri nitrit tumbuh seperti lapisan film (biofilm) pada permukaan material (medium filter) atau melekat pada partikel organik. Pada undergravel filter ini, bakteri-bakteri tersebut tumbuh pada batu yang digunakan. Dan menurut Kaiser dan Wheaton (1983), media filter menyediakan permukaan media tumbuh dan berkembang bagi mikroorganisme. Dalam sistem biofilter, ukuran dan bentuk bahan yang digunakan sebagai filter sangat penting karena mempengaruhi populasi mikroorganisme selama proses nitrifikasi.

(28)

17 menjaga parameter kualitas air yang dapat diterima sampai batas aman untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pada budidaya intensif dengan sistem resirkulasi dibutuhkan oksigen terlarut yang cukup baik untuk kebutuhan ikan maupun proses nitrifikasi oleh bakteri autotrof. Kisaran oksigen terlarut pada penelitian ini masih berada pada kondisi yang layak untuk pemeliharaan ikan nila. Dari hasil pemeliharaan yang dilakukan diperoleh kisaran nilai oksigen terlarut sebesar 3,3 – 6,1 mg/l (Gambar 8). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata (p>0,05) (Lampiran 10). Menurut Boyd (1982) oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Oksigen terlarut yang berkisar antara 1-5 ppm mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi sebagian besar spesies ikan. Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur. Sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1998).

Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam kegiatan akuakultur. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air serta mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen. Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat diketahui bahwa selama masa pemeliharaan kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 25 - 28,9°C dengan rata-rata 26,1°C untuk tiap-tiap akuarium. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan nyata pada suhu (p>0,05) (Lampiran 11). Kisaran suhu yang diperoleh menunjukkan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik. Menurut Khairuman dan Amri K. (2008) nila dapat hidup pada suhu 25 - 30°C.

(29)

18 pemeliharaan berkisar antara 5,4-7,8. Boyd (1998) menyatakan bahwa kisaran pH > 4 merupakan titik kematian ikan pada kondisi asam, kisaran pH 4-5 merupakan titik dimana ikan tidak dapat bereproduksi, pada pH 5-6.5 pertumbuhan ikan akan melambat, kisaran pH 6.5-9 merupakan kisaran pH yang sesuai bagi ikan tumbuh dan bereproduksi, dan pada kisaran pH > 11 merupakan titik kematian ikan pada suasana basa. Nilai pH dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan batu pada

undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 4). Tetapi batu apung menunjukkan hasil yang tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yakni dengan perolehan tingkat kelangsungan hidup tertinggi dibandingkan dengan batu lainnya, yakni sebesar 85,56 ±4,01%. Hal ini didukung dengan kualitas air pemeliharaan ikan nila pada perlakuan batu apung sebagai filter masih dalam ambang batas toleransi ikan nila menurut Khairuman (2008), yang menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup pada suhu 25-30oC, pH 5-11, oksigen terlarut > 4mg/l dan kadar amonia < 0,01 mg/l. Batu apung memiliki struktur yang berongga / banyak sekali kapiler-kapiler yang halus, sehingga memudahkan terjadinya penyerapan. Menurut Sutrisno (2008) batu apung mempunyai fungsi paling baik sebagai filter dan media tanam. Menurut Nixon dan Sitanggang (2001) kerikil dan batu apung merupakan media yang permukaannya cukup luas sehingga sangat baik untuk mendukung perkembangbiakan bakteri, dimanabakteri tersebut berfungsi menguraikan amonia menjadi nitrit, kemudian diubah menjadi nitrat yang tidak berbahaya bagi ikan.

(30)

19 air pemeliharaan tidak mendukung ikan yang dipelihara maka dapat dikatakan kegiatan tersebut jauh dari berhasil.

Pertumbuhan bobot dan panjang ikan nila terus bertambah seiring lama pemeliharaan. Hasil dari perhitungan laju pertumbuhan spesifik menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan spesifik bobot tertinggi terdapat pada perlakuan batu apung yaitu sebesar 4,05±0,13. Sedangkan laju pertumbuhan bobot spesifik terendah terdapat pada perlakuan batu karang yaitu sebesar 3,94±0,09. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan batu pada undergravel filter

tidak berpengaruh secara nyata pada pertumbuhan bobot ikan nila (P>0,05) (Lampiran 6). Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa pada ketiga perlakuan perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berbeda nyata satu sama lain.

