• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak cerai talak di luar presedur Pengadilan Agama terhadap nafkah dan nafkah pasca cerai : studi kasus di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab.Sukabumi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak cerai talak di luar presedur Pengadilan Agama terhadap nafkah dan nafkah pasca cerai : studi kasus di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab.Sukabumi)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

SAEPUDIN

NIM: 104043101294

K O N S E N T R AS I P E R B A N D I N G A N M A Z H A B F I K I H PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulusan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta,1 Agustus 2010

(5)

v

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, tiada kata yang pantas saya ucapakan selain

puji syukur atas karunia yang tak terhingga yang diberikan Allah SWT, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DAMPAK CERAI TALAK DI LUAR PROSEDUR PENGADILAN AGAMA TERHADAP NAFKAH IDAH DAN NAFKAH ANAK PASCA CERAI (Studi Kasus di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab. Sukabumi)” dengan baik walaupun masih banyak kekurangan diderbagai segi. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Besar Muhamad SAW, juga kepada keluarganya, shahabat, dan umatnya yang

senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amien.

Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan sepenuhnya penulis

menyadari, bahwa suksesnya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atau usaha

penulis pribadi. Namun adanya bantuan dan motivasi yang diberikan oleh berbagai

pihak. Maka dengan tulus dan ikhlas penulis ucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM sebagai Dekan Fakultas

Syriah dan Hukum sekaligus sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi.

2. Dr. H. A. Mukri Aji, MA dan Dr. H. Muhammad Taufiqi, M.Ag sebagi Ketua

(6)

vi

3. Pimpinan Perpustakaan besera stafnya yang telah memberikan fasilitas kepada

penulis untuk mengadakan studi pustaka.

4. Kedua orang tua Bapak H. Oong dan Ibu Hj. Ijah yang telah mengerahkan

kasih sanyang, bimbingan, serta nasehatnya. Tak lupa kepada kaka-kakaku

yang selalu memberikan nasehat, adikku Khairuddin, serta keponakanku Abd.

Nashir dan Meti Sumiati yang telah membantu dalam penelitian, dan seluruh

keluarga yang senantiasa memberikan warna indah dalam ruang kehidupan

penulis.

5. Kepala Desa Palasari Girang beserta jajarannya yaitu Bapak Aeh Saefullah,

Bapak M. jazuli, dan Bapak Ulis. yang telah memberikan kesempatan untuk

melakukan penelitian dan membantu penulis memberikan data-data, juga

kepada kepala KUA Kec. Kalapanunggal beserta jajarannya yaitu Bapak

Sarwan Hamid, Bapak Ma’mun Nawawi, dan Bapak U. Madrosin. Yang telah

menyempatkan waktunya untuk wawancara.

6. Lili Bariadi, Abd. Rohmat.S.E, Marpudin S.Pd,I., Ahdika Pratiwi. S.sos, I

serta seluruh senior yang lain, yang selalu memotivasi dan memberikan

masukan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan

kritik sangat diharapkan demi perbaikan ke depan.

Jakarta, 1 Agustus 2010

(7)

vii

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ...

vii

x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang masalah ... 1

B. Batasan dan perumusan masalah... 2

C. Tujuan dan manfaat penelitian... 3

D. Metode penelitian... 4

E. Sistematika penyusunan ... 7

BAB II PROSEDUR RESMI CERAI TALAK DAN KENYATAAN DI MASYARAKAT DESA PALASARI GIRANG KEC. KALAPANUNGGAL KAB. SUKABUMI... 9

A. Tata cara dan prosedur resmi pemeriksaan perkara cerai... 9

B. Proses perceraian di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab.Sukabumi ... 36

(8)

viii

A. Kondisi geografis Desa Palasari Girang... 40

B. Keadaan demografis Desa Palasari Girang... C. Kondisi sosial Desa Palasari Girang... 40 41 BAB IV TEMUAN PENELITIAN ... 46

A. Karakteristik responden ... B. Pengetahuan masyarakat setempat mengenai hukum perkawinan... C. Pemahaman masyarakat setempat mengenai hak dan kewajiban mantan suami-istri pasca perceraian... D. Faktor-faktor penyebab perceraian di luar prosedur Pengadilan Agama dan dampaknya terhadap pemenuhan nafkah idah dan nafkah anak pasca perceraian... 46

1. Daftar wawancara dengan Bapak U. Madrosin sebagai Amil di

Desa Palasari Girang Kab.

Sukabumi……….. 63

(9)

ix

4. Berita wawancara dengan ibu Fatimah salah seorang wanita

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Batas wilayah Desa Palasari Girang... 40

Tabel 3.2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin... 40

Tabel 3.3 Sarana ibadah di Desa Palasari Girang... 41

Tabel 3.4 Kondisi sosial pendidikan Desa Palasari Girang... 42

Tabel 3.5 Sarana pendidikan Desa Palasari Girang... 43

Tabel 3.6 Mata pencaharian masyarakat Desa Palasari Girang... 44

Tabel 4.7 Usia responden... 46

Tabel 4.8 Identitas responden berdasarkan tingkat pendidikan... 47

Tabel 4.9 Apakah perkawinan responden melibatkan pejabat setempat... 48

Tabel 3.10 Usia responden keika melangsungkan perkawinan... 49

Tabel 4.11 Tempat responden melangsungkan perceraian... 50

Tabel 4.12 Ada tidaknya penyuluhan mengenai proses perkawinan dan perceraian .. 51

Tabel 4.13 Pendapat responden mengenai sah atau tidaknya perceraian di luar rosedur Pengadilan Agama ... 52

Tabel 4.14 Setuju atau tidaknya dengan perceraian yang dilakukan di Pengadilan Agama ... 53

Tabel 4.15 Ada atau tidaknya upaya yang dilakukan mantan istri terhadap mantan suami jika tidak memenuhi nafkah idah ... 56

(11)

xi

suami jika tidak memenuhi nafkah anak ... 56

Tabel 4.17 Faktor penyebab terjadinya perceraian ... 57

Tabel 4.18 Alasan bercerai di luar PA ... 58

Tabel 4.19 Terpenuhi atau tidaknya nafkah selama masa idah ... 59

Tabel 4.20 Nafkah terhadap anak dari suami pasca cerai ... 60

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini, pasti mendambakan

kebahagiaan, dan salah satu untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan jalan

perkawinan. Perkawinan adalah fitrah manusia dan merupakan suatu hal yang sangat

sakral, baik dalam agama maupun kedudukannya dalam undang-undang. Tujuan dari

perkawinan adalah agar terbinanya hubungan seorang laki-laki dengan seorang

perempuan antara satu sama lain saling mencintai, menghasilkan keturunan dan hidup

berdampingan secara damai dan sejahtera dengan perintan Allah dan petunjuk

rasulnya.1

Namun tidak selamanya perkawinan berjalan mulus, terkadang dapat terjadi

pertengkaran yang hebat yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian, biasanya

yang menjadi dasar penyebab perceraian tersebut adalah karena tujuan dari

perkawinan tidak tercapai.

Islam memberikan solusi bagi mereka yang telah dipastiakn gagal dalam

membina rumah tangga dan jika perkawinan tersebut dipakasakan maka akan

menimbulkan kemadaratan yang lebih parah, yaitu dengan jalan talak atau perceraian.

Sebagaimana telah diatur di dalam al-Qur’an dan hadis serta undang-undang.

1

A. Rahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta, Raja Grapindo Persada, 2002) Cet, ke-1, h. 150

(13)

Pemerintah melalui undang-undang telah mengatur semua proses perceraian

dengan sebaik mungkin, dengan tujuan agar perceraian yang terjadi dapat

teridentifikasi dan tidak semena-mena. Namun yang terjadi di masyarakat khususnya

di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab. Sukabumi terkadang perceraian

dilakukan dengan cara mudah tanpa melalui prosedur Pengadilan Agama separti yang

telah diatur di dalam undang-undang tersebut.

