• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Kios 3 IN 1 Di Balai Besar pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri (BBPLKDN) Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Kios 3 IN 1 Di Balai Besar pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri (BBPLKDN) Bandung"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

(BBPLKDN) BANDUNG

LAPORAN KKL

Diajukan sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan

Di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri

Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun Oleh :

ARWINDA KUSNIADEWI

41708001

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

BANDUNG

(2)

iii 

 

Alhamdulilahhirobil’alamin segala bentuk syukur saya panjatkan

kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada saya

sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

yang berjudul

“Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Kios 3 in 1 Di

Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri (BBPLKDN)

Bandung”

dengan tepat waktu.

Penulis sadar bahwa Laporan KKL ini masih jauh dari kesempurnaan

karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan sumbangan kritik dan saran dari para pembaca demi

kesempurnaan laporan KKL ini.

Atas segala bantuan serta bimbingan yang penulis terima, tidak lupa

penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,M.A selaku Dekan FISIP

Unikom.

2. Ibu Nia Karniawati, S.IP.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Pemerintahan FISIP Unikom dan dosen wali, terimakasih banyak atas

segala waktunya serta arahannya.

3. Ibu Poni Sukaesih, S.IP.,M.Si selaku dosen pembimbing pendamping

terimakasih banyak atas segala waktunya, arahan dan motivasi nya.

Semoga laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat berguna dan

bermanfaat, serta semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan

Hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

Bandung, 18 November 2011

(3)

1

1.1 Latar Belakang Laporan KKL

e-Government

merupakan aspek penting yang digunakan oleh

pemerintah dalam melakukan transaksi dengan masyarakatnya dalam hal

pelayanan publik maupun untuk melakukan kegiatan administratif agar lebih

efektif dan efisien. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 Tentang

kebijakan dan strategi nasional pengembangan

e-Government

adalah

peraturan yang menangani masalah strategi pengembangan

e-Government

di lingkungan pemerintahan Indonesia. Inpres tersebut menjadi landasan

hukum mengenai implementasi

e-Government

di setiap instansi

pemerintahan yang ada di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Republik Indonesia NO.PER.07/MEN/IV/2011 tentang Organisasi Dan Tata

Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi. Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri

(BBPLKDN) dalam hal ini merupakan lembaga yang ada di bawah

Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi mengembangkan suatu sistem

informasi yang bernama Kios

3 in 1

. Sistem informasi kios

3 in 1

ini

merupakan suatu program yang memiliki keunggulan dalam hal menyediakan

informasi pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja. Dimana masyarakat

(4)

penempatan kerja dengan membuka website

http://

kios3in1.net

.

Sistem

informasi kios

3 in 1

bekerjasama dengan pihak-pihak swasta yang sudah

terkoneksi dengan BBPLKDN Bandung sehingga kerjasama dapat terhubung

dengan baik antara pencari kerja dan pihak yang membutuhkan tenaga kerja.

Konsep

e-Government

di instansi pemerintahan dengan menerapkan

teknologi informasi melalui sistem komputerisasi dan penggunaan internet

memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk memperbaiki mutu dan kualitas

pelayanan khususnya pelayanan yang ada di BBPLKDN Bandung. Apabila

kualitas pelayanan sudah dapat dilakukan dengan optimal akan berdampak

pada efesiensi dan efektivitas kinerja aparaturnya.

Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri Bandung

dalam implementasi sistem informasi kios

3 in 1

mengalami beberapa

permasalahan sebagai tantangan yang harus di hadapi untuk memperbaiki

kualitas pelayanan yang akan datang, itu semua terlihat pada penjelasan

berikut ini:

Pertama,

permasalahan yang berhubungan dengan proses

komunikasi. Peserta pelatihan yang mengakses kios

3 in 1

tidak

mendapatkan materi pelatihan secara mendetail di kios

3 in 1

serta biaya

pelatihan yang tidak di cantumkan di website kios

3 in 1

agar orang tua atau

calon peserta pelatihan yang melakukan akses melalui website

http://kios3in1.net

sebelumnya memiliki gambaran tentang data biaya,

persyaratan, dan modul apa yang akan di pelajari lalu setelah itu di

konfirmasi kembali ke pihak

Customer Service Officer

(CSO)

dengan begitu

(5)

terimplementasikan secara optimal, karena permasalahan mengenai data

biaya, persayaratan, serta modul pelatihan belum ada di dalam menu kios

3

in 1

.

Kedua,

permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya aparatur.

Masih kurangnya sumber daya ahli yang dapat mengelola kios

3 in 1.

Hanya

ada dua orang staf yang ahli dan itu merangkap sebagai instruktur di

BBPLKDN Bandung, itu berarti pelimpahan tanggung jawab tidak sesuai

dengan fungsinya. Sumber daya peralatan yaitu perlengkapan komputer

yang ada di ruangan komputer dalam hal perawatannya belum maksimal dari

10 unit komputer yang ada di ruangan kios

3 in 1

hanya lima saja yang dapat

digunakan, ada beberapa keluhan saat masyarakat datang mengenai akses

internet yang terkadang lama, dan komputer hanya dapat digunakan

beberapa saja. Komputer-komputer yang ada di ruangan kios

3 in 1

tidak

semuanya dapat digunakan, ada beberapa komputer yang rusak tetapi tidak

ditangani untuk di perbaiki.

Ketiga.

permasalahan yang berkaitan dengan disposisi. Masih

lamanya proses yang dilalui oleh aparatur kios

3 in 1

untuk mengurus

prosedur kerusakan barang/fasilitas kios

3 in 1.