(31)

20

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh, dari setiap batu

undergravel yang digunakan terjadi perbedaan yang nyata terhadap kualitas air media pemeliharaan ikan nila, yakni pada parameter amonia, nitrit, dan derajat keasaman. Meskipun laju pertumbuhan spesifik tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan batu apung sebagai filter yaitu sebesar 4,05±0,13, dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan batu apung sebagai filter yaitu sebesar 85,56 ±4,01. Namun dari hasil uji statistik tidak terjadi perbedaan nyata pada laju pertumbuhan spesifik serta tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, batu split lebih ekonomis jika dibandingkan dengan batu apung dan batu karang, karena lebih mudah didapatkan serta harganya juga lebih murah dibanding batu apung dan batu karang (Lampiran 13).

4.2 Saran

(32)

21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pemanfaatan Pumice Sebagai Pengganti Split Pada Pembuatan Beton Ringan. http://fakultasteknik.narotama.ac.id/index.php/berita/464/-detail. [21 Juni 2012]

APHA (American Public Health Association), 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 17th edn. American Public Health Association, Washington, DC, p:197.

Avnimelech Y. 2005. Bio-filter : The Need For an New Comprehensive Approach. Aquaculture Engineering 34 : 172-178.

Benli et al., 2008. Sublethal Ammonia Exposure of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus L.): Effects on gill, liver and kidney histology. Ankara, Turkey.

Boyd C. E. 1979. Water Quality in Warm Fish Ponds. Agricultural Experiment Stasion. Alabama : Auburn University.

Boyd, C.E.1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. International Center of Aquaculture. Agricultural Experiment Station. Resources Development Series No. 22, 30p.

Boyd C. E. 1998. Water Quality for Pond Aquaculture. Departement of Fisheries and Allied Aquaculture. Alabama : Auburn University

Chen S., Ling J., Blancheton J.P. 2005. Nitrification Kinetics of Biofilm as Affected by Water Quality Factor. Aquaculture Engineering 34 : 179-197.

Crab R., Avnimelech Y., Defoirdt T., Bossier P., Verstraete W. 2007. Nitrogen Removal Technique in Aquaculture for a Sustainable Production. Aquaculture 270 : 1-14.

Craigh S and L A Helfrich 2002 Understanding Fish Nutrition, Feeds and Feeding. Cooperative Extension Service publication 420-256. Virginia State University, USA http://pubs.ext.vt.edu/420/420-256/420-256.pdf

Effendie M. I. 1975. Metoda Biologi Perikanan. Bagian Ichtiologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Endut A., Jusoh A., Ali N., Wan Nik W.N.S., Hassan A. 2009. Effect of Flow Rate on Water Quality Parameters and Plant Growth of Water Spinach

(Ipomoea aquatica) in an Aquaponic Recirculating System. Desalination and Water Treatment. Desalination Publication 5 : 19-28.

(33)

22 Hanley, F. 2005. A guide to the farming of tilapia version 2.0. Jamaica Broilers

Group of Companies.

Kaiser., Wheaton. 1983. Nitrification Filters for Aquatic Culture, system: state of the art. Aquaculture 14 (1983): 302–324.

Khairuman., Amri K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Jakarta:PT. Agromedia Pustaka.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Nila andalan produk perikanan.

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1854/NILA-ANDALAN-PRODUK-PERIKANAN-/ [19 Juni 2012].

Kementrian Kelautan Perikanan. 2011. Produksi Benih Ikan Air Tawar

Berdasarkan Komoditas Dan Propinsi.

http://perbenihanbudidaya.kkp.go.id/download/Produksi%20Benih%20Ika n%20Air%20Tawar%202011.pdf. [19 Juni 2012].

Kementrian Kelautan Perikanan. 2012. Rencana Strategis Kementrian Perikanan dan Kelautan 2012. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Kuncoro. 2008. Aquascape: Pesona Taman Akuarium Air Tawar. Yogyakarta:Kanisius.