Melihat penomena tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan judul: “DAMPAK CERAI TALAK DI LUAR PROSEDUR

PENGADILAN AGAMA TERHADAP NAFKAH IDAH DAN NAFKAH ANAK

PASCA CERAI (Studi Kasus di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab.

Sukabumi)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Banyak hal-hal yang menarik yang berkaitan dengan masalah perceraian,

namun untuk mempermudah dan memperjelas pokok pembahasan dalam

penelitian serta mengingat terbatasnya objek penelitian, maka penulis membatasi

pada perceraian yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku di Pengadilan Agama serta akibatnya terhadap nafkah iddah dan nafkah

anak pasca cerai di Desa Palasari Girang Kec. Kalanunggal Kab. Sukabumi.

2. Rumusan masalah

Mengacu pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa perceraian hanya

(14)

3

masyarakat khususnya di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab.

Sukabumi terkadang perceraian dilakukan tanpa melalui prosedur yang berlaku.

Perumusan masalah di atas penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

a. Bagaimana pemahaman masyarakat mengenai hukum perceraian?

b. Prosedur apa yang digunakan oleh masyarakat Desa Palasari Girang dalam

melakukan perceraian?

c. Apa dampak perceraian di luar prosedur Pengadilan Agama terhadap nafkah

idah dan anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang pernikahan dan perceraian yang sesuai

dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia

2. Untuk megetahui apa penyebab terjadinya perceraian di Desa Palasari Girang dan

apa yang menjadi alternatif dalam proses perceraian selain di Pengadilan Agama

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan proses perceraian

tidak melalui Pengadilan Agama

4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari prceraian di luar prosedur

Peradilan Agama, terutama implikasinya terhadap nafkah iddah dan nafkah anak

pasca cerai

5. Untuk mengetahui Bagaimana tindakan mantan seorang istri pada mantan

(15)

D. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, menggunakan jenis penelitian sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Yaitu pengumpulan data dan informasi melalui buku-buku, majalah, tabloid,

dan data-data tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan ini.

b. Penelitian lapangan (Field Research )

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dimana penulis langsung melakukan

penelitian ke lapangan untuk memperoleh data yang jelas (objektif). Adapun

cara yang dilakukan adalah wawancara (interview)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Palasari Girang Kec.

Kalapanunggal Kab. Sukabumi. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan bahwa

tidak sedikit masyarakat di Desa tersebut yang melakukan perceraian di luar

prosedur Pengadilan Agama. Hal ini membantu penulis untuk membuat

kesimpulan yang lebih akurat dari hasil penelitian yang dibuat.

3. Sumber data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, yaitu:

a. Data Primer

Data penelitian ini terutama diperoleh dari masyarakat Desa Palasari Girang

yaitu semua wanita yang pernah melakukan perceraian baik yang sudah

(16)

5

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dalam hal ini bersifat pelengkap yang diperoleh dari

buku, majalah, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembahasan ini.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Wawancara, yaitu dengan membuat pedoman wawancara yang diajukan

kepada tokoh masyarakat yaitu pejabat KUA Kec. Kalapanunggal, dan para

wanita yang pernah melakukan perceraian.

b. Kuesioner disebarkan kepada para responden sebagai penelitian daftar

pendapat yang mengumpulkan opini dari masyarakat yang untuk dijadikan

sampel. Subjek penelitian ini akan di fokuskan kepada para wanita yang

pernah melakukan perceraian baik yang sudah menikah lagi atau belum.

Untuk kuesioner ini penulis mengambil sampel 50 orang responden, dari 252

jumlah wanita yang pernah bercerai di Desa Palasari Girang Kec.

Kalapanunggal.2 Studi dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data

dari Dinas terkait dan data dari kantor Desa Palasari Girang.

5. Analisis Data

Yang dimaksud dengan teknik analisis data adalah proses penyederhanaan

data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.3 Analisis

data ini menggunakan deskriptif kuantitatif.

2

(17)

a. Wawancara

Mendeskripsikan hasil wawancara yang dianggap dapat mendukung inti

permasalahan yang penulis teliti.

b. Kuesioner

Analisis ini dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui kuesioner dari

sumber utama, adapun data tersebut diolah dengan menggunakan rumusan:

100

F = Frekuensi yang sedang dicari frekuensinya

N = Jumlah seluruh sample4

Besarnya rumus di atas akan dijelaskan dengan beberapa kriteria di antaranya:

100 % = Seluruhnya

Marisa Siganimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta, LP3ES, 1995), cet. Ke-1, h.263

4

(18)

7

1 - 17 % = Sedikit sekali

c. Studi dokumentasi

Memaparkan data-data yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang

diteliti.

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan buku

pedoman penulisan skripsi yang disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Sistematika Penyusunan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam

empat bab, penulis uraikan sebagai berikut:

Bab Pertama, Merupakan babpendahuluan sebagai gambaran umum tentang penulisan skripsi, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, Pada Bab ini akan membahas mengenai tata cara dan proses perceraian secara resmi di Pengadilan Agama, dan proses perceraian pada masyarakat

Desa Palasari Girang Kecamatan Kalapanunggal Kabupaten Sukabumi

Bab Ketiga, Bab ini membahas kondisi masyarakat di Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal Kab. Sukabumi,

Bab keempat, memuat hasil panelitian yang meliputi Karakteristik responden, pengetahuan masyarakat setempat mengenai hukum perkawinan dan

(19)

pasca percerain, faktor-faktor penyebab perceraian di luar prosedur Pengadilan

Agama dan dampaknya terhadap pemenuhan nafkah idah dan nafkah anak

(20)

9

BAB II

PROSEDUR RESMI CERAI TALAK DAN KENYATAAN DI MASYRAKAT DESA PALASARI GIRANG KEC.KALAPANUNGGAL

KAB. SUKABUMI

A. Tata Cara dan Prosedur Resmi Pemeriksaan Perkara Cerai

Pada dasarnya talak adalah ungkapan yang merupakan hak suami untuk

menceraikan istrinya. Dahulu laki-laki muslim di Indonesia, dapat saja menceraikan

istrinya dengan ungkapan-ungkapan tertentu langsung kepada istrinya di hadapan

saksi.1 Tentu saja kesewenang-wenangan tersebut tidak dapat dibiarkan berlanjut

demi untuk menertibkan dan mensejahterakan keluarga masyarakat Indonesia.

Langkah penetiban itulah salah satunya dengan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun

1974 tentang perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan

Undang-undang tersebut, sejalan dengan asasnya yaitu mempersulit perceraian. Sejak

berlakunya UU Parkawinan dan PP tersebut, penggunaan kebolehan lembaga talak

diatur dan dibatasi dengan barbagai syarat yang disesuaikan dengan ketentuan hukum

islam. Tata cara penggunaan talak mesti melalui campur tangan pengadilan yang

diberi kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah yang menjadi dasar

pertimbangan suami untuk mentalak istrinya, apakah dapat di benarkan menurut

hukum dan nilai moral islam.2

1

Moh. Daud Ali, dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grapindo Persada, 1995) Cet. Ke-1 h.94

2

(21)

Dengan tujuan mempersulit terjadinya perceraian itu, maka ditentukanlah untuk

melakukan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa antara suamu-istri tersebut tidak dapat

hidup rukun lagi. Perceraian itu seperti disebutkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974

dan KHI bahwa pernikahan dapat putus disebabkan karena (1) Kematian (2) Perceraian (3)

Putusan pengadilan.

UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 menjelaskan:

1. Perceraian haya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah pengadilan yang

bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak

2. Untuk melakukan percerian, harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak

akan dapat hidup rukun sebagai suami istri

3. Tata cara perceraian di depan sidang diatur dalam peraturan perunda-undangan sendiri3

UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 54 mengatakan

bahwa Hukum Acara Peradilan Agama selain dari yang dimuat dalam UU tersebut,

mempergunakan Hukum Acara Perdata Peradilan Umum. Pengaturan tempat

mengajukan gugatan/permohonan yang dimuat dalam UU nomor 7 tahun 1989

Tentang Peradilan Agama hanya terbatas bagi perkara perkawinan cerai talak dan

cerai gugatan.4

Oleh karena itu tempat mengajukan gugatan/permohonan dalam perkara

selain perkara kawin cerai talak dan perkara perkawinan cerai gugat, berpegang pada

aturan tempat mengajukan gugatan/permohonan yang dimuat dalam UU Nomor 1

3

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: UI Press,1986). Cet. 5 h. 98

4

(22)

11

tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP Nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan

Undang-undang tersebut, sedangkan untuk perkara lain-lainnya berpegang kepada

aturan umum tempat mengajukan gugatan/permohonan menurut yang berlaku di

Peradilan Umum.5

Tempat mengajukan gugatan/permohonan dalam perkara perkawinan sebagai

berikut:

1. Permohonan suami untuk menceraikan istrinya dengan cerai talak, diajukan oleh

suami (pemohon) ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri

(termohon). Bila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang

ditentukan bersama tanpa izin pemohon dan atau bila termohon bertempat

kediaman di Luar negeri maka permohonan diajukan oleh pemohon ke Pengadilan

Agama yang mewilayahi tempat kediaman pemohon. Bila suami-istri

(pemohon-termohon) bertempat kediaman di Luar negeri, permohonan diajukan ke Pengadilan

Agama yang mewilayahi tempat perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan,

atau ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat.6

2. Gugatan perceraian diajukan oleh istri (penggugat) atau kuasanya ke Pengdilan

Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri (penggugat). Bila penggugat

dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugut

(suami), dan atau bila penggugat bertempat kediaman di Luar negeri, gugatan

5 Ibid

(23)

perceraian diajukan oleh penggugat ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat

kediaman tergugat. Jika suami-istri kedua-duanya bertempat kediaman di Luar

negeri maka gugatan diajuakan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat

perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan atau ke Pengadilan Agama Jakarta

Pusat.7

Berikut adalah prosedur yang harus dilalui dalam melakukan cerai talak di

Pengadilan Agama (PA)

1. Proses Administrasi Perkara

a.Permohonan Cerai

1. Suami membuat surat permohonan talak, yang ditujukan kepada Ketua

Pengadilan Agama yang dituju. Format surat permohonan berisi:

a) Identitas

Berisi identitas kedua belah pihak (nama lengkap, usia, agama, pekerjaan

dan alamat jelas tempat kediaman yang senyatanya)

b) Posita

Berisi dalil-dalil permohonan, yakni peristiwa atau kejadian

senyata-nyatanya yang menjadi penyebab diajukannya Permohonan Talak (Pasal

19(f)PPA/75).8 Dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang

pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan KHI pasal 116:

1) Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan

7 Ibid

8

(24)

13

lain sebagainya yang sulit disembuhkan.

2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun

berturut-turut tanpa izin pihak yang lain tanpa alasan yang sah atau karena hal

lain di luar kemauannya.

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap yang lain.

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang

mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami

atau istri.

6) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan

7) Suami melanggar taklik talak

8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.9

Alasan-alasan cerai di atas tidak bersifat komulatif tetapi alternatif.

Pemohon dapat memilih salah satu diantanya sesuai dengan fakta yang

mengiringinya. Yang terpenting adalah alasan yang dikemukakan dapat

dibuktikan sebagai dasar pertimbangan untuk mengabulkan permohonan.10

9

Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukun UIN Syarif Hidayatullah Jakata, 2004), h.188

(25)

c) Petitum

Yakni tuntutan atau permintaan tentang apa yang diinginkan.11

2. Mendaftarkan perkara.

Setelah surat permohonan talak dibuat, pemohon dapat menuju ke

meja-1 dengan menyerahkan Surat Permohonan Talak, lalu petugas meja-1

membuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), setelah itu menuju

kasir untuk membayar Panjar Biaya Perkara. Dengan membawa Bukti

Pembayaran. Pemohon kembali ke meja-1 dan menyerahkan Surat

PermohonanTalakuntuk diberikan nomor registrasi.

3. Prosedur pendaftaran selesai

Pemohon dapat meninggalkan Kantor Pengadilan Agama dan

menunggu panggilan persidangan.12

b.Cerai Gugat

1. Isteri membuat surat gugat cerai. yang ditunjukan kepada Ketua Pengadilan

Agama. Adapun format surat gugatan, meliputi:

a) Identitas

Berisi identitas kedua belah pihak (nama lengkap, usia, agama,

pekerjaan dan alamat jelas tempat kediaman yang senyata-nyatanya)

b) Posita

11

Prosedur Berperkara di Pengailan Agama, artikel ini di akses pada tanggal 19 juli 2010dari http://pa-iaksel.net

(26)

15

Berisi dalil-dalil permohonan, yakni peristiwa atau kejadian

senyata-nyatanya yang menjadi penyebab diajukannya gugatan talak (Pasal 19

(f) PPA/75).

c) Petitum

Yakni tuntutan atau permintaan tentang apa yang diinginkan.13

2. Mendaftarkan perkara.

Setelah surat permohonan gugat dibuat Penggugat dapat menuju ke

meja-1 dengan menyerahkan Surat Gugat, lalu petugas meja-1 membuatkan

Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), setelah itu menuju kasir untuk

membayar Panjar Biaya Perkara. Dengan membawa Bukti Pembayaran

Penggugat kembali ke meja-1 dan menyerahkan Surat Gugat untuk

diberikan Nomor Registrasi.

3. Prosedur pendaftaran selesai

Pemohon dapat meninggalkan Kantor Pengadilan Agama dan

menunggu panggilan persidangan.14

Dalam hukum acara perdata di kenal 2 teori tentang cara penyusunan gugatan

kepada pengadilan, yaitu:

1. Substantiering theorie

Teori ini menyatakan bahwa, gugatan selain harus menyangkut

13 ibid

(27)

peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut

kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab peristiwa

hukum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, tidak

cukup hanya menyebutkan bahwa ia pemilik benda itu, tetapi juga harus

menyebutkan sejarah kepamilikannya, misalnya karena membeli, mewarisi,

hadiah dan sebagainya.

2. Individualiserings theorie

Teori ini menyatakan bahwa, dalam gugatan cukup disebut

peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menujukan keadanya hubungan hukum

yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata

yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian tersebut.

Sejarah terjadinya atau sejarah adanya kepemilikan, hak milik benda itu tidak

perlu dimasukan dalam gugatan, karena hal itu dapat ditemukan dalam

persidangan dengan disertai bukti-bukti seperlunya15

Pada prinsipnya setiap surat gugatan/permohonan dibuat secara tertulis, namun

demikian apabila seseorang tidak bisa membuat surat gugatan/permohonan secara

tertulis, dimungkinkan dilakukan dengan cara lisan melalui Ketua Pengadilan

Agama.16

Selanjutnya Ketua Pengadilan Agama dapat memerintahkan kepada hakim

15

Abdul Manna, Penerapan Hokum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (yayasan al-hikmah, 2000) cet.1 h. 17

16

(28)

17

untuk membantu penggugat atau pemohon tersebut untuk mengemukakan

alasan-alasan hukumnya mengajukan permohonan atau gugatan, selanjutnya ditanda tangani

oleh Ketua atau hakim yang menerimanya. Itu berdasarkan ketentua pasal 114 ayat

(1) R.Bg atau pasal 120 HIR.17

Dalam prakteknya surat gugatan atau permohonan secara lisan, dibuatkan oleh

Panitra atas nama Ketua Pengailan Agama membuat catatan yang diterangkan oleh

penggugat atau pemohon kepadanya, yang disebut "catatan gugat atau catatan

permohonan".

