(BBPLKDN) BANDUNG
LAPORAN KKL
Diajukan sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan
Di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri
Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Disusun Oleh :
ARWINDA KUSNIADEWI
41708001
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
BANDUNG
iii
Alhamdulilahhirobil’alamin segala bentuk syukur saya panjatkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Kios 3 in 1 Di
Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri (BBPLKDN)
Bandung”
dengan tepat waktu.
Penulis sadar bahwa Laporan KKL ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan sumbangan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan laporan KKL ini.
Atas segala bantuan serta bimbingan yang penulis terima, tidak lupa
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,M.A selaku Dekan FISIP
Unikom.
2. Ibu Nia Karniawati, S.IP.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pemerintahan FISIP Unikom dan dosen wali, terimakasih banyak atas
segala waktunya serta arahannya.
3. Ibu Poni Sukaesih, S.IP.,M.Si selaku dosen pembimbing pendamping
terimakasih banyak atas segala waktunya, arahan dan motivasi nya.
Semoga laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat berguna dan
bermanfaat, serta semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.
Bandung, 18 November 2011
1
1.1 Latar Belakang Laporan KKL
e-Government
merupakan aspek penting yang digunakan oleh
pemerintah dalam melakukan transaksi dengan masyarakatnya dalam hal
pelayanan publik maupun untuk melakukan kegiatan administratif agar lebih
efektif dan efisien. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
kebijakan dan strategi nasional pengembangan
e-Government
adalah
peraturan yang menangani masalah strategi pengembangan
e-Government
di lingkungan pemerintahan Indonesia. Inpres tersebut menjadi landasan
hukum mengenai implementasi
e-Government
di setiap instansi
pemerintahan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia NO.PER.07/MEN/IV/2011 tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi. Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri
(BBPLKDN) dalam hal ini merupakan lembaga yang ada di bawah
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi mengembangkan suatu sistem
informasi yang bernama Kios
3 in 1
. Sistem informasi kios
3 in 1
ini
merupakan suatu program yang memiliki keunggulan dalam hal menyediakan
informasi pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja. Dimana masyarakat
penempatan kerja dengan membuka website
http://
kios3in1.net
.
Sistem
informasi kios
3 in 1
bekerjasama dengan pihak-pihak swasta yang sudah
terkoneksi dengan BBPLKDN Bandung sehingga kerjasama dapat terhubung
dengan baik antara pencari kerja dan pihak yang membutuhkan tenaga kerja.
Konsep
e-Government
di instansi pemerintahan dengan menerapkan
teknologi informasi melalui sistem komputerisasi dan penggunaan internet
memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk memperbaiki mutu dan kualitas
pelayanan khususnya pelayanan yang ada di BBPLKDN Bandung. Apabila
kualitas pelayanan sudah dapat dilakukan dengan optimal akan berdampak
pada efesiensi dan efektivitas kinerja aparaturnya.
Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri Bandung
dalam implementasi sistem informasi kios
3 in 1
mengalami beberapa
permasalahan sebagai tantangan yang harus di hadapi untuk memperbaiki
kualitas pelayanan yang akan datang, itu semua terlihat pada penjelasan
berikut ini:
Pertama,
permasalahan yang berhubungan dengan proses
komunikasi. Peserta pelatihan yang mengakses kios
3 in 1
tidak
mendapatkan materi pelatihan secara mendetail di kios
3 in 1
serta biaya
pelatihan yang tidak di cantumkan di website kios
3 in 1
agar orang tua atau
calon peserta pelatihan yang melakukan akses melalui website
http://kios3in1.net
sebelumnya memiliki gambaran tentang data biaya,
persyaratan, dan modul apa yang akan di pelajari lalu setelah itu di
konfirmasi kembali ke pihak
Customer Service Officer
(CSO)
dengan begitu
terimplementasikan secara optimal, karena permasalahan mengenai data
biaya, persayaratan, serta modul pelatihan belum ada di dalam menu kios
3
in 1
.
Kedua,
permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya aparatur.
Masih kurangnya sumber daya ahli yang dapat mengelola kios
3 in 1.
Hanya
ada dua orang staf yang ahli dan itu merangkap sebagai instruktur di
BBPLKDN Bandung, itu berarti pelimpahan tanggung jawab tidak sesuai
dengan fungsinya. Sumber daya peralatan yaitu perlengkapan komputer
yang ada di ruangan komputer dalam hal perawatannya belum maksimal dari
10 unit komputer yang ada di ruangan kios
3 in 1
hanya lima saja yang dapat
digunakan, ada beberapa keluhan saat masyarakat datang mengenai akses
internet yang terkadang lama, dan komputer hanya dapat digunakan
beberapa saja. Komputer-komputer yang ada di ruangan kios
3 in 1
tidak
semuanya dapat digunakan, ada beberapa komputer yang rusak tetapi tidak
ditangani untuk di perbaiki.
Ketiga.
permasalahan yang berkaitan dengan disposisi. Masih
lamanya proses yang dilalui oleh aparatur kios
3 in 1
untuk mengurus
prosedur kerusakan barang/fasilitas kios
3 in 1.
Apabila ada fasilitas kios
3 in
1
yang rusak prosedurnya harus melalui berita acara (BAP) kerusakan
fasilitas kios
3 in 1
serta membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan.
Disposisi seperti itu masih kurang efektif.