Meade J.W. 1989. Aquaculture Management. New York: Thomson Publishing.

Nixon dan Sitanggang, M. 2001. Mengenal Lebih Dekat Guppy : Ikan Mungil Berekor Indah. Jakarta : Agromedia Pustaka

Pillay T.V.R. 2004. Aquaculture and The Environment, Second Edition. UK:Blackwell Publishing.

Rackocy J. E., Masser M. P., Losordo T. M. 2006. Recirculating Aquaculture Tank Production System: Aquaponis-intregrating fish and plant culture. Southern Regional Aquaculture Center, United States Department of Agriculture, Cooperative State Research, Education, and Extension Service.

Ruly. 2011. Penentuan Waktu Retensi Sistem Akuaponik untuk Mereduksi Limbah Budidaya Ikan Nila Oreochromis sp. [SKRIPSI]. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sriharti. 1992. Budidaya Ikan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

(34)

23 Sutrisno, T. Estu. N. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem

Akuaponik. BRPBAT.

Tetzlaff, B.L. and Heidinger, R.C. 1990. “Basic Principles of Biofiltration and System Design” Fisheries Research Laboratory. Southern Illinois Univ., Carbondale. SIUC Fisheries Bulletin no. 9A.

Wheaton, F.W. 1977. Aquaculture Engineering. John Willey & Sons. Inc. New York.

(35)

24

(36)

25 Lampiran 1. Sketsa undergravel filter

Catatan :

• ukuran dimensi wadah 45x26x28 cm3

• tinggi air 25 cm

• tinggi batu 7 cm

• tinggi penyangga 2 cm

• tinggi pipa 27 cm (diameter ½ inch)

(37)
(38)

27 Lampiran 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila

Perlakuan

Lampiran 4. Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova tingkat kelangsungan hidup ikan nila

Lampiran 5. Pertumbuhan bobot ikan nila

(39)

28 Lampiran 6. Analisis statistik pertumbuhan bobot ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova pertumbuhan bobot ikan nila

Lampiran 7. Analisis statistik nilai amonia media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova amonia media pemeliharaan pada minggu ke-0

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 0 2 0 0.794 0.494

Within Groups 0 6 0

Total 0 8

Anova amonia media pemeliharaan pada minggu ke-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 0 2 0 2.265 0.185

Within Groups 0 6 0

Total 0 8

Anova amonia media pemeliharaan pada minggu ke-2

(40)

29 Anova amonia media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 0.002 2 0.001 2.904 0.131

Within Groups 0.002 6 0

Total 0.003 8

Anova amonia media pemeliharaan pada minggu ke-4

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 0 2 0 3.709 0.089

Within Groups 0 6 0

Total 0 8

Uji lanjut tukey nilai amonia media pemeliharaan ikan nila minggu ke-2

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

Lampiran 8. Analisis statistik nilai nitrit media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova nitrit media pemeliharaan pada minggu ke-0

(41)

30 Anova nitrit media pemeliharaan pada minggu ke-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrit media pemeliharaan pada minggu ke-2

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrit media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrit media pemeliharaan pada minggu ke-4

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Uji lanjut tukey nilai nitrit media pemeliharaan ikan nila minggu ke-0

(42)

31 Uji lanjut tukey nilai nitrit media pemeliharaan ikan nila minggu ke-1

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

Lampiran 9. Analisis statistik nilai nitrat media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova nitrat media pemeliharaan pada minggu ke-0

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrat media pemeliharaan pada minggu ke-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrat media pemeliharaan pada minggu ke-2

(43)

32 Anova nitrat media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova nitrat media pemeliharaan pada minggu ke-4

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Lampiran 10. Analisis statistik nilai oksigen terlarut media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova oksigen terlarut media pemeliharaan pada minggu ke-0

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova oksigen terlarut media pemeliharaan pada minggu ke-1

(44)

33 Anova oksigen terlarut media pemeliharaan pada minggu ke-2

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova oksigen terlarut media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova oksigen terlarut media pemeliharaan pada minggu ke-4

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Lampiran 11. Analisis statistik nilai suhu media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova suhu media pemeliharaan pada minggu ke-0

(45)

34 Anova suhu media pemeliharaan pada minggu ke-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova suhu media pemeliharaan pada minggu ke-2

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova suhu media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova suhu media pemeliharaan pada minggu ke-4

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Lampiran 12. Analisis statistik nilai derajat keasaman media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan penggunaan batu sebagai undergravel filter.

