TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
SALLY PUTRI
100200432
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
SALLY PUTRI
NIM : 100200432
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui,
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha, S. H., M. Hum.
NIP. 197501122005012002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.
NIP :19590511198601101 NIP. 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunianya yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua
orang tua Penulis, sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan” guna
memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan adanya saran dan
kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut
dapat menjadi masukan untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan
berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.
Dengan ini izinkan Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses Penulisan skripsi ini.
Terima kasih Penulis kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin
penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta
membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak
membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak
membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi umum.
5. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu
Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan
kesejahteraan mahasiswa.
6. Ibu Windha, S. H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan
Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen
Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah
diberikan dalam perkuliahan.
8. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen
Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan
dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini.
9. Ibu Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen Hukum
Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya
atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat
berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
10. Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih
sebesar-besarnya atas segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa sampai
sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.
11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas
segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya
Penulisan skripsi ini.
12. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
13. Orang tua tercinta, tersayang dan terkasih, Lie Kim Tek dan Hia Siu Hoa,
terima kasih atas cinta, kasih, doa, perhatian, nasihat, dan bantuan yang
sangat berarti dan tak terhingga nilainya, serta dukungan baik moril dan
kesempatan untuk membahagiakan dan membalas atas pengabdian dan
dedikasi orang tua selama ini.
14. Kakak dan abang Penulis tercinta, Willie Putri dan Charlie Putra, yang selama
ini banyak mendukung dan memotivasi saya dalam proses perkuliahan dan
penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
15. Paulina Tandiono selaku senior dan guru les bahasa Inggris saya yang sangat
membantu dalam menerjemahkan artikel bahasa asing yang kurang saya
pahami.
16. Vellichia Lawrence, Imelda Hoseinjaya, Henjoko, Herbert, Febrina Sumardy,
dan Jerry Thomas Maslo, yang merupakan teman stambuk 2010 dan sekaligus
sahabat terbaik saya yang telah memberikan banyak dukungan, bantuan, dan
motivasi selama saya mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Terima kasih banyak atas persahabatan yang telah terjalin
selama ini, menjadi pendengar yang baik, memberi saran dan masukan,
menjadi teman canda tawa dan sedih duka. Semoga persahabatan ini terjalin
selama-lamanya.
17. Teman-teman stambuk 2010, yang merupakan teman-teman akrab saya, yaitu
Steven Wang, Christian Yoritomo, Robert Kie, Andrevin, Moria Gunawaty,
Chyntia Stefany, Steffy Chan, Diana Wijaya, Margaretha Octavia, Rivera
Wijaya, serta yang lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu.
Rekan-rekan mahasiswa mulai dari Senior dan Junior serta khususnya teman-teman
atas dukungan yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik dan benar.
18. Semua pihak yang membantu saya dalam berbagai hal yang tidak dapat
disebut satu-persatu.
Demikianlah yang dapat Penulis sampaikan, semoga apa yang telah kita
lakukan mendapat Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan Dosen
Penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama Penulisan skripsi ini.
Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas Rahmat dan Karunia-Nya. saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan.
Medan, 4 Agustus 2014
Penulis
Sally Putri
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRAK ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 11
E. Tinjauan Kepustakaan ... 13
F. Metode Penelitian ... 22
G. Sistematika Penulisan ... 25
BAB II LATAR BELAKANG PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 28
B. Dasar Hukum Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 30
C. Latar Belakang dilaksanakannya Pembelian Kembali (Buyback) Saham Di Pasar Modal ... 34
1. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas ... 42
2. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan ... 44
B. Prosedur Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 56
BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM A. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 73
1. Terhadap Harta dan Kekayaan Perseroan ... 73
2. Terhadap Direksi ... 78
3. Terhadap Saham Yang Dibeli Kembali ... 80
4. Terhadap Pemegang Saham Yang Sahamnya Dibeli Kembali ... 80
B. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan ... 83
2. Terhadap Saham Yang Dibeli Kembali ... 87
3. Terhadap Pemegang Saham Yang Sahamnya Dibeli
Kembali ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 91
ABSTRAK
Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan
Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.*1 Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.**
Sally Putri ***
Pasar modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di dunia usaha. Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, yaitu pada tahun 1998, 2008, dan 2013. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali
(buyback) saham yang beredar di pasar modal. Adapun permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini adalah pertama, mengenai alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal; kedua, mengenai syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham; dan ketiga, mengenai akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif kualitatif.
Pembelian kembali saham adalah pembelian kembali atas saham yang telah diterbitkan oleh suatu perseroan dan dikuasai oleh perseroan untuk jangka waktu tertentu yaitu paling lama tiga tahun. Emiten melakukan pembelian kembali saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal. Pembelian kembali saham dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS, tanpa persetujuan RUPS, maupun atas permintaan pemegang saham. Pembelian kembali saham merupakan bentuk tanggung jawab perseroan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas harta dan kekayaan perseroan. Pembelian kembali saham mengakibatkan saham tidak mempunyai hak suara, tidak dapat diperhitungkn dalam menentukan kuorum, dan tidak mendapatkan pembagian dividen. Pemegang saham yang sahamnya dibeli kembali mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran atas saham yang dikuasainya sesuai dengan harga pasar pada saat dilaksanakannya pembelian kembali.