Dan catatan gugat atau permohonan ini setelah dibuat lalu dibacakan kembali

agar penggugat atau pemohon mengerti isinya. Setelah ia paham dan sependapat,

maka dibubuhkan cap jempol dengan legalisasi oleh Panitra Pengdilan Agama yang

bersangkutan.18

Setelah mempelajari surat tersebut, dalam jangka waktu 30 hari sejak diterima,

ketua majlis atau hakim yang di tunjuk menetapkan hari sidang untuk mendengar

penjelasan pemohon dan termohon, dalam kesempatan itu diusahakan perdamaian ,

pihak-pihak harus hadir sendiri, tidak diwakilkan, yang kalau berhasil maka

permohonan dicabut. Tetapi kalau gagal, maka pengadilan membuat penetapan

mengabulkan permohonan tersebut, namun demikian belum boleh diikrarkan talak,

17 Ibid

(29)

karena terhadap penetapan tersebut masih terbuka kesempatan untuk minta banding

kepada Pengadilan Tinggi Agama, kemudian kasasi ke Mahkamah Agung.19

2. Tahapan Persidangan

a. Tahapan Persidangan Permohonan Talak

Tahap persidangan Sidang I

Proses persidangan pertama memuat:

a. Ketua majlis membuka sidang

b. Ketua majlis menanyakan identitas para pihak

c. Anjuran damai

d. Pembacaan surat gugatan20

Pada sidang pertama, bila pemohon dan termohon hadir, maka akan ada

tiga kemungkinan:

a) Para pihak berdamai dan sidang tidak di laksanakan; atau

b) Pemohon tidak bersedia berdamai sedangkan termohon setuju untuk damai;

atau

c) Pemohon bersedia berdamai namun termohon tidak bersedia berdamai.

Dalam hal ini hakim dapat menunda sidang dan menyarankan agar kedua

belah pihak berdamai, untuk mengingat kebaikan masing-masing. Bila

19

Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya,(Jakarta, Sinar Grafika, 1996) h. 111

20

(30)

19

pemohon tetap ingin bercerai, sidang dilanjutkan, dimulai dengan

pembacaan surat permohonan, oleh pemohon atau kuasanya.21

Dalam sidang pertama kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi

adalah:

a) Pemohon hadir sedang termohon tidak hadir, sidang ditunda untuk

memanggil kembali termohon;

b) Pemohon tidak hadir dan tidak mengirim kuasanya, kemungkinan pemohon

tidak jadi mengajukan permohonannya atau, sidang ditunda kembali untuk

memanggil pemohon. Bila telah dipanggil sekali lagi, pemohon tetap tidak

hadir dalam sidang di muka. hakim dapat menetapkan bahwa gugatan

dinyatakan gugur atau net onvankelijk (NO). Atau sidang ditunda lagi

untuk memanggil pemohon dengan persetujuan termohon. Hal ini diatur

dalam pasal 124 HIR/148 RB.g. bila pemohon ingin mengajukan

permohonan lagi, maka ia wajib mendaftar atau mengajukan permohonan

baru. Jika pemohon hadir, termohon tidak hadir, hakim dapat:

1) Menunda persidangan untuk memanggil tergugat sekali lagi

2) Menjatuhkan putusan verstek karena termohon dinilai ta'azzuz (ghaib)22

Sidang II Jawaban

21

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2006) ed.l,Cet.Ke-2.h.l20

(31)

Dalam jawaban, termohon, yaitu istri berhak mempertahankan haknya.

Pada kesempatan ini termohon atau kuasanyajuga dapat mengajukan gugatan

balik (rekonvensi). Jawaban atau rekonvensi dapat secara tertulis atau lisan

(pasal 121 ayat (2) HIR/pasal 145 ayat (2) RB.g. jo pasal 132 ayat (1)

HIR/pasal 158 ayat (1) RB.g.)

Bila termohon atau kuasa hukumnya tidak hadir dalam sidang, meskipun

mengirimkan surat jawaban, tetap dinilai tidak hadir dan jawaban itu tidak

diperhatikan, kecuali jawaban yang berupa eksepsi bahwa pengdilan yang

bersangkutan tidak berwenang mengadili perkaraitu.23

Sidang III Replik

Sidang replik, yaitu kesempatan yang diberikan oleh hakim kepada

pemohon untuk menanggapi jawaban termohon sesuai dengan pendapatnya,

atau tetap mempertahankan permohonannya, mengulangi permohonan,

menegaskan dan melengkapi atau menambahkan keterangan yang dianggap

perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya pada surat permohonannya. Atau dapat

juga merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan termohon.24

23 Ibid

(32)

21

Sidang IV Duplik

Sidang duplik merupakan jawaban atau tanggapan dari replik. Termohon

mengajukan duplik yang pada pokoknya mengulangi dan menegaskan kembali

jawaban serta gugatan rekonvensinya.

Acara replik dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada

titik temu antara pemohon dengan termohon dan atau dianggap cukup oleh

hakim.

Bila acara jawab-menjawab dianggap telah cukup namun masih ada

hal-hal yang tidak disepakati oleh pemohon dan termohon sehingga perlu

dibuktikan, kemudia acara dilanjutkan ketahap pembuktian.25

Sidang V Pembuktian

Pembuktian di muka Pengadilan adalah merupakan hal yang sangat

penting dalam Hukum Acara sebab Pengadilan dalam menegakan hukum dan

keadilan tidak lain berdasarkan pembuktian. Hukum pembuktian termasuk

bagian dari Hukum Acara sedangkan Peradilan Agama mempergunakan

Hukum Acara yang berlaku bagi Peradilan Umum.26

Yang dimaksud dengan pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang

kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan di muka sidang dalam suatu

persengketaan. Jadi membuktikan itu hanyalah dalam hal adanya perselisihan

25 ibid

26

(33)

sehingga dalam perkara perdata di muka pengadilan, terdapat hal-hal yang

tidak dibantah oleh pihak lawan, tidak memerlukan untuk dibuktilan.27

Pada tahap ini, baik pemohon atau termohon diberi kesempatan yang

sama untuk mengajukan bukti-bukti baik berupa saksi-saksi, alat bukti surat

maupun alat bukti lainnya secara bergantian yang diatur oleh hakim.28

Sidang VI Kesimpulan

Pada tahap kesimpulan, masing-masing pihak (pemohon dan termohon)

diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir tentang hasil

pemeriksaan selama sidang berlangsung.29

Sidang VII Penetapan Hakim

Contoh kasus:

Pada tanggal 7 januari hakim memberikan penetapan bahwa permohonan

suami (pemohon) untuk mengajukan ikrar talak diterima. Sejak penetapan ini

terdapat jangka waktu 14 hari (14 hari kerja). Dalam jangka waktu 2 minggu

ini, termohon dapat mengajukan permohonan banding.

Bila istri tidak mengajukan banding maka penetapan hakim memperoleh

kekuatan hukum yang tetap. Sejak tanggal tersebut, suami atau pemohon dapat

mengajukan permohonan untuk mengucapkan ikrar talak.

Tanggal 25 januari (14 hari kerja setelah penetapan hakim berkekuatan

27

Ibid h. 138

28

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia,h. 123

(34)

23

hukum tetap) talak belum jatuh., istri dapat mengajukan banding. Bila istri

(termohon) tidak dapat menyatakan banding, penetapan tersebut dapat

memperoleh kekuatan hukum yang tetap(25/l-05). Sejak tanggal tersebut

pengadilan menentukan hari sidang untuk menyaksika ikrar talak pemohon

atas permohonan pemohon (suami). Misalnya ditetapkan bahwa sidang untuk

mengucapkan ikrar talak pada tangga 25 maret 2005, maka suami pada hari

yang ditentukan harus datang dan mengucapkan ikrar talak di hadapan Mejelis

hakim dan dihadiri oleh istri.