Anova derajat keasaman media pemeliharaan pada minggu ke-0

(46)

35 Anova derajat keasaman media pemeliharaan pada minggu ke-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova derajat keasaman media pemeliharaan pada minggu ke-2

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova derajat keasaman media pemeliharaan pada minggu ke-3

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Anova derajat keasaman media pemeliharaan pada minggu ke-4

(47)

36 Uji lanjut tukey nilai derajat keasaman media pemeliharaan ikan nila

minggu ke-0

Uji lanjut tukey nilai derajat keasaman media pemeliharaan ikan nila minggu ke-1

Uji lanjut tukey nilai derajat keasaman media pemeliharaan ikan nila minggu ke-2

(48)

37 Uji lanjut tukey nilai derajat keasaman media pemeliharaan ikan nila

minggu ke-4

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

Apung 3 5.1733

Split 3 6.5633

Karang 3 7.62

Sig. 1 0.064

Lampiran 13. Analisis usaha

No. Komponen Unit Satuan Harga per satuan (Rp) Total per siklus

1 Benih 900 ekor 60 54000

2 Pakan 0.5 kg 6000 3000

3 Instalasi UGF 1 Paket 30000 30000

4 Listrik 1 Paket 50000 50000

5 Batu Split 2 ember 5 liter 5000 10000

6 Batu Apung 1 karung 20 kg 20000 20000

7 Batu Karang 1 karung 20 kg 40000 40000

Jumlah Biaya Penggunaan Batu Split 147000

Jumlah Biaya Penggunaan Batu Apung 157000

(49)

38 Lampiran 14. Nilai parameter kualitas air

Perlakuan Parameter

(50)

ABSTRAK

MILAN CANDRA. Pengaruh Perbedaan Batu Undergravel Filter Terhadap Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh Yuni Puji Hastuti dan Lies Setijaningsih.

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu komoditas penting budidaya perikanan, khususnya perikanan air tawar di Indonesia. Peningkatan produksi perlu dilakukan agar target produksi dapat tercapai. Untuk itu perlu dilakukan usaha pengembangan industri akuakultur. Kendala dalam pengembangan budidaya nila di Indonesia adalah keterbatasan lahan dan air. Peningkatan produksi dapat tercapai dengan cara mengarahkan akuakultur pada budidaya yang intensif. Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat penebaran yang tinggi dapat menimbulkan masalah kualitas air. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan berbagai parameter kualitas air meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat akibat benih ikan nila yang dipelihara dengan undergravel filter. Batu yang digunakan sebagai filter undergravel pada penelitian ini yaitu batu apung, karang dan split. Benih ikan nila dengan bobot tebar rata-rata 1,06±0,02g dipelihara dalam akuarium volume 30 ℓ dengan jumlah tebar 90 ekor per akuarium. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh dari penggunaan batu yang berbeda sebagai filter

undergravel agar kualitas air tetap layak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Parameter yang diamati adalah specific growth rate (SGR),

survival rate (SR) dan parameter kualitas air yang meliputi: suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit serta nitrat. Hasil penelitian selama 30 hari menunjukkan bahwa nilai berbagai parameter kualitas air tidak berbeda nyata antar perlakuan. Nilai SR untuk perlakuan batu apung sebagai filter sebesar 85,56±4,01paling baik dibandingkan perlakuan lain. Nilai SGR terbaik terdapat pada perlakuan batu apung sebesar 4,05±0,13.

(51)

ABSTRACT

MILAN CANDRA. Effect of Undergravel Filter’s Rock Difference to Water Quality on Maintenance of Tilapia (Oreochromis niloticus).. Supervised by Yuni Puji Hastuti and Lies Setijaningsih.

