DAFTAR PUSTAKA .
Dipohusodo, I., “ Struktur Beton Bertulang”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1996
Kusuma, G. dan Andriono, T. “Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah Rawan
Gempa Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03”. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993
Kristianto, A., Imran, I., dan Suarjana M., 2010, Pengembangan Sistem Elemen Pengikat
untuk Mening-katkan Efektivitas Kekangan Kolom Bangunan Tahan Gempa, Jurnal
Teknik Sipil Vol.6 No.1, April.
Kristianto, A., Imran, I., dan Suarjana M., 2011, Studi Eksperimental Penggunaan Tulangan
Pengekang Tidak Standar yang Dimodifikasi pada Kolom Persegi Beton Bertulang,
Jurnal Teknik Sipil Vol. 18 No. 3, Desember.
McCormac, J. “Desain Beton Bertulang”. Penerbit Erlangga, Jakarta,2003.
Nawy, Edward. “Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar”. PT. Refika Aditama, Bandung,
2008
Tjaronge, M.W., Akkas, A.M., dan Insani, ST.N., 2010, Studi Pengaruh Pemberian Variasi
Jarak Sengkang Terhadap Kuat Tekan Kolom SSC, Jurnal Teknik Sipil Vol.6 No.1,
April.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Penelitian ini merupakan percobaan eksperimental terhadap beberapa tulangan kolom
beton bertulang, yang dilengkapi tulangan pengekang dengan bentuk yang berbeda satu dan
lainnya dengan bantuan aplikasi (ANSYS), yang mana memiliki tujuan untuk mendapatkan
perilaku, kapasitas beban, dan tegangan yang terjadi pada masing-masing tulangan akibat
pemberian beban.
Pada percobaan ini, dilakukan pengujian tulangan dengan pemberian beban sentris
terhadap sumbu kolom. Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval tertentu,
setelah itu dilakukan pencatatan terhadap kapasitas tekan tulangan tersebut.,
Benda uji yang direncanakan dalam percobaan ini adalah berupa 3 jenis tulangan
kolom dengan tulangan longitudinal yang digunakan berdiameter 12 mm, sementara untuk
tulangan sengkangnya berdiameter 6 mm dengan . Berikut masing-masing karakteristik dari
tulangan sengkang yang digunakan:
Tabel 3.1 Karekteristik Tulangan Sengkang yang Dipakai
No Jenis Tulangan Transversal (Sengkang)
1 Tulangan sengkang dengan kait standar (1350)
2 Tulangan Sengkang dengan kait tidak standar (900)
3 Tulangan sengkang dengan kait tidak standar yang
Spesifikasi dari tulangan baja yang digunakan sebagai tulangan longitudinal maupun
transversal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Spesifikasi Tulangan Baja yang Digunakan
No Keterangan BJ 24
1 Tegangan Leleh Minimum (fy) 235 Mpa
2 Tegangan Putus Minimum (fu) 250 Mpa
3 Peregangan Minimum 20 %
4 Kuat Tarik Minimum (fsu) 380 Mpa
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang
dilakukan dengan bantuan aplikasi pemodelan struktur yaitu ANSYS 12.1, meliputi :
a. Perencanaan benda uji (manual).
b. Pembuatan model atau pemodelan benda uji.
c. Pengujian kuat tekan.
Diagram Alir Percobaan
3.2 Perencanaan Benda Uji
Analisa perhitungan untuk menentukan dimensi tulangan longitudinal dan tulangan
transversal pada kolom dilakukan berdasarkan SNI 03-6827-2002.
C1= 0,85 f’c (bh-Ast)
C1= 0,85 f’c (Ag-Ast)
C2= fy.A1
C3= fy.A2
Po= C1 + C2 +C3 A1
b A2
Ast = A1 + A2
h
P0
C1 C2 C3
Direncanakan suatu kolom beton bertulang berpenampang persegi dengan data
mutu tulangan baja BJTP 24 (fy = 240 Mpa)
Pemilihan Tulangan Longitudinal
Berdasarkan ACI pasal 10.3.5, sehubungan dengan perilaku beban
normal, lentur, dll, kekuatan elemen beton yang digunakan pada perencanaan
Untuk kolom beton bertulang dengan pengikat sengkang, digunakan faktor
reduksi Ø = 0,65.
Maka,
Pu = 0,65.0,8 [{ 0,85.19,76(22500-Ast)}+(240.Ast)]
225 x103 = 0,52 [ {16,796 ( 22500-Ast)} + 240Ast]
225x103 = 0,52 [37791-16,796Ast+240Ast]
225 x103 = 175713 + 116,06Ast
Ast = x 3 − ,
Ast = 424,66827 mm2 (minimum)
Digunakan 4 tulangan baja polos berdiameter 12 mm
Ast = 452, 16 mm2
3. Kontrol rasio tulangan longitudinal
ρg = ���
ρg = ,
ρg = 0,02
Syarat rasio penulangan = (0,01<ρg<0,08)
Desain Sengkang
Direncanakan sengkang dengan d = 6 mm
Jarak sengkang tidak boleh lebih dari :
1. 16 x diameter tulangan memanjang = 16x12 =192 mm
2. 48 x diameter sengkang = 48x 6 = 288 mm
3. Dimensi kolom terkecil = 150 mm
Digunakan jarak antar sengkang = 125 mm.
Pengaruh Kelangsingan Kolom
Untuk komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk tertahan ke arah samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi :
. <
Dimana, lu= Tinggi kolom R = 0,3 x lebar kolom
Untuk struktur kolom bangunan (kedua ujung jepit), k = 0,5
Maka, . < , �
, � <
<
<
3.3 Aplikasi yang Digunakan
Dalam percobaan ini, terdapat dua aplikasi yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Aplikasi Pemodelan atau Aplikasi CAD ( Computer Aided Design ).
Aplikasi yang digunakan untuk menggambar (3D) model tulangan untuk
penelitian ini adalah SolidWorks. SolidWorks memakai 3 area kerja, Parts,
Assembly dan Drawing yang saling berkaitan, ketika salah satu design diubah
maka gambar yang lain akan ikut menyesuaikan sehingga tidak perlu melakukan
editing pada design yang lain.
Gambar 3.2 Aplikasi CAD yang digunakan
2. Aplikasi Analisis Struktural
Aplikasi yang digunakan untuk menganalisis model pada penelitian ini adalah
ANSYS 12.1. ANSYS merupakan program yang memiliki kemampuan untuk,
memodelkan,menghitung mensimulasikan suatu benda akibat dari dorongan
(gaya, panas, ledakan, aliran, dsb ) baik akibat dari benda model tersebut maupun
Secara umum program ini di peruntukan bagi profesional yang mendalami
finite element method (metode elemen hingga). yaitu suatu metode perhitungan
(numerik) dengan tujuan mendapatkan pendekatan yang sama dengan kondisi
sebenarnya. dengan membagi benda ke dalam elemen-elemen kecil (meshing).
3.4 Pembuatan Model (Pemodelan)
Pada penelitian ini digunakan tiga jenis tulangan kolom bersengkang yang dibuat modelnya dengan menggunakan aplikasi CAD yaitu SolidWorks. Adapun tiga jenis tulangan tersebut adalah sebagai berikut :
I. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 900
II. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 1350
III. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 900 dengan Pen-Binder
3.5 Pengujian Model dengan Aplikasi ANSYS 12.1
Setelah melakukan proses menggambar model tulangan pada aplikasi CAD, maka
dilakukanlah pengujian pada model. Dalam ANSYS Workbench 12, ada tiga tahapan utama
dalam proses simulasi, yaitu preprocessing, solution dan postprocessing, yang mana
tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
I. PREPROCESSING
Preprocessing adalah tahapan awal dalam proses simulasi pada ANSYS. Pada tahapan
ini dilakukan pengaturan awal terhadap geometri yang akan dianalisis, pengaturan
tersebut antara lain, pemilihan bentuk elemen, pengaturan ukuran elemen, pengaturan
kontak antar komponen pada geometri, dan pemberian data material pada model yang
akan dianalisis.