Kata Kunci: Pembelian kembali saham, Perusahaan Publik, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
ABSTRAK
Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan
Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.*1 Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.**
Sally Putri ***
Pasar modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di dunia usaha. Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, yaitu pada tahun 1998, 2008, dan 2013. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali
(buyback) saham yang beredar di pasar modal. Adapun permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini adalah pertama, mengenai alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal; kedua, mengenai syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham; dan ketiga, mengenai akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif kualitatif.
Pembelian kembali saham adalah pembelian kembali atas saham yang telah diterbitkan oleh suatu perseroan dan dikuasai oleh perseroan untuk jangka waktu tertentu yaitu paling lama tiga tahun. Emiten melakukan pembelian kembali saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal. Pembelian kembali saham dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS, tanpa persetujuan RUPS, maupun atas permintaan pemegang saham. Pembelian kembali saham merupakan bentuk tanggung jawab perseroan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas harta dan kekayaan perseroan. Pembelian kembali saham mengakibatkan saham tidak mempunyai hak suara, tidak dapat diperhitungkn dalam menentukan kuorum, dan tidak mendapatkan pembagian dividen. Pemegang saham yang sahamnya dibeli kembali mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran atas saham yang dikuasainya sesuai dengan harga pasar pada saat dilaksanakannya pembelian kembali.
Kata Kunci: Pembelian kembali saham, Perusahaan Publik, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Crockett (1997), stabilitas keuangan erat kaitannya dengan
kesehatan suatu perekonomian. Semakin sehat sektor keuangan di suatu negara,
semakin sehat pula perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian
perkembangan sektor keuangan, termasuk di dalamnya pasar modal, merupakan
salah satu indikator yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan atau
kestabilan perekonomian. Pergerakan harga saham, obligasi, dan sebagainya di
pasar modal suatu negara disebabkan oleh persepsi investor terhadap kondisi
pasar modal. Persepsi inilahyang akan mempengaruhi dana investasi yang masuk
ke negara tertentu, sehingga mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang
bersangkutan.2
Pasar modal Indonesia mengalami pasang surut sejak awal kehadirannya.
Pertumbuhan pasar modal tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, tetapi juga
kondisi perekonomian dunia. Perdagangan saham ini mulai berkembang pesat
pada tahun 1989, sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan
No.1055/KMK.013/1989 dimana investor asing diberi kesempatan untuk
memiliki saham perusahaan di Indonesia sampai batas maksimum 49% di pasar
perdana, maupun 49% (empat puluh sembilan perseratus) saham yang tercatat di
2
bursa efek dan bursa paralel yang diselenggarakan oleh Bapepam dan Bursa
Paralel Indonesia.3
Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali
mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, terutama pada tahun 1998
dan 2008. Krisis 1998 diakui sebagai guncangan paling dahsyat dan menjadi masa
gelap dalam perekonomian nasional.4 Krisis moneter yang melanda Indonesia ini
berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena
semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang
menganggur. Krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis
moneter saja, sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang
secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di
banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun
terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa
kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu serta
faktor-faktor lainnya. 5
Krisis ekonomi kembali terjadi di Indonesia pada tahun 2008 yang dikenal
sebagai krisis Subprime Mortgage. Pada pertengahan tahun 2007, Amerika
Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada September 2008,
yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan.
3
okezone.com, “Pasang Surut Pasar Modal Indonesia”, http://economy.okezone.com/read/2013/08/11/226/848741/redirect (diakses pada tanggal 27 Februari 2014)
4 Sri Wiyanti, “Ini perbedaan krisis ekonomi 1998, 2008 dan 2013 versi BI”, http://www.merdeka.com/uang/ini-perbedaan-krisis-ekonomi-1998-2008-dan-2013-versi-bi.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2014)
5
Awal mula masalah tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham-saham
perusahaan yang menjalankan sebagian bisnisnya dengan internet di Amerika
Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut
tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal tersebut, The Fed
(Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah
dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan pembiayaan
perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan dibiayai oleh
perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah murah, dijual kepada
kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan keuangan yang
memadai. Dengan runtuhnya nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut, bank
menghadapi gagal bayar dari para debiturnya (developer dan perusahaan
pembiayaan perumahan). 6
Nilai tukar Rupiah terhadap USD mulai merosot sejak pertengahan tahun
2008 dan terus terdepresiasi hingga mencapai level terendah pada awal tahun
2009 yaitu sebesar Rp. 11.900 per 1 USD. Perubahan nilai tukar yang terjadi akan
yang mempengaruhi kegiatan ekspor impor di negara tersebut, karena Dollar
masih merupakan mata uang yang mendominasi pembayaran perdagangan global.
Kenaikan maupun penurunan ekspor dan impor akan mempengaruhi penerimaan
negara yang diperoleh dari pajak perdagangan internasional. Depresiasi rupiah
pada pertengahan tahun 2008 menyebabkan peningkatan ekspor yang
mempengaruhi penerimaan bea keluar pada khususnya dan pajak perdagangan
internasional pada umumnya. Perubahan nilai ekspor dan impor juga
6
mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indeks produksi
merupakan indikator perekonomian yang sering digunakan untuk menggantikan
PDB dikarenakan publikasi datanya yang dilakukan setiap bulan.