Tilapia Oreochromis niloticus is one of the important freshwater aquaculture commodity in Indonesia. Increased production needs to do so that production targets can be achieved. It is necessary for aquaculture industry development efforts. Constraints in the development of tilapia farming in Indonesia is limited land and water. Increased production can be achieved by redirecting the cultivation of intensive aquaculture. Intensification of farming through increased high density can cause water quality problems. The research was conducted to assess changes in the various water quality parameters including temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate on seed raised tilapia with undergravel filter. Rock used in this study is pumice, rock and split. Seed stocking tilapia with average weight of 1.06 ± 0.02 g kept in a 30 liter tank volume by the number of stocking 90 fish per aquarium. The purpose of this study was to test the effect of the different rock as undergravel filter to keep water quality fit for growth and survival of tilapia. The parameters observed were specific growth rate (SGR), survival rate (SR) and water quality parameters include: temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate. The results for 30 days showed that the value of various water quality parameters were not significantly different between treatments. The SR for the treatment of pumice as a filter for 85.56 ± 4.01 better than most other treatments. SGR best value in the treatment of pumice found at 4.05 ± 0.13.

(52)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Target produksi industri akuakultur semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan banyaknya permintaan akan produk akuakultur seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya sebesar 9,42 juta ton naik 35% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu 6,98 juta ton (KKP, 2012).

Peningkatan produksi perikanan budidaya ini dapat dicapai melalui budidaya intensif. Intensifikasi budidaya selalu dicirikan dengan tingginya padat tebar yang diikuti dengan peningkatan jumlah pakan yang dapat menimbulkan peningkatan limbah budidaya. Pada budidaya ikan, jumlah pakan yang diberikan ke ikan, 25% digunakan untuk tumbuh, 25% untuk kebutuhan metabolisme, 10% tidak termakan atau terbuang ke media budidaya, 10% menjadi limbah padat dan 30% merupakan limbah cair (Craigh and Helfrich 2002). Hal ini akan menimbulkan penumpukan limbah organik dan peningkatan kadar amonia. Menurut Avnimelech (2005) sistem budidaya intensif efisien dalam memproduksi ikan. Masalah dari sistem tersebut adalah cepatnya akumulasi limbah dari residu pakan dan hasil metabolik ikan.

Polutan utama dalam lingkungan budidaya ikan adalah limbah nitrogen yang berasal dari kegiatan budidaya. Sumber nitrogen di kolam budidaya diawali dengan nitrogen yang berasal dari pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme yang masuk ke lingkungan pemeliharaan ikan. Amonia merupakan buangan metabolik yang secara langsung beracun untuk ikan dan merupakan hasil katabolisme protein pakan yang diekskresikan ikan dimana 60 - 80% masuk ke lingkungan perairan (Benli et al. 2008).

(53)

2 solusinya. Undergravel filter merupakan salah satu bentuk penerapan dari sistem resirkulasi akuakultur dengan teknik filtrasi dalam budidaya ikan yang tergolong hemat tenaga dan biaya. UGF (Undergravel filter) atau dikenal juga sebagai filter

double bottom dapat menciptakan ruang filter bagi bakteri pengurai di sela-sela batu atau materi filter lain, seperti pasir, pecahan karang, karbon aktif, zeolit, dan lain-lain. Prinsip kerja dari filter ini adalah penyaringan air kotor oleh lapisan khusus di dasar akuarium.

Undergravel filter (UGF) atau dikenal juga dengan double bottom filter

merupakan suatu bentuk modifikasi khusus dari Recirculating Aquaculture System, yakni penggunaan filter yang disusun dengan sirkulasi air dalam satu wadah budidaya ikan. Filter ini hanya dapat bekerja dengan adanya bantuan energi listrik, dimana energi listrik menjalankan blower sehingga dihasilkan gelembung aerasi yang memaksa air bersih di bawah filter naik ke atas melalui pipa ke permukaan air dan terjadilah proses difusi antara air dan gelembung udara yang mengandung oksigen. Akibatnya air pada bagian atas filter ditarik ke bawah hingga melalui filter. Pada saat air melalui batu, air mengalami dua proses filtrasi yaitu fisika, dimana terjadi penyerapan melalui pori-pori batu dan biologi, melalui kontak air dengan bakteri pengurai amonia dan nitrit yang hidup pada permukaan batu, sehingga kualitas air dapat tetap terjaga.