Undang-undang memberi kesempatan atau tenggang waktu bagi suami

atau pemohon untuk mengucapkan Ikrar Talak dalam waktu 6 bulan. Bila

dalam tenggang waktu tersebut suami tidak datang untuk mengucapkan Ikrar

Talak, maka permohonan untuk mengucapkan Ikrar Talak tersebut dapat

dinyatakan gugur oleh hakim, (pasal 70 ayat (6) UU Peradilan Agama).30

Pemeriksaan

Pemeriksaan cerai talak pada prinsipnya sama dengan perkara perdata

pada umumnya. Namun demikian ada bebrapahal yang tidak bias ditolerir dan

dianggap sangat prinsipil dalam pemeriksaan cerai talak.31

a. Pemeriksaan cerai talak mesti dilakukan dengan majlis hakim

(pasal 68 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989) dalam siding tertutup

30

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia,h. 124

31

(35)

(pasal 68 ayat 2 dan pasal 80 ayat 2). Ketentuan pemeriksaan ini

merupakan pengecualian dari asas umum yang ditentukan dalam

pasal 17 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 jo. Pasal 59 ayat 1

Undang-undang No.7 Tahun 1989. Menurut asas umum semua

perkara harus dilakukan dalam sidang pemeriksaan pengadilan

yang terbuka untuk umum. Akan tetapi, dikarnakan hal lain,

pemeriksaan perkara perceraian harus dilakukan dalam sidang

tertutup dan jika dilanggar, maka putusan dianggap batal dan

harus diadaka pemeriksaan ulang dalam sidang tertutup. Namun

demikian, sekalipun pemeriksan dilakukan dalam sidang tertutup,

tetapi dalam putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum.32

b. Pemeriksaan cerai talak meskipun tidak dihadiri oleh pemohon

dan termohon, akan tetapi dalam sidang perdamaian, pemohon

dan termohon harus datang secara pribadi, tidak bisa diwakili

oleh kuasa hukumnya. Upaya perdamaian dalam perkara cerai

talak, harus dilakukan hakim dalam setiap sidang sampai

dijatuhkannya putusan. Ketentuan ini menyimpang dari ketentuan

umum hukum acara perdata, dimana kuasa dapat mewakili

(36)

25

kepentingan pihak pemberi kuasa, meskipun dalam sidang

perdamaian.33

c. Dalam proses pemeriksaan cerai talak, istri (termohon) berhak

mengajukan gugatan rekonvensi (pasal 132 (a) dan (b) atau pasal

157 dan 158 RB.g) dengan beberapa alasan. Pertama perkara

cerai talak (voluntair) sama dengan perkar gugat cerai

(cotentiosa). Sebab istri sebagai termohon sama setatusnya

sebagai tergugat. Istri bukan sebagai tergugat. Istri bukan objek

tetapi subjek yang mempunyai hak untuk membela dan

mempertahankan haknya dalam proses pemeriksaan.

Masing-masing berhak mengajukan replik duplik dan juga alat

penbuktian. Kedua, istri sebagai termohon diberihak untuk

mengajukan upaya hukum banding (pasal 70 ayat 2). Ini

menunjukan bahwa perkara cerai talak bersifa contentiosa atau

sengketa. Artinya istri sebagai termohon mempunyai posisi yang

sama dengan pihak-pihak dalam pemeriksaan perkara

contentiosa. Tiga, kebolehan menggabungkan gugat cerai talak

dengan persoalan pemeriksaan pemeliharaan anak dan pembagian

harta bersama, membuka pintu bagi istri untuk menuntut dan

(37)

membela kepentingannya pada saat yang bersamaan dalam

pemeriksaan cerai talak.34

b. Tahapan Persidangan Cerai Gugat

Proses pemeriksaan cerai gugat pada dasarnya sama dengan proses

pemeriksaan cerai talak. Proses pemeriksaan selambat-lambatnya terhitung 30

hari dari tanggal perkara didaftarkan di Pengadilan yang bersangkutan.

Pemeriksaan dilakukan secara Majlis hakim dalam sidang tertutup untuk

umum. Persidangan tidak harus dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

Mereka dapat diwakili oleh kuasa yang telah mendapat surat kuasa khusus

untuk itu. Hanya saja jika dalam proses pemeriksaan ternyata perdamaian itu

tercapai, maka suami-istri harus datang secara pribadi tidak boleh diwakilkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses perkara cerai gugat, tidak

jauh berbeda dengan proses pemeriksaan cerai talak. Dan kalau kita coba

menarik perbedaan, perbedaan hanya ada pada bentuk putusan. Oleh karena

perkara gugat cerai bersifat contentiosa maka bentuk putusan akanber sifat

condemnatoir.35

Sama halnya dalam permohonan cerai, di mana diajukan pembuktian:

1. Apabil alasan cerai karena mendapat hukuman penjara maka sebagai bukti

cukup dengan salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

34 Ibid

(38)

27

tetap.

2. Apabila alasan perceraian karena cacat badan atau penyakit yang berakibat

tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, pengadilan dapat

memrintahkan agar tergugat memriksakan diri ke dokter.

3. Apabila alasan cerai karena syiqaq, harus didengar saksi-saksi yang berasal

dari keluarga atau orang-orang terdekat suami-istri. Dapat pula diangkat

hakam seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak.

4. Apabila alasan cerai karena zina dapat pula tebukti secara sempurna bila

li’an telah diucapkan tanpa dilawan dengan li’an pula.36

3. Upaya Hukum

a. Upaya Banding

Banding dalam istilah pengdilan disebut appel (Belanda), yaitu

pembatalan, yaitu upaya hukum yang meminta dibatalkan putusan Pengadilan

tingkat pertama oleh Pengadilan tingkat banding karena merasa tidak puas atas

putusan pengadilan tingkat pertama berasebut.37 Banding adalah upaya yang

diajukan oleh salah satu pihak yang terlibat dalam perkara, agar penetapan atau

putusan yang dijatuhkan Pengadilan Agama diperiksa ulang dalam

pemeriksaan tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Agama. Karena belum

36

Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya h. 112

37

(39)

puas oleh putusan Pengadilan tingkat pertama.38Upaya ini bertujuan untuk

mengoreksi dan meluruskan segala kesalahan, kekeliruan dalam penerapan

hukum, tatacara mengadili, penilaian fakta dan pembuktian.39

Dasar hukum banding adalah:

1. Undang-undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman, Pasal 19

2. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1975 Tentang Peradilan

Agama/Mahkamah Syariah Luar Jawa Madura, Pasal 8 dan 11.40

Tenggang waktu permohonan banding yaitu 14 hari setelah putusan

diucapkan, apabila waktu putusan diucapkan pihak pemohon banding hadir

sendiri di persidangan., atau 14 hari sejak putusan diberitahukan apabila

pemohon banding tidak hadir pada saat putusan diucapkan di persidangan.41

Mengenai proses pemeriksaan tingkat banding sebagai berikut:

1. Dilakukan berdasarkan berkas perkara

Pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan melalui Berita Acara

pemeriksaan Pengadilan Tingkat Pertama yaitu "berdasarkan perkara"

2. Apabila dianggap perlu dapat melakukan pemerikasan tambahan, melalui

proses:

38

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 127

39

Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 157

40

Roihan A. Rasyid, Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama, h.56

41

(40)

29

a) Pemeriksaan tambahan berdasarkan putusan sela, sebelum

menjatuhkan putusan akhir; atau putusan ditangguhkan menunggu hasil

pemeriksaan tambahan.

b) Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan sendiri oleh Pengadilan Tinggi

Agama (PTA)

c) Pelaksanaan pemeriksaan tambahan diperintahkan kepada pengadilan

yang semula memeriksa dan memutus pada tingkat pertama.

d) Pemeriksaan tingkat banding dilakukan dengan majlis; Pasal 11 ayat 1

Lembaran Negara No. 36 tahun 1970, dipertegas dalam Pasal 15 UU

No. 14 tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman.42

b. Upaya Kasasi

Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap putusan/penetapan Peng

adilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan

tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung, melalui

Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus,

karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu, dengan syarat-syarat

tertentu. Upaya hukum kasasi baru dapat digunakan kalau sudah

mempergunakan upaya hukum banding.43

Kasasi adalah upaya hukum biasa yang kedua, yang diajukan oleh

42

Ibid h. 175

43

(41)

pihak yang merasa tidak puas atas penetapan dan putusan di bawah Mahkamah

Agung, mengenai:

1. Kewenangan pengadilan

2. Kesalahan penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan (tingkat

I/II). Dalam memeriksa dan memutuskan perkara.