Ada beberapa pekerjaan yang dilakukan pada preprocessing, yaitu:
1. Memasukkan Informasi atau Data Material pada Software Analisa
Untuk mengawali proses simulasi pembebanan tulangan, terlebih yang harus
dilakukan adalah memberikan informasi atau data material yang dipakai pada
model kedalam software analisa.
Untuk melakukan hal ini, setelah membuka software analisa, yaitu ANSYS
Workbench 12, pilih pada toolbox analysis system static structural, kemudian klik
dua kali pada Engineering Data. Pada jendela Engineering Data, masukkan nama
material yang dipakai pada Tabel 2. Outline Schematic, yaitu Baja fy 240 Mpa .
Gambar 3.8 Perintah Memasukkan Nama Material
Setelah pemberian nama, pada toolbox disebelah kiri, pilih physical properties
lalu klik dua kali pada Density, akan muncul tabel baru pada sisi kanan jendela,
yaitu Table of Properties Row, yang mana masukkan data berat jenis material
pada suhu yang ditentukan pada tabel tersebut.
Gambar 3.10 Pengisian Data Density
Lalu, pada toolbox linear elastic klik dua kali pada Isotropic Elastic, akan
muncul tabel baru yang berjudul Properties of Outline Row 3: Baja fy 240 Mpa.
Pada tabel tersebut dapat dimasukkan informasi penting lainnya mengenai
material yang akan digunakan tadi, yaitu Modulus Young dan Potion Ratio
material pada temperatur yang ditentukan.
Kemudian, pada toolbox pada Strengh klik dua kali pada bagian informasi
yang ingin dimasukkan, apakah tensile yield ataupun tensile ultimate dari baja
tadi, untuk nantinya dapat mempermudah sistem dalam analisa pengujian.
Gambar 3.12 Pengisiian Data Strengh Material
Setelah memberikan informasi material yang diketahui, klik toolbox Return to
Project di kanan atas untuk kembali pada jendela utama.
2. Import model CAD pada Software Analisa
Setelah pemberian informasi material, model yang telah dibuat didalam
software CAD di-import kedalam software analisa. Untuk melakukan hal ini, klik
dua kali pada geometry , akan muncul jendela kerja baru yaitu Design Modeler.
Pada menu file di sudut kiri atas klik Import External Geometry File. Pilih file
model CAD yang sebelumnya sudah diubah formatnya menjadi .igs dan tekan
toolbox Generate. Setalah itu kembali pada jendela utama dengan menekan
tombol merah pada sudut kanan atas.
Sebelumnya, atur satuan dengan melalui menu units. Untuk mengatur satuan
menu units > pilih Metric.
3. Pengaturan Kontak antar Komponen pada Model
Setelah mengimport model pada ANSYS, yang harus dilakukan adalah
mengatur kontak antar komponen model atau biasa disebut dengan meshing.
Klik Model pada jendela utama, maka akan terbuka jendela baru Mechanical
[Ansys Multiphysic]. Sebelum melakukan meshing, terlebih dahulu kita mengatur
jenis material yang dipakai pada masing-masing komponen model.
Pada menu outline, klik tombol + pada Geometry, ubah satu satu jenis material
pada masing-masing elemen pada model sesuai material yang direncanakan
diawal tadi, dengan mengklik satu-satu elemen pada solid kemudian mengubah
Assigntment pada menu Material di jendela yang muncul di kiri bawah.
Gambar 3.17 Perintah Meshing
Setelah pengaturan material bahan, kita lakukan meshing yaitu dengan
mengklik kanan pada Mesh, kemudian klik Generate Mesh.
II. SOLUTION
Pada tahap ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan constrain dan
beban-beban yang akan diberikan pada tulangan, dengan cara mengklik menu Setup pada
jendela utama ANSYS Workbench
Tentukan komponen model yang akan menjadi area constrain, pemberian constrain
pada tapak tulangan agar tulangan berdiri dan tidak bergerak kearah yang tidak
seharusnya ketika pemberian beban dilakukan, dengan perintah berupa : Static Structural
> Support> Fixed Support. Pilih komponen tapak dari model yang akan menjadi area
constrain kemudian tekan Apply pada jendela di kiri bawah.
Gambar 3.20 Jendela Mechanical [Ansys Multiphysic] untuk Pemberian Constraint dan Load
Setelah itu, beban berupa gaya diberikan pada bagian atas tulangan dengan perintah
berupa : Static Structural > Load > Force, pilih komponen model yang akan menjadi area
pembebanan kemudian tekan Apply pada jendela di kiri bawah. Tentukan gaya yang akan
diberikan dengan merubah Define by ; Vector > Component , kemudian masukkan
besaran gaya pada Y Component ; - N , pemberian tanda minus bertujuan untuk
menunjukkan arah dari gaya yaitu kebawah, perintah-perintah tadi ada di kiri bawah pada
Gambar 3.21 Pemberian Support pada Model
III. POSTPROCESSING
Pada tahap postprocessing ini dapat dipilih hasil analisa apa yang ingin ditampilkan.
Dalam tahap ini, yang ingin diketahui adalah data tegangan, regangan, deformasi dan
analisa kestabilan yang terjadi terhadap masing-masing jenis tulangan.
Perintah: solution > insert > stress > pilih equivalent stress (Von-mises) untuk
menampilkan hasil analisa berupa data tegangan.
Gambar 3.22 Hasil simulasi berupa tegangan von mises
Pada Gambar 3.24 terlihat animasi hasil analisa, terlihat pula distribusi tegangan
akibat dari pembebanan pada struktur tulangan. Data berupa tegangan pada semua bagian
struktur tersebut dapat dilihat, sehingga dapat diketahui bagian yang kritis karena
Perintah: solution > insert > strain > pilih equivalent strain (Von-mises) untuk
menampilkan hasil analisa berupa data regangan.
Gambar 3.23 Hasil simulasi berupa regangan von mises
Perintah: solution > insert > deformation > pilih total untuk menampilkan hasil
analisa berupa data deformasi total.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil percobaan yang didapatkan berdasarkan
data hasil keluaran dari aplikasi ANSYS 12.1, dimana hasilnya akan berkaitan dengan kinerja
tulangan kolom yang diberi perkuatan pen-binder pada sengkangnya dan analisis terhadap
efek dari perkuatan pada tulangan sengkang dengan penggunaan pen-binder tersebut.
4.2 Perhitungan Kapasitas Beban Aksial Ultimate Kolom
Kolom berpenampang persegi memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : Dimensi kolom : 150 x150
Tinggi kolom : 1000 mm
Kuat Tekan (f’c) : 19,76 Mpa (K-225)
Diameter tulangan longitudinal : 12 mm
Diameter tulangan sengkang : 6 mm
Jumlah tulangan longitudinal : 4 buah Fy tulangan longitudinal : 240 Mpa
Fyh tulangan sengkang : 240 Mpa
Luas penampang (Ag) : 22500 mm2
Es : 2 x 105 Mpa
Beban aksial yang dapat ditampung kolom dapat ditentukan sebagai berikut :
Pn = 0,8 { 0.85 f’c (Ag- Ast) + Fy. Ast }
= 0,8 { 0,85 (19,76) (22500 – 452, 16) + (240. 452,16)
= 0,8 { 370315,5 + 108518,4 }
= 383067 N
=383,067 kN
Maka, berpatokan dengan hasil beban aksial kolom diatas, pembebanan pada benda
4.3 Data Hasil Percobaan
Berikut data hasil percobaan untuk masing-masing jenis tulangan kolom.
