LAMPIRAN 1
Populasi dan Pemilihan Sampel
NO. KODE NAMA PERUSAHAAN Kriteria Sampel
1 2 3 Property dan real estate
65,175,614,123 93.34 0.00 1 3 33.33 4
0.1506964868 0.1506964868 0.0832362925 0.3570966764 0.3570966764 0.0878952349 0.0016392196 0.0016392196 -0.0079552121 0.9651088133 0.9651088133 0.1146026989 0.2734087418 0.2734087418 0.0499393025 0.1155463288 0.1155463288 -0.1572796420 -0.0074447106 -0.0074447106 -0.0480741215 0.4497382018 0.4497382018 0.0623408865 0.4669958720 0.4669958720 0.1064421246 0.9932455729 0.9932455729 0.1761364333 0.2231474747 0.2231474747 0.0289400668 -0.0720874700 -0.0720874700 -0.0050150561 0.0836667897 0.0836667897 0.0242134624 0.4318370650 0.4318370650 0.1170662507 0.1126064075 0.1126064075 -0.0045330398 0.1050092959 0.1050092959 0.0104567196 0.0237103976 0.0237103976 0.0004179933 0.0736552332 0.0736552332 -0.0013970233 -0.7412131880 -0.7412131880 0.1366458655
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .074 5 .015 2.413 .043a
Residual .513 84 .006
Total .587 89
a. Predictors: (Constant), RKA, INST, FCF, KA, MANJ b. Dependent Variable: DACC
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), KOMAU, INST, LNFCF, DWKO, MANJ b. Dependent Variable: DACC
DAFTAR PUSTAKA
Ali. (2002). Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002
Boediono, G. 2005, "Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan
Analisis Jalur". Proceedings Simposium Nasional Akuntansi VIII
So/a, September. HaL 172-194.
Faisal. (2004). Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Paper presented at Simposium Nasional Akuntansi 7, Denpasar.
Ghozali. I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19, 5th edition. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Jansen, 1986. Agency costs of free cash flow, corporate finance and takeovers.
American Economic Review Papers and Proceedings 76, 323–329.
Jensen, M. C and Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm : Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure . Journal of
Financial Economics, Oktober, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360. Avalaible from: http://papers.ssrn.com
Larasati. (2009). Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kualitass Laba, dan nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Airlangga
Surabaya.
Murwaningsari & Etty. 2008. Pengujian Simultan : Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Earning Response Coefficient (ERC). Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.
Pamudji, Sugeng dan Trihartati. 2007. Pengaruh Independensi dan Efektivitas
Komite Audit terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan
Auditing. Jurnal UNDIP Vol 6, No 1 (2009).
Rachmawati dan Triatmoko. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional
Akuntansi X Makassar, 26-28 Juli.
Siallagan, dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme CorporateGovernance, Kualitas
Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
Ujiyantho dan Pramuka, 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go publik
Sektor Manufaktur), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X.
Makasar.
Wahyudi, Untung dan Hartini Prasetyaning Pawestri. Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan: dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Paper presented at Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.
Wibowo, 2013. Apakah Kualitas Audit Berpengaruh terhadap Kualitas Laba dalam Masa Krisis Ekonomi Global? (Studi Kasus terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi XVI
Zuhri & Prabowo, 2010. Pengaruh Arus Kas Bebas dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 5 No 1
Financial Accounting Standards Board (FASB, 1980)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001)
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2004)
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006)
Statement of Financial Accounting (SFAC)
Surat Edaran Menteri Negara Pasar Modal dan Pengawas BUMN
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausalitas
yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan serta pengaruh antara dua atau lebih
gejala atau variabel. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Suplus Free
Cash Flow dan mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dengan
menggunakan data laporan keuangan perusahaan Property dan Real estate yang
terdaftar di BEI dengan periode 2012-2014
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang
diakses dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) dan objek penelitian dimulai dari
bulan Maret 2015 sampai dengan penelitian skripsi ini diselesaikan.
3.3 Batasan Penelitian
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data dari tahun
2012-2014. Penggunaan data pada tahun 2012-2014 berkaitan dengan laporan
keuangan perusahaan yang ditelah diaudit (audited) dan dipublikasikan.
2. Perusahaan yang diteliti adalah sector property dan real estate yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan tidak mengalami delisting.
3. Faktor-faktor yang diteliti adalah arus kas bebas, dan komponen mekanisme
4. Hubungan diukur berdasarkan variabel-variabel independen dan dependen
yang selanjutnya diuji untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel
tersebut.
5. Data yang diperlukan tersedia.
3.4 Populasi Dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan objek yang ditentukan oleh peneliti,
sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut setelah mengalami proses seleksi dari batasan dan kriteria
yang ditentukan oleh peneliti, yang kemudian sampel tersebut dianalisis oleh
peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sector property dan real
estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2012
sampai dengan 2014. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang secara konsisten terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode tahun 2012 sampai dengan 2014.
2. Perusahaan yang secara periodik menerbitkan laporan tahunan dengan
periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan
tahun 2012 sampai dengan 2014.
3. Laporan keuangan disajikan dalam rupiah dan semua data yang
dibutuhkan untuk penelitian ini tersedia dengan lengkap.
Jumlah perusahaan Property dan Real estate yang listing di Bursa Efek
perusahaan tersebut, yang dijadikan sampel penelitian adalah sebanyak 30
perusahaan. Sedangkan total pengamatan yang dijadikan sampel penelitian ini
adalah sebanyak 90 pengamatan. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan. Nama-nama sampel yang telah melalui proses seleksi, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Daftar Populai Dan Sampel Penelitian Perusahaan Property Dan Real Estate
NO. KODE NAMA PERUSAHAAN Kriteria Sampel
1 2 3 Property dan real estate
1. APLN Agung Podomoro Land Tbk √ √ √ 1
30. LPKR Lippo Karawaci Tbk √ √ √ 20
3.5 Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa laporan tahunan perusahaan dan data kuantitatif lainnya selama periode
tahun 2012 sampai dengan 2014. Data-data tersebut diperoleh dari situs Bursa
Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) dan Indonesian Capital Market Electronic Library (ICAMEL).