3. Kesalahan atau kelalaian dalam cara-cara mengadili menurut syarat-syarat

yang ditentukan peraturan perundang-undangan.44

Kasasi untuk lingkungan Pengadilan Agama baru sejak keluarnya

peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1977, Tentang Jalan Pengadilan

Dalam Pemeriksaan Kasasi Dalam Perkara Perdata dan Pidana Oleh

Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer.

Pasal 2 dari Peraturan tersebut menyatakan bahwa kasasi untuk perkara dari

lingkungan Peradilan Agama dapat dipergunakan aturan kasasi untuk

lingkungan Peradilan Umum, yaitu pasal 112 sampai 120 dari Undang-undang

No. 1 Tahun 1950 Tentang Mahkamah Agung Indonesia.45

Dasar hukum kasasi Peradilan Agama sekarang adalah dengan

terbitnya Undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung,

maka isi dari Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1977 tersebut telah di

ambil over kedalamnya dan dengan peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun

1977 tersebu telah dicabut, sehingga kasasi ke Mahkamah Agung dari

44

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia h. 177

45

(42)

31

Peradilan Agama semakin kongkrit dan juridis dengan Undang-undang, yaitu

Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung tersebut.46

Adapun mengenai prosedur permohonan kasasi sebagai berikut:

1. Tenggang waktu melakukan permohonan kasasi adalah 14 hari sejak

tanggal pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi Agama disampaikan

secara resmi oleh Juru Sita kepada yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam

pasal 46 ayat 1 dan ayat 2.

2. Permohonan kasasi disampaikan kepada Panitera Pengadilan Agama yang

memutus perkara.

3. Yang berhak mengajukan kasasi adalah:

a) Pihak yang berperkara, atau

b) Wakil yang secara khusus diberi kuasa. (pasal 44 ayat 1 UU No. 14

tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung).47

Permohonan kasasi yang telah dikirim ke Mahkamah Agung melalui

panitra pengadilan tingkat pertama, selanjutnya diperiksa oleh Mahkamah

Agung. Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya oleh tiga orang Hakim

Agung, berdasarkan berkas yang diterima Mahkamah Agung. Pemeriksaan

kasasi meliputi semua putusan hakim, baik yang meliputi bagian-bagian

daripada putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun yang maupun yang

46 Ibid

47

(43)

menguntungkan pemohon kasasi.48

Jika pemohon kasasi telah memenuhi syarat, dan alasan permohonan

sesuai dengan alasan yang diatur dalam pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung akan mengabulkan dan

memutuskan permohonan perkara tersebut. Ada 3 bentuk putusan Mahkamah

Agung yang mengabulkan permohonan kasasi:

1. permohonan kasasi dikabulkan selanjutnya putusan Pengadilan Tinggi

dibatalkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara itu dengan

menguatkan putusan Pengadilan tigkat pertama.

2. Permohonan kasasi dikabulkan selanjutnya putusan Pengadilan Tingkat

Pertama dan Pengadilan Tinggi dibatalkan serta mahkamah agung

mengadili perkara tersebut dengan menyatakan bahwa gugatan penggugat

tidak dapat diterima.

3. Permohonan kasasi dikabulkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri

perkara tersebut dengan memerintahkan pengadilan tingkat pertama

memeriksa kembali perkara tersebut.49

c. Upaya Peninjauan Kembali (PK)

Penunjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum luar biasa yang

diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan hanya dapat dilakukan oleh

48

Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 167

49

(44)

33

Mahkamah Agung (pasal 21 UU No. 14 tahun 1970 selanjutnya diatur dalam

bab IV bagian ke-IV UU No. 14 tahun 1985, pasal 66-76).50

Disebut dengan luar biasa karena upaya hukum tersebut memeriksa,

mengadili, memutus kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap muthlak bersifat final, tidak bisa dianggu gugat (litis

finiri opperte), pada hari putusan telah terkandung kekuatan hukum yang

mengikat para pihak serta mempunyai kekuatan aksekutorial yang muthlak

kepada para pihak.51

Mengenai prosedur permohonan peninjauan kembali

sebagai berikut:

1. Permohonan diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui

Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama

(pasal 70 ayat (1) UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung )

2. Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan

sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan.52

Alasan-alasan yang dimaksud tidak boleh menyimpang dari

ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, yaitu:

a) Apabila putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak

50 Ibid

51

Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 168

52

(45)

lawan yang di ketahui perkara diputuskan atau didasarkan pada

bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatan palsu.

b) Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang

bersifat menentukan yang pada waktu diperiksa tidak ditemukan.

c) Apabila telah ditemukan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih

daripada yang dituntut.

d) Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai soal yang sama, atas

dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah

diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

e) Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan atau kekeliruan

hakim dengan nyata. 53

3. Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia menguraikan

permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama yang

memutuskan perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh

Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan

tersebut. (pasal 71 UU No. 14 Tahun 1985)

4. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya

dengan tiga orang hakim, (pasal 40 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung )

5. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) hanya dapat diajukan satu kali

53

(46)

35

(pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung)

6. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) tidak menangguhkan atau

menantikan pelaksanaan putusan (pasal 66 ayat (2) UUNo. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung )

7. Mahkamh Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Agama yang

memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau Pengadilan Tinggi (tingkat

banding) mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta sagala hal

keterangan serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud. (pasal 73

ayat (1) UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung )

8. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus.54

Jika berkas perkara sudah dianggap lengkap dan telah memenuhi syarat

formal, seperti telah dibayar biaya perkara dan tidak melampaui batas tenggang

waktu, maka permohonan PK harus dikirim oleh panitera pengadilan tingkat

pertama ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal

penerimaan atau pengiriman salinan permohonan PK.55

Pemeriksaan upaya hukum PK merupakan wewenang muthlak dari

Mahkamah Agung, yang tidak bisa didelegasikan kepada badan pengadilan

yang lain (pasal 70 UUNo. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung).

Kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa PK peliputi:

54

Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 179

55

(47)

1. Memerintahkan pengadilan tingkat pertama yang memeriksa atau

pengadilan tingkat banding untuk melakukan pemeriksaan tambahan atau

meminta keterangan tambahan dan pertimbangan dari pengadilan yang

bersangkutan.

2. Meminta keterangan dari jaksa atau pejabat lain yang diserahi tugas

melakukan penyidikan

3. Mengirim dengan segera perintah yang dimaksudkan oleh Mahkamah

Agung.56

Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan PK, maka Mahkamah

Agung akan membatalkan putusan dan selanjutnya memeriksa dan memutus

sendiri perkara tersebut. Sebaliknya Mahkamah Agung akan menolak

permohonan PK, jika permohonan tersebut tidak berdasar atau beralasan.