Pemilihan batu karang, batu apung dan batu split sebagai filter dikarenakan batu-batu ini sering sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, mudah diperoleh, serta penggunaan yang belum maksimal dalam dunia perikanan budidaya. Fungsi batu dalam UGF yaitu sebagai penyaring air, sehingga dihasilkan air dengan kualitas yang lebih baik setelah melalui batu sebagai filter, karena air tersebut telah mengalami proses filtrasi pada saat melalui gravel. Dan diharapkan bakteri-bakteri menguntungkan dapat hidup dan berkembang pada batu yang dilalui aliran air. Batu-batu yang digunakan memiliki ukuran panjang rata-rata 2 – 3 cm.

(54)

3 tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Menurut Kuncoro (2008) batu karang mempunyai kelebihan, yakni mempunyai banyak pori-pori tersembunyi yang berbentuk lubang-lubang sehingga cocok sebagai tempat berkoloninya bakteri pengurai. Selain itu bahan ini juga mudah diperoleh dan murah.

Gambar 1. Batu karang

Batu apung atau pumice (Gambar 2) adalah jenis batuan yang berwarna terang yang mengandung buih dari gelembung berdinding gelas dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Secara alami bahan yang mengandung batu apung mempunyai daya serap tinggi (water adsorption) 16,67%, hal ini terjadi sebagai akibat kandungan mineral gelas vulkanik yang tinggi (40% - 90%) (Handojo, 2012). Karena strukturnya yang porous maka batuan itu mengandung banyak sekali kapiler-kapiler yang halus, sehingga zat yang akan terjerap akan terpenetrasi pada sela-sela ini jika larutan itu membasahinya (Anonim, 2012).

Gambar 2. Batu apung

(55)

4 bahan bangunan / pondasi bangunan. Batu ini merupakan batuan beku vulkanik, yang berasal dari hasil pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat permukaan bumi. Ukuran kerikil yang baik untuk filter biologi adalah 2-5 mm (Yoga, 1994) tetapi dinilai terlalu kecil untuk budidaya komersial (Wheaton, 1977). Lebih lanjut Yoga (1994) mengemukakan bahwa dengan partikel berukuran tersebut dapat menghasilkan efisiensi pengubahan amonia hingga 60,9%.

Gambar 3. Batu split

Target kebutuhan benih ikan tahun 2011 sebesar 42.276.000.000 ekor dan produksi benih tersebut telah mencapai 65,02%. Sementara produksi benih nila hanya mencapai 4.000.000.000 ekor (KKP, 2011). Pemeliharaan benih ikan nila dapat dilakukan dalam media akuarium, kolam ataupun bak.

Ikan nila (Orechromis niloticus) yang digunakan berukuran 1,06 g dan panjang 3 – 4 cm. Nila selain disukai berbagai kalangan juga tersedia sepanjang tahun, mudah diperoleh, tahan terhadap serangan penyakit dan toleransi terhadap lingkungan yang tinggi.

(56)

5

II.

METODE PELAKSANAAN

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai bulan Maret 2012 bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor.

2.2 Prosedur

Undergravel filter (Gambar 4.) merupakan sebuah filter yang memiliki dua lapisan dasar. Lapisan atas merupakan lapisan yang dijadikan sebagai bantalan batu sebagai filter (batu, kerikil, atau pasir), sedangkan lapisan bawah merupakan tempat air bersih berada. Pembuatannya diperlukan wadah berupa akuarium, pipa paralon yang digunakan sebagai pondasi dasar dan sebagai jalur keluarnya air bersih, lapisan bahan anti karat (plastik bergelombang berukuran panjang dan lebar yang telah disesuaikan dengan ukuran wadah) yang telah dilubangi dengan jarak lubang 2 cm dan jenis batu yang digunakan (batu apung, batu karang dan batu split).

Gambar 4. Instalasi undergravel filter.

(57)

6 selang aerasi dimasukkan ke dalam pipa tersebut. Sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, masing-masing batu telah dicuci bersih dan dilakukan penjemuran hingga kering, lalu dimasukkan ke dalam kantong waring dengan ukuran (45x26x7) cm. Kemudian batu tersebut dimasukkan ke dalam akuarium dan dilakukan pengisian air mencapai ketinggian 25,5 cm (volume 30 l).