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan, yaitu data diperoleh dari beberapa literatur yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, penelusuran data ini dilakukan
dengan cara:
1. Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan.
Data yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan antara lain berupa
2. Penelusuran dengan menggunakan komputer untuk data dalam format
elektronik. Data yang disajikan dalam format elektronik ini antara
lain berupa katalog perpustakaan, laporan keuangan BEI, dan situs
internet.
3.7 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel
Penelitian ini melibatkan dua variabel bebas (independen), satu variabel
terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi Surplus Free
Cash Flow (SFCF) dan mekanisme corporate governance yang terdiri dari
jumlah rapat komite audit, komposisi komisaris independen, kepemilikan
institusional, dan kepemilikan manajerial. Variabel terikatnya yaitu
kualitas laba.
3.7.1 Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Surplus Free Cash Flow (Arus Kas Bebas)
Jensen (1986) mendefinisikan free cash flow adalah aliran kas yang
merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net
present value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal
yang relevan. Free cash flow inilah yang sering menjadi pemicu timbulnya
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Free cash flow
( FCF ) free cash flow sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan
kepada kreditor atau pemegang saham, yang tidak diperlukan untuk modal
kerja atau investasi pada aset tetap. Free cash flow dihitung dengan
FCF = AKO – PM – NWC
FCF = Free Cash Flow Keterangan :
AKO = Aliran Kas Operasi Perusahaan
PM = Pengeluaran Modal Perusahaan
NWC = Net Working Capital ( modal kerja bersih )
2. Mekanisme Corporate Governance
Dalam penelitian ini menggunakan empat mekanisme corporate governance
yang terdiri dari :
a. Jumlah Rapat Komite Audit
Jumlah rapat komite audit merupakan jumlah pertemuan atau rapat yang
dilakukan oleh komite audit dalam waktu satu tahun. Jumlah rapat komite
audit mampu meningkatkan tindakan monitoring/pengawasan terhadap
perilaku manajemen (Xie et al., 2003). Jumlah rapat komite audit diukur
dengan cara melihat jumlah rapat yang dilakukan komite audit pada
laporan tahunan perusahaan yang tercantum pada laporan tata kelola
perusahaan maupun laporan komite audit.
b. Komposisi Komisaris Independen
Komposisi komisaris independen adalah perbandingan jumlah komisaris
independen yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap jumlah seluruh
anggota dewan komisaris. Komisaris independen dapat bertindak
penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer dan
manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dalam penelitian ini,
komposisi komisaris independen diukur melalui besarnya persentase
jumlah komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada
dalam susunan dewan komisaris.
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
institusi. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk
mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif
sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu
yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan
laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi
sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Dalam penelitian
ini, kepemilikan institusional diukur melalui besarnya persentase saham
yang dimiliki oleh investor institusional.
d. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola
(Boediono, 2005). Kepemilikan saham yang tinggi oleh pihak manajemen
diasumsikan dapat mengurangi perilaku opportunistic manajer
sehingga kualitas laba yang dilaporkan akan semakin baik. Tingginya
kepemilikan saham oleh manajemen juga dapat meningkatkan nilai
perusahaan karena manajemen cenderung akan bekerja lebih giat untuk
Dalam penelitian ini, kepemilikan manajerial diukur melalui besarnya
persentase saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan.
3.7.2. Variabel Terikat ( Dependen)
Variabel Terikat yang digunakan dalam penelitian ini hanya
menggunakan variable kualitas laba. Kualitas laba dapat diukur melalui
discretionary accruals yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals
(TACC) dan nondiscretionary accruals (NDACC). Dalam menghitung DACC
digunakan Modified Jones Model karena menurut Dechow et al, (1995) (dalam
Rachmawati dan Triatmoko, 2007), model ini dianggap lebih baik di antara
model lain untuk mengukur manajemen laba. Model perhitungannya adalah
sebagai berikut:
1. Total Accruals
Total accruals pada penelitian ini didefinisikan sebagai selisih antara laba
bersih sebelum pajak (earnings before tax/extraordinary items and
discontinued operations) dengan arus kas dari aktivitas operasi (operating
cash flow) (Adriani,2011).
TACCit = EBXTit – OCFit
Keterangan:
TACCit : Total accruals pada tahun t
EBXTit : Laba bersih sebelum pajak (earnings before
tax/extraordinary items and discontinued operations) pada
OCFit : Arus kas dari aktivitas operasi (operating cash flow) pada
tahun t
Estimasi dari parameter spesifik perusahaan, diperoleh melalui
models analisis regresi OLS (Ordinary Least Squares) berikut ini:
TACCit/TAi,t-1 = α1(1/TAi,t-1) + α2((∆REVit - ∆RECit)/ TAi,t-1) +
α3(PPEit/ TAi,t-1) + εit
Keterangan:
TACCit : Total accruals pada tahun t
TAi,t-1 : Total assets untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun
t-1
∆REVit : Perubahan pendapatan (revenue) perusahaan i dari tahun
t-1 ke tahun t
∆RECit : Perubahan piutang bersih (net receivable) perusahaan i
dari tahun t-ke tahun t
PPEit : Gross property, plant and equipment perusahaan i pada
tahun t
εit : error
2. Non Discretionary Accruals
Dalam Modified Jones Model, non discretionary accruals dirumuskan
sebagai berikut:
NDACCit= α1(1/ TAi,t-1) + α2((∆REVit- ∆RECit)/TAi,t-1) + α3(PPEit/TAi,t-1)
Keterangan:
TAi,t-1 : Total assets untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun
t-1
∆REVit : Perubahan pendapatan (revenue) perusahaan i dari tahun
t-1 ke tahun t
∆RECit : Perubahan piutang bersih (net receivable) perusahaan i
dari tahun t-1 ke tahun t
PPEit : Gross property, plant and equipment perusahaan i pada
tahun t
3. Discretionary Accruals
Karena total accruals terdiri dari discretionary accruals dan non discretionary
accruals, maka discretionary accruals dapat dirumuskan sebagai berikut:
DACCit = (TACCit/TAi,t-1) - NDACCit ……… Rumus 1
Keterangan:
DACCit : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
Berdasarkan penjelasan defenisi operasional di atas, dapat disimpulkan
melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.2
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
No Variabel Indikator Skala
Pengukuran
Jumlah pertemuan atau rapat yang dilakukan oleh komite audit dalam waktu
satu tahun. independen yang dimiliki oleh suatu
perusahaanterhadap jumlah seluruh anggota dewan komisaris
4
Kepemilikan Institusional
(X4)
Jumlah Kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusi. Yang memiliki kemampuan mengendalikan
pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif
Nominal Lap. Keuangan
5 Kepemilikan Mnajerial (X5)
Jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Pengelolaaan
saham yang tinggi dapat mengirangi perilaku opurtunistic manager sehingga
kualitas laba yang dilaporkan semakin baik.