Keputusan Mahkamah Agung sebagai badan Pengadilan Tingkat Pertama dan

terakhir. Artinya apabila Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan

terhadap perkara PK, maka putusan bersifat final, tidak ada lagi upaya hukum

yang lain.57

B. Proses perceraian di Masyarakat Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal

Kab.Sukabumi

Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan KHI (Kompilasi

Hukum Islam) bahwa pernikahan dapat putus disebabkan karena (1) Kematian (2) Perceraian

56 Ibid

57

(48)

37

(3) Putusan Pengadilan.

UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 menjelaskan:

1. Perceraian haya dapat dilakukan di depan Pengadilan setelah Pengadilan yang

bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak

2. Untuk melakukan percerian, harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak

akan dapat hidup rukun sebagai suami istri

3. Tata cara perceraian di depan sidang diatur dalam peraturan perunda-undangan sendiri58

Dalam melakukan perceraian, masyarakat Desa Palasari Girang Kec.Kalapanunggal

Kab. Sukabumi pada umumnya hanya dilakukan dilakukan secara kekeluargaan tanpa

melalui Pengadilan Agama.

Menurut hasil wawancara penulis dengan pejabat KUA setempat, bahwa ada 2 (dua)

alternatif yang dilakukan oleh masyarakat Desa Palasari Girang dalam melakukan perceraian.

Yaitu:

1. Perceraian dilakukan di depan para tokoh masyarakat setempat, tokoh masyarakat

bertindak sebagai saksi sekaligus sebagai juru damai.

2. Perceraian di depan pejabat KUA.

Namun demikian seperti halnya di pengadilan, upaya perdamaian tetap dilakukan.

Hal ini seperti dituturkan oleh U.Madrosin amil Desa Palasari Girang. Dia mengatakan

bahwa: Ada sebagian masyarakat yang melangsungkan perceraian di Pengadilan Agama, bagi

58

(49)

yang mampuh secara ekonomi dan sangat dibutuhkan surat perceraiannya. Namun

kebanyakan dilakukan secara kekelurgaan di depan tokoh masyarakat dan ada juga yang

dilakukan di kantor KUA.59

Masyarakat yang ingin melakukan cerai mengahadap pada para tokoh masyarakat

dan membahas semua permasalahan yang terjadi di dalam keluarga mereka, jika terjadi

perceraian maka ikrar talak dituangkan dalam bentuk surat yaitu Surat Pernyataan Talak yang

ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan para saksi.60

59

Wawancara dengan Bapak U.Madrosin (amil Desa Palasari Girang), Sukabumi, 29 Juni 2010

(50)

39

BAB III

KONDISI MASYARAKAT DI DESA PALASARI GIRANG KEC. KALAPANUNGGAL KAB. SUKABUMI

A. Kondisi Geografis Desa Palasari Girang

Desa Palasari Girang dipimpin oleh Aeh saefullah sebagai kepala desa dalam

rangka menyelenggarakan pemerintahan. Kepala desa melaksanakan kewenangan

selaku pimimpin pemerintah desa, yang bertanggung jawab dibidang pemerintah

umum termasuk di dalamnya pembinaan dan ketertiban sesuai dengan

undang-undang yang berlaku.1

Pola organisasi Desa Palasari Girang memakai pola maksimal terdiri dari 6

orang kepala urusan, 3 orang setaf kaur (Kepala Urusan). Sedangkan urusan

organisasi desa sesuai dengan tugas dan kedudukannya secara admnistrasi dan

oprasionalnya kepala desa dibantu oleh:

1. Sekretaris desa yang membawahi bidang: urusan kesra (kesejahteraan rakyat),

ekonomi, pemerintahan, pembangunan, keuangan, dan bendahara

2. Unsur wilayah kepala dusun2

Desa Pelasari Girang adalah sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan

Kalapanunggal, mempunyai luas wilayah 370 Ha, yang terbagi ke dalam 4 dusun, 7

Rukun Warga (RW) dan 29 Rukun Tetangga (RT). Terdiri luas pemukiman 10 Ha,

1

Profil Desa Palasari Girang Tahun 2008

(51)

luas lahan pertanian 356 Ha, dan luas permakaman 4 Ha.3

Sedangkan batas-batas wilayah Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal

Kab. Sukabumi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Batas Wilayah Desa Palasari Girang

No Letak Batas Nama Desa

1 Sebelah timur Berbatasan dengan Desa Makasari Kec.

Kalapanunggal

2 Sebelah barat Berbatasan dengan Desa Walangsari

Kec. Kalapanunggal

3 Sebelah utara Berbatasan dengan Desa Pulosari Kec.

Kalapanunggal

4 Sebelah selatan Berbatasan dengan Desa

Kalapanunggal Kec. Kalapanunggal Sumber: Data Profil Desa Palasari Girang 2008

B. Keadaan Demografis Desa Palasari Girang

Penduduk Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal, terdiri dari 1621 KK,

dengan jumlah jiwa 6275 jiwa, jumlah tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:4

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah

3

Profil Desa Palasari Girang Tahun 2008

(52)

41

1 Laki-laki 3172 jiwa

2 Perempuan 3103 jiwa

Jumlah 6272 jiwa

C. Kondisi Sosial Desa Palasari Girang

1.Bidang Agama

Semua penduduk Desa Palasari Girang menganut agama islam. Namun

mereka sangat toleran jika ada penduduk lain yang beragama non islam berkunjung

ke desa tersebut. Seperti diungkapkan oleh M. Jazuli dalam wawancara dengan

penulis, "Penduduk kami semua menganut agama islam, namun kami tidak tertutup

terhadap penganut agama lain untuk berkunjung ke Desa kami".5

Mengenai sarana ibadah, dengan sendirinya sarana peribadatan yang ada di

Desa Palasari Girang hanya tempat beribadah bagi orang muslim saja, yaitu berupa

masjid 12 buah, musholah 35 buah. dan majlis ta'lim 51 buah. Semuanya itu

tersebar di tiap RW.6

Tabel 3.3

Sarana Ibadah di Desa Palasari Girang

No Pembangunan Bidang Agama Jumlah

5

Wawancara pribadi dengan bapak muhamad jazuli (Sekretaris Desa Palasari Girang). Sukabumi, 28 Juni 2010.

6

(53)

1

Sumber: Data Profil Desa Palasari Girang 2008

2.Bidang Pendidikan

Tidak banyak penduduk Desa Palasari Girang yang mengenyam pendidikan

sampai mendapat gelar sarjan, hanya terhitung 35 orang yang berhasil menyandang

gelar Sl, S2 terhitung 4 orang, D3 terhitung 37 orang, tamatan SLTA terhitung 531

orang, tamatan SLTP terhitung 823 orang, dan tamatan SD mencapai 2101 orang.

Di bawah ini klasifikasi pendidikan yang diperoleh masyarakat Desa Palasari

Girang:

Tabel 3.4

Kondisi Sosial Pendidikan Desa Palasari Girang

No Tingkat pendidikan jumlah

1 Tamatan SD 2101

Sumber: Data Profil Desa Palasari Girang 2008

(54)

43

sebagai berikut:7

Tabel 3.5

Sarana Pendidikan Desa Palasari Girang

No Pembangunan bidang pendidikan Jumlah

1

Sumber: Data Profil Desa Palasari Girang 2008

Berdasarka tabel 3.5 dapat diketahui bahwa di wilayah Desa Palasari

Girang terdapat 5 gedung TK dan PAUD, 4 gedung SD, 2 gedung MI, 2

gedung SLTP, 1 gedung SLTA, dan 1 geung Pondok Pesantren.

b. Bidang Ekonomi

Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari daya upaya manusia

untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan meningkatkan

kesejahteraannya. Jadi setiap kegiatan manusia yang ditujukan untuk

memenuhi segala kebutuhan hidupnya merupakan kegiatan ekonomi.