Apabila ada fasilitas kios

3 in

1

yang rusak prosedurnya harus melalui berita acara (BAP) kerusakan

fasilitas kios

3 in 1

serta membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan.

Disposisi seperti itu masih kurang efektif.

Keempat,

permasalahan belum adanya aturan teknis standar

(6)

implementasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung. Berdasarkan latar belakang

tersebut serta fenomena-fenomena mengenai implementasi kios

3 in 1

di

BBPLKDN Bandung, maka penulis mengambil judul Laporan Kuliah Kerja

Lapangan (KKL) sebagai berikut:

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

SISTEM

INFORMASI KIOS 3 IN 1 DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN

KERJA DALAM NEGERI (BBPLKDN) BANDUNG.”

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk menjelaskan fokus masalah yang dalam KKL ini, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi dalam implementasi kebijakan sistem

informasi

kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung?

2. Bagaimana sumber daya dalam implementasi kebijakan sistem

informasi

kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung?

3. Bagaimana disposisi dalam implementasi kebijakan sistem informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung?

4. Bagaimana struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan kios

3 in 1

di

BBPLKDN Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Laporan KKL

Maksud dari KKL ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan

sistem informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung. Sedangkan tujuan KKL ini

(7)

1. Untuk mengetahui komunikasi dalam implementasi kebijakan sistem

informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung.

2. Untuk mengetahui sumber daya dalam implementasi kebijakan sistem

informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung.

3. Untuk mengetahui disposisi dalam implementasi kebijakan sistem

informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung.

4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan sistem

informasi kios

3 in 1

di BBPLKDN Bandung.

1.4 Kegunaan Laporan KKL

Sejalan dengan permasalahan di atas diharapkan memiliki kegunaan

yang bersifat teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Bagi penulis, yaitu diharapkan dapat memahami dan menambah

wawasan serta dapat memberikan manfaat tentang makna dari

implementasi

e-Government

melalui kebijakan kios

3 in 1

di BBPLKDN

Bandung.

2. Bagi kegunaan ilmiah, diharapkan hasil KKL ini dapat dijadikan bahan

informasi bagi perkembangan ilmu pemerintahan khususnya Mata Kuliah

e-Government

.

3. Kegunaan praktis, dari hasil KKL ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dan masukan bagi pemerintah khususnya BBPLKDN Bandung

(8)

1.5 Kerangka Pemikiran

Implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin

Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu

to

implement.

Dalam kamus besar Webster,

to implement

(mengimplementasikan)

berarti

to provide the means for

carrying out

(menyediakan sarana

untuk melaksanakan sesuatu); dan

to give practicial effect to

(untuk

menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”. (Kamus Webster

dalam Wahab, 2008:64)

Berdasarkan pengertian di atas implementasi adalah sesuatu yang

dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat dapat berupa

undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang

dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan bernegara.

Suatu badan atau lembaga pemerintah seperti BBPLKDN Bandung

yang berada di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

memerlukan suatu kebijakan untuk mengarahkan tindakan-tindakan agar

tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Carl

Friedrich yang dikutip Solichin Abdul Wahab dalam bukunya yang berjudul

Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakasanaan

Negara.

(9)

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan.

Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai seseorang, kelompok ataupun

pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus

mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang diinginkan.

Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah

maupun tidak dilakukan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pengertian

kebijakan menurut Sharkansky dalam Widodo adalah:

“What government say

and do, or not to do. It is the goals or purpose of government programs”.

(Sharkansky dalam Widodo, 2010:12)

Di bawah ini merupakan pengertian implementasi kebijakan menurut

Edward III adalah:

“Policy Implementation as we have seen, is the stage of policy making

between the establishment of a policy such as the passage of a

legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a

judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule and the

consequences of the policy for the people whom it affects.”

(Edward III,

1980:1)

Definisi di atas menekankan bahwa implementasi kebijakan

merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat

dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan

dan kebijakan yang dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan

bernegara.

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, George C.

(10)

keberhasilan suatu implementasi dalam bukunya yang berjudul

Implementing

Public Policy

, yaitu:

“Aside from directly affecting implementation, however, they also

indirectly affect it trough their impact on each in other words

communications affect resources dispositions and bureaucratic

structures which in turn influence implementation.”

(George III

Edward,1980:147).

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan George C. Edward III di

atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu

implementasi, adalah sebagai berikut

1. Comunication

2. Resources

3. Disposition

4. Bureaucratic Structure.

(Edward III 1980: 9-10)

Berdasarkan pengertian Implementasi menurut Edward III diatas,

bahwa suatu implementasi dipengaruhi oleh komunikasi, sumberdaya, sikap

para pelaksana (disposisi) dan struktur birokrasi yang dimana hal tersebut

merupakan suatu sistem yang saling berkaitan.

Dengan demikian, model pendekatan implementasi menurut Edward III

(11)

Communiction 

Resources

Disposition

Bureaucratic  Structure 

Implementation 

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut George C. Edward III

Sumber: George III Edwards, (1980:148).

Keberhasilan suatu implementasi menurut Edwards III dapat

dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1.

Communication

(Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with

dicretion as they attempt to turn general policies into specific

actions. This discretion as they attemp to turn general policies into

specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to

further the aims of the original decision makers. Thus,

implementation instruction that are not transmitted, that are too

precise may hinder implementation. Conservely, directives that are

too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht

are too precise may hinder implementation by stifling creativity and

adaptability.”

(George III Edwards, 1980:10).

Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi

sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan.

Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah

mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan

[image:11.595.158.499.160.314.2]
(12)

setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan

(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi

transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan

konsistensi. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya

kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

2.

Resource

(Sumber daya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and

no matter how accurately they are transmitted, if the personnel

responsible for carrying out policies lack the resources to do an

effective job, implementation will not be effective. Important

resources include staff of the proper size and with the necessary

expertise; relevant and adequate information on how to implement

policies and on the compliance of the others involved in

implementation; the outhority to ensure that policies are carried out

as they are intended; and facilities (including buildings, equipment,

land and supplies) in which or with which to provide services.

Insufficients resources will mean that laws will not be enforced,

services will not provided, and reasonable regulation in policy

implementation.”

(George III Edwards, 1980:10-11).

Menurut George C. Edwards III bahwa sumber-sumber yang dapat

menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya

yang tersedia, karena menurut George C. Edwards III sumber daya

merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber

daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses

pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses

(13)

biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan

untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

suatu implementasi. Sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang

berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu

implementasi.

3.

Disposition

(Disposisi).

”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical

factor in our approach to the study of public policy implementation.

If implementatition is to proceed effectively, not only must

implenentors know what to do and have the capability to do it, but

they must also desire to carry out a policy. Most implementors can

exercise considerable discretion in the implementation of pilicies.

One of the reasons for this is their independence from their nominal

superiors who formulate the policies. Another reason is the

complexity of the policies themselves. The way in which

implementors exercise their discretion, however, depends in large

part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in

turn, will be influenced by their views toward the policies per se and

by how they see the policies affecting their organizational and

personal interests

.” (George III Edwards, 1980:11).

Menurut George C. Edwards III, disposisi atau sikap para pelaksana

adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika

pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus

mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan

untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi

oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan

(14)

Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau

sikap para pelaksana dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi

sangat penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat

banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas

atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,

kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

4.

Bureaucratic structure

(Struktur birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and

implementors know what to do and want to do it, implementation

may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic

stricture. Organizational fregmentatition may hinder the

coordination necessary to implement succesfully a complex policy

requaring the coopation of many people, and it may also waste

scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies

working at cross-purposes, and result in important function being

overloocked.”

(George III Edwards, 1980:11-12).

Menurut George C. Edwards III, walaupun sumber-sumber untuk

melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa

yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan

suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau

terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi

sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan

secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa struktur organisasi dalam suatu badan sangat berperan

(15)

kebijakan dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tertata rapih guna

tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama.

Pengertian

e-Government

menurut World Bank

yang dikutip oleh Eko

Indrajit dalam bukunya yang berjudul

Electronic Government: Strategi

Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis

Teknologi Digital

adalah:

“e-Government refers to the use by government agencies of

information technologies (such as Wide Area Networks, the internet

and mobile computing) that have the ability to transform relations with

citizen, business and other arms of government”

. (World Bank dalam

Indrajit, 2006:3)

Pengertian

e-Government

menurut World Bank di atas bermakna

bahwa

e-Government

merupakan teknologi informasi yang digunakan oleh

pemerintah untuk memberikan informasi untuk masyarakat yang dalam hal ini

proses transformasi terjadi dari pemerintah kepada pihak swasta yaitu

masyarakat bisnis yang bekerjasama dengan pemerintah. Teknologi

informasi itu seperti penggunaan

Wide Area Network

, jaringan internet dan

Mobile Computing

, fasilitas teknologi informasi itu yang memberikan

kemudahan bagi proses transformasi data dari pemerintah kepada pihak

swasta (masyarakat bisnis).

Sistem informasi merupakan bentuk penerapan dalam sebuah

organisasi, dimana penerapan/penggunaan sistem informasi dalam sebuah

organisasi tersebut untuk mendukung dalam mengumpulkan dan mengolah

data dan menyediakan informasi yang berguna di dalam perencanaan,

(16)

lebih kompleks membuat manajemen melakukan permintaan yang semakin

besar terhadap fungsi sistem informasi. Menurut pendapat Tata Sutabri

dalam bukunya Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan sistem

informasi, sebagai berikut:

“Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi, yang

mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang

mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan

kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan

kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”

(Susanto, 2004:42).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem

informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan

kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi media, prosedur-prosedur dan

pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna

memproses tipe transaksi rutin tertentu yang menyediakan suatu dasar

informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik. Sistem informasi juga

merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan

akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk

mengendalikan organisasi.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik

Indonesia NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 tentang organisasi dan tata kerja

unit pelaksana teknis di lingkungan kementerian tenaga kerja dan

transmigrasi bahwa kios

3 in 1

itu merupakan sistem informasi yang

terhubung dengan internet berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai

(17)

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat model kerangka

[image:17.595.69.552.240.510.2]

pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.2

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Dalam Laporan KKL

1.6.1 Metode Dalam Laporan KKL

Metode dalam laporan KKL yang digunakan adalah metode

deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisa yang dilakukan dengan

cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan atau fenomena yang

nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanapiah Faisal dalam bukunya

Komunikasi

Sumber

Daya

Disposisi

Struktur

Birokrasi

 

Implementasi

Mewujudkan

BBPLKDN

Bandung sebagai

pusat informasi

dengan adanya

sistem informasi

kios

3 in 1

untuk

memberikan

pelayanan yang

(18)

Format-Format Penelitian Sosial

,

mendefinisikan pengertian penelitian

deskriptif (

descriptive research

), sebagai berikut:

“Untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau

kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah

variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.

