PENGARUH PENYADAPAN DAN POSISI TANDAN
TERHADAP MUTU BENIH SERTA TEKNIK KONSERVASI
KECAMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT AREN
(Arenga pinnata (Wurb) Merr)
YULIANUS ROMPAH MATANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurb) Merr)” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
ABSTRACT
YULIANUS ROMPAH MATANA. The effect of tapping and position of female inflorescence to seed quality and conservation technique of seedling on growth of sugar palm seedling. Under direction of ENDANG MURNIATI and ENDAH RETNO PALUPI.
The experiment was conducted at Seed Science and Techology Laboratory of IPB, from January to October 2012. The aim of this research was to investigate if tapping of male inflorescence and position of female inflorescence affect seed quality (experiment 1) and conservation technique and period at seedling stage affect subsequent growth of sugar palm seedling (experiment 2). A completely Randomized Design with two factors was used in experiment 1. The first factor was tapping i.e untapped and tapped. The second factor was position of female inflorescence i.e first, third and fifth. Each experiment was replicated four times. Split plot design with two factors was used in the experiment 2. The main plot was conservation technique i.e. plastic bag, rice husk charcoal with 10%, 20% and 30% moisture content, saw mill husk with 10%, 20% and 30% moisture content.The sub plot was periode of conservation i.e without conservation, one week and two weeks conservation. The result of experiment 1 showed that tapping and position of female inflorescence did not affect seed quality therefore seed can be taken from any trees in all position of female inflorescence. The result of experiment 2 showed that rice husk charcoal with 20% and 30% moisture content was effective for conservation sugar palm seedling up to two weeks. Keywords : conservation, female inflorescence, moisture content, rice husk
RINGKASAN
YULIANUS ROMPAH MATANA. Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI dan ENDAH RETNO PALUPI.
Tujuan penelitian (1) untuk mengetahui pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta (2) teknik dan lama konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren. Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Utara untuk pengambilan sumber benih dan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo Bogor Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Penelitian dimulai pada bulan Januari hingga Oktober 2012.
Penelitian terdiri dari dua percobaan yaitu : (1) Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih aren, (2) Pengaruh teknik konservasi terhadap vigor bibit aren. Percobaan pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah perlakuan penyadapan (T) yaitu penyadapan tandan (T1), dan tanpa penyadapan (T2). Faktor yang kedua adalah posisi tandan(P) yaitu pertama(P1), ketiga(P2) dan kelima(P3). Percobaan kedua dilaksanakan dengan menggunakan kecambah benih aren yang telah memiliki panjang apokol 2-3.5 cm. Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-plot Design) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama (petak utama) adalah teknik konservasi kecambah aren (P). Faktor kedua (anak petak) adalah waktu konservasi (K). Teknik konservasi kecambah aren terdiri atas tujuh perlakuan yaitu dikemas dalam kantong plastik, menggunakan arang sekam dengan kadar air yang berbeda (10%, 20%, 30%), menggunakan serbuk gergaji dengan kadar air yang berbeda (10%, 20%, 30%). Faktor kedua sebagai anak petak adalah waktu konservasi terdiri atas tiga perlakuan yaitu 0, 1 dan 2 minggu. Secara keseluruhan terdapat 21 kombinasi perlakuan.
Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah, kadar air benih, potensi tumbuh maksimum, bobot basah dan kering benih, panjang dan diameter benih, panjang plumula, panjang akar primer pada 90 HSS, waktu keluarnya apokol sepanjang 2 cm, panjang apokol 30 HSS, 60 HSS dan 90 HSS, jumlah bunga/spikel, jumlah buah/spikel, panjang spikel, jumlah tandan/pohon, persentase kecambah yang hidup selama konservasi, tinggi bibit, diameter batang bibit semu, panjang akar, luas daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan ratio pucuk:akar.
Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa arang sekam dengan kadar air 20% dan 30% dapat digunakan sebagai media pengemasan kecambah aren dengan jangka waktu dua minggu dan menghasilkan bibit aren yang berkualitas terbaik. Kata kunci: arang sekam padi, kadar air, konservasi, ratio pucuk:akar, tandan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENGARUH PENYADAPAN DAN POSISI TANDAN
TERHADAP MUTU BENIH SERTA TEKNIK KONSERVASI
KECAMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT AREN
(Arengga pinnata (Wurb) Merr)
YULIANUS ROMPAH MATANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr).
Nama : Yulianus Rompah Matana NRP : A251100111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Ujian: 28 Januari 2013 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Endang Murniati, MS.
Ketua
Dr. Ir Endah Retno Palupi, M.Sc Anggota
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Penulisan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Endang Murniati, MS dan Dr. Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak perencanaan hingga penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 tahun 2010. Dr.Ir Bambang Heliyanto, MSc (Ka. Balitka), Dr. Ir Chandra Indrawanto, MSc (Ka Balit Palma) dan teman seperjuangan dari Balit Palma Engelbert Manaroinsong, SP dan Ir Ismail Maskromo MSi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih SPs IPB dan Dr. Ir. Sudradjat MS sebagai penguji luar komisi serta teman-teman pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih angkatan 2010 atas semua waktu, bantuan dan dorongan semangatnya.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Istri tercinta Syane Rahel Samuri dan anakku yang tercantik Aurelia Yulisya Matana atas segala doa, pengorbanan, kesabaran yang tidak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar. Ayah B. B Matana (Alm) dan Ibu Christina T Manda yang telah mendoakan, membesarkan, mendidik serta membekali penulis dengan penuh kasih dan pengetahuan hingga saat ini. Kakak Tabita R Matana, Yerobeam K, Petrus, Imanuel dan adik Tokada serta keluarga besar di Bunaken yang telah memberikan motivasi, dukungan doa serta kasih dalam bersaudara.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pertanian.