Instalasi aerasi dipasang pada masing-masing wadah yaitu berupa pemasangan selang aerasi, pipa aerasi, blower 275 watt dan outlet sumber listrik. Selanjutnya setelah satu minggu masa pengendapan dilakukan ploting ikan pada wadah. Jumlah ikan ditebar sebanyak 90 ekor/akuarium atau padat tebar 3 ekor/l. Pakan yang digunakan adalah pakan apung dengan jumlah 5 % dari total bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) tiap akuarium. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari.

Air dari bawah dipaksa untuk naik dan keluar ke atas melalui pipa dengan bantuan dorongan dari blower atau aerator. Dan air yang berada di atas filter akan turun kebawah menembus filter pada dasar akuarium sehingga memungkinkan air bersih mengalir di bawahnya, kemudian air tersebut dikembalikan ke dalam akuarium begitu seterusnya, dengan debit air 41 detik/liter.

2.3 Parameter Penelitian

Kualitas air dalam penelitian ini dievaluasi dengan melihat nilai oksigen terlarut, suhu, derajat keasaman, amonia, nitrit dan nitrat. Parameter terukur lainnya yang diukur adalah SR ( Survival rate) dan SGR (Spesifik Growth Rate).

2.3.1 Kualitas air

Pada pengukuran parameter seperti kelarutan oksigen (DO), suhu dan pH dilakukan analisis secara langsung dengan menggunakan set alat pengukur pH, suhu dan DO. Pengukuran tiap-tiap parameter dilakukan sebanyak satu kali setiap satu minggu.

(58)

7 Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor lalu diukur dengan menggunakan alat spektofotometer (Apha, 1989) di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.3.2 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) merupakan suatu parameter yang digunakan dalam pengukuran tingkat kelangsungan hidup suatu organisme. Dengan kata lain kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Sehingga dengan demikian dapat diketahui dan dihitung jumlah ikan yang mati.

SR = 100%

2.3.3 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate, SGR)

Laju pertumbuhan spesifik adalah persentase pertambahan berat ikan setiap harinya selama pemeliharaan berlangsung. Laju pertambahan harian ditunjukkan dalam satuan persen (%).

SGR =

SGR = Pertumbuhan spesifik (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan saat akhir (gram)

Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)

t = Waktu pemeliharaan ikan lele (hari)

2.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

(59)

8

• Penggunaan batu apung sebagai filter

• Penggunaan batu split sebagai filter

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa dilakukan analisis ragam menggunakan uji F, jika hasil berbeda nyata maka dilakukan uji Tukey. Model statistik yang digunakan (Steel dan Torrie 1980) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan

µ = Rata-rata umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

ϵij = Pengaruh galat akibat perlakuan ke-i ulangan ke-j

2.5 Analisis Data

Data yang diperoleh berupa kualitas air dianalisis secara deskriptif dalam bentuk gambar dan grafik serta dilakukan uji sidik ragam (ANOVA), apabila terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji LSD (uji t) menggunakan program SPSS versi 12.0.

(60)

9

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil 3.1.1 Amonia

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui bahwa pada perlakuan penggunaan batu apung pada undergravel filter

mulai terjadi peningkatan nilai amonia tertinggi pada minggu ke-2 yakni sebesar 0,0270 ppm dan kembali stabil pada minggu ke-3 hingga akhir pemeliharaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 perlakuan batu apung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan batu split dan batu karang (p < 0,05) (Lampiran 7). Pada perlakuan penggunaan batu karang pada undergravel filter nilai amonia tertinggi terdapat pada minggu ke-3 sebesar 0,0286 ppm. Sedangkan nilai amonia pada batu split cenderung rendah dengan kisaran 0,0004 – 0,0038 ppm (Gambar 5).