Jenis penelitian ini tidak menggunakan dan tidak melakukan

pengujian hipotesis, berarti tidak dimaksudkan untuk membangun

dan mengembangkan perbendaharaan teori” (Faisal, 1999:20).

Pendekatan yang digunakan dalam laporan KKL adalah kualitatif.

Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah:

“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi

obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),

analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada

generalisasi

” (Sugiyono, 2005:1).

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang

mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data

yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data

yang tampak (Sugiyono, 2005:3). Oleh karena itu dalam penelitian

kualitatif tidak menekankan pada

generalisasi

, akan tetapi lebih

menekankan pada makna.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam KKL ini adalah

(19)

1.

Observasi partisipan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

mengamati secara langsung permasalahan yang ada dengan

menggunakan indera penglihatan di BBPLKDN Kota Bandung

selaku pihak yang berkompeten dalam penyediaan informasi Kios

3

in 1

Di Kota Bandung. Observasi ini mengenai cara dan metode

yang digunakan dalam penyampaian informasi kegiatan-kegiatan

yang ada di kios

3 in 1

melalui

website

http://kios3in1.net

dan

bagaimana tanggapan masyarakat tentang adanya aplikasi kios

3

in 1

ini.

2. Wawancara tidak terstruktur, yaitu sebuah cara yang dilakukan

oleh penulis dengan berbicara secara langsung dengan

narasumber untuk dijadikan data yang kemudian dianalisa.

Wawancara dilakukan dengan aparatur Pemerintah yang ada di

BBPLKDN khususnya di bagian

Customer Service Officer (CSO)

yang bertugas mengelola kios

3 in 1

. Pengumpulan data melalui

wawancara sangat diperlukan karena dapat memperoleh data

sejelas mungkin.

3. Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mencari buku-buku

yang berhubungan langsung dengan efektivitas penyampaian

informasi tentang kios

3 in 1

melalui

website

http://kios3in1.net

di

BBPLKDN Bandung.

4. Dokumentasi, yaitu format pencatatan dokumen dan sumber

(20)

BBPLKDN Bandung atau kegiatan pengumpulan bukti-bukti atau

keterangan-keterangan tertulis yang dapat di jadikan informasi

dalam mengolah laporan KKL.

1.6.3 Analisa Data

Analisa data merupakan suatu kegiatan yang mengacu pada

penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam

rangka menentukan bagian-bagian atau hubungan diantara bagian dalam

keseluruhan. Penulis dalam menganalisis data, yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data terlebih dahulu sebelum diinterprestasikan

artinya data diproses terlebih dahulu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono dalam bukunya

Memahami Penelitian Kualitatif

menyebutkan ada tiga unsur dalam

kegiatan proses analisa data, sebagai berikut:

1.

Data Reduction

(reduksi data), yaitu bagian dari proses

analisis dengan bentuk analisis untuk mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak

penting dan mengatur data sehingga dapat disimpulkan.

2.

Data Display

(penyajian data), yaitu susunan informasi yang

memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan, sehingga

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.

3.

Conclusion Verification

(penarikan kesimpulan), yaitu suatu

kesimpulan yang diverifikasi dengan cara melihat dan

mempertanyakan kembali, dengan meninjau kembali secara

sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh

pemahaman yang lebih cepat. (Sugiyono, 2007:92-99).

Penulis menggunakan analisis ini supaya dapat

(21)

terkumpul, sehingga siap untuk diinterpretasikan. Disamping itu data

yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam dan kredibel serta

bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.

1.7 Lokasi dan Waktu KKL

Lokasi KKL dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja

Dalam Negeri Kota Bandung yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto No.170 A

Telp/fax : (022) 2504467/(022) 7312564, email: indo2nvtdc.com, website:

www.nvtdc.com

. Adapun jadwal kegiatan KKL yang telah direncanakan

selama 1 bulan yaitu dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Agustus

[image:21.595.111.540.405.711.2]

2011.

Tabel 1.1

Jadwal KKL

No. Kegiatan

Tahun 2011

Tahun 2011

Juni

Juli Agt Sept Okt Nov

1.

Tahap Persiapan

a. Observasi lokasi KKL

b. Pengajuan judul

c. Penyusunan usulan

KKL

d. Seminar usulan KKL

2.

Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan KKL

b. Observasi

c. Studi Kepustakaan

3.

Tahap Akhir

(22)

20

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Implementasi Kebijakan

2.1.1 Pengertian

Implementasi

Dengan adanya sistem informasi Kios

3 in 1

pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat

pengeluaran biaya. Oleh karena itu, dalam menunjang terciptanya tertib

administrasi dan peningkatan pelayanan publik, perlu didukung dengan

adanya implementasi sistem informasi kios

3 in 1

yang berorientasi pada

pelayanan pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja sesuai dengan visi dan

misi yang akan dicapai oleh Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam

Negeri (BBPLKDN) Bandung.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster

yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu

to implement

.

Dalam kamus besar webster,

to implement

(mengimplementasikan)

berati

to provide the means for carrying out

(menyediakan sarana

untuk melaksanakan sesuatu); dan

to give practical effect to

(untuk

menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)” (Webster dalam

Wahab, 2004:64).

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu

to implement

yang

berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana

(23)

terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak

atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah,

keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga

pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan

juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah :

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya

tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”. (Van Meter

dan Van Horn dalam Wahab, 2008:65)

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan

tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta

yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan

pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya.