Pada krisis ekonomi 2008 ini, akar permasalahnya adalah dari negara lain
tetapi Indonesia terkena imbas dari krisis finansial global yang sangat
mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari krisis
finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2008. Dampak negatif lainnya, antara lain:7
1. Menurunnya kinerja neraca pembayaran
Saat terjadinya krisis global, Amerika Serikat mengalami resesi yang serius,
sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang kemudian
menggerus daya beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi
negara-negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang
besar bagi negara-negara lain termasuk Indonesia. Penurunan daya beli
masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan permintaan impor dari
Indonesia. Dengan demikian, ekspor Indonesia ikut menurun. Inilah yang
menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing
dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI
(Sertifikat Bank Indonesia). Hal tersebut menyebabkan investasi portofolio
mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal
IV- 7
Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Perekonomian Indonesia Tahun
2008 Tengah Krisis Keuangan Global”, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3698 (diakses pada
2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga
membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat
neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit.
2. Tekanan pada nilai tukar Rupiah.
Pada masa krisis global ini terjadi keketatan likuiditas global akibat
perusahaan dan rumah tangga lebih menjaga likuiditasnya untuk berjaga-jaga
dari berbagai resiko bisnis yang meningkat akibat krisis global. Rumah tangga
konsumen pun mulai menahan diri untuk berbelanja guna mengantisipasi
terhadap goncangan yang mungkin terjadi. Hal ini yang menyebabkan sulitnya
mencari dana talangan dalam membiayai defisit anggaran pemerintah.
Keketatan likuiditas diperparah oleh sikap bank yang terlalu berhati-hati
dalam mengucurkan kreditnya dalam rangka meminimalisir terjadinya kredit
macet. Dengan demikian, supply Dollar relatif sangat menurun. Hal inilah
yang memberikan efek depresiasi terhadap Rupiah.
3. Dorongan pada laju inflasi.
Dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong
dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Lonjakan harga tersebut
berdampak pada kenaikan harga barang yang ditentukan pemerintah
(administered prices) seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga
BBM bersubsidi. Tekanan inflasi pun meningkat akibat harga komoditi global
yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun 2008
karena harga komoditi internasional, pangan, dan energi dunia menurun dan
Pada tahun 2013 ini mulai terasa kembali guncangan terhadap stabilitas
ekonomi dalam negeri. Perdagangan Efek di Bursa Efek Indonesia mendapat
tekanan yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan yang bergerak tidak
stabil. Kecenderungan terjadi pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan tersebut
didorong oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Faktor yang berpengaruh dari dalam negeri antara lain perlambatan ekonomi,
current account deficit, pelemahan nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi.8
Penyebab daripada melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang
Dollar ini adalah karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat cepat dan
diikuti oleh terus meningkatnya impor serta melambatnya ekspor. Akibatnya,
defisit neraca perdagangan berjalan semakin lebar dan tak terkendali. Sedangkan
pengaruh dari luar negeri tertuju pada isu perlambatan ekonomi global serta
tapering Quantitative Easing oleh The Fed.9
Dari level tertinggi 5.214,976 pada tanggal 20 Mei 2013, indeks harga
saham gabungan sempat mengalami penurunan 20,04% ke level 4.169,827 pada
tanggal 23 Agustus dan terus menurun ke level terendah pada posisi 3.967,842
tanggal 27 Agustus 2013 atau turun 23,91%.10 Untuk mengatasi hal tersebut,
maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi
di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah
menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali (buyback) saham yang
beredar di pasar modal. Pemerintah menganjurkan kepada perusahaan-perusahaan
8
Otoritas Jasa Keuangan, “Laporan Triwulan OJK” (Laporan Triwulanan versi digital (PDF), hlm. 4.
9
Laporan Triwulan OJK, Loc. Cit., hlm. 4. 10
baik Badan Usaha Milik Negara maupun Perseroan Terbuka untuk melakukan
pembelian kembali (buyback) saham. Tujuan dari pembelian kembali (buyback)
saham yang dilakukan adalah agar saham perusahaan dapat menjadi lebih stabil.
Tindakan ini tentu telah melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran yang
masuk dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tengah kejatuhan IHSG.
Beberapa Emiten yang telah melakukan pembelian kembali (buyback) sahamnya,
misalnya: PT Gobal Mediacom Tbk (BMTR), PT Ace Hardware Tbk (ACES),
dan PT Media Nusantara Citra (MNCN).
