DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Literatur
Abbas, Syahrizal. 2009. Mediasi Dalam Presfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional Kencana. Jakarta.
Asmin, 1986 , Status perkawinan antar agama ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1/74,Dian Rakyat, Jakarta, cetakan pertama.
HadikusumaHilman ,1986, Hukum perkawinan di Indonesia, Mandar maju, Bandung.
HadikusumaHilman , 2007 , Hukum Perkawinan Di Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung. HarahapM. Yahya, 2007, “Beberapa tinjauan mengenai sistem peradilan dan
penyelesaian sengketa”, PT Citra Aditya bakti, Bandung.
Nurnianingsih , 2011, Mediasi alternatif penyelesaian sengketa perdata di pengadilan, Rajawali pers.
ProdjodikoroR. Wirjono, 1960 , Hukum perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung , Jakarta.
RahmanBakri A. dan Ahmad Sukardja, 1982 , Hukum Perkawinan menurut Islam Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, Hidakarya Agung, Jakarta.
SembiringJimmy Joses, 2011 , Cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan, Visi media, Jakarta.
SimanjuntakP.N.H.,2007, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Jakarta.
SitumorangVictor M., 1993 ,Perdamaian dan perwasitan dalam hukum acara perdata, PT rineke Cipta, Jakarta.
Sudarsono, 1991, Lampiran UUP Dengan Penjelasannya, Rineka Cipta, Jakarta. SukadanaMade, 2012, Mediasi Peradilan Mediasi dalam Sistem Peradilan
Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta Cetakan Pertama.
SusiloBudi, 2007, Prosedur gugatan cerai, Pustaka yustisia,Jakarta.
ThalibSayuti, 1986, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI-Press,Jakarta,Cetakan kelima.
Winarta Frans Hendra , 2012 , Hukum penyelesaian sengketa arbitrase nasional indonesia dan internaisonal, Sinargrafika, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 “Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”.
C. Artikel internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Perceraiandiakses pada 12 juli 2013.
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-mediasi-dalam-hukum-positif.html,diakses pada 15 juli 2013.
http://yoegipradana.blogspot.com/2013/05/bab-i-pendahuluan-a.html,diakses pada 15 juli 2013. (http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi),diakses pada 15 juli 2013.
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-mediasi-dalam-hukum-positif.html, diakses pada 16 juli 2013.
http://yoegipradana.blogspot.com/2013/05/bab-i-pendahuluan-a.html,diakses pada khattab.html, diakses pada 14 juli 2013.
http://sahabathawa.com/hal-inilah-yang-biasanya-jadi-alasan-perceraian/,diakses pada 2 Oktober 2012.
http://kevinevolution.wordpress.com/2011/11/01/perceraian-menurut-uu-no-1-tahun-1974/,diakses pada 15 juli 2013.
http://www.sarjanaku.com/2013/01/penyebab-perceraian-pengertian-dampak.html, diakses pada 12 juli 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian#Kristen.2FKatolik,diakses pada 12 juli 2013.
http://artikelbuddhist.com/2011/05/pandangan-buddhis-mengenai-perkawinan-dan-perceraian.html,diakses pada 12 juli 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasidiakses pada 11 Juli 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinandiakses pada 11 Juli 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islamdiakses pada 11 Juli 2013.
http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalah-masalah.htmldiakses pada 11 Juli 2013.
http://kuliahade.wordpress.com/2010/03/30/hukum-perdata-syarat-syarat-perkawinan/diakses pada 11 juli 2013.
http://www.hsbc.co.id/1/2/miscellaneous_in_ID/others/mediasiperbankan diakses pada tanggal 13 januari 2014
http://www.hukumtenagakerja.com/mediasi-hubungan-industrial/ diakses pada tanggal 13 januari 2014
http://waktuterindah.blogspot.com/2012/04/sebuah-catatan-tentang-mediasi-di.html diakses pada tanggal 13 januari
http://urais-klaten.blogspot.com/2010/03/uu-no-1-th-1974.html diakses pada tanggal 13 januari 2014
http://lily-ahmad.blogspot.com/2009/04/kaukus-dalam-perkara-mediasi.html diakses pada tanggal 14 januari 2014
http://www.pn-stabat.go.id/userfiles/file/Mediasi/tahapan.pdf diakses pada tanggal 14 januari 2014
http://www.badilag.net/component/content/article/315-berita-kegiatan/17616-kenapa-mediasi-begitu-sukses-di-australia.htmldiakses pada tanggal 14 januari
BAB III TUJUAN MEDIASI A.Pengertian Mediasi
Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal sejak lama adalah
melalui proses litigasi di pengadilan. proses litigasi cenderung menghasilakn
masalah baru karena sifatnya yang win-lose, tidak resposif , time consuming
proses berperkaranya, dan terbuka untuk umum. Seiring perkembangan zaman,
proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan pun ikut berkembang.40
Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini para pihak cenderung
menggunakan alternatif penyelesaian sengketa, hal ini disebabkan oleh jangka
waktu untuk menyelesaiakan sengketa di pengadilan yang lama sehingga
dipandang tidak praktis dan membutuhkan biaya besar. Alternatif penyelesaian
sengketa merupakan salah satu pilihan bagi para pihak yang hendak menyelesaian
sengketa mereka dengan tidak melalui pengadilan maupun arbitrase. Pilihan
tersebut sepenuhnya bergantung pada keinginan dari masing masing pihak yang
bersengketa.41
Alternatif Dispute Resolution (ADR) merupakan lembaga lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. ADR khususnya mediasi sebagaimana
yang kita kenal di Indonesia, sudah populer di Amerika ( United states) di akhir
40
Frans hendra winarta , hukum penyelesaian sengketa arbitrase nasional indonesia dan internasional , Sinargrafika, Jakarta, 2012,halaman : 9.
41
tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an. Alasan yang sangat mendesak adanya
ADR di USA adalah sebagai koreksi terhadap lambatnya serta tingginya biaya
penyelesaian sengketa di Pengadilan, seperti yang dikemukakan oleh Lim Lan
Yuan “...The every reason for the emergency of ADR in the US, namely, the high
legar cost and undue dalays for the settlement of the court case...”42
Yang membuat alternatif penyelesaian sengketa lebih di inginkan para
pihak adalah karena penyelesaian sengketa diluar pengadilan bersifat tertutup
(close door session ) dan kerahasiaan para pihak terjamin (confidentiality), proses
beracara lebih cepat dan efisien.proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan
menghindari kelambatan yang diakibatkan prosedural dan administratif
sebagaimana beracara di pengadian umum dan win-win solution.43
Di dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya mediasi.
sebelum membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita mengetahui dahulu
definisi dari mediasi. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari
kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana Indonesia kemudian lebih suka
mengindonesiakannya menjadi “mediasi”. Mediasi merupakan suatu prosedur penengahan dimana seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk
berkomunikasi antarpara pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas
sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin dapat dipahami dan mungkin
42
Made Sukadana, Mediasi Peradilan Mediasi dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta, Cetakan Pertama, 2012, halaman : 9.
43
didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap
berada ditangan para pihak sendiri44
Penyelesaian sengketa dengan mediasi, pada saat ini dibatasi hanya untuk
sengketa di bidang keperdataan saja. Hal ini disebabkan oleh pandangan bahwa
sengketa tersebut tidak merugikan masyarakat secara umum. Di indonesia
terdapat beberapa sengketa yang dapat diselesaikan dengan mediasi, yakni
sengketa di bidang perbankan, konsumen tenaga kerja, dan sengketa di
pengadilan. Adanya altenatiff penyelesaian sengketa ini diharapakan dapat
menekan jumlah perkara yang semakin menumpuk di pengadilan dan dapat
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.45
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang
berarti berada ditegah. Pengertian mediasi ini menunjukkan pada peran yang
ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya
menengahi dan menyelesaikan perkara antara para pihak. “Berada di tengah” juga
bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam
menyelesaikan perkara. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak
yang berperkara secara adil dan sama, sehingga membutuhkan kepercayaan dari
para pihak yang berperkara. Secara terminologi, pengertian mediasi adalah proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para pihak dengan dibantu oleh
pihak ketiga sebagai mediator. Secara luas, pengertian mediasi sebagai
penyelesaian perkara yang dilakukan baik oleh pihak ketiga, di luar sistem
44Ibid
, halaman : 15-16.
45
peradilan maupun di dalam sistem peradilan, yang dilaksanakan di luar sistem
peradilan ialah: mediasi, arbitrasi, dan lainnya.46
Pengertian mediasi menurut Perma No.1 Tahun 2008 mendefenisikan
mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.47 Dan ada juga beberapa pengertian mediasi menurut beberapa ahli yaiti
1. Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa
antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan
bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus48
2. Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai
dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya
kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2
pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil,
tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh
kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan
sebagai pendamping dan penasihat49
3. Menurut John W. Head, yang dikutip dari bukunya Gatot Soemartono,
pengertian mediasi adalah prosedur penegah seorang bertindak sebagai
“kendaraan” untuk berkomunikasi antara para pihak, sehingga pandangan
mereka yang berbeda atas perkara tersebut dapat dipahami dan sedapat
46
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-mediasi-dalam-hukum-positif.html, diakses pada tanggal 15 Juli 2013 pada pukul 09.12 WIB.
47
Frans hendra winarta , Op,cit, halaman : 16.
48
http://yoegipradana.blogspot.com/2013/05/bab-i-pendahuluan-a.html, diakses pada tanggal 15 Juli 2013 pada pukul 09.15 WIB.
49
mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu
perdamaian tetap berada ditangan para pihak sendiri.50
Dari beberapa pengertian ahli tentang mendefeenisikan pengertian
mediasi, mediasi merupakan penunjukan seorang yang dianggap netral bagi ke
dua belah pihak dan dianggap mampu unurk menengahi sengketa yang para pihak
alami
B.Pengaturan Mediasi Di Indonesia.
Sejarah penyelesaian konflik (perkara) secara damai telah dipraktikkan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat
Indonesia merasakan penyelesaian perkara secara damai telah mengantarkan
mereka kepada kehidupan yang harmonis, adil, seimbang dan terpeliharanya dari
nilai-nilai kebersamaan (komunalitas) dalam masyarakat. Mengupayakan
penyelesaian perkara masyarakat secara cepat dengan menjunjung tinggi
kebersamaan dan tidak merampas atau menekan kebebasan individual.51 Jika melihat proses mediasi, akar-akar penyelesaian sengketa melalui cara ini sudah
dikenal jauh sebelum kemerdekaan, dimana seseorang yang terlibat dalam
persengketaan, cara menyelesaikan perkara penyelesaiannya dilakukan dengan
cara damai dan melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut biasanya adalah
tokoh masyarakat, tokoh agama atau pimpinan adat. Sebagai contoh dalam adat
karo jika terjadi permasalahan dalam suatu perkawinan maka “anak beru” akan
50
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-mediasi-dalam-hukum-positif.html, diakses pada tanggal 16 Juli 2013 pada pukul 12.04 WIB.
51
bertugas sebagai penengah untuk menyelesaikan masalah perkawinan tersebut.
Sebenarnya Di Indonesia penyelesaian konflik rumah tangga diselesaikan melalui
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Lembaga yang
menjadi mitra Departemen Agama sejak tahun 1960 pada dasarnya adalah
lembaga mediasi khusus sengketa rumah tangga. Suami dan istri yang sedang
bersengketa diharapkan menggunakan BP4 sebelum mereka mendaftarkan
perkaranya di pengadilan. Tetapi terdapat perbedaan antara BP4 dan lembaga
mediasi. .
Dalam proses penyelesaian sengketa BP4 lebih cenderung menasehati dan
mendoktrin pasangan rumah tangga yang berkonflik. Berbeda dengan mediasi,
dimana mediator hanya sebagai fasilitator, tidak boleh menasehati, adil dan tidak
memihak. Para pihak sebagai penentu untuk menyelesaikan masalahnya dan
mencari solusinya. Proses mediasi pertama kali diperkenalkan oleh pemerintahan
Hindia Belanda melalui Reglement op de burgerlijke Rechtvordering atau disingkat Rv pada tahun 1894. Disamping itu pemerintah Indonesia juga telah
mengeluarkan beberapa aturan melalui surat edaran, peraturan-peraturan, dan
perundangan-undangan. Tentang beberapa aturan tersebut dapat dibaca pada
uraian tentang landasan yuridis mediasi di Indonesia. Penyelesaian non litigasi ini
telah dirintis sejak lama oleh para ahli hukum. Kemudian berkembang dan
menjadi Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Pengaturan mengenai mediasi
dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat 3 , 4, dan 5 Undang-Undang No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Perkara adalah
para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Perkara. Mahkamah Agung sebagai
lembaga tinggi negara merasa paling bertanggungjawab untuk merealisasikan
undang-undang tentang mediasi. MA menggelar beberapa Rapat Kerja Nasional
pada September 2001 di Yogyakarta yang membahas secara khusus penerapan
upaya damai di lembaga peradilan. Hasil Rakernas ini adalah SEMA No. 1 tahun
2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga
Damai.
MA juga menyelenggarakan temu karya tentang mediasi pada Januari
2003. Hasil temu karya tersebut adalah Perma No. 2 tahun 2003. Semangat untuk
menciptakan lembaga mediasi sudah ada sejak Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Bagir Manan menyampaikan pidatonya pada 7 Januari 2003 dalam
temu karya mediasi. Bagir Manan mendorong pembentukan Pusat Mediasi
Nasional (National Mediation Center). Delapan bulan kemudian, tepatnya 4
September 2003 Pusat Mediasi Nasional resmi berdiri, sesaat sebelum Mahkamah
Agung mengeluarkan Perma No. 2 tahun 2003. Hukum tertulis lainnya yang
mengatur tentang mediasi adalah UU RI No. 14 Tahun 1970 jo UU RI No. 4
Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman mengenai
penyelesaian perkara perdata di luar pengadilan atas dasar perdamaian. Peraturan
Mahkamah Agung mengenai mediasi ini mengalami perubahan yakni dengan
diterbitkannya Perma RI No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan yang berlaku sampai saat ini.
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya penyelesaian
sengketa alternatif melalui mediasi hanya dibatasi untuk kasus perdata yang tidak
menggangu kepentingan orang banyak, seperti bidang perbankan, konsumen,
tenaga kerja, dan sengketa di pengadilan. Pada sengketa sengketa ini saja mediasi
dapat dilakukan.
Saat ini dalam bidang tertentu, mediasi sudah mulai diterapkan untuk
menyelesaikan suatu sengketa sebagai berikut
1. Mediasi diluar pengadilan
a. Mediasi perbankan
Dunia perbankan memiliki peranan pentin bagi masyarakat.
Peranan tersebut adalah sebagai penyimpan dan penyalur dana bagi
masyarakat. Suatu bank tentunya memiliki sistem yang sudah standar
terhadap nasabahnya. Namun, tidak tertutup kemungkinan pelayanan yang
diberikan bank kepada nasabahnya tidak memberikan hasil yan
memuaskan bagi nasabahnya sehingga sering kali nasabah merasa
dirugikan. Nasabah sering kali menjadi tidak berdaya pada saat harus
berhadapan dengan bank di pengadilan dan hanya bisa pasrah apabila
bersengketa dengan bank.
Agar nasabah dapat terlindungi hak-haknya, dibentuklah mediasi
perbankan yang berfungsi sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Pada
bertujuan agar nasabah dapat telindungi hak-haknya sebagai nasabah.52 Dan mediasi ini Sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006
tentang mediasi perbankan, penyelenggaraan mediasi dilakukan apabila
sengketa antara nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya
tuntutan finansial nasabah oleh Bank dalam penyelesaian pengaduan
nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan.53 b. Mediasi hubungan industrial
Hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja adalah
hubungan yang bersifat labil. Dalam arti sangat mudah terjadi
pertentangan antara pengusaha dan pekerja yang disebabkan oleh berbagai
macam hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”), yang dimaksud perselisihan
hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan. Apabila terjadi perselisihan hubungan
industrial, maka ada 2 (dua) cara untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial tersebut yaitu dengan perundingan bipatrit
52
Jimmy Joses Sembiring, Cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan ,Visi media , Jakarta, 2011, halaman : 30
53
(perundingan antara pekerja atau serikat perkerja dengan pengusaha) dan
perundingan tripatrit. Jika ternyata penyelesaian perselisihan hubungan
industrial tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipatrit, maka
tahap yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan adalah penyelesaian
melalui tripatrit yaitu secara mediasi54
Seringkali pihak pekerja ketika berhadapan dengan pengusaha
berada dalam posisi yang lemah yang di sebabkan oleh berbagai macam
faktor. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara yang dapat mengakomodasi
kepentingan suatu keputusan yang dapat diterima oleh masing masing
pihak sehingga dibentuklah mediasi untuk perselisihan hubungan
industrial.55
c. Mediasi asuransi
Saat ini masyarakat sudah semakin paham manfaat dari asuransi,
sehingga secara tidak langsung ikut menjadi peserta pada program yang
diselenggarakan oleh asuransi, baik asiransi kesehatan , asuransi
kebakaran, maupun jenis asuransi lainnya. Asuransi berperan untuk
mengalihkan resiko yang seharusya ditanggung oleh nasabah asuransi
Sering terjadinya peristiwa yang mewajibkan asuransi untuk
membayar klaim, tetapi perusahaan asurasi menolak untuk membayar
klain tersebut dengan berbagai macam alasan. Akubatnya, menimbulkan
54
http://www.hukumtenagakerja.com/mediasi-hubungan-industrial/ diakses pada tanggal 13 januari 2014 pada pukul 10.56 WIB
55
sengketa antara perusahaan asuransi dan nasabahnya. Masyarakat
seeriingnya mengetahui asuransi hanya dari sisi manfaatnya, tetapi tidak
mengetahui secara detail akan asuransi itu sendiri dan sering kali
mengakibatkan terjadinya sengketa yang berbeli-belit antara
perusaahannya asuransi dan nasabahnya
Agar sengketa dalam bidang asuransi dapat diselesaikan dengan
baik dan dapat mengakomodasi kepentingan dari masing masing pihak,
dibentuklah lembaga mediasi asuransi dengan harapan masing masing
pihak dapat menerima keputusan yang dianggap adil.56 2. Mediasi di pengadilan
Mediasi di pengadilan sudah sejak lama dikenal. Para pihak yang
mengajukan perkaranya ke pengadilan, diwajibkan untuk menempuh prosedur
mediasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan pokok perkara.
Mediasi diharapkan sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih
cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para
pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa
keadilan. pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan
dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan
perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga
pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang
bersifat memutus (ajudikatif).57
56
Jimmy Joses Sembiring, Cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan ,Visi media , Jakarta, 2011, halaman : 31.
57
Perkara yang menumpuk di pengadilan semakin hari semakin banyak.
Akibatnya, sering kali para pihak yang mengajukan sengketa di pengadilan
harus menunggu dalam jangka waktu yang lama untuk mendapatkan putusan
Sebagaimana diketahui prosedur beracara di pengadilan tidak menentukan
jangka waktu untuk dapat menyelesaikan suatu perkara, mengakibatkan proses
pemeriksaan suatu perkara dari pendaftaran, pemeriksaan, hingga putusan
memakan waktu yang sangat lama. Untuk mangurangi banyaknya perkara yang
ditangani oleh pengadilan, pada saat ini dibuat suatu proses, yakni proses
mediasi.
Proses mediasi di pengadilan berdasarkan pasal 7 ayat (1) peraturan Mahkamah Agung Nomor 1tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di pengadilan Mahkamah Agung republik Indonesia (peraturan Mahkamah Agung Nomor 1tahun 2008) merupakan proses yang wajib dijalankan para pihak yang
berperkara. Pasal ini menentukan bahwa “pada hari sidang yang telah ditentukan
yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.”
Pada pasal 130 ayat (1) HIR menentukan bahwa “jika pada hari yang
ditentukan itu kedua belah pihak datang maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.” Hal mengenai
perdamaian. Sehingga Surat Edaran ini dianggap hampir sama dengan Pasal 130
HIR, yang hanya menyarankan para pihak untuk dapat berdamai.
Berdasarkan hal diatas, surat edaran tersebut kemudian diganti oleh
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ()Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003). Berlakunya peraturan tersebut membuat upaya perdamaian di pengadilan, sehingga tidak lagi
hanya mampu bertumpu pada Pasal 130 HIR. Peraturan tersebut mengalami
perubahan dengan diterbitkan nya Peraturan Mahkamah Agung Tahun
2008tentang prosedur Mediasi di pengadilan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
Pada hari sidang yang telah ditentukan dan para pihak hadir di persidangan
makan terlebih dahulu hakim akan menanyakan persoalan yang akan terjadi dan
menyaran kan para pihak untuk menempuh upaya mediasi terlebih dahulu58 Sebelum mediasi dilaksanakan, para pihak hadir di persidangan telebih
dahulu hakim akan menanyakan persoalan yang terjadi dan menyarankan para
pihak untuk menempuh upaya damai. Hakim kemudian menyarankan para pihak
untuk menempuh upaya mediasi terlebih dahulu.
Sebelum mediasi dilaksanakan, para pihak terlebih dahulu harus memilih
mediator merupakan hak para pihak. Selain berhak memilih mediator, para pihak
juga dapat menentukan menggunakan hanya satu mediator, hal ini ditentukan pada
Pasal Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 sebagai berikut.
1. Para pihak berhak memilih mediator diantara pilihan pilihan berikut:
58
a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau
berpengalaman dalam pokok sengketa;
d. Hakim majelis perkara;
e. Gabungan antara mediator yang diseut dalam butir a dan d, atau
gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d;
2. Jika dalam sebuah prses mediasi terdapat lebih dari satu orang
mediator, Pembagian tugas meditor ditentukan oleh para mediator
sendiri.
Mediator yang jadi penengah dalam suatu perkara yang sedang diperiksa
di pengadilan yang ada di pilih oleh para pihak berdasarkan daftar
mediator yang ada di setiap pengadilan.
Tidak setiap orang dapat menjadi mediator di pengadilan. Persyaratan
yang harus di penuhi agar seseorang dapat bertindak sebgai mediator diatur pada
pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
sebagai berikut.
1. Kecuali keadaan sebagai mana dimaksud pada pasal 9 ayat (3) dan pasal
11 ayat (6), stiap orang yang menjalankan fungsi mediator, pada asasnya
wajib memiliki sertifikat mediator yang di peroleh setelah mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh
2. Jika dalam wilayah sebuah pengadilan tidak ada hakim, advokat,
akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator,
hakim dilingkungan pengadilan yang bersangkutan berwenang
menjalankan fungsi mediator.
Dari ketentuan pasal ini, dapat diketahui bahwa mediator terdiri atas
mediator hakim dan non hakim. Mediator nonhakim terlebih dahulu harus
mengikuti pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi sebagai mediator dari
lembaga yang sudah terakreditasi oleh Mahkamah Agung. Persyaratan
yang harus dipenuhi agar suatu lembaga dapat memperolehakreditasi dari
Mahkamah Agung. Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu lembaga
dapat memperoleh akrditasi dari mahkamah Agung sebagai berikut.
a. Mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
b. Memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikattelah
mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau
pelatihan sebagi instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi.
c. Sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi
bukan utuk mediator bersertifikat di pengadilan.
Para pihak yang bersengketa di pengadilan dan sengketa tersebut dalam
proses mediasi memiliki tenggat waktu dalam memilih dan menentukan mediator.
Para pihak dalam jangka waktu dua hari berunding untuk menentukan mediator
yang akan menengahi perkara yang sedang terjadi. Apabila dalam jangka waktu
tersebut kepada majelis hakim. Atas pilihan mediator tersebut , ketua majelis
hakim memberitahukan kepada mediator yang terpiih untuk segera melaksanakan
tugasnya pada perkara yang sedang diperiksa.
Sebaiknya apabila para pihak tidak dapat menentukan hakim mediator
yang menagani perkara tersebut, mereka wajib menyampaikan hal tersebut kepada
ketua majelis hakim. Dengan adanya kegagalan dalam memilih mediator, ketua
majelis hakim akan segera menunjuk hakim yang bukan menangani perkara dan
hakim tersebut memiliki sertifikat sebagai mediator untuk menjadi mediator.
Apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang tidak memiliki
sertifikat sebagai mediator, ketua majelis akan memilih hakim pemeriksa untuk
menjalankan perkara untuk menjalankan fungsi sebgai mediator.
Setelah mediator yang akan menangani perkara telah dipilih, para
pihakyang bersengketa akan menempuh proses mediasi. Tahap tahap dari proses
mediasi yang akandijalankan oleh para pihak adlah sebgaimana yang ditentukan
pada pasal 13 Perma No 1 tahun 2008.59
1. Dalam waktu paling lama lima hari kerja setlah para pihak menunjuk
mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyeerahkan
resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.
2. Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah ppara pihak gagal
memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
59
3. Proses mediasi yang berlangsung paling lama empat puluh hari kerja
sejak mediator dipilih oleh pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis
hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat 5 dan 6
4. Atas dasar kesespakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama empat belas hari kerja sejak berakhir masa
empat puluh hari sebagai mana dimaksud dalam ayat 3.
5. Jangka waktu proses meediasi tidak termasuk jangka
waktupemeriksaan perkara .
6. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat
dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi
Mediasi yang dijalankan oleh para pihak, dapat dilaksanakan di pengadilan
atau diluar pengadilan. Hal ini bergantung pada kehendak dari para pihak yang
erperkara. Namun, kebebeasan untuk melaksanakan mediasi ini tidak sepenuhnya
dapat ditentukan oleh para pihak karena apabila mediator yang menangani perkara
tersebut adalah hakim pengadilan ,proses mediasi harus dipengadilan.
Pada saat menjalankan fungsinya, mediator memiliki kewenangan untuk
menyatakan bahwa mediasi yang sedang dijalakan dinyatakan gagal dengan
mendasarkan alasan kegagalan tersebut pada hal-hal sebagai berikut.60
1. Jika para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut turut tidak
menghadiri pertemuan mediasi meskipun telah dipanggil secara patut
60
2. Mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang diperiksa
melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata
berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan
sehingga para pihak dianggap tidak llengkap
Tugas-tugas mediator dam menjalan kan fungsinya dalam proses mediasi
adalah sebgai mana yang ditentukan dalam Perma No 1 Tahun 2008 sebagai
berikut.
a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada
para pihak untuk dibahas dan di sepakati.
b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk seccara langsung berperan
dalam proses mediasi.
c. Apabila dianggapperlu mediator dapat melakukan kaukus
d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi
para pihak.
Sengketa bisa terjadi disebabkan oleh kurangnya pemahaman dari para
pihak akan transaksi ataupun hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak
sehinggga dengan adanya ketidakpahaman atas hubungan tersebut pendapat dari
orang lain yang dianggap sebagai ahli dalam hal hubungan hukum ataupun
transaksi yang terjadi di antara para pihak.
Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, mediasi merupakan cara
dianggap wajar apabila pihak lain dilibatkan dalam suatu sengketa yang sedang
terjadi. Pihak lain dalam hal ini adalah mereka yang merupakan ahli di bidang
perkara yang sedang melalui proses mediasi tersebut. Pasal 16 Perma No 1 tahun
2008 mengatur tentang di perbolehkan nya ahli dilibatkan dalam proses mediasi,
yang mengatur sebagai berikut.
1. Atas persetujuan atau kuasa hukum mediator dapat mengundang seorang ahli
atau lebih ahli hukum dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan
atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat
di antara para pihak
2. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
3. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap
berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum
pengucapan putusan.
4. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlangsung paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan
keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan.
Gagalnya proses mediasi tentu menyebabkan para pihak harus menjalani
proses persidangan. Dalam proses persidangan para pihak akan mengajukan bukti
bukti dan saksi-saksi yang dipergunakan sebagai sarana memperkuat
mengajukan bukti buti yang diperoleh dari proses mediasi. Hal ini secara tegas
diatur pada pasal 19 Perma No1 tahun 2008 sebgai berikut
1. Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan
para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.
2. Catatan mediator wajib dimusnahkan.
3. Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan
perkara yang bersangkutan.
4. Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata
atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.
Apabila para pihak telah gagal untuk bersepakat dalam mediasi,para pihak
menjalankan proses berperkara di pengadilan , dengan dijalankan nya proses
berperkara di pengadilan, bagi para pihak telah tertutup upaya untuk berdamai.
D.Fungsi Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perceraian.
Penggunaaan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa
dengan damai ini dilatar belakangi oleh banyak faktor, seperti mengurangi
menumpuknya perkara di pengadilan, kecenderungan manusia untuk
menyelesaikan masalahnya dengan cara damai (win-win solution), mempercepat
proses penyelesaian sengketa dan lain sebagainya. Sehingga dengan cara mediasi
kepentingan dan keinginan para pihak dapat terkompromikan dengan
pada dasarnya mediasi dapat laksanakan di luar proses persidangan di pengadilan.
Namun dalam masalah perceraian tidak mungkin harus menggunakanan
sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara menyeluruh, akan tetapi
mau tidak mau harus tetap mengikuti tahapan proses beperkara di persidangan
pengadilan, Asas mempersulit perceraian Untuk memungkinkan terjadinya
perceraian harus ada alasan-alasan terntentu dan harus dilakukan di depan sidang
pengadilan.61 Untuk proses pelaksanaan perceraian sendiri harus dilaksanakan di pengadilan bukan di tempat lain.
Walapun demikian dalam sengketa perceraian, kewajiban mendamaikan
para pihak bersifat imperatif, dan Majelis Hakim harus memberi kesempatan para
pihak untuk melakukan upaya damai di luar persidangan. Bentuk perdamaian
dalam sengketa yang menyangkut hukum kebendaan (zaken recht), akan dengan
sendirinya menghentikan sengketa, dan perdamaian yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dapat dikukuhkan dengan putusan perdamaian yang
mempunyai kekuatan eksekutorial.
Hal ini juga untuk menghindari tidak diterimanya perkara (NO; Niet
Onvankelijk Verklaat) berdasarkan azas nebis in idem.2 Berdasarkan
pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka kesepakatan yang ingin dicapai
adalah kesepakatan untuk rukun dan damai, bukan kesepakatan untuk melakukan
61
perceraian secara damai. Untuk itu, dalam mewujudkan keinginan perdamaian
dalam perkara perceraian adalah dengan jalan mencabut perkara tersebut62
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian
sengketa alternatif memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator
yakni sebagai katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita
jelek,agen realitas, dan sebagai kambing hitam (scapegoat).
1. Fungsi sebagai “katalisator”, diperlihatkan dengan kemampuan
mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau
komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni
menyebarkan terjadinya salah pengertian dari polarisasi diantara para
pihak;
2. Sebagai “pendidik”, dimaksudkan berusaha memahami kehendak,
aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari
para pihak;
3. Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui
bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya, tetapi
tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh
sipengusul.
4. Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan dan melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
62
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 32 Peraturan Permerintah
Nomor 9 Tahun 1975.
5 . Sebagai “penyandang berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka
mediator harus siap menerima perkataan dan ungkapan yang tidak enak
dan kasar dari salah satu pihak
6. Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau memberi pengerian secara terus terang kepada satu atau para pihak, bahwa
sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai melalui
sebuah proses perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang
dipersalahkan apabila orang-orang yang dimediasi tidak merasa
sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan.63
Ini fungsi dari mediasi menurut fuller, Berbeda dengan perkara yang
menyangkut status seseorang (personal recht) seperti dalam hal perkara
perceraian, maka apabila terjadi perdamaian tidak perlu dibuat akta perdamaian
yang dikuatkan dengan putusan perdamaian, karena tidak mungkin dibuat suatu
perjanjian / ketentuan yang melarang seseorang melakukan perbuatan tertentu,
seperti melarang salah satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama,
memerintahkan supaya tetap mencintai dan menyayangi, tetap setia, melarang
supaya tidak mencaci maki dan lain sebagainya, karena hal-hal tersebut apabila
diperjanjikan dalam suatu akta perdamaian dan kemudian dilanggar oleh salah
satu pihak, maka akta perdamaian tersebut tidak dapat dieksekusi, selain itu akibat
63
dari perbuatan itu dan tidak berbuatnya, tidak akan akan mengakibatkan
terputusnya perkawinan, kecuali salah satu pihak mengajukan gugatan baru untuk
perceraiannya.
Ini lah yang dianggap sebagai fungsi dalam mediasi dalam perceraian
dimana mediator dituntut untuk dapat menengahi sengketa yang terjadi dan
khususnya dalam sengketa perceraian dimana pencabutan perkara adalah ujung
BAB IV
PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERCERAIAN
A. Proses Penyelesaian Sengketa Perceraian Oleh Mediator
Secara institusional proses mediasi di pengadilan dilembagakan melalui
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2003 tentang Proses Mediasi Di
Pengadilan, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Mahkamah Agung
No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, dengan tujuan
memperkuat dan memaksimalkan mediasi yang terkait dengan proses berperkara
di pengadilan untuk menemukan penyelesaian yang memuaskan, dan memenuhi
rasa keadilan, serta memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam
menyelesaikan sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus.
Untuk itu lah dalam proses mediasi sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan sebagai
berikut:
TAHAPAN PROSES MEDIASI
1.Pernyataan Pembukaan oleh mediator.
a. Ucapan selamat datang;
b. Perkenalkan diri;
c. Penjelasan peran mediator; membantu proses dan tidak berpihak;
Menerangkan urutan kejadian, Meyakinkan para pihak yang masih ragu,
Menerangkan peran mediator dan para pihak, Menegaskan bahwa para pihak
Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan, Member kesempatan
mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukan kendali atas
proses, Mengonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses.
d. Penjelasan proses; sifat tidak formal, kesepakatan aturan-aturan mediasi
1) tidak boleh menyerang pribadi,
2) kerahasiaan, segala sesuatu dalam mediasi tidak dapat menjadi alat bukti
litigasi, dan
3) melakukan kaukus.
Kaukus adalah pertemuan yang dilakukan oleh mediator yang
dimana pertemuan ini dilakukan secara terpisah antara tergugat dan
penggugat. Pertemuan ini dilakukan untuk mendengar pendapat dari
kedua bela pihak. Dengan kaukus, persoalan yang dead lock, diharapkan
ada titik temunya. Karena dengan kaukus, pihak-pihak lebih leluasa untuk
menyatakan pendapat, karena pada saat "kaukus" pihak lawan tidak hadir
dan mendengar pembicaraan. Pada saat kaukus, pihak yang mengadakan
pertemuan, juga bisa secara terbuka mengungkapkan "kepentingan yang
tersembunyi", sehingga lebih mudah mediator mendorong pihak-pihak
untuk menemukan solusi pemecahan dari mereka.64 Kaukus merupakan salah satu ciri utama yang membedakan proses mediasi dari proses litigasi.
Kaukus merupakan teknik pendekatan yang sering kali digunakan dalam
proses mediasi. Kaukus merupakan pengecualian dari prinsip umum yang
64
mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak yang
berperkara.65
2.Pernyataan Pembukaan Para Pihak.
a. Mengungkapkan riwayat masalah / sengketa
Pengungkapan semua masalah yang terjadi dalam rumah tangga agar
dicatat oleh mediator sebagai penengah dalam sengketa perceraian, agar
dapat dijadikan poin-poin untuk mendamaikan para pihak sengketa
perceraian. Dan juga salah satu peran yang penting bagi mediator adalah
mengidentifikasi hal-hal yang telah disepakatiantara para piahk sebagai
landasan untuk melanjutkan proses negosiasi.
b. Mengungkapkan posisi-posisi dan kepentingan
Pengungkapan masalah yang terjadi apabila perceraian benar-benar terjadi,
biasanya tentang harta, dan hak asuh anak serta hal lain yang berhubungan
dengan perkawinan dan harus diatur ulang bila perceraian itu benar terjadi.
3.Merancang Proses Pemecahan Masalah.
a. Menyusun jadwal.
Menyatukan jadwal antar para pihak yang bersengketa agar dapat hadir
bersamaan dalam mediasi yang dilakukan oleh pengadilan, agar mediasi
tidak sia-sia dilaksanakan akibat tidak hadirnya para pihak yang
bersengketa
b. Menyusun agenda (masalah-masalah yang harus diperundingkan)
disimpulkan dari pernyataan para pihak.
Mediator perlu membuat suatu “struktur” dalam pertemuan mediasi yang
meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang
berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga tersusun
“daftar permasalahan” menjadi suatu agenda. Dan membuat kesimpulan
masalah-masalah yang terjadi dalam sengketa perceraian dicatat dan
didapatkam dari keluhan-keluhan para pihak selama menjalani perkawinan
dan dijadikan poin untuk bertindak untuk menyelesaikan sengketa
perceraian.
c. Menyusun rencana pembahasan untuk tiap masalah.
4.Pemecahan Masalah.
a. Mengetahui dan mengkaji posisi dan kepentingan para pihak.
b. Menggali berbagai opsi untuk tiap masalah.
c. Membahas tiap opsi.
d. Memilih opsi terbaik dari berbagai opsi.
5.Tawar Menawar.
a. Mengadakan perubahan-perubahan dari opsi.
b. Kesepakatan awal.
c. Trade off, mengembangkan rencana, pelaksanaan.
6.Penyiapan Draft.
b. Bahas ulang draft, perubahan jika perlu.
7.Kesepakatan Akhir
Formalisir :Serahkan kepada majelis hakim untuk dijadikan akta
perdamaian.66 Setelah menyelesaikan tugasnya,mediator kemudian melaporkan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara, dan menyerahkan laporan hasil
tersebut berupa laoran tertulis, serta melampirkan hasil kesepakatan kedua bela
pihak yang telah ditandatangani kedua bela pihak jika proses mediasi itu berhasil
dilaksanakan. Hasil proses mediasi di pengadilan yang menghasilkan kesepakatan
perdamaian dituangkan dalam bentuk tertulis seperti yang diatur dalam Pasal 17
ayat (1) dan ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 yang menyatakan jika mediasi
menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator
wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani
oleh para pihak dan mediator. Ayat (2) jika dalam proses mediasi para pihak
diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis
persetujuan atas kesepakatan yang terjadi.
Dengan adanya kesepakatan perdamaian secara tertulis tersebut, maka
terdapat bukti tertulis bahwa di antara para pihak yang bersengketa tersebut telah
mencapai kesepakatan perdamaian melalui mediasi, sehingga tidak ada pihak
yang dapat mengingkari adanya kesepakatan damai tersebut.
Tetapi sedikit berbeda dengan perkara yang menyangkut status seseorang
seperti dalam hal perkara perceraian, perdamaian tidak perlu dibuat akta
perdamaian yang dikuatkan dengan putusan perdamaian, karena tidak mungkin
66
dibuat suatu perjanjian yang melarang seseorang melakukan perbuatan tertentu,
seperti melarang salah satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama, harus
setia, memerintahkan supaya tetap mencintai dan menyayangi, dan lain
sebagainya, karena hal-hal tersebut apabila diperjanjikan dalam suatu akta
perdamaian dan kemudian dilanggar oleh salah satu pihak, maka akta perdamaian
tersebut tidak dapat dieksekusi, selain itu akibat dari perbuatan itu dan tidak
berbuatnya, tidak akan akan mengakibatkan terputusnya perkawinan, kecuali jika
salah satu pihak membuat gugatan baru untuk perceraiannya.67
B.Hambatan Yang Di Hadapi Mediator Dalam Menyelesaikan Sengketa Perceraian.
Mediasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan suatu sengketa dimana
mediator yang sebagai penengah dalam suatu sengketa tersebut. Untuk mensukses
kan suatu jalanya mediasi banyak hambatan yang terjadi dimana ketika penulis
mengadakan wawancara dengan salah seorang hakim yang ada di pengadilan
stabat yang bernama darminto SH yang juga sebagai salah seorang mediator di
pengadilan stabat
Mahkamah agung RI dengan keputusan Mahkamah Agung RI
No:KMA/059/SK/2003 yang berlaku sejak 30 Desember 2003 dan berlaku efektif
sejak 18 september-nobember 2004, telah menunjuk beberapa pengadilan negeri
yang perlu dibina dan diamati secara khusus dalam rangka penerapan PERMA
67
No.2 tahun 2003 yaitu pengadilan Negeri Surabaya, pengadilan Negeri bengkalis
dan pengadilan Negeri batusangkar. Keempat Pengadilan Negeri tersebut bertugas
menjalankan kegiatan mediasi berupa:
1. Mengadakan pelaksanaan dan sosialisasi program percontohan mediasi.
2. Mengadakan pelatihan bagi Hakim-Hakim, wakil advokat, pemuka adat,
wakil pengusaha, dan para dosen mengenai pelaksanaan mediasi, dan
3. Hal lain yang dipandang perlu.
Dengan berakhirnya masa pembinaan tersebut, ternyata terdapat hambatan yang
dijumpai dalam pelaksanaan mediasi berdasarkan Perma No.2 Tahun
2003tersebut.68
Dalam perma menimbang baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg,
mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat
diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur
berperkara di Pengadilan Negeri, dan dalam Perma no 2 tahun 2003 itu masih
dilakukan tetapi tidak bersifat memaksa , tetapi hanya bersifat disarankan supaya
para pihak berdamai69 kemudian lahir lah Perma no. 1 tahun 2008 yang diharap kan dapat mengatasi kekurangan Perma no. 2 tahun 2003. Akan tetapi , meski
peraturan telah diganti, hambatan pelaksanaan tetap ada sebagai sebagai mana
dibawah ini beberapa yang menghambat pelaksanaan mediasi
1. Ketidakadaan Mekanisme yang dapat memaksa salah satu pihak atau para
pihak yang tidak menghadiri pertemuan mediasi
68
Nurnianingsih , Mediasi alternatif penyelesaian sengketa perdata di pengadilan , Rajawali Pers, 2011, halaman: 154.
69
Memang dalam PERMA No1 tahun 2008 ada perubahan yang betul-betul
membuat proses mediasi dalam pelaksanaan menjadi suatu hal yang wajib
dilaksanakan tidak seperti dalam 130 HIR dan 154 RBg dan juga dalam PERMA
no2 tahun 2003 yang hanya menyarankan para pihak untuk berdamai. Dalam
PERMA no 11 tahun 2008 jika dalam suatu proses peradilan perdata tidak ada
dilakukan upaya mediasi maka, putusan dari peradilan tersebut batal demi
hukum.70 Dalam proses persidangan biasa jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama setelah dipanggil secara patut maka hakim dapat menjatuhkan
putusan verstek, yang mengalahkan pihak yang tidak hadir. Ketentuan ini mendorong bagi para pihak untuk memenuhi panggilan di pengadilan.71 Tetapi tidak ada yang menjamin atau membuat suatu mekanisme dimana para pihak
harus hadir dalam proses mediasi. oleh karena salah seorang atau para pihak tidak
hadir dalam mediasi maka proses peradilan akan berlanjut sesuai dengan
ketentuan yang reguler tentunya , dengan demikian proses mediasi dinyatakan
gagal72 jadi dalam proses mediasi bila ada para pihak yang tidak hadir setelah ditentukan pertemuan mediasi, berarti ia sebenarnya tidak berkehendak untuk
berdamai, sehingga mereka sengaja bermain main dengan waktu empat puluh hari
yang diwajibkan untuk proses mediasi.73
2. Jumlah mediator dan jumlah hakim yang terbatas
Hal ini mempengaruhi pula terhadap pelaksanaan mediasi di pengadilan.
Lembaga penyedia jasa yang ada di Indonesia masih sangat minim, padahal
jumlah perkara perdata yang diajukan ke pengadilan terbilang banyak dan
memerlukan mediator. Sampai saat ini jumlah mediator yang terdaftar di
pengadilan masih sangat sedikit, bahkan tidak ada. Oleh karena itu guna
pemberdayaan PERMA tersebut, maka jumlah tenaga mediator harus
ditingkatkan yang didukung pula oleh lembaga penyedia jasa mediator.
Didalam pengadilan stabat ada dua ketentuan mengenai pengaturan
tentang mediasi yaitu hakim yang telah mendapatkan sertifikat mediator dari
mahkamah agung dan jika tidak ada hakim yang memiliki sertifikat dalam suatu
pengadilan maka semua hakim berhak untuk menjadi hakim dalam proses mediasi
tersebut. Dan yang kedua adalah dari golongan non hakim dimana didalam nya
terdapat kalangan dosen dan pengacara atau pun praktisi praktisi hukum yang
telah mendapatkan sertifikat mediator tersebut,
Tetapi di pengadilan stabat sendiri dari 15 hakim yang betugas , yang
memiliki sertifikat mediator tersebut hanya ada satu hakim yang memilikinya
yaitu pak Sohe SH MH selaku mediator hakim dalam pengadilan negeri stabat.74 Dengan adanya PERMA no 1 tahun 2008, pasal 8 ayat (1), mediator pada
setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang memiliki
sertifikat. Hakim diberi tugas sebagai seorang mediator dimana mereka juga peru
mendapatkan pelatihan mengenai mediasi. Hakim mediator dapat berupa hakim
pemeriksa perkara dan hakim bukan pemeriksa perkara. Hanya saja timbul
74
kendala bahwa akankah berhasil pelaksanaan mediasi yang mediatornya adalah
hakim pemeriksa perkara hal tersebut mustahil karena tentu hakim mediator tidak
akan sungguh sungguh mengupayakan perdamaian karena akan mengurangi
pekerjaanya, sebab terdapat juga kalangan hakim yang tidak berminat
mewujudkan perdamaian para pihak.75 3. Itikad baik para pihak
Itikad baik sangat penting guna keberhasilan proses mediasi agar tercapai
kepakatan win-win solution. Apabila para pihak tidak mau melihat kebutuhan
mereka dan hanya mengejar keuntungan, maka perdamaian melalui mediasi akan
sulit di tercapai76
Tercapai atau tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari itikad baik para
pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam proses mediasi. Jika tidak ada itikad
baik dalam proses mediasi dari kedua belah pihak, kesepakatan tidak akan pernah
tercapai dan konflik pun tidak dapat terselesaikan. Selain itu dalam proses mediasi
harus dimunculkan informasi yang cukup sebagai bahan perundingan.
Informasi-informasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak menjadi sangat penting bagi
mediator untuk dapat segera memberikan pendapatnya terhadap konflik yang
tengah terjadi. Selain itu kedua belah pihak harus memberikan kewenangan yang
cukup bagi mediator untuk menjadi penengah dalam konflik yang sedang dihadapi
oleh kedua pihak. Kepatuhan para pihak dalam menaati kesepakatan yang dibuat
dan pengaruh mediator dalam proses mediasi sangat mempengauhi kesepakatan
75
Nurnianingsih, Opcit, halaman : 156
76
yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang bersengketa.77 Tetapi jika melihat melihat mediasi dari pembahasan perceraian yang alasan-alasan perceraian itu
sendiri biasanya adalah ketidak cocokan hubungan , kdrt, mempunyai wanita atau
pria lain , masalah ekonomi karena menyangkut juga sengketa hati yang cukup
dalam rasa nya cukup sulit untuk para pihak agar berdamai karena masing masing
pihak sudah tidak ada itikad baik untuk berdamai, ini yang membuat sulit
mediator untuk mendamaikan kedua belah pihak.
4. Dukungan para hakim
Para hakim pengadilan negeri berpendapat bahwa tgas pokok mereka
adalah menyelesaikan sengketa secara memutus. Gaji yang diterima merupakan
imbalan atas pelaksanaan tugas pokok itu. Pemberian tugas sebagai mediator
intinya adalah mendamaikan adalah berbeda dari tugas pokok, dengan kata lain
tugas tambahan, sehingga mereka berhak atas insentif. Hal ini terjadi karena
hakim belum memiliki kesadaran idealis seperti itu. Tanpa dukungan dari hakim,
maka penerapan mediasi yang diwajibkan itu tidak akan pernah berhasil.78
Dukungan dari hakim kurang untuk memediasi para pihak agar berdamai
bisa jadi hakim tidak menjiwai mediasi dan hanya untuk sekedar formalitas tapi
bukanya untuk menggali apa yang menjadi pokok permasalahan agar perceraian
dapat dimediasi, tetapi hanya dilakukan secara formalitas sehingga mediasi yang
hanya sekedarnya saja tidak akan berhasil tanpa hakim yang menjiwai perkara
tersebut dan memberikan dukungan-dukungan kepada para pihak untuk
77
http://yoegipradana.blogspot.com/2013/05/bab-i-pendahuluan-a.html
78
meelanjutkan perkawinan mereka.79 Oleh karenanya perlu upaya penciptaan insentif yang jelas dan transparan bagi para hakim yang sukses mendamaikan,
sehingga para hakim mendukung sepenuhnya proses mediasi. Memang dalam
pasal 25 ayat (1) PERMA ini diatur bahwa hakim yang berhasil menjalankan
fungsi mediator akan diberi insentif dan mahkamah agung menyediakan sarana
yang dibutuhkan bagi proses mediasi, akan tetapi hingga tahun 2011 pengaturan
tersebut belum terealisasi, hanya sekedar peraturan diatas kertas sehingga tidak
meningkatkan kesadaran hakim untuk mendamaikan.80 5. Ruangan mediasi
Tersedianya ruangan khusus mediasi merupakan faktor penting untuk
mendukung pelaksanaan mediasi tersebut. Disamping faktor kerahasiaan nya yang
harus dijaga, rasa nyaman juga perlu diperhatikan agar para pihak lebih leluasa
mengungkapkan masalahnya didengar orang lain.81 Hal ini juga yang telah dipikirkan oleh ketua pengadilan negeri langkat sehingga ,pengadilan negeri
langkat tersebut memiliki ruangan mediasi yang cukup baik dan dapat menjaga
privasi dari para pihak yang sedang bersengketa terlebih jika sengketa perceraian
yang merupakan aib bagi suami maupunisteri82
6. Dukungan pengacara dalam proses mediasi Masalah pemberian honorarium
hubungan antara pengacara dan kliennya sehingga tidak perlu dicampuri
oleh mahkamah agung. Akan tetapi karena dukungan atau penolakan pengacara
untuk menganjurkan klienya bermediasi akan berpengaruh pada pelaksanaan
perma ini, hal ini perlu dibahas sebagai satu mata rantai yang saling berkaitan83 Pak darmito juga mengatakan ada juga hubungan antara proses mediasi
dengan pengacara dimana pengacara mempunyai peran penting sebagai penasehat
hukum bagi klienya yang seharusnya dapat digunakan secara maksimal tetapi jika
itu dilakukan maka pengacara akan kehilangan atau kekuragan honor yang akan
didapatnya tetapi pak darminto tidak ingin membahas terlalu dalam karena itu
bukan bagian langsung dari tanggung jawab dia sebagai hakim.84
Pola honorarium terbagi atas tiga pola, yaitu : pertama pengacara
mempunyai klien tetap dan menerima honor yang biasanya pertahun atau
perbulan, kedua pengacara menerima honor berdasarkan penanganan kasus hingga
selesai dan ketiga pengacara menerima honor dari klien berdasarkan jam kera atau
frekuensi kunjungan ke persidangan. Pola yang terakhir ini lah yang menyebabkan
pengacaracenderung untuk bersikap negatif terhhadap upaya pelembagaan
mediasi di pengadilan negeri.karena jika kasus selesai dengan cepat, maka
honornya kecil.
C. Keberhasilan dalam penyelesaian sengketa perceraian melalui mediasi
Keberhasilan pelaksanaan suatu mediasi di Pengadilan pada dasarnya
bergantung pada para pihak yang bersengketa, karena pihak lain diluar dari pada
83
Nurnianingsih, Opcit, hal 159
84
pihak yang bersengketa hanya bertugas sebagai fasilitator dalam proses mediasi.
Mengenai tentang bagaimana suatu mediasi bisa berhasil, apa saja yang
diinginkan para pihak yang bersengketa sebagai jalan tengah yang diterima oleh
para pihak, oleh karena itu di dalam hukum acara perdata diatur bahwa pada
persidangan pertama bahwa hakim ketua wajib menegaskan kepada para pihak
yang bersengketa untuk melakukan mediasi terlebih dahulu. Pelaksanaan mediasi
merupakan kewajiban dalam hukum acara perdata, semua sengketa perdata wajib
menjalankan mediasi kecuali perkara niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha.85 Berhasil atau tidaknya mediasi mencapai kesepakatan damai dalam menyelesaikan sengketa perdata merupakan akhir dari
pelaksanaan mediasi.
Tapi jika dibandingkan dengan mediasi di Negara lain, Australia
contohnya, tepatnya di negara bagian New South Wales, mediasi yang dijalankan
oleh Community Justice Center (CJC). Tingkat keberhasilan mediasi lembaga ini
sangat tinggi, mencapai angka 80 %. CJC bukan bagian dari pengadilan tapi
merupakan lembaga independen yang didirikan pemerintah bagian New South
Wales. CJC secara penuh didanai oleh pemerintah. Sejak resmi berdiri pada tahun
1983, lembaga ini secara konsisten menunjukkan tingkat keberhasilan mediasi
yang tinggi. Tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan juga .
85
Lantas, faktor apa sebenarnya yang membuat mediasi begitu sukses di
Australia? Sedikitnya ada empat faktor yang memberikan kontribusi atas
tingginya tingkat kesuksesan mediasi itu.
Pertama, pelayanan mediasi secara cuma-cuma. Dari sejumlah lembaga
pelaksana mediasi yang dikunjungi, semuanya memberikan jasa pelayanan
mediasi secara gratis. Lembaga-lembaga ini semuanya memang didanai oleh
negara dan negara menentukan bahwa jasa yang diberikan harus bebas dari
pungutan biaya.
Dengan gratisnya pelayanan mediasi yang diberikan, masyarakat
benar-benar menjadikan mediasi dan juga konsiliasi menjadi alternatif penyelesaian
sengketa yang sesungguhnya. Apalagi jika dihubungkan dengan faktor kedua,
yakni mahalnya biaya berperkara di pengadilan Australia. Belum lagi jika harus
membayar jasa pengacara yang mahal.
Masyarakat tentu akan memilih jasa pelayanan yang gratis dengan hasil
yang sesuai dengan harapan mereka karena berdasarkan kesepakatan daripada
harus „menang dan kalah‟ oleh putusan pengadilan yang membutuhkan biaya
tinggi dan kemungkinan waktu yang cukup lama.
Ketiga, keterlibatan penuh dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pemerintah Australia terlibat penuh dalam usaha tersedianya lembaga yang
menangani alternatif penyelesaian sengketa. Baik di tingkat federal maupun di
negara bagian, keterlibatan dan kepedulian pemerintah sangat nyata.
Hal itu dapat dilihat dari banyaknya lembaga penyelesaian alternatif
publik maupun swasta. Alternatif penyelesaian sengketa menjadi sesuatu yang
sangat familiar di telinga masyarakat.
Begitu juga dengan keterlibatan legislatif yang mendukung dengan
dibuatkannya peraturan perundang-undangan yang mendukung komitmen
pemerintah dan masyarakat. Yudikatifnya juga begitu, banyak bentuk alternatif
penyelesaian sengketa yang dijalankan sebelum perkara disidangkan, tidak hanya
mediasi.
Faktor terakhir adalah kultur masyarakat, aturan yang jelas dan
penegakkan hukum yang baik. Budaya masayrakat yang rata-rata patuh pada
hukum juga sangat mempengaruhi keberhasilan mediasi. Ditambah dengan aturan
yang jelas dan penegakannya (law enforcement) yang begitu kuat.86
Berbicara soal tingkat keberhasilan di Indonesia tentu saja tidak melulu
mengenai kegagalan. Buktinya, selama tahun 2011, tidak sedikit perkara yang
berhasil diselesaikan melalui mediasi. Berdasarkan data yang diolah badilag.net
dari Laporan Tahunan Badilag 2011, perkara yang masuk ke PA/MS berjumlah
363.041. Sebanyak 68.538 perkara dimediasi. Dari jumlah itu, mediasi yang
berhasil berjumlah 2.924. Dengan demikian, prosentase keberhasilan mediasi
selama 2011 adalah 4,26 persen.
Dari segi jumlah, mediasi yang paling banyak menuai keberhasilan terjadi
di PA-PA di Jawa Timur. Selama tahun 2011, mediasi yang berhasil di wilayah
PTA Surabaya berjumlah 1.404 dari total 22.011 perkara yang dimediasi. Alhasil,
keberhasilannya mencapai 6,38 persen. Diikuti PTA Semarang berjumlah 12.084
86
perkara dan 316 yang berhasil. Mediasi yang keberhasilannya paling sedikit
terjadi di wilayah PTA Ambon dan PTA Kupang. PA-PA di kedua wilayah itu
hanya berhasil memediasi 3 perkara. Bisa dimaklumi, perkara dimediasi juga
tidak banyak. Selama 2011, PA-PA di wilayah PTA Ambon hanya memediasi 65
perkara dan PA-PA di wilayah PTA Kupang hanya memediasi 84 perkara.
Sementara itu, dari segi prosentase, PA-PA di wilayah Bangka Belitung
berada di rangking pertama. Di wilayah ini, selama 2011 perkara yang dimediasi
berjumlah 410 dan mediasi yang berhasil berjumlah 50. Dengan demikian,
keberhasilan mediasi di wilayah PTA Bangka Belitung mencapai 12 persen.
Diikuti PTA Maluku Utara yang menerima perkara sejumlah 283 perkara, 22 yang
berhasil di mediasi dan alhasil mencapai prosentase 7,78 %.
Berikut ini data Menurut hasil mediasi dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis berrikut ini adalah nomor perkara perceraian masuk ke pengadilan Negeri
stabat dari tahun 2011 sampai dengan 2013
No. 16/Pdt.G/2011/PN STB
Purnawati Br Tambunan Spd (penggugat)
manangan harianja (tergugat)
keterangan : perkara ini gugur (karena para pihak tidak pernah datang pada
persidangan selanjutnya tidak pernah datang)
No. 21/Pdt.G/2011/PN STB
Romi wiliater sialoho (penggugat)
keterangan : perkara ini N.O (karena pihak tergugat tidak pernah datang pada
persidangan selanjutnya tidak pernah datang)
No. 22/Pdt.G/2011/PN STB
Lesti epidonta Br ginting (penggugat)
Toni (tergugat)
keterangan: dikabulkan untuk bercerai
No. 24/Pdt.G/2011/PN STB
Dessy astuti Br sembiring (penggugat)
Surya darma perangin-angin (tergugat)
keterangan: dikabulkan untuk bercerai
Dari 25 perkara yang masuk ke PN stabat 4 adalah kasus perceraian
No. 02/Pdt.G/2012/PN STB
Mei lina wijaya(penggugat)
Tuan harahap(tergugat)
keterangan:di kabulkan untuk bercerai
No. 03/Pdt.G/2012/PN STB
Laidiah (penggugat)
B liong alias andy (tergugat)
keterangan:di kabulkan untuk bercerai
No. 10/Pdt.G/2012/PN STB
Dima enda ria tarigan(penggugat)
Edli syahputra sitepu (tergugat)
No. 13/Pdt.G/2012/PN STB
Winny widya (penggugat)
Hendra (tergugat)
keterangan:di kabulkan untuk bercerai
No. 14/Pdt.G/2012/PN STB
Suryangen (penggugat)
Susanto chia cita (tergugat)
keterangan:di kabulkan untuk bercerai
No. 21/Pdt.G/2012/PN STB
Mnutur sinaga (penggugat)
Rosmen Br damanik (tergugat)
keterangan:N.O
No. 34/Pdt.G/2012/PN STB
Esther Br ginting (penggugat)
Rusmin sembiring (tergugat)
keterangan:gugatan dicabut (tetapi telah melewati proses mediasi yang gagal dan
perkara dilanjutkan tetapi gugatan dicabut)
Dari 37 perkara yang masuk ke PN stabat 7 adalah kasus perceraian
No. 05/Pdt.G/2013/PN STB
Naberi Br ginting (penggugat)
Darmawan siitepu (tergugat)