Nominal Lap. Keuangan
6 Kualitas Laba
(Y1) DACCit = (TACCit/TAi,t-1) - NDACCit Rasio
Lap. Keuangan
3.8 Metode Analisis 3.8.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan
variabel-variabel dalam penelitian. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini
mencakup nilai rata-rata (mean), standar deviasi, minimum, dan maksimum.
3.8.2. Analisis Regresi
Metode analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh Free Cash Flow
(FCF) dan mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (multiple regression analysis).
Untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini
akan digunakan dua persamaan regresi, yaitu:
DACC = β0 + β1FCF + β2RKA + β3KI + β4INST + β5MANJ + ε1
………. Persamaan Regresi 1
Keterangan:
DACC = Discretionary accruals (proksi kualitas laba), lihat Rumus 1
RKA = Jumlah rapat komite audit
KI = Komposisi komisaris independen
INST = Kepemilikan institusional
MANJ = Kepemilikan manajerial
ε = error term
3.8.3. Uji Asumsi Klasik
Untuk pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis regresi
linier berganda. Sebagai prasyarat dilakukan regresi berganda dilakukan uji
asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias,
konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Ghozali, 2011). Pengujian
asumsi klasik meliputi:
3.8.3.1Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali,
2011). Untuk menghindari terjadinya bias, data yang digunakan harus
terdistribusi dengan normal. Model regresi yang baik adalah memiliki data normal
atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas dapat menggunakan analisis
grafik dengan normal probability plot (P-P plot) dan uji statistik melalui uji
Kolmogorov-Smirnov. Untuk analisis grafik dengan normal probability plot (P-P
plot), apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan untuk uji
Kolmogorov-Smirnov, apabila menunjukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05
3.8.3.2Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2011).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas
(independen). Nilai tolerance atau variance inflation factors (VIF) dapat
digunakan untuk mendeteksi gejala multikolinieritas. Multikolinieritas terjadi
apabila nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 10. Jadi dikatakan
tidak terjadi multikolinieritas apabila nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF
kurang dari 10.
3.8.3.3Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2011). Model regresi yang
baik harus terhindar dari autokorelasi. Cara mendeteksi autokorelasi salah
satunya adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
3.8.3.4Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
(Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat
dilakukan dengan menggunakan Scatterplot dan uji Glejser. Jika pada grafik
Scatterplot tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
jika hasil uji Glejser menunjukkan nilai probabilitas signifikansi lebih dari 0,05
maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas.
3.8.4. Uji Hipotesis
3.8.4.1Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemamapuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).
3.8.4.2Pengujian Secara Simultan (Uji F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011).
Ketentuan yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:
1. Jika F hitung lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil dari
tingkat signifikansi (Sig. < 0,05), maka model penelitian dapat digunakan
atau model tersebut sudah tepat.
2. Jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau probabilitas lebih besar dari
tingkat signifikansi (Sig. > 0,05), maka model penelitian tidak dapat
3. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel.
Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka model penelitian
sudah tepat.
3.8.4.3Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variable dependen (Ghozali, 2011). Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai
probabilitas signifikansi t masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil
regresi menggunakan SPSS. Jika nilai probabilitas signifikansi t lebih dari 0,05
maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh antara variabel independen dengan
BAB IV
HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Pengujian statistik deskriptif adalah pengujian yang pertama sekali
dilakukan dalam penelitian ini. Pengujian statistik deskriptif memberikan
informasi mengenai profil dari sampel yang menjadi objek penelitian. Hasil uji
statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1. Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DACC 90 -.16 .49 .0639 .08120
FCF 90 -2.39E13 3.16E12 -1.1412E12 3.79877E12 INST 90 17.25 99.10 63.9866 21.46452
MANJ 90 .00 27.36 1.0940 4.30401
KI 90 5.00 71.43 38.6207 11.53396
RKA 90 .00 14.00 5.4000 2.98611
Valid N (listwise) 90
Sumber : Output SPSS
Dari tabel statistik deskriptif diatas dapat dilihat bahwa jumlah observasi
sebanyak 90 obsevari (pengamatan). Hasil uji statistik variabel Discretionary
Accruals (DACC) menunjukkan nilai terendah (minimum) sebesar -0,16
sedangkan nilai maksimum sebesar 0,49. Nilai mean dan standar deviasi masing
masing sebesar 0,639 dan 0 08120. Variabel Free Cash Flow (FCF) menunjukkan
nilai minimum dan maksimum sebesar -2.39E13 dan 3.16E12, sedangakan nilai
mean dan standar devisi sebesar -1,1412E12 dan 3,79877E12. Nilai minimun
variabel Kepemilikan Institusional (INST) sebesar 17,25% dan nilai maksimum
sebesar 21,46452. Hasil uji statistik deskriptif pada variabel Kepemilikan
Manajemen (MANJ) menunjukkan nilai maksimum dan minimum masing-masing
sebesar 27,36% dan 0,00% sedangkan nilai rata-rata dan standar devasi sebesar
1,0940 dan 4,30401. Pada uji statistik deskriptif variabel Dewan Komisaris (KI)
nilai maksimum sebesar 71,43% dan nilai minimun sebesar 5,00% sedangkan
nilai rata-rata dan standar deviasi masing-masing sebesar 38,6207 dan 11,53396.