Pada krisis tahun 2008, pembelian kembali (buyback) saham juga pernah
dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Ketentuan tersebut
termuat dalam Peraturan Nomor XI.B.3 yang merupakan modifikasi dari
Peraturan Nomor XI.B.2 tentang pembelian kembali saham oleh emiten atau
perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berpotensi krisis. Emiten wajib
melakukan keterbukaan informasi pembelian kembali (buyback) saham seperti
yang diatur dalam peraturan XI.B.3.11
Dalam rangka mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara
signifikan dan menekan jatuhnya IHSG serta kemudahan bagi Emiten atau
Perusahaan Publik untuk melakukan aksi korporasi pembelian kembali (buyback)
sahamnya, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan terkait dengan
pembelian kembali (buyback)saham, yakni sebagai berikut:12
11
Hukum Online, “Otoritas Jasa Keuangan: Buyback Bisa Dilakukan Tanpa RUPS” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5215c9dbe4f82/Otoritas Jasa Keuangan--buyback-bisa-dilakukan-tanpa-rups (diakses pada tanggal 28 Februari 2014)
12
1. Pada tanggal 23 Agustus 2013, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan
No. 2/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan
Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi
Secara Signifikan. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa kondisi
pasar dianggap berfluktuasi secara signifikan jika indeks harga saham di Bursa
Efek Indonesia selama 3 hari bursa berturut-turut turun 15% atau lebih atau
kondisi lain yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Selanjutnya, pada tanggal 27 Agustus 2013 Otoritas Jasa Keuangan
menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 1/SEOJK.04/2013
tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara
Signifikan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan
Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
Emiten atau perusahaan publik hanya dapat melakukan pembelian kembali
(buyback) saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham pada kondisi pasar yang
berfluktuasi secara signifikan. Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan
adalah:13
1. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek selama 3 (tiga) hari bursa
berturut-turut secara kumulatif turun 15% (lima belas perseratus) atau lebih;
atau
2. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
13
Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan ini dimulai dan diakhiri
dengan penetapan oleh Otoritas Jasa Keuangan.14 Dan dalam hal terjadi kondisi
pasar yang berfluktuasi secara signifikan, perusahaan dapat membeli kembali
sahamnya tanpa melanggar ketentuan Pasal 91, Pasal 92, Pasal 95, dan Pasal 96
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.15
Saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Surat Edaran (SE)
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.04/2014 tentang Pencabutan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK04/2013 Tentang Kondisi Lain
Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan
Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan
Publik. Dengan diterbitkannya Surat Edaran tersebut, maka dinyatakan bahwa
keadaan pasar menunjukkan kondisi perdagangan saham di Bursa Efek di
Indonesia sudah tidak lagi mengalami tekanan dan sudah tidak mengalami
fluktuasi secara signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan Indeks
Harga Saham Gabungan selama delapan bulan terakhir terhitung mulai tanggal 27
Agustus 2013 sampai dengan 30 April 2014 sebesar 872,304 poin atau 21,98%
(dua puluh satu koma sembilan delapan perseratus) dan terus menunjukkan
kenaikan. Namun kemudian timbul permasalahan atas tindakan Pembelian
Kembali (Buyback) Saham ini, yaitu bagaimanakah akibat hukum atas tindakan
14
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 2.
15
Pembelian Kembali Saham ini, terutama menyangkut Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:
1. Apakah alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya tindakan pembelian
kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal?
2. Bagaimanakah syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham?
3. Apa akibat hukum dari dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:
a. Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya pembelian kembali
(buyback) saham yang beredar di pasar modal.
b. Untuk mengetahui syarat dan prosedur dari pelaksanaan pembelian
kembali (buyback) saham.
c. Untuk mengetahui akibat hukum dari dilaksanakannya pembelian
kembali (buyback) saham.
2. Manfaat Penulisan
a. Secara Teoritis
1) Untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas Hukum
terutama berhubungan dengan kegiatan pembelian kembali
(buyback) saham yang beredar di pasar modal.
2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam
mempelajari kegiatan pembelian kembali (buyback) saham yang
beredar di pasar modal.
b. Secara Praktis
1) Penulisan skripsi ini, dapat digunakan sebagai masukan bagi para
pelaku dalam dunia hukum perseroan baik pemegang saham,
dewan direksi dan komisaris dan para investor.
2) Penulisan skripsi ini, dapat digunakan sebagai Informasi bagi
masyarakat baik yang berasal dari kalangan akademisi,
mahasiswa maupun para pelaku dalam dunia usaha dan
masyarakat awam.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali
(Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa
Keuangan” ini merupakan benar hasil karya sendiri, tanpa meniru Karya Tulis
milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat
dipertanggungjawabkan dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus
dijunjung tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka.
Hal ini merupakan ilmplikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu
sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat
sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari
berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta
telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar
dan lengkap.
Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang
sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, yaitu:
1. Nama : David Van R.Silalahi
NIM : 050200328
Judul : Analisis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback)
Saham BUMN Melalui Pasar Modal
2. Nama : Ade Erma Devi
NIM : 070200031
Judul : Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam
Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal
3. Nama : Rebbeka Dosma Sinaga
NIM : 090200125
Judul : Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas
Jasa Keuangan dalam pengawasan Bank setelah
lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun terdapat
dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham
Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan” secara khusus
membahas tentang akibat hukum yang timbul dari tindakan pembelian kembali
(buyback) saham setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan skripsi
yang berjudul “Analisis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham BUMN
Melalui Pasar Modal” di atas membahas mengenai pembelian kembali (buyback)
saham BUMN, dan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Investor Dalam Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal” membahas mengenai
perlindungan terhadap investor akibat dari pembelian kembali saham, serta skripsi
yang berjudul “Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan dalam pengawasan Bank setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” membahas mengenai koordinasi
antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Saham
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa
pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berarti
surat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan
lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor; saham adalah hak
yangdimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan
bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. Dalam
Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae dikemukakan, aandeel (Bld), saham (Ind)
perusahaan, bagian-bagian modal pada perusahaan yang telah dibagi-bagi pada
akte pendirian.16
Sementara itu dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal dijelaskan,
saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang
memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor.