Keempat,
permasalahan belum adanya aturan teknis standar
implementasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung. Berdasarkan latar belakang
tersebut serta fenomena-fenomena mengenai implementasi kios
3 in 1
di
BBPLKDN Bandung, maka penulis mengambil judul Laporan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) sebagai berikut:
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
SISTEM
INFORMASI KIOS 3 IN 1 DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN
KERJA DALAM NEGERI (BBPLKDN) BANDUNG.”
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk menjelaskan fokus masalah yang dalam KKL ini, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi dalam implementasi kebijakan sistem
informasi
kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung?
2. Bagaimana sumber daya dalam implementasi kebijakan sistem
informasi
kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung?
3. Bagaimana disposisi dalam implementasi kebijakan sistem informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung?
4. Bagaimana struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan kios
3 in 1
di
BBPLKDN Bandung?
1.3 Maksud dan Tujuan Laporan KKL
Maksud dari KKL ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan
sistem informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung. Sedangkan tujuan KKL ini
1. Untuk mengetahui komunikasi dalam implementasi kebijakan sistem
informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung.
2. Untuk mengetahui sumber daya dalam implementasi kebijakan sistem
informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung.
3. Untuk mengetahui disposisi dalam implementasi kebijakan sistem
informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung.
4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan sistem
informasi kios
3 in 1
di BBPLKDN Bandung.
1.4 Kegunaan Laporan KKL
Sejalan dengan permasalahan di atas diharapkan memiliki kegunaan
yang bersifat teoritis dan praktis sebagai berikut:
1. Bagi penulis, yaitu diharapkan dapat memahami dan menambah
wawasan serta dapat memberikan manfaat tentang makna dari
implementasi
e-Government
melalui kebijakan kios
3 in 1
di BBPLKDN
Bandung.
2. Bagi kegunaan ilmiah, diharapkan hasil KKL ini dapat dijadikan bahan
informasi bagi perkembangan ilmu pemerintahan khususnya Mata Kuliah
e-Government
.
3. Kegunaan praktis, dari hasil KKL ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dan masukan bagi pemerintah khususnya BBPLKDN Bandung
1.5 Kerangka Pemikiran
Implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin
Abdul Wahab adalah:
“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu
to
implement.
Dalam kamus besar Webster,
to implement
(mengimplementasikan)
berarti
to provide the means for
carrying out
(menyediakan sarana
untuk melaksanakan sesuatu); dan
to give practicial effect to
(untuk
menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”. (Kamus Webster
dalam Wahab, 2008:64)
Berdasarkan pengertian di atas implementasi adalah sesuatu yang
dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat dapat berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang
dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan bernegara.
Suatu badan atau lembaga pemerintah seperti BBPLKDN Bandung
yang berada di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
memerlukan suatu kebijakan untuk mengarahkan tindakan-tindakan agar
tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Carl
Friedrich yang dikutip Solichin Abdul Wahab dalam bukunya yang berjudul
Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakasanaan
Negara.
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan.
Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai seseorang, kelompok ataupun
pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus
mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang diinginkan.
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah
maupun tidak dilakukan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pengertian
kebijakan menurut Sharkansky dalam Widodo adalah:
“What government say
and do, or not to do. It is the goals or purpose of government programs”.
(Sharkansky dalam Widodo, 2010:12)
Di bawah ini merupakan pengertian implementasi kebijakan menurut
Edward III adalah:
“Policy Implementation as we have seen, is the stage of policy making
between the establishment of a policy such as the passage of a
legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a
judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule and the
consequences of the policy for the people whom it affects.”
(Edward III,
1980:1)
Definisi di atas menekankan bahwa implementasi kebijakan
merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat
dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan
dan kebijakan yang dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan
bernegara.
Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, George C.
keberhasilan suatu implementasi dalam bukunya yang berjudul
Implementing
Public Policy
, yaitu:
“Aside from directly affecting implementation, however, they also
indirectly affect it trough their impact on each in other words
communications affect resources dispositions and bureaucratic
structures which in turn influence implementation.”
(George III
Edward,1980:147).
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan George C. Edward III di
atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu
implementasi, adalah sebagai berikut
1. Comunication
2. Resources
3. Disposition
4. Bureaucratic Structure.
(Edward III 1980: 9-10)
Berdasarkan pengertian Implementasi menurut Edward III diatas,
bahwa suatu implementasi dipengaruhi oleh komunikasi, sumberdaya, sikap
para pelaksana (disposisi) dan struktur birokrasi yang dimana hal tersebut
merupakan suatu sistem yang saling berkaitan.
Dengan demikian, model pendekatan implementasi menurut Edward III
Communiction
Resources
Disposition
Bureaucratic Structure
Implementation
Gambar 1.1
Model Pendekatan Implementasi Menurut George C. Edward III
Sumber: George III Edwards, (1980:148).
Keberhasilan suatu implementasi menurut Edwards III dapat
dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Communication
(Komunikasi)
“Inadequate communications also provide implementors with
dicretion as they attempt to turn general policies into specific
actions. This discretion as they attemp to turn general policies into
specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to
further the aims of the original decision makers. Thus,
implementation instruction that are not transmitted, that are too
precise may hinder implementation. Conservely, directives that are
too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht
are too precise may hinder implementation by stifling creativity and
adaptability.”
(George III Edwards, 1980:10).
Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi
sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan.
Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah
mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan
[image:11.595.158.499.160.314.2]setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan
(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi
transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan
konsistensi. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
2.