Bogor, Februari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 28 Juli 1976 sebagai anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Benyamin Baba Matana (Almarhum) dan Christina Tiroan Manda.
Pendidikan SD hingga SMA ditempuh penulis di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Ujung Pandang dan pada tahun 1996 melanjutkan pendidikan di Universitas Sam Ratulangi melalui jalur UMPTN. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi pada tahun 2001.
Penulis mendapatkan kesempatan bekerja pada Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain di Manado pada tahun 2001. Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2002 dan pada tahun 2010 mendapatkan beasiswa pendidikan pascasarjana dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang) untuk melanjutkan pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Asal dan karakteristik Tanaman aren ... 5
Ekologi tanaman aren ... 6
Penyadapan tandan bunga jantan ... 7
Pembentukan dan karakter benih aren ... 10
Konservasi kecambah……… ... 11
BAHAN DAN METODE ... 13
Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat Penelitian ... 13
Metode Penelitian ... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
SIMPULAN DAN SARAN ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rataan jumlah bunga betina, jumlah buah, dan panjang spikel pada pohon aren yang disadap dan tidak disadap ... 22 2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh penyadapan dan posisi tandan
tandan bunga jantan dan posisi tandan bunga betina terhadap peubah yang diamati ... 27 3. Kadar air, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum benih
aren pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan ... 29 4. Pengaruh interaksi penyadapan dan posisi tandan terhadap bobot basah
dan kering benih aren ... 30 5. Diameter dan panjang benih pada perlakuan penyadapan dan posisi
tandan ... 31 6. Panjang apokol (cm) pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan ... 33 7. Waktu (hari) keluar apokol 2 cm pada perlakuan penyadapan dan posisi
tandan ... 34 8. Panjang akar primer pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan ... 36 9. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
kecambah yang hidup dan karakter morfologi bibit aren ... 39 10. Pengaruh interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap jumlah
kecambah yang hidup (%) ... 40 11. Tinggi tanaman pada konservasi 0 minggu pada teknik konservasi yang
berbeda ... 44 12. Tinggi tanaman pada konservasi satu minggu pada teknik konservasi
yang berbeda ... 45 13. Tinggi tanaman pada konservasi dua minggu pada teknik konservasi
yang berbeda ... 46 14. Pengaruh interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap Panjang
akar, diameter batang semu dan luas daun pada akhir pengamatan 18 MST. ... 48 15. Pengaruh interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap bobot
kering tajuk, bobot kering akar dan ratio tajuk akar pada akhir
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Buah dan benih dari pohon yang disadap dan tidak disadap ... 23 2. Tahapan perkecambahan benih aren menjadi bibit ... 24 3. Perkembangan embrio didalam apokol 10 HSS dengan pembesaran 200
µm, 20 HSS dengan pembesaran 1 mm, 30 HSS dengan pembesaran 200 µm dan 40 HSS dengan pembesaran 500 µm ... 26 4. Kriteria kecambah aren pada umur 90 HSS ... 37 5. Keragaan apokol yang mengalami konservasi selama 1 minggu pada
teknik konservasi yang berbeda-beda ... 42 6. Keragaan apokol yang mengalami konservasi selama 2 minggu pada
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap panjang akar primer bibit aren ... 67 2. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
daya berkecambah bibit aren ... 67 3. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
kadar air benih aren ... 67 4. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
potensi tumbuh maksimum benih aren ... 67 5. Analisis keragaman pengaruh penyadapandan posisi tandan terhadap
berat buah aren ……… 68 6. Analisis keragaman pengaruh penyadapandan posisi tandan terhadap
Bobot basah benih aren ... 68 7. Analisis keragaman pengaruh penyadapandan posisi tandan terhadap
Panjang plumula bibit aren ... 68 8. Analisis keragaman pengaruh penyadapandan posisi tandan terhadap
diameter benih aren ... 68 9. Analisis keragaman pengaruh penyadapandan posisi tandan terhadap
panjang benih aren ... 69 10. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
panjang apokol 30 HSS ... 69 11. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
panjang apokol 60 HSS ... 69 12. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
panjang apokol 90 HSS ... 69 13. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
waktu keluar apokol panjang 2 cm ... 70 14. Analisis keragaman pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap
bobot kering benih aren ... 70 15. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
persentase kecambah hidup ... 70 16. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
bobot kering tajuk ... 70 17. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
18. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap rasio tajuk akar ... 71 19. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap rasio
panjang akar ... 71 20. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap luas
daun ... 71 21. Analisisi keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
diameter batang………. 72
22. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap tinggi bibit umur 10 HST ... 72 23. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
tinggi bibit umur 12 HST ... 72 24. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
tinggi bibit umur 14 HST………... 72 25. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
tinggi bibit umur 16 HST………... 73 26. Analisis keragaman pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap
tinggi bibit umur 18 HST………... 73 27 Perhitungan jumlah air (ml) yang ditambahkan untuk mencapai kadar air
PENDAHULUAN
Tanaman aren merupakan salah satu tanaman perkebunan rakyat yang
memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan dan tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia. Produk utama tanaman aren adalah buah kolang-kaling,
tepung aren, ijuk dan nira aren.
Nira aren diperoleh dari penyadapan tandan bunga jantan. Tandan bunga
jantan akan muncul pada saat tandan bunga betina sudah muncul semua atau
sebagian. Tanaman aren dapat menghasilkan sekitar lima hingga tujuh tandan
bunga betina.
