• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran demografis penyakit perlemakan hati non-alkoholik dengan diabetes melitus tipe II di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran demografis penyakit perlemakan hati non-alkoholik dengan diabetes melitus tipe II di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

i

GAMBARAN DEMOGRAFIS PENYAKIT

PERLEMAKAN HATI NON-ALKOHOLIK DENGAN

DIABETES MELITUS TIPE II DI RSUP FATMAWATI

TAHUN 2013-2014

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Nadya Magfira

1112103000033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Segal puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “GAMBARAN DEMOGRAFIS PENYAKIT

PERLEMAKAN HATI NON-ALKOHOLIK DENGAN DIABETES

MELITUS TIPE II DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2013-2014" sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari dalam laporan penelitian ini terwujud karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terimakasih kepada:

1. Prof. DR. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD, KGEH, dr. Dyah Ayu Woro, SpPA, dan dr. Edi Mulyana SpPD, KGEH selaku Pembimbing Penelitian yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan, kritikan, dan perbaikan dalam penelitian ini.

4. dr. Ahmad Azwar Habibi, M. Biomed dan dr. Edi Mulyana Sp.PD, KGEH selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan dalam penelitian ini.

5. Para dosen dan staff Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

vi

7. Kedua orang tua penulis, dr. Teti Endriani dan Ir. Devia Bernady, MM, MH yang senantiasa mendoakan, memberi semangat, dan mendukung penulis dalam penelitian ini. Semoga segala sesuatu yang telah diberikan dapat menjadi kebaikan di mata Allah SWT serta digantikan dengan pahala yang tidak ada putusnya.

8. Kakak dan adik-adik tercinta, Selly Viani, Fariz Kamal Muhammad dan Muhammad Rifqi terimakasih atas segala dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penuis dalam menjalankan pendidikan.

9. Teman-teman, Nadiyah Zafirah Luvi, Dinan Azmimuthia, Noor Shabrina, Hylman Mahendra dan teman-teman sejawat Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 yang ikut memberikan dukungan dalam penulisan laporan penelitian ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari dalam pembuatan laporan penelitian ini terdapat banyak kekhilafan dan tak luput dari kekurangan serta jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan proposal ini memiliki manfaat untuk hari kedepan dan segala sesuatu yang telah diberikan guna pembuatan laporan penelitian ini dapat menjadi kebaikan di mata Allah SWT.

Jakarta, 29 September 2015

(7)

vii ABSTRAK

Nadya Magfira. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Demografis Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tipe II di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014

Latar Belakang: Indonesia, negara dengan pasien Diabetes Melitus (DM) tipe II ke-7 terbanyak di dunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan penderita penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) yang merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis sindroma metabolik (termasuk di dalamnya diabetes melitus dan resistensi insulin) yang menyerang hati. Tujuan: Mengetahui gambaran demografis penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan diabetes melitus tipe II. Metode: penelitian ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional deskriptif dari data rekam medis pasien PPHNA dengan DM tipe II yang diambil secara total sampling dengan jumlah 28 sampel. Hasil: Frekuensi PPHNA dengan DM tipe II adalah 40%, dengan DM tipe II tidak terkontrol dijumpai pada 90% sampel, kelompok usia >45-55 (35.7%), jenis kelamin perempuan (57.14%), pekerjaan ibu rumah tangga (35.7%), riwayat pendidikan perguruan tinggi (39.3%).

Kata kunci: Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik, Diabetes Melitus Tipe II

ABSTRACT

Nadya Magfira. Medical Education Study Program. The Demographic Description of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease with Diabetes Mellitus Type II in Fatmawati Hospital year 2013-2014

Background: Indonesia, the 7th rank of country with the largest diabetes population in the world is expected to continue to increase the number of patients with non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). That was because this disease is known as one of the clinical manifestations of metabolic syndrome (including diabetes mellitus and insulin resistance) that attacks liver. Aim: To determine a demographic overview of nonalcoholic fatty liver disease with diabetes mellitus type II. Methods: This study used observational method with cross sectional descriptive approach. Data were collected using total sampling that including 28 samples. Results: The frequency of NAFLD patients with diabetes mellitus type II in Fatmawati Hospital in 2013-2014 was about 40%. The groups with highest incidence are age > 45-55 (35.7%), female (57.14%), housewives (35.7%), and graduate from universities (39.3%). NAFLD patients with poorly controlled type II diabetes was found in 90% of samples.

(8)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti... 3

1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi... 3

1.4.3 Manfaat Penelitian bagi RSUP Fatmawati... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik... 5

2.1.1 Definisi PPHNA……….... 5

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus………... 15

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus……….. 16

2.2.3 Diagnosis Diabetes Melitus………...……... 17

2.3 Hubunangan PPHNA dengan DM tipe II………... 19

2.3.1 Etiologi PPHNA…………..………... 19

2.3.2 PPHNA pada DM tipe II………... 20

(9)

ix

2.4.1 Riwayat Pasien dan Manifestasi Klinis... 22

2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan Hati... 23

2.4.3 Biopsi Hati.………... 28

2.5 Kerangka Teori………... 28

2.6 Kerangka Konsep………...………... 30

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN... 30

3.1 Desain Penelitian... 30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 30

3.3 Populasi dan Sample... 30

3.4 Kriteria Sample………... 31

3.5 Cara Kerja... 31

3.6 Manajemen Data………... 32

3.7 Definisi Operasional………... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 35

4.1 Gambaran Pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik Berdasarkan Kadar Gula Darah... 35

4.2 Gambaran Karakteristik Demografis Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta………... 35

4.3 Keterbatasan Penelitian……...………..…... 37

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……...………... 42

5.1 Simpulan……….... 42

5.2 Saran………...………... 42

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Utama Steatosis Hepatik Sekunder………... 5

Tabel 2.2 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA) pada Populasi Dewasa di Negara Asia-Pasifik…... 7

Tabel 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik pada Populasi Beresiko Tinggi di Asia Pasifik……... 8

Tabel 2.4 Faktor Resiko PPHNA………... 9

Tabel 2.5 Kategori Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA) Berdasarkan Temuan Histologis………... 15

Tabel 2.6 Klasifikasi Diabetes………... 16

Tabel 2.7 Efek Insulin dalam Sistem Endokrin………... 20

Tabel 2.8 Derajat Perlemakan Hati Secara Ultrasonografi………... 25

Tabel 2.9 Uji Diagnostik Untuk Perlemakan Hati……….... 27

Tabel 4.1 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan Diabetes Melitus Tipe II Tidak Terkontrol... 35

Tabel 4.6 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014...………... 36

Tabel 4.1 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin………... 37

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Two Hit Hypothesis………... 11

Gambar 2.2 Modified 2-Hit Hypothesis………... 11

Gambar 2.3 Mekanisme Akumulasi Lemak dalam Hepatosit…………... 12

Gambar 2.4 Three Hit Hypothesis………... 13

Gambar 2.5 Histological Spectrum and Estimated Prevalence of Liver Lesions in Non-alcoholic Fatty Liver Disease…... 14

Gambar 2.6 Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa... 19

Gambar 2.7 Efek Insulin pada Sel……….... 21

Gambar 2.8 Grades of Fatty Liver on Visual Analaysis... 25

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Penelitian………... 47

Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik……….. 48

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian………... 49

(13)

xiii

DAFTAR ISTILAH

ADA : American Diabetic Association

ALT : Alanine Aminotransferase

Apo-B : Apolipoprotein B

AST : Aspartate Aminotransferase

CT : Computed Tomography

DM : Diabetes Melitus

DNL : De Novo Lipogenesis

FFA : Free fatty acids

GD2PP : Gula Darah 2 Jam Post-Prandial GDP : Gula Darah Puasa

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu GDS : Gula Darah Sewaktu

GLUT-4 : glucose transporter-4

HDL : High Density Lipoprotein

HPC : Hepatic Progenitor Cell

IDF : International Diabetic Federation

IRS : Insulin Reseptor Substrates

LDL : Low Density Lipoprotein

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MRS : Magnetic Resonance Spectroscopy

NAFLD : Non-Alcoholic Fatty Liver Disease

NASH : Non-Alcoholic Steatohepatosis

PI3K : Phophoinositide 3-Kinase

PPHNA : Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SHA : Steatohepatitis Alkoholik SHNA : Steatohepatitis Non-Alkoholik SHNA : Steatohepatitis Non Alkoholik

SREBP-1c : strerol regulatory element binding protein 1-c

(14)

xiv TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral USG : Ultrasonography

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) atau non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan suatu spektrum penyakit hati yang bersifat progresif pada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.1

Perlemakan hati merupakan suatu kondisi yang didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang berlebihan dalam bentuk trigliserida (steatosis) di dalam hati (secara histologis mengenai >5% hepatosit di dalam hati).2 Pada sebagian pasien perlemakan hati ditemukan adanya kerusakan sel hepatosit yang disertai dengan respons inflamasi terhadap penumpukan lemak, kondisi tersebut dikenal dengan nama steatohepatitis non alkoholik (SHNA) atau non-alcoholic steatohepatosis (NASH).3

Penelitian yang dialakukan oleh Hasan pada tahun 2002, prevalensi perlemakan hati dengan bukti adanya gambaran perlemakan hepar secara ultrasonografi pada populasi dewasa umum di Jakarta dijumpai pada 30% populasi.4 Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Gabriella di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2009-2010 dijumpai 50 orang pasien perlemakan hati dengan 72% diantaranya memenuhi kriteria sindroma metabolik.5 Jumlah ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan mengingat perlemakan hati merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari sindroma metabolik (termasuk di dalamnya diabetes melitus dan resistensi insulin) yang menyerang hati.2

(16)

2

dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala dijumpai pada 2,1% populasi.7 Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pasien DM ke-7 terbanyak di dunia dengan jumlah pasien sebanyak 8,5 juta jiwa.6

Peningkatan angka kejadian perlemakan hati yang terjadi dewasa ini tidak terlepas dari meningkatnya angka kejadian diabetes melitus dan resistensi insulin.5 Resiko terjadinya perlemakan hati pada pasien DM meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pasien non-DM.8 Penelitian yang dilakukan oleh Gabriella di RSUP. Dr Kariadi pada tahun 2009-2010 dari 50 orang pasien perlemakan hati 24% diantaranya diketahui memiliki riwayat DM.5 Di negara barat prevalensi perlemakan hati pada pasien DM tipe II dijumpai pada 28% populasi sementara pada belahan dunia bagian timur prevalensi perlemakan hati pada pasien DM tipe II di jumpai pada 34% populasi.4 Penelitian yang dilakukan di China pada tahun 1998 perlemakan hati menyerang 10% pasien diabetes melitus tipe II dan 60% pasien dengan intolerasi glukosa terganggu, sementara di India pada tahun 2001 perlemakan hati menyerang 33% pasien DM tipe II dan 35% di Sri Lanka pada tahun yang sama.4

Sulitnya pemeriksaan, gejala klinis yang tidak spesifik, dan kurangnya pendataan diperkirakan merupakan salah satu penyebab ketidak adaanya data prevalensi perlemakan hati pada poulasi umum di Indonesia.5 Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran penyakit perlemakan hati non alkoholik pada pasien diabetes melitus yang datang berobat ke RSUP Fatmawati Jakarta.

1.2 Masalah Penelitian

(17)

3 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran demografis penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan diabetes melitus tipe II.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran Penyakit Perlemakan Hati non Alkoholik di RSUP Fatmawati berdasarkan;

a. Karakteristik Diabetes Melitus tipe II b. Karakteristik Demografis

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti

1.4.1.1 Menjadi salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.4.1.2 Menjadi salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan Tinggi.

1.4.1.3 Memberi pengetahuan kepada peneliti tentang gambaran demografis penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan diabetes melitus tipe II.

1.4.2 Manfaat penelitian bagi Perguruan Tinggi

1.4.2.1 Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syraif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.

(18)

4

1.4.3 Manfaat bagi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik (PPHNA)

2.1.1 Definisi PPHNA

World Gastroenterology Organization pada tahun 2012 mendefinisikan perlemakan hati sebagai suatu kondisi akibat akumulasi lemak berlebihan dalam bentuk trigliserida (steatosis) dalam hati ( secara histologis >5% dari hepatosit).2

Perlemakan hati ditegakan bila didapati (a) adanya bukti steatosis hepatis baik secara pencitraan atau secara histologis (b) tidak ditemukan adanya penyebab perlemakan hati sekunder seperti konsumsi alkohol yang signifikan, (>20 gram/hari) penggunaan obat-obatan steatogenik atau kelainan hati yang bersifat herediter (tabel 2.1).9

Tabel 2.1 Penyebab Utama Steatosis Hepatik Sekunder

1 Macrovascular steatosis

a. Konsumsi alkohol yang berlebihan b. Hepatitis C (genotype 3)

c. Penyakit Wilson d. Lipodistrofi e. Kelaparan

f. Nutrisi parenteral g. Abetaliprproteinemia

h. Obat-obatan (contoh; amiodarone, methotrexate, tamoxifen, kortikosteroid)

2 Microvascular steatosis

a. Sindrom reye

b. Obat-obatan (valproate, obat anti retroviral)

(20)

6

d. Sindrom HELLP

e. Gangguan metabolisme bawaan (contoh; defisiensi LCAT, penyakit penyimpanan kolesterol ester, penyakit wolman)

Sumber: Chalasani N, Younossi Z, Lavine J, et al. 2012.9

American Gastroenterology Association pada tahun 2012 mendefinisikan perlemakan hati sebagai suatu spektrum penyakit perlemakan hati pada individu yang tidak mengkonsumsi alkohol secara signifikan (>14 gelas pada wanita dan >21 gelas pada pria atau >20 gr ethanol per hari), dengan rentang yang meliputi perlemakan hati hingga steatohepatitis dan sirosis.8,9

2.1.2 Epidemiologi PPHNA

Prevalensi perlemakan hati yang dikeluarkan oleh WGO adalah sebanyak 6,437 juta jiwa dengan jumlah pria lebih banyak dibanding wanita yakni 3,244 berbanding 3,193 juta jiwa.2

(21)

7

Table 2.2 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA) pada Populasi Dewasa di Negara Asia-Pasifik

Negara Pasien PPHNA (%)

Jepang 9-30%/ 9-10%

China 5-24%

Korea ~18%

India 5-28%

Indonesia ~30%

Malaysia 17%/ 15-17%

Singapura 5%

Sumber: Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA, et.al. 200710

Pada pendertita DM tipe II didapati adanya peningkatan jumlah perlemakan hati sebanyak 2-3 kali lipat.8 Penyakit perlemakan hati telah menyerang sepertiga pasien diabetes melitus dan dua per tiga pasien obesitas di Amerika, pada 19% pasien tersebut dijumpai adanya SHNA yang merupakan respon inflamasi terhadap perlemakan hati tersebut.11

Perlemakan hati merupakan gangguan hati yang sangat lazim dijumpai di negara-ngeara barat, berdasarkan hasil publikasi penelitian yang dilakukan oleh Farrel G et.al pada tahun 2008 jumlah pasien perlemakan hati mencapai 20-30% dari populasi umum.8

(22)

8

Table 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik pada Populasi Beresiko Tinggi di Asia Pasifik

Negara Diabetes (%) Obesitas (%) Dyslipidemia (%)

Jepang 40-50% 50-80% 42-58%

Cina 35% 70-80% 57%

Korea 35% 10-50% 26-35%

India 30-90% 15-20% N/R

Indonesia ~52% ~47% ~56%

Sumber: Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA et.al. 2007 11

2.1.3 Klasifikasi PPHNA

Secara umum perlemakan hati di bagi menjadi dua yakni penyakit perlemakan hati alkoholik dan penyakit perlemakan hati non alkoholik.

Terminologi “perlemakan hati non alkoholik” menggambarkan berbagai kondisi termasuk didalamnya etiologi, perjalanan alamiah, dan respon terapi yang terkait dengan perlemakan hati pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol.12

Luasnya pengertian penyakit perlemakan hati mengakibatkan penyakit perlemakan hati ini semakin sulit untuk dipelajari dan hingga saat ini belum ada konsensus yang dapat mengklasifikasikan gangguan perlemakan pada hati dengan jelas.12

Secara histologis perlemakan hati dikategorikan menjadi perlemakan hati non alkohlik (PHNA) dan steatohepatitis non alkoholik (SHNA):

a. PHNA didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik tanpa adanya bukti cedera hepatocellular dalam bentuk balloning dari sel hepatik. b. SHNA didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik yang disertai

(23)

9

2.1.4 Faktor Resiko dan Kondisi yang Berhubungan dengan PPHNA

Menurut WGO, pada tahun 2012 faktor resiko terkecil seseorang untuk menderita perlemakan hati adalah pada orang dengan usia muda, sehat, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak obesitas, sementara itu faktor resiko dan kondisi yang berhubungan dengan perlemakan hati dijelaskan pada tabel 2.2.2

Table 2.4 Faktor Resiko PPHNA

Faktor resiko Progresivitas penyakit Kondisi yang berhubungan

 Resistensi insulin/

 Diabetes yang tidak

terkontrol,

 Diabetes melitus tipe 2

 Hepatitis C

 Penurunan berat badan

yang cepat

 Nutrisi parenteral total

(24)

10 estrogen sintetik,

methotrexate, tetrasiklin IV, obat-obatan antiretroviral aktivitas tinggi atau highly active antiretroviral drugs (HAARD)

Sumber: World Gastroenterology Organisation, 2012.2

2.1.5 Patogenesis PPHNA

Patogenesis perlemakan hati merupakan suatu mekanisme yang kompleks dan rumit. Saat ini telah banyak penelitian yang melaporkan adanya peranan resistensi insulin dalam patogenesis perlemakan hati. Salah satu penelitian tersebut ialah penelitian yang dilakukan oleh Day dan James pada tahun 1998, kedua peneliti tersebut merupakan peneliti pertama yang mengasumsikan adanya hubungan antara resistensi insulin dengan perlemakan hati dan dikenal sebagai “

two hit hypothesis”.14

(25)

11

Gambar 2.1 Two Hit Hypothesis

Sumber: Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15

Namun, meskipun “two hit hypothesis” sangat populer dan banyak di

terima, pada perkembangan selanjutnya terdapat berbagai penemuan baru dalam patogenesis perlemakan hati. Free fatty acids (FFA) ditemuakan peranannya secara tidak langsung dalam mekanisme cedera pada hepatosit. Hal ini

menyebabkan adanya modifikasi dari teori “two-hit hypothesis” menjadi

modified two-hit hypothesis”.15

Gambar 2.2 Modified 2-Hit Hypothesis

(26)

12

Pada pasien yang menderita obesitas dan resistensi insulin dijuumpai adanya peningkatan influx FFA kedalam hati. Peningkatan ini dapat melalui tiga cara:

1. Lipolisis (hidrolisis FFA dan gliserol dari trigliserida) dalam jaringan adiposa sebanyak 60%

2. Asupan lemak dalam diet sebanyak 15%

3. Lipogenesis de novo (DNL) sebanyak 26%, dimana pada orang normal yang sehat jumlahnya <5%.15

Didalam hati FFA akan mengalami -oksidasi atau re-esterifikasi dengan gliserol untuk membentuk trigliserida. Trigliserida yang dibentuk dalam hati dapat mengalami dua hal yakni:

1. Disimpan dalam droplet lemak yang mengakibatkan steatohepatis 2. Dikemas bersama apolipoprotein B (apo-b) dan disekresikan ke dalam

sirkulasi dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL). 15

Gambar 2.3 Mekanisme Akumulasi Lemak dalam Hepatosit

Sumber: Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15

(27)

13

1. Peningkatan sintesis trigliserida dalam hepatosit 2. Peningkatan distribusi lipid ke hepatosit

3. Penurunan sekresi VLDL oleh karena perubahan dalam sintesis dan sekresi apob

4. Penurunan oksidasi lipid.15

Saat ini ditemukan adanya bukti bahwa secara langsung FFA yang masuk ke dalam hepatosit merupakan zat toksik bagi hepatosit, hal ini dikarenakan FFA dapat meningkatkan stress oksidatif dengan cara mengaktivasi jalur inflamasi. Oleh sebab itu pengubahan FFA menjadi trigliserida yang menimbulkan timbulnya perlemakan pada hepatosit merupakan mekanisme protektif untuk mencegah efek toksik yang disebabkan unesterified FFA.15

Pada perkembangan selanjutnya ditambahkan kondisi “hit ke-γ” dalam patogensis perlemakan hati. Kondisi “hit ke tiga” ini merefleksikan proliferasi hepatosit yang inadequat.15

Gambar 2.4 Three Hit Hypothesis

(28)

14

Dalam kondisi hati yang sehat, adanya kematian hepatosit atau nekrosis sel menstimulasi replikasi dari hepatosit yang matur yang nantinya menggantikan hepatosit yang mengalami nekrosis dan merekonstruksi fungsi jaringan yang normal. Namun, stress oksidatif yang merupakan kunci utama dalam patogenesis perlemakan hati, menginhibisi replikasi hepatosit tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya ekspansi dari populasi hepatic progenitor cell (HPC) atau sel oval.15

Selanjutnya pada cedera hati kronik, perkembangan hati menuju fibrosis atau sirosis bergantung pada kemampuan regenerasi hepatosit tersebut, sehingga kematian sel yang disertai dengan adanya gangguan dalam proliferasi hepatosit

progenitor merepresentasi “hit ke tiga” dalam patogenesis perlemakan hati.15

2.1.6 Perjalanan Alamiah PPHNA

Gambar 2.5 Histological Spectrum and Estimated Prevalence of Liver Lesions in Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD).

(29)

15

PPHNA merupakan istilah yang diggunakan untuk menggambarkan kondisi penyakit hati mulai dari:

1. Bentuk beningna; perlemakan hati sederhana, yang dapat reversibel 2. Steatohepatitis non-alkohlik (SHNA) yang ditandai dengan adanya

inflamasi, degenerasi balooning dan fibrosis pada sel hati 3. Bentuk akhir; karsinoma hepatoseluler (KHS).17

Tabel 2.5 Kategori Perlemakan Hati Non Alkoholik (PPHNA) Berdasarkan Temuan Histologis

Kategori Patologi Hubungan dengan patologi klinis

Tipe 1 Steatosis sederhana Non-progresive Tipe 2 Steatosis dengan inflamasi

lobular

Kemungkinan benigna (tidak di anggap sebagai SHNA)

Tipe 3 Steatosis, inflamasi lobular dan degenerasi ballooning

SHNA tanpa fibrosis – dapat progresif menjadi sirosis

Tipe 4 Steatosis, degenerasi ballooning dan badan Mallory, dan/atau fibrosis

SHNA dengan fibrosis – dapat progresif menjadi sirosis dan gagal hati

Sumber: Miele L, Forgione A, Hernandez AP, et. Al, 2005.17

2.2. Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus

International Diabetic Federation (IDF) pada tahun 2013 mendefinisikan diabetes sebagai penyakit kronik yang terjadi pada saat tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efisien.6

(30)

16

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.18

Menurut World Health Organization pada tahun 2010 diabetes merupakan penyakit kronik, yang terjadi pada saat pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau pada saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).19

Dari beberapa definisis diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronis akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).

2.2.2 Klasifikasi Diabetes

Tabel 2.6 Klasifikasi Diabetes

Diabetes melitus tipe I (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

A. Immunologik B. Idiopatik

Diabetes melitus tipe II (bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin )

Diabetes melitus tipe lain A. Defek Genetik fungsi sel

 Kromosom 12, HNF-1α (MODY3)

 Kromosom 7, glucokinase (MODY2)

 Kromosom 20, HNF-4α (MODY1)

 Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY4)

 Kromosom 17, HNF-1 (MODY5)

 Kromosom 2, neurod1 (MODY6)

 DNA Mitokondria

 Lainnya

(31)

17

Rabson-Mendenhall, Diabetes Lipoatrophic, Lainnya

C. Penyakit eksokrin pakreas: Pancreatitis, Trauma/pancreatectomy, Neoplasia, Cystic fibrosis, Hemochromatosis, Fibrocalculous pancreatopathy, Lainnya

D. Endocrinopathies: Acromegaly, Cushing's

syndrome, Glucagonoma,

Pheochromocytoma, Hyperthyroidism, Somatostatinoma, Aldosteronoma, Lainnya E. Karena obat/ zat kimia: Vacor, Pentamidine,

Nicotinic acid, Glucocorticoids, Thyroid

hormone, Diazoxide, -adrenergic agonists, Thiazides, Dilantin, -Interferon,lainnya F. Infeksi: Congenital rubella,

Cytomegalovirus, Lainnya

G. Imunologi (jarang): “Stiff-man” syndrome, Anti-insulin receptor antibodies, Lainnya H. Sindroma genetik lain: Down syndrome,

Klinefelter syndrome, Turner syndrome, Wolfram syndrome, Friedreich ataxia, Huntington chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, Myotonic dystrophy, Porphyria, Prader-Willi syndrome, Lainnya

Gestational diabetes mellitus

Sumber: ADA, 201018

2.2.3 Diagnosis Diabetes Melitus

Keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang diabetes melitus:

1. Keluhan klasik diabetes melitus: Poliuria, polifagia, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya 2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata

(32)

18

Menurut PERKENI pada tahun 2011 diagnosis diabetes melitus dapat ditegakan dengan cara:

1. Keluhan klasik DM + Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl 2. Keluhan klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 1β6 mg/dk 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).20

Sedangkan menurut ADA pada tahun 2010, diagnosis diabetes dapat ditegakan dengan cara:

1. Hba1c ≥6,5%. Tes dilakukan di laboratorium menggunakan metode yang telah terstandarisasi dan bersertifikat DCCT assay.

Atau

2. GDP≥ 1β6 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya dalam waktu 8 jam.

Atau

3. GDβPP ≥ β00 mg/dl pada saat TTGO. TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Atau

4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia GDS ≥ β00 mg/dl (11,1 mmol/L) 18

Apabila hasil tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).20

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L)

(33)

19

Gambar 2.6 langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

Sumber: PERKENI, 2011.20

2.3 Hubungan Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tipe II (DM tipe II)

2.3.1 Etiologi PPHNA

Penyebab steatohepatis pada pasien perlemakan hati dapat dibagi kedalam dua kelompok besar:

A. Steatosis makrovaskular:

1. Obesitas

2. Diabets melitus tipe II, hiperlipidemia 3. Malnutrisi protein kalori (MPK) 4. Bedah pintas jejuno-ileal 5. Nutrisi parenteral total (NPT)

(34)

20 B. Steatosis mikrovaskular:

1. Perlemakan hati akut pada kehamilan 2. Obat-obatan; tetrasiklin

3. Keadaan lain yang jarang di temukan (reye’s syndrome). 21

2.3.2 Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik pada Diabetes Melitus tipe II

2.3.2.1 Peranan Insulin dalam Proses Metabolisme

Insulin merupakan suatu hormon yang disintesis oleh sel beta pankreas. Secara struktural insulin merupakan suatu protein yang terdiri atas 51 asam amino dan tersusun dalam dua rantai peptida yakni rantai A; 21 asam amino dan rantai B; 31 asam amino, kedua rantai ini dihubungkan melalui ikatan disulfida.22

Dalam kondisi normal, peningkatan kadar glukosa dalam plasma akan memicu sintesis dan sekresi insulin yang secara umum bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa dalam plasma tersebut dengan cara mengatur sistem metabolisme tubuh.22

Efek insulin dalam sistem endokrin dapat dilihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Efek Insulin dalam Sistem Endokrin

No Organ Target Efek Insulin

1 Hati - Inhibisi glikogenolisis

- Inhibisi konversi asam lemak dan asam amino menjadi asam keton (meningkatkan sintesis protein dan trigliserida dan pembentukan VLDL)

- Inhibisi konversi asam lemak menjadi glukosa

- Memicu penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen (induksi glukokinase dan glikogen sintase, inhibisi fosforilase)

(35)

21

- Meningkatkan sintesis glikogen ( meningkatkan transport glukosa ke dalam otot, induksi glikogen sintetase dan inhibisi fosforilase)

3 Jaringan adiposa

- Meningkatan simpanan trigliserida ( aktivasi dan induksi lipoprotein insulin, inhibisi intraseluler lipase, meningkatkan transpot lipoprotein dan glukosa ke dalam adiposit)

Sumber: Gardner D, Shoback D. 2011.22

2.3.2.2 Penyakit Perlemakan Hati non-alkoholik pada pasien DM tipe II

Pada orang yang sehat, ikatan insulin dengan reseptornya menyebabkan fosforilasi berbagai substrat termasuk insulin reseptor substrates (IRS)-1, -2, -3 dan -4 (gambar 2.3). Stimulasi insulin pada IRS-1 dan IRS-2 akan menyebabkan aktivasi PI3K intraseluler (phophoinositide 3-kinase) dan jalur AKT/PKB (protein kinase B), yang kemudian secara langsung berperan dalam efek metabolisme insulin.22

Pada dasarnya, aktivasi AKT/PKB menyebabkan translokasi dari vesikel yang mengandung glucose transporter (GLUT4) ke membran plasma, sehingga memfasilitasi masuknyaglukosa ke dalam sel.22

Gambar 2.7 Efek Insulin pada Sel

(36)

22

Selain itu melalui pengaturan dari forkhead (FOXO) transcription factor activity, insulin memegang peranan dalam metabolisme sel lemak berupa peningkatan ekspresi gen lipogenik dan penurunan ekspresi gen glukoneogenik.

Insulin memiliki aksi yang poten untuk menghambat lipolisis dari jaringan adiposa. Namun pada kondisi resitensi insulin dan diabetes melitus, kemampuan insulin dalam menghambat lipolisis terganggu, hal ini mengakibatkan peningkatan

efflux FFA dari jaringan adipposa.22

Kondisi hiperinsulinemia pada resistensi insulin mengakibatkan;

1. Up-regulasi dari faktor transkripsi strerol regulatory element binding protein 1-c (SREBP-1c) yang merupakan regulator transkripsional utama pada gen yang berperan dalam DNL

2. Inhibisi proses -oksidasi FFA yang merupakan salah satu penyebab timbulnya akumulasi lemak pada hepatosit.22

Pada pasien diabetes melitus tipe II tergagnggunya fungsi kerja insulin menyebabkan metabolisme lemak dalam tubuh khususnya dalam hepatosit terganggu berupa peningkatan timbunan lemak dalam hepatosit atau yang dikenal dengan steatosis hepatis.

2.4 Diagnosis Perlemakan Hati non-Alkoholik

2.4.1 Riwayat Pasien dan Manifestasi Klinik

Pada kebanyakan kasus pasien dengan Perlemakan Hati non-Alkoholik tidak menunjukan adanya manifestasi klinis apapun atau disebut juga dengan asimtomatik. Namun dapat pula dijumpai gejala gejala ringan berupa lemah, malaise, dan rasa tidak nyaman pada regio abdomen terutama di kuadran kanan atas.2

(37)

23

1. Obesitas, khusunya obesitas yang dengan morbiditas yang tinggi (BMI> 35)

2. Diabetes Mellitus tipe II 3. Sindroma Metabolik

4. Riwayat obstructive sleep apnea

5. Riwayat resistensi insulin

6. Peningkatan SGPT/SGOT yang bersifat kronik

Pada pasien perlemakan hati non alkoholik perlu didapatkan adanya riwayat konsumsi alkohol < 20g/hari pada wanita dan < 30g/hari pada pria. Hal ini penting dikarenakan tidak adanya tes diagnostik yang dapat membedakan perlemakan hati alkoholik dengan perlemakan hati non-alkoholik. 2

Pada pemeriksaan fisik pasien perlemakan hati progresif atau lanjut dapat ditemukan adanya bentuk progresif pada penyakit hati lanjut lainnya yakni berupa

spider angioma, asites, hepatomegali, splenomegali, eritema palmar, jaundice, dan ensefalopati hepatik. 2

2.4.2 Pemeriksaan laboratorium dan pencintraan hati

Beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan untuk menegakan diagnosis perlemakan hati non-alkoholik: 2

a. Hepatitis virus: hepatitis B surface antigen, hepatitis virus antibody

atau HCV-RNA, antibodi Ig M terhadap hepatitis A, antibodi terhadap hepatitis E

b. Penyakit hati yang berhubungan dengan konsumsi alkohol; termasuk steatohepatitis alkoholik

c. Penyakit hati yang disebabkan proses autoimun

d. Penyakit hati kronik akibat kelainan kongenital; hemokromatosis herediter, penyakit wilson, defisiensi alpha-1 antitripsin, sindrom ovarium polisiklik

(38)

24

Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan hati dalam penegakkan diagnosis penyakit perlemakan hati non-alkoholik;

1. Penigkatan SGPT dan SGOT:

Pada pasien perlemakan hati dan 10 % pasien dengan SHNA, nilai SGPT dan SGOT dapat dijumpai dalam keadaan normal. Rasio SGOT/SGPT pada pasien perlemakan hati menurut WGO dapat membedakan perlemakan hati pada pasien yang mengkonsumi alkohol dan yang tidak. Pada pasien perlemakan hati non alkoholik dijumpai rasio SGOT/SGPT <1 sementara pada pasien dengan alkoholik hepatitis rasio tersebut didapati >2. 2

2. Pencitraan hati yang dapat menggambarkan akumulasi lemak pada hepatosit:

a. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat memberikan nilai quantitatif derajat perlemakan hepar namun tidak dapat membedakan antara SHNA dan SHA.

b. Ultrasound atau USG merupakan pemeriksaan screening

utama yangdigunakan untuk mendiagnosis perlemakan hati.2

Pada pemeriksaan ultrasound, tingkat keparahan steatosis dapat diukur mulai dari ringan, sedang, atau berat (berdasarkan penilaian subjektif dari

(39)

25

Table 2.8 Derajat perlemakan hati secara ultrasonografi

No. Derajat Gambaran pada USG

1. Derjat ringan (mild)

Peningkatan ekogenitas difus parenkim hati dibandingkan dengan korteks ginjal, tetapi pembuluh darah intrahepatic masih tervisualisasi normal

2. Derjat sedang (moderate)

Peningkatan ekogenitas difus moderat parenkim hati dengan visualisasi pembuluh darah intraheik sedikit kabur

3. Derajat berat (severe)

Peningkatan ekogenitas hati nyata dengan sulitya visualisasi dari dinding vena porta dan diafragma. Bagian hati yang lebih dalam juga mungkin sulit divisualisasikan Sumber: Bisset RAL, Khan AN. 2002.23 Sporea I, Sirli R, Basa E, Corianu M, Popescu A, et al. 2009.24

Gambar 2.8 Grades of Fatty Liver on Visual Analaysis

(40)

26

Menurut world gastroentrology organization pada tahun 2012 belum ada pencitraan yang dapat mengidentifikasi lemak pada hati secara akurat bila kadarnya <33% atau membedakan SHNA dengan SHA.2

Penelitian yang dilakuakn oleh saporea I, et.al. Tahun 2009, sensitivitas ultrasound dalam mendiagnosis steatosis setidaknya pada tingkat moderate adalah 64% sementara spesifisitasnya 77%. Pada penelitan tersebut disimpulkan pemeriksaan ultrasound dapat dijadikan sebagai predictor yang baik dalam diagnosis steatosis hepatis terutama jika pemeriksaan tersebut dilakukan oleh ultrasonograper yang berpengalaman.23

2.4.3 Biopsi Hati

PPHNA/SHNA merupakan diagnosis eksklusi, dan biopsi hati seringkali dibutuhkan untuk menegakan diagnosis penyakit tersebut. Biopsi hati juga dibutuhkan dalam staging penyakit, mengeksklusi penyakit hati lain, dan memutuskan apakah dibutuhkan terapi agresif segera. 2

Gambar 2.9. Gambaran Histopatologis PHNA dan SHNA

Gambar A. Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PHNA). Gambar B.

Steatohepatitis Non-Alkoholik (SHNA). (Haematoxylin and eosin. H, Vena Hepatika). Sumber: Hubscher SG. 2006.16

Biopsi hati dan pemeriksaan histologis diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis SHNA, mengetahui keparahan penyakit serta mengeksklusi diagnosis lain dengan satu atau lebih temuan dibawah ini:

(41)

27

1. Ferritin serum yang abnormal tanpa peningkatan saturasi transferrin 2. Sitopenia

3. Spleenomegali

4. Adanya gejala klinis yang mennjukan penyakit hati kronik 5. Diabetes dan peningkatan abnormal AST/ALT presisten 6. Obesitas dan usia > 45 tahun atau abnormal AST/ALT 7. Hepatomegali yang tidak dapat dijelaskan.2

Tabel 2.9 Uji Diagnostik untuk Penyakit Perlemakan Hati

Tes Sensitivitas Spesifisitas Remarks

Histologis, biopsi hati

Gold standar Tidak dapat membedaka n SHNA dengan SHA

Dapat dijumpai perbedaan yang signifikan antar klinisi dalam membaca sampel yang sama; dibutuhkan hepatophatologist yang berpengalaman dalam menentukan diagnosis Enzim hati Rendah Rendah AST/ALT biasanya <1,0;

nilainya dapat normal Pencitraan

USG Terbatas Terbatas Tidak sensitive terkecuali bila steatosis telah mencapai >33%; bergantung operator dan tidak dapat dipastikan (not well verified)

Tes nya mahal, tidak mudah dijumpai, tidak dapat

membedakan steatosis dan fibrosis atau SHNA dengan SHA atau keparahan penyakit, dan 0tidak sensitive bila steatosis <33%

(42)
(43)
(44)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional deskriptif untuk mengetahui Gambaran Demografis Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tipe II.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 6 bulan yaitu pada bulan April-September tahun 2015 dengan waktu pengambilan data selama satu bulan yaitu bulan Juni

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah rekam medis pasien diabetes melitus tipe II dewasa dengan penyakit perlemakan hati non alkoholik.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe II dewasa dengan Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik yang datang berobat ke RSUP Fatmawati pada tahun 2013-2014.

3.3.3 Sampel Penelitian

(45)

31 3.4 Kriteria Sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang telah terdiagnosa oleh dokter RSUP Fatmawti

b. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang memiliki riwayat kadar gula darah diatas normal dalam > 2 kali pertemuan (GDP ≥ 1β6 mg/dl dan atau GDβPP ≥β00 mg/dl dan atau kadar hba1c ≥ 6,5%)

c. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II

d. Usia dewasa ≥ 18 tahun

(46)

32 3.6 Manajemen Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian menggunakan SPSS 16.0 yaitu melakukan pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode tertentu yang telah disepakati terhadap data primer yang diambil dari pasien (coding), memasukkan data sesuai dengan angka atau kode yang telah ditentukan menjadi suatu data dasar (entry), mengurutkan, serta menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi (cleaning).

3.6.2 Analisis Data

(47)

33 3.7 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional, Metoda

Pengukuran dan Kriteria

Diagnosis DM tipe II oleh dokter RSUP Fatmawati atau riwayat DM tipe II postif (peningkatan difus ekhogenitas parenkhim hati dibandingkan ekhogenitas ginjal).

terdiagnosis PPHNA yang

dinyatakan dalam tahun.

Dikategorikan menjadi:

Tingkat pendidikan pasien adalah

pendidikan formal terakhir yang

diselesaikan pasien pada saat

(48)

34 6 Riwayat

Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau

aktivitas responden sehari-sehari

saat terdiagnosis PPHNA.

Dikategorikan menjadi:

a. tidak bekerja

b. PNS/ABRI

c. karyawan swasta

d. wiraswasta

Diukur pada saat pasien terdiagnosis

PPHNA pada pagi hari setelah 8 jam

(49)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta

Selama periode penelitian didapatkan populasi penderita PPHNA yang berkunjung ke RSUP Fatmawati dalam kurun waktu 2 tahun (2013-2014) sebanyak 70 orang. Dari populasi tersebut didapatkan kasus PPHNA dengan DM tipe II yang memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria eksklusi sebanyak 28 orang. Dengan demikian kejadian PPHNA dengan DM tipe II di RSUP Fatmawati pada tahun 2013-2014 adalah sebanyak 40%.

4.2 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kadar Gula Darah

Berdasarkan target kadar GDP, GD2PP, dan HbA1C pada pasien DM tipe II yang direkomendasikan oleh ADA tahun 2013 yaitu 70-130 mg/dL, <180 mg/dL, dan <7 %. Gambaran pasien PPHNA dengan DM tipe II tidak terkontrol digambarkan pada tabel 4.1

Table 4.1 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati

Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014

Variabel Frekuensi

(N =20)

Presentase (%) Diabetes Melitus Tipe II Tidak

Terkontrol

18 90.0

(50)

36

tidak terkontrol adalah 18 orang (90 %) sedangkan jumlah pasien DM tipe II terkontrol adalah 2 orang (10 %). Berdasarkan data tersebut gambaran pasien DM tipe II dengan PPHNA tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati memiliki DM tipe II yang tidak terkontrol lebih banyak dibandingkan DM tipe II yang terkontrol.

Tabel 4.2 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien PPHNA dengan DM tipe II di RSUP Fatmawati pada tahun 2013-2014 berdasarkan kadar GDP didapatkan rata-rata 174.24 mg/dL dengan kadar GDP tertinggi 327 mg/dL dan terendah 83 mg/dL. Jumlah subjek dengan kadar GDP >130 mg/dL sebanyak 12 orang (70.6%), jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan subjek dengan kadar GDP 70-130 mg/dL yaitu sebanyak 5 orang (29.4%). Sementara itu dikarenakan sedikitnya sampel yang diperiksa kadar GD2PP dan HbA1C-nya pada penelitian ini kedua parameter tersebut tidak dianalisa.

(51)

37

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lindroos tahun 2002 penimbunan lemak didalam hati berhubungan dengan kejadian resistensi insulin dan produksi glukosa endogen.28 Hasil penelitian serupa juga didapatkn oleh Bugianesi tahun 2005, pada pasien PPHNA didapatkan kadar adiponectin yang rendah dibandingkan subjek tanpa PPHNA (p<0.01).29

Adiponectin merupakan protein plasma yang dihasilkan oleh adiposit. Di dalam hati adiponectin berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas insulin sehingga menghambat glukoneogensis. Penurnan kadar adiponectin pada pasien PPHNA menyebabkan terjadinya resistensi insulin intrahepatic dan peningkatan gluconeogenesis dalam hati.29 Hal ini menjelaskan peningkatan kadar glukosa darah puasa dan lebih banyaknya pasien DM tipe II yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe II dengan PPHNA.

4.3 Gambaran Demografis Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati

Jakarta

Tabel 4.3 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan

Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Laki-laki Perempuan Total

(52)

38

dengan usia <45 tahun sebanyak 10.7% dan usia ≥ 45 tahun sebanyak 89.3%.

Penelitian oleh King tahun 1998 dan Wild tahun 2004 menunjukan bahwa populasi DM tipe II dengan kelompok usia terbanyak baik di negara berkebang maupun secara global dijumpai pada kelompok usia 45-64 tahun, hal ini menunjukan tidak adanya perbedaan pada kelompok usia antara pasien DM tipe II secara global dengan pasien DM tipe II yang menderita PPHNA.30,31

Proses penuaan berhubungan dengan terjadinya DM tipe II melalui proses resistensi insulin, disfungsi sel beta dan intoleransi glukosa.32 Penurunan produksi TNF-α, inflamasi dan disfungsi mitokondria pada orang lanjut usia menyebabkan penurunan sensitivitas insulin yang merupakan awal terjadinya DM tipe II.33

Berdassarkan jenis kelamin (table 4.3) jumlah pasien DM Tipe II dengan PPHNA yang berkunjung ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 berjenis kelamin wanita sedikit lebih banyak dibandingkan pria yakni 16 orang (57.14%) berbanding 12 orang (42,85%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekpenyong tahun 2012 di Nigeria dan Hilwae tahun 2011 di Afrika dimana prevalensi DM tipe II pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu 11.20% berbanding 9.60%, dan 5.9% berbanding 5.5%.34

(53)

39

Tabel 4.4 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan

Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Pendidikan.

Variable Total tertinggi dijumpai pada populasi yang tidak bekerja (50%) sedangkan jenis pekerjaan terendah dijumpai pada pedagang (3.6%).

(54)

40

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani tahun 2012 di banten menunjukan hasil yang sama dimana sebagian responden adalah kelompok yang tidak bekerja (83%) namun tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian DM tipe II (p=0.399).35

Berdasarkan tingkat pendidikan jumlah pasien DM tipe II dengan PPHNA terbanyak dijumpai pada subjek dengan riwayat pendidikan terakhir di perguruan tinggi yakni sebanyak 11 orang (39.3%), dengan angka kejadian DM tipe II dengan PPHNA meningkat berdasarkan tingkat pendidikan yakni 3.6%, 10.7%, 10.7%, 39.3% untuk tingkat pendidikan tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamangkey tahun 2014 di Manado tidak dijumpai adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe II (p=0.802).36 Hasil penelitian serupa juga ditemukan dalam penelitian trisnawati & setyonegoro tahun 2013 di Jakarta Barat (p=0.503).37

(55)

41 4.5 Keterbatasan Penilitian

(56)

42

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut;

5.1.1 Frekuensi pasien PPHNA dengan DM tipe II di RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 adalah sebanyak 40%

5.1.2 Karakteristik pasien PPHNA dengan DM tipe II pada penelitian ini adalah:

a. Pasien PPHNA dengan DM tipe II tidak terkontrol dijumpai pada 90% sampel dengan kadar GDP lebih dari 130 mg/dL ditemukan pada 70.6% sampel.

b. Berdasarkan demografis frekuensi terbanyak pada:

 kelompok usia >45-64 tahun (67.9%)

 jenis kelamin perempuan (57.14%)

 tidak bekerja (50%)

 riwayat pendidikan perguruan tinggi (39.3%).

5.2 Saran

5.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode dan sampel yang adekuat agar dapat menggambarkan keadaan populasi dan mencari hubungan antar variabel

5.2.2 Menggunakan data primer untuk mendapatkan variabel dan data yang lengkap

(57)

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Hallsworth K, Thoma C, Moore S, Ploetz T, Anstee Q, Taylor R. Non-alcoholic Fatty Liver Disease is Asociated with Higher Level of Objectively Measured Sedentary Behaviour and Lower Levels of Physical Activity than Matched Healthy Controls. UK: Frontline Gastroenterology. 2014; 0: 1-8 2. World Gastroenterology Organization. World gastroenterology organization

global guideline; Non-Alcoholic Fatty Liver Disease and Non-Alcoholic Steatohepatitis. USA: World Gastroenterology Organisation. 2012

3. Kumar V, Abbas AK, Fauston N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathological Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier inc. 2010

4. Chitturi S, Farrell G, George J. Non-alcoholic fatty liver disease in asia pacific region; future shock?. Australia: journal of gastroenterology and hepatoogy. 2004; 19: 368-374

5. Sari G. Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Pada Sindroma Metabolic Dewasa; Gambaran Klinik dan Hubungan antara Jumlah Komponen Sindroma Metabolik yang Terganggu dengan Derajat Ultrasonografi. Semarang: Universitas Diponegoro, 2012. Skripsi

6. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas: What is Diabetes?. 6th ed. International Diabetes Federation. 2013; 22.

7. RISKESDAS 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.

8. Farrell G. Non-alcoholic fatty liver disease; what is it, and why is it impostant in Asia Pacific Region?. Australia: journal of gastroenterology and hepatology. 2003; 18: 124-138

(58)

44

10. Amarapurkar DN, hashimoto E, Lesmana LA, et.al. How Common is non-alcoholic fatty liver disease in asia-pasific region and are there local differences? Journal of enterology and hepatology, vol. 22. Issue 6. India. 2007 11. Cheah WL, Lee PY, Chang CT, et.al. Prevalence of Ultrasound Diagnosed Non-alcoholic Fatty Liver Disease Among Rural Indigenous Community of Sarawak and It’s Association with Biochemical and Anthropometric Measure. South East Asian J Trop Med Public Health. 2013; 44: 309-316

12. Sass DA, Chang P, Chopra KB. Non-Alcoholic Fatty Liver Disease: A Clinical Review. Digestive disease and Science. 2005; 50:171-180

13. Salt WB. Non-alcoholic fatty liver disease; a comprehencive review. Ohio: Journal of insurance medicine. 2004; 36: 27-41

14. Day CP, James OF. Steatohepatitis: A Tale of Two “Hits” ?. Gastroenterology 1998; 114:842–5.

15. Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. Pathogenesis of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease. QJ Med. 2010; 103: 71-83

16. Hubscher SG. Histological assessment of non-alcoholic fatty liver disease. UK: Histopathology. 2006; 49: 450–465

17. Miele L, Forgione A, Hernandez AP, Gabrieli ML, Vero V, Di Rocco P, Greco AV, et. Al. The natural history and risk factors for progression of non-alcoholic fatty liver disease and steatohepatitis. Rome. European Review for Medical and Pharmacological Science. 2005; 273-277

18. American Diabetes Association. Diabetes Care: Diagnosis and Clacification of Diabetes. 2010; 33

19. World Health Organization. Diabetes: The problem. WHO; 2010

20. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia 2011. PERKENI. 2011. 21. Soegondo S, Gustaviani R. Sindroma Metabolik. In: Sudoyo AW, Setyohadi

B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S.(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4ed , Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006; 1871-188 22. Gardner D, Shoback D. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology, 9th ed.

(59)

45

23. Bisset RAL, Khan AN. Liver, biliary system, pancreas and spleen. In: Differential Diagnosis In Abdominal Ultrasound. 2ed. Saunders WB. London. 2002; 38-41.

24. Sporea I, Sirli R, Basa E, et al. The value of transabdominal ultrasound for assessment of the severity of liver steatosis as compared to liver biopsy. Cent. Eur. J. Med. 2009.

25. Singh D, Das CJ, Baruah MP. Imaging of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease: A Road Less Travelled. Indian J Endocrinol Metab. India. 2013

26. Bajaj S, Nigam P, Luthra A, et.al. A case-control study on insulin resistance, metabolic co-variates & prediction score in non-alcoholic fatty liver disease. Indian J Med Res 129. 2009; 285-292

27. Huang Y, Bi Y, Xu M, et.al. Nonalcoholic Fatty Liver Disease Is Associated With Atherosclerosis in Middle-Aged and Elderly Chinese. Arterioscler Thromb Vasc Biol. China. 2012;32:2321-2326.

28. Lindroos AS, Vehkavaara S, Kkinen AM. et.al. Fat Accumulation in the Liver Is Associated with Defects in Insulin Suppression of Glucose Production and Serum Free Fatty Acids Independent of Obesity in Normal Men. J Clin Endocrinol Metab. USA. 2002: 87; 3023–3028

29. Bugianesi E, Pagotto U, Manini R, et.al. Plasma Adiponectin in Nonalcoholic Fatty Liver Is Related to Hepatic Insulin Resistance and Hepatic Fat Content, Not to Liver Disease Severity. J Clin Endocrinol Metab. USA. 2005. 90(6):3498–3504

30. King H, Aubert RE, Herman WH. Global burden of diabetes, 1995-2025: prevalence, numerical estimates and projections. Diabetes Care 1998;21:1414-1431

31. Wild S, Roglic G, Green A. Global Prevalence of Diabetes, Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004. Vol. 27. No 5. p. 1047-1053

(60)

46

33. Ekpenyong C, Akpan U, Ibu J, Nyebuk D. Gender and Age Specific Prevalence and Associated Risk Factors of Type 2 Diabetes Mellitus in Uyo Metropolis, South Eastern Nigeria. Diabetologia Croatica 2012; 41-1

34. Hilawe E, Yatsuya H, Kawaguchi L & Aoyama A. Differences by sex in the prevalence of diabetes mellitus, impaired fasting glycaemia and impaired glucose tolerance in sub-Saharan Africa: a systematic review and meta-analysis. WHO 2013

35. Fitriana. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. FKMUI. 2012

36. Mamangkey IV, Kapantow NH, Ratag BT. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe II Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Universitas Samratulangi. 2014

37. Trisnawati SK, Setyonegoro S. Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan 5(1). 2013

38. Tarigan R, Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pendapatan Perbandingan Antara Empat Hasil Penelitian. Jurnal Wawasan. 2006; 11:3 39. Parengkuan R, Mayulu N, Ponidjan T. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan

(61)

47

Riwayat DM GDP Tanggal pengecekan

laboratorium

(62)

48

Lampiran 2

(63)

49

Lampiran 3

(64)

50

Lampiran 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nadya Magfira

Tempat, tanggal lahir : Serang, 06 Juni 1996

Alamat : Komplek Bumi Agung Permai 1 RW 11/RT 06 D1 No.8 Serang, Banten

No. HP : 087771270628

E-mail : nadyamagfira@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

Gambar

Gambar 2.1 Two Hit Hypothesis……………………………………….............. 11
Tabel 2.1 Penyebab Utama Steatosis Hepatik Sekunder
Table 2.2 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA)
Table 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Selanjutnya diserahkan kepada program studi masing-masing untuk di tanda tangani oleh Ketua program studi Sistem pengisian KRS dan KHS yang akan dirancang diharapkan dapat

environment is completely determined by the current state and the action executed by the agent. (If the

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

Pada tampilan ​searching ini kita dapat mencari sebuah data dengan cara memilih dibagian pilih provinsi, setelah itu otomati akan muncul dibagian kanan pilih kota, setelah

Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Indonesia bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa sehingga bisa jadi suatu saat rakyat Indonesia sudah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. SKRIPSI THE CORRELATION OF LANGUAGE