Sementara yang dikatakan mata pencaharian adalah manifestasi dari kegiatan

ekonomi dalam bentuk spesialisasi berdasarkan tingkat kemampuan dan

(55)

keterampilan secara personal atau inividu. Atau dapat pula dikatakan bahwa

mata pencaharian merupaken bentuk nyata dari pekerjaan seseorang dalam

bidang tertentu yang tujuan akhinya terfokus pada pemenuhan kebutuhan.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sahari-hari, masyarakat Desa

Palasari Girang mempunyai mata pencaharian yang cukup beragam, dengan

rincian sebagai berikut:

Tabel 3.6

Mata Pencaharian Masyarakat Desa Palasari Girang

No Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS 30 orang

2 Petani 1012 orang

3 Buruh tani 1808 orang

4 Pemilik usaha kerajinan 2 orang

5 Buruh usaha kerainan 4 orang

6 Pemilik usaha hasil hutan 3 orang

7 Buruh usaha hasil hutan 15 orang

8 Pengumpul hasil hutan 23 orang

Sumber: Data Profil Desa Palasari Girang 2008

Tabel 3.6 di atas dapat di ketahui bahwa mata pencaharian penududuk

Desa Palasari Girang yaitu: PNS 30 orang, petani 1012 orang, buruh tani l808

orang, pemilik usaha kerajinan 2 orang, buruh usaha kerajinan 4 orang,

(56)

45

pengumpul hasil hutan 23 orang.

Mata pencaharian penduduk selanjutnya adalah pegawai atau

karyawan, di instansi atau perusahaan swasta yang berada di kota atau di

sekitar Desa Palasari Girang. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang

yang berpendidikan minimal SMA, itu pun bagi mereka yang mempunyai

akses dari dalam perusahaan atau industri tersebut.

Selebihnya adalah orang-orang yang mempunyai modal keterampilan,

atau modal uang, membuka usaha sendiri. Diantaranya berternak atau

berdagang. Seperti dagang sembako, bahan bangunan, toko spare part

kendaraan, bengkel, jasa penggilingan padi dan lain-lain.

Adapun mereka yang bekerja sebagai PNS, kebanyakan adalah

penduduk yang berpendidikan sarjana (Sl), dan beberapa orang yang lulusan

S2.

Penduduk dalam kategori tidak bekerja tetap adalah penduduk yang

sifatnya bekerja serabutan. Ketika ada orang yang membutuhkan tenaga

mereka, maka mereka bekerja, dan ketika tidak ada mereka menganggur.8

8

(57)

46

1. Usia Responden

Dalam penelitian ini penulis berhasil menjaring responden sebanyak 50 orang,

yang terdiri dari sebagian mantan istri yang pernah bercerai, baik yang telah menikah

lagi atau pun yang belum, ditambah dengan tokoh masyarakat dan pejabat KUA.

Dilihat dari segi usia, usia responden yang telah berhasil diambil sampelnya

berbeda-beda. Berikut klasifikasi usia responden:

Tabel. 4.7 Usia Responden

NO USIA RESPONDEN F %

1 Di bawah usia 25 tahun 2 4

2 Di bawah usia 30 tahun 7 14

3 Di bawah usia 40 tahun 22 44

4 Di atas usia 40 tahun 19 38

Jumlah 50 100

Sumber: Diolah dari Data Lapangan

Berdasarkan tabel 4.7 di atas bahwa, responden di bawah usia 25 tahun 4%, di

bawah usia 30 tahun 14%, di bawah usia 40 tahun 44% dan di atas usia 40 tahun

38%.

2. Latar Belakang Pendidikan Responden

(58)

47

pengetahuan responden mengenai objek yang dijadikan penelitian. Berikut adalah

daftar pendidikan yang telah ditamatkan oleh responden:

Tabel 4.8

Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN F %

1 Tamatan SD 21 42

2 Tamatan SLTP 19 38

3 Tamatan SLTA 9 18

4 Tamatan Diploma 1 2

5 Di atas S 1 - -

Jumlah 50 100

Sumber: Diolah dari Data Lapangan

Berdasarkan tabel 4.8 di atas bahwa hampir setengah dari responden tamatan

Sekolah Dasar SD (42%) dan SLTP (38%), sebagian kecil tamatan SLTA (18%), dan

sedikit sekali yang menamatkan sekolah sampai dengan Dl (2%).

B. Pengetahuan Masyarakat Setempat Mengenai Hukum Perkawinan

Pada sub bab ini kita akan mengetahui bagaimana masyarakat Desa Palasari

Girang dalam memahami hukum perkawinan dan perceraian yang sesuai dangan

prosedur hukum yang berlaku di Indonesia. Yang di dalamnya memuat persoalan

dimana dan bagaimana masyarakat melangsungkan perkawinan dan perceraian, pada

usia berapa mereka melangsungkan perkawinan, ada atau tidak adanya penyuluhan

mengenai perkawinan dan perceraian, dan bagaimana mereka memandang hukum

perceraian jika dilakukan di luar prosedur Pengadilan Agama.

(59)

perkawinan masyarakat melibatkan pejabat KUA / PPN setempat atau tidak? Hal ini

sangat penting, karena jika perkawinan tidak melibatkan pejabat KUA dan tidak

dicatatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) maka tidak mempunyai ketentuan

hukum, dan tidak mendapatkannya akte nikah, sedangkan perkawinan itu hanya dapat

dibuktikan jika ada akte yang dibuat oleh Petugas Pencatat Nikah.

Tabel 4.9

Apakah Perkawinan Responden Melibatkan Pejabat Setempat

NO PILIHAN JAWABAN RESPONDEN F %

1 Melibatkan KUA 47 94

2 Tidak melibtkan KUA 3 6

Jumlah 50 100

Sumber: Diolah dari Data Lapangan

Berdasarkan tabel 4.9 di atas bahwa hampir seluruhnya melangsungkan

perkawinan dengan melibatkan KUA (94%), dan sedikit sekali yang melangsungkan

perkawinan dengan tidak melibatkan KUA (6%)

Hal ini relefan dengan apa yang diungkapkan oleh bapak U.Madrosin

sebagai amil di Desa Palasari Girang, ia mengatakan

"Alhamdulillah masyarakat di desa ini dalam melangsungkan pernikahan, telah sesuai dengan prosedur hukum pemerintah yang berlaku, mereka melangsungkan perkawinan selalu melibatkan pejabat KUA dan dicatat oleh Petugas Pencatat Nikah. Karena apabila tidak memenuhi persyaratan administrasi, tidak akan mendapatkan Surat Nikah, yang berakibat pada susahnya mendapatkan kartu keluarga".1

1

Gambar

Tabel 4.17  Faktor penyebab terjadinya perceraian ....................................................
Tabel 3.1 Batas Wilayah Desa Palasari Girang
Tabel 3.3
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah dalam penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan Bencana

Masalah dan solusi yang ditawarkan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut melakukan inovasi yang berbasis

9 Tidak mengganggu teman sebangku 10 Aktif dalam belajar kelompok/individu.. Penelitian dikatakan berhasil apabila 80% siswa sudah memenuhi seluruh indikator

Lahan pasang surut tipologi D Desa Banyu Urip Kabupaten Banyuasin memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan budidaya pertanian melalui aplikasi kapur

Hal ini terlihat sejak diberlakukan program tersebut masih banyak masyarakat khususnya ibu-ibu yang realif muda yakni ada 18- 19 yang melahirkan anak karena menikah usia

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui beda efektivitas 30 media SDA olive oil yang mengandung perasan jeruk purut (citrus hystrix dc ) dan 30

motivasi yang diberikan kepada karyawan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada Department Housekeeping kami masih menemui beberapa kendala dalam meningkatkan

Adanya evaluasi dan analisis kebijakan strategi pemasaran yang telah dijalankan oleh pihak agroindustri tentunya akan mampu mempengaruhi peningkatan volume penjualan kerupuk