Resource
(Sumber daya)
“No matter how clear and consistent implementation orders are and
no matter how accurately they are transmitted, if the personnel
responsible for carrying out policies lack the resources to do an
effective job, implementation will not be effective. Important
resources include staff of the proper size and with the necessary
expertise; relevant and adequate information on how to implement
policies and on the compliance of the others involved in
implementation; the outhority to ensure that policies are carried out
as they are intended; and facilities (including buildings, equipment,
land and supplies) in which or with which to provide services.
Insufficients resources will mean that laws will not be enforced,
services will not provided, and reasonable regulation in policy
implementation.”
(George III Edwards, 1980:10-11).
Menurut George C. Edwards III bahwa sumber-sumber yang dapat
menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya
yang tersedia, karena menurut George C. Edwards III sumber daya
merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber
daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses
pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses
biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan
untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
suatu implementasi. Sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu
implementasi.
3.
Disposition
(Disposisi).
”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical
factor in our approach to the study of public policy implementation.
If implementatition is to proceed effectively, not only must
implenentors know what to do and have the capability to do it, but
they must also desire to carry out a policy. Most implementors can
exercise considerable discretion in the implementation of pilicies.
One of the reasons for this is their independence from their nominal
superiors who formulate the policies. Another reason is the
complexity of the policies themselves. The way in which
implementors exercise their discretion, however, depends in large
part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in
turn, will be influenced by their views toward the policies per se and
by how they see the policies affecting their organizational and
personal interests
.” (George III Edwards, 1980:11).
Menurut George C. Edwards III, disposisi atau sikap para pelaksana
adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika
pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan
untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi
oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan
Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau
sikap para pelaksana dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi
sangat penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat
banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas
atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,
kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.
4.
Bureaucratic structure
(Struktur birokrasi)
“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and
implementors know what to do and want to do it, implementation
may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic
stricture. Organizational fregmentatition may hinder the
coordination necessary to implement succesfully a complex policy
requaring the coopation of many people, and it may also waste
scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies
working at cross-purposes, and result in important function being
overloocked.”
(George III Edwards, 1980:11-12).
Menurut George C. Edwards III, walaupun sumber-sumber untuk
melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan
suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau
terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi
sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa struktur organisasi dalam suatu badan sangat berperan
kebijakan dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tertata rapih guna
tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama.
Pengertian
e-Government
menurut World Bank
yang dikutip oleh Eko
Indrajit dalam bukunya yang berjudul
Electronic Government: Strategi
Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis
Teknologi Digital
adalah:
“e-Government refers to the use by government agencies of
information technologies (such as Wide Area Networks, the internet
and mobile computing) that have the ability to transform relations with
citizen, business and other arms of government”
. (World Bank dalam
Indrajit, 2006:3)
Pengertian
e-Government
menurut World Bank di atas bermakna
bahwa
e-Government
merupakan teknologi informasi yang digunakan oleh
pemerintah untuk memberikan informasi untuk masyarakat yang dalam hal ini
proses transformasi terjadi dari pemerintah kepada pihak swasta yaitu
masyarakat bisnis yang bekerjasama dengan pemerintah. Teknologi
informasi itu seperti penggunaan
Wide Area Network
, jaringan internet dan
Mobile Computing
, fasilitas teknologi informasi itu yang memberikan
kemudahan bagi proses transformasi data dari pemerintah kepada pihak
swasta (masyarakat bisnis).
Sistem informasi merupakan bentuk penerapan dalam sebuah
organisasi, dimana penerapan/penggunaan sistem informasi dalam sebuah
organisasi tersebut untuk mendukung dalam mengumpulkan dan mengolah
data dan menyediakan informasi yang berguna di dalam perencanaan,
lebih kompleks membuat manajemen melakukan permintaan yang semakin
besar terhadap fungsi sistem informasi. Menurut pendapat Tata Sutabri
dalam bukunya Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan sistem
informasi, sebagai berikut:
“Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi, yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang
mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan
kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan
kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”
(Susanto, 2004:42).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem
informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan
kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi media, prosedur-prosedur dan
pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna
memproses tipe transaksi rutin tertentu yang menyediakan suatu dasar
informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik. Sistem informasi juga
merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan
akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk
mengendalikan organisasi.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 tentang organisasi dan tata kerja
unit pelaksana teknis di lingkungan kementerian tenaga kerja dan
transmigrasi bahwa kios
3 in 1
itu merupakan sistem informasi yang
terhubung dengan internet berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai
Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat model kerangka
[image:17.595.69.552.240.510.2]pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1.2
Model Kerangka Pemikiran
1.6 Metode Dalam Laporan KKL
1.6.1 Metode Dalam Laporan KKL
Metode dalam laporan KKL yang digunakan adalah metode
deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisa yang dilakukan dengan
cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan atau fenomena yang
nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanapiah Faisal dalam bukunya
Komunikasi
Sumber
Daya
Disposisi
Struktur
Birokrasi
Implementasi
Mewujudkan
BBPLKDN
Bandung sebagai
pusat informasi
dengan adanya
sistem informasi
kios
3 in 1
untuk
memberikan
pelayanan yang
Format-Format Penelitian Sosial
,
mendefinisikan pengertian penelitian
deskriptif (
descriptive research
), sebagai berikut:
“Untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
Jenis penelitian ini tidak menggunakan dan tidak melakukan
pengujian hipotesis, berarti tidak dimaksudkan untuk membangun
dan mengembangkan perbendaharaan teori” (Faisal, 1999:20).