Buah aren yang dipanen dari tandan bunga betina tidak selalu menghasilkan
biji yang dapat digunakan sebagai benih sumber karena viabilitas dan vigor yang
rendah. Tandan bunga betina yang muncul secara berkesinambungan diduga
mempengaruhi proses perkembangan dan pengisian biji. Belum dilaporkan bahwa
posisi tandan mempengaruhi viabilitas benih dan vigor bibit yang dihasilkan.
Di daerah Tomohon, Sulawesi Utara terdapat dua kelompok pohon aren
yaitu pohon aren yang disadap dan pohon tidak disadap. Petani produsen benih
tetap menyadap pohon arennya, sementara Mujahidin et al. (2003) menyatakan
bahwa buah aren yang terbaik untuk benih berasal dari pohon aren yang tidak
disadap. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang mutu benih aren yang
berasal dari pohon yang disadap dan pohon yang tidak disadap. Maliangkay et al.
(1998) melaporkan terdapat perbedaan daya berkecambah benih aren antar
pohon, yang diduga disebabkan oleh adanya pengaruh penyadapan nira terhadap
perkembangan buah pada pohon tertentu sehingga daya berkecambah benih
menjadi rendah. Pohon aren yang disadap terus menerus akan menghasilkan buah
yang kelihatannya utuh tetapi menghasilkan biji yang berkerut dan kempes
sehingga akan menghasilkan bibit aren yang tidak baik (Maliangkay 2007). Hal
ini disebabkan penyadapan tandan bunga jantan dilakukan pada saat proses
perkembangan dan pengisian biji.
Bunga betina dapat berkembang menjadi buah aren jika sudah terjadi
penyerbukan, sedangkan bunga betina yang tidak mengalami penyerbukan akan
rontok. Ukuran buah umur 6 bulan setelah penyerbukan mencapai 22 x 28 mm
2
endosperma berbentuk bulat lonjong, lunak dan telah menempati 80% dari ukuran
benih (Mogea 1991). Selanjutnya Widyawati (2012) buah aren akan mengalami
perubahan warna buah dari hijau muda ke hijau tua atau kekuningan
membutuhkan waktu lebih dari satu tahun.
Benih aren yang baru dipanen bersifat dorman (Hadipoetyanti & Luntungan
1988). Secara alami benih aren memiliki masa dormasi yang cukup lama,
bervariasi dari 3-12 bulan bahkan ada yang sampai dua tahun. Benih aren juga
tidak bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hasil penelitian Rabaniyah
(1997) menyatakan bahwa benih aren yang disimpan selama dua bulan memiliki
daya berkecambah rata-rata 50.56% dengan menggunakan media serbuk gergaji
yang dilembabkan. Hal yang sama disampaikan oleh Mashud et al. (2001) bahwa
daya berkecambah benih aren yang disimpan selama delapan minggu (dua bulan)
hanya 41.50%.
Kendala dalam penyediaan bibit aren adalah waktu dan jumlah yang belum
terpenuhi karena periode perkecambahan yang cukup panjang (3-6 bulan) dan
perkecambahan yang rendah terutama jika benih dikirim dari jarak jauh. Salah
satu cara untuk menjamin mutu benih yang dipasarkan adalah pengiriman benih
dalam bentuk kecambah seperti yang dilakukan pada pemasaran benih kelapa
sawit.
Kurnila (2009) melaporkan bahwa pengiriman benih sawit dalam bentuk
kecambah dapat dilakukan dengan cara dibungkus kantong plastik dan
dimasukkan dalam box plastik yang telah berisi busa styrofoam sehingga saat tiba
di lokasi langsung siap untuk ditanam. Benih aren yang berkecambah membentuk
struktur yang merupakan pemanjangan embrio yang disebut apokol. Tumbuhnya
apokol merupakan salah satu indikator bahwa benih tersebut dapat tumbuh
menjadi tanaman baru.
Mutu kecambah dapat dipertahankan dengan menyimpannya dalam media
seperti serbuk gergaji dan arang sekam yang dilembabkan. Hasil penelitian yang
dilakukan Syaiful et al. (2007) menunjukkkan bahwa dengan menggunakan arang
sekam, benih kakao yang disimpan tetap memiliki vigor yang cukup tinggi
sehingga pada saat ditanam pertumbuhan bibit juga baik. Hal ini karena serbuk
3
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai mutu benih pada pohon aren yang disadap maupun tidak disadap serta
mendapatkan teknik konservasi didalam pengiriman benih dalam bentuk
kecambah.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh penyadapan dan posisi tandan pada pohon terhadap
mutu benih aren.
2. Mempelajari pengaruh teknik konservasi kecambah aren terhadap pertumbuhan
bibit aren.
Hipotesis
1. Mutu benih aren dipengaruhi penyadapan tandan bunga jantan dan posisi
tandan bunga betina pada pohon.
2. Terdapat interaksi antara penyadapan tandan bunga jantan dan posisi tandan
bunga betina terhadap mutu benih aren.
3. Teknik dan lama konservasi kecambah aren memengaruhi pertumbuhan bibit
aren.
4. Terdapat interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap pertumbuhan
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Karakteristik Tanaman Aren
Di wilayah Indonesia, tanaman aren (Arenga pinnata) mempunyai banyak
nama daerah seperti bajuk (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba),
anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (Dayak, Kalimatan),
onau (Toraja, Sulawesi Selatan) dan nawa-nawa (Ambon, Maluku). Di negara
lain, aren mempunyai berbagai nama seperti enau (Malaysia), kaong (Filipina),
chok tao (Thailand) dan sugar palm (Inggris) (BP DAS 2008).
