KAJIAN PENGGUNAAN METODE RESPON PERMUKAAN UNTUK OPTIMASI PASCA PANEN
(STUDI KASUS PERLAKUAN KONSENTRASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS)
ANDRIANI LUBIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Kajian Penggunaan Metode Respon Permukaan untuk Optimasi Pasca Panen (Studi Kasus Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KAJIAN PENGGUNAAN METODE RESPON PERMUKAAN UNTUK OPTIMASI PASCA PANEN
(STUDI KASUS PERLAKUAN KONSENTRASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS)
ANDRIANI LUBIS
Tesis ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Kajian Penggunaan Metode Respon Permukaan untuk Optimasi Pasca Panen (Studi Kasus Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis)
Nama : Andriani lubis
NRP : F151070051
Program Studi : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr. Ir. Radite Praeko Agus S. M.Agr.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 19 Agustus 2010 Tanggal Lulus :... 2010 Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si.
PRAKATA
Penanganan pasca panen yang belum tepat merupakan salah satu penyebab sebagian manggis Indonesia mempunyai mutu rendah dan tidak diterima konsumen. Beberapa cara penanganan pasca panen manggis segar yang dapat memperpanjang ketahanan simpan dan mutunya adalah teknik pengemasan, penggunaan anti mikroba, pengaturan suhu penyimpanan, penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi, pelapisan lilin, penggunaan zat antitranspiran, perlakuan
precooling dan kombinasi berbagai cara tersebut. Metode Respon Permukaan merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistik, digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut. Model Respon Surface digunakan untuk melihat kondisi optimal pengaruh perlakuan (Suhu dan Konsentrasi Pelilinan) terhadap parameter-parameter yang diamati.
Penulis sangat bersyukur pada Alloh Subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. sebagai komisi pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Laboran Lab. TPPHP Bapak Sulyaden yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan yang selalu diberikan oleh suamiku Didi Darmadi dan anakku Afifah Adzkiyah, ayah dan ibu, kakak dan adik ipar, juga adik-adik serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, pada tanggal 14 Mei 1980 sebagai anak pertama dari pasangan Arifin Lubis dan Siti Khadijah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas dan lulus pada tahun 2003. Penulis bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 2006.
DAFTAR ISI
Aplikasi Metode Respon Permukaan ………... 9
Tanaman Manggis... 9
Pasca Panen Buah Manggis ... 11
Laju Respirasi... 13
3. Total Padatan Terlarut... ... 21
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Volume ekspor manggis 2003-2008... 2
2 Indeks kematangan buah manggis ... .... 11
3 Tingkat kematangan buah manggis... 11
4 Pengelompokan mutu buah segar manggis ... 12
5 Umur simpan optimum buah manggis pada perlakuan yang berbeda... 13
6 Laju respirasi dan produksi ethylene pada 200C... 15
7 Komposisi dasar emulsi lilin 12% ... 16
8 Perlakuan dan kode perlakuan... 24
9 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean……… ... 24
10 Analisis regresi orde pertama CO2... 38
11 Koefisien regresi orde kedua CO2... 39
12 Analisis regresi orde pertama O2... 44
13 Koefisien regresi orde kedua O2... 45
14 Analisis regresi orde pertama susut bobot ...….. …. .50
15 Koefisien regresi orde kedua susut bobot ... 51
16 Analisis regresi orde pertama kekerasan kulit ... 56
17 Koefisien regresi orde kedua kekerasan kulit ... 57
18 Analisis regresi orde pertama total padatan terlarut... 61
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. CCD untuk k=2……… ... 6
2 Buah manggis ... 20
3 Diagram alir tahapan penelitian... 26
4 Continous gas analyzertipe IRA-107... 27
5 Portable oxygen testerPOT-101 ... 28
6 Timbangan mettler PM-4800 ... 28
7 Rheometer tipe CR-300DX ... 29
8 Refraktometer model N-1 Atago ... 30
9 Diagram alir analisis pengolahan data dengan MRS ... 34
10 Laju produksi CO2... 37
11 Permukaan tanggap laju produksi CO2 dengan berbagai variasi suhu penyimpanan………... ... 40
12 Kontur laju produksi CO2 dengan berbagai variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 41
13 Laju konsumsi O2... 43
14 Permukaan tanggap laju konsumsi O2 dengan berbagai variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 46
15 Kontur laju konsumsi O2 dengan berbagai variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 46
16 Laju susut bobot... 48
17 Permukaan tanggap perubahan susut bobot dengan berbagai variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan………... 52
xiv
19 Grafik perubahan kekerasan kulit ... 55 20 Permukaan tanggap kekerasan kulit bobot dengan berbagai variasi
suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 58 21 Kontur kekerasan kulit dengan berbagai variasi suhu
penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 58 22 Grafik total padatan terlarut (0Brix)... 60 23 Permukaan tanggap total padatan terlarut dengan berbagai variasi
suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan ... 62 24 Kontur total padatan terlarut dengan berbagai variasi suhu
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Laju Produksi CO2(ml/kg jam)………. 70
2. Laju O2(ml/kg jam)……….. 72
3. Susut Bobot (%)………. 74
4. Kekerasan Kulit (kgf)………. 75
5. Total Padatan Terlarut (oBrix)……… 76
6. Delta Laju Produksi CO2... 77
7. Delta Laju Konsumsi O2……….……. 78
8. Delta Susut Bobot………. 79
9. Delta Kekerasan……….……… 80
ABSTRACT
ANDRIANI LUBIS. Study of Response Surface Methodology to Optimization Post Harvest Handling (Study of Case Waxing Concentration and Storage Temperature of Mangosteen). Under the supervision ofEMMY DARMAWATI and SUTRISNO.
Inappropriate post-harvest handling of mangosteen is one of the reasons that caused low quality and consumer rejection. Several practices in post-harvest handling of fresh mangosteen to preserve its self life and quality includes but is not limited to packaging techniques, storage temperature control, storage in modified atmosphere, waxing, or any combinations of the above. Researches on the most preferred procedure of combining temperature control and waxing are still ongoing. From the literature it is found out that the latest research was looking for optimum combinations by comparing the treatment variations. By creating a mathematical model the responses to the treatment (as the variables) can be estimated, even the optimum values can be found. Response Surface Methodology (RSM) is used to look for the conditions of the treatment (Temperature and Waxing Concentration) which exerts the optimum influence to the parameters under observation. The storing stages started with the waxing, followed with packaging with plastic stretch film, and lastly storing in cold storage with various temperatures. Responses noted were rate of respiration, weight reduction, the firmness and total soluble solid (TSS) value. The experiment had been performed using Central Composite Design (CCD) with two factors (variables). Variables being optimized were storage temperature (X1) 6°C, 8°C, 13°C, 18°C, 20°C, and waxing concentration (X2) 4%, 5%, 7,5%, 10%, 11%. Further, the response to TSS optimization in 2nd order yielded the best value. The validity of the RSM method was proven by the regression test result R2of 79%, lack of fit was obtained at 0.065. The optimum temperature is 130C, wax concentration is 8% with TSS rate is 2,1oBrix/day. The format of the plot surfaceresulted was a maximum. Mathematical model obtained was:
Y = -6,574 + 0,429X1+ 1,515X2 - 0,0008X1X2- 0,016X12- 0,096X22
Key words:
RINGKASAN
ANDRIANI LUBIS. Kajian Penggunaan Metode Respon Permukaan untuk Optimasi Pasca Panen (Studi Kasus Perlakuan Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan SUTRISNO.
Kemajuan dibidang teknik statistik dan pemodelan metematik yang didukung oleh perkembangan software (perangkat lunak) komputer menghasilkan suatu teknik optimasi yang mengkombinasikan teknik statistik dan matematik yang dikenal dengan nama Response Surface Methodology (RSM) atau Metode Respon Permukaan. RSM merupakan teknik optimasi yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Salah satu diantaranya dapat digunakan dalam bidang pertanian khususnya penanganan pasca panen buah manggis untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah segar.
Metode respon permukaan digunakan untuk melihat kondisi optimal pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Dengan membuat dalam model matematika respon terhadap perlakuan (variabel) maka dapat diperkirakan pengaruhnya bahkan dapat ditentukan nilai optimumnnya. Dari telaah pustaka didapat bahwa hasil-hasil penelitian yang sudah ada hanya menginformasikan kombinasi yang optimum berdasarkan dari variasi perlakuan yang diteliti dengan membandingkan antar perlakuan.
Rancangan percobaan dengan menggunakan RSM dalam penelitian ini terdiri dari 2 faktor (variabel bebas) yaitu Suhu, dinotasikan X1 dengan range antara 6 sampai dengan 200C dan Konsentrasi lilin, dinotasikan X2dengan range antara 4% sampai dengan 11%, sedangkan variabel respon: laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut (TPT). Persamaan RSM mencakup Model Orde Pertama : faktorial 22ditambah ulangan pada perlakuan titik pusat (center point), sehingga ada 5 perlakuan dengan 9 pengamatan dan Model Orde Kedua: digunakan model Central Composite Design (CCD) dengan menambah perlakuan 4 axialpoint pada nilai α = 1,414, sehingga secara total ada 8 perlakuan dengan 13 pengamatan. Tahapan proses penanganan pasca panen buah manggis dimulai dari pelilinan dilanjutkan pengemasan dengan plastik stretch filmkemudian penyimpanan dingin pada variasi suhu.
Model yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan software SAS dan MINITAB, diuji dengan nilai parameter yang dihasilkan oleh program yaitu uji Lack of Fit, nilai p (p-value) dan koefisien determinan.
Kriteria utama dalam menentukan ketepatan model adalah dengan uji simpangan dari model (lack of fit). Model dianggap tidak tepat apabila uji penyimpangan dari model (lack of fit) bersifat nyata secara statistik. Berdasarkan uji lack of fit dan diperkuat dengan nilai determinasi dari ke empat model respon yang dihasilkan (laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan TPT) didapat bahwa respon yang memenuhi kriteria utama adalah total padatan terlarut dimana nilai
terlarut dapat dijadikan sebagai model optimasi. Model matematika orde kedua untuk TPT adalah :
Y = -6,574 + 0,429X1+ 1,515X2- 0,0008X1X2- 0,016X1 2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian dalam bidang pertanian banyak dilakukan yang bertujuan untuk
menghasilkan satu atau serangkaian perlakuan yang memberikan nilai respon
optimum. Bila perlakuan yang diberikan terkait dengan peningkatan nilai respon
maka tujuan optimasinya adalah maksimisasi, sebaliknya bila terkait dengan
penurunan nilai respon maka tujuan optimasinya adalah minimisasi. Optimasi pada
umumnya dilakukan dengan pemodelan matematika.
Kemajuan dibidang teknik statistika dan metematika yang didukung oleh
perkembangan software (perangkat lunak) komputer menghasilkan suatu teknik
optimasi yang mengkombinasikan teknik statistika dan matematika yang dikenal
dengan nama Response Surface Methodology (RSM) atau Metode Respon
Permukaan. Metode ini khusus dikembangkan untuk optimasi dua faktor (variabel)
atau lebih terhadap respon yang diinginkan. Keluaran dari RSM adalah suatu model
matematik yang menyatakan fungsi respon terhadap variabel bebasnya.
Menurut Iriawan (2006), RSM merupakan sekumpulan teknik matematika
dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa
variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah
untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain
eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon.
RSM merupakan teknik optimasi yang banyak digunakan dalam berbagai
bidang. Beberapa penelitian yang menggunakan RSM untuk optimasi perlakuan
antara lain: optimasi kualitas warna minyak goreng dengan perlakuan temperature,
waktu pengadukan dan prosentase carbon aktif sebagai pemutih variabel bebas dan
warna minyak sebagai variabel respon (Wahyudi 2009); optimasi dosis pemupukan
untuk tanaman padi IR64 dengan perlakuan pupuk nitrogen, phospor dan potasium
2
vannamae) dengan perlakuan padat tebar, kandungan protein pakan udang, dan
salinitas (Hudi 2006).
Penggunaan RSM dalam mengoptimalkan perlakuan kiranya perlu dikaji
untuk optimasi penangangan pasca panen mengingat penelitian yang dilakukan
selama ini menghasilkan informasi kombinasi perlakuan yang bersifat statis, artinya
nilai respon yang dihasilkan hanya mewakili satu kombinasi perlakuan yang ada
dalam penelitian. Pada kombinasi perlakuan yang berbeda, perlu dilakukan
penelitian ulang. Salah satu kelebihan dari RSM adalah dihasilkannya model
matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai respon pada berbagai
kombinasi perlakuan yang diinginkan.
Pada penelitian ini dikaji penggunaan RSM untuk optimasi penanganan
pasca panen buah manggis. Buah manggis merupakan buah bernilai ekonomis tinggi
dan menjadi andalan ekspor Indonesia.
Permintaan ekspor buah manggis relatif meningkat setiap tahun sehingga
buah manggis merupakan salah satu primadona buah ekspor Indonesia. Ekspor
manggis periode tahun 2008 mencapai 9.465.665 kg meningkat 4,05% dibandingkan
tahun 2007 (Dirjen Hortikultura 2009). Volume ekspor periode tahun 2003-2008
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Volume ekspor manggis tahun 2003-2008
Tahun Volume ekspor (kg)
2003 9.304.5111
2004 3.045.379
2005 8.472.770
2006 5.697.879
2007 9.093.245
2008 9.465.665
Sumber: (Dirjen Hortikultura 2009)
Buah manggis Indonesia diekspor ke berbagai negara khususnya ke
Hongkong, Cina, Singapura, Malaysia, Saudi Arabia, Emirat Arab dan Belanda.
3
dilakukan manajemen penanganan buah manggis untuk ekspor. Penanganan pasca
panen yang belum tepat merupakan salah satu penyebab sebagian buah manggis
Indonesia bermutu rendah dan tidak diterima konsumen. Poerwanto (2002)
melaporkan dari total produksi manggis di Indonesia, diperkirakan hanya 20-30 %
yang dapat diekspor. Masalah utama yang terjadi pada manggis adalah produk yang
mudah mengalami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti
respirasi, transpirasi dan produksi etilen.
Kerusakan pasca panen buah manggis dapat dicegah dengan metode pasca
panen yang tepat, sehingga kehilangan hasil dapat diminimalkan. Penanganan pasca
panen yang baik dapat memperpanjang umur simpan dan mengurangi susut bobot
selama penyimpanan dan transportasi.
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam upaya mempertahankan mutu,
memperbaiki penampilan dan memperpanjang umur simpan manggis. Salah satu
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Riza (2004) menyatakan bahwa
pelilinan pada konsentrasi 3%, 6% dan 12% dengan suhu penyimpanan 5oC dan
13oC diperoleh konsentrasi lilin optimum 6% pada suhu 13oC. Kelemahan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Riza (2004), tidak bisa memprediksi respon mutu jika
konsentrasi pelilinan yang diinginkan berbeda dengan konsentrasi pelilinan dalam
penelitiannya. Berdasarkan kelemahan tersebut, diperlukan suatu rancangan
penelitian menghasilkan model matematika yang dapat mengidentifikasi ke arah
optimasi perlakuan terhadap respon yang dihasilkan. Oleh karena itu dipilihlah
Response Surface Methodology.
Berdasarkan kajian terhadap peneltian-penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa perlakuan suhu penyimpanan dan pelilinan memberikan pengaruh
yang baik terhadap mutu dan penampakan buah manggis, oleh karena itu pada
penelitian ini ditetapkan dua kombinasi perlakuan tersebut yang dikaji optimasinya
menggunakan RSM. Perlakuan suhu penyimpanan dan pelilinan dijadikan sebagai
variabel bebas dari model, sementara responnya dikaji dari beberapa parameter yang
4
perubahan konsentrasi CO2 dan O2, susut bobot, kekerasan kulit buah dan total
padatan terlarut.
Tujuan Penelitian ini bertujuan:
1. Menyusun model dengan menggunakan Response Surface Methodology untuk
mengetahui kombinasi perlakuan suhu dan pelilinan terhadap mutu simpan
manggis.
2. Menentukan kombinasi suhu dan pelilinan yang optimum untuk mutu simpan
manggis yang diharapkan.
Hipotesis
1. Perlakuan dengan pelilinan dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang
masa simpan dari buah manggis selama penyimpanan.
2. Perlakuan suhu rendah dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa
simpan dari buah manggis selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada kemajuan ilmu
pengetahuan dalam penerapan teknologi pasca panen yang optimum untuk
mempertahankan mutu dan masa simpan buah manggis.
2. Model matematik yang dihasilkan dari penggunaan Response Surface
Methodology dapat dimanfaatkan untuk memprediksi respon sesuai dengan
perlakuan yang diharapkan atau sebaliknya untuk memprediksi perlakuan yang
diterapkan agar menghasilkan respon yang diharapkan. Dengan metode ini
memperbaiki cara penelitian yang ada selama ini, dimana hasil respon hanya
TINJAUAN PUSTAKA
Response Surface Methodology
Perancangan eksperimen statistika merupakan suatu proses perencanaan
eksperimen untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan
metode statistik serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat obyektif dan valid.
Salah satu metoda perancangan eksperimen yang digunakan untuk mengetahui
kondisi optimal adalah Response Surface Methodology (RSM) (Montgomery 2001).
Menurut Montgomery (2001) Response Surface Methodology (RSM)
merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika,
digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi
oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut.
Hubungan antara respon ydan variabel bebas xadalah :
Y = f(X1, X2,...,Xk) + ε
Dimana:
Y = variabel respon
X1, X2,…,Xk= variabel bebas/ faktor
ε = error
Langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara respon y
dan faktor x melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan model
regresi linear, atau yang lebih dikenal dengan first-order model (model orde
pertama):
Rancangan eksperimen orde pertama yang sesuai untuk tahap penyaring faktor
adalah rancangan faktorial 2k (Two Level Factorial Design). Selanjutnya untuk
model orde kedua, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model polinomial
orde kedua yang fungsinya kuadratik :
6
Keterangan :
Y = Respon pengamatan
βo= Intersep
βi = Koefisien linier
βii= Koefisien kuadratik
βij= Koefisien interaksi perlakuan
Xi = Kode perlakuan untuk faktor ke-i
Xj= Kode perlakuan untuk faktor ke-j
k = Jumlah faktor yang dicobakan
Untuk menentukan kondisi operasi optimum pada orde kedua diperlukan
rancangan komposit terpusat (central composite design) dalam pengumpulan data
percobaan.
Rancangan komposit terpusat (CCD)
Menurut Montgomery (2001), Rancangan komposit terpusat atau central
composite design (CCD) adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian
(fractional factorial), yang diperluas melalui penambahan titik-titik pengamatan
pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan ordo
kedua (kuadratik). Umumnya CCD terdiri dari faktorial 2k, 2k aksial atau dan nc (the
number of center points) percobaan pusat. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan
Gambar 1. CCD untuk k = 2
Ada 2 parameter dalam CCD yang harus ditentukan yaitu besarnya α (nilai
aksial) dari percobaan aksial dari pusat rancangan dan nilai titik pusat nc. Rancangan
komposit pusat berotasi dengan α yang dipilih. Nilai α untuk berotasi tergantung
pada nilai dari titik dalam ukuran rancangan faktorial. Nilai α = (nf)1/4menghasilkan
7
sebuah rancangan komposit pusat rotatable dimana nf adalah angka dari titik yang
digunakan dalam bagian rancangan faktorial.
Respon surface dapat dinyatakan secara grafik dalam gambar tiga dimensi
dan untuk memvisualisasikan bentuk dari respon surface digambarkan konturnya.
Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasi nilai-nilai
peubah uji pada respon yang konstan sehingga plot kontur memegang peranan
penting dalam mempelajari analisis permukaan respon (Montgomery 2001).
Karakteristik Metode Respon Permukaan
Montgomery (2001) menyatakan bahwa dalam mengoptimalkan respon, jika
nilai-nilai optimal ada, maka y pada persamaan orde kedua merupakan himpunan
yang beranggotakan x1, x2,…, xksedemikian sehingga turunan parsialnya:
0
Dalam notasi matriks, model orde kedua dapat dinyatakan sebagai:
Bx elemen diagonal utamanya merupakan koefisien kuadratik murni dan diluar elemen diagonal adalah koefisien kuadrat campuran. Turunan dari yterhadap vektor x adalah sama dengan 0, sehingga dinyatakan dengan: Titik-titik stasioner merupakan solusi dari persamaan (2), yaitu:
8
dimana x0 = (x1.0, x2.0,…,xk.0). Substitusi persamaan (3) kedalam persamaan (1)
diperoleh nilai respon optimal yang diprediksikan terjadi pada titik-titik stasioner,
yaitu: yo xo'b
2 1
0
Setelah menemukan titik stasioner, selanjutnya menggolongkan permukaan
respon disekitar daerah yang sangat dekat dari titik ini, dengan demikian dapat
ditentukan apakah titik stasioner merupakan titik respon maksimum atau minimum
atau titik pelana (saddle point). Cara mempermudah pendeteksiannya digambarkan
kontur dari permukaan responnya. Jika ada dua variabel bebas, membentuk dan
menginterpretasikan plot kontur relatif mudah, namun bila variabel bebasnya lebih
dari dua maka interpretasinya menjadi sulit, sehingga digunakan metode analisis
kanonik.
Analisis kanonik dalam RSM adalah mentransformasikan fungsi respon dari
titik asal X (0,0,...,0) ke titik stasioner X0 dan sekaligus merotasikan sumbu
koordinatnya, sehingga dihasilkan fungsi respon sebagai berikut:
Y = Y0+ λ1W12+ λ2W22+…+ λkWk2
dimana:
Wk= variabel bebas baru hasil tranformasi
Y0= harga taksiran Y pada titik stasioner X0
λk= konstanta yang merupakan nilai eigen atau akar ciri dari matrik B
Sifat permukaan respon ditentukan dari titik stasioner dan harga λk. Jika nilai
λ semua posifif maka titik stasioner adalah titik minimum, sedangkan jika semua nilai λnegatif maka titik stasioner adalah titik maksimum, tetapi jika hargaλberbeda
tanda diantara harga λk, maka titik stasioner merupakan titik pelana. Besarnya nilai
λk menunjukkan tingkat sensitifitas dari respon untuk mengalami perubahan pada
sumbu W (peubah-peubah kanonik). Hubungan antara variabel W dan X (peubah
design) adalah:
W = M' (X - X0)
9
Aplikasi Metode Respon Permukaan
Sejak diperkenalkan oleh Box dan Wilson tahun 1951, RSM telah dipelajari
dan digunakan oleh banyak peneliti. Optimasi dengan RSM dapat diterapkan pada
berbagai bidang seperti: Ilmu Pangan (Teknologi Hasil Pertanian), Pertanian,
Kehutanan, Biologi, Farmasi, Kesehatan, Teknik Kimia, Kimia, Bioteknologi,
Teknik, dan Sosial. Penggunaan RSM tidak hanya terbatas untuk ilmu-ilmu tersebut.
RSM dapat digunakan pada semua bidang ilmu khususnya penelitian yang bertujuan
untuk mencari kondisi variabel yang menghasilkan respon optimum.
Aplikasi respon surface pada bidang pertanian diantaranya adalah penelitian
yang dilakukan Widarta (2008) bertujuan untuk mengoptimasi proses deasidifikasi
minyak sawit merah pada skala pilot plant sehingga diperoleh minyak sawit merah
dengan kadar asam lemak bebas 96,35 %, recovery karoten sebesar 87,30 % dan
rendemen 90,16 %; Optimasi proses fermentasi tepung jagung pada pembuatan
bahan baku biomassa jagung instan (kajian lama inkubasi dan konsentrasi kapang)
(Wignyanto et al.2009); dan Nusantoro et al.(2001) mengoptimalkan cara ekstraksi
dari daun janggelan dengan perebusan dan pengempaan terhadap sifat gel.
Tanaman Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah berupa
pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu
Malaysia dan Indonesia. Tanaman ini menyebar dari Asia Tenggara ke daerah
Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia,
Hawaii dan Australia Utara. Manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal
seperti Manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),
Manggista (Sumatera Barat) (Reza et al.1998).
Tanaman manggis umumnya memiliki adaptasi yang luas terhadap berbagai
jenis tanah, namun untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis membutuhkan
tanah dengan tekstur liat berpasir dan berstruktur remah dengan solum yang dalam
(1.5-10 m). Derajat kemasaman tanah yang baik adalah 5-7 (agak masam sampai
10
tempat antara 0-600 m di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu berkisar antara
25ºC-30ºC sangat cocok sebagai tempat bertumbuh dan berproduksi manggis yang
optimum. Curah hujan 1270-2500 mm/tahun dengan 10 bulan basah dalam satu
tahun dan kelembaban udara sekitar 80%. Intensitas cahaya matahari yang optimum
untuk manggis berkisar 40 - 70% (Verheij 1997).
Tanaman manggis mempunyai bunga jantan yang rudimenter sehingga tidak
mampu menyerbuki bunga betinanya. Tanaman manggis dikembangbiakkan melalui
biji apomiksis. Biji apomiksis adalah biji yang terbentuk tanpa melalui penyerbukan
dan pembuahan (Ashari 1995). Manggis memiliki bunga yang tunggal atau
berpasangan, berada diujung ranting, mempunyai tangkai yang pendek dan tebal,
berdiameter kira-kira 5,5 cm (Verheij 1997). Bunganya berwarna hijau keputihan.
Inisiasi pembungaan ditandai dengan pembengkakan dan fase munculnya tunas
bunga sampai anthesis dalam 25 hari (Nakasone et al.1998).
Buah yang masih muda banyak mengandung getah yang berwarna kuning,
semakin tua umur buah semakin berkurang getahnya, dan akan sama sekali tidak
bergetah selama matang penuh (Satuhu et al. 1993). Buah yang masak memiliki
kelopak bunga yang tetap menempel pada bagian pangkal buah dan bekas kepala
putik masih melekat sehingga tampak seperti bintang pada ujung buah (Verheij
1997). Buah manggis bulat dan berkulit licin, berdiameter 4-7 cm, terdapat 4-8
segmen aril berwarna putih, lembut dan dapat dimakan yang terdiri dari satu atau dua
segmen yang mengandung biji apomiksis, kulit buah memiliki ketebalan 6-10 mm,
agak keras dan saat masak berwarna ungu (Nakasone et al.1998).
Buah manggis dipanen berdasarkan kebutuhan konsumen. Buah manggis yang
dipanen pada indeks warna 1 biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan
3 untuk eksport, sedangkan indeks 4 dan 5 bisa langsung dikonsumsi, sebagaimana
11
Tabel 2. Indeks kematangan buah manggis
Indeks Warna
Deskripsi
0 Warna kulit kehijauan dengan kesan merah, kulit buah masih bergetah bla dipotong
1 Warna merah kekuningan dengan bercak merah.Getah agak kurang, isi masih sulit dipisahkan dari kulit.
2 Keseluruhan buah berwarna kemerahan dan bercak masih jelas, sedikit bergetah dan isi bisa dipisahkan dari kulit.
3 Warna coklat kemerahan pada seluruh permukaan kulit. Masih bergetah jika dikonsumsi.
4 Warna ungu kemerahan pada seluruh permukaan kulit, siap dikonsumsi dan isi mudah dilepas dari kulit, tidak ada getah pada kulit
5 Warna ungu gelap atau kehitaman pada seluruh permukaan kulit. Sumber : Ramadhan (2003)
Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan
manggis. Buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar
(SBM). Umur panen dan ciri fisik manggis siap panen dapat dilihat pada Tabel 3.
Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM sedangkan untuk ekspor
pada umur 104-108 SBM. Pohon manggis di Indonesia dipanen pada bulan
November sampai Maret tahun berikutnya (Satuhu 1997).
Tabel 3. Tingkat Kematangan Buah Manggis
Umur Panen Ciri Fisik Manggis
Belum banyak teknologi pengolahan buah manggis dikembangkan di Indonesia baik
oleh Balai Litbang, ataupun peneliti lainnya. Pengembangan manggis lebih
12
Peningkatan produksi dan mutu buah manggis serta meningkatkan daya saing
manggis sebagai buah ekspor memerlukan dukungan kebijakan baik dalam budidaya
maupun produksi buah manggis. Salah satu kebijakan tersebut adalah dengan
penerapan standar buah manggis. Standar mutu buah manggis tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia SNI 01–3211-2009. Adapun klasifikasi dan standar mutu
manggis dari 3 jenis mutu, yaitu mutu Super, mutu A, dan mutu B yang dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengelompokan mutu buah manggis segar
Jenis Uji Mutu Super Mutu A Mutu B
Keseragaman Seragam Seragam Seragam
atau mati Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Warna daging buah Bening (translucent) Bening (translucent) Bening (translucent) Sumber : SNI (2009)
Satuhu (1997) melaporkan penyimpanan buah manggis yang dilakukan pada
ruangan dengan temperatur 4-6oC dapat mempertahankan kesegaran buah selama 40
hari sedangkan penyimpanan pada suhu 9-120C kesegaran buah tahan sampai 33
hari. Suhu optimum adalah pada suhu 5oC dengan kelembaban 85%, jika akan
disimpan lama, perlu dilakukan proses pendinginan (pre-cooling) pada suhu 10-15oC
selama maksimal 7 hari.
Kemunduran kualitas produk holtikultura yang telah dipanen biasanya diikuti
dengan resistensi produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan
semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai
jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Mutu produk holtikultura
13
mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan berjalan lambat.
Berbagai penelitian dilakukan untuk memperpanjang umur simpan buah manggis
segar, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Umur simpan optimum buah manggis pada perlakuan yang berbeda.
No
Sayur dan buah-buahan jika dipanen dari tanaman merupakan struktur
“hidup”, karena melanjutkan reaksi metabolisme dan mempertahankan proses
fisiologi dalam periode pascapanen. Buah dan sayur berespirasi dengan mengambil
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dan menghasilkan panas. Selain itu, juga
terjadi transpirasi yaitu lepasnya air dalam bentuk uap. Kehilangan karena respirasi
dan transpirasi diisi kembali dari air, fotosintat (sukrosa dan asam amino), dan
mineral dari aliran air pada sel tumbuhan selama sayur dan buah masih terletak pada
buah-14
buahan dan sayuran memasuki fase kerusakan. Beberapa perubahan terjadi pada
komposisi dinding sel dan strukturnya sehingga menghasilkan pelunakan buah dan
sayuran. Secara umum, warna secara berangsur-angsur akan berubah karena klorofil
terdegradasi dan pigmen kuning pada kulit dan daging akan naik kandungannya
(Salunkhe et al.2000)
Proses respirasi masih berlangsung setelah buah dipanen menyebabkan
terjadinya beberapa perubahan kandungan kimia dalam buah. Tiga tingkat perubahan
kimiawi yang berlangsung selama proses respirasi yaitu pemecahan polisakarida
menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat, serta oksidasi asam-asam
organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi (Pantastico, 1989). Proses
respirasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :
C6H12O6+ 6O2 6 CO2+ 6 H2O + energi
Laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan pangan ditunjukkan
oleh laju respirasi yang tinggi dan umur simpan yang pendek. Laju respirasi
merupakan petunjuk daya simpan buah buahan sesudah dipanen (Pantastico et al.
1989). Penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan laju respirasi dan
transpirasi sehingga kedua proses ini berjalan lambat, akibatnya ketahanan simpan
dari buah manggis cukup panjang dengan susut bobot minimal. Laju respirasi
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor
internal tersebut antara lain tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran
buah, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu,
etilen, O2yang tersedia, CO2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah.
Manggis termasuk ke dalam buah non klimaterik, yaitu buah yang laju
respirasinya tidak mencapai puncak (Lili 1997). Non klimaterik ditandai dengan
kenaikan laju respirasi pada saat fase penuaan, selanjutnya laju respirasi menurun
terus sampai fase pematangan, pembusukan dan mati.
Penanganan secara komersial, etilen bisa mendorong percepatan pematangan
pada buah klimakterik tetapi tidak pada buah non-klimakterik. Nakasone et al.
15
produksi etilen pada suhu 20oC dikategorikan kelas sedang seperti terlihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Laju respirasi dan produksi ethylene pada 20oC
Respirasi Ethylene Rendah 35 – 70 pisang hijau, litchi,
pepaya, jackfruit, Tinggi 150 – 300 alpukat, pisang
matang, sugar apple, atemoya
10 – 100 alpukat, pepaya, atemoya, chiku sangat
tinggi
> 300 soursop > 100 cherimoya, passion-fruit, sapote, soursop Sumber: Nakasone et al.(1998)
Pelilinan
Bahan pelapis atau pelapis edible adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan
yang bisa dimakan, digunakan diatas atau diantara produk pangan dan berfungsi
sebagai batas dalam perpindahan panas, uap air, O2 dan CO2 atau sebagai pembawa
bahan tambahan makanan seperti zat antimikrobial dan antioksidan (Mc Hugh et al.
1994). Metode penggunaan bahan pelapis pada buah dan sayuran berupa pencelupan
(dip aplication), pembuihan (foam aplication), penyemprotan (spray aplication),
penetesan (drip aplication) dan penetesan terkendali (controlled drip aplication).
Cara aplikasi tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang diinginkan
(Grant et al.1994). Setiasih (1999) menambahkan mekanisme pelapisan lilin adalah
menutupi pori-pori buah-buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan
16
kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi keaktifan
enzim-enzim pernapasan.
Teknik pelilinan merupakan cara menunda proses pematangan yang bertujuan
untuk memperpanjang umur simpan. Pelapisan lilin mampu mengurangi laju
respirasi dan transpirasi produk hortikultura (Pantastico et al. 1989). Tidak semua
buah-buahan memberikan respon yang baik terhadap lapisan lilin misalnya buah
sukun akan berkurang umur simpannya bila dilapisi lilin pada suhu dingin (Muchtadi
et al. 1992).
Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu (a) tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi (b) tidak
beracun (c) mudah kering dan tidak lengket (d) tidak mudah pecah, mengkilap dan
licin (e) mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi et al. 1992). Lapisan lilin
untuk komoditi hortikultura digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi
lilin dengan konsentrasi 4-12 persen (Setyowati et al. 1992). Komposisi dasar lilin
12 persen dapat dilihat pada Tabel 7. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan
dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis tidak
berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu
tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di
dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2
(Park et al. 1994).
Tabel 7. Komposisi dasar emulsi lilin 12%
Bahan Dasar Komposisi
Lilin lebah 120 gr
Trietanolamin 40 gr
Asam oleat 20 gr
Air panas 820 ml
Sumber : Balai Hortikultura 2002
Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena
garam-garam yang terkandung dalam air sadah dapat merusak emulsi lilin. Pelapisan lilin
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pembusaan, penyemprotan, pencelupan
17
Pelapisan dengan Film Kemasan
Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap
makanan atau bahan pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum
diolah maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen
dengan “selamat”, secara kuantitas maupun kualitas.
Adapun jenis-jenis bahan pengemas terdiri dari 2 jenis yaitu (1). Untuk
wadah utama (pengemas yang berhubungan langsung dengan bahan pangan) seperti:
kaleng/logam, botol/gelas, plastik, kertas, kain, kulit, daun, gerabah, bambu, dll
(2). Untuk wadah luar (pelindung wadah utama selama distribusi, penjualan, atau
penyimpanan) seperti: kayu dan karton.
Penggunaan plastik dalam pengemasan sebenarnya sangat terbatas tergantung
dari jenis komoditasnya. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan
dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan
plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan itu sendiri yang
berbeda dengan atmosfer udara normal yang mana dapat memperlambat perubahan
fisiologis yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan (Brown 1992).
Kemasan stretch film (SF), merupakan salah satu kemasan plastik yang
selama penyimpanan memberikan kontribusi dalam mempertahankan mutu dan susut
bobot buah manggis, memiliki sifat lebih permeabel dibandingkan dengan kemasan
polipropilen.
Penyimpanan buah manggis terbaik pada suhu 15oC dengan pengemasan
stretch film, memiliki umur simpan selama 39 hari (Hasbi et al.2005). Hasil uji mutu
manggis yang dilakukan Lili (1997) menunjukkan jenis kemasan stretch filmmampu
mempertahankan kekerasan dan mengakibatkan susut bobot lebih kecil dibandingkan
dengan menggunakan pengemas LDPE (Low Density Polyethilene) berlubang dan
berdasarkan uji organoleptik buah manggis yang dikemas dengan menggunakan
kemasan stretch film dapat bertahan selama 35 hari, lebih lama daripada yang
dikemas dengan LDPE yaitu 30 hari pada suhu yang sama yaitu 5oC. Mahmudah
18
film single wrapping kemudian dilanjutkan penyimpanan dingin 50C mempunyai
umur simpan 30 hari.
Penyimpanan Dingin
Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada
kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi, seperti vitamin C
dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung
secara cepatdan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani 1991). Penurunan suhu
penyimpanan sebesar 10oC akan mengurangi laju respirasi sebesar 2-4 kalinya dan
itu cukup berarti untuk menunda kemunduran mutu dan penuaan komoditi.
Penyimpanan suhu dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis
untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan pada
suhu dingin adalah penyimpanan dibawah 15oC dan di atas titik beku. Penyimpanan
pada suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, kehilangan
air dan pelayuan, kerusakan akibat aktivitas mikroba serta proses pertumbuhan yang
tidak dikehendaki (Pantastico et al. 1989).
Dua aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan penyimpanan
dingin yaitu suhu dan lama waktu penyimpanan pada suhu tersebut. Hubungan
aktual antara suhu penyimpanan dan durasi bervariasi tergantung dari kultivar,
kondisi sebelum panen, tingkat kematangan dan perlakuan pascapanen (Nakasone et
al. 1998). Keadaan kondisi penyimpanan yang berada di atas suhu optimum jika
berlangsung lama, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan pada
bahan yang akan disimpan (Syarif et al. 1990).
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka penting dijaga agar suhu ruang
penyimpanan relatif tetap, perubahan 2-3oC dari suhu yang dikehendaki sebaiknya
dicegah. Sayuran dan buah-buahan yang disimpan pada suhu lebih tinggi dari yang
seharusnya karena suhu pendingin tidak segera tercapai, akan sangat memungkinkan
19
Parameter Penurunan Mutu
Pada produk hortikultura segar, mutu dapat didefinisikan sebagai kumpulan
dari karakteristik dan atribut yang memberikan nilai terhadap produk itu sendiri.
Relatif pentingnya masing-masing atribut tersebut tergantung pada produk itu
sendiri, penggunaannya pada sektor industri atau individu yang menentukan/
menguji mutu tersebut (Utama, 2005).
Penurunan mutu pada penyimpanan buah segar dapat ditentukan dengan
menggunakan suatu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan
mencerminkan kondisi mutu produknya (Utama 2005).
Sifat produk buah segar yang umum dipergunakan sebagai parameter mutu
adalah kekerasan dan warna (Azhar 2004). Mahmudah (2008) menggunakan laju
respirasi, perubahan tingkat kekerasan, susut bobot, total padatan terlarut, warna dan
uji organoleptik sebagai parameter mutu untuk umur simpan buah manggis dengan
kombinasi proses pre-cooling, pelilinan, stretch film single wrapping pada
penyimpanan dingin 50C.
Azhar (2004) menggunakan laju respirasi, susut bobot, total asam, kadar air
dan total padatan terlarut (TPT) sebagai parameter penurunan mutu pada buah
manggis dalam penelitian pengkajian bahan pelapis kemasan dan suhu penyimpanan
untuk memperpanjang masa simpan buah manggis.
Perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama
pematangan dan penyimpanan diantaranya adalah tekstur, warna, kandungan gula,
keasaman, susut bobot, kadar air, dan kandungan vitamin C. Berikut adalah beberapa
perubahan fisik kimia selama pematangan dan penyimpanan :
1. Susut Bobot
Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama
proses penyimpanan. Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa,
kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini
dapat dihambat dengan menyimpan buah-buahan pada suhu rendah dengan
kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula dengan membatasi kontak
buah-20
buahan yang sudah dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses
alami buah tersebut antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma
sehinga berakibat pada pengurangan massanya.
Kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan
oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon
selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan
respirasi melalui stomata, lenti sel dan bagian jaringan tumbuhan lain yang
berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya
menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.
Kehilangan air yang banyak akan menyebabkan pelayuan dan pengkeriputan
(Muchtadi 1992).
2. Kekerasan Kulit Buah
Seperti buah-buahan tropika pada umumnya, buah manggis mudah
mengalami kerusakan setelah panen terutama akibat benturan-benturan fisik
disamping kepekaannya terhadap kerusakan suhu dingin (chilling injury) yang
ditandai dengan adanya pengerasan kulit buah (Utama et al. 2001).
Kulit buah manggis adalah bagian buah manggis yang membungkus daging
buah manggis dan merupakan bagian terbesar dari buah manggis, mencapai 2/3
bagian buahnya (Verheij 1997). Buah manggis mempunyai kulit tebal yang tidak
boleh dimakan dan mempunyai isi yang putih dan manis seperti tampak pada
Gambar 2.
21
Perubahan kekerasan yang terjadi pada kulit tergolong perubahan fisik pada
buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan
keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan
disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi
zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas
dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang energi sel
dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorong protoplasma ke dinding
sel dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico et al. 1989).
Pengerasan kulit atau cangkang secara normal terjadi karena adanya
perubahan fisiologis menuju pada penuaan atau pelayuan terutama buah yang telah
dipanen dan mengalami penyimpanan beberapa hari. Perubahan fisiologis normal
sangat berkaitan dengan aktivitas metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi buah.
Tingginya transpirasi akan mengakibatkan terjadi pengeringan atau dehidrasi pada
cangkang buah sehingga kulit buah cenderung menjadi keras (Utama et al. 2001).
Salah satu masalah dalam mempertahankan mutu manggis adalah terjadinya
pengerasan kulit buah pada manggis yang disimpan pada jangka waktu yang lama.
Buah manggis yang mendapat perlakuan dengan pelilinan, kekerasan kulit buahnya
lebih rendah dibandingkan dengan buah manggis tanpa pelilinan. Mahendra (2001)
dalam Azhar (2004) mengemukakan bahwa pengerasan kulit buah sehingga manggis
sulit dibuka kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit
buah atau kerusakan jaringan kulit buah manggis dipengaruhi oleh rongga jaringan
kulit buah.
3.Total Padatan Terlarut
Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan bahan energi dan
selanjutnya digunakan untuk melangsungkan keaktifan dari sisa hidupnya. Proses
pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Ketika
buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gula asam akan mengalami
perubahan yang drastis. Fase pematangan akan menunjukkan dimulainya proses
22
Menurut Riza (2004), pelilinan yang dilakukan pada buah manggis
diharapkan dapat menjaga nilai total padatan terlarut agar tetap tinggi. Pada hari
penyimpanan ke-37, buah manggis yang mendapatkan perlakuan pelilinan lebah 6%
dan disimpan pada suhu 5oC dapat mempertahankan nilai total padatan terlarut
tertinggi yaitu 16,2oBrix, sedangkan untuk kontrol pada suhu penyimpanan 5oC nilai
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP) Fateta IPB-Bogor pada bulan Maret - Mei 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah buah manggis, lilin lebah dan air destilat. Alat
yang digunakan adalah lemari pendingin untuk penyimpanan, Rheometermodel
CR-300 untuk mengukur kekerasan, Refraktometer Atago PR-210 untuk mengukur total
padatan terlarut (TPT) daging buah manggis, timbangan digital, Termometer, kipas
angin.
Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Percobaan dirancang agar data yang dihasilkan dapat diolah menggunakan
Response Surface Methodology (RSM). Pada penelitian ditetapkan dua variabel
bebas yaitu suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan. Hasil penelitian yang ada
menunjukkan bahwa suhu dan pelilinan merupakan faktor yang cukup dominan
dalam mempengaruhi perubahan mutu manggis. Variable mutu yang optimumkan
sebagai variable respon adalah laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan total
padatan terlarut.
Penentuan range nilai untuk ke dua variable bebas yaitu suhu dan konsentrasi
lilin didasarkan paha hasil-hasil penelitian yang ada seperti yang ditampilkan pada
Tabel 5. Secara lengkap rancangan percobaannya adalah sebagai berikut:
a. Variabel Prediktor :
- Suhu, dinotasikan X1dengan range antara 6 sampai dengan 200C
- Konsentrasi lilin, dinotasikan X2dengan range antara 4% sampai dengan 11%
b. Variabel Respon: laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut
c. Model Orde Pertama : faktorial 22 ditambah ulangan pada perlakuan titik pusat
24
d. Model Orde Kedua: digunakan model Central Composite Design (CCD) dengan
menambah perlakuan 4 axialpoint pada nilai α= 1,414, sehingga secara total ada 8
perlakuan dengan 13 pengamatan.
Perlakuan adalah kombinasi dua variabel bebas yang nilainya ada pada nilai range
yang telah ditetapkan ( 6oC – 20oC untuk suhu dan 4% - 11% untuk konsentrasi
pelilinan).
Terkait dengan penggunaan softwareuntuk pengolahan data, maka dilakukan
pengkodean terhadap perlakuan. Hubungan antara kode perlakuan dan perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 8 dan rancangan percobaan dengan sistem pengkodean
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Perlakuan dan Kode Perlakuan
Perlakuan Kode Perlakuan
Tabel 9. Rancangan Percobaan dengan sistem pengkodean
No Suhu Penyimpanan Konsentrasi Pelilinann Respon
25
2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian sebagai berikut:
1.Buah manggis yang telah dipanen dari kebun, dibersihkan dari semut dan kotoran
yang menempel dengan tangan kemudian dilakukan sortasi kematangan dan
ukuran.
2.Tahap selanjutnya buah manggis dicelupkan pada emulsi lilin berupa lilin lebah
dengan konsentrasi 4%, 5%, 7,5%, 10% dan 11%. Emulsi lilin standar 12 persen
dibuat dengan melarutkan 120 gram lilin lebah dalam wadah pada suhu 90-95oC,
lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan 40 ml trietanolamin sambil diaduk sampai
homogen. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut
dengan air mendidih (95oC) sampai volume 1000 ml kemudian diaduk dengan
mixer kurang lebih 15 menit dan hasilnya didinginkan untuk penggunaan
selanjutnya (Setyowati dan Budiarti 1992). Untuk pengencerannya, dilakukan
penambahan air tidak sadah sesuai dengan perbandingan yang ada dan diaduk
dengan mixer. Pelilinan dilakukan dengan metode pencelupan selama 60 detik
kemudian ditiriskan dan dibantu dengan kipas angin sekitar 3 menit. Setelah proses
pencelupan selesai dan bahan pelapis mulai kering, buah manggis kemudian
dikemas dengan kemasan plastik strech film.
3.Selanjutnya buah manggis disimpan dalam lima suhu ruang yang berbeda, yaitu
suhu 6°C, 8°C, 13°C, 18°C dan 20°C. Selama penyimpanan dilakukan pengukuran
terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, dan TPT. Diagram alir Penelitian
26
Gambar 3. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Pengamatan Variabel respon
1.Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi yang dilakukan dengan mengukur konsentrasi O2 dan
CO2 buah manggis selama penyimpanan di lemari pendingin. Alat yang digunakan
Pembersihan dan sortasi
Penimbangan bobot awal buah manggis
Pencelupan dalam emulsi lilin lebah
Konsentrasi lilin 5%
Konsentrasi lilin 7.5 %
Konsentrasi lilin 10 %
Penirisan dan dikeringanginkan
Penyimpanan
Pengamatan
60C 8oC 13oC 18oC 20oC
Konsentrasi lilin 11 % Konsentrasi
lilin 4 %
Pengemasan dengan stretch film Manggis
-Laju respirasi
27
adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA – 107 untuk mengukur konsentrasi CO2,
dan Portable Oxygen Tester POT – 101 untuk mengukur kosentrasi O2 yang dapat
dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Buah manggis yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam toples dengan
kondisi tertutup rapat dimana pinggiran penutup toples dilapisi malam agar udara
tidak bocor. Kemudian untuk pemasukan dan pengeluaran udara saat pengukuran
dibuatkan dua saluran selang yang ujung-ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran
respirasi, kedua selang tersebut dihubungkan pada gas analyzer. Laju produksi gas
CO2 dan konsumsi O2(ml.kg-1.jam-1) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
W V dt dx
R
Dimana :
R = laju respirasi (ml.kg-1.jam-1)
x = konsentrasi gas CO2atau O2(%)
t = waktu (jam)
V = volume bebas “respiration chamber” (ml)
W = berat produk (kg)
28
Gambar 5. Portable Oxygen Tester POT – 101
2. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler
PM-4800 yang dapat dilihat pada Gambar 6. Susut bobot diukur berdasarkan
persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan dingin sampai akhir
penyimpanan dingin. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan
bobot awal (bo) dengan bobot pengimpanan hari ke i (bi) yang dinyatakan dengan
persen. Pengukuran susut bobot dilakukan setiap 3 hari sekali. Rumus yang
digunakan untuk mengukur susut bobot adalah sebagai berikut:
bo bi
bo
(%) bobot
Susut x 100%
Dimana:
bo = bobot bahan awal penyimpanan (gram)
bi = bobot bahan pada penyimpanan hari ke i (gram)
29
3. Kekerasan
Kekerasan berkaitan dengan turgiditas jaringan dinding tipis parenchymatous
atau adanya banyak jaringan berdinding tebal yang kemungkinan sudah mati
(Salunkhe et al. 1991). Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah
terhadap jarum penusuk rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan
menggunakan rheometer model CR-300 dapat dilihat pada Gambar 7, yang diset
dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan
penurunan beban 60 mm.menit-1dan diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan di 3
titik pada bagian tengah buah. Selama pengujian buah dipegang dengan tangan agar
buah tidak bergeser. Pengujian kekerasan dilakukan setiap 3 hari sekali.
Gambar 7. Rheometer tipe CR-300DX
4. Total Padatan Terlarut (oBrix)
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refraktometer digital yang dapat dilihat pada Gambar 8, dilakukan setiap 3 hari
sekali. Pasta buah diletakkan pada prisma Refraktometer digital yang sudah
distabilkan pada suhu 25oC, kemudian dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah
pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest.
30
Gambar 8. Refraktometer model N-1 Atago
3. Pengolahan Data
Data diolah dengan menggunakan software SAS untuk orde pertama dan
menggunakan software Minitab untuk orde kedua. Hasil yang diperoleh
diterjemahkan kedalam model persamaan fungsi respon terhadap variable bebas.
Data yang digunakan untuk menghasilkan fungsi respon adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari percobaan pada penelitian ini. Data sekunder
diperoleh dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Yennita Sihombing dengan judul
Kajian Pengaruh Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpaman terhadap Mutu Buah
Manggis (2009) untuk suhu 8oC, 18oC dan konsentrasi lilin 5%, 10%.
Model persamaan pada orde pertama setiap respon yang dihasilkan adalah:
Y = 0+ 1X1+ 2X2+
Keterangan:
Y : Nilai respon setiap parameter yang diamati
β0: intercep
β1, β2: koefisien regresi variabel X1, X2
ε : nilai galat
Model regresi yang dihasilkan pada orde dianalisa dengan nilai R2 dan lack
of fit. Model yang nilai lack of fit –nya kurang dari nilai α yang ditetapkan (0.05)
menunjukkan bahwa ada model orde lebih tinggi (orde kedua) yang diduga lebih
tepat merepresentasikan data yang ada, sehingga dilanjutkan dengan pengolahan
31
Y = 0+ 1X1+ 2X2 + 11X12+ 22X22+ + 12X1X2+ ε
Pengujian Model
Model yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan software SAS dan
MINITAB, diuji dengan nilai parameter yang dihasilkan oleh program yaitu uji Lack
of Fit, nilai p (p-value) dan koefisien determinan.
Lack of Fit
Lack of fitartinya penyimpangan atau ketidak tepatan. Pengujian lack of fit
artinya pengujian untuk mendeteksi apakah model linier order pertama sudah tepat.
Bila lack of fit tidak ada maka model linier order pertama dapat dinyatakan tepat,
sedangkan bila lack of fit ada menunjukkan bahwa model yang lebih tinggi (model
orde kedua) perlu dianalisa untuk menghasilkan yang lebih sesuai dengan data yang
ada. Pengujian lack of fit ini diperlukan bila terdapat pengamatan berulang, yaitu
satu nilai prediktor atau satu kombinasi nilai prediktor (bila digunakan beberapa
prediktor) yang berpasangan dengan beberapa nilai respon.
Pengujian lack of fit dilakukan dengan cara membagi Jumlah Kuadrat Error
menjadi dua, yaitu Jumlah Kuadrat Error Murni dan Jumlah Kuadrat Lack of Fit.
Perhitungan jumlah kuadrat Lack of Fit merupakan selisih antara Jumlah Kuadrat
Error dengan Jumlah Kuadrat Error Murni. Cara cepat menyimpulkan hasil
pengujian, yaitu dengan memanfaatkan hasil MINITAB dapat dilakukan dengan
melihat nilai pdari lack of fit. Misalkan nilai puntuk lack of fit sebesar 0,018, yang
kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa perlu dilakukan analisa model orde kedua,
karena model orde pertama yang dihasilkan kurang mewakili data respon yang ada.
Jika nilai p lebih dari 0,05 maka model orde pertama yang dihasilkan dapat
dinyatakan tepat sehingga tidak perlu melakukan analisa model orde kedua. Cara
lain mendeteksi lack of fit dengan menggunakan statistik uji F = (MS Lack of
Fit)/(MS Pure Error). Bila F < 1, maka lack of fittidak ada, sementara jika F>1 nilai
32
Nilai p (p-value)
Keputusan apakah menerima atau menolak H0 dalam konsep statistika,
kadang mengalami suatu kesalahan dalam menyimpulkan suatu kasus yang diamati.
Hal ini disebabkan karena dalam statistika selalu berhadapan dengan sampel.
Statistika menggunakan informasi dari sampel untuk menyimpulkan kondisi populasi
keseluruhan. Oleh karena itu, mungkin sekali terjadi kesalahan dalam membuat suatu
kesimpulan bagi populasi tersebut. Namun demikian, konsep statistika berupaya agar
kesalahan yang terjadi adalah yang terkecil. Untuk memutuskan apakah H0 ditolak
atau diterima, kita membutuhkan suatu kriteria uji. Kriteria uji yang paling sering
digunakan adalah p-value, oleh karena p-value memberikan 2 informasi sekaligus,
yaitu disamping petunjuk apakah H0 pantas ditolak, p-value juga memberikan
informasi mengenai peluang terjadinya kejadian yang disebutkan di dalam H0
(dengan asumsi H0dianggap benar).
Definisi p-value adalah tingkat keberartian terkecil sehingga nilai suatu uji
statistik yang sedang diamati masih berarti. Misal, jika p-value sebesar 0,021, hal ini
berarti bahwa jika H0 dianggap benar, maka kejadian yang disebutkan di dalam H0
hanya akan terjadi sebanyak 21 kali dari 1000 kali percobaan yang sama. Oleh
karena sedemikian kecilnya peluang terjadinya kejadian yang disebutkan didalam H0
tersebut, maka dapat menolak statement (pernyataan) yang ada di dalam H0. Sebagai
gantinya, kita menerima statement yang ada di H1.
P-value dapat pula diartikan sebagai besarnya peluang melakukan kesalahan
apabila memutuskan untuk menolak H0. Pada umumnya, p-value dibandingkan
dengan suatu taraf nyata α tertentu, biasanya 0,05 atau 5%. Taraf nyata α diartikan
sebagai peluang melakukan kesalahan untuk menyimpulkan bahwa H0salah, padahal
sebenarnya statement H0 yang benar. Misal α yang digunakan adalah 0,05, jika
p-value sebesar 0,021 (< 0.05), maka diputuskan menolak H0. Hal ini disebabkan
karena jika memutuskan menolak H0 (menganggap statement H0 salah),
33
merupakan ambang batas maksimal dimungkinkannya salah dalam membuat
keputusan.
Pada penelitian ini, Ho dapat berisi pernyataan tidak adalack of fit, variabel
prediktor (suhu dan konsentrasi lilin) berpengaruh terhadap respon, ada hubungan
antar variabel prediktor.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dinyatakan sebagai nilai R2 adalah besarnya keragaman
(informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang
didapatkan. Nilai R2berkisar antara 0 s.d. 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100%, maka
hal ini menunjukkan persentase keragaman (informasi) di dalam variabel Y yang
dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2, semakin
baik model regresi yang diperoleh.
Rumus Koefisien Determinasi adalah sebagai berikut :
Total Kuadrat Jumlah
gresi Kuadrat
Jumlah
R2 Re
Adapun langkah-langkah analisa pengolahan data dengan RSM dapat dilihat pada
34
Gambar 9. Diagram Alir Analisis Pengolahan Data dengan RSM.
Menentukan Variabel Bebas, Range dari Variabel dan Respon
Ya
Model orde kedua
Ada Lack of Fit
Transformasi dari Variabel dan atau Respon
Ya
Tentukan Titik Stationer
Analisis Permukaan Respon
Stop Tidak
Tidak
Rancangan Percobaan Orde Pertama
Model Orde Pertama
Uji Regresi Uji Lack of Fit
Rancangan Percobaan Orde Kedua Ada Lack of Fit