Pendekatan yang digunakan dalam laporan KKL adalah kualitatif.
Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah:
“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada
generalisasi
” (Sugiyono, 2005:1).
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data
yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data
yang tampak (Sugiyono, 2005:3). Oleh karena itu dalam penelitian
kualitatif tidak menekankan pada
generalisasi
, akan tetapi lebih
menekankan pada makna.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam KKL ini adalah
1.
Observasi partisipan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengamati secara langsung permasalahan yang ada dengan
menggunakan indera penglihatan di BBPLKDN Kota Bandung
selaku pihak yang berkompeten dalam penyediaan informasi Kios
3
in 1
Di Kota Bandung. Observasi ini mengenai cara dan metode
yang digunakan dalam penyampaian informasi kegiatan-kegiatan
yang ada di kios
3 in 1
melalui
website
http://kios3in1.net
dan
bagaimana tanggapan masyarakat tentang adanya aplikasi kios
3
in 1
ini.
2. Wawancara tidak terstruktur, yaitu sebuah cara yang dilakukan
oleh penulis dengan berbicara secara langsung dengan
narasumber untuk dijadikan data yang kemudian dianalisa.
Wawancara dilakukan dengan aparatur Pemerintah yang ada di
BBPLKDN khususnya di bagian
Customer Service Officer (CSO)
yang bertugas mengelola kios
3 in 1
. Pengumpulan data melalui
wawancara sangat diperlukan karena dapat memperoleh data
sejelas mungkin.
3. Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mencari buku-buku
yang berhubungan langsung dengan efektivitas penyampaian
informasi tentang kios
3 in 1
melalui
website
http://kios3in1.net
di
BBPLKDN Bandung.
4. Dokumentasi, yaitu format pencatatan dokumen dan sumber
BBPLKDN Bandung atau kegiatan pengumpulan bukti-bukti atau
keterangan-keterangan tertulis yang dapat di jadikan informasi
dalam mengolah laporan KKL.
1.6.3 Analisa Data
Analisa data merupakan suatu kegiatan yang mengacu pada
penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam
rangka menentukan bagian-bagian atau hubungan diantara bagian dalam
keseluruhan. Penulis dalam menganalisis data, yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data terlebih dahulu sebelum diinterprestasikan
artinya data diproses terlebih dahulu.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono dalam bukunya
Memahami Penelitian Kualitatif
menyebutkan ada tiga unsur dalam
kegiatan proses analisa data, sebagai berikut:
1.
Data Reduction
(reduksi data), yaitu bagian dari proses
analisis dengan bentuk analisis untuk mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak
penting dan mengatur data sehingga dapat disimpulkan.
2.
Data Display
(penyajian data), yaitu susunan informasi yang
memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan, sehingga
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.
3.
Conclusion Verification
(penarikan kesimpulan), yaitu suatu
kesimpulan yang diverifikasi dengan cara melihat dan
mempertanyakan kembali, dengan meninjau kembali secara
sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih cepat. (Sugiyono, 2007:92-99).
Penulis menggunakan analisis ini supaya dapat
terkumpul, sehingga siap untuk diinterpretasikan. Disamping itu data
yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam dan kredibel serta
bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
1.7 Lokasi dan Waktu KKL
Lokasi KKL dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja
Dalam Negeri Kota Bandung yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto No.170 A
Telp/fax : (022) 2504467/(022) 7312564, email: indo2nvtdc.com, website:
www.nvtdc.com
. Adapun jadwal kegiatan KKL yang telah direncanakan
selama 1 bulan yaitu dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Agustus
[image:21.595.111.540.405.711.2]2011.
Tabel 1.1
Jadwal KKL
No. Kegiatan
Tahun 2011
Tahun 2011
Juni
Juli Agt Sept Okt Nov
1.
Tahap Persiapan
a. Observasi lokasi KKL
b. Pengajuan judul
c. Penyusunan usulan
KKL
d. Seminar usulan KKL
2.
Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan KKL
b. Observasi
c. Studi Kepustakaan
3.
Tahap Akhir
20
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Implementasi Kebijakan
2.1.1 Pengertian
Implementasi
Dengan adanya sistem informasi Kios
3 in 1
pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat
pengeluaran biaya. Oleh karena itu, dalam menunjang terciptanya tertib
administrasi dan peningkatan pelayanan publik, perlu didukung dengan
adanya implementasi sistem informasi kios
3 in 1
yang berorientasi pada
pelayanan pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja sesuai dengan visi dan
misi yang akan dicapai oleh Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam
Negeri (BBPLKDN) Bandung.
Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster
yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:
“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu
to implement
.
Dalam kamus besar webster,
to implement
(mengimplementasikan)
berati
to provide the means for carrying out
(menyediakan sarana
untuk melaksanakan sesuatu); dan
to give practical effect to
(untuk
menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)” (Webster dalam
Wahab, 2004:64).
Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu
to implement
yang
berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana
terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak
atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga
pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan
juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah :
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”. (Van Meter
dan Van Horn dalam Wahab, 2008:65)
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan
tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya.
Namun dalam praktiknya badan-badan pemerintah sering menghadapi
pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga
membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
Mazmanian dan Sabatier juga mendefinisikan implementasi sebagai
berikut:
mencakup baik usaha-usaha untuk meng-administrasikannya maupun
untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat”.
(Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab,2008:65)
Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier merupakan
pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk
perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan
badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui
sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang,
kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan
seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.
2.1.2 Pengertian
Kebijakan
Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa
Inggris “
policy
”. Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan
kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok,
instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan
tertentu. (Anderson dalam Wahab, 2008:2). Oleh karena itu, kebijaksanaan
menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang sengaja dilakukan oleh
aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di hadapi.
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah
maupun tidak dilakukan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pengertian
kebijakan menurut Sharkansky dalam Widodo adalah:
“What government say
and do, or not to do. It is the goals or purpose of government programs”.
Kebijakan negara menurut pendapat Chief J.O Udoji yang dikutip oleh
Wahab bahwa:
“Kebijakan negara adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah
pada suatu tujuan tertentu yang dirahkan pada suatu masalah atau
sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang
mempengaruhi sebagaian besar warga masyarakat” (Udoji dalam
Wahab, 2008:5).
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan
dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok
ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi
harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang
diinginkan.
Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan
berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika
diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu
mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat.
2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan
Pengertian implementasi kebijakan menurut Edward III adalah sebagai
berikut:
legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a
judisial decision, or the promulgation of a regulatory rule and the
consequences of the policy for the people whom it affects”.
(Edward III,
1980:1)
Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga
harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan
dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar
suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai
merugikan masyarakat.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh
Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:
“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur
dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan
guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”. (Lester dan
Stewart dalam Winarno, 2002:101-102)
Definisi di atas menekankan bahwa implementasi kebijakan
merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat
dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan
dan kebijakan yang dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan
bernegara.
Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk
bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau
turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu,
implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua
pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk
program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.
Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, maka George
Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan suatu implementasi, yaitu:
1.
Comunication.
2.
Resources.
3.
Disposition.
4.
Bureaucratic Structure.
(Edward III, 1980:10)
Keberhasilan suatu implementasi menurut George Edwards III dapat
dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Communication
(Komunikasi)
“Inadequate communications also provide implementors with
dicretion as they attempt to turn general policies into specific
actions. This discretion as they attemp to turn general policies into
specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to
further the aims of the original decision makers. Thus,
implementation instruction that are not transmitted, that are too
precise may hinder implementation. Conservely, directives that are
too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht
are too precise may hinder implementation by stifling creativity and
adaptability.”
(George III Edwards, 1980:10).
Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi
sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan.
Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah
dikerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga
setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan
(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain:
dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik,
kejelasan, dan konsistensi. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula
sebaliknya.
2.
Resource
(Sumber daya)
“No matter how clear and consistent implementation orders are and
no matter how accurately they are transmitted, if the personnel
responsible for carrying out policies lack the resources to do an
effective job, implementation will not be effective. Important
resources include staff of the proper size and with the necessary
expertise; relevant and adequate information on how to implement
policies and on the compliance of the others involved in
implementation; the outhority to ensure that policies are carried out
as they are intended; and facilities (including buildings, equipment,
land and supplies) in which or with which to provide services.
Insufficients resources will mean that laws will not be enforced,
services will not provided, and reasonable regulation in policy
implementation.”
(George III Edwards, 1980:10-11).
Menurut George C. Edwards III bahwa sumber-sumber yang dapat
menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya
yang tersedia, karena menurut George C. Edwards III sumber daya
merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber
pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses
implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia,
biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan
untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
suatu implementasi. Sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu
implementasi.
3.
Disposition
(Disposisi).
”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical
factor in our approach to the study of public policy implementation.
If implementatition is to proceed effectively, not only must
implenentors know what to do and have the capability to do it, but
they must also desire to carry out a policy. Most implementors can
exercise considerable discretion in the implementation of pilicies.
One of the reasons for this is their independence from their nominal
superiors who formulate the policies. Another reason is the
complexity of the policies themselves. The way in which
implementors exercise their discretion, however, depends in large
part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in
turn, will be influenced by their views toward the policies per se and
by how they see the policies affecting their organizational and
personal interests
.” (George III Edwards, 1980:11).
Menurut George C. Edwards III, disposisi atau sikap para pelaksana
adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika
pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan
oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan
bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana).
Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau
sikap para pelaksana dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi
sangat penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat
banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas
atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,
kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.
4.
Bureaucratic structure
(Struktur birokrasi)
“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and
implementors know what to do and want to do it, implementation
may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic
stricture. Organizational fregmentatition may hinder the
coordination necessary to implement succesfully a complex policy
requaring the coopation of many people, and it may also waste
scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies
working at cross-purposes, and result in important function being
overloocked.”
(George III Edwards, 1980:11-12).
Menurut George C. Edwards III, walaupun sumber-sumber untuk
melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan
suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau
terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi
sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi, dapat
penting dimana untuk menentukan keberhasilan dari suatu implementasi
kebijakan dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tertata rapih guna
tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama.
Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi menurut Edward III di atas,
maka Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber-sumber kebijakan
3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana
4.
Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
5. Sikap para pelaksana, dan
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
(Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).
Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat
dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :
Pertama
yaitu ukuran
dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan,
hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah
direncanakan. Dalam ukuran Sistem Informasi kios
3 in 1
yang menjadi
sasaran adanya kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan
adanya kemudahan dalam pembuatan berbagai urusan tentang pelatihan,
sertifikasi dan penempatan kerja. Tujuan dari implementasi Sistem Informasi
kios
3 in 1 ,
yaitu untuk memberikan layanan secara cepat dan aman dalam
Kedua,
sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn
yang dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan
proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan
sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino,
2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk
keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber
penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran
pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan
waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena
waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu
merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan
kebijakan.
Ketiga,
keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri
badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja
implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri
yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya.
Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas
atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,
kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya
(Subarsono, 2006:7).
Menurut Edward III
“Their attitudes in turn will be influenced by their
organizational and personal interest”
hal tersebut bermakna bahwa watak,
karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,
kejujuran, dan sifat demokratis (Edwards III, 1980:11). Hal ini sangat penting
karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun ciri-ciri
dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
Keempat,
komunikasi memegang peranan penting bagi
berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan
Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa:
“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan
mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur
administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang
lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan
Gunn dalam Wahab, 2004:77)
Menurut Edward III, komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam
dimensi antara lain:
Orders to implement policies must be clear, accurate and
consistent,
(Edward III, 1980:10). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain
dimensi transmisi (
transmission
), kejelasan (
clarity
) dan konsistensi
(
consistency
). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya
Kelima,
menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo,
bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter
dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan harus
dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi
pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya
masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keenam,
dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan
menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino adalah sejauh
mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik
yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial,
dan politik (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi,
sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan
suatu implementasi.
2.1.4 Pengertian E-Government
Pengertian
e-Government
menurut World Bank yang dikutip oleh Eko
Indrajit dalam bukunya yang berjudul
Electronic Government
: Srategi
Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis
“e-Government refers to the use by government agencies of
information technologies (such as Wide Area Networks, the internet
and mobile computing) that have the ability to transform relations with
citizen, business and other arms of government”.
(World Bank dalam
Indrajit, 2006:3)
Dari pengertian diatas
e-Government
merupakan sistem yang
membuat kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi lebih mudah dengan
teknologi informasi berupa internet, komputer
mobile
yang diciptakan
sedemikian rupa untuk membuat kegiatan menjadi lebih mudah.
Berkenaan dengan pengertian
e-Government
menurut
world bank
berikut ini Pengertian
e-Government
Menurut Clay G. Wescott yang dikutip
oleh Eko Inddrajit dalam bukunya yang berjudul
Electronic Government:
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik
Berbasis Teknologi Digital adalah:
“E-government is the use of information and comunications technology
(ICT) to promotemore efficient and cost-efeective government,
facilitate more convenient government service,allow greater public
access to information and make government more accountable to
citizens.”
(Clay dalam Indrajit, 2006:4)
Pengertian
e-Government
di atas memberikan kesimpulan bahwa
e-Government
itu merupakan alat yang membuaat informasi dan komunikasi
menjadi lebih efisien di dapat sehingga masyarakat dapat mengakses
informasi tersebut melalui media seperti internet dan hal tersebut membuat
2.2 Sistem Informasi
2.2.1 Pengertian
Sistem
Definisi Sistem dalam Kamus
Websters Unbridged
adalah
elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu kesatuan atau organisasi.
Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling
bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan.Sistem merupakan
seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerjasama
untuk mencapai beberapa tujuan. Berikut ini merupakan pengertian sistem
menurut kamus Scott yang dikutip oleh Choirul Anwar dalam bukunya yang
berjudul:
Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era
Otonomi Daerah
adalah: “sistem terdiri dari unsur-unsur seperti masukan
[image:36.595.141.455.466.612.2](input),
pengolahan
(processing),
serta keluaran
(output).
Gambar 2.1
Model Sistem
Sumber: Anwar (2004:5)
2.2.2 Pengertian
Informasi
Definisi informasi yang dikemukakan oleh Wahyono yaitu, sebagai
berikut:
Keluaran Pengolahan
“Informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang
lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu
kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
pengambilan suatu keputusan”. (Wahyono, 2004:3)
Kegunaan informasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam proses
pengambilan keputusan tentang suatu keadaan. Sedangkan nilai dari pada
informasi ditentukan oleh manfaat, biaya dan kualitas maksudnya bahwa
informasi dianggap bernilai apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya. Menurut Sondang,
informasi yang mampu mendukung proses pengambilan keputusan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Lengkap, mutakhir, akurat, dapat dipercaya, dan
disimpan sedemikian rupa sehingga mudah ditelusuri untuk digunakan
sebagai alat pendukung proses pengambilan keputusan apabila diperlukan
(Sondang, 2006:76).
Suatu informasi yang berkualitas seperti yang dikemukakan di atas
harus mempunyai empat ciri yang pertama yaitu: suatu informasi harus
akurat, akuratnya informasi karena telah melakukan pengujian dan apabila
pengujian tersebut berhasil maka informasi tersebut dianggap data. Kedua,
suatu informasi harus tepat waktu, karena suatu informasi harus ada jika
informasi tersebut diperlukan. Ketiga, suatu informasi harus relevan, karena
suatu informasi yang diberikan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan
dan yang keempat, adalah suatu informasi haruslah lengkap tidak boleh
Penjelasan di atas antara sistem, data dan informasi memiliki
kesinambungan yang saling melengkapi. Data merupakan bahan baku atau
bahan awal bagi suatu informasi dari data-data yang masih bersifat acak
kemudian data tersebut disaring untuk mendapatkan informasi yang akurat,
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya data yang sudah
menjadi informasi tersebut akan menjadi sistem informasi, yaitu bagian dari
komponen-komponen yang berasal dari hasil pengolahan data, yang
kemudian akan di informasikan kepada seseorang yang memerlukan
informasi tersebut.