Tanaman aren termasuk famili Arecaceae (pinang-pinangan). Tanaman
yang termasuk dalam famili ini adalah kelapa, kelapa sawit, pinang, sagu dan
sebagainya. Tanaman aren memiliki batang yang tidak mempunyai duri, tidak
bercabang, tinggi dapat mencapai 25 hingga 30 meter dan diameter pohon dapat
mencapai 80-150 cm. Batang tanaman aren dipenuhi dengan serabut-serabut
hitam yang kasar/ijuk dan pelepah daun tua melekat memenuhi batang aren
sehingga batang aren kelihatan kotor jika dibandingkan dengan batang pohon
kelapa dan pinang. Batang yang sudah mempunyai ijuk biasanya ditumbuhi oleh
berbagai jenis paku epifit (BP DAS 2008). Hasil penelitian Tenda (2009)
menyatakan bahwa di daerah Tomohon tanaman aren memiliki diameter batang
86.4-135 cm. Kulit batang aren memiliki nilai jual yang tinggi jika dijadikan
mebel dan nilai jualnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan mebel dari batang
kelapa.
Daun tanaman aren seperti daun kelapa, bertulang, daun sejajar, berwarna
hijau, hijau mengkilat dan memiliki panjang 6-12 meter. Satu tangkai daun
majemuk terdiri atas 80-155 helaian anak daun, tersusun menyirip ganjil. Panjang
tangkai daun dapat mencapai 1 sampai 2.5 meter, lebar anak daun 5-7 cm dan
memiliki lapisan lilin. Tanaman aren dapat menghasilkan 3-6 daun majemuk
dalam 1 tahun, tergantung kondisi lingkungan tumbuh tanaman aren. Dalam siklus
hidup tanaman aren menghasilkan sekitar 50 daun (Mujahidin et al. 2003).
Bunga betina berwarna hijau muda, mempunyai tiga ruang yang
masing-masing ruang terdapat satu bakal biji. Benih aren berasal dari tandan bunga betina,
6
tanaman baru. Satu pohon aren yang produktif dapat memproduksi empat hingga
tujuh tandan bunga betina (rata-rata enam) dan setiap tandan dapat menghasilkan
5000 buah aren dan terdapat tiga karpel (biji) yang bisa dijadikan benih atau
dalam satu pohon aren dapat menghasilkan 90 000 benih yang bisa tumbuh
sebagai tanaman baru (Maliangkay 2007).
Buah aren terdiri dari kulit buah (eksocarp), daging buah (mesocarp) dan
tiga buah biji. Benih aren memiliki ukuran panjang kira-kira 3 cm, penampang
melintang bagian tengahnya berbentuk segitiga, garis tengahnya 2.5 cm kulit
benih berupa lapisan yang berwarna hitam dan bersifat hardseed. Endospermanya
padat keras dan berwarna putih. Embrio terletak di bagian lateral ujung benih,
bentuknya seperti kerucut dengan ukuran 1.5 x 0.8 mm. Benih disebut
berkecambah bila terlihat adanya seludang keping biji yang bentuknya seperti
tabung keluar dari embrionya (apokol). Apokol tersebut segera menuju arah
kedalam tanah secara vertikal dalam pertumbuhannya (BP DAS 2008).
Ekologi Tanaman Aren
Tanaman aren memiliki sistem perakaran yang menyebar dan cukup dalam,
sehingga dapat dijadikan sebagai tanaman konservasi karena dapat berperan
mencegah erosi tanah. Tanaman aren memiliki kemampuan daya adaptasi yang
cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lahan dari dataran rendah sampai dataran
tinggi yang mencapai 1500 meter dpl. Tanaman aren akan menghasilkan
akar-akar utama yang bercabang-cabang membentuk akar-akar rambut yang berfungsi untuk
menyerap air dan hara dari dalam tanah (Polnaja 1999). Akar pohon aren
merupakan akar rambut dan berwarna hitam serta sangat kuat untuk menyokong
tubuh tanaman aren, menyebar lebih dari 10 meter dengan kedalaman mencapai
tiga meter (Smits dalam Rofik 2006).
Tanaman aren sangat cocok pada kondisi landai dengan kondisi agroklimat
beragam seperti daerah pegunungan dimana curah hujan tinggi dengan tanah
bertekstur liat berpasir. Pertumbuhan tanaman aren membutuhkan kisaran suhu
20-25°C, terutama untuk mendorong perkembangan generatif agar dapat berbunga
dan berbuah. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang
7
dapat dipertahankan dan berpengaruh terhadap pembentukan tajuk tanaman
(Polnaja 1999).
Tanaman aren juga tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang
hari sehingga dapat tumbuh dengan subur di daerah-daerah perbukitan yang
lembab yang banyak ditumbuhi oleh berbagai tanaman keras (Sunanto 1993).
Tekstur tanah yang cocok untuk tanaman aren adalah yang cukup sarang (mudah
meneruskan kelebihan air yang ada) seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di
lereng-lereng gunung dan tanah liat berpasir di sepanjang tepian sungai sehingga
kelembapan tanah tinggi.
Menurut Mahmud dan Amrizal (1991) selain pemanfaatan nira dan bagian
lain dari tanaman aren, tanaman aren juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan
sebagai tanaman budidaya lorong (alley cropping) untuk mengurangi laju erosi
terutama pada lahan-lahan yang mempunyai derajat kemiringan yang tinggi. Hal
yang sama disampaikan oleh Widyawati (2012) yang menyatakan bahwa pohon
aren yang memiliki daun yang lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk
sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan langsung ke permukaan tanah.
Partikel tanah akan terhindar dari jatuhnya butiran hujan yang keras secraa
langsung sehingga dapat mencegah laju erosi permukaan tanah. Selain konservasi
tanah, keberadaan tanaman aren juga berfungsi sebagai konservasi air.