Namun dalam praktiknya badan-badan pemerintah sering menghadapi

pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga

membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang

seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Mazmanian dan Sabatier juga mendefinisikan implementasi sebagai

berikut:

(24)

mencakup baik usaha-usaha untuk meng-administrasikannya maupun

untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat”.

(Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab,2008:65)

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier merupakan

pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk

perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan

badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui

sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang,

kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan

seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

2.1.2 Pengertian

Kebijakan

Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa

Inggris “

policy

”. Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan

kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok,

instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan

tertentu. (Anderson dalam Wahab, 2008:2). Oleh karena itu, kebijaksanaan

menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang sengaja dilakukan oleh

aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di hadapi.

Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah

maupun tidak dilakukan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pengertian

kebijakan menurut Sharkansky dalam Widodo adalah:

“What government say

and do, or not to do. It is the goals or purpose of government programs”.

(25)

Kebijakan negara menurut pendapat Chief J.O Udoji yang dikutip oleh

Wahab bahwa:

“Kebijakan negara adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah

pada suatu tujuan tertentu yang dirahkan pada suatu masalah atau

sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang

mempengaruhi sebagaian besar warga masyarakat” (Udoji dalam

Wahab, 2008:5).

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan

dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok

ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi

harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang

diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan

nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan

berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika

diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu

mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Pengertian implementasi kebijakan menurut Edward III adalah sebagai

berikut:

(26)

legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a

judisial decision, or the promulgation of a regulatory rule and the

consequences of the policy for the people whom it affects”.

(Edward III,

1980:1)

Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu

keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga

harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan

dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar

suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai

merugikan masyarakat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh

Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan

alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur

dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan

guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”. (Lester dan

Stewart dalam Winarno, 2002:101-102)

Definisi di atas menekankan bahwa implementasi kebijakan

merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat

dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan

dan kebijakan yang dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan

bernegara.

Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk

(27)

bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau

turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu,

implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua

pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk

program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, maka George

Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi

keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1.

Comunication.

2.

Resources.

3.

Disposition.

4.

Bureaucratic Structure.

(Edward III, 1980:10)

Keberhasilan suatu implementasi menurut George Edwards III dapat

dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1.

Communication

(Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with

dicretion as they attempt to turn general policies into specific

actions. This discretion as they attemp to turn general policies into

specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to

further the aims of the original decision makers. Thus,

implementation instruction that are not transmitted, that are too

precise may hinder implementation. Conservely, directives that are

too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht

are too precise may hinder implementation by stifling creativity and

adaptability.”

(George III Edwards, 1980:10).

 

Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi

sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan.

Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah

(28)

dikerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga

setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan

(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain:

dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik,

kejelasan, dan konsistensi. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya

kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula

sebaliknya.

2.

Resource

(Sumber daya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and

no matter how accurately they are transmitted, if the personnel

responsible for carrying out policies lack the resources to do an

effective job, implementation will not be effective. Important

resources include staff of the proper size and with the necessary

expertise; relevant and adequate information on how to implement

policies and on the compliance of the others involved in

implementation; the outhority to ensure that policies are carried out

as they are intended; and facilities (including buildings, equipment,

land and supplies) in which or with which to provide services.

Insufficients resources will mean that laws will not be enforced,

services will not provided, and reasonable regulation in policy

implementation.”

(George III Edwards, 1980:10-11).

 

Menurut George C. Edwards III bahwa sumber-sumber yang dapat

menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya

yang tersedia, karena menurut George C. Edwards III sumber daya

merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber

(29)

pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses

implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia,

biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan

untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

suatu implementasi. Sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang

berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu

implementasi.

3.

Disposition

(Disposisi).

”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical

factor in our approach to the study of public policy implementation.

If implementatition is to proceed effectively, not only must

implenentors know what to do and have the capability to do it, but

they must also desire to carry out a policy. Most implementors can

exercise considerable discretion in the implementation of pilicies.

One of the reasons for this is their independence from their nominal

superiors who formulate the policies. Another reason is the

complexity of the policies themselves. The way in which

implementors exercise their discretion, however, depends in large

part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in

turn, will be influenced by their views toward the policies per se and

by how they see the policies affecting their organizational and

personal interests

.” (George III Edwards, 1980:11).

Menurut George C. Edwards III, disposisi atau sikap para pelaksana

adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika

pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus

mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan

(30)

oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan

bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana).

Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau

sikap para pelaksana dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi

sangat penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat

banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas

atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,

kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

4.

Bureaucratic structure

(Struktur birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and

implementors know what to do and want to do it, implementation

may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic

stricture. Organizational fregmentatition may hinder the

coordination necessary to implement succesfully a complex policy

requaring the coopation of many people, and it may also waste

scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies

working at cross-purposes, and result in important function being

overloocked.”

(George III Edwards, 1980:11-12).

 

Menurut George C. Edwards III, walaupun sumber-sumber untuk

melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa

yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan

suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau

terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi

sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan

secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi, dapat

(31)

penting dimana untuk menentukan keberhasilan dari suatu implementasi

kebijakan dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tertata rapih guna

tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi menurut Edward III di atas,

maka Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat

mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4.

Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

(Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat

dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :

Pertama

yaitu ukuran

dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan,

hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah

direncanakan. Dalam ukuran Sistem Informasi kios

3 in 1

yang menjadi

sasaran adanya kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan

adanya kemudahan dalam pembuatan berbagai urusan tentang pelatihan,

sertifikasi dan penempatan kerja. Tujuan dari implementasi Sistem Informasi

kios

3 in 1 ,

yaitu untuk memberikan layanan secara cepat dan aman dalam

(32)

Kedua,

sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn

yang dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan

proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan

sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino,

2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk

keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber

penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran

pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan

waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena

waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu

merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan

kebijakan.