I. Model 1 (Tulangan dengan sengkang berkait 900)
Tabel 4.1 Data Hasil Keluaran (Model 1)
Gaya (N) Teg. Sengkang
-10000 0.51 0.0001 0.1 2.05 0.0010 0.1
-20000 1.03 0.0005 0.2 4.11 0.0021 0.2
-30000 1.54 0.0008 0.3 6.16 0.0031 0.3
-40000 2.05 0.0010 0.4 8.21 0.0041 0.4
-50000 2.57 0.0013 0.5 10.26 0.0051 0.5
-60000 3.08 0.0015 0.7 12.32 0.0054 0.7
-70000 3.59 0.0018 0.8 14.37 0.0072 0.8
-80000 4.11 0.0021 0.9 16.42 0.0082 0.9
-90000 4.62 0.0023 1.0 18.47 0.0092 1.0
-100000 5.13 0.0025 1.1 20.53 0.0100 1.1
-110000 5.65 0.0028 1.2 22.58 0.0110 1.2
-120000 6.16 0.0030 1.3 24.63 0.0120 1.3
-130000 6.67 0.0033 1.4 26.68 0.0130 1.4
-140000 7.19 0.0036 1.5 28.74 0.0140 1.5
-150000 7.70 0.0039 1.6 30.70 0.0150 1.6
-160000 8.21 0.0040 1.8 32.84 0.0160 1.8
-170000 8.73 0.0044 1.9 34.89 0.0170 1.9
-180000 9.24 0.0046 2.0 36.95 0.0185 2.0
-190000 9.75 0.0049 2.1 39.00 0.0195 2.1
-200000 10.26 0.0050 2.2 41.06 0.0210 2.2
-210000 10.78 0.0054 2.3 43.10 0.0220 2.3
-220000 11.30 0.0056 2.4 45.16 0.0230 2.4
-230000 11.80 0.0059 2.5 47.20 0.0236 2.5
-240000 12.30 0.0062 2.6 49.30 0.0246 2.6
-250000 12.80 0.0064 2.7 51.30 0.0256 2.7
-260000 13.34 0.0067 2.8 53.40 0.0267 2.8
-270000 13.86 0.0069 2.9 55.42 0.0277 2.9
-280000 14.37 0.0070 3.0 57.47 0.0287 3.0
-290000 14.89 0.0074 3.1 59.53 0.0297 3.1
-300000 15.40 0.0077 3.2 61.58 0.0307 3.2
-310000 15.91 0.0080 3.4 63.63 0.0318 3.4
-320000 16.43 0.0082 3.5 65.69 0.0328 3.5
-330000 16.94 0.0085 3.6 67.74 0.0339 3.6
-340000 17.45 0.0087 3.7 69.79 0.0349 3.7
-350000 17.97 0.0090 3.8 71.85 0.0359 3.8
-360000 18.48 0.0092 3.9 73.90 0.0369 3.9
-370000 18.99 0.0095 4.1 75.95 0.0380 4.1
-380000 19.51 0.0098 4.2 78.00 0.0390 4.2
-390000 20.02 0.0100 4.3 80.01 0.0400 4.3
-400000 20.53 0.0103 4.4 82.11 0.0411 4.4
II. Model 2 (Tulangan dengan sengkang berkait 1350) Tabel 4.2 Data Hasil Keluaran (Model 2)
Gaya (N)
-10000 0.50 0.0002 0.1 1.99 0.0010 0.1
-20000 1.00 0.0005 0.2 3.99 0.0020 0.2
-30000 1.50 0.0007 0.3 5.98 0.0029 0.4
-40000 1.99 0.0010 0.4 7.97 0.0004 0.2
-50000 2.49 0.0012 0.5 9.97 0.0050 0.6
-60000 2.99 0.0015 0.6 11.20 0.0060 0.7
-70000 3.49 0.0017 0.7 13.95 0.0070 0.8
-80000 3.99 0.0020 0.8 15.95 0.0080 0.9
-90000 4.49 0.0022 0.9 17.94 0.0090 1.1
-100000 4.98 0.0025 0.9 19.93 0.0100 1.2
-110000 5.48 0.0027 0.1 21.93 0.0109 1.3
-120000 5.98 0.0030 1.1 23.92 0.0120 1.4
-130000 6.48 0.0032 1.2 25.91 0.0130 1.5
-140000 6.98 0.0035 1.3 27.91 0.0135 1.6
-150000 7.48 0.0037 1.4 29.90 0.0149 1.8
-160000 7.97 0.0040 1.5 31.89 0.0159 1.9
-170000 8.47 0.0042 1.6 33.89 0.0169 2.0
-180000 8.97 0.0045 1.7 35.88 0.0179 2.1
-190000 9.47 0.0047 1.8 37.87 0.0189 2.2
-200000 9.97 0.0050 1.9 39.86 0.0199 2.4
-210000 10.47 0.0052 2.0 41.86 0.0209 2.5
-220000 10.96 0.0055 2.1 43.85 0.0219 2.6
-230000 11.46 0.0057 2.2 45.84 0.0229 2.7
-240000 11.96 0.0060 2.3 47.84 0.0239 2.8
-250000 12.46 0.0062 2.4 49.83 0.0249 3.0
-260000 12.96 0.0065 2.5 51.82 0.0251 3.1
-270000 13.46 0.0067 2.6 53.82 0.0269 3.2
-280000 13.95 0.0070 2.7 55.81 0.0279 3.3
-290000 14.45 0.0072 2.7 57.80 0.0289 3.4
-300000 14.95 0.0075 2.8 59.80 0.0290 3.5
-310000 15.45 0.0077 2.9 61.79 0.0309 3.7
-320000 15.95 0.0080 3.0 63.78 0.0319 3.8
-330000 16.45 0.0082 3.1 65.78 0.0329 3.9
-340000 16.94 0.0008 3.2 67.77 0.0339 4.0
-350000 17.44 0.0087 3.3 69.76 0.0349 4.1
-360000 17.94 0.0090 3.4 71.76 0.0359 4.3
-370000 18.44 0.0092 3.5 73.75 0.0369 4.4
-380000 18.94 0.0095 3.6 75.74 0.0379 4.5
-390000 19.44 0.0097 3.7 77.74 0.0389 4.6
-400000 19.93 0.0100 3.8 79.73 0.0399 4.7
III. Model 3 ( Tulangan dengan sengkang 900 + pen binder)
Tabel 4.3 Data Hasil Keluaran (Model 3)
Gaya (N)
-10000 0.47 0.0002 0.1 1.89 0.0009 0.1
-20000 0.94 0.0005 0.2 3.77 0.0019 0.2
-30000 1.42 0.0007 0.3 5.66 0.0028 0.3
-40000 1.89 0.0009 0.3 7.55 0.0037 0.4
-50000 2.36 0.0012 0.4 9.44 0.0047 0.6
-60000 2.83 0.0014 0.5 11.32 0.0057 0.7
-70000 3.30 0.0017 0.6 13.21 0.0066 0.8
-80000 3.78 0.0019 0.7 15.10 0.0075 0.9
-90000 4.25 0.0021 0.8 16.99 0.0085 1.0
-100000 4.72 0.0023 0.8 18.87 0.0094 1.1
-110000 5.19 0.0026 0.9 20.76 0.0104 1.2
-120000 5.66 0.0028 1.0 22.65 0.0113 1.3
-130000 6.14 0.0030 1.1 24.53 0.0122 1.4
-140000 6.61 0.0033 1.2 26.42 0.0132 1.6
-150000 7.08 0.0035 1.3 28.31 0.0141 1.7
-160000 7.55 0.0037 1.3 30.20 0.0150 1.8
-170000 8.02 0.0040 1.4 32.09 0.0160 1.9
-180000 8.50 0.0042 1.5 33.97 0.0169 2.0
-190000 8.97 0.0045 1.6 35.86 0.0179 2.1
-200000 9.44 0.0047 1.7 37.75 0.0189 2.2
-210000 9.91 0.0049 1.8 39.34 0.0198 2.3
-220000 10.30 0.0052 1.8 41.52 0.0207 2.4
-230000 10.90 0.0054 1.9 43.09 0.0217 2.6
-240000 11.33 0.0056 2.0 45.30 0.0226 2.7
-250000 11.80 0.0059 2.1 47.18 0.0235 2.8
-260000 12.27 0.0060 2.2 49.07 0.0245 2.9
-270000 12.27 0.0063 2.3 50.96 0.0254 3.0
-280000 13.22 0.0066 2.3 52.85 0.0264 3.1
-290000 13.69 0.0068 2.4 54.73 0.0273 3.2
-300000 14.16 0.0071 2.5 56.62 0.0283 3.3
-310000 14.63 0.0073 2.6 58.51 0.0293 3.5
-320000 15.11 0.0076 2.7 60.40 0.0302 3.6
-330000 15.58 0.0078 2.8 62.28 0.0311 3.7
-340000 16.05 0.0080 2.8 64.17 0.0321 3.8
-350000 16.52 0.0083 2.9 66.06 0.0330 3.9
-360000 16.99 0.0085 3.0 67.94 0.0340 4.0
-370000 17.47 0.0087 3.1 69.83 0.0349 4.1
-380000 17.94 0.0090 3.2 71.72 0.0359 4.2
-390000 18.41 0.0092 3.3 73.61 0.0368 4.4
-400000 18.88 0.0094 3.3 75.49 0.0377 4.5
4.4 Analisa Perilaku Tulangan
Pada tahap ini, data hasil keluaran diatas akan dianalisa satu persatu guna melihat
perilaku antar model tulangan.