Penyadapan Tandan Bunga Jantan
Di kota Tomohon, nira aren biasanya diolah menjadi gula cetak, minuman
tuak dan cap tikus (minuman tradisional) yang memiliki nilai jual tinggi yang
diperoleh dari penyadapan tandan bunga jantan. Selain nira, tanaman aren juga
menghasilkan kolang kaling 100 kg/pohon/tahun, ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun
dan tepung aren 40 kg/pohon bila tanaman tidak disadap niranya (Efendi 2009)
serta kulit kayu aren dapat diolah menjadi mebel atau kerajinan tangan seperti
halnya kayu kelapa.
Penyadapan dilakukan untuk mendapatkan nira aren dari tandan bunga, baik
pada bunga jantan maupun bunga betina. Pada umumnya yang disadap adalah
tandan bunga jantan karena jumlah niranya yang lebih banyak dan kadar gulanya
8
betina mempunyai fungsi lain yaitu kalau masih muda diambil buahnya untuk
dibuat kolang kaling dan kalau sudah tua digunakan sebagai benih aren.
Berdasarkan siklus hidupnya, tanaman aren termasuk tumbuhan yang
memiliki pertumbuhan terbatas (hapaxanthic palm) yaitu jenis palem yang
pertumbuhan batang dan pembentukan daun barunya (pertumbuhan vegetatif)
akan berhenti pada periode waktu tertentu, kemudian dilanjutkan dengan
pembentukan bunga dan diikuti pemasakan buah, pada saat tandan bunga jantan
telah keluar dibagian bawah batang maka tanaman akan mati (BP DAS 2008).
Pertumbuhan vegetatif akan berhenti jika pada ujung batang tanaman aren
mengeluarkan daun yang pendek yang merupakan indikasi pembentukan bunga
jantan dimulai. Bunga jantan pertama kali akan keluar pada batang bagian atas
dan akan turun sampai mencapai batang bagian bawah. Tandan bunga jantan pada
umumnya yang disadap niranya. Tandan bunga jantan lebih pendek dari bunga
betina. Panjangnya sekitar 50 cm, sedangkan bunga betina mencapai 175 cm.
Tandan bunga jantan dapat disadap pada saat sudah mengeluarkan benang sari.
Tanaman aren memiliki keunggulan didalam produksi nira dan kadar sukrosa
yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kelapa dan lontar. Para petani tidak
akan menyadap tandan bunga jantan terakhir (bunga jantan yang tumbuh di
tengah batang bagian bawah) karena mayang jantan semakin pendek dan kadar
gulanya semakin sedikit (Tenda et al. 2008).
Tandan bunga jantan biasanya muncul setelah tandan bunga betina muncul
seluruhnya, namun pada beberapa kasus ada juga tandan bunga betina akan
muncul setelah tandan bunga jantan muncul atau keluarnya tandan bunga jantan
dan tandan bunga betina secara bergantian, atau pada satu pohon hanya muncul
bunga betina tanpa ada bunga jantan, tetapi hal ini diduga karena kelainan genetik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tenda (2009) di daerah Tomohon, Sulawesi
Utara dengan ketinggian 700-800 mdpl jumlah tandan bunga betina yang
dihasilkan pada satu pohon sebanyak tujuh hingga sembilan tandan sedangkan
bunga jantan lima hingga tujuh tandan.
Tandan bunga betina terdiri atas 38 malai dengan 112-132 bunga betina.
Bunga betina berwarna hijau muda, terdiri atas dua kelopak keluar, tiga kelopak
9
Bakal buah beruang tiga masing-masing ruang terdapat satu bakal biji (Mujahidin
et al. 2003).
Panjang tangkai tandan bunga jantan dapat mencapai 1.8-2.5 meter, terdiri
dari beberapa kelopak bunga yang didalamnya mengadung benang sari yang
banyak serta terdapat filamen (Pongsattayapipat & Barford 2005). Penyadapan
tandan bunga jantan akan menghasilkan produksi nira yang berbeda antar lokasi
dan ketinggian. Di daerah Papua, aren dapat memproduksi nira aren rata-rata
11-15 liter/pohon/hari, di daerah Tomohon pada ketinggian yang sama tetapi lokasi
yang berbeda dapat menghasilkan produksi nira yang berbeda-beda yaitu 25-38
liter/pohon/hari di daerah Tara-tara sedangkan di daerah Woloan sekitar 24-30
liter/pohon/hari (Tenda 2009). Demikian juga antar aksesi di daerah Kalimatan,
aksesi Dalam Jambu Hilir dapat menghasilkan nira 11.78 liter/ pohon /hari dengan
kadar gula 11.84%, aksesi Genjah Anduhum dapat menghasilkan nira yang lebih
tinggi yaitu 17.2 liter/ pohon/hari dengan kadar gula 13.3% (Tenda et al. 2008).
Tanaman aren juga menghasilkan ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun pada umur
empat tahun sampai sembilan tahun dan buah untuk kolang–kaling 100 kg/pohon.
Setelah masa produktif, kayu aren dapat diolah menjadi mebel dan kerajinan
tangan dengan tekstur yang khas, memiliki nilai jual yang tinggi. Tanaman aren
juga mengandung tepung aren rata-rata 40 kg/pohon jika tidak disadap. Tepung
aren terdiri dari 98% amilosa dan amilopektin dengan sedikit kandungan
komponen kimia lainnya seperti lipida 0.02%, protein 0.26 dan abu 0.36%.
Kandungan amilosa dan amilopektin dari pati aren sama dengan pati sagu baruk
dan ubi kayu (Pontoh 2004).