Pada hasil uji statistik deskriptif variabel Komite Audit (RKA) nilai minimun
adalah sebesar 0,00% dan nilai maksimum sebesar 14,00 sedangkan nilai rata-rata
sebesar 5,4000 dan standar deviasi sebesar 2, 98611.
4.2 Analisis Regresi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas laba, variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu free
cash flow, kepemilikan institusi, kepemilikan manajemen, dewan komisaris dan
komite audit. Sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan analisis regresi
berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Hal ini
dimaksudkan agar model regresi dapat menghasilkan penduga (estimator) yang
tidak bias. Model regresi akan menghasilkan penduga yang tidak bias jika
memenuhi asumsi klasik, antara lain normalitas data, bebas multikolinieritas,
bebas autokorelasi, dan bebas heteroskedasitisitas.
4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas pada dasarnya bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel independen dan variabel dependen atau keduanya telah
memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Hasil pengujian ini dapat
dilihat pada gambar 4.1. berikut ini :
Gambar 4.1.
Histogram – Uji Normalitas
Sumber Output SPSS
Gambar 4.2
Normal PP Plot – Uji Normalitas
Dengan melihat tampilan grafik histogram (gambar 4.1) dapat kita lihat
bahwa diagram berbentuk lonceng serta sebaran data pada grafik Normal P-P plot
(Gambar 4.2) menyebar di sekitar garis diagonal, dapat disimpulkan bahwa kedua
grafik ini menunjukkan bahwa data yang digunakan memenuhi asumsi normalitas.
4.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi adanya
problem multikolinearitas, maka dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance
dan Variance Inflation Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel
independen. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil uji
multikolonieritas.
Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
FCF .883 1.133
INST .929 1.076 MANJ .871 1.148
KA .913 1.096
RKA .956 1.046
a. Dependent Variable: DACC
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa hasil uji
multikolonieritas menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai
tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel
menunjukkan hasil yang sama, tidak ada satu variabel independen yang memiliki
nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas
antar variabel independen dalam model regresi.
4.2.3 Uji Autokorelasi
Penyimpangan model regresi klasik yang lain adalah adanya autokorelasi
dalam model regresi yaitu adanya korelasi antar anggota sampel. Hasil
perhitungan diperoleh nilai Durbin Watson Jika antar residual tidak terdapat
hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual terjadi secara random atau
tidak. Berikut ini adalah tabel 4.3 yang menunjuklkan hasil uji autokorelasi.
Tabel 4.3. Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square Durbin-Watson
1 .354a .126 .074 1.874
a. Predictors: (Constant), RKA, INST, FCF, KA, MANJ b. Dependent Variable: DACC
Sumber : Ouput SPSS
Dari hasil pengujian diatas menunjukkan nilai Durbin Watson adalah
1,256 dimana angka tersebut lebih kecil dari 2 yang berarti tidak terjadi masalah
autokorelasi.
4.2.4 Uji Heterokedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang homoskodesitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas. Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar
secara acak di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Adapun
Gambar 4.3. Grafik Scaterpolt
Sumber : Output SPSS
Gambar scatter plot diatas menjelaskan bahwa data sampel tersebar secara
acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Data tersebar baik berada di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terdapat
heterokodestisitas dalam model regresi yang digunakan.
4.3 Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai
pengaruh profitabilitas dan likuidaitas terhadap nilai perusahaan. Untuk menguji
hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini akan digunakan
DACC = 0,049 + 2,036FCF – 0,002RKA + 0,001KI + 0,00INST + 0,00MANJ + ε
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat dilihat bahwa konstanta
berjumlah 0.049 yang beratri jika variabel lain berjumlah 0 maka nilai DCAA
sebesar 0,049. Nilai koefisien free cash flow (FCF) sebesar 2,036 yang berarti jika
variabel FCF bertambah satu satuan maka nilai discretionary accruals (DCAA)
akan bertambah sebesar 2,036 dengan asumsi variabel lain tetap. Nilai koefisien
rapat komite audit (RKA) sebesar -0,002 yang berarti jika variabel RKA
bertambah satu satuan maka nilai DCAA akan berkurang sebesar 0,002 dengan
asumsi variabel lain tetap. Nilai koefisien komposisi komisaris independen (KI)
sebesar 0,0001 yang berarti jika variabel KI bertambah satu satuan maka nilai
discretionary accruals (DCAA akan bertambah sebesar 0,001 dengan asumsi
variabel lain tetap. Nilai koefisien kepemilikan institusi (INST) sebesar 0,000
yang berarti jika variabel INST bertambah satu satuan maka nilai discretionary
accruals (DCAA) akan tetap, dengan asumsi variabel lain tetap. Nilai koefisien
kepemilikan manajemen (MANJ) sebesar 0,000 yang berarti jika variabel MAJN
bertambah satu satuan maka nilai discretionary accruals (DCAA) akan tetap,
dengan asumsi variabel lain tetap.
4.3.1 Hasil Uji Parsial (Uji t)
Hasil uji parsial (uji t) digunakan untuk mengetahui gambaran pengaruh
variabel free cash flow (FCF), rapat komite audit (RKA), komposisi komisaris
terhadap Discretionary accruals (DACC) secara parsial atau sendiri-sendiri. Hasil
uji parsial dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Sumber : Output SPSS
Dari tabel diatas diperoleh nilai signifikansi FCF sebesar 0.0304 dimana
nilai ini lebih besar dari 0,05 yang berarti variabel free cash flow (FCF)
berpengaruh secara parsial dan positif terhadap discretionary accruals (DACC).