Ketiga,

keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri

badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja

implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri

yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya.

Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas

atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,

kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya

(Subarsono, 2006:7).

Menurut Edward III

“Their attitudes in turn will be influenced by their

(33)

organizational and personal interest”

hal tersebut bermakna bahwa watak,

karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,

kejujuran, dan sifat demokratis (Edwards III, 1980:11). Hal ini sangat penting

karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun ciri-ciri

dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik

yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti

apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

Keempat,

komunikasi memegang peranan penting bagi

berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan

Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan

mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur

administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang

lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan

Gunn dalam Wahab, 2004:77)

Menurut Edward III, komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam

dimensi antara lain:

Orders to implement policies must be clear, accurate and

consistent,

(Edward III, 1980:10). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan

bahwa komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain

dimensi transmisi (

transmission

), kejelasan (

clarity

) dan konsistensi

(

consistency

). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya

(34)

Kelima,

menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo,

bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi,

norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter

dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam

menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan harus

dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat

mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi

pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya

masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam,

dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan

menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino adalah sejauh

mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik

yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial,

dan politik (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi,

sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan

suatu implementasi.

2.1.4 Pengertian E-Government

Pengertian

e-Government

menurut World Bank yang dikutip oleh Eko

Indrajit dalam bukunya yang berjudul

Electronic Government

: Srategi

Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis

(35)

“e-Government refers to the use by government agencies of

information technologies (such as Wide Area Networks, the internet

and mobile computing) that have the ability to transform relations with

citizen, business and other arms of government”.

(World Bank dalam

Indrajit, 2006:3)

Dari pengertian diatas

e-Government

merupakan sistem yang

membuat kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi lebih mudah dengan

teknologi informasi berupa internet, komputer

mobile

yang diciptakan

sedemikian rupa untuk membuat kegiatan menjadi lebih mudah.

Berkenaan dengan pengertian

e-Government

menurut

world bank

berikut ini Pengertian

e-Government

Menurut Clay G. Wescott yang dikutip

oleh Eko Inddrajit dalam bukunya yang berjudul

Electronic Government:

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik

Berbasis Teknologi Digital adalah:

“E-government is the use of information and comunications technology

(ICT) to promotemore efficient and cost-efeective government,

facilitate more convenient government service,allow greater public

access to information and make government more accountable to

citizens.”

(Clay dalam Indrajit, 2006:4)

Pengertian

e-Government

di atas memberikan kesimpulan bahwa

e-Government

itu merupakan alat yang membuaat informasi dan komunikasi

menjadi lebih efisien di dapat sehingga masyarakat dapat mengakses

informasi tersebut melalui media seperti internet dan hal tersebut membuat

(36)

2.2 Sistem Informasi

2.2.1 Pengertian

Sistem

Definisi Sistem dalam Kamus

Websters Unbridged

adalah

elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu kesatuan atau organisasi.

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling

bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan.Sistem merupakan

seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerjasama

untuk mencapai beberapa tujuan. Berikut ini merupakan pengertian sistem

menurut kamus Scott yang dikutip oleh Choirul Anwar dalam bukunya yang

berjudul:

Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era

Otonomi Daerah

adalah: “sistem terdiri dari unsur-unsur seperti masukan

[image:36.595.141.455.466.612.2]

(input),

pengolahan

(processing),

serta keluaran

(output).

Gambar 2.1

Model Sistem

Sumber: Anwar (2004:5)

2.2.2 Pengertian

Informasi

Definisi informasi yang dikemukakan oleh Wahyono yaitu, sebagai

berikut:

Keluaran  Pengolahan 

(37)

“Informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang

lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu

kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk

pengambilan suatu keputusan”. (Wahyono, 2004:3)

Kegunaan informasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam proses

pengambilan keputusan tentang suatu keadaan. Sedangkan nilai dari pada

informasi ditentukan oleh manfaat, biaya dan kualitas maksudnya bahwa

informasi dianggap bernilai apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya. Menurut Sondang,

informasi yang mampu mendukung proses pengambilan keputusan memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

Lengkap, mutakhir, akurat, dapat dipercaya, dan

disimpan sedemikian rupa sehingga mudah ditelusuri untuk digunakan

sebagai alat pendukung proses pengambilan keputusan apabila diperlukan

(Sondang, 2006:76).

Suatu informasi yang berkualitas seperti yang dikemukakan di atas

harus mempunyai empat ciri yang pertama yaitu: suatu informasi harus

akurat, akuratnya informasi karena telah melakukan pengujian dan apabila

pengujian tersebut berhasil maka informasi tersebut dianggap data. Kedua,

suatu informasi harus tepat waktu, karena suatu informasi harus ada jika

informasi tersebut diperlukan. Ketiga, suatu informasi harus relevan, karena

suatu informasi yang diberikan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan

dan yang keempat, adalah suatu informasi haruslah lengkap tidak boleh

(38)

Penjelasan di atas antara sistem, data dan informasi memiliki

kesinambungan yang saling melengkapi. Data merupakan bahan baku atau

bahan awal bagi suatu informasi dari data-data yang masih bersifat acak

kemudian data tersebut disaring untuk mendapatkan informasi yang akurat,

jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya data yang sudah

menjadi informasi tersebut akan menjadi sistem informasi, yaitu bagian dari

komponen-komponen yang berasal dari hasil pengolahan data, yang

kemudian akan di informasikan kepada seseorang yang memerlukan

informasi tersebut.