Tanaman aren memiliki keunggulan dalam memproduksi nira, dimana
produksi dan kadar sukrosanya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelapa
dan lontar. Produksi nira kelapa dalam 0.6-1.2 liter/pohon/hari, kelapa Hibrida
2-3.5 liter/pohon/hari dan lontar sekitar 1.95-4.54 liter/pohon/hari. Kadar sukrosa
nira aren 13.9-14.9%, kelapa 12.03-14.85% sedangkan tanaman lontar 12.5%
10
Pembentukan dan Karakter Benih Aren
Buah aren merupakan hasil dari perkembangan bakal buah yang terdapat
pada tandan bunga betina yang telah berhasil dibuahi. Penyerbukan terhadap
tandan bunga betina dilakukan oleh seranggga atau angin secara silang dari pohon
yang berbeda. Hal ini terjadi karena tandan bunga betina lebih dulu muncul
semuanya atau sebagian kemudian muncul tandan bunga jantan. Penyerbukan
lebih besar dengan bantuan serangga daripada angin karena sifat serbuk sarinya
yang lengket dan cenderung untuk berkelompok membentuk suatu gumpalan
(Mogea 1991). Warna buah hijau muda sewaktu masih muda dan akan berubah
menjadi hijau tua (hijau gelap) kalau sudah tua (Mujahidin et al. 2003), buah aren
tumbuh dan berkembang sangat lambat, diperlukan waktu tiga tahun (36 bulan)
untuk menjadi buah yang masak secara fisiologi sejak anthesis. Fase anthesis pada
bunga betina sekitar empat hingga lima hari (Mogea 1991) dan selanjutnya
menurut Haris (1994) pertumbuhan embrio sampai 16 bulan setelah anthesis
belum terlihat tetapi setelah 30 bulan akan terlihat embrio sudah mencapai berat
maksimum.
Penebalan dinding sel endosperm sangat pesat terjadi menjelang
kematangan hingga memenuhi rongga sel pada buah pada bulan ke 36 setelah
anthesis. Endosperm akan menjadi keras seperti tulang yang merupakan sifat
khusus dari spesies tanaman palma (Haris 1994). Benih aren diperoleh setelah
melakukan ekstrasi terhadap buah aren. Di dalam buah aren terdapat dua atau tiga
biji aren yang dapat dijadikan benih. Berdasarkan pengalaman di lapang, ekstrasi
buah aren dapat dilakukan dengan cara merendam dalam air selama seminggu
atau 10 hari agar memudahkan didalam pengupasan eksokarp dan mesokrapnya
serta menghilangkan rasa gatal yang disebabkan oleh kalsium oksalat, selanjutnya
benih dicuci sampai bersih dan dikeringanginkan selama satu jam lalu dipilih biji
aren yang dapat dijadikan benih.
Benih aren tidak dapat langsung berkecambah. Keadaan ini dinamakan
dormansi. Menurut Ilyas (2010) dormansi benih adalah ketidakmampuan benih
untuk berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk
berkecambah. Dormasi dapat disebabkan karena ketidakmampuan benih secara
11
untuk perkecambahnnya. Secara alami benih aren memiliki masa dormasi yang
panjang yaitu bervariasi 3-12 bulan yang terutama disebabkan oleh kulit benih
yang keras (hardseed) dan impermeable sehingga menghambat terjadinya imbibisi
air kedalam benih.
Dormansi benih aren dapat juga disebabkan oleh adanya zat inhibitor
perkecambahan seperti ABA (Absisic Acid), kematangan embrio yang belum
sempurna, faktor genetik tanaman aren serta meningkatnya kadar senyawa
kalsium oksalat pada benih aren yang telah masak fisiologis yang dapat
menimbulkan rasa gatal (BP DAS 2008). Selanjutnya menurut Widyawati et al,
(2009) semakin tua benih aren maka semakin tinggi kadar lignin dan tanin benih
aren sehingga permeabilitas benih aren terhadap air semakin menurun.
Upaya pematahan dormansi telah banyak dilaksanakan untuk mengatasi
impermeabilitas kulit benih aren melalui perendaman dengan larutan HCl,
H2SO4, air panas dan perlakuan skarifikasi. Copeland & McDoland (2007)
menyatakan bahwa dormansi yang disebabkan oleh kondisi fisik benih dapat
dipatahkan dengan cara skarifikasi, mekanis ataupun kimia.
Penelitian Rofik dan Murniati (2008) menunjukkan bahwa perkecambahan
benih aren tertinggi (88.33%) diperoleh setelah melalui pengemplasan benih pada
bagian keluarnya operkulum (deoperkulasi) dan dikecambahkan dalam media
pasir. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Widyawati et al. (2009) bahwa
tingkat pengemplasan pada benih aren mempengaruhi persentase daya
berkecambah benih aren, benih aren yang diamplas pada bagian operkulumnya
memiliki daya berkecambah sebesar 82.5%.
Konservasi Kecambah
Benih rekalsitran adalah benih yang tidak bisa disimpan lama kalau kadar
airnya diturunkan, demikian pula kalau disimpan dalam keadaan kering dan
dingin, sehingga diperlukan penyimpanan dalam bentuk kecambah. Penyimpanan
dalam bentuk kecambah sangat bermanfaat ketika menunggu waktu penanaman di
lapang yang belum siap ditanam. Konservasi dalam bentuk kecambah juga
merupakan terobosan yang baru didalam teknik pengiriman benih dalam bentuk
12
dormán. Pematahan dormansi dengan teknik deoperkulasi merupakan perlakuan
yang telah berhasil dilakukan untuk mematahkan dormansi benih aren (Rofik &
Murniati 2008, Widyawati et al., 2009 ).