Gambar 5. Amonia pada media pemeliharaan

3.1.2 Nitrit

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter nitrit yang disajikan dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa nilai nitrit pada media pemeliharaan ikan nila selama

(61)

10 masa pemeliharaan berkisar antara 0,015 ppm sampai dengan 2,208 ppm. Peningkatan nilai nitrit tertinggi terjadi pada minggu ke-2 dan menurun mulai minggu ke-3 dan seterusnya yang terdapat pada perlakuan penggunaan batu split yaitu sebesar 1,265 ppm (Gambar 6). Berdasarkan hasil uji statistik tiap perlakuan menunjukkan hasil yang saling berbeda nyata pada minggu ke-0 (p<0,05), sedangkan pada minggu ke-1 batu karang berbeda nyata terhadap batu split dan batu apung (p<0,05) (Lampiran 8).

Gambar 6. Nitrit pada media pemeliharaan 3.1.3 Nitrat

(62)

11 Gambar 7. Nitrat pada media pemeliharaan

3.1.4 Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter oksigen terlarut (DO) yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada awal penebaran kemudian terjadi fluktuasi nilai oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 3,3 – 6,1 mg/l (Gambar 8). Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata (p>0,05) (Lampiran 10).

(63)

12 3.1.5 Suhu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter suhu yang disajikan dalam bentuk grafik. Selama masa pemeliharaan terjadi fluktuasi suhu pada media pemeliharaan ikan nila. Diketahui bahwa suhu pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 25,1 – 28,9 oC. Nilai suhu tertinggi terjadi pada minggu ke-3, kemudian kembali menurun pada minggu selanjutnya (Gambar 9). Hasil Uji statistik menunjukkan tidak terjadi perbedaan nyata pada suhu (p>0,05) (Lampiran 11).

Gambar 9. Nilai suhu pada media pemeliharaan

3.1.6 Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter derajat keasaman (pH) yang disajikan dalam bentuk grafik pada gambar di bawah. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa derajat keasaman pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 5 – 8. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa di minggu ke-3 pada perlakuan batu apung dan batu split pada undergravel filter terjadi penurunan pH dan kembali terjadi peningkatan secara perlahan pada minggu berikutnya, sedangkan perlakuan batu karang terjadi peningkatan derajat keasaman pada minggu ke-3 namun kembali terjadi penurunan hingga akhir pemeliharaan (Gambar 10). Hasil uji statistik yang dilakukan terjadi perbedaan nyata pada batu karang terhadap batu

(64)

13 apung dan split pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2 dan minggu ke-4 (p<0,05). Pada minggu ke-3 terjadi perbedaan nyata terhadap tiap-tiap perlakuan (p<0,05) (Lampiran 12).

Gambar 10. Nilai pH pada media pemeliharaan

3.1.7 Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesifik Growth Rate, SGR)

Laju pertumbuhan spesifik ikan nila yang dipelihara berkisar 3.94 – 4,05% (Gambar 11). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada laju pertumbuhan spesifik ikan nila (P>0,05) (Lampiran 4).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 11. Pertumbuhan bobot harian atau spesifik growth rate

0

B. Karang B. Split B. Apung

Gambar

Gambar 1. Batu karang
Gambar 4. Instalasi undergravel filter.
Gambar 6. Nitrit pada media pemeliharaan
Gambar 7. Nitrat pada media pemeliharaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan ukuran dewan komisaris, ukuran

Pelepah pisang jika diolah akan menjadi serat dengan kekuatan yang tinggi dan daya serapnya lebih bagus sehingga sangat baik jika digunakan sebagai bahan penguat

Atom karbon misalnya memiliki 6 elektron dan juga 6 proton.Selain proton inti atom juga mengandung bagian yang secara listrik bersifat netral, yang biasa disebut

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil analisa data indeks tanggapan responden mengenai persyaratan teknis mendapatkan hasil menunjukkan bahwa sebagian besar

Tindak pidana penggelapan (verduistering) pada dasarnya merupakan suatu tindakan tidak jujur yang di awali dari adanya suatu rasa kepercayaan terhadap orang lain, dan

Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang tidak ber- badan hukum yang bukan

Berdasarkan atas penyusunan program dan kegiatan Komisi Anak dan PPSM, kami Berdasarkan atas penyusunan program dan kegiatan Komisi Anak dan PPSM, kami melihat pentingnya suatu