4.4.1 Analisa Tegangan yang Terjadi pada Sengkang.
Berikut tabel yang berisi data tegangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan tegangan
yang terjadi pada masing-masing tulangan di area sengkang akibat pemberian beban. Yang
mana, model 1 adalah tulangan dengan sengkang 900, model 2 adalah tulangan dengan sengkang 1350, dan model 3 adalah tulangan dengan sengkang 900 + pen binder.
Tegangan akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 = 20.53 * 10 8 Pa
Model 2 = 19.93 * 108 Pa ; (2,92 % lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 18.88 * 108 Pa ; (8,05 % lebih rendah dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tegangan yang terjadi pada
area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat
4.4.2 Analisa Regangan yang Terjadi pada Sengkang.
Berikut tabel yang berisi data regangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
masing model tulangan.
Tabel 4.5 Data Regangan Sengkang
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan regangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area sengkang akibat pemberian beban.
Gambar 4.2 Grafik Regangan pada Sengkang Akibat Pembebanan Regangan akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 = 0.0103
Model 2 = 0.0100 ; (2.924905% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 0.0094 ; (8.049089% lebih rendah dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap regangan yang terjadi pada
area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat
4.4.3 Analisa Defleksi yang Terjadi pada Sengkang.
Berikut tabel yang berisi data defleksi yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
masing model tulangan.
Tabel 4.6 Data Defleksi Sengkang
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan defleksi yang terjadi
Gambar 4.3 Grafik Defleksi pada Sengkang Akibat Pembebanan
Defleksi akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 = 4.4 mm
Model 2 = 3.8 mm ; (13.54799 % lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 3.3 mm ; (23.64109 % lebih rendah dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, sudah mulai terlihat perbedaan yang signifikan terhadap defleksi yang terjadi
pada area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin tinggi
4.4.4 Analisa Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Pokok.
Berikut tabel yang berisi data tegangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
masing model tulangan.
Tabel 4.7 Data Tegangan Tulangan Pokok
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan tegangan
Gambar 4.4 Grafik Tegangan pada Tulangan Akibat Pembebanan
Tegangan akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 = 82.11* 10 8 Pa
Model 2 = 79.73* 108 Pa ; (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 75.49* 108 Pa ; (8.056462% lebih rendah dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tegangan yang terjadi pada
area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin
4.4.5 Analisa Regangan yang Terjadi pada Tulangan Pokok.
Berikut tabel yang berisi data regangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
masing model tulangan.
Tabel 4.8 Data Regangan Tulangan Pokok
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan regangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area tulangan pokok akibat pemberian beban.
Gambar 4.5 Grafik Regangan pada Tulangan Akibat Pembebanan
Regangan akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 =0.0411
Model 2 = 0.0399; (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 0.0377; (8.055244% lebih rendah dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap regangan yang terjadi pada
area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin
4.4.6 Analisa Defleksi yang Terjadi pada Tulangan Pokok.
Berikut tabel yang berisi data defleksi yang terjadi akibat pembebanan pada masing-
masing model tulangan.
Tabel 4.9 Data Defleksi Tulangan Pokok
Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan defleksi
yang terjadi pada masing-masing tulangan di area tulangan pokok akibat pemberian beban.
Gambar 4.6 Grafik Defleksi pada Tulangan Akibat Pembebanan
Defleksi akibat pembebanan 400 kN.
Model 1 = 4.4 mm
Model 2 = 4.7 mm ; (7.462624% lebih tinggi dari pada model 1) Model 3 = 4.5 mm ; (1.779631% lebih tinggi dari pada model 1)
Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban
yang rendah, untuk model 2 sudah mulai terlihat perbedaan yang signifikan terhadap defleksi
yang terjadi pada area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda
uji, semakin tinggi pula perbedaan defleksi yang terjadi. Sedangkan untuk model 3, tidak
4.5 Analisa Kapasitas Beban
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas beban sebelumnya, diketahui bahwa struktur
kolom dapat meenahan beban aksial maksimum sebesar 383,067 kN.
Maka dari itu, besaran beban digunakan sebagai pembebanan pada tulangan model 1
yang nanti data hasil tegangan dan regangannya menjadi acuan untuk mencari beban aksial
maksimum yang dapat dipikul oleh tulangan model 2 dan model 3.
Berikut hasil analisa datanya :
Tabel 4.10 Beban Aksial Maksimum
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa dengan keadaan tegangan dan regangan yang
sama dengan model 1 saat diberi beban sebesar 383,067 kN, kolom dengan tulangan model 2
dapat memikul beban aksial sebesar 395 kN (3.021 % lebih tinggi dari pada kolom dengan
tulangan model 1) , sedangkan kolom dengan tulangan model 3 dapat memikul beban aksial
4.6 Hubungan Tegangan-Regangan Masing-Masing Model
Berdasarkan data yang sudah ada, dapat dibuat pula grafik teg-reg masing-masing
model.
4.6.1 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 1
Gambar 4.7 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 1)
4.6.2 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 2
Gambar 4.9 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 2)
4.6.3 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 3
Gambar 4.11 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengujian yang dilakukan terhadap model tulangan kolom dengan Aplikasi
Ansys 12.1 selama mengerjakan Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Akibat dari pembebanan maksimum yakni sebesar 400 kN, tegangan maksimum
yang terjadi pada area sengkang untuk model 1 tulangan dengan sengkang kait
900 adalah 20.53 * 10 8 Pa, pada model 2 tulangan dengan sengkang kait 1350
adalah 19.93 * 108 Pa (2,92 % lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model 3 tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 18.88 * 108 Pa (8,05 % lebih rendah dari pada model 1).
yang terjadi pada area sengkang untuk model tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 0.0103, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 0.0100 (2.924905% lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan
Sedangkan pada area tulangan pokok, regangan maksimum yang terjadi untuk
model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 0.0411, pada model 2 tulangan
dengan sengkang kait 1350 adalah 0.0399 (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model 3 tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder
adalah 0.0377 (8.055244% lebih rendah dari pada model 1).
3. Akibat dari pembebanan maksimum yakni sebesar 400 kN, defleksi maksimum
yang terjadi pada area sengkang untuk model tulangan dengan sengkang kait 900
adalah 4.4 mm, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 3.8 mm (13.54799 % lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan
sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 3.3 mm (23.64109 % lebih rendah dari
pada model 1).
Sedangkan pada area tulangan pokok, defleksi maksimum yang terjadi untuk
model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 4.4 mm, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 4.7 mm ; (7.462624% lebih tinggi dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder
adalah 4.5 mm ; (1.779631% lebih tinggi dari pada model 1).