Pendapat yang lebih komprehensif dikemukakan oleh John Downs dan Jordan
Elliot Goodman yakni saham (share) adalah unit kepemilikan ekuitas dalam suatu
perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang
menyebutkan nama perusahaan da nama pemilik saham. Banyaknya saham yang
dikuasakan kepada perseroan untuk diterbitkan dirinci dalam anggaran dasar
perseroan. Biasanya perseroan tidak menerbitkan semua saham yang diterbitkan.17
Rumusan yang lebih konkret tentang saham dijabarkan dalam Pasal 1 butir
c Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.24/32/Kep//Dir, tanggal 12
Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas Dan Kredit Dengan
Angunan Saham disebutkan, saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan
terbatas, baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun yang tidak.18
2. Emiten atau Perusahaan Publik
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, yaitu penawaran
efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Emiten dapat berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
16
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 48.
17
Ibid., hlm. 49. 18
asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.19
Emiten dapat menawarkan Efek yang berupa surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Jenis Efek yang lain adalah Sukuk, yang merupakan Efek Syariah, yakni akad dan
cara penerbitannya sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Pada umumnya,
Emiten melakukan penawaran Efek melalui Pasar Modal untuk saham, obligasi,
dan sukuk.20
Sedangkan perusahaan publik adalah perseroan terbatas seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sahamnya telah dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor
sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.21
Emiten wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran untuk melakukan
Penawaran Umum dan Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan
Pendaftaran sebagai Perusahaan Publik. Atas Pernyataan Pendaftaran tersebut,
Otoritas Jasa Keuangan memberikan pernyataan efektif yang menunjukkan
kelengkapan atau dipenuhinya seluruh prosedur dan persyaratan atas Pernyataan
Pendaftaran yang diwajibkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
19
Otoritas Jasa Keuangan, “Emiten dan Perusahaan Publik”, http://www.ojk.go.id/emiten-dan-perusahaan-publik (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)
20
Ibid. 21
Pernyataan efektif tersebut bukan sebagai izin untuk melakukan Penawaran
Umum dan juga bukan berarti bahwa Otoritas Jasa Keuangan menyatakan
informasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar
atau cukup.22
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013
tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau
Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan,
perusahaan adalah emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat
Ekuitas atau Perusahaan Publik.23
Lebih lanjut pengertian perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat.24
3. Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.25
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari
beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang
melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan
22
Ibid. 23
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 1, Angka 2.
24
Wikipedia, “Perusahaan Umum”, http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_umum (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)
25
industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri
jasa keuangan, dan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Bank Indonesia merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998
yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor perbankan.26
Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan
banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Untuk itu, terbentuklah ide awal
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang sebenarnya adalah hasil kompromi
untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-Undang tentang Bank
Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah mengajukan Rancangan
Undang-Undang tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada
bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini disamping memberikan
independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank
Indonesia. Pada waktu Rancangan Undang-Undang tersebut diajukan muncul
penolakan yang kuat oleh kalangan DPR dan Bank Indonesia. Kemudian
disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam
mengawasi bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan
tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral. Nantinya Otoritas Jasa
Keuangan akan mengawasi seluruh industri jasa keuangan yang ada di
26
Indonesia.27
Usulan untuk membagi kewenangan di bidang pengaturan dan
pengawasan bank kepada 2 (dua) lembaga, yaitu Bank Indonesia dan lembaga
penyedia jasa keuangan atau yang dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bentuk dari sistem ini merupakan hal baru dalam sejarah perkembangan di bidang
perbankan Indonesia, mengingat bentuk pengaturan dan pengawasan perbankan
sebelumnya berada di dalam satu lembaga saja, yaitu Bank Indonesia. Namun
nantinya tugas mengawasi bank berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010.
Namun sebelum diamandemenkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Bank Indonesia bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan /
LPJK (yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan) paling lambat sudah
harus dibentuk pada akhir Desember 2002.28
Pada mulanya Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank indonesia bebas
dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang. Dalam perjalanannya Bank Indonesia
dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap bank sering mengalami kesalahan.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terjadi kasus yang akhirnya merugikan
masyarakat dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, misalnya kasus
27
Ibid., hlm. 37-38. 28
BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), Skandal Bank Bali, dan Skandal
Bank Century.29
Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, perlu dilakukan penyesuaian
mekanisme perumusan kebijakan moneter dan penataan kembali kelembagaan.
Berdasarkan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia pada Pasal 34 ayat 1 telah mengamanahkan untuk
membentuk suatu lembaga yang independen dalam mengawasi sektor jasa
keuangan Indonesia. Langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas,
transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna
independensi lembaga negara tersebut.30
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan.31 Sedangkan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih
dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan sejak tanggal 31 Desember
2013.32
Adapun tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah agar
29
Ibid., hlm. 42. 30
Ibid. 31
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab XIII, Pasal 55, Angka 1.
32
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: 33
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Dengan tujuan ini, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat
mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga
mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, Otoritas Jasa
Keuangan harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain
meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan
aspek positif globalisasi.34
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:35
a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan,
dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
33
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4.
34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4, dan Penjelasannya.
35
c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;
d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan,
serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas
Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal
ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan
serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas
yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan
Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui
mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas,
dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.36
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.37 Skripsi ini
sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian
sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu
hukum.38
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian hukum yang bersifat normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti
36
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ketiga, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005), hlm. 3.