Pada prinsipnya konservasi kecambah adalah mempertahankan kecambah
agar tetap memiliki vigor yang tinggi pada saat ditanam. Pada benih sawit,
pengiriman dan penjualan benih dalam bentuk kecambah normal yaitu benih yang
memiliki radikula dan plúmula dengan kriteria tertentu. Kecambah dimasukkan
dalam kantong platik ukuran 26 x 30 cm berisi 150 kecambah dan diberi suplai
oksigen serta kecambah segera ditanam dalam 3-5 hari setelah diterima (Kurnila
2009). Selain dalam bentuk kecambah, konservasi benih juga dapat dilakukan
dalam bentuk semai. Semai dihambat pertumbuhannya dengan cara memanipulasi
faktor lingkungannya (pengaturan cahaya, suhu dan sebagainya) atau pemberian
zat pengatur tumbuh (Syamsuwida 2002). Hasil penelitian Syamsuwida et
al.,(2010) menunjukkan bahwa penggunaan bahan penghambat tumbuh paklobutrazol sangat cocok untuk tujuan penyimpanan semai mimba (Azadirachta
indica) yang bersifat rekalsitran.
Selain konservasi kecambah dan semai dengan menggunakan zat pengambat
tumbuh dan manipulasi kondisi simpan, konservasi benih dengan menggunakan
media yang dilembabkan dapat dilakukan. Menurut Yuniarti et al., (2008)
penggunaan serbuk sabut kelapa yang lembab merupakan media yang cocok
untuk penyimpanan benih damar.
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB
Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Bogor untuk pengujian
mutu fisiologi benih, Laboratorium Ekofisiologi Balitro untuk pengukuran luas
daun, Laboratorium Mikroteknik IPB untuk pengamatan embrio aren dan sumber
benih berasal dari Kota Tomohon Propinsi Sulawesi Utara. Penelitian
dilaksanakan selama sepuluh bulan dari bulan Januari hingga Oktober 2012.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah benih aren yang diperoleh dari populasi
pohon aren yang telah berumur diatas 10 tahun di perkebunan rakyat di kecamatan
Tomohon Timur kota Tomohon. Aquades steril, klorox 1%, serbuk gergaji, tanah
dan insektisida carbofuran. Alat yang akan digunakan media perkecambahan yaitu
arang sekam padi, serbuk gergaji, boks perkecambahan dari plastik yang 32.5 x
22.5 cm, plastik mika, timbangan analitik, oven, gelas ukur, kertas amplas,
mistar/meteran, alat tulis menulis, polibag 2 kg ukuran 20 x 14 cm, tanah dan
kompos.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yang terpisah yaitu :
Percobaan I : Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih aren
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua kegiatan. Kegiatan pertama
pengambilan materi penelitian berupa benih aren di lokasi kota Tomohon,
Propinsi Sulawesi Utara dan kegiatan kedua yaitu perkecambahan benih aren
untuk mengetahui pengaruh penyadapan dan posisi tandan di pohon terhadap
mutu fisiologi benih aren.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan pohon yang disadap (T1) dan pohon
14
ketiga (P2) dan kelima (P3), sehingga terdapat enam kombinasi perlakuan sebagai
berikut :
1. T1P1 2. T1P2 3. T1P3
4. T2P1 5. T2P2 6. T2P3
Penelitian diulang empat ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan
dan tiap ulangan menggunakan 25 benih sehingga jumlah benih yang dibutuhkan
adalah 600. Model rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan
tersebut adalah sebagai berikut:
Yij = µ + βi + ρj + (βρ) ij + єij Keterangan:
Yij = Respon pengamatan penyadapan ke-i dan perlakuan posisi tandan ke-j
µ = Rataan umum
βi = Pengaruh penyadapan ke-i ρj = Pengaruh posisi tandan ke-j
(βρ) ij = Pengaruh interaksi antara penyadapan ke –I dan posisi tandan ke -j єij = Pengaruh galat percobaan pengamatan penyadapan ke-i
dan perlakuan posisi tandan ke-j
Pelaksanaan Percobaan
1. Persiapan media perkecambahan
Media perkecambahan yang digunakan adalah arang sekam padi. Sebelum
digunakan media perkecambahan disterilkan secara basah dengan cara dikukus
selama 2-3 jam. Media perkecambahan tersebut dimasukkan ke dalam plastik
perkecambahan ukuran 32.5 x 22.5 cm dengan volume media adalah ½ bagian.
2. Persiapan benih
Buah yang telah diperoleh direndam dalam air selama lima hari. Tujuan
perendaman adalah mempermudah melepaskan kulit buah dan menghilangkan
kalsium oksalat yang melekat di benih. Sisa daging buah dibersihkan dengan cara
menggunakan serbuk gergaji, setelah kulit buah terlepas maka benih dipilih untuk
diberi perlakuan. Benih yang terpilih adalah benih yang memiliki ukuran yang
sama , tidak cacat dan memiliki struktur kulit benih yang mengkilap, setelah itu
15
aren dilakukan menggunakan teknik deoperkulasi. Deoperkulasi merupakan
teknik pengikisan/skarifikasi benih tepat pada posisi embrio benih aren (Rofik &
Murniati 2009). Segera setelah perlakuan deoperkulasi, benih langsung
dimasukkan dalam media serbuk gergaji yang telah dilembabkan untuk mencegah
benih menjadi rusak karena embrio menjadi kering dan diberi perlakuan klorox
1% selama 30 menit untuk mengurangi kontaminasi oleh cendawan. Selanjutnya
benih ditanam pada media perkecambahan. Masing-masing plastik
perkecambahan berisi 25 benih.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada fase perkecambahan. Kriteria kecambah normal
yang digunakan adalah plumula berkembang sehat, tidak rusak dengan panjang
lebih dari dua kali panjang benih, radikula berkembang dengan baik dan tidak
bengkok. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur viabilitas menurut Sadjad,
Murniati dan Ilyas (1999) adalah sebagai berikut :
1. Potensi tumbuh maksimum (PTM).
Pengamatan dilakukan pada benih yang tumbuh baik normal maupun
abnormal pada pengamatan terakhir (90 hari) kemudian dipersentasekan.