4. Dari hasil analisis data, dengan keadaan tegangan dan regangan yang sama dengan
model 1 saat diberi beban maksimum sebesar 383,067 kN, kolom dengan tulangan
model 2 dapat memikul beban aksial sebesar 395 kN (3.021 % lebih tinggi dari
pada kolom dengan tulangan model 1) , sedangkan kolom dengan tulangan model
3 dapat memikul beban aksial sebesar 420 kN (8.79 % lebih tinggi dari pada
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kekangan yang diakibatkan oleh
pen-binder dengan pengaplikasian secara nyata.
2. Penelitian yang berhubungan dengan pen-binder akan lebih baik jika menggunakan
cakupan yang lebih luas , tidak terbatas hanya pada hubungan tegangan-regangan saja,
tetapi dapat juga menunjukkan momen lentur, momen balanced, geser, serta
peninjauan tarik sehingga akan lebih membantu dalam perencanaan kolom pada
praktiknya dilapangan.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peninjauan kolom rectangular,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sehubungan dengan pesatnya kemajuan teknologi, konstruksi beton masih menjadi
pilihan yang tepat sebagai bahan pokok bangunan. Beberapa hal yang mendasarinya yaitu
biaya yang relative lebih murah dan kemudahan dalam memperolehnya.
Dalam konstruksinya, beton merupakan bahan komposit, yang mana terdiri atas
kombinasi agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dan yang paling sering
digunakan dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral
(biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Namun nyatanya pemilihan beton dalam
konstruksi bangunan sudah mengalami banyak perkembangan, baik material utama,
penambahan tulangan, maupun penambahan zat aditif.
Berikut macam-macam jenis beton :
1. Beton Ringan
Beton jenis ini sama dengan beton biasa, perbedaannya hanya agregat kasarnya
diganti dengan agregat ringan. Selain itu, dapat pula terbentuk dari beton biasa
yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu
pengadukan beton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori
sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa.
2. Beton Non Pasir
Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, terdiri atas air, semen, dan kerikil saja.
Akibatnya, rongga-rongga yang harusnya diisi kerikil menjadi tidak terisi.
Sehingga, beton menjadi berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton
biasa. Selain itu, tidak dibutuhkan pasta untuk menyelimuti butir-butir pasir
3. Beton Bertulang
Beton biasa sangat lemah atas gaya tarik, namun sangat kuat atas gaya tekan.
Dalam hal ini, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik
untuk menambah daya tarik atas beton tersebut. Beton yang dimasuki batang baja
pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang.
Gambar 2.1 . Contoh Visual Beton Bertulang
4. Beton Prategang
Jenis beton ini sama dengan beton bertulang, perbedaannya adalah padda batang
baja yang dimasukkan ke dalam beton harus ditegangkan dahulu. Batang baja ini
tetap mempunyai tegangan sampai beton yang dituang mengeras. Bagian balok
beton prategang ini tidak akan terjadi retak walaupun menahan lenturan.
5. Beton Pracetak
Beton biasanya dicetak atau dituang di tempat, namun dapat pula dicetak di
tempat lain (Pracetak), fungsinya adalah agar memperoleh mutu yang lebih baik.
Selain itu, beton pracetak dipakai jika tempat pembuatan beton sangat terbatas,
6. Lain-Lain
Beton mutu tinggi, beton serat, polimer beton, beton modifikasi blok, polimer
impregnated concrete, beton kinerja tinggi, dll.
Perkembangan pada material beton tadi dapat menjadi opsi untuk berbagai jenis
situasi suatu proyek konstruksi serta membuat kinerja beton semakin baik, unggul, dan hanya
sedikit memiliki kekurangan. Namun, tidak dipungkiri masih akan terjadi kerusakan pada
beton, yang mana beberapa penyebab kerusakan pada beton adalah kesalahan pada
perencanaan, pembebanan yang berlebihan, maupun kondisi lingkungan yang tidak baik.
Beton bertulang sebagai struktur bangunan masih menjadi favorit masyarakat
Indonesia. Terbukti rata-rata bangunan berstruktur menengah menuju tinggi di Indonesia
masih menggunakan konstruksi beton bertulang. Elemen bangunan yang lazimnya berupa
beton bertulang adalah kolom bangunan.
Kolom merupakan komponen tekan pada bangunan yang merupakan lokasi kritis
penyebab keruntuhan pada bangunan. Demi mengurangi penyebab kerusakan pada kolom
beton bertulang, diciptakan elemen pengekang berupa tulangan baja yang memiliki fungsi
penting sebagai pencegah tekuk pada tulangan longitudinal dan mencegah terjadinya
keruntuhan geser pada kolom.
Maksud dari pemasangan tulangan pengekang itu sendiri dimaksudkan agar pada saat
selimut beton terkelupas akibat penambahan beban, tulangan pengekang diharapkan dapat
mengekang inti beton sehingga kolom yang selimutnya terkelupas setidaknya memiliki
kekuatan yang sama dengan pada saat belum mengalami pengelupasan.
Agar dapat berfungsi dengan baik, tulangan pengekang harus diikat dalam bentuk kait
yang mengunci tulangan longitudinal. Untuk daerah rawan gempa diisyaratkan tulangan
pengekang tadi harus ditekuk pada bagian ujungnya hingga 1350. Kait yang ditekuk tadi memiliki panjang sedemikian rupa sampai masuk ke daerah inti beton sehingga memberikan
tahanan yang baik dan efektif. Tulangan pengekang dengan kait 900 memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam menahan inti beton, hal ini terjadi karena tidak adanya gaya yang
menahan kait untuk tetap pada posisi semula, yang nantinya mengakibatkan kait bengkok
keluar sehingga tidak dapat mengekang inti beton.
Penelitian atas tulangan pengekang telah banyak diteliti oleh para ahli, yang mencolok
dari pemodelan tulangan pengekang adalah konfigurasinya, mau itu jarak antar sengkang
ataupun model dari sengkang itu sendiri. Salah satu hasil dari penelitian pemodelan sengkang
adalah pemakaian elemen pengekang tambahan yang diberi nama pen-binder. Pemodelan
sengkang yang dilakukan atas kolom bangunan itu memberikan hasil bahwa Pen-binder itu
sendiri merupakan suatu perangkat tambahan yang dapat digunakan dan dikembangkan
Gambar 2.3 . Penggunaan Pen-Binder untuk Sengkang
Maka dari itu, pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai pengaruh penggunaan dari
pen-binder terhadap kinerja tulangan sengkang dengan menggunakan aplikasi yaitu ANSYS
12.1 yang mana dapat memberikan gambaran deformasi visual beserta data
tegangan-regangan pada model tulangan sengkang tersebut.
2.2 Struktur Kolom
Kolom adalah batang tekan dengan posisi vertikal (tegak) pada struktur bangunan
yang berfungsi untuk memikul beban dari balok dan beban lain diatasnya yang kemudian
meneruskan beban-beban tersebut ke pondasi bangunan yang nantinya akan meneruskan
beban itu ketanah.
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan
yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak
ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
2.2.1 Fungsi kolom
Kolom merupakan salah satu elemen dari struktur rangka yang mengalami desak dan
lentur serta pemakaiannya selalu dihubungkan dengan elemen struktur yang lain yaitu balok
sebagai satu kesatuan. Kolom berfungsi sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.
Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah
bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan
beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi tersebut maka kolom menempati
posisi penting di dalam sistem struktur bangunan.
Struktur dalam kolom beton bertulang dibuat dari besi dan beton. Keduanya
merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material
yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua
material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti
sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
2.2.2 Kolom Beton Bertulang
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis
kolom beton bertulang yaitu :
a. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada
jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan
ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh
pada tempatnya.
b. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama
hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan
spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk
menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah
terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen
dan tegangan terwujud.
c. Struktur kolom komposit . Merupakan komponen struktur tekan yang
diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan
atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.
2.2.3 Keruntuhan Pada Kolom Beton Bertulang
Keruntuhan kolom ditandai oleh adanya:
1. Kegagalan/kehancuran beton dan tulangan baja secara bersamaan
2. Kegagalan salah satu pembentuk kolom misalnya kegagalan pada beton atau
kegagalan pada baja tulangan
Menurut Nawy (1990), kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut :
a. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom.
b. Regangan pada tulangan / baja sama dengan regangan pada beton.
c. Regangan beton maksimum yang diizinkan adalah 0,003.
d. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak dipergunakan dalam hitungan.
Keruntuhan pada struktur kolom disebabkan banyak hal, diantaranya:
a. Crushing (Retak) beton pada zona tekan.
b. Melelehnya tulangan pada zona tarik (Terjadi pada kolom pendek).
c. Tekuk pada kolom (Terjadi pada kolom langsing).
2.2.4 Perilaku Kolom
Berdasarkan posisi beban terhadap penampang melintang, kolom dapat
diklasifikasikan atas kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Pada
pembebanan sentris, kolom tidak akan mengalami momen lentur. Kolom dengan beban
eksentris mengalami momen lentur dan juga gaya aksial.
Menurut penelitian menggunakan benda uji beton normal dengan pembebanan aksial
sentris oleh Wehbe, Siidi dan Sanders pada tahun 1999, dilaporkan terbukanya pengikat
silang dengan kait 900 pada daerah sendi plastis di setiap level beban aksial, diikuti dengan
Gambar 2.7 . Typical Stress-Strain Plot for Mild Carbon Steel
Gambar diatas menunjukkan bahwa pada saat regangan beton mencapai sekitar
0,002-0,003, beton mencapai kekuatan maksimum f’c. Jika pembebanan terus dilakukan hingga
terjadi regangan disekitar 0,003, maka kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat
diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu (Ag-Ast)0,85.f’c dan kontribusi baja
(Ast.fy). Dengan demikian beban sentries maksimum adalah Po yang dapat dinyatakan
sebagai: Po= 0,8 f’c(Ag-Ast)+Fy.Ast
Jika dilihat dari SNI 03-2847-2002, beton dan baja akan berperilaku elastic. Jadi,
untuk analisis elastic biasanya dilakukan dengan menggunakan transformasi beban sentris.
Perlu diberi penekanan bahwa beban sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di
seluruh bagian penampang, sehingga pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangan
akan merata di seluruh bagian penampang. Maka dari itu, didalam tugas akhir ini akan
2.3 Pengekangan Beton Bertulang
Beton merupakan bahan yang kuat menahan gaya tekan. Jika beton ditekan hingga
mencapai kuat tekannya, maka beton itu akan hancur. Sedangkan tulangan baja mempunyai
kuat tekan dan tarik yang jauh lebih besar daripada beton. Beton mempunyai range kuat tekan
rata-rata di antara 20 – 40 MPa (kira-kira 200-400 kg/cm2), sementara baja mencapai 240
MPa (2400 kg/cm2) untuk tulangan polos dan 400 MPa (4000 kg/cm2) untuk tulangan ulir.
Namun, luas penampang baja jauh lebih kecil sehingga kapasitas tekannya juga tidak akan
sebesar kapasitas tekan beton.
Secara kasar dapat diibaratkan, setiap penambahan 1% luas tulangan terhadap luas
beton, kapasitas aksial tekannya bisa ditingkatkan hingga 10%. Misalnya, ada kolom beton
pendek ukuran 20cmx20cm, luasnya 400 cm2, dan kapasitas tekannya dimisalkan sebesar
80000 kg (80 ton), kemudian ditambahkan tulangan seluas 4 cm2 (1%), maka kapasitas tekannya bisa mencapai 88 ton. Namun, terdapat kondisi khusus yang harus dipenuhi agar
tulangan bisa memberikan kontribusi sebesar itu.
Berikut ilustrasi perubahan kapasitas tekan akibat penambahan tulangan pada kolom
beton :
a. Ada kolom beton tanpa tulangan, diberi beban hingga beton tersebut hancur.
b. Di sisi lain, ada 4 buah tulangan pendek, posisi berdiri, bagian bawah dijepit,
kemudian diberi beban di atasnya.
Gambar 2.9 . Pemberian Beban pada Tulangan Longitudinal
Tulangan tersebut tertekuk, bengkok, dan jatuh. Padahal bebannya tidak terlalu besar.
c. Tulangan diatas ditanam ke kolom beton sebelumnya. Kemudian diberi beban lagi.
Gambar 2.10 . Pemberian Beban Pada Kolom yang Bertulang Longitudinal
Tulangan tersebut akan berusaha untuk bengkok. Yang paling mungkin adalah
menekuk ke arah luar, dikarenakandiarah dalam telah terisi beton padat dan selimut
d. Bagaimana caranya agar tulangan vertikal tersebut tidak berhamburan menekuk ke luar?
Gambar 2.11 . Pemberian Beban pada Kolom yang Bertulang Longitunal dan Bersengkang
Tulangan tersebut harus dikekang atau diikat oleh sesuatu. Pengikat tadi disebut juga
sengkang alias ties. Tulangan harus diikat pada setiap jarak tertentu agar tidak
menekuk ketika diberi beban tekan yang besar. Diharapkan tulangan tersebut harus
bisa menahan tekanan/tegangan hingga mencapai tegangan lelehnya.
Pengekangan pada kolom biasanya dapat berupa tulangan yang berfungsi sebagai
pengikat (dengan kait) maupun spiral agar beton tidak pecah. Efek dari kekangan ini adalah
akan meningkatkan kekuatan dan tegangan ultimate beton. Selain itu, pengekang juga akan
memberikan material beton bertulang dengan sifat cukup daktail.
Tulangan lateral (sengkang) yang biasa digunakan adalah tulangan dalam bentuk
pengikat (ties) yang didistribusikan sepanjang ketinggian kolom pada interval yang
ditentukan. Semakin pendek atau rapat jarak sengkang pada kolom, maka semakin besar pula
kekuatan kolom tersebut dalam memikul beban aksial. Bila ditinjau dari segi biaya, sengkang
mempunyai kekuatan dan daktilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sengkang
spiral.
Sebagai akibat penggunaan pengekangan pada kolom, akan terbentukan suatu luasan
inti terkekang pada daerah sepanjang kolom. Luasan inti ini tentu saja amat dipengaruhi oleh
konfigurasi tulangan pengekangnya.
Gambar 2.12 . Luasan Inti Terkekang
Pengaruh dari kekangan pada kolom dapat dibedakan berdasarkan bentuk dari kolom
itu sendiri. Untuk kekangan transversal, pada tahun 1988 telah dilakukan percobaan oleh
Mander dkk yang menggunakan 31 kolom rectangular. Didapat bahwa pengaruh kekangan
transversal adalah sebagai berikut:
f’cc= kc.f’c
dimana:
kc= faktor kenaikan kuat beton, tergantung dari tekanan biaksial yang
disebabkan oleh kekangan lateral efektif.
Maka daripada itu, kuat tekan maksimum sebagai akibat dari kekangan transversal
dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.3.1 Prinsip Pengekangan Kolom
Menurut Anang Kristianto (2010), ada beberapa prinsip dalam pengekangan, yaitu:
a. Pengaruh Beban Aksial
Semakin tinggi beban aksial akan menurunkan tingkat daktilitas secara
signifikan Sheikh dan Yeh 1990, Paultre dan Legeron, 2008 , level beban
aksial biasanya diukur dari perbandingan P/fc’.Ag dan P/P0 .
b. Konfigurasi Tulangan
Efektifitas kekangan dari tulangan pengekang tergantung dari luas area efektif
dari beton yang terkekang dan distribusi tegangan kekangannya, dimana hal
ini dipengaruhi oleh distribusi tulangan longitudinal dan lateralnya (Sheikh
et.al.,1990). Semakin banyak jumlah tulangan longitudinal yang dikekang
oleh sengkang, area beton yang terkekang akan meningkat.
c. Batasan Kondisi untuk Konfigurasi Tulangan.
Sheikh dan Khoury ( 1997 ) menyarankan bahwa untuk desain beban gempa
kolom harus didesain dan didetail dengan level daktilitas tinggi atau moderat.
Berdasarkan beberapa eksperimen didapatkan bahwa konfigurasi kategori I
tidak dapat digunakan untuk kolom dengan daktilitas tinggi. Pada kolom
dengan konfigurasi kategori II, pengujian pada kolom F ( Sheikh & Yeh.,
1990; Sheikh & Khoury., 1993 ; Sheikh et al., 1994 ) dengan beban aksial
yang tinggi menunjukkan adanya kecenderungan terbukanya sengkang kait 90
deformasi yang besar, dan mengakibatkan kolom kehilangan kekangan.
Wehbe, Saiidi dan Sanders ( 1999 ), dalam pengujiannya terhadap kolom
jembatan berbentuk segiempat yang didesain dalam level moderat
sudah terbuka dan kondisi ini diikuti dengan menekuknya tulangan
longitudinal akibat kehilangan kekuatan kekangan. Sementara pengekang
dengan kait 135 dalam kondisi mulai akan terbuka diikuti mulai menekuknya
tulangan longitudinal pada akhir pengujian.
Gambar 2.13 . Kait Sengkang 1350 dan 900
Lukkunaprasit dan Sittipunt melakukan pengujian pada tahun 2003 dengan
menambahkan semacam hook-clips pada sambungan antara sengkang kait 90 untuk menahan
agar kait tidak terbuka. Hook-clips ini dilaporkan efektif mengekang kolom dengan
sengkang kait 90 yang didesain untuk level gempa moderat serta meningkatkan faktor
2.3.2 Peraturan tentang Konsep Pengekangan.
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, syarat pengekangan pada kolom beton dirumuskan
sebagai berikut :
a. Pengekangan harus dilakukan pada seluruh daerah sendi plastis
b. Pada seluruh tinggi kolom harus menggunakan tulangan transversal dengan
jarak yang telah dihitung dan ditentukan.
c. Spasi tulangan transversal pengekang minimum dari ¼ dimensi komponen
terkecil ataupun 6 kali diameter tulangan longitudinal
Peraturan memberikan persyaratan kekangan untuk desain elemen kolom pada daerah
dengan tingkat kerawanan bahaya gempa yang tinggi. SNI 03-2847-2002 mendefinisikan “
sengkang kait gempa” ( seismic hook , Gambar 6) sebagai kait pada sengkang terbuka (
Detail-C) , tertutup ( Detail-A) atau pada pengikat silang ( Detail-B) yang ujungnya ditekuk
dengan sudut tidak kurang dari 1350
Detailing diperlukan pada daerah-daerah yang diharapkan terbentuk sendi plastis
untuk mendisipasi energi gempa yang masuk dalam struktur.
2.4 Aplikasi Struktural
Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang
bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi
juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia. Teknik sipil mempunyai
ruang lingkup yang luas, di dalamnya pengetahuan matematika, fisika, kimia, biologi,
geologi, lingkungan hingga komputer mempunyai peranannya masing-masing. Teknik sipil
dikembangkan sejalan dengan tingkat kebutuhan manusia dan pergerakannya, hingga bisa
dikatakan ilmu ini bisa mengubah sebuah hutan menjadi kota besar.
Keluasan cabang dari ilmu teknik sipil ini membuatnya sangat fleksibel di dalam
dunia kerja. Profesi yang didapat dari seorang ahli bidang ini antara lain:
perancangan/pelaksana pembangunan/pemeliharaan prasarana jalan, jembatan, terowongan,
gedung, bandar udara, lalu lintas (darat, laut, udara), sistem jaringan kanal, drainase, irigasi,
perumahan, gedung, minimalisasi kerugian gempa, perlindungan lingkungan, penyediaan air
bersih, survey lahan, konsep finansial dari proyek, manajemen projek dsb. Semua aspek
kehidupan tercangkup dalam muatan ilmu teknik sipil.
Ahli teknik sipil tidak hanya berurusan dengan pembangunan sebuah proyek
bangunan, tetapi di bidang lain seperti yang berkaitan dengan informatika, memungkinkan
untuk memodelisasi sebuah bentuk dengan bantuan program, pemodelan kerusakan akibat
berbagai macam faktor, maupun membuat inovasi baru dibidang kesipilan. Hal ini sangat
penting di negara maju sebagai tolak ukur kelayakan pembangunan sebuah bangunan vital
yang mempunyai risiko dapat menelan korban banyak manusia seperti reaktor nuklir atau
bendungan, jika terjadi kegagalan perencanaan teknis. Rancangan bangunan tersebut
tersebut seperti gempa dan keruntuhan struktur material. Peran ahli teknik sipil juga masih
berlaku walaupun fase pembangunan sebuah gedung telah selesai, seperti terletak pada
pemeliharaan fasilitas gedung tersebut.
Untuk membantu pekerjaan ahli teknik sipil di lapangan maupun dibalik meja,
terdapat berbagai macam alat bantu atau software teknik sipil yang tersedia. Software yang
tersedia terdiri atas berbagai macam kegunaan, sesuai atas jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
Beberapa jenis software yang biasa digunakan oleh seorang ahli teknik sipil adalah
sebagai berikut :
1. Autocad
Autocad adalah produk dari Autodesk merupakan software dasar yang harus dikuasai
oleh engineer serta drafter. Dengan autocad, gambar teknik seperti gambar desain,
gambar fabrikasi, gambar pemasangan dan lain sebagainya dapat dihasilkan. Selain
gambar – gambar tersebut, autocad juga mampu menampilkan 3D modeling dari
sebuah bangunan. Autocad dapat terintegrasi dengan software lainnya seperti :
Staadpro, SAP2000, ETABS, TEKLA.
2. Staadpro
Staadpro merupakan software keluaran dari salah satu produk Bentley. Software ini
digunakan untuk analisis sebuah struktur bangunan. Dalam dunia engineering,
staadpro lebih sering digunakan oleh perusahan-perusahan EPC yang bergerak
dibidang petrochemical serta bidang minyak dan gas. Misal untuk menganalisa
sebuah struktur piperack, jetty, shelter dan lain sebagainya.
Gambar 2.17. Aplikasi STAAD.Pro
3. SAP2000
Sama halnya dengan staadpro, SAP2000 juga merupakan software yang berbasis
analisa struktur. Produk keluaran CSi ini sering digunakan untuk menghitung
bangunan gedung, jembatan serta bendungan. Dilengkapi feature yang lengkap,
SAP2000 sangat powerfull untuk analisa bangunan tersebut. SAP dapat terintegrasi
dengan autocad, sehingga pemodelan pada SAP2000 dapat di export ke autocad.
4. ETABS
Produk keluaran CSi ini bisa dikatakan adalah “saudara kandung” dari SAP2000.
ETABS sendiri lebih dikhususkan untuk menganalisa struktur high-rise building.
Feature untuk menganalisa struktur yang lengkap daripada SAP2000 menjadikan
ETABS lebih dipilih dalam menganalisa struktur high-rise building.
Gambar 2.19 Aplikasi ETABS
5. Tekla Structure
Tekla merupakan Software yang digunakan oleh para structural engineers, detailer,
dan fabricator. Saat kita melakukan pengeditan pada 3D modeling, maka 2D draft
akan otomatis berubah sesuai perubahan yang terjadi pada 3D. Selain itu, Tekla dapat
digunakan sebagai multiuser, dimana dalam satu model kita dapat mengerjakan
dengan dua atau tiga orang lebih. Tekla digunakan untuk proyek gedung, onshore dan
bahkan untuk offshore engineering.
6. ANSYS mechanical
ANSYS mechanical menawarkan produk solusi yang komprehensif untuk struktural
linier / nonlinier dan analisis dinamika. Produk ini menawarkan satu set lengkap
permasalahan dan rekayasa. Selain itu, ANSYS mechanical menawarkan analisis
termal dan kemampuan ditambah-fisika yang melibatkan akustik, piezoelektrik,
termal analisis-struktural dan termal-listrik.
Gambar 2.20 . Aplikasi ANSYS
7. Solidwork
Solidwork merupakan salah satu software engineering yang banyak digunakan untuk
aplikasi pembuatan rancang desain dalam bentuk 3D. Solidwork ini merupakan
pesaing Autodesk Inventor.
Gambar 2.21 . Aplikasi SolidWorks
Software atau aplikasi komputer dibidang ketekniksipilan ini sangat bermanfaat guna
mempercepat pekerjaan sarjana teknik sipil seperti halnya merancang, melakukan pemodelan,
2.4.1 Aplikasi Pemodelan dan Analisis Struktur ( ANSYS)
Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan elektromagnetik. dalam metode ini
seluruh masalah yang kompleks seperti variasi bentuk, kondisi batas dan beban diselesaikan
dengan metode pendekatan. karena keanekaragaman dan fleksibilitas sebagai perangkat
analisis, metode ini mendapat perhatian dalam dunia teknik.
Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan metode
pendekatan. Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari tentang struktur dan
tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah mekanika kontinu
(Zienkiewicz dan Cheung 1965).
ANSYS adalah program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya masalah
statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah perpindahan panas,
masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan akustik dan elektromagnetik.
ANSYS merupakan aplikasi desain yang digunakan dan diakui secara Internasional
untuk mensimulasikan Finite Element Model dan Analisis guma memudahkan pemilik
proyek, insinyur, dan design engineer untuk secara cepat membangun model penuh
berdasarkan kebutuhan proyek.
ANSYS yang awalnya berasal dari nama produk komersial ANSYS Mechanical atau
ANSYS Multiphysic, keduanya peralatan software analisis elemen hingga dengan bantuan
komputer yang dikembangkan oleh ANSYS Inc. Perusahaan tersebut sebenarnya
mengembangkan produk software untuk teknik dengan bantuan komputer, akan tetapi lebih
dikenal dengan produk komersial ANSYS Mechanical & ANSYS Multiphysic.
Untuk pengguna tingkat akademik ANSYS Inc menyediakan versi nonkomersial ANSYS
Multiphysic seperti ANSYS University Advanced dan ANSYS University Research. ANSYS
Mechanical, ANSYS Multiphysic and variasi nonkomersialnya secara umum yang digunakan
dalam akademik adalah alat analisis yang berisi pre-processing (pembuatan bentuk
geometrik, meshing), solver dan modul post-processing dalam satu kesatuan Graphic User
Interface.
Dalam aplikasinya ANSYS dapat dibagi menjadi dua menurut dimensinya, yaitu :
a. ANSYS Classic
ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 2 dimensi seperti sistem solid dalam
bidang 2 dimensi dan perpindahan panas dalam 2 dimensi.
b. ANSYS Workbench
ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 3 dimensi seperti sistem solid dalam 3
ANSYS merupakan salah satu software yang digunakan untuk menganalisis berbagai
macam struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas dari beberapa software analisisis yang
lain yaitu Nastran, CATIA, Fluent, dan yang lain. Ada tiga analisis utama yang dibahas pada
buku ini yaitu analisis struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas yang sangat sering
dijumpai dalam keilmuteknikan. Agar materi yang dibahas di buku ini dapat diikuti dengan
baik, maka sebaiknya pembaca harus memiliki dasar (basic) tentang keilmuan di atas.
Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar benda
(objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara umum
penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Preprocessing (Pendefinisian Masalah)
Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah dapat
menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan
sangat kita butuhkan.
Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum dan Processor- artinya
pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam mengolah data input
sebelum memasuki proses tahapan utama. Pada tahap pertama ini, dilakukan
pendefinisian dari objek yang nantinya akan diproses pada tahap selanjutnya.
Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari :
(i) mendefinisikan keypoint/lines/areas/volume dari objek,
Dalam hal ini, pendefinisian diatas harus dilakukan setelah dilakukannya
pemodelan terlebih dahulu. Pemodelan merupakan proses menggambar
ataupun mengimport gambar benda atau objek yang akan didefinisikan
(ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan/sifat geometric dari
objek, dan
(iii) mendefinisikan mesh lines/areas/volumes sebagaimana dibutuhkan. Jumlah
detil yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah yang dianalisis,
ie.,1D, 2D, axisymetric dan 3D.
2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving
Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar
memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat
dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).
Pada tahap ini, perlu dilakukan penentuan beban, model pembebanan (titik atau
luasan), constraints (translasi dan rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil
persamaan yang telah diset pada objek.
3. Postprocessing/ Further Processing and Viewing of The Results
Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi yang
memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada
langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang bisa
berupa gambar, kurva, dan animasi.
Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat melihat :
(i) daftar pergeseran nodal,
(ii) gaya elemen dan momentum,
(iii) plot deflection dan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, banyak kita temukan fenomena konstruksi bangunan yang dinyatakan
layak huni namun pada kenyataannya bangunan tersebut mengalami kegagalan dalam
pelaksanaan fungsinya, yang dapat diakibatkan oleh salah perencanaan, kegagalan dalam
pelaksanaan kontruksi, penambahan beban, ataupun diakibatkan oleh beban gempa.
Indonesia, yang mana merupakan negara dengan daerah yang memiliki tingkat kerawanan
gempa tinggi, menyebabkan sistem struktur bangunan di Indonesia harus mengikuti
persyaratan bangunan tahan gempa.
Beberapa laporan terkait dengan kerusakan struktur akibat gempa bumi di Indonesia
memperlihatkan contoh-contoh keruntuhan bangunan yang terjadi akibat pendetailan
tulangan kolom yang tidak memenuhi persyaratan (Imran, dkk,, 2005; Imran, dkk., 2006;
Imran, 2007). Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul beban
aksial, momen lentur, dan gaya geser sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan
lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga
runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).
Kolom merupakan salah satu elemen dari struktur rangka yang mengalami desak dan
lentur berfungsi menahan gaya-gaya yang berkerja pada balok dan meneruskannya ke
pondasi. Suatu kolom beton bertulang yang menerima beban aksial tekan secara konsentris,
maka akan menderita tegangan tekan dan regangan yang sama besarnya pada seluruh
penampang kolom. Untuk mencegah keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba pada kolom
maka dalam merencanakan struktur kolom harus diperhitungkan secara cermat. Tulangan
lateral atau sengkang diperlukan untuk mencegah terkelupasnya (spalling) penutup beton dan
terjadinya tekuk local (local buckling) pada batang-batang longitudinal akibat beban aksial.
Seperti yang kita ketahui, peraturan perencanaan SNI 03-2847-02 memberikan syarat
tulangan pengekang dengan kait gempa 1350 pada struktur kolom yang dibangun di daerah rawan gempa. Namun nyatanya banyak yang menggunakan tulangan pengekang dengan kait
900 atau dengan konfigurasi dobel C (tidak sesuai standar) karena pembuatan dan
pemasangan tulangan pengekang standar kait 1350 tidaklah mudah dalam prakteknya di lapangan, adapun kesulitan pemasangan semakin tinggi untuk kolom-kolom berdimensi
besar.
Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pemasangan tulangan pengekang dengan
kait 900 untuk kolom pada daerah rawan gempa dapat menghasilkan performance yang buruk dan berbahaya bagi sistem struktur secara keseluruhan. (Sheikh dan Yeh, 1990; Saatcioglu
dan Razvi 1992, Wehbe et al, 1999). Maka, dapat disimpulkan penggunaan kait tidak standar
sebaiknya tidak dilakukan pada daerah rawan gempa seperti di Indonesia.
Dengan perkembangan inovasi di bidang konstruksi, ditemukan perangkat tambahan
sebagai elemen pengikat yang dapat meningkatkan kinerja sengkang pada beton atau biasa
yang disebut Pen- Binder. Elemen pengikat atau pen-binder bekerja sebagai peminimalisir
kegagalan kolom akibat hancurnya inti beton yang mana akan menahan titik-titik tertentu