38
bahan pustaka atau data sekunder belaka.39 Penelitian hukum normatif ini sendiri
mencakup:40
a. penelitian terhadap asas-asas hukum,
b. penelitian terhadap sistematika hukum,
c. penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum,
d. penelitian sejarah hukum, dan
e. penelitian perbandingan hukum.
Dengan demikian, penelitian hukum normatif ini mengacu pada berbagai
bahan hukum sekunder,41 yaitu peraturan dalam bidang pasar modal, serta
artikel-artikel berita terkait.
2. Sumber Data
Data dan sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yakni:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam
penulisan ini, bahan-bahan primer tersebut adalah Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang
Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar
Yang berfluktuasi Secara Signifikan, serta Peraturan Nomor XI.B.2,
39
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TInjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.
40
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 51. 41
Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor
KEP-105/BL/2010 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh
Emiten atau Perusahaan Publik.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan
undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan
berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan ini.42
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum pennunjang. Bahan
hukum tersier ini mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder; yakni kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
Kamus Bahasa Inggris.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
penelitian kepustakaan (library research) meskipun ada penelitian lapangan (field
research) dalam arti sempit yaitu melalui media massa dan media internet.
Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang berkenaan
dengan bacaan yang berisi reference books, textbooks, peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan judul skripsi guna menjadi landasan berpikir
serta sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi.
42
4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam
penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan diteliti.
Analisis data dilakukan dengan:
a. Mengumpulkan bahan-bahan yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti.
b. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan permasalahan.
c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada.
d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif-kualitatif.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi, harus disusun secara sistematis agar dihasilkan
suatu tulisan yang teratur dan terarah pada suatu titik permasalahan dan
pembahasan yang jelas sehingga setiap orang yang membaca dapat memahami isi
tulisan tersebut. Untuk itu penulis akan membuat suatu sistematika penulisan
skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang,
rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yaitu:
BAB II ALASAN YANG MELATARBELAKANGI HARUS
DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN
KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI
PASAR MODAL
Dalam bab ini dijelaskan tentang pengertian pembelian kembali
(buyback) saham, dasar hukum pembelian kembali (buyback)
saham, dan latar belakang dilaksanakannya pembelian kembali
(buyback) saham.
BAB III SYARAT DAN PROSEDUR PEMBELIAN KEMBALI
(BUYBACK) SAHAM
Dalam bab ini dijelaskan tentang syarat pembelian kembali
(buyback) saham menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas dan menurut Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali
Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik
Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, dan
prosedur pembelian kembali (buyback) saham.
BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK)
SAHAM
Dalam bab ini dijelaskan tentang akibat hukum pembelian kembali
Tentang Perseroan Terbatas, dimana akibat hukum tersebut dapat
dikaji dari segi harta dan kekayaan perseroan, direksi, saham yang
dibeli kembali, dan pemegang saham yang dibeli kembali. Dan
juga akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham yang
dikaji menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang
Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi
Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam Bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dimana merupakan
penjelasan secara ringkas tentang poin-poin dalam skripsi, dan
saran yang merupakan rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan,
BAB II
LATAR BELAKANG DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN
KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL
A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham Pembelian kembali (buyback) saham adalah
Buyback43
a. The purchase of a long position to offset a short position.
b. A corporation's repurchase of stock or bonds it has issued. In the case of stocks, this reduces the number of shares outstanding, giving each remaining shareholder a larger percentage ownership of the company. This is usually considered a sign that the company's management is optimistic about the future and believes that the current share price is undervalued. Reasons for buybacks include putting unused cash to use, raising earnings per share, increasing internal control of the company, and obtaining stock for employee stock option plans or pension plans. When a company's shareholders vote to authorize a buyback, they aren't obliged to actually undertake the buyback. also called corporate repurchase.
(a. Pembelian posisi yang panjang (permanen) untuk mengimbangi posisi
pendek (temporer).
b. Pembelian perusahaan atas saham atau obligasi yang diterbitkannya
sendiri. Dalam kasus saham, hal ini menurunkan jumlah saham yang
beredar, dan memberikan sisa pemegang saham memperoleh persentase
kepemilikan saham yang lebih besar di perusahaan. Hal tersebut biasanya
dianggap sebagai tanda bahwa managemen perusahaan optimis akan masa
depan dan berkeyakinan bahwa harga saham saat ini dihargai terlalu
rendah. Alasan dari dilakukannya pembelian kembali adalah untuk
menggunakan kas (uang tunai) yang tidak terpakai, meningkatkan
43
pendapatan per saham, meningkatkan pengawasan internal perusahaan,
dan memperoleh saham untuk program pilihan saham untuk karyawan atau
program pensiun. Ketika pemegang saham perusahaan memilih untuk
melakukan pembelian kembali, mereka tidak diwajibkan untuk melakukan
pembelian kembali tersebut. Hal ini disebut juga sebagai hak membeli
kembali perusahaan.)
Lebih lanjut pengertian buyback adalah:44
The repurchase of outstanding shares (repurchase) by a company in order to reduce the number of shares on the market. Companies will buy back shares either to increase the value of shares still available (reducing supply), or to eliminate any threats by shareholders who may be looking for a controlling stake.