2.2.3 Pengertian
Sistem
Informasi
Pengertian sistem informasi menurut Kadir dalam bukunya yang
berjudul
Pengenalan Sistem Informasi
,
yaitu :
“Sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer,
teknologi informasi dan prosedur kerja), ada sesuatu yang diproses
(data menjadi informasi), dan dimaksudkan untuk mencapai suatu
sasaran dan tujuan”. (Abdul Kadir,2003:10)
Sistem informasi merupakan komponen yang terdiri dari manusia,
komputer, teknologi informasi dan prosedur kerja yang diproses antara data
menjadi informasi dan di maksudkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan. Sistem informasi juga digunakan untuk mendukung didalam
pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian dan untuk memberikan
Selain menurut Abdul kadir sistem informasi juga didefinisikan oleh
Azhar Susanto sebagai berikut :
“Sistem informasi adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik phisik
maupun non phisik yang saling berhubungan satu sama dan bekerja
sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah
data menjadi informasi yang berguna”. (Azhar Susanto,2004:55).
Definisi di atas menjelaskan bahwa sistem informasi merupakan
kumpulan dari sub sistem baik fisik maupun non fisik yang saling
berhubungan dan bekerja sama antara yang satu dengan yang lainnya untuk
mencapai suatu tujuan. Jadi, sistem informasi merupakan pengolahan data
menjadi informasi yang berguna untuk orang banyak yang membutuhkan
informasi tersebut.
Perkembangan zaman yang semakin maju dan teknologi yang
semakin canggih, maka dalam pengolahan data secara elektronik sangat
mendukung dalam berbagai kegiatan atau aktivitas. Pengolahan data secara
elektronik merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk
menyediakan informasi dengan menggunakan komputer yang mencangkup
pengumpulan, pemprosesan, penyimpanan, dan pengawasan hasil
pengolahan tersebut.
Menurut Anwar, alasan–alasan sekaligus latar belakang diterapkannya
sistem informasi di lingkungan pemerintah daerah, yaitu:
1. “Peran informasi dan teknologi yang semakin canggih serta
mendominasi di hampir semua bidang kehidupan sehingga
mendorong ke arah globalisasi.
jaringan internet, batas wilayah negara semakin tidak jelas,
persaingan perdagangan semakin ketat.
3. Munculnya tuntutan masyarakat pada birokrat untuk meningkatkan
kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
4. Kemajuan teknologi informasi yang semakin maju dan mampu
mendorong kegiatan”.
(Anwar, 2004:112-113)
Perkembangan teknologi begitu cepat seiring dengan semakin
pesatnya dunia informasi, sehingga menjadikan jarak antara negara yang
satu dengan yang lain begitu dekat dengan adanya teknologi. Hal ini juga
yang menjadikan peran informasi dituntut untuk selalu akurat agar tidak
ketinggalan informasi, hampir semua kegiatan sehari-sehari tidak akan
terlepas dari pengaruh teknologi. Berkembang pesatnya peran informasi dan
teknologi menyebabkan semakin mendekatkan wilayah negara sehingga
batas wilayah tidak jelas.
Oleh karena itu, dalam hal ini bahwa pemerintah harus menerapkan
pengolahan data secara elektonik yang bertujuan untuk memberikan
kemudahan dalam mengakses informasi yang cepat, akurat dan bernilai yang
berguna bagi penerima informasi. Penerapan pengolahan data secara
elektronik tersebut, tidak hanya di tingkat pusat saja melainkan di tingkat
daerah juga perlu diterapkan pengolahan data secara elektronik.
2.2.4 Sistem Informasi Kios 3 in 1
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
aplikasi perangkat lunak yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi
untuk memudahkan praktik pemerintahan yang lebih efisien dan efektif,
pelayanan yang lebih terjangkau dan memperluas akses publik untuk
memperoleh informasi sehingga akuntabilitas pemerintah meningkat. Sistem
informasi kios
3 in 1
ini merupakan
software
yang berisi informasi-informasi
tentang pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja melalui bursa kerja yang
di peruntukkan kepada masyarakat luas yang membutuhkan pekerjaan.
Pertama,
pelatihan merupakan komponen pertama yang ditujukan
untuk peningkatan kualitas tenaga kerja dengan pemberian ketrampilan kerja
sesuai dengan permintaan pasar kerja secara umum. Komponen pelatihan
dalam kios
3 in 1
diadopsi dari program pelatihan yang dikembangkan oleh
direktorat jenderal pembinaan pelatihan dan produktivitas ( Ditjen Binalattas),
prinsip pelatihan adalah melengkapi kompetensi kerja yang sesuia dengan
tuntutan permintaan atau syarat jabatan. Efektivitas pelatihan sangat
tergantung pada kondisi tenaga kerja yang akan dilatih. Penyelenggaraan
pelatihan perlu didukung oleh sistem informasi pasar kerja tentang
ketersediaan dan kondisi penyediaan tenaga kerja.
Kedua,
sertifikasi dimaksudkan sebagai “komponen antara” bagi
tenaga kerja yang sudah mengikuti pelatihan dan lulus dalam uji kompetensi.