2.2.3 Pengertian

Sistem

Informasi

Pengertian sistem informasi menurut Kadir dalam bukunya yang

berjudul

Pengenalan Sistem Informasi

,

yaitu :

“Sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer,

teknologi informasi dan prosedur kerja), ada sesuatu yang diproses

(data menjadi informasi), dan dimaksudkan untuk mencapai suatu

sasaran dan tujuan”. (Abdul Kadir,2003:10)

Sistem informasi merupakan komponen yang terdiri dari manusia,

komputer, teknologi informasi dan prosedur kerja yang diproses antara data

menjadi informasi dan di maksudkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah

ditentukan. Sistem informasi juga digunakan untuk mendukung didalam

pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian dan untuk memberikan

(39)

Selain menurut Abdul kadir sistem informasi juga didefinisikan oleh

Azhar Susanto sebagai berikut :

“Sistem informasi adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik phisik

maupun non phisik yang saling berhubungan satu sama dan bekerja

sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah

data menjadi informasi yang berguna”. (Azhar Susanto,2004:55).

Definisi di atas menjelaskan bahwa sistem informasi merupakan

kumpulan dari sub sistem baik fisik maupun non fisik yang saling

berhubungan dan bekerja sama antara yang satu dengan yang lainnya untuk

mencapai suatu tujuan. Jadi, sistem informasi merupakan pengolahan data

menjadi informasi yang berguna untuk orang banyak yang membutuhkan

informasi tersebut.

Perkembangan zaman yang semakin maju dan teknologi yang

semakin canggih, maka dalam pengolahan data secara elektronik sangat

mendukung dalam berbagai kegiatan atau aktivitas. Pengolahan data secara

elektronik merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk

menyediakan informasi dengan menggunakan komputer yang mencangkup

pengumpulan, pemprosesan, penyimpanan, dan pengawasan hasil

pengolahan tersebut.

Menurut Anwar, alasan–alasan sekaligus latar belakang diterapkannya

sistem informasi di lingkungan pemerintah daerah, yaitu:

1. “Peran informasi dan teknologi yang semakin canggih serta

mendominasi di hampir semua bidang kehidupan sehingga

mendorong ke arah globalisasi.

(40)

jaringan internet, batas wilayah negara semakin tidak jelas,

persaingan perdagangan semakin ketat.

3. Munculnya tuntutan masyarakat pada birokrat untuk meningkatkan

kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

4. Kemajuan teknologi informasi yang semakin maju dan mampu

mendorong kegiatan”.

(Anwar, 2004:112-113)

Perkembangan teknologi begitu cepat seiring dengan semakin

pesatnya dunia informasi, sehingga menjadikan jarak antara negara yang

satu dengan yang lain begitu dekat dengan adanya teknologi. Hal ini juga

yang menjadikan peran informasi dituntut untuk selalu akurat agar tidak

ketinggalan informasi, hampir semua kegiatan sehari-sehari tidak akan

terlepas dari pengaruh teknologi. Berkembang pesatnya peran informasi dan

teknologi menyebabkan semakin mendekatkan wilayah negara sehingga

batas wilayah tidak jelas.

Oleh karena itu, dalam hal ini bahwa pemerintah harus menerapkan

pengolahan data secara elektonik yang bertujuan untuk memberikan

kemudahan dalam mengakses informasi yang cepat, akurat dan bernilai yang

berguna bagi penerima informasi. Penerapan pengolahan data secara

elektronik tersebut, tidak hanya di tingkat pusat saja melainkan di tingkat

daerah juga perlu diterapkan pengolahan data secara elektronik.

2.2.4 Sistem Informasi Kios 3 in 1

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik

(41)

aplikasi perangkat lunak yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi

untuk memudahkan praktik pemerintahan yang lebih efisien dan efektif,

pelayanan yang lebih terjangkau dan memperluas akses publik untuk

memperoleh informasi sehingga akuntabilitas pemerintah meningkat. Sistem

informasi kios

3 in 1

ini merupakan

software

yang berisi informasi-informasi

tentang pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja melalui bursa kerja yang

di peruntukkan kepada masyarakat luas yang membutuhkan pekerjaan.

Pertama,

pelatihan merupakan komponen pertama yang ditujukan

untuk peningkatan kualitas tenaga kerja dengan pemberian ketrampilan kerja

sesuai dengan permintaan pasar kerja secara umum. Komponen pelatihan

dalam kios

3 in 1

diadopsi dari program pelatihan yang dikembangkan oleh

direktorat jenderal pembinaan pelatihan dan produktivitas ( Ditjen Binalattas),

prinsip pelatihan adalah melengkapi kompetensi kerja yang sesuia dengan

tuntutan permintaan atau syarat jabatan. Efektivitas pelatihan sangat

tergantung pada kondisi tenaga kerja yang akan dilatih. Penyelenggaraan

pelatihan perlu didukung oleh sistem informasi pasar kerja tentang

ketersediaan dan kondisi penyediaan tenaga kerja.

Kedua,

sertifikasi dimaksudkan sebagai “komponen antara” bagi

tenaga kerja yang sudah mengikuti pelatihan dan lulus dalam uji kompetensi.

