PENDEKATAN RETURN ON ASSET (ROA)
PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI
Analysis of The Influence Non Performing Finance of Murabahah and Mudharabah Financing To Profitability by Using return on assets Approach In
PT. Bank Syariah Mandiri
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Oleh :
Nama : Eksa Buanita Rosliana Nim : 21109702
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iv
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah dan mudharabah terhadap Profitabilitas (return on assets) pada PT. Bank Syariah Mandiri. Suatu pembiayaan yang telah disalurkan kepada nasabah berpotensi terjadi kredit bermasalah. Kredit bermasalah pada bank syariah dapat dilihat dari tingkat non performing finance.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan metode verifikatif. Untuk mengolah dan menganalisis data yang diperoleh serta membuat kesimpulan penelitian digunakan alat statistik. Pengujian statistik baik secara simultan maupun parsial dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: pengujian uji asumsi klasik, analisis regresi linier, koefisien korelasi parsial, koefisien determinasi serta pengujian hipotesis. Data yang diperoleh melalui laporan keuangan tahunan dari periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2010.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara parsial diperoleh bahwa, varibel non performing finance pembiayaan murabahah memiliki hubungan yang negatif dengan profitabilitas dan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan koefisien determinasi sebesar 89,11%. Untuk varibel non performing finance pembiayaan mudharabah diperoleh bahwa, non performing finance pembiayaan murabahah memiliki hubungan yang negatif dengan profitabilitas dan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan koefisien determinasi sebesar 16,24%. Sedang untuk pengujian secara simultan diperoleh bahwa non performing finance pembiayaan murabahah dan non performing finance pembiayaan mudharabah berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas dengan koefisien deteminasi sebesar 89,6%.
v
The objective of this research is to discover how much influences of non performing finance of murabahah financing and mudharabah financing towards profitability (return on assets) at PT. Bank Syariah Mandiri. A financing that has been distributed to customers potentially create loan problems. Loan problems at syariah bank could be seen from non performing finance level.
This research used descriptive analytical method and verificative method. To process and analyze the obtained data and to make a conclusion of the research, statistical tools were used. Statistical examining either simultaneously or partially was done through the following stages: classical assumption testing, linear regression analysis, partial correlation coefficient, determination coefficient and hypothesis testing. The data was obtain ed through the annual financial statements from the period of 2004 to 2010.
Based on the result of partially processing data, obtained that non performing finance variable of murabahah financing has a negative correlation with profitabilty and a very strong correlation with determination coefficient of 89,11%. For the non performing finance variable of mudharabah financing, obtained that non performing finance variable of murabahah financing has a negative correlation with profitabilty and quite strong correlation with determination coefficient of 16,24%. As for testing simultaneously, obtained that non performing finance of murabahah financing and non performing finance of mudharabah financing, both have significant effect on profitability with detemination coefficient of 89.6%.
vi
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, shalawat serta
salam dilimpahkan kepada junjunan Nabi besar Muhammad SAW karena dengan
kekuasaan dan pertolongannya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini
dengan judul “Analisis Pengaruh Non Performing Finance Pembiayaan
Murabahah dan Mudharabah terhadap Profitabilitas dengan menggunakan pendekatan Return On Asset (ROA)” studi kasus pada PT. Bank Syariah Mandiri. Usulan penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
sidang guna memperoleh gelar sarjana ekonomi program studi akuntansi di
Universitas Komputer Indonesia.
Begitu banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi penulis selama
menyelesaikan usulan penelitian ini, namun penulis mendapatkan banyak
dukungan, bimbingan dan bantuan baik bersifat moril maupun materil dari
berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Rasa terima kasih
vii
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Sri Dewi Anggadini, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Dosen Wali.
4. Inta Budi Setyanusa S.E., M.Ak., selaku Dosen pembimbing penulis yang
telah memberikan perhatian, bimbingan, pengarahan, dan kesabaran
selama proses penyusunan penelitian ini
5. Kedua orang tua ku, karya tulis ini aku persembahkan sebagai rasa cinta
dan sayang yang tulus, serta sebagai tanda bakti ku kepada kedua orangtua
ku tercinta yang telah memberikan aku arti hidup yang sesungguhnya.
6. Kakak dan Adik –adikku tersayang yang selalu memberikan aku semangat
dalam menggapai cita-cita di masa depan
7. Semua sahabat dan yang tergabung di jurusan Akuntansi, khususnya kelas
Ak-4 Angkatan 2007
8. Semua pihak yang terkait dan tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis, secara langsung ataupun tidak langsung dalam
viii
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bandung, Juli 2011
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunannya tidaklah terlepas dari peran serta
sektor perbankan. Sudah bertahun-tahun ekonomi dunia didominasi oleh perbankan
dengan sistem bunga, walaupun masih banyak negara yang mengalami kemakmuran
dengan sistem ini, akan tetapi masih banyak yang belum bisa mencapai kemakmuran,
bahkan semakin terpuruk dengan sistem bunga( Sriyatun,2009).
Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu
lembaga yang mempunyai tugas pokok untuk menghimpun dana masyarakat dan
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.
Umumnya jasa yang ditawarkan oleh bank syariah untuk menghimpun dana dan
menanamkan dana adalah dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito berjangka.
Namun dalam prinsip operasionalnya bank syariah terdapat ciri khusus, yaitu pemilik
dana menyimpan dan menanamkan dananya di bank syariah tidak dengan motif untuk
mendapatkan bunga.
Bank syariah adalah bank umum yang menjelaskan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.(UU
Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok
ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari
berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang
dilaksanakan sejalan dengan moral dan prinsip-prinsip syariah islam. Terutama yang
berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi) dan gharar
(ketidakjelasan).
Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis politik
nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional. Krisis tersebut
telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Keadaan tersebut
menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk
merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Lahirnya
Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan, pada bulan November 1998 telah memberi peluang
yang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Undang-Undang
tersebut memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan
membuka cabang khusus syariah. PT. Bank Susila Bakti yang dimiliki oleh Yayasan
Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi
berupaya keluar dari krisis 1997 - 1999 dengan berbagai cara. Mulai dari
langkah-langkah menuju merger sampai pada akhirnya memilih konversi menjadi bank
syariah dengan suntikan modal dari pemilik.
Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli
1999, rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank syariah (dengan nama
Bank Syariah Sakinah) diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (Persero). PT. Bank
Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan
rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank syariah, sejalan dengan
keinginan PT. Bank Mandiri (Persero) untuk membentuk unit syariah. Langkah awal
dengan merubah anggaran dasar tentang nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT.
Bank Syariah Sakinah berdasarkan Akta Notaris : Ny. Machrani M.S. SH, No. 29
pada tanggal 19 Mei 1999. Kemudian melalui Akta No. 23 tanggal 8 September 1999
Notaris : Sutjipto, SH nama PT. Bank Syariah Sakinah Mandiri diubah menjadi PT.
Bank Syariah Mandiri.
PT. Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang mengkombinasikan
idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara
idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT.
Bank Syariah Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.
Dalam perkembangannya dunia perbankan, suatu bank akan dinilai baik
kinerja usahanya apabila dapat dinilai dari suatu penilaian rasio keuangannya. Rasio
merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk
menjelaskan hubungan tertentu antara faktor satu dengan yang lainnya dari suatu
laporan finansial. Rasio-rasio finansial umumnya diklasifikasikan menjadi 4 macam
yaitu rasio likuiditas atau liquidity ratio, rasio laverage, rasio aktivitas atau activity
Profitabilitas merupakan indikator penting dalam menilai kesehatan suatu bank.
Kegiatan bisnis bank dapat dikatakan berhasil bila mampu mencapai sasaran bisnis
yang telah ditetapkan. Walaupun sasaran yang ingin dicapai masing-masing bank
berbeda, terdapat kesamaan sasaran yang harus dicapai bank umum manapun yaitu
mendapatkan keuntungan yang layak (Pitri dan hazainsyah, 2006).
Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil
pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang biasa
digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas bank adalah ROE (Return on Equity)
yaitu rasio yang menggambarkan besarnya kembalian atas total modal untuk
menghasilkan keuntungan, ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan
kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk
menghasilkan keuntungan.
Kredit atau pembiayaan merupakan pos harta (asset) terbesar sekaligus sumber
penghasilan terbesar bagi perbankan. Sementara itu, rapuhnya dunia perbankan antara
lain diakibatkan oleh proporsi kredit / pembiayaan bermasalah (non performing
loan/non performing financing) yang besar. Non performing finance adalah tingkat
pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF
dapat disebut denga kredit bermasalah. Risiko kerugian bank akibat pembayaran
kembali pembiayaan yang tidak lancar akan berpengaruh terhadap pendapatan dan
profit yang diterima oleh bank. Dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah oleh
bank syariah memberikan pembiayaan yang berprinsipkan jual beli dan bagi hasil.
murabahah, salam, dan istishna. Pembiayaan / penyaluran dana yang paling dominan
adalah murabahah. Sedangkan pembiayaan yang berprinsipkan bagi hasil adalah
pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Pembiayaan yang telah disalurkan oleh bank syariah mandiri melalui prinsip jual
beli dan bagi hasil kepada masyarakat akan berpotensi timbulnya kredit bermasalah.
Kredit bermasalah pada pembiayaan dalam bank syariah ini dikaitkan dengan
bagaimana usaha yang telah dibiayai oleh bank syariah dapat dijalankan, apakah
pengelola dana (mudharib) benar-benar menjalankan usaha sesuai dengan yang
disebutkan dalam kontrak ataupun si pengelola usaha tersebut ingkar. Kredit
bermasalah dapat dilihat dari tingkat non performing finance pembiayaan.
Berdasarkan uraian diatas, menunjukan bahwa pengembalian kredit dari suatu
pembiayaan mempunyai hubungan dalam menentukan profitabilitas Bank syariah
mandiri. Dalam hal ini profitabilitas yang digunakan adalah rasio ROA (Return on
Tabel 1.1
Tingkat non performing finance Pembiayaan Mudharabah terhadap
Profitabilitas (ROA) Tahun 2004-2009
Tahun NPF Mudharabah Profitabilitas (ROA)
2004 0,03% 2,19%
2005 0,64% 1,65%
2006 0,34% 1,00%
2007 0,13% 1,31%
2008 0,80% 1,66%
2009 1,17% 1,90%
2010 1,75% 1,73%
(Sumber : Laporan keuangan tahunan PT. Bank Syariah Mandiri) http://www.syariahmandiri.co.id
Berdasarkan informasi tabel di atas dapat dilihat bahwa non performing
finance pembiayaan mudharabah pada tahun 2004 sampai 2010 di PT.Bank Syariah
Mandiri mengalami fluktuasi, dimana non performing finance pembiayaan
mudharabah yang paling rendah berada ditahun 2004 sebesar 0,03%. Kemudian
ditahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 0,64%. Setelah itu pada tahun 2006 dan
2007 non performing finance pembiayaan mudharabah mengalami penurunan
kembali menjadi 0,34% dan 0,13%. Dan pada tahun 2008 hingga tahun 2010
bertutur-turut selama 3tahun yaitu 0,80% pada tahun 2008, 1,17% pada tahun 2009
dan 1,75% pada tahun 2010.
Selain informasi tentang non performing finance pembiayaan mudharabah,
dari tabel dapat dilihat juga bahwa Profitabilitas (ROA) yang dicapai oleh PT.Bank
Syariah Mandiri dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Sama halnya dengan non
performing finance pembiayaan mudharabah yang mengalami fluktuasi, ROA yang
dihasilkan oleh PT.Bank Syariah Mandiri selama 7 tahun itu juga mengalami
fluktuasi. Dimana ROA yang terendah berada ditahun 2006 yaitu sebesar 1,00%.
Dan PT.Bank Syariah mandiri mencapai Profitabilitas (ROA) tertinggi berada ditahun
2009 sebesar 1,90%.
Dari informasi masing-masing tentang non performing finance pembiayaan
mudharabah dan profitabilitas(ROA) dapat dilihat suatu hubungan yang terjadi setiap
tahunnya. Di tahun 2004 ketika NPF sebesar 0,03% , ROA yang dihasilkan sebesar
2,19%. Kemudian pada tahun 2005 NPF mengalami kenaikan sebesar 0,64% dan
ROA yang dihasilkannya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi
1,65%. Pada Tahun 2006 NPF mengalami penurunan menjadi 0,34% tetapi ROA
yang dihasilkan mengalami penurunan juga dari tahun 2005 yaitu menjadi 1,00%.
Pada tahun 2007 NPF mengalami penurunan kembali menjadi 0,13% sehingga
menghasilkan kenaikan ROA menjadi 1,31% dari tahun sebelumnya. Pada tahun
2008 NPF mengalami kenaikan kembali menjadi 0,80% dan ROA yang
Kemudian Pada tahun 2009 NPF mengalami kenaikan kembali menjadi 1.17% dan
ROA yang dihasilkan mengalami kenaikan menjadi 1,90%. Menginjak akhir tahun
2010 NPF yang dihasilkan mengalami kenaikan kembali menjadi 1,75% tetapi ROA
yang dihasilkan mengalami penurunan menjadi 1,73%.
Dari data tersebut terlihat ada fenomena yang tidak wajar terjadi yaitu pada
tahun 2006,2008,dan 2009. Pada prisnsipnya non performing finance adalah suatu
kredit yang pembayarannya dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi
kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan kredit yang sulit untuk
memperoleh atau bahkan tidak dapat ditagih lagi. Pada tahun 2006 terjadi penurunan
profitabilitas (ROA) ketika non performing finance atau kredit bermasalah
mudharabah mengalami penurunan. Ini tidak sesuai dengan konsep profitabilitas
bahwa salah satu faktor yang akan mempengaruhi profitabilitas suatu bank adalah
kualitas kredit pembiayaan yang diberikan dan pengembaliannya (Astari Adiyanti,
2010). Dengan kata lain besarnya resiko pengembalian kredit akan mempengaruhi
tingkat profitabilitas suatu bank. Pada tahun 2006 profitabilitas (ROA) yang
dihasilkan mengalami penurunan kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh faktor
internal perusahaan yaitu kinerja perusahaan yang kurang baik dalam hal pengelolaan
asset dan faktor internal nasabah yaitu usaha nasabah mengalami penurunan sehingga
akan mempengaruhi pendapatan bagi hasil dengan pihak perusahaan. Kemungkinan
juga pada saat itu kondisi ekonomi yang kurang stabil sehingga manajemen
mengoreksi pengembalian kredit dari pembiayaan mudharabah yang menggunakan
prinsip bagi hasil.
Pada tahun 2008 dan 2009 ketika non performing finance pembiayaan
mudharabah mengalami kenaikan itu disebabkan oleh karena kurang selektifnya
pihak bank dalam memilih debitur-debitur untuk menyalurkan pembiayaan, nasabah
menggunakan dana itu bukan yang disebutkan dalam kontrak, penyembunyian
keuntungan oleh nasabah yang tidak jujur sehingga akan menimbulkan kemacetan
dalam hal pembayaran bagi hasil dengan bank. Kemudian yang terjadi Profitabilitas
(ROA) pada tahun 2008 dan 2009 mengalami kenaikan juga. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yaitu kinerja perusahaan dalam
pengelolaan laporan keuangan pada saat itu sedang mengalami kemajuan dan
perkembangan yang cukup baik, kondisi perekonomian ketika itu sedang membaik
dan kondisi pasar yang sangat mendukung usaha nasabah. Kenaikan NPF ditahun
2008 dan 2009 seharusnya akan mengakibatkan penurunan ROA ditahun itu.
(Lukman Dendawijaya(2005:83) Akibat dari timbulnya kredit bermasalah (NPF)
dapat berupa 1. Bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan
dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh
buruk bagi profitabilitas atau rentabilitas bank. 2. Return On Assets (ROA)
mengalami penurunan. (Ronie:2008).
Pada pembiayaan murabahah resiko terjadinya pengembalian kredit
ditahun itu perusahaan mengalami penurunan ROA, kenaikan NPF pembiayaan
murabahah pada tahun 2006 disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tingginya
pembiayaan murabahah dalam kategori macet, Kemacetan ditimbulkan karena
berbagai sebab yaitu: Kelalaian nasabah yang sengaja tidak membayar
angsuran/cicilan, dijualnya barang ketika kontrak sudah ditandatangani oleh nasabah
sehingga resiko bank akan semakin besar, fluktuasi harga komparatif yaitu kenaikan
harga dipasar setelah bank membelikannya untuk nasabah, bank tidak bisa mengubah
harga jual, dan penolakan barang oleh nasabah karena berbagai sebab. Kemudian
ditahun 2007 hingga tahun 2009 mengalami penurunan non performing finance
kembali sehingga ROA dapat dihasilkan dengan maksimal dengan kata lain
perusahaaan dapat mengalami kenaikan ROA. Penurunan ROA ditahun 2006 yang
disebabkan karena jumlah NPF / kredit bermasalah naik hal ini karena nasabah tidak
dapat mengembalikan pinjaman cicilan/angsuran kepada bank karena berbagai sebab.
Berbeda dengan pembiayaan mudharabah dimana terjadi fenomena yang
tidak wajar di tahun 2006 dimana ketika non performing finance pembiayaan
mudharabah turun, ROA yang dihasilkan juga mengalami penurunan, hal itu
disebabkan oleh selain faktor intern perusahaan yang telah diuraikan sebelumnya,
disebabkan juga oleh karena tingginya NPF pembiayaan murabahah sehingga
berpengaruh pada penurunan ROA. Dan pada tahun 2008 dan 2009 ketika non
performing finance pembiayaan mudharabah mengalami kenaikan, ROA nya pun
mengalami kenaikan. Fenomena yang tidak wajar pada non performing finance
terutama ROA. Bank akan sulit mendapatkan pengembalian dana dari pinjaman yang
diberikan kepada nasabah, sehingga akan mempengaruhi penyaluran pembiayaan
kepada nasabah dengan berbagai jenis pembiayaan yang ada di bank syariah mandiri.
Dari pembiayaan murabahah yang berprinsipkan jual beli resiko pengembalian
pinjaman bermasalah sangatlah mungkin terjadi apabila nasabah tidak membayar
cicilan/angsuran dari pembelian barang. (berdasarkan hasil wawancara dengan pihak
bank syariah mandiri).
Penelitian ini telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai Pengaruh
tingkat risiko kredit Murabahah terhadap tingkat Profitabilitas Bank Syariah (Pitri
dan Hazainsyah,2006) kesimpulan dari hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa
tingkat risiko kredit (non performing loan) murabahah tidak mempunyai hubungan
yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas bank syariah. Secara umum, tingkat
risiko kredit murabahah yang terjadi pada bank syariah yang diteliti relative kecil, hal
ini disebabkan karena : a. Bank belum lama beroperasi sehingga pengendalian
terhadap pembiayaan masih relatif mudah; b. Pembiayaan yang berpijak pada konsep
jual beli memungkinkan bank mengetahui dengan jelas penggunaan dan pembiayaan
yang dilakukan oleh nasabahnya. Hal ini dapat memperkecil tingkat kemacetan
pembiayaan / kredit.
Sedangkan Penelitian serupa mengenai Pengaruh Pembiayaan Murabahah
dan tingkat non performing finance terhadap tingkat profitabilitas bank syariah oleh
(Irmawati, 2008). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang
terhadap profitabilitas bank syariah, hal ini dapat terlihat dari nilai koefisien
determinannya sebesar 94,5%.
Selain itu, penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pembiayaan bagi hasil
bermasalah terhadap tingkat profitabilitas pada bank syariah mandiri (Ronie, Reki
2008) dari hasil penetiannya didapatkan kesimpulan bahwa pembiayaan mudharabah
memiliki hubungan yang positif dengan profitabilitas dan memiliki keeratan
hubungan yang rendah atau lemah. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh nilai t
hitung lebih kecil dari pada t tabel artinya Ho diterima maka pembiyaan mudharabah
bermasalah (non performing loan) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat profitabilitas. Dampak dari kredit atau pembiayaan mudharabah bermasalah
yang terjadi adalah: pendapatan bagi hasil semakin rendah, dengan demikian laba
yang diperoleh pihak perbankan menjadi kecil. Bank yang mempunyai performing
loan akan semakin berat menanggung beban, sehingga bukan tidak mungkin pihak
bank akan mengalami kerugian.
Dari penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian
dengan judul : “ Analisis Pengaruh Non Performing Finance Pembiayaan
Murabahah dan Mudharabah terhadap Profitabilitas dengan menggunakan
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan yang
terjadi pada PT. Bank Syariah Mandiri adalah :
1. Kenaikan NPF mudharabah di PT. Bank Syariah Mandiri ditahun 2008 dan
2009 disebabkan oleh karena kurang selektifnya pihak bank dalam memilih
debitur-debitur untuk menyalurkan pembiayaan.
2. Penurunan ROA ditahun 2006 yang disebabkan karena jumlah non performing
finance pembiayaan murabahah naik hal ini karena nasabah tidak dapat
mengembalikan pinjaman cicilan/angsuran kepada bank karena berbagai sebab.
3. Penurunan ROA pada tahun 2006 dan kenaikan ROA pada tahun 2008 dan 2009
di PT. Bank Syariah Mandiri disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal yaitu kinerja perusahaan yang kurang baik
dalam hal pengelolaan asset dan faktor internal nasabah yaitu usaha nasabah
mengalami penurunan sehingga akan mempengaruhi pendapatan bagi hasil
dengan pihak perusahaan dan kondisi ekonomi yang kurang stabil sehingga
manajemen perusahaan tidak efektif dalam pengelolaan laporan keuangan
terutama dalam mengoreksi pengembalian kredit dari pembiayaan mudharabah
yang menggunakan prinsip bagi hasil. Kinerja perusahaan dalam pengelolaan
laporan keuangan pada saat itu sedang mangalami kemajuan dan perkembangan
yang cukup baik, kondisi perekonomian ketika itu sedang membaik dan kondisi
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana non performing finance pembiayaan murabahah dan non performing
finance pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Syariah Mandiri?
2. Bagaimana pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah terhadap
profitabilitas (return on asset) pada PT. Bank Syariah Mandiri?
3. Bagaimana pengaruh non performing finance pembiayaan mudharabah terhadap
profitabilitas (return on asset) pada PT. Bank Syariah Mandiri?
4. Seberapa besar pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah dan
non performing finance pembiayaan mudharabah terhadap profitabilitas (return
on asset) secara simultan pada PT. Bank Syariah Mandiri?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui
pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah dan mudharabah terhadap
profitabilitas yang diperoleh PT. Bank Syariah Mandiri dengan menggunakan
pendekatan Return on Asset (ROA).
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui non performing finance pembiayaan murabahah dan non
performing finance pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Syariah Mandiri
2. Untuk mengetahui pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah
3. Untuk mengetahui pengaruh non performing finance pembiayaan mudharabah
terhadap profitabilitas (return on Asset) pada PT. Bank Syariah Mandiri
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan non performing finance
pembiayaan murabahah dan non performing finance pembiayaan mudharabah
terhadap profitabilitas (return on asset) secara simultan pada PT. Bank Syariah
Mandiri
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi perusahaan yang diteliti Bank Syariah Mandiri khususnya , penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan sumbangan pikiran serta
saran-saran yang dapat membantu perusahaan/Bank Syariah Mandiri dalam
menjalankan operasinya yang berprinsipkan syariah dalam rangka meningkatkan
profitabilitas.
1.4.2 Kegunaan Akademis
1. Bagi peneliti, dapat meningkatkan dan memperdalam pengetahuan serta
pemahaman penulis mengenai akuntansi perbankan syariah khususnya mengenai
pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah dan mudharabah
terhadap profitabilitas (Return on Asset)
2. Bagi peneliti lain, Dapat dijadikan sebagai bahan referensi dasar untuk
melakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut dalam bidang yang sama yaitu
finance pembiayaan murabahah dan mudharabah terhadap profitabilitas (Return
on Asset)
3. Bagi pengembangan ilmu Akuntansi Syariah , sebagai referensi mengenai
Analisis Pengaruh Non Performing Finance Pembiayaan Murabahah dan
Mudharabah Terhadap Profitabilitas (Return on Asset) pada PT. Bank Syariah
Mandiri.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dan Waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Jatibarang yang terletak di Jl. Siliwangi No. 16 Jatibarang Baru – Indramayu .
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian mulai dari pengumpulan data sampai dengan
III
Tahap Pelaporan :
1.Menyiapkan draft skripsi
2. Sidang akhir skripsi
3.Penyempurnaan laporan skripsi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pembiayaan Murabahah
Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
bab 1 Pasal 1 ayat 12 merumuskan pengertian "Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah
jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau pembagian hasil
keuntungan"(www.depkeu.go.id).
Menurut Muhammad (2005:304) pengertian pembiayaan adalah :
“Pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah dan
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan kepada
nasabah”.
Produk penyaluran dana kepada masyarakat atau pada bank syariah disebut juga
dengan pembiayaan. Pembiayaan pada bank syariah dapat terbagi menjadi beberapa
jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran
dana dengan prinsip jual beli yang paling dominan adalah murabahah.
Menurut Ahmad Gozali (2005:94) mendefinisikan pengertian murabahah adalah sebagai berikut: “Suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dalam bentuk barang yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu dan mekanisme pembayaran yang ditetapkan sebelumnya pada awal”.
Menurut Ascarya (2007:164) mendefinisikan pengertian murabahah adalah sebagai berikut:
“Pembiayaan murabahah adalah penjualan barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan pengaturan bahwa penjual berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pembeli harga pokok dari barang dan margin keuntungan yang dimasukkan kedalam harga jual barang tersebut, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun tangguh”.
Menurut Choudury :
Dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung
memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder
(Sumiyanto, 2004)
2.1.1.1 Syarat dan Komponen Pembiayaan Murabahah
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:102) transaksi murabahah harus memenuhi syarat berikut ini:
1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah,
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, 3. Kontrak harus bebas dari riba,
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian,
Secara prinsip, jika syarat (1),(4), dan (5) tidak dipenuhi, pembeli memiliki piihan:
1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
3. Membatalkan kontrak.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Pembiayaan Murabahah
Jenis murabahah menurut Wiroso (2005:37) dapat dibedakan menjadi 2,yaitu:
1. Murabahah tanpa pesanan,
2. Murabahah berdasarkan pesananAdapun penjelasan dari kedua jenis
murabahah diatas adalah sebagai berikut:
1. Murabahah tanpa pesanan
Maksudnya, ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah
menyediakan barang dagangannya, penyediaan barang tidak terpengaruh terkait
langsung dengan ada tidaknya pembeli.
Gambar 2.1
Skema Murabahah tanpa pesanan
Penjual/Bank
Barang (mabi)
Cost + Margin
Pembeli/Nasabah
Sumber : Akuntansi Syariah Di Indonesia (Sri Nurhayati Wasilah,2008:163) 2. Murabahah berdasarkan pesanan
Maksudnya bank syariah baru akan melakukan transaksi atau jual beli apabila ada
nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada
pesanan.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi 2,yaitu:
a. Bersifat mengikat, yaitu apabila telah dipesan maka harus dibeli,
b. Bersifat tidak mengikat, yaitu walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi
nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membelikan barang tersebut.
Gambar 2.2
Skema Murabahah berdasarkan pesanan
Sumber : Akuntansi Syariah Di Indonesia (Sri Nurhayati Wasilah,2008:163) Dari skema transaksi pembiayaan murabahah berdasarkan pesanan diatas dapat
1) Nasabah datang ke bank untuk mengajukan permohonan pembiayaan murabahah
kemudian nasabah diberikan persyaratan oleh pihak bank, setelah persyaratan
tersebut dipenuhi, pihak bank mengajukan harga kepada nasabah dan terjadi
negosiasi antara bank dengan nasabah baik dari segi harga, uang muka, cara
pembayaran, produk dan waktu pengiriman.
2) Setelah negosiasi selesai terjadi kesepakatan antara bank dan nasabah maka
terjadilah akad jual beli.
3) Dalam akad jual beli ini bank tidak memproduksi sendiri barang tersebut
melainkan membeli barang pesanan tersebut kepada supplier atau penjual.
4) Setelah barang pesanan tersebut dibeli maka bank langsung mengirimkannya
kepada nasabah.
5) Apabila barang sudah sampai ketangan nasabah maka nasabah akan menerima
dokumen penerimaan barang tersebut.
6) Nasabah membayar kepada bank sesuai dengan akad yang telah disepakati pada
awal transaksi.
2.1.1.3 Manfaat Pembiayaan Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah memiliki beberapa
manfaat, dengan demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Menurut Wiroso
1) Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dengan harga jual kepada
nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut
memudahkan penanganan administrasinya dibank syariah.
2) Mudah diimplementasikan, jual beli murabahah dengan cepat mudah
diimplementasikan dan dipahami, karena para pelaku bank syariah menyamakan
murabahah sama dengan kredit investasi konsumtif.
3) Pendapatan bank dapat diprediksi, dalam transaksi murabahah bank syariah dapat
melakukan estimasi pendapatan yang akan diterima, karena dalam transaksi
murabahah hutang nasabah adalah harga jual sedangkan dalam harga jual
terkandung porsi pokok keuntungan. Sehingga dalam keadaan normal bank dapat
memprediksi pendapatan yang akan diterima.
4) Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif, karena secara
sepintas terdapat persamaan antara jual beli murabahah dengan pembiayaan yang
diberikan adalah komoditi (barang) bukan uang dan pembayarannya dapat
dilakukan dengan secara tangguh atau cicilan ataupun cara lainnya. Namun jika
diperhatikan ketentuan fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep
syariah keduanya mempunyai karakteristiik yang berbeda.
2.1.1.4 Risiko pembiayaan murabahah
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio Kemungkinan resiko yang harus
diantisipasi dalam pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
2) Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi jika harga di pasar naik setelah bank
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual tersebut.
3) Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
berbagai sebab.
4) Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan utang maka ketika kontrak
ditandatangani, barang tersebut menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan
apapun terhadap aset miliknya tersebut termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi
demikian resiko default akan besar.
2.1.1.5 Non Performing Finance Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan jenis produk yang memiliki porsi
terbesar dalam banyak bank syariah diseluruh dunia. Hal ini disebabkan karena
sistem murabahah lebih mudah di mengerti oleh masyarakat dan juga oleh pegawai
bank yang selama ini telah mengenal sistem bunga.
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank
mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam hal pelunasannya sehingga
dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Dalam hal ini pembiayaan murabahah
pun mempunyai resiko dalam pelunasan pembayaran dari nasabah atau kredit
bermasalah (non performing finance).
Dalam PSAK No.31 (revisi 2000) disebutkan bahwa non performing loan
pada umumnya merupakan kredit yang pembayarannya angsuran pokok dan / atau
bunganya telah lewat 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo atau kredit yang
Secara luas non performing finance adalah suatu kredit yang pembayarannya
dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan
sampai dengan kredit yang sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat
ditagih lagi. Dengan demikian maka jelas bahwa non performing finance mencakup
keseluruhan kualitas kredit yang digolongkan kredit kurang lancar, diragukan dan
macet.
Tinggi rendahnya risiko yang dihadapi bank dari seluruh jumlah pembiayaan
yang diberikan ditandai dengan tinggi rendahnya persentase risiko kredit. Pada
pembiayaan murabahah, tingkat risiko kredit yang mungkin terjadi karena nasabah
tidak dapat membayar angsuran, atau cicilan dari pembelian barang dari bank.
Non Performing finance murabahah berdasarkan Peraturan BI No.5/7/BPI/2003 tanggal 19 Mei 2003 (Reki,2008):
“Merupakan pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena
berbagai sebab tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana
pembiayaan (pinjaman)”.
Non performing Finance pembiayaan Murabahah dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Jumlah pembiayaan murabahah bermasalah (Kurang lancar + diragukan + macet) Non Performing Finance Murabahah =
2.1.2 Pembiayaan Mudharabah
Pengertian pembiayaan menurut Kasmir (2007:73) dijelaskan sebagai berikut:
“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Sedangkan pembiayaan menurut Habib Nazir dan Muhammad Hasanudin (2004:457)
adalah sebagai berikut :
“Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
deficit unit”.
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Dalam prakteknya penyaluran dana
pada Bank syariah menggunakan prinsip syariah. Salah satu prinsip syariah tersebut
adalah prinsip bagi hasil. Dalam penelitian ini mudharabah merupakan pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil.
Menurut Adiwarman A Karim pembiayaan mudharabah (2006:204) adalah :
“Al-mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaku usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan uang”.
Berbeda pendapat dengan Sri Nurhayati wasilah (2008:130) dalam bukunya
mengemukakan Mudharabah adalah:
“Akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana”.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
Mudharabah didanai sepenuhnya oleh pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola
usaha (mudharib) hanya menjalankan usaha tanpa penanaman dana sesuai dengan
kesepakatan dan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal
akad, bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana, kecuali apabila
terjadi akibat kelalaian dari pengelola usaha maka kerugian ditanggung oleh
pengelola usaha.
2.1.2.1 Jenis-Jenis Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah ( Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:97).
Berikut ini adalah penjelasan dari jenis-jenis pembiayaan mudharabah tersebut:
1. Mudharabah Muthlaqah
Akad Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk akad kerja sama antara pemilik
dana dan pengelola usaha, dimana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada
Menurut Adiwarman A.Karim (2004:201):
”Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dengan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis”.
2. Mudharabah Muqayyadah
Akad Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk akad kerja sama antara
pemilik dana dan pengelola usaha, dimana pemilik dananya memberikan batasan
kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi/sektor
usaha.
2.1.2.2 Manfaat Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah lebih memiliki manfaat bagi pemilik dana maupun
pengelola usaha seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Syafi’i Antonio
(2001:97) bahwa terdapat beberapa manfaat pada pembiayaan mudharabah
diantaranya adalah:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank
tidak akan pernah mengalami negative speed.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap
dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) sesuatu jumlah
bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
Secara umum, aplikasi perbankan al-mudharabah dapat digambarkan dalam skema
Keahlian/ Modal 100%
Keterampilan
Nisbah X% Nisbah Y%
Pengembalian Modal pokok
Gambar 2.3
Skema Pembiayaan Mudharabah
Sumber : Bank Syariah dari Teori ke Praktik
(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:98)
2.1.2.3 Non Performing FinanceMudharabah
Setiap usaha yang dilakukan oleh manajemen perbankan memiliki suatu
problem finance yang berdampak terhadap tingkat likuiditas, kecukupan modal,
efisiensi serta pengaruh inflasi, para analisa keuangan juga perlu memberi perhatian
yang cukup terhadap risiko yang timbul.
Perjanjian Bagi hasil
Shahibulmaal (Bank) Mudharib
(Nasabah)
Proyek/ Usaha
Pembagian Keuntungan
Pembiayaan atau kredit yang merupakan salah satu bentuk aktiva yang
produktif bank syariah yang memiliki kegagalan tidak tertagihnya kembali
pembiayaan yang telah disalurkan.
Menurut Muhammad (2002 : 310):
”Risiko pembiayaan muncul manakala bank tidak dapat memperoleh kembali
tagihannya atas pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang
dilakukan”.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 178):
” Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibayarnya”.
Setiap pembiayaan memiliki risiko yang dihadapi oleh pihak bank maupun nasabah.
Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 94) berpendapat bahwa:
Terdapat risiko dalam pembiayaan mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan yang relatif tinggi, yaitu sebagai berikut :
1. Side Streaming, yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
“Merupakan pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena
berbagai sebab tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana
pembiayaan (pinjaman)”.
Bank Indonesia mengintruksikan perhitungan non performing finance sesuai
dengan SE.BI No 3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2001 tentang perhitungan rasio
keuangan bank. (Elza Widyasari : 2009)
Jadi besarnya Non performing Finance pembiayaan Mudharabah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah pembiayaan mudharabah bermasalah (Kurang lancar + diragukan + macet) Non Performing Finance Mudharabah =
Total Pembiayaan mudharabah
2.1.3 Profitabilitas
Sebagaimana bank umum lainnya, tugas utama bank syariah adalah
mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas
yang cukup. Tingkat laba yang dihasilkan bank dikenal dengan istilah profitabilitas
yang merupakan pengukuran mengenai kemampuan bank untuk menghasilkan laba
dari asset yang digunakan. Tingkat profitabilitas ini diukur dengan menggunakan
rasio keuangan Return On Asset (ROA) karena ROA lebih memfokuskan pada
kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi secara
Indonesia lebih mementingkan penilaian ROA daripada ROE karena Bank Indonesia
lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang
dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat sehingga ROA lebih
mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan (Dendawijaya, 2001)
Menurut Iwan Triyuwono dan Moh As’udi (2001 : 1) mengungkapkan:
” Laba (income) merupakan suatu pos dasar dan penting dalam L/K yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, pengambilan keputusan dan unsur prediksi kinerja perusahaan”.
Menurut Iwan Triyuwono dan Moh As’udi (2001 : 87):
”Tujuan laba dalam akuntansi syariah adalah untuk memenuhi salah satu rukun islam yaitu kewajiban menunaikan zakat, oleh karena itu laba dalam akuntansi syariah perlu untuk menilai jalannya operasional usaha, apakah sudah dilakukan secara efisien atau belum. Hal ini sangat penting untuk melakukan pertanggung jawaban, baik pertanggung jawaban kepada pemilik (pemegang saham) maupun pertanggung jawaban kepada Allah SWT yang dimanifestasikan dalam bentuk penentuan pembayaran zakat”.
Segala aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana tercermin dalam L/K
dimana proses pencatatan sampai tersususnnya L/K harus dilakukan dengan benar,
sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan oleh pihak umum. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem akuntansinya harus menjaga output yang dihasilkan tetap
dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran (objective) sebagaimana halnya hakikat dan
keinginan dalam ajaran agama.
L/K yang diterbitkan bank syariah secara lengkap disyaratkan dalam PSAK 59
tahun 2002 yang terdiri dari :
2. Laporan Laba/Rugi
3. Laporan arus kas
4. Neraca
5. Laporan perubahan dana investasi terikat
6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak dan shodaqah.
7. Laporan sumber dan penggunaan dana Qardul Hasan
Menurut Agus Sartono (2001 : 122) mengungkapkan:
”Profitabilitas adalah Kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”.
Sedangkan menurut Mahmoed (2004 : 20): ”Profitabilitas adalah Kemampuan suatu
bank untuk mendapatkan keuntungan”.
Dalam analisa profitabilitas akan dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada dalam income statement itu sendiri maupun hubungan timbal balik dengan pos-pos yang ada dalam neraca bank untuk mendapatkan berbagai indikasi yang berguna dalam mengukur efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.
Manfaat dari rasio profitabilitas :
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang dihasilkan perusahaan dalam satu periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Menurut Lukman Dendawijaya (2000 : 119) menyatakan bahwa :
Menurut Zainul Arifin (2003 : 64) bahwa ada dua rasio yang biasanya dipakai untuk
mengukur kinerja bank yaitu :
1. Return On Asset (ROA), adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets) atau perbandingan dari laba sebelum pajak terhadap total asset yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Laba Sebelum Pajak
ROA = x 100%
Total Asset
Perhitungan ROA diatas sesuai dengan SE.BI 30/11/KEP DIR tanggal 30 April 1997 tentang penilaian kesehatan bank.
Penggunaan ROA dalam mengukur tingkat profitabilitas bank karena ROA lebih
memfokuskan pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam
operasi keseluruhan. Selain itu juga, dalam penentuan tingkat kesehatan suatu bank,
Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian ROA daripada ROE karena Bank
Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan
asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat sehingga
ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan.
2. Return On Equity (ROE) didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Dari pandangan para pemilik ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Laba Setelah Pajak
ROE = x 100%
Total Equity
Dalam Penelitian ini rasio yang digunakan dalam menilai tingkat profitabilitas
untuk mengukur kemampuan manajemen bank syariah dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, Semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Sudarini, 2005)
Mahmoed ( 2004 : 20 ), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank adalah :
1. Kualitas kredit atau pembiayaan yang diberikan dan pengembaliannya. 2. Jumlah modal.
3. Mobilisasi dana masyarakat dalam memperoleh sumber dana yang murah. 4. Perpencaran bunga bank
5. Manajemen pengalokasian dana dalam aktiva likuid. 6. Efisiensi dalam menekan biaya operasi.
2.1.4 Bank Syariah
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai islamic
Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan
menggunakan Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal-usul sistem perbankan syariah
itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari
kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi
desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan
yang dilaksanakan sejalan dengan moral dan prinsip-prinsip syariah islam. Utamanya
adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan
Menurut Dahlan Siamat (2004:183) ” Bank Syariah adalah bank yang dalam
menjalankan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah islam
dengan mengacu kepada Al-quran dan Al-hadist”.
Sedangkan, menurut Muhammad syafi’i Antonio Bank islam adalah Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:34), yang membedakan antara
bank syariah dengan bank konvensional antara lain dapat dilihat dari tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawa Syariah.
1. Investasi yang halal dan haram.
2. Memakai perangkat bunga.
3. Profit oriented.
4. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan debitor-debitor.
5. Tidak terdapat dewan sejenis.
Sumber : Muhammad Antonio Syafi’i (2001 : 34)”Bank Syariah dari Teori ke
Praktik”
Hal pokok yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah
Bank syariah secara jelas telah mengharamkan riba (dalam hal bunga bank) yang
diberikan oleh bank konvensioanal. Sebagai gantinya, bank syariah membagi
keuntungan dengan cara bagi hasil.
Tabel 2.2
2. Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan.
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi.
3. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ”booming”.
4. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh semua agama,
termasuk islam.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil.
2.1.5 Hubungan Non Performing Finance Pembiayaan Murabahah Terhadap
Profitabilitas
Setiap pembiayaan selalu diikuti kemungkinan pembiayaan bermasalah (non
performing loan/financing). NPL/NPF ini adalah salah satu risiko yang ditanggung
oleh bank syariah. Menurut Dahlan Siamat dalam Manajemen Lembaga Keuangan
(1999 : 83) menyebutkan bahwa :
”Risiko kredit / pembiayaan merupakan risiko akibat kegagalan atau
ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari
bank beserta imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan”.
Risiko kerugian bank akibat pembayaran kembali yang tidak lancar dari
murabahah akan berpengaruh terhadap pendapatan atau profit yang diterima oleh
bank. Hal ini dikemukakan oleh Y,Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi
Santoso (2000 : 30) dalam Bank dan lembaga Keuangan lainnya, yaitu :
”Alokasi dana (pembiayaan) yang telah berhasil dihimpun bank dalam berbagai
bentuk aktiva mengandung resiko yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat
menggangu kelancaran dan kemampuan untuk memperoleh penghasilan”.
Pitri (2006) dalam penelitiannya mengemukkan bahwa :
”Tingkat risiko kredit murabahah tidak mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap profitabilitas bank syariah, hal ini didasarkan pada perhitungan statistik yang
membuktikan bahwa hipotesis (Ho) untuk signifikan variabel X terhadap Y diterima,
pada bank syariah yang relatif kecil, hal ini disebabkan karena : bank belum lama
beroperasi sehingga pengendalian terhadap pembiayaan masih relati mudah”..
Sehingga penulis dalam hal ini perlu mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh pembiayaan / kredit bermasalah (non performing finance)
murabahah terhadap profitabilitas di bank syariah mandiri.
Berdasarkan teori diatas, maka non performing finance murabahah memiliki
hubungan dengan profitabilitas bank syariah. Hubungan ini akan dibuktikan dalam
penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya pada objek peniliti.
2.1.6 Hubungan Non Performing Finance Pembiayaan Mudharabah
Terhadap Profitabilitas
Menurut Y,Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso dalam
Bank dan lembaga Keuangan lainnya (2000 : 32), yaitu :
”Dampak dari pembiayaan bermasalah (non performing finance) mudharabah yang terjadi adalah pendapatan bagi hasil semakin rendah, dengan begitu laba yang diperoleh bank menjadi kecil. Bank yang mempunyai Non Performing Finance akan semakin berat menanggung beban”.
Dalam hal ini laba yang dimaksud adalah keuntungan/laba keseluruhan yang
dihasilkan dari perhitungan tingkat profitabilitas (return on asset).
Risiko pembiayaan (non performing finance) mudharabah merupakan risiko
yang terkait pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC).
Menurut Adiwarman (2008: 104) yang dimaksud analisis risiko pembiayaan berbasis
”Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang di ambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan mudharabah”.
Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu :
1. Business Risk ( risiko bisnis yang dibiayai), yaitu risiko yang terjadi pada First Way Out.
2. Shrinking Risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah) yaitu risiko yang terjadi pada second way out.
3. Character Risk (risiko karakter buruk mudharib), yaitu risiko yang terjadi pada Third way out.
Risiko yang terjadi dari peminjaman adalah peminjaman yang tertunda atau
ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan.
Menurut Syafi’i Antonio (2007), resiko kredit ( non performing finance) yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapan dalam pembiayaan, relatif tinggi, yaitu :
1. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak (moral hazard).
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur (adverse selection).
4. Tingkat resiko pembiayaan mudharabah merupakan suatu kualitas yang menyatakan keadaan pembiayaan yang diperoleh dari aktivitas bagi hasil (mudharabah). Tingkat resiko pembiayaan mudharabah dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pembiayaan mudharabah yang bermasalah (non performing loan mudharabah) karena pengembaliannya tidak sesuai yang telah disepakati dengan total pembiayaan mudharabah secara keseluruhan.
Roni Zarka(2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh resiko pembiayaan
mudharabah terhadap profitabilitas (ROA) dimana hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa risiko pembiayaan mudharabah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
profitabilitas bank syariah, hal ini dapat terlihat dari nilai koefisien determinannya
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan
antara besarnya pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dan risiko
pembiayaan akibat adanya pembiayaan bermasalah (non performing finance)
mudaharabah terhadap profitabilitas diperoleh atau dihasilkan oleh bank syariah.
2.1.7 Hubungan Non Performing Finance Pembiayaan Murabahah dan Non
Performing Finance Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Non performing finance atau pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar
dapat mendatangkan dampak yang kurang menguntungkan baik bagi pemberian
pembiayaan, dunia perbankan maupun terhadap kegiatan ekonomi dan moneter
negara. Dalam bank syariah produk pembiayaan yang ditawarkan terdiri dari :
1. Pembiayaan atas dasar prinsip Murabahah
2. Pembiayaan atas dasar prinsip Mudharabah
3. Pembiayaan atas dasar prinsip Musyarakah
4. Pembiayaan atas dasar prinsip Qardhul hasan
Dalam pemberian pembiayaan tersebut diatas terdapat resiko pengembalian yang
akan berakibat terjadinya kredit bermasalah. Menurut Mahmoedin (2004:111), bahwa
terdapat dampak yang akan di akibatkan oleh pembiayaan bermasalah yaitu :
”Dampak terhadap kelancaran operasi bank pemberi pembiayaan,
CAR akan menurun, sehingga bank memerlukan modal dana segar. Apabila bank syariah tidak dapat menambah modal sendiri maka nila kesehatan operasi bank akan menurun. Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut”.
Menurut Lukman Dendawijaya (2000:88) mengemukakan :
”Implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit
bermasalah/NPF diantaranya akan mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank”
Menurut Drs.H.As Mahmoeddin (2002:20) mengemukakan bahwa :
”Tingkat Keuntungan sangat tergantung pada kelancaran kredit yang diberikan
kepada masyarakat, Jika terjadi kredit bermasalah yang mengarah kepada kredit
macet dan merugikan, maka tingkat profitabilitas pasti akan terganggu”.
Lukman Dendawijaya (2005:83) mengemukakan bahwa akibat dari timbulnya
kredit bermasalah dari suatu pembiayaan dapat berupa :
1) Dengan adanya kredit bermasalah bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas atau rentabilitas bank.
2) Return On Assets (ROA) mengalami penurunan.
(Ronie:2008)
Menurut Mahmoedin (2004:52) , non performing finance pada dasarnya disebabkan
oleh faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari mengingat
adanya kepentingan yang saling berkaitan sehingga mempengaruhi kegiatan usaha
1) Faktor Intern
Faktor intern yang disebabkan oleh kelalaian dalam bank syariah tersebut yang terdiri dari:
1. Kebijakan pemberian kredit yang terlalu ekspansif 2. Penyimpangan pemberian kredit
3. Itikad kurang baik pemilik atau pengurus dan pegawai bank 4. Lemahnya system administrasi dan pengawasan kredit 5. Lemahnya system informasi kredit
2) Faktor Ektern
Selain faktor intern. non performing finance juga dapat disebabkan oleh faktor ekstern yaitu:
1. Kegagalan usaha debitur
2. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga
3. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur 4. Musibah yang terjadi pada usaha debitur atau kegiatan usahanya
(Reki Fiswara,2008)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan pada bank
syariah bertujuan mencapai laba/tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat
pembiayaan bermasalah yang rendah. Semakin kecil/rendah non performing finance
pembiayaan murabahah dan mudharabah maka berpengaruh pada peningkatan