Rumus untuk menghitung PTM adalah :
PTM =
x 100%
2 Daya berkecambah (DB)
Persentase DB benih dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN)
pada hitungan pertama yaitu 60 hari setelah tanam (HST) dan hitungan kedua
yaitu 90 HST (Rofik & Murniati, 2008) dengan rumus:
DB =
T x 100%
Dimana :
KN1 : Jumlah kecambah normal pada 60 HSS
16
3 Kadar air benih
Benih sebanyak 5 butir dipotong-potong kemudian dikeringkan dalam oven
105 oC selama 17 jam.
Kadar air benih =
x 100 %
Dimana :
M1 = Berat cawan kosong (g)
M2 = Berat cawan dan benih sebelum oven (g)
M3 = Berat cawan dan benih setelah oven (g)
4. Bobot basah dan kering benih
Benih sebanyak lima buah ditimbang untuk mendapatkan bobot basah lalu
benih dimasukkan dalam oven selama 2 hari pada suhu 80 oC lalu ditimbang
untuk mendapatkan bobot kering benih.
5. Panjang dan Diameter benih
Pengukuran panjang dan dimeter benih diukur sebelum benih
dikecambahkan sebanyak 25 buah.
6. Panjang apokol
Panjang apokol diukur pada 30, 60 dan 90 HSS, setiap satuan percobaan
menggunakan sepuluh kecambah.
7 Waktu (hari) keluarnya apokol dengan panjang 2 cm.
8. Panjang Plumula
Panjang plumula diukur pada saat akhir pengamatan dan setiap satuan
percobaan diwakili sepuluh bibit aren.
9. Panjang akar primer
Panjang akar primer diukur pada akhir pengamatan dan setiap satuan
percobaan diwakili sepuluh bibit aren.
10 Karakter pohon aren
Pengamatan terhadap pohon yang disadap dan tidak disadap diamati
karakternya yaitu jumlah bunga betina/spikel, jumlah buah/spikel, panjang
spikel/tandan dan jumlah tandan/pohon.
17
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% sedangkan karakter pohon aren diuji dengan uji T.
Percobaan II : Pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap pertumbuhan bibit aren
Percobaan kedua dilaksanakan berdasarkan perlakuan yang terbaik dari
percobaan pertama. Percobaan kedua dilaksanakan dengan menggunakan
kecambah benih aren yang telah berukuran 2-3.5 cm. criteria kecambah yang
digunakan tidak busuk, berwarna putih dan tidak patah. Rancangan percobaan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-plot
Design) berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama (petak utama) adalah teknik konservasi kecambah aren (P).
Faktor kedua (anak petak) adalah lama konservasi (K). Faktor utama adalah
teknik konservasi kecambah aren terdiri dari atas tujuh perlakuan yaitu :
1. PO = Dikemas dalam kantong plastik (kontrol),
2. P1 = Menggunakan arang sekam dengan kadar air 10%
3. P2 = Menggunakan arang sekam dengan kadar air 20%
4. P3 = Menggunakan arang sekam dengan kadar air 30%
5. P4 = Menggunakan serbuk gergaji dengan kadar air 10%
6. P5 = Menggunakan serbuk gergaji dengan kadar air 20%
7. P6 = Menggunakan serbuk gergaji dengan kadar air 30%.
Perhitungan jumlah air yang ditambahkan ke dalam media konservasi
disajikan pada Lampiran 27.
Faktor kedua sebagai anak petak adalah lama konservasi terdiri atas tiga
perlakuan yaitu :
1. K1 = 0 minggu,
2. K2 = 1 minggu,
3. K3 = 2 minggu.
Secara keseluruhan terdapat 21 kombinasi perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 63 satuan percobaan,
setiap satuan percobaan terdiri atas 10 kecambah aren sehingga dibutuhkan 630
18
Model matematika dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
Yijk = µ + Pk +δik + kj + (βk)ij+єijk
Keterangan:
Yijk = Respon pengamatan teknik konservasi kecambah ke-k dan perlakuan
waktu konservasi ke-j, dan ulangan ke-k
µ = Rataan umum
Pk = Pengaruh media konservasi ke-k δik = Pengaruh galat dari petak utama kj = Pengaruh waktu konservasi ke- j
(Pk)ij = Pengaruh interaksi antara teknik konservasi taraf ke-k dan waktu
konservasi taraf ke- j
єijk = Pengaruh galat karena pengaruh teknik konservasi taraf ke-i dan waktu konservasi taraf ke-j pada ulangan ke-k
Pelaksanaan percobaan
Persiapan media perkecambahan dan persiapan benih sama seperti
percobaan pertama. Benih yang terpilih adalah benih yang memiliki ukuran yang
sama, tidak cacat dan memilki struktur kulit benih yang mengkilap. Benih aren
yang telah dideoperkulasi dikecambahkan sampai mengeluarkan apokol
berukuran kurang dari 2-3.5 cm. Kecambah kemudian dimasukkan dalam wadah
plastik (kotak plastik) dengan media konservasi sesuai perlakuan sebanyak 100
gram. Kemudian kecambah aren disimpan pada suhu ruang (25-29 oC) dan
dikonservasikan selama nol, satu dan dua minggu. Perlakuan nol minggu waktu
konservasi, kecambah langsung ditanam dalam