A buyback allows companies to invest in themselves. By reducing the number of shares outstanding on the market, buybacks increase the proportion of shares a company owns. Buybacks can be carried out in two ways:
a. Shareholders may be presented with a tender offer whereby they
have the option to submit (or tender) a portion or all of their shares within a certain time frame and at a premium to the current market price. This premium compensates investors for tendering their shares rather than holding on to them.
b. Companies buy back shares on the open market over an extended
period of time.
( Membeli kembali saham yang beredar (membeli kembali) oleh
perusahaan dalam rangka untuk mengurangi jumlah saham di pasar. Perusahaan
akan membeli kembali saham baik untuk meningkatkan harga saham yang masih
tersedia (mengurangi pasokan), atau untuk menghilangkan segala macam
ancaman oleh pemegang saham yang mungkin ingin mengontrol atau mengambil
alih saham.
44
Pembelian kembali saham memperbolehkan perusahaan-perusahaan untuk
berinvestasi di dalam perusahaannya sendiri. Dengan melakukan pengurangan
jumlah saham yang beredar di pasar, pembelian kembali saham dapat
meningkatkan jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan. Pembelian kembali
saham dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara:
a. Pemegang saham dapat ditawarkan dengan tender offer dimana mereka
mempunyai pilihan untuk mengajukan (atau tender) sebagian atau
seluruh saham mereka dalam jangka waktu tertentu dan pada premi
untuk harga saham saat ini. Premi atau iuran inilah yang digunakan
untuk mengkompensasi para investor yang melakukan tender atas
saham mereka.
b. Perusahaan yang membeli kembali saham di pasar terbuka dilakukan
dalam jangka waktu tententu.)
Sedangkan menurut Weston, Mitchel, dan Mulherin (2004:484)
mendefinisikan buyback saham atau share repurchase sebagai suatu tindakan
perusahaan publik yang membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender
offer, open market atau melakukan negosiasi pembelian kembali dari
blockholder.45
B. Dasar Hukum Pembelian Kembali (Buyback) Saham
Dasar hukum pembelian kembali (buyback) saham, sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
45
Pembelian kembali (buyback) saham sebelum diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini, diatur dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 Tentang Perseroan Terbatas dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 33,
Bagian Kedua tentang Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Bab
ketiga Undang-Undang ini yang membahas tentang Modal dan Saham. Setelah
Undang-Undang tersebut mengalami perubahan, pembelian kembali (buyback)
saham ini tetap diatur pada bagian perlinndungan modal dan kekayaan perseroan,
tepatnya diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40, Bagian Kedua tentang
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Bab ketiga Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang membahas tentang
Modal dan Saham.
Pengaturan mengenai pembelian kembali (buyback) saham ini sebelum
dan sesudah perubahan Undang-Undang diatur dalam bab yang sama. Meskipun
demikian, terdapat beberapa peraturan yang telah mengalami perubahan.
Ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini merupakan
perbaikan dari Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Di dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tersebut menyebutkan dimiliki oleh anak perusahaan, dimana frase tersebut
Perseroan Terbatas. Disamping itu, pasal ini memberikan pengecualian apabila
diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 46
Dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 juga menyatakan
bahwa pembelian kembali saham harus dibayar dari laba bersih, dan jumlah nilai
nominal saham yang dimiliki Perseroan dan anak perusahaan tidak boleh melebihi
10% (sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan. Pasal 30 ini tidak
terdapat pembatasan berapa lama saham yang dibeli kembali tersebut boleh
dikuasai perseroan. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, pada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak terdapat kewajiban untuk
menggunakan laba bersih sebagai sumber dana pembelian kembali.47
Selanjutnya, Pasal 31 UU PT Tahun 1995 menyatakan bahwa pembelian
kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan
berdasarkan keputusan RUPS. Berbeda dengan UU PT Tahun 1995, pada UU PT
2007 tidak terdapat kewajiban untuk menggunakan laba bersih sebagai sumber
dana pembelian kembali. Sehubungan dengan pembatasan periode penguasaan
saham yang diperoleh kembali, Pasal 37 UU PT Tahun 2007 memberikan batasan
bahwa saham yang dibeli kembali oleh Perseroan hanya boleh dikuasai paling
lama 3 (tiga) tahun. Dalam penjelasan pasal 37 tersebut disebutkan bahwa jangka
waktu 3 (tiga) tahun dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah
saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.48
46
I Made B. Tirthayatra, “Beberapa Perbedaan Antara UU PT Tahun 2007 dengan UU PT Tahun 1995”, http://made-tirthayatra.blogspot.com/2009/06/beberapa-perbedaan-antara-uu-pt-tahun.html (diakses pada tanggal 22 Maret 2014)
47
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 8.
48
Sehubungan dengan perlunya persetujuan RUPS untuk membeli kembali
saham atau pengalihannya lebih lanjut, dan adanya pembatasan pembelian
kembali saham untuk tidak melebihi 10% dari jumlah modal ditempatkan, dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 dinyatakan bahwa persetujuan
RUPS dan pembatasan tersebut diwajibkan sepanjang tidak ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.49
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Pembelian kembali (buyback) saham tidak ada diatur secara tersurat dalam
Undang-Undang Pasar Modal. Pada dasarnya tindakan pembelian kembali
(buyback) sahamini tidak boleh dilaksanakan dalam kondisi yang normal karena
merupakan sebuah tindakan yang melanggar Undang-Undang Pasar Modal. Hal
tersebut secara tersirat dapat kita lihat dalam ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang pembelian kembali saham dalam
kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan yang menentukan bahwa emiten
dapat melakukan pembelian kembali (buyback) saham sepanjang tidak
bertentangan dengan Pasal 91, Pasal 92, Pasal 95, dan Pasal 96 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.50
3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang
Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau
Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara
Signifikan
49
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 38, Angka 1.
50
Untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan yang
menyebabkan terjadi tekanan bursa saham domestik, maka Otoritas Jasa
Keuangan memberikan kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk
melakukan pembelian kembali (buyback) saham dengan menetapkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan
oleh Emiten atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi
Secara Signifikan. Dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan
Perseroan diperbolehkan melakukan pembelian kembali (buyback) saham tanpa
rapat umum pemegang saham.51
C. Latar Belakang Dilaksanakannya Pembelian Kembali (Buyback) Saham Di Pasar Modal
Pembelian kembali sebagian saham yang telah dilepas ke publik atau
sering disebut dengan istilah stock buyback merupakan salah satu bentuk tindakan
korporasi yang dilakukan emiten dan merupakan strategi dalam investasi saham.
Pembelian kembali (buyback) saham dilakukan oleh emiten atau perusahaan
publik sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kembali harga sahamnya yang
telah jatuh di pasar. Biasanya pembelian kembali (buyback) saham dilakukan
ketika harga saham sudah dibawah harga riilnya. Selain itu, fungsi lain dari
pembelian kembali (buyback) saham adalah untuk meningkatkan kembali laba
perseroan per saham / Earn per Share (EPS) dan Return on Equity (ROE) secara
berkelanjutan yang dapat menaikkan harga saham, terutama saat Perseroan sedang
51
menghadapi issue mengenai penurunan kinerja Perseroan yang berpotensi
menurunkan harga saham Perseroan tersebut.52
Pembelian kembali (buyback) saham dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif yang dapat dipakai oleh emiten untuk meningkatkan kembali harga
sahamnya yang telah jatuh di pasar. Dengan dilakukannya pembelian kembali
(buyback) saham, maka berakibat pada naiknya laba per saham / Earning per
Share (EPS) dan Return on Equity / ROE secara berkelanjutan yang dapat
berakibat menaikkan harga saham di pasar.53 Sebenarnya peningkatan laba per
saham Perseroan karena pembelian kembali (buyback) saham bukanlah
peningkatan laba Perseroan secara murni. Bagi Perseroan, peningkatan laba per
saham / Earn per Share (EPS) melalui pembelian kembali (buyback) saham tidak
murni karena pembeli adalah Perseroan itu sendiri, walaupun dari segi
penghitungan laba Earn per Share terjadi peningkatan.54 Dengan kata lain,
kenaikan harga saham emiten yang melakukan stock buyback bukan diakibatkan
dari peningkatan kinerja fundamental, namun hanya dari mekanisme permintaan
dan penawaran pasar yang berubah.55
Salah satu faktor dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham
adalah untuk menjaga nilai nominal dari total modal disetor dan ditempatkan, jika
sebagian dari modal tersebut tidak dimiliki atau dibeli oleh siapapun di pasar
dalam jangka waktu tertentu. Artinya, pembelian kembali saham dapat dilakukan
52
Hendy M. Fakhruddin, Go Publik: Strategi Pendanaan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 235.
53
Ibid. 54
Blogspot, “Pembelian kembali saham (Buy Back Share)”, http://getsolvedfriend.blogspot.com/2010/07/pembelian-kembali-saham-buy-back-share.html,
(diakses pada tanggal 5 April 2014) 55
oleh Perseroan apabila terjadi suatu keadaan dimana terdapat sejumlah saham
yang telah dikeluarkan oleh perseroan, namun saham tersebut dalam status idle.
Jadi, untuk mengamankan modal dan kekayaan Perseroan, maka saham tersebut
kemudian dibeli kembali oleh Perseroan. Karena apabila saham tersebut tidak
dibeli kembali oleh Perseroan, maka harus dilakukan koreksi atau penurunan dari
total nonimal modal disetor dan modal ditempatkan perseroan. 56Saham yang
dapat dibeli kembali oleh Perseroan juga terbatas, yaitu tidak melebihi 10%
(sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan.57
Pembelian kembali ini hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan rapat
umum pemegang saham.58 Saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan hanya
boleh dikuasai Perseroan paling lama tiga tahun.59
Salah satu tujuan dilaksanakannya pembelian kembali saham merupakan
bentuk tugas dan tanggung jawab perseroan untuk melindungi kekayaan dan
modal perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas baik Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1995 maupun Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
memasukkan ketentuan tentang pembelian kembali saham pada bagian
perlindungan modal dan kekayaan perseroan, dari hal tersebut sudah dapat dilihat
bahwa salah satu tujuan tindakan pembelian kembali (buyback) saham adalah
untuk melindungi harta dan kekayaan perseroan.
56
Bimoprasetio, “Buyback Saham Di Tengah Ancaman Anjloknya Harga Saham”, http://strategihukum.net/buy-back-saham-di-tengah-ancaman-anjloknya-harga-saham (diakses pada tanggal 2 April 2014)
57
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 1, Huruf b.
58
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Per