Nilai Koefisien variabel kepemilikan institusional (INST) sebesar 0,385 dimana
lebih besar dari dari 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional (INST) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap discretionary
accruals (DACC). Nilai signifikansi variabel kepemilikan manajemen (MAJN)
sebesar 0.850 yang berarti lebih besar dari 0,05 dimana dengan hasil seperti ini
maka variabel kepemilikan manajemen (MAJN) tidak mempengaruhi secara
signifikan discretionary accruals (DACC). Nilai Koefisien variabel komposisi
komisaris independen (KI) sebesar 0,080 dimana nilai ini lebih besar dari dari
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap discretionary accruals (DACC).
Nilai koefisien rapat komite audit (RKA) sebesar 0.418 yang berarti lebih besar
dari 0,05 dimana dengan hasil ini menunjukkan bahwa variabel rapat komite audit
tidak mempengaruhi secara signifikan discretionary accruals (DACC).
4.3.2 Hasil Uji Simultan (Uji F)
Hasil Uji simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel free cash
flow (FCF), rapat komite audit (RKA), komposisi komisaris independen (KI),
kepemilikan institusional (INST), kepemilikan manajemen (MANJ) secara
simultan atau bersama-sama terhadap discretionary accruals (DACC). Dari hasil
analisis regresi diperoleh hasil uji simultan seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Uji Simultan ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .074 5 .015 2.413 .043a
Residual .513 84 .006
Total .587 89
a. Predictors: (Constant), RKA, INST, FCF, KA, MANJ b. Dependent Variable: DACC
Sumber : Ouput SPSS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,043 dimana
nilai ini lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa variabel free cash flow (FCF),
rapat komite audit (RKA), komposisi komisaris independen (KI), kepemilikan
institusional (INST), kepemilikan manajemen (MANJ) berpengaruh secara
4.3.3 Koefisien Determinasi (R2)
Uji Determinasi digunakan untuk menjelaskan seberapa besar variabel
independen yang dipakai pada model dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil
uji determinasi dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .354a .126 .074 .07815 1.874
a. Predictors: (Constant), RKA, INST, CF, KA, MANJ b. Dependent Variable: DACC
Tabel 4.6. memperlihatkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,126 atau
12,6% yang berarti bahwa persentase pengaruh variabel independen yaitu free
cash flow, rapat komite audit, komposisi komisaris independen, kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajemen terhadap discretionary accruals adalah
sebesar 12,6%. Sedangkan sisanya 87,4% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel
lain tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
4.4 Pembahasan
Pada bagian ini akan disajikan interpretasi hasil analisi statistik dengan
menggunakan regresi linear berganda. Berdasarkan kajian teori di atas
menghasilkan empat hipotesis, keempat hipotesis tersebut akan dibahas pada
1. Surplus Free Cash Flow berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laba pada perusahaan sektor property dan real estate di bursa efek Indonesia
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda diperoleh nilai signifikansi
(sig) sebesar 0.038 dimana lebih kecil dari 0,05, dengan nilai koefisien β positif
2,036. Hal ini menunjukkan bahwa variabel free cash flow (FCF) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kualitas laba (DACC) dengan hasil ini berarti
hipotesis pertaman diterima. Hasil penelitian mendapatkan bahwa arus kas bebas
(free cash flow) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba yang
diukur dengan menggunakan discretionary acrual (DA).
Motivasi manajer memegang peran penting dalam manajemen laba,
manajer dapat melakukan pelaporan laba yang lebih rendah manakala arus kas
bebas yang dimiliki perusahaan dalam possi yang besar. Dalam hal ini manajer
nampaknya akan memiliki alasan bahwa arus kas tersebut akan digunakan sebagai
bagian dari investasi perusahaan atau untuk bentuk-bentuk pendanaan lain yang
dapat dilakukan oleh manajer.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Zuhri dan Prabowo (2010) yang
mengatakan bahwa free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan
demikian adanya arus kas bebas yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh manajemen
untuk investasi yang terkadang tidak menguntungkan dan dapat memberikan laba
yang lebih rendah.
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda diperoleh nilai signifikansi
(sig) sebesar 0.418 dimana lebih besar dari 0,05, dengan nilai koefisien β negatif.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel komite audit berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kualitas laba (DACC) dengan hasil ini berarti hipotesis kedua
di tolak atau tidak dapat diterima. Hal ini berarti bahwa peran komite audit dalam
mengawasi manajemen sebagaimana yang diharapkan dari kewajiban
pembentukannya belum mampu mengurangi tindakan manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan.
Secara teoritis, keberadaan komite audit diharapkan dapat memantau
perilaku manajemen dalam kaitannya dalam pembuatan laporan keuangan,
sehingga dalam hal ini keberadaan komite audit dapat memperkecil upaya
manajemen untuk memanipulasi masalah data-data yang berkaitan dengan
keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga dapat meminimalkan upaya
manajemen laba yang akan dilakukan oleh direksi dan jajaannya. Tidak
diperolehnya pengaruh komite audit dalam penelitian ini salah satunya
diindikasikan dari kondisi bahwa perusahaan dalam penelitian telah memiliki
komite audit dan sebagian besar berjumlah 3 orang. Dengan jumlah komite audit
yang sama tersebut, terdapat variasi dalam tindakan manajemen laba yang berbeda
dari perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Novita dan Lillia (2007) yang
mengatakan bahwa komiteaudit tidak berengaruh terhadap kulitas laba dan
mendukung Zuhri dan Prabowo (2010) yang megatakan bahwa komite audit tidak
3. Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laba pada perusahaan sector property dan real estate di bursa efek Indonesia
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda diperoleh nilai signifikansi
(sig) sebesar 0.080 dimana lebih besar dari 0,05, dengan nilai koefisien β positif.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel komisaris independen berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kualitas laba (DACC) dengan hasil ini berarti
hipotesis tiga ditolak atau tidak dapat diterima.
Jika dilihat dari pola hubunganya, koefisien positif berarti bahwa jika
perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari
luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen
laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan
pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan
discretionary accruals, komposisi komisaris independen yang berasal dari luar
perusahaan akan menyebabkan meningkatnya kualitas laba. Hal ini juga berarti
bahwa banyaknya komisaris independen dapat memperkuat kemampuan dan
koordinasi untuk melakukan fungsi pengawasan sehingga dapat menjaga proses
penyusunan laporan keuangan.
Penelitian ini mendukung penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007) yang
mengatakan bahwa komposisi dewan komisaris independen tidak mempengaruhi
kualitas laba. Penelitian ini tidak mendukung penelitian Boediono (2005) yang
mengatakan bahwa komposisi dewan komisaris independen mempengaruhi
4. Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laba pada perusahaan sector property dan real estate di bursa efek Indonesia
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda diperoleh nilai signifikansi
(sig) sebesar 0.386 dimana lebih besar dari 0,05, dengan nilai koefisien β negatif
2,036. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional bepengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap kualitas laba (DACC) dengan hasil ini berarti
hipotesis keempat di tolak atau tidak dapat diterima.
Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional tidak mempengaruhi
kualitas laba. Jika dilihat dari pola hubungannya, pengaruh kepemilikan institusi
terhadap kualitas laba adalah negatif yang berarti semakin besar tingkat
kepemilikan institusional dalam perusahaan akan menurunkan tingkat kualitas
laba perusahaan. Hal ini terjadi karena kepemilikan institusional dalah pemilik
sementara yang memfokuskan pada laba jangka pendek, dan kepemilikan institusi
mempunyai kemampuan untuk melakukan intervensi terhadap jalannya
perusahaan danmengatur proses penyusunan laporan keuangan.
Penelitian ini tidak medukung penelitian Boediono (2005) yang
mengatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
kualitas laba.
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda diperoleh nilai signifikansi
(sig) sebesar 0.850 dimana lebih besar dari 0,05, dengan nilai koefisien β negatif.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajemen bepengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap kualitas laba (DACC) dengan hasil ini berarti
hipotesis lima di tolak atau tidak dapat diterima.
Jika dilihat dari pola hubunganya maka kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap kulaitas laba. Hal ini menunjukkan semakin tinggi
kepemilikan manajerial akan semakin menurunkan praktik kualitas laba pada
perusahaan, hasil ini juga menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial
mampu manjadi mekanisme yang dapat mengurangi ketidak selarasan
kepentingan manajer dan pemilik atau pemegang saham.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Boediono (2005) yang
menyimpulkan bahawa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
kualitas laba, akan tetapi penelitian ini mendukung penelitian Ujiyantho dan
Pramuka (2007) yang menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh free cash flow, rapat
komite audit, komposisikomisaris independen, kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajemen terhadap kualitas laba. Penelitian ini menggunakan
menggunakan SPSS versi 16 untuk melakukan uji regresi linear berganda. Dari
hasil analisis yang sudah di jelaskan sebelumnya diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laba.
2. Rapat komite audit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kualitas laba.
3. Komposisi komisaris independen berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kualitas laba.
4. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kualitas laba.
5. Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kualitas laba.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu :
1. Penelitian ini dalam menganalisis kualitas laba dengan menggunakan lima
2. Perusahaan yang manjadi sampel dalam penelitian ini hanya 30
perusahaan dengan periode penelitian yang cukup singkat yaitu 3 tahun
pengamatan.
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup perusahaan
sektor property dan real estate.
5.3 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterabatasan penelitian yang diuraikan
sebelumnya maka saran dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian berikutnya diharapkan dapat menambahkan variabel lain dalam
meneliti kualitas laba seperti menambah variabel independensi auditor.
2. Bagi penelitian selanjutnya, objek penelitian agar ditambah menjadi
seluruh perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga
hasil penelitian dapat digeneralisasi. Interval periode penelitian agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Laba
Kualitas laba merupakan sesuatu yang sentral dan penting dalam dunia
akuntansi karena berdasar kualitas laba tersebut profesi akuntansi dipertaruhkan.
Investor, kreditor dan para pemangku kepentingan lainnya mengambil keputusan
salah satunya berdasar pada laporan keuangan, apabila kualitas laba yang
disajikan tidak dapat diandalkan maka para pemangku kepentingan tidak dapat
percaya lagi pada profesi akuntansi. Oleh karena itu berbagai upaya dan studi
terus dilakukan agar dapat menyusun laporan keuang-an dengan kualitas laba
yang tinggi.
Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah
informasi mengenai laba perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan
dalam Statement of Financial Accounting (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur
utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang
menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1980). Menurut PSAK
Nomor 1, informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber
daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan
arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang
efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI,
2004).
Parawiyati (1996) (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan
operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau
kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Laba digunakan
untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang
pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir
kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya
yang dipercayakan pada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan
prospeknya di masa depan (Larasati, 2009).
Pengguna laporan keuangan menggunakan informasi laba untuk membuat
berbagai keputusan penting. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang
tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan
sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak
menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat
menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh
investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat
menjelaskan nilai perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005).
2.2 Free Cash Flow
Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan
kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja
atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan
antara manajer dan pemegang saham. Manajemen biasanya lebih suka untuk
menginvestasikan lagi dana tersebut pada proyek - proyek yang dapat
diterimanya. Disisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut
dibagikan sehingga akan meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
Free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer
untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham atau resiko akan
kehilangan kendali terhadap perusahaan. Menurut Jensen (1986) free cash flow
adalah kelebihan kas yang dipelukan untuk mendanai semua proyek yang
memiliki net present value positif setelah membagi dividen.
Free cash flow merupakan kelebihan yang diperlukan untuk mendanai
semua proyek yang memiliki nilai net present value positif. Free cash flow
dihitung dengan menggunakan rumus Ross et al ( 2000 ), yaitu :
FCF = AKO – PM – NWC
FCF = Free cash Flow.
AKO = Aliran kas operasi perusahaan.
PM = Pengeluaran modal perusahaan.
NWC = Modal kerja bersih perusahaan ( net working capital )
Aliran kas operasi adalah kas yang berasal dari aktivitas penghasil
utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan. Pengeluaran modal adalah pengeluaran bersih
pada aset tetap yaitu aset tetap bersih akhir periode dikurangi aset tetap bersih
pada awal periode. Sedangkan modal kerja bersih adalah selisih antara jumlah aset
2.3 Komite Audit
Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia, komite audit merupakan suatu
komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh
dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan
memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan
fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen
risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di
perusahaan-perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam
menangani masalah pengendalian.
Berdasarkan Surat Edaran BEJ. SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu
orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota
lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak
eksternal yang independen.
Keputusan ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 menghendaki bahwa
komite audit mengadakan rapat dengan frekuensi yang sama dengan ketentuan
minimal frekuensi rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
Vafeas (2005) dalam Sanjaya (2008) menemukan bahwa ketika komite audit lebih
banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer kemungkinan tidak
lebih sering mengadakan pertemuan dan pengamatan secara langsung, diharapkan
dapat mengurangi tingkat manajemen laba dalam perusahaan.
Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam
hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya
menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance. Dengan berjalannya fungsi komite
audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan akan lebih baik, sehingga
konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraannya sendiri dapat diminimalisasi (Adriani, 2011).
2.4 Komisaris Independen
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam
perusahaan, terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Dewan
komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan (FCGI, 2001).
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang
berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam
menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak
manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005).
Komposisi komisaris independen adalah perbandingan jumlah komisaris
independen yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap jumlah seluruh anggota
dewan komisaris. Keberadaan dewan komisaris yang berasal dari luar dapat
ini, komisaris independen berperan mengawasi tindakan manajemen sehingga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya manajemen laba.
Berdasarkan keputusan direksi BEJ No: Kep-305/BEJ/07-2004, dalam
rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang
jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki
oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh
anggota komisaris
2.5 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan persentase pemegang saham yang
dimiliki oleh pemilik institusional (>5%) seperti asuransi, bank, perusahaan
investasi, dan kepemilikan lain kecuali anak perusahaan dan institusi lain yang
memiliki hubungan istimewa (Stice et al, 2009). Investor institusi mempunyai
peranan dalam menyediakan mekanisme yang dapat dipercaya terhadap penyajian
informasi kepada investor. Peranan ini disebabkan investor institusi merupakan
investor yang sophisticated dan mempunyai daya pengendali yang lebih baik
dibanding investor individu (Larasati, 2010).
Melalui kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya
perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan
melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Persentase saham tertentu yang
yang tidak menutup kemungkinan terdapat aktualisasi sesuai dengan kepentingan
pihak manajemen (Boediono, 2005).
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi juga dinilai dapat
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor sehingga
dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Hal ini disebabkan karena
investor institusional terlibat dalam pengambilan keputusan yang strategis
sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba (Jensen dan
Meckling, 1976).
2.6 Kepemilikan Manajerial
Menurut Downes dan Goodman (1999) (dalam Etty Murwaningsari, 2008)
kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal
ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut
dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk meminimalkan
konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam
perusahaan. Kepemilikan saham oleh manajemen dapat mengindikasikan adanya
kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Ross et al
(1999) (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa semakin besar
kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung
untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan
untuk kepentingannya sendiri.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa manajer sebagai
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham).
Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi
akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para
pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi
yang paling besar ketidak pastiannya (Ali, 2002).
2.7 Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh antara
mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba . Boediono (2005) dalam
penelitiannya menguji pengaruh mekanisme corporate governance dan
manajemen laba terhadap kualitas laba. Mekanisme corporate governance
diproksikan melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan
komposisi dewan komisaris. Hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa
mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap kualitas laba.
Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba. Mekanisme corporate
governance diproksikan melalui kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan
komite audit. Sedangkan kualitas laba diproksikan melalui discretionary accruals.
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa mekanisme corporate governance secara
positif berpengaruh terhadap kualitas laba .
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Hamonangan Siallagan
dan Mas’ud Machfoedz (2006). Adapun yang menjadi persamaan dari penelitian
yaitu dengan mengunakan kualitas laba dan juga variabel independen yang sama
mekanisme corporate governace. Sedangkan yang menjadi perbedaan dengan
penelitian yang direplikasi adalah perbedaan sampel perusahaan dimana penelitian
ini menggunakan perusahaan sector property dan real estate yang terdaftar di
BEI, sedangkan penelitian yang direplikasi menggunakan sampel seluruh
perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI. Penelitian ini dan yang direplikasi
sama-sama menggunakan mekanisme corporate governance, namun terdapat
beberapa perbedaan dalam pengambilan bagian dari corporate governance.
Penelitian ini menggunakan komite audit, komisaris independen, kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial, sedangkan penelitian yang direplikasi
menggunakan kepemilikan manajerial, dewan komisaris dan komite audit sebagai
bagian dari mekanisme corporate governance.
Namun dari penelitian-penelitian terdahulu, hanya sedikit penelitian yang
menguji pengaruh antara Free Cash Flow (FCF) terhadap kualitas laba. Di
antaranya adalah penelitian Akhmad Bakkrudin Zuhri dan Tri Jatmiko Wahyu
Prabowo, Se., M.Si., Akt. yang menguji pengaruh arus kas bebas dan komite audit
terhadap manajemen laba, yang menunjukan bahwa Hasil penelitian menunjukkan
bahwa manajemen laba dipengaruhi oleh arus kas bebas namun dengan arah
negative. Hal ini berarti bahwa semakin besar arus kas bebas maka perusahaan
cenderung melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba. Komite
audit diperoleh tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Ringkasan dari hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas dapat
TABEL. 2.1
Variabel Hasil Penelitian /
Kesimpulan
X1Kepemilikan Institusional X2Kepemilikan Manajerial X3Komposisi Dewan Komisaris
X1 kepemilikan manajerial X2 komposisi komisaris independen
Kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai
X1 Investment Opurtunity Set
X2 Mekanisme Corporate Governance (Komite Audit,
Kualitas Laba yang diukur dengan discretionaty accrual tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. SFCF berpengaruh positif terhadap discretionary accrual. Komite audit dan komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kualitas laba juga terhadap nilai perusahaan. kepemilikan institusional dan
4
X1 Kepemilikan Institusional X2 Kepemilikan Manajerial X3 Komposisi Dewan positif dan signifikan mempengaruhi kualitas laba, proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba. Komite audit tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, kepemilikan institusional secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh arus kas bebas namun dengan arah negative.
2.8 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini konsep yang mendukung terbentuknya kerangka
konseptual adalah variabel-variabel sebagai berikut :
1. Free cash flow atau aliran kas bebas
Merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau
pemegang saham yang tidak diperlukan sebagai modal kerja. Menurut Jensen
(1986) yang dikutip (Faisal, 2004) kenaikan hutang akan mengurangi free
cash flow. Sebaliknya, jika free cash flow tinggi maka tingkat hutang akan
semakin rendah. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa lebih
bertahan dalam kondisi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas yang negatif
menggambarkan bahwa perusahaan kekurangan dana internal, sehingga
perusahaan akan membutuhkan tambahan dana eksternal dalam bentuk
2. Komite audit
Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal
(termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen
yang melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara
mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit
eksternal (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Xie et al. (2003) dalam Pamudji dan Trihartati (2009) melaporkan bahwa
jumlah pertemuan komite audit berhubungan negatif dengan tingkat
manajemen laba. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa komite audit
yang melakukan pertemuan secara teratur akan menjadi pengawas yang
lebih baik dalam mengawasi proses pelaporan keuangan. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa komite audit yang lebih sering mengadakan
pertemuan dan pengamatan secara langsung, diharapkan dapat mengurangi
tingkat manajemen laba dalam perusahaan sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang salah satunya adalah
kualitas laba.
3. Komisaris Independen
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan
yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya
dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat
mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan
2005). Penelitian Besley (1996) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007)
menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar dapat untuk
mengurangi kecurangan pelaporan keuangan daripada kehadiran komite
audit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap
kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
4. Kepemilikan institusional
Melalui kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya
perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan
melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Persentase saham tertentu yang
dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan
keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat aktualisasi sesuai
dengan kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi juga dinilai dapat menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor sehingga dapat menghalangi
perilaku opportunistic manajer. Hal ini disebabkan karena investor
institusional terlibat dalam pengambilan keputusan yang strategis sehingga
tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba (Jensen dan
Meckling, 1976).
5. Kepemilikan manajerial
Jensen dan Meckling (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan
bahwa kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat
luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan
hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham
manajerial. Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan
kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan
keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005).
Sehingga berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu yang
telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh Free Cash Flow dan mekanisme corporate governance
terhadap kualitas laba. Model dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2 . 1 Kerangka Konseptual
KUALITAS LABA
Kepemilikan Institusional (X2)
Kepemilikan Manajerial (X3)
Komposisi Komisaris Independen (X4)
Jumlah Rapat Komite Audit (X5)
2.9 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Free Cash Flow dan Mekanisme Corporate Governance berpengaruh
secara simultan terhadap kualitas laba.
2. Jumlah rapat komite audit berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
laba.
3. Komposisi komisaris independen berpengaruh secara parsial terhadap
kualitas laba.
4. Kepemilikan institusional berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
laba.
5. Kepemilikan manajerial berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan
profitabilitas operasional perusahaan. Menurut Penman dan Cohen (2003) dalam
Wibowo (2009) diungkapkan bahwa laba tahun berjalan memiliki kualitas yang
baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang,
atau berhubungan secara kuat dengan arus kas operasi di masa mendatang (future
operating cash flow). Demikian juga, Hodge (2003) dalam Sutopo (2009)
memberikan definisi kualitas laba sebagai “the extent to which net income
reported on the income statement differs from “true” (unbiased and accurate)
earnings” .
Bagi suatu perusahaan tujuan utamanya adalah meningkatkan nilai
perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan
keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai
perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama (1978) dalam
Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari
harga pasar sahamnya. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak
menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan dapat
diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya
tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba
maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya
(Boediono, 2005).
Parawiyati (1996) (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan
bahwa laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau
kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Menurut
Dechow (1994) (dalam Rachmawati dan Triatmoko, 2007), laba yang diukur atas
dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahaan
dibandingkan dengan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu
dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek.
Penerapan konsep akrual dapat berpotensi memicu kesempatan
manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan menaikkan atau
menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi. Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) memberikan kelonggaran (fleksibility principles) kepada perusahaan dalam
memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan.
Dengan kelonggaran ini, perusahaan dapat menghasilkan nilai laba yang berbeda
melalui pemilihan metode akuntansi yang berbeda. Perusahaan yang memilih
metode penyusutan garis lurus akan menghasilkan nilai laba yang berbeda
dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau
saldo menurun (Rachmawati dan Triatmoko, 2007)
Fenomena adanya skandal keuangan menunjukkan bahwa laporan
keuangan telah gagal dalam memenuhi kebutuhan informasi kepada para