Uji kompetensi disini termasuk di dalamnya uji pengetahuan, uji keterampilan
dan uji perilaku yang merupakan factor penting dalam menyiapkan tenaga
Ketiga
, penempatan yaitu terdiri dari bursa kerja, informasi pasar kerja,
analisa, bimbingan dan penyuluhan jabatan. Bursa kerja adalah lembaga
penempatan tenaga kerja dengan fungsi memfasilitasi pertemuan antara
pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja (perusahaan). Informasi pasar
kerja merupakan suatu kegiatan yang memberikan informasi mengenai
persediaan dan kebutuhan tenaga kerja serta karakteristik yang berhubungan
dengan kedua hal tersebut secara terus-menerus. Fungsi informasi pasar
kerja adalah: 1) mengelola data pencari kerja, lowongan dan penempatan 2)
menyediakan informasi perkembangan kondisi pasar kerja local, regional dan
nasional kepada perusahaan dan pekerja, dunia pendidikan dan pelatihan
dan kepada penyusun kebijakan, serta analisis ketenagakerjaan.
41
3.1 Gambaran Umum BBPLKDN Bandung
3.1.1 Sejarah BBPLKDN Bandung
Balai besar pengembangan latihan kerja dalam negeri (BBPLKDN)
bandung adalah lembaga pelatihan pemerintah yang merupakan unit
pelaksana teknis dalam hal ini direktorat jenderal pembinaan pelatihan dan
produktivitas departemen tenaga kerja dan transmigrasi republik Indonesia.
Diresmikan pada tanggal 23 februari 1952 atas inisiatif pemerintah republik
Indonesia bekerjasama dengan program
Colombo Plan,
terletak dijalan
jenderal Gatot Subroto No. 170 Bandung dengan luas lahan tiga hektar.
Lembaga pelatihan di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia berdiri sejak tahun 1952 Balai Besar
Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri Bandung telah berpengalaman
dalam melatih dan memberikan pembekalan keterampilan untuk pencari
kerja, karyawan, guru sekolah atau lembaga pelatihan selama puluhan tahun
dan lulusannya sudah tersebar di berbagai perusahaan dan instansi seluruh
Indonesia.
Tugas pokok, fungsi BBPLKDN Bandung adalah “melakukan dan
mengembangkan pelatihan, uji kompetensi, sertifikasi dan konsultansi bidang
instruktur, tenaga pelatihan dan tenaga kerja”. Untuk memenuhi kebutuhan
pelatihan yang dilaksanakan di BBPLKDN Bandung mengacu pada sistem
pelatihan berbasis kompetensi. Melakukan uji kompetensi dalam rangka
sertifikasi profesi bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sehingga tenaga kerja Indonesia
khususnya lulusan BBPLKDN Bandung akan mampu bersaing dalam pasar
kerja global.
“Selangkah lebih maju” dengan tekad BBPLKDN Bandung berusaha
menjawab tantangan perkembangan teknologi dan dunia industri dengan
selalu mengaktualisasikan sistem, sumberdaya maupun sarana pelatihan
serta telah memiliki sertifikat ISO 9001:2008.
Visi:
Mewujudkan BBPLKDN Bandung sebagai
“center of excellence,
center of development, center of empowerment”
di bidang pendidikan dan
pelatihan dalam rangka mendukung kebijakan dan program ketenagakerjaan.
Misi:
1. Melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan pelatihan, uji
kompetensi, sertifikasi dan konsultasi.
2. Melaksanakan pengembangan sumber daya pelatihan.
3.1.2 Tugas dan Fungsi BBPLKDN Bandung
Sejak berdirinya BBPLKDN Bandung telah memiliki tugas pokok dan
fungsi melatih dan mencetak instruktur latihan kerja, disamping itu juga
melatih pencari kerja dan karyawan industri. Para instrukturnya mendapatkan
pelatihan maupun
upgrading
di dalam dan di luar negeri sehingga memiliki
pengalaman dan motivasi yang baik.
Sebagai badan layanan umum maka BBPLKDN Bandung akan
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sesuai dengan
kapasitasnya. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah membantu
penyerapan lulusan oleh BBPLKDN Bandung dengan menyediakan layanan
“
kios
3 in 1”
yaitu bentuk layanan untuk mengakses lowongan kerja melalui
internet serta bursa tenaga kerja khusus (BKK) yang bisa dimanfaatkan oleh
lulusan maupun perusahaan yang membutuhkan lowongan kerja.
Lingkup layanan yang ada di BBPLKDN Bandung meliputi: pelatihan,
uji kompetensi atau sertifikasi, konsultasi pelatihan, kerjasama produksi.
Pertama,
pelatihan berbasis kompetensi dan program-program pelatihan
disusun mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) serta kebutuhan industry.
Kedua,
sertifikasi yaitu BBPLKDN telah
terakreditasi sebagai tempat uji kompetensi dari lembaga sertifikasi profesi
(LSP) dan memiliki asesor yang bersertifikasi LSP siap melayani sertifikasi
untuk: teknisi otomotif, logam mesin, telematika, konstruksi, listrik.
Ketiga,
konsultasi pelatihan yaitu penyusunan program pelatihan, pengelolaan
evaluasi program pelatihan.
Keempat,
kerjasama poduksi yaitu industri
manufaktur: pembuatan komponen mesin dan produksi, industri kecil