Uji kompetensi disini termasuk di dalamnya uji pengetahuan, uji keterampilan

dan uji perilaku yang merupakan factor penting dalam menyiapkan tenaga

(42)

Ketiga

, penempatan yaitu terdiri dari bursa kerja, informasi pasar kerja,

analisa, bimbingan dan penyuluhan jabatan. Bursa kerja adalah lembaga

penempatan tenaga kerja dengan fungsi memfasilitasi pertemuan antara

pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja (perusahaan). Informasi pasar

kerja merupakan suatu kegiatan yang memberikan informasi mengenai

persediaan dan kebutuhan tenaga kerja serta karakteristik yang berhubungan

dengan kedua hal tersebut secara terus-menerus. Fungsi informasi pasar

kerja adalah: 1) mengelola data pencari kerja, lowongan dan penempatan 2)

menyediakan informasi perkembangan kondisi pasar kerja local, regional dan

nasional kepada perusahaan dan pekerja, dunia pendidikan dan pelatihan

dan kepada penyusun kebijakan, serta analisis ketenagakerjaan.

(43)

41

3.1 Gambaran Umum BBPLKDN Bandung

3.1.1 Sejarah BBPLKDN Bandung

Balai besar pengembangan latihan kerja dalam negeri (BBPLKDN)

bandung adalah lembaga pelatihan pemerintah yang merupakan unit

pelaksana teknis dalam hal ini direktorat jenderal pembinaan pelatihan dan

produktivitas departemen tenaga kerja dan transmigrasi republik Indonesia.

Diresmikan pada tanggal 23 februari 1952 atas inisiatif pemerintah republik

Indonesia bekerjasama dengan program

Colombo Plan,

terletak dijalan

jenderal Gatot Subroto No. 170 Bandung dengan luas lahan tiga hektar.

Lembaga pelatihan di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia berdiri sejak tahun 1952 Balai Besar

Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri Bandung telah berpengalaman

dalam melatih dan memberikan pembekalan keterampilan untuk pencari

kerja, karyawan, guru sekolah atau lembaga pelatihan selama puluhan tahun

dan lulusannya sudah tersebar di berbagai perusahaan dan instansi seluruh

Indonesia.

Tugas pokok, fungsi BBPLKDN Bandung adalah “melakukan dan

mengembangkan pelatihan, uji kompetensi, sertifikasi dan konsultansi bidang

instruktur, tenaga pelatihan dan tenaga kerja”. Untuk memenuhi kebutuhan

(44)

 

pelatihan yang dilaksanakan di BBPLKDN Bandung mengacu pada sistem

pelatihan berbasis kompetensi. Melakukan uji kompetensi dalam rangka

sertifikasi profesi bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sehingga tenaga kerja Indonesia

khususnya lulusan BBPLKDN Bandung akan mampu bersaing dalam pasar

kerja global.

“Selangkah lebih maju” dengan tekad BBPLKDN Bandung berusaha

menjawab tantangan perkembangan teknologi dan dunia industri dengan

selalu mengaktualisasikan sistem, sumberdaya maupun sarana pelatihan

serta telah memiliki sertifikat ISO 9001:2008.

Visi:

Mewujudkan BBPLKDN Bandung sebagai

“center of excellence,

center of development, center of empowerment”

di bidang pendidikan dan

pelatihan dalam rangka mendukung kebijakan dan program ketenagakerjaan.

Misi:

1. Melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan pelatihan, uji

kompetensi, sertifikasi dan konsultasi.

2. Melaksanakan pengembangan sumber daya pelatihan.

(45)

3.1.2 Tugas dan Fungsi BBPLKDN Bandung

Sejak berdirinya BBPLKDN Bandung telah memiliki tugas pokok dan

fungsi melatih dan mencetak instruktur latihan kerja, disamping itu juga

melatih pencari kerja dan karyawan industri. Para instrukturnya mendapatkan

pelatihan maupun

upgrading

di dalam dan di luar negeri sehingga memiliki

pengalaman dan motivasi yang baik.

Sebagai badan layanan umum maka BBPLKDN Bandung akan

memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sesuai dengan

kapasitasnya. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah membantu

penyerapan lulusan oleh BBPLKDN Bandung dengan menyediakan layanan

kios

3 in 1”

yaitu bentuk layanan untuk mengakses lowongan kerja melalui

internet serta bursa tenaga kerja khusus (BKK) yang bisa dimanfaatkan oleh

lulusan maupun perusahaan yang membutuhkan lowongan kerja.

Lingkup layanan yang ada di BBPLKDN Bandung meliputi: pelatihan,

uji kompetensi atau sertifikasi, konsultasi pelatihan, kerjasama produksi.

Pertama,

pelatihan berbasis kompetensi dan program-program pelatihan

disusun mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

(SKKNI) serta kebutuhan industry.

Kedua,

sertifikasi yaitu BBPLKDN telah

terakreditasi sebagai tempat uji kompetensi dari lembaga sertifikasi profesi

(LSP) dan memiliki asesor yang bersertifikasi LSP siap melayani sertifikasi

untuk: teknisi otomotif, logam mesin, telematika, konstruksi, listrik.

Ketiga,

konsultasi pelatihan yaitu penyusunan program pelatihan, pengelolaan

(46)

 

evaluasi program pelatihan.

Keempat,

kerjasama poduksi yaitu industri

manufaktur: pembuatan komponen mesin dan produksi, industri kecil

Gambar

Gambar 1.1  Model Pendekatan Implementasi Menurut George C. Edward III
Gambar 1.2 Model Kerangka Pemikiran
Tabel 1.1 Jadwal KKL
Gambar 2.1 Model Sistem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Leitch ; sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan

Suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang