Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
IDA NURAIDA
105046101677
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PRODI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh
Ida Nuraida
NIM: 105046101677
Di bawah Bimbingan
Pembimbing
Prof. Dr. Hj Huzaemah Tahido Yanggo, MA
NIP: 194512301967122001
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta
Jakarta, 29 April 2010
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Senin, 15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Jurusan Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 April 2010 Dekan
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
1. Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (.…..…………..…)
NIP. 197107011998032002
Sekretaris : H.Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. (………..…….…..) NIP. 197407252001121001
2. Penguji I : Prof. Dr. H. M Amin Suma, SH, MA, MM. (……….)
NIP. 195505051982031012
Penguji II : Ir. M. Nadrtuzzaman Hosen, MS.,MSc. Ph. D. (……….)
NIP. 196106241985121001
3. Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. (……….)
Rasa syukur yang terdalam penulis haturkan ke Dzat yang maha Rahman bagi
semesta alam dan Rahim bagi semua hamba yang selalu menjalankan perintah-Nya,
yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih kepada hati manusia.
Sholatullah Wasalamuh senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, yang tak
pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan penuh kasih sayang, kepada
keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman semoga kita mendapat
syafa’atnya di yaumul Ba’ts.
Penulis bersyukur setelah proses yang cukup panjang dan melelahkan yang
sarat akan gangguan dan hambatan, akhirnya dengan limapahan kasih dan
sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul” Manajemen Pembiayaan
Mudharabah Bermasalah”.
Penulis menyadari dengan kesederhanaan karya tulis ini yang masih banyak
kekurangan. Namun dengan ini juga penulis tidak bisa menutup mata akan peran
berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Perkenankan penulis untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
2. Ibu Dr.Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Program Studi Mu’amalat
Konsentrasi Perbankan Syariah dan Bapak H. Azharudin Latif M.Ag, selaku
Sekretaris Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah.
3. Bunda dan Ayah Tersayang, Hj Siti Maryam dan H. Daud H.M, Orang Tua
yang tiada lelah dan letih dalam memberi doa, semangat, harapan dan seluruh
limpahan kasih dan cintanya kepada penulis dalam segala-galanya.
Trimakasih you’re The Best My Parent’s.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan segala
pengetahuan kepada penulis sehingga dapat membuka wacana dan
pengetahuan bagi penulis terutama dalam pembelajaran pada bidang ekonomi
Islam.
5. Seluruh staff dan pihak lainnya dari Perpustakaan fakultas Syariah dan
Hukum, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
Perpustakaan Muamalat Institute yang telah membantu dan memberikan
fasilitas kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Yayah Fazriah, Lia Dahlia, Ahmad Izudin, Fahmi Adam, Nurkholis Aulia
Rachman, adik-adik Qu Terkasih yang selalu memberikan semangat dan doa
7. Tuk Suami_Qu tersayang, “Bang Nur Hasan”, terimakasih dah memberikan
doa, dukungan, limpahan kasih sayang yang begitu dalam kepada penulis,
moga ikatan suci qta tetap terjaga dan abadi,, amin..
8. Geng 6, trimakasih teman bwt semua dukungan dan doanya, put, selai, yayah
yang menjadi motivator penulis karena mereka kalian lulus lebih dulu, yang
kemudian disusul ma’ nyai dan wiwi. Semoga persahabatan kita tetap terjalin
dan terjaga sampai nanti.
9. Mba narti, serta pihak Muamalat Institute yang telah memberikan data dan
informasi dalam proses penulisan skripsi ini, trimakasih mba nartiiiiii..
10.Seluruh pegawai BMT CSM; Pa zar, Mba diah, Bang ero, Bang zul, Bang
didi, Mba nur, Pa sis, lucky, terimakasih atas doa dan semangatnya, terutama
tuk pa zar dan mba diah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
tuk menyelami ilmu di BMT CSM, hatur nuhun….
11.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan doa dan dukungan dalam
proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan. Trimakasih
semuanya!
iv penguasa seluruh manusia.
Jakarta, 14 Jummadil Awwal 1431 H
29 April 2010
A. Latar Belakang Masalah
Syari’at Islam merupakan petunjuk kehidupan yang bersifat komprehensif, ia
mencakup segala dimensi kehidupan dan mampu menghadirkan alternatif solusi atas
persoalan kehidupan. Seorang muslim yang mampu mempelajari kandungan
Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam, akan dapat melihat luasnya ruang lingkup
syari’ah. Syari’ah tidak hanya mengatur hubungan transendental seorang hamba
dengan Tuhannya, yakni terkait dengan hukum-hukum ibadah1, akan tetapi syari’ah
juga mengatur hubungan bermuamalat di antara sesama manusia, dalam hal ini adalah
perbankan.
Keberadaan perbankan syari’ah di tanah air sudah tidak lagi dianggap tamu
asing, kinerja dan kontribusinya mulai dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat.
Kenyataan akan ketahanan bank syari’ah terhadap krisis ternyata menjadi daya tarik
bagi kalangan pelaku perbankan. Tidak hanya itu, keberadaan bank dengan sistem
operasional syari’ah telah lama dinanti oleh umat Islam di tanah air, ternyata telah
membuka peluang yang amat luas bagi calon nasabah yang memiliki loyalitas tinggi
1
Ahmad, Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syari’ah : Sebuah Kajian Historis dan
Kontemporer, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), Edisi 1, h. 13
terhadap sistem syari’ah untuk ikut bergabung di bank syari’ah2. Perbankan syari’ah
di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya, hal
itu ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah bank syari’ah yang diikuti dengan
pertumbuhan volume usaha yang berkualitas baik. Direktorat perbankan syari’ah
mencatat jumlah jaringan kantor perbankan syari’ah pada bulan desember 2007
berjumlah 711 kantor, dengan rincian yaitu 3 Bank Unit Syari’ah (BUS), 25 Unit
Usaha Syari’ah (UUS), 222 Kantor Cabang (KC), 118 Kantor Cabang Pembantu
(KCP), 204 Kantor Kas (KK), 114 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) dan 25
Unit Pelayanan Syari’ah (UPS)3.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun
dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada
masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding.
Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan
kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut,
bank syari’ah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang
berlaku4, yakni bersumber pada prinsip-prinsip syari’ah.
2
Kurnia, Agung Robiansyah, Pengembangan Produk Pembiayaan pada Perbankan
Syari’ah, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2005, h. 1
3
Harun, Masykur, Manajemen Risiko Operasional Bank Syari’a h: Studi pada UUS Bank
Bukopin, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2008, h. 1
4
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005), Edisi 1, cet
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang
tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana
dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh
dua lembaga sebelumnya (swasta dan pemerintah)5. Dalam pemberian kredit pada
bank konvensional kepada nasabah yang memerlukan pinjaman uang, bank
mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan
uang yang dipinjamkan tersebut. Akan tetapi, dalam perbankan syariah, meniadakan
transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan, dimana bank
meminjamkan sejumlah dana/uang pada nasabah dengan akad berdasarkan sistem
bagi hasil.
Sebagai mahkluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu pihak dengan
pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan kebutuhan hidup, atau
keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa
diantara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa menjalankan
usaha-usaha produktif, atau memiliki modal besar dan bisa berusaha-usaha produktif, tetapi
keinginan membantu orang lain yang kurang mampu dengan jalan mengalihkan
sebagian modalnya kepada pihak yang memerlukan. Di sisi lain, tidak jarang pula
ditemui orang-orang yang memiliki kemampuan dan keahlian berusaha secara
produktif, tetapi tidak memiliki atau kekurangan modal usaha. Berdasarkan hal itulah,
5
sangat diperlukan adanya kerjasama pemilik modal dengan orang-orang yang tidak
mempunyai atau kekurangan modal.6 Dalam hal ini adalah para investor yang
menyimpan (saving) uangnya di suatu lembaga perbankan, kemudian pihak
perbankan menyalurkan uang investor tersebut kepada nasabah yang membutuhkan
pinjaman, untuk kemudian dikelola dan menghasilkan profit yang berguna untuk
semua pihak yang terlibat.
Bank menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha atau kegiatan
tertentu dari nasabah. Selanjutnya nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur
tangan bank, tapi bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan
pengawasan. Atas penyediaan dana tersebut bank mendapat imbalan atas keuntungan
yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi
kerugian atas usaha yang dibiayai tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali
atas dasar kelalaian nasabah.7
Pembiayaan yang dimaksud adalah pembiayaan mudharabah yaitu
pembiayaan disediakan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan
berdasarkan sistem bagi hasil. Pembiayaan mudharabah adalah kerjasama yang
dilakukan antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk
melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri
6
Helmi, Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta : PT RjaGrafindo Persada,1997), Ed. 1, Cet ke-2, h.
12
7
Ibrahim, Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Jakarta : Kalam Mulia, 1995), cet ke-1, h.
pengelolaan bisnis sehari-hari, keuntungan yang diperoleh antara keduanya dengan
perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya.8
Istilah mudharabah sesungguhnya tidak muncul pada masa Nabi Muhammad
saw, tapi jauh sebelum Nabi lahir. Menurut Abraham L. Udovitch, istilah itu muncul
sebagai kerjasama bangsa semenanjung Arab yang berkembang dalam konteks
perdagangan para kafilah Arab sebelum Islam.9 Pembiaran Nabi SAW terhadap
mudharabah ini mengindasikan bahwa kerja sama dua pihak dengan mempertemukan
modal dan usaha merupakan kerjasama yang sangat penting dalam kehidupan
manusia.10 Berdasarkan kenyataan itulah, maka praktik pembiayaan mudharabah
dapat dilaksanakan oleh perbankan syariah tanpa mengkhawatirkan adanya sesuatu
yang mengandung bathil didalam nya (riba).
Mudaharabah merupakan suatu akad perjanjian antara bank dengan nasabah,
dimana dana yang dikeluarkan semuanya bersumber dari bank, dalam pembiayaan
mudharabah terdapat istilah kepercayaan antara bank dengan pengelola, oleh karena
itu mudharabah adalah pembiayaan yang cukup rentan dengan risiko, karena
dikhawatirkan nasabah pengelola pembiayaan tersebut melakukan suatu
kecurangan-kecurangan yang tidak diketahui oleh bank.
8
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005), edisi 1, cet
ke-2, h. 52
9
Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana
Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, (Yogyakarta : PSEI, 2003), Cet ke-1, h. 144
10
Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana
Bank merupakan institusi paling rentan terhadap kegagalan, tetapi justru tidak
boleh gagal. Kegagalan sebuah bank akan berdampak kepada sistem perbankan dan
bahkan sistem perekonomian (systemicrisk)11, akan tetapi, bank sebagaimana
lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna
mendapatkan hasil usaha (return) selalu dihadapkan pada risiko. Risiko mungkin
terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola
sebagaimana mestinya. Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko
yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Risiko dapat
dikatakan sebagai peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko
dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau
berlawanan dari yang diinginkan.12 Untuk itulah manajemen pembiayaan
mudharabah bermasalah sangat diperlukan dalam sebuah institusi perbankan.
Risiko yang diterima oleh sebuah bank adalah kemungkinan terjadinya sebuah
peristiwa atau serangkaian peristiwa bersifat negatif13 dan risiko sering diartikan
sebagai ketidakpastian (uncertainty)14. Semua orang menyadari bahwa dunia penuh
dengan ketidakpastian, kecuali kematian, meskipun demikian juga tetap mengandung
ketidakpastian di dalamnya, antara lain mengenai kapan, maupun penyebabnya.
11
Robert, Tampubolon, Risk Management : Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif,
(Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2004), Cet ke 2, h. 7
12
Ferry, N Idroes, Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan dalam Konteks Kesepakatan Basel
dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), h. 6-7
13
Robert, Tampubolon, Risk Management : Risiko Manajemen Pendekatan Kualitatif, h. 4
14
Hinsa, Siahaan, Manajemen Risiko, Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: PT Elex
Ketidakpastian mengakibatkan adanya risiko (yang merugikan) bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, lebih-lebih dalam dunia bisnis.15
Oleh karena itu, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai otoritas dalam
perkembangan dan pertumbuhannya, maka sebuah bank harus bisa menganalisa,
memprediksi serta mengelola kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu
risiko/kerugian, yaitu dengan membentuk suatu sistem yang bertujuan untuk
memenej risiko pembiayaan mudharabah bermasalah. Dari kemampuan manajerial
risiko/pembiayaan bermasalah yang baiklah kerugian dapat diminimalisir bahkan
mungkin dapat dihindari agar tidak terjadi di masa yang akan datang.
Bank Muamalat Indonesia merupakan bank pertama yang menjalankan
prinsip operasionalnya berdasarkan syari’ah, sebagai bank syari’ah pertama, Bank
Muamalat juga termasuk bank komersil yang dalam operasinya tidak terlepas dari
usaha-usaha mencapai keuntungan yang akan dibagi-bagikan kepada nasabah
penabung. Akan tetapi, walaupun dalam operasionalnya Bank Muamalat menjalankan
konsep syari’ah, Bank Muamalat juga tidak terlepas dari adanya risiko yang
ditimbulkan oleh berbagai pihak, baik pihak intern maupun ekstern yang semuanya
itu dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi bank dan nasabah, oleh
karena itu, sebagai sebuah bank yang mempunyai otoritas besar dalam
pendistribusian dana keuangan masyarakat (penabung) kepada para defisit unit, maka
15
Soeisno, Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta : Salemba
Bank Muamalat harus mempunyai suatu sistem/alat yang bisa mengantisipasi
sebelum terjadinya suatu risiko, terutama risiko pada pembiayaan mudharabah.
Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang sering dilakukan
oleh Bank Muamalat dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan ia
memiliki risiko yang relatif tinggi, diantaranya : side streaming, lalai, kesalahan yang
disengaja, dan penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut menjadi sebuah skripsi yang berjudul MANAJEMEN
PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERMASALAH.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bank merupakan suatu lembaga yang sangat berperan penting terhadap
perekomomian suatu Negara. Di dalam bank Islam, metode penyaluran dana jauh
berbeda dari bank konvensional karena bank Islam tidak mengenal istilah kredit
dalam hal penyaluran pinjaman dananya, akan tetapi bank Islam menyebut istilah
tersebut sebagai pembiayaan dengan sistem bagi hasil (loss and profit sharing).
Produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank Islam, khususnya Bank Muamalat
banyak macamnya, antara lain seperti pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan
musaqah/muzarra’ah dimana keuntungan yang diperoleh berdasarkan sistem bagi
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pembahasan dan agar tidak terjadi
pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi pembahasan pada skripsi ini
terbatas pada pembiayaan mudharabah dan cara untuk meminimalisasi pembiayaan
mudharabah bermasalah yang dihadapi oleh Bank Muamalat.
Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pembukaan pembiayaan mudharabah
pada Bank Muamalat Indonesia ?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah
bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ?
3. Bagaimanakah langkah-langkah penyelesaian pembiayaan mudharabah
bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian pembiayaan mudharabah
yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia.
2. Untuk mengetahui penyebab/faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan
3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan / penyelesaian pembiayaan
mudharabah bermasalah yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia
dalam meminimalisasi risiko pembiayaan mudharabah bermasalah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan sebagai referensi, atau literature
yang bermanfaat bagi mahasiswa serta staf pengajar yang ingin mengetahui
lebih dalam tentang manajemen pembiayaan mudharabah bermasalah.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat
dalam menentukan langkah selanjutnya ke arah yang lebih baik dalam dunia
perbankan. Khususnya Bank Muamalat Indonesia dalam menangani
pembiayaan mudharabah bermasalah.
D. Objek Penelitian
Objek penelitian yang dijadikan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini
adalah Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang
berlokasi di Jl. Sudirman Kav 51, Gedung Arthaloka, Jakarta Pusat yang mana bank
ini merupakan salah satu bank yang menerapkan dan memprakarsai pembiayaan bagi
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian “Kualitatif
Kuantitatif”, yaitu metode yang data-datanya tidak berwujud angka-angka angka
biasa berupa verbal yang diperoleh dari pengamatan, wawancara atau bahan tertulis.
Dan data yang berwujud adalah data yang diperoleh sebagai hasil penjumlahan.
Metode penelitian ini bersifat desktiptif, karena data yang dianalisis itu berupa
deskripsi.
Deskriptif menurut pengertiannya adalah pencarian fakta dengan interpretasi
yang tepat16. Kualitatif adalah penelitian yang berupa kata-kata atau gambar bukan
angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya sebagai penunjang.17
Jadi, penelitian Deskriptif Kualitatif adalah penelitian berdasarkan fakta-fakta
atau kejadian yang tidak direkayasa dan penelitian ini menggunakan kata-kata,
tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan fakta bukan penelitian
yang menggunakan angka sebagai penjelasnya.
2. Pendekatan Penelitian
Adapun tipe atau pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa penelitian langsung pada Bank Muamalat Indonesia dan pendekatan
penelitian ini juga dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data dan
16
Moh, Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), Cet ke 5, h. 54
17
informasi melalui arsip dan dokumen perusahaan agar data yang diterima oleh penulis
benar adanya dan akurat.
3. Jenis Data dan Sumber Data
Dalam penyusunan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber
jenis data, yaitu :
a. Sumber Data Primer
Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data, dalam hal ini adalah penulis. Data yang diperoleh penulis berupa dari
hasil wawancara dengan pihak yang terkait pada Bank Muamalat serta
dokumenter-dokumenter perusahaan, berupa arsip atau dokumen yang relevan
dengan pembahasan penelitian penulis.
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Data yang diperoleh bersumber dari literature-literatur
kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, internet, artikel serta
sumber-sumber data lainnya yang mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis, maka dalam
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
data-data dan bahan-bahan dari berbagai literatur dan daftar kesusastraan yang
ada, seperti buku-buku, sumber dokumen perusahaan, majalah, surat kabar,
via internet dan kepustakaan lainnya yang mendukung serta berkaitan dengan
penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Adapun penelitian lapangan yang penulis lakukan adalah dengan melakukan
peninjauan/observasi ke tempat/objek penelitian dan wawancara dengan
narasumber terkait, sehingga penulis dapat mengetahui secara langsung
bagaimana proses menangani pembiayaan bermasalah, faktor yang
menyebabkan timbulya pembiayaan mudharabah bermasalah serta bagaimana
langkah yang dilakukan untuk menangani pembiayaan mudharabah
bermasalah.
5. Tekhnik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini mengacu pada Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pada bab pertama ini, penuis menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah dari penulisan skripsi ini, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, Objek Penelitian,
Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan skripsi.
BAB II : Pada bab dua ini penulis menguraikan tentang Manajemen Pembiayaan
Mudharabah dan Pembiayaan Bermasalah yang terdiri dari empat sub.
Sub pertama membahas tentang Manajemen, yang meliputi Pengertian
Manajemen, Fungsi Manajemen, dan Manajemen dalam Perspektif Islam.
Sedangkan pada sub kedua, penulis membahas tentang Pembiayaan
Mudharabah, yang meliputi Pengertian Pembiayaan, Macam-macam
Pembiayaan, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan, Pengertian Mudharabah,
Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah, Jenis-jenis Pembiayaan
Mudharabah, Manfaat Pembiayaan Mudharabah, Risiko Pembiayaan
Mudharabah dan Aplikasi Pembiayaan Mudharabah pada Perbankan. Dan
pada sub ketiga, penulis membahas tentang Pembiayaan Bermasalah, yang
Bermasalah dan Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah. dan sub
terakhir membahas tentang kajian pustaka terdahulu.
BAB III : Pada bab tiga ini penulis membahas tentang gambaran umum mengenai
Bank Muamalat Indonesia, yang meliputi Sejarah berdirinya Bank
Muamalat, Visi dan Misi, Struktur Organisasi dan Produk Bank Muamalat
Indonesia, Tbk.
BAB IV : Bab ini membahas tentang Analisa Manajemen Pembiayaan Mudharabah
dalam Meminimalisasi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah, yang
meliputi Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah, Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah, dan
Bagaimana Upaya penanganan yang dilakukan oleh Bank Muamalat
dalam Meminimalisasi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah.
BAB V : Bab lima merupakan bab terakhir penulisan skripsi ini yang berisikan
Kesimpulan dan Saran-saran dari keseluruhan pembahasan dalam
penulisan skripsi ini.
Daftar Pustaka
DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen berasal dari kata to manage berarti control, dalam Bahasa
Indonesia diartikan : mengendalikan, menangani atau mengelola. Selanjutnya, kata
benda “manajemen” atau “management” dapat mempunyai berbagai arti. Pertama
sebagai pengelolaan, pengendalian atau penanganan (“managing”). Kedua perlakuan
secara terampil untuk menangani sesuatu berupa skillful treatment. Ketiga, gabungan
dari dua pengertian tersebut, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan suatu
perusahaan, rumah tangga atau suatu bentuk kerja sama dalam mencapai tujuan
tertentu.1
Secara istilah “manajemen” pada umumnya diasumsikan dengan konsep
ekonomi. Dalam pengertian ini manajemen menyangkut soal hubungan vertikal
maupun horizontal dalam suatu proses produksi atau penyediaan jasa dalam suatu
perusahaan dan usaha bisnis. Dalam konteks ini, manajemen adalah suatu keahlian
atau keterampilan untuk mencapai suatu tujuan produksi barang dan jasa yang
dimiliki oleh pengusaha atau manajer. Dalam definisi yang popular, manajemen
1
Yayat, M. Herujito, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta : PT Grasindo, 2001), h. 1
sering dipahami sebagai sebuah keterampilan atau keahlian untuk mencapai tujuan
tertentu, baik ekonomi atau non ekonomi melalui perantaraan orang lain.2
Dalam perubahan lingkungan dan perkembangan industri bisnis perbankan,
manajemen diarahkan pada bagaimana mengatur, mengelola asset bank,
meningkatkan produktivitas bank, menekan risiko-risiko yang mengancam laju
perkembangan dan kerugian bank. Manajemen perbankan dalam kajian dengan
kebijaksanaan deregulasi mengarah pada manajemen asset, manajemen liabilitas dan
manajemen bank berorientasi pada pelanggan, pelayanan dan keunggulan produk3
yang dihasilkan oleh suatu bank.
Manajemen adalah suatu proses/kegiatan/usaha pencapaian tujuan tertentu
melalui kerja sama dengan orang lain, dimana dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai
sumber/sarana-sarana manajemen. Manajemen adalah suatu kerangka kerja yang
terdiri atas berbagai bagian/komponen yang secara keseluruhan saling berkaitan
dalam organisasi yang sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan (management
as a system).4
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diutarakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan atau usaha yang membutuhkan
suatu keahlian tertentu untuk mengatur atau mengelola sesuatu agar sesuai dengan
2
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta
: Graha Ilmu, 2005), Edisi 1, h. 16
3
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, h. 17
4
Maringan, Masry Simbolon, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, (Jakarta : Ghalia
yang telah direncanakan sebelumnya, baik dilakukan sendiri ataupun melalui orang
lain.
2. Fungsi Manajemen
George R. Terry dalam bukunya yang berjudul “Principles of Management”,
merumuskan fungsi-fungsi daripada manajemen yang disingkat menjadi POAC,
yakni sebagai berikut :
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan ialah perencanaan tentang apa yang akan dicapai, yang kemudian
memberikan pedoman, garis-garis besar tentang apa yang akan dituju. Untuk menjaga
konsistensi ke arah pencapaian tujuan manajemen, maka tiap usaha harus didahului
oleh proses perencanaan yang baik5 agar hasil yang di dapat akan baik pula.
b.Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah pengaturan setelah ada rencana. Dalam hal ini diatur
dan ditentukan tentang apa tugas pekerjaannya, macam/jenis serta sifat pekerjaan,
unit-unit kerjanya (pembentukan bagian-bagian), tentang siapa yang akan melakukan,
apa alat-alatnya, bagaimana keuangannya, dan fasilitas-fasilitasnya. Jadi disini
diadakan pembagian tugas baik macam, sifat atau jenis tugas pekerjaan, agar dapat
dengan mudah diupayakan petugas yang cakap, mampu dan terampil sesuai dengan
persyaratan yang dibutuhkan.6
5
Zainul, Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Jakarta : Pustaka alvabet, 2006),
Cet ke4, h. 97
6
c. Actuating (Penggerakan)
Setelah adanya pengaturan/rencana dan juga telah diatur tentang segala
sesuatunya, maka digerakkan agar mereka mau dan suka bekerja dalam rangka
menyelesaikan tugas demi tercapainya tujuan bersama. Dalam hal ini diusahakan agar
mereka jangan semata-mata menerima perintah saja dari atasan. Meraka harus
tergerak hatinya untuk menyelesaikan tugasnya seirama dengan keinsafan
masing-masing petugas/karyawan.
d. Controlling (Pengendalian/Pengawasan)
Pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pegamatan dan
pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan,
penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta,
melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output)
yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.7
3. Manajemen dalam Perspektif Islam
Allah SWT berfirman dalam surat As-Syuaraa : 13
☯
⌧
⌧
☺
7
Artinya : ”Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”
Ayat Al-Qur’an di atas merupakan ayat Ulul Azmi, dalam ayat tersebut telah
diwasiatkan kepada nabi Nuh, nabi Ibrahim, Musa dan Isa, dimana dalam ayat
tersebut Allah telah mensyariatkan Islam sebagai agama yang komprehensif yang
mencakup semua kehidupan manusia di muka bumi ini. Maksud Dienul Islam dalam
ayat Al-Qur’an di atas adalah suatu sistem yang lengkap dalam kehidupan untuk
mengelola manusia dan alam semesta sesuai dengan kehendak Allah. Kalimat
”menegakkan syariat” dalam ayat tersebut berarti mengatur kehidupan ini agar rapi,
dan kalimat ”janganlah berpecah-belah” berarti kita diperintahkan untuk mengatur
hidup kita dengan sebaik-baiknya.8
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara
mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah
SWT. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan
dengan baik, tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.9
8
Zainul, Arifin, h 104
9
Didin, Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta :
Manajemen dalam syariat Islam adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai
keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah
kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali
dan tidak akan melakukan sesuatu diluar hal yang tidak dibenarkan oleh syariat.
Oleh karena itu, Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk
berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan
kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek
persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan
spiritual umat manusia. Umat manusia yang memiliki kedudukan yang sama di sisi
Allah SWT sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba-Nya tidak akan dapat
merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan
material dan spiritual telah terpenuhi.10 Untuk melaksanakan kewajiban tersebut para
penguasa atau pengusaha harus menjalankan manajemen yang baik dan sehat.
Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak boleh ditinggalkan
demi mencapai hasil tugas yang baik.
Dibawah ini beberapa prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang ada
relevansinya dengan Al-Qur’an dan Hadits antara lain sebagai berikut :
a. Prinsip amar ma’ruf nahi mungkar
Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf, yaitu perbuatan yang
baik dan terpuji seperti perbuatan tolong menolong (ta’awun), menegakkan keadilan
10
Zainul, Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2006),
di antara manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi,
dan lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar (keji), seperti korupsi, suap, pemborosan,
dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan harus diberantas.11
Menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi
munkar) adalah wajib sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali-’Imran:104
sebagai berikut:
☺
☺
Artinya : ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
b. Kewajiban menegakkan kebenaran
Manajemen merupakan suatu metode pengelolaan yang baik dan benar, untuk
menghindari kesalahan dan kekeliruan dan menegakkan kebenaran. Menegakkan
kebenaran adalah metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian
manajemen yang disusun oleh manusia untuk menegakkan kebenaran itu menjadi
wajib hukumnya untuk ditaati12.
c. Kewajiban menegakkan keadilan
Hukum syariah mewajibkan kita menegakkan keadilan, kapan dan
dimanapun. Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 58:
11
Zainul, Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h. 87
12
☺
☺
...
Artinya : ...” Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil...”
Keadilan merupakan suatu perbuatan yang sangat diharapkan oleh semua
orang di seluruh dunia, keadilan merupakan suatu syarat untuk menciptakan
masyarakat yang sejahtera, aman dan senantiasa damai, hal tersebut didukung Dalam
ayat Al-Qur’an diatas, sebagaimana dijelaskan bahwa setiap manusia harus berlaku
adil kepada siapapun tanpa memandang bulu, baik ia berasal dari ras, suku, agama
atau status sosial yang berbeda, semuanya harus dipandang sama dan adil tanpa ada
perlakuan yang istimewa dan diskrimanasi.
d. Kewajiban menyampaikan amanah
Allah swt berfirman dalam surat An-Nisa’ayat 58:
⌧
....
Artinya : ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya....”
Dalam kandungan ayat Al-Qur’an diatas Allah memerintahkan kepada seluruh
manusia, khususnya umat Islam agar selalu menunaikan amanat dalam segala
bentuknya, baik amanat perorangan, masyarakat, bahkan amanat rakyat dan negara
agar apa yang menjadi tujuan manajemen atau dasar untuk mencapai falah terlaksana
dengan baik.
Dengan demikian jelaslah bahwa hak dan kewajiban seseorang dalam
diatur oleh Allah kepada manusia agar tercipta kemaslahatan dalam hidupnya, baik di
dunia maupun di akhirat.
B. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan
Dalam Undang-undang Pokok Perbankan No 14 tahun 1967 Bab 1, Ketentuan
Umum, dinyatakan bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang
dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank
dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan.
Seiring dengan mulai berdirinya Bank Syari’ah (waktu itu BMI tahun 1991), maka
dikeluarkanlah Undang-Undang Pokok Perbankan No 7 tahun 1992 dengan definisi
kredit yang lebih luas lagi. Kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian keuntungan. Pada definisi kredit inilah konsep bagi hasil dalam
perbankan syariah mendapatkan tempat bernaungnya. Dalam istilah lebih spesifik,
kredit dalam perbankan syariah diganti menjadi pembiayaan.13
13
Muhammad, Ghafur W, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini : Kajian Kritis
Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti kepercayaan
(truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan14 antar
seseorang (pemilik dana) dengan orang lain (pengelola dana) yang dipercayai untuk
mengelola sejumlah dana yang telah diberikan kepada pengelola dana berdasarkan
kesepakatan yang telah disetujui oleh mereka. Dalam kamus PKES, istilah
pembiayaan dapat diartikan sebagai penyediaan dana atau tagihan berdasarkan akad
mudharabah dan atau musyarakah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip
bagi hasil.15
Tidak jauh berbeda dengan konsep kredit, dalam konsep bank syariah,
pembiayaan memiliki arti pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan dana pihak-pihak yang merupakan deficit unit.16 Dalam sumber yang
berbeda, pembiayaan diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.17
Sementara itu, menurut Muhammad pembiayaan atau financing adalah
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan
14
Thomas, Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
), Edisi ke4, h. 12
15
M. Nadratuzzamanan, Hosen dan A.M. Hasan, Ali, Kamus Populer Keuangan dan
Ekonomi Syariah, (Jakarta : PKES, 2007), Cet ke 1, h. 62
16
Muhammad, Ghafur W, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini : Kajian Kritis
Perkembangan Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Biruni Press, 2007), Cet ke1, h. 94
17
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002),
kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.18
2. Jenis-jenis Pembiayaan
Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank syariah memiliki
banyak jenis pembiayaan. Adapun jenis produk/jasa pembiayaan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya :
a. Pembiayaan menurut tujuannya dibedakan menjadi:
1) pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.
2) pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan
investasi atau pengadaan barang konsumtif.
b. Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:
1) pembiayaan jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu
1 bulan sampai dengan 1 tahun
2) pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan
waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun
3) pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu
lebih dari 5 tahun.19
18
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN,
2005), h. 17
19
Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva
produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu :
1. Jenis pembiayaan produktif pada bank syariah, dialokasikan dalam bentuk
pembiayaan sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan prisnsip bagi hasil. Untuk jenis pembiayaan dengan
prinsip ini meliputi :
1) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah berarti akad antara dua pihak untuk bekerja
sama dalam usaha perdagangan antara dua pihak untuk bekerja sama
dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana
kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan
dibagi di antara mereka berdua sesuai perjanjian yang mereka sepakati.20
Aplikasi : Pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek, pembiayaan
ekspor.
2) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik
dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha
tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.21
20
Helmi, karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997), Ed 1, Cet ke 2,
h. 11
21
Aplikasi : pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.
b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang). Untuk jenis pembiayaan
dengan prinsip ini meliputi :
1) Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan
nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh
nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar harga perolehan di tambah dengan margin/keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Aplikasi : Pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif,
pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.22
2) Pembiayaan Salam
Al-salam atau salaf adalah “jual beli barang secara tangguh dengan harga
yang dibayarkan dimuka”, atau dengan bahasa lain :jual beli dimana harga
di bayarkan dimuka sedangkan barang dengan kriteria tertentu akan
diserahkan pada waktu tertentu”.23
Aplikasi : pembiayaan sektor pertanian dan produk manufakturing.
22
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah , h. 23
23
Ghufron, A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
3) Pembiayaan Istishna
Pembiayaan istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan dan penjual pada saat akad dan uangnya
diserahkan kemudian setelah barang pesanan selesai dikerjakan.
Aplikasi : pembiayaan konstruksi/proyek/produk manufakturing.
c. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Untuk jenis pembiayaan ini diklasifikasikan
menjadi pembiayaan:
1) Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan ijarah secara etimologi berarti upah, sewa, jasa dan imbalan.
Sedangkan secara terminologi, menurut ulama hanafiyah, beliau
mendefinisikan ijarah dengan pemilikan manfaat dengan suatu imbalan
terhadap sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu.24
Aplikasi : Pembiayaan sewa menyewa rumah, toko, kendaraan dan
lain-lain.
2) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina
Pembiayaan ijarah muntahiya biltamlik/wa iqtina yaitu perjanjian sewa
menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan
barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.
Aplikasi : Leasing
24
d. Surat Berharga Syari’ah
Surat Berharga Syari’ah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip
syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal antara
lain wesel, obligasi syariah, sertifikat dana syari’ah dan surat berharga lainnya
berdasarkan prinsip syari’ah.
e. Penempatan
Penempatan adalah penanaman dana syariah pada bank syariah lainnya
dan/atau Bank Perkreditan Syariah antara lain dalam bentuk giro, dan/atau
tabungan wadi’ah, deposito berjangka dan/atau tabungan mudharabah,
pembiayaan yang diberikan, Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
(SIMA) dan/atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip
syariah.25
f. Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham
pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk
penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds)
dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan
prinsip syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki
saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah.
25
g. Penyertaan Modal Sementara
Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal bank syariah dalam
perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan/atau piutang (dept to
equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku, termasuk dalam surat utang (convertible bonds) dengan opsi saham
(equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank Syariah
memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah. 26
h. Transaksi Rekening Administratif
Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan kontijensi (off balance
sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank syariah, bank
garansi, akseptasi/endosemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C), yang masih
berjalan, akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi
lain berdasarkan prinsip syariah.
i. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
SWBI adalah instrument pengendalian moneter yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia (BI) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan likuiditas
Bank Syariah berdasarkan prinsip syariah.27
2. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan
adalah berbentuk pinjaman, yang disebut dengan:
26
Muhammad, Pembiayaan Dana Bank Syari’ah, h. 24
27
Pinjaman Qardh
Pengertian qardh menurut ulama Hanafiyah adalah ”sesuatu yang diberikan
seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi
kebutuhannya”, sementara, definisi qardh menurut ulama Malikiyah adalah
”suatu penyerahan harta kepada orang lain yang tidak disertai iwadh
(imbalan) atau tambahan dalam pengembaliannya”.28
Pengembalian dana qiradh ini dapat dilakukan secara tunai atau langsung
ataupun secara cicilan tergantung dari pendapatn yang dimiliki oleh nasabah dan atas
kesepakatan/toleransi dari pihak peminjam (bank).
Diatas telah dijelaskan berbagai akad yang terdapat dalam Perbankan
Syari’ah, sebagai upaya untuk memberi jalan/solusi bagi masyarakat untuk
bertransaksi secara syari’ah tanpa khawatir adanya sesuatu yang bathil dan
mengandung riba di dalamnya. Dimana setiap produk-produk yang dikeluarkan oleh
perbankan syari’ah harus berdasarkan syari’at Islam, yang jauh berbeda dari
produk-produk bank konvensional yang lebih mengutamakan pendapatannya dari hasil bunga
(riba).
Produk-produk perbankan tersebutlah yang membedakan sistem operasional
antara bank syariah dan bank konvensional, karena di dalam transaksi perbankan
syariah lebih menekankan pada ke-transparan-an informasi antara bank, nasabah dan
Dana Pihak Ketiga (DPK), baik yang berkaitan dengan produk yang berbasis jual beli
seperti pembiayaan murabahah, salam dan istihna’ ataupun produk-produk lain yang
28
menjalankan prinsip bagi hasil, sewa menyewa dan lain sebagainya. Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi apa yang disebut dengan La tadzlimuuna walaa
tudzlamuun. Tidak menzhalimi dan saling menzhalimi antara nasabah dan bank.
3. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:
1. peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara
ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
2. tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha
membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan
aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak
minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
3. meningkatkan produktivitas, artinya: adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya.
Sebab upaya produksi tidak akan jalan tanpa adanya dana.
4. membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sector-sektor usaha
melalui penambahan dana pembiayaan, maka sector usaha tersebut akan
menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan
5. terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari
hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat.
Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.29
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
1. upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki
tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
2. upaya meminimalkan risiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan
risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh
melalui tindakan pembiayaan.
3. pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan melalui mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya
manusia serta sumber daya modal.
4. penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada
pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam
kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat
menjembatani dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari
pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus)
dana30.
29
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, h. 17
30
Sedangkan fungsi pembiayaan, yaitu :
1. meningkatkan daya guna uang.
2. meningkatkan daya guna barang.
3. meningkatkan peredaran uang.
4. menimbulkan kegairahan usaha.
5. stabilitas ekonomi.
6. sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. 31
Pembiayaan adalah salah satu fungsi dan kegiatan utama suatu perbankan,
baik bank syari’ah maupun bank konvensional, adanya pembiayaan yang dilakukan
oleh suatu bank dapat memberikan dampak positif yang besar bagi suatu masyarakat,
bahkan tidak hanya masyarakat saja yang untung dari adanya pembiayaan tersebut,
tetapi juga nasabah kreditur yang menaruh uangnya pada bank tersebut, bank itu
sendiri bahkan negara pun terkena dampak yang positif, yaitu dengan adanya
pembiayaan, maka pengangguran akan berkurang dengan sendirinya sedikit demi
sedikit ekonomi masyarakat akan meningkat dan berkurangnya kesenjangan sosial
antara orang kaya dan orang miskin.
4. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerja sama dalam lapangan ekonomi,
yang biasa pula disebut qiradh yang berarti al-qath’ (potongan). Kata mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al-ardh, yakni bepergian
31
untuk urusan dagang. Secara bahasa, menurut Abdurrahman al-Jaziri, mudharabah
berarti ungkapan terhadap pemberian harta dari seorang kepada orang lain sebagai
modal usaha dimana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua,
dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal.32
Menurut Veithzal Rivai, dalam bukunya dijelaskan bahwa al-Mudharabah
adalah sistem kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (seratus persen) kebutuhan modal (sebagai
penyuntik sejumlah dana sesuai kebutuhan pembiayaan suatu proyek), sedangkan
nasabah sebagai pengelola (mudharib) mengajukan permohonan pembiayaan dan
untuk ini nasabah sebagai penglola (mudharib) menyediakan keahliannya.33
Mudharabah berdasarkan ahli fiqih merupakan suatu perjanjian dimana
seseorang memberi hartanya kepada orang lain berdasarkan prinsip dagang dimana
keuntungan yang diperoleh akan dibagi berdasarkan proporsi yang telah disetujui,
seperti 1/2 dari keuntungan atau 1/3 dan sebagainya.34 Sedangkan secara teknis
al-Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola.35
32
Helmi, Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997), Ed.1, Cet ke 2,
h. 11
33
Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori,
Konsep, Prosedur & Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir & Nasabah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 427
34
Muhammad, Muslaehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
1994), Cet ke 2, h. 63
35
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa, mudharabah
merupakan suatu akad kerja sama antara seseorang dalam hal ini bertindak sebagai
penyandang dana (shahibul maal) dengan seseorang yang menjadi pengelola
(mudharib) atas kerjasama yang telah mereka sepakati dan dengan nisbah/pembagian
keuntungan yang telah mereka sepakati pula sebelumnya, dan apabila terjadi kerugian
dalam pekerjaan/proyek tersebut, maka menjadi tanggungan shahibul maal kecuali
apabila kesalahan/kerugian tersebut akibat kelalaian pengelola, maka pengelola-lah
yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah
Secara umum landasan dasar syariah al-Mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha.36
Hal ini tampak dari ayat-ayat dan hadis berikut ini :
…
….
Artinya : “…….dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah…” (Q.S. Al-Muzammil :20)
Artinya : “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah….” (Q.S. Al-Jumu’ah : 10)
36
Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Bogor : Tazkia Institute, 2001),
⌧
Artinya : ”Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu....” (Q.S Al-Baqarah : 198)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayyidina Abbas jikalau
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan dan menuruni lembah yang berbahaya.
Apabila menyalahi peraturan, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana
tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Rasul pun
memperkenankannya. (Hadits dikutip oleh Imam Alfasi dalam Majama’assawaid
4/161)37.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, dapat kita ketahui bahwa kata
”yadhribuuna fil’ardh” mengandung arti bahwa untuk mencari karunia Allah dapat
dilakukan secara mudharabah dan hukumnya adalah boleh dan sah, karena sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah dengan tidak merugikan salah satu pihak, dalam arti
salah seorang diantara yang berakad tidak berbuat curang untuk mendapatkan nisbah
yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Dalam hadits tersebut juga jelas, bahwa
apabila terjadi suatu pelanggaran dalam perjanjian mudharabah yang diakibatkan
karena kelalaian nasabah,maka nasabahlah yang bertanggungjawab atas
kerugian/kesalahan tersebut sesuai dengan kesalahan yang mudharib buat.
5. Jenis-jenis Mudharabah
37
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi
Secara umum mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu : Mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah (investasi tidak
terikat)38 adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesisikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis. Dalam bahasan fiqih ulama Salaf ash Shalih seringkali dicontohkan
dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke
mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.39
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat)40 atau disebut juga dengan
istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthalaqah. Si mudaharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu
dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan
umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.41
6. Manfaat Pembiayaan Mudharabah
38
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi
Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, h. 48
39
M. Syafi’I Antonio, h. 137
40
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi
Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah sebagai Akibat Masalah Agency, h. 48
41
Beberapa manfaat al-mudharabah diantaranya:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga
bank tidak akan pernah mengalamai negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha
nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.42
7. Risiko Pembiayaan Mudharabah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembiayaan mudharabah
merupakan sistem kerja sama usaha antara dua pihak/lebih dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) dana kegiatan usaha sesuai dengan
42
kebutuhan pembiayaan kepada pengelola dana (mudharib) untuk melaksanakan
kegiatan tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut al-mudharabah merupakan salah satu
investasi/pembiayaan yang memiliki risiko cukup tinggi, diantaranya : side
streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak,
lalai dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila
nasabahnya tidak jujur.43
Sementara itu, pendapat yang tidak berbeda mengenai risiko yang ditimbulkan
dari pembiayaan mudharabah dikemukakan oleh Veithzal Rivai, yaitu:
a. Dana yang diperoleh nasabah disalah gunakan untuk keperluan/tujuan lain
menyimpang dari kesepakatan semula
b. Nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, atau kelalaian yang tidak
disengaja
c. Nasabah tidak jujur menyampaikan perkembangan bisnis/usaha.44
8. Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada :
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban, dan sebagainya.
43
Aries, Mufti dan Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, h. 66
44
Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook : Teori,
2. Deposito biasa.
3. Deposito special (special invesment), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa
2. Investasi khusus : disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber
dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh shahibul maal. 45
Dalam praktiknya di lembaga keuangan, pembiayaan berbasis bagi hasil,
mudharabah biasanya diterapkan pada pembiayaan untuk modal kerja calon/nasabah,
sebagai tambahan atau modal utama untuk menjalankan suatu bisnis
Proses/alur pembiayaan mudharabah dalam perbankan syari’ah dapat
digambarkan seperti pada skema di bawah ini.
Gambar 1
Skema aplikasi perbankan al-Mudharabah
Perjanjian Bagi Hasil
Keahlian/ Modal 100%
keterampilan
45
M. Syafi’I Antonio, Bank Syar ngenalan Umum, (Bogor : Tazkia Institute,
2001), Ed.Khusus, h. 138
Nisbah X% Nisbah Y%
Pengambilan modal pokok
Modal
Keterangan:
• Bank bertindak sebagai shahibul maal (penyedia dana)dan nasabah
sebagai mudharib
• Bagi hasil (keuntungan dan kerugian) dihitung berdasarkan nisbah yang disepakati (nasabah = X% dan bank = Y%).46
Dari skema pembiayaan al-mudharabah di atas dapat dijelaskan, bahwa
terjadi kontrak perjanjian pembiayaan dengan kesepakatan sistem bagi hasil
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) antara bank yang bertindak
sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan
dana 100% (seluruhnya) atas kerja sama tersebut dan nasabah menyediakan
keahlian/keterampilan yang ia kuasai sesuai dengan kontrak tersebut, dan pada saat
akad perjanjian tersebut terdapat kesepakatan pembagian keuntungan dan kerugian
yang dihitung berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebesar X% : Y% (nasabah :
bank), pada saat pembagian keuntungan tersebut nasabah juga mengembalikan modal
pokok pembiayaan kepada bank.
C. Pembiayaan Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
46
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah; Strategi
Kredit bermasalah atau (Non Performing Loan/NPL) dan dalam perbankan
syariah di kenal dengan Non Performing Loan (NPF) dapat diartikan sebagai
pinjaman ynag mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya factor kesengajaan atau
faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Kredit bermasalah dalam
pengklasifikasian perbankan yaitu kredit yang berada dalam penggolongan kualitas
kredit kurang lancar, diragukan dan macet.
NPL/NPF = Total Kredit/Pembiayaan Bermasalah
Kredit/Pembiayaan
NPL/NPF adalah hasil pembagian total pembiayaan/kredit bermasalah
(kurang lancer, diragukan dan macet) terhadap total pembiayaan atau kredit (diluar
pembiayaan atau kredit antar bank).47
Pembiayaan bermasalah adalah “suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu
penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan
kelambatan dalam pengembalian. Atau diperlukan tindakan yuridis dalam
pengembalian atau kemungkinan potensial loss”. Atau dengan kata lain, pembiayaan
bermasalah adalah pembiayaan yang berada pada colletibility: dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.48
Dalam buku karangan Veithzal Rivai, Credit Management Handbook ada
beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu:
47
Watna wait, Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan
Mudharabah, (Jakarta : STIEI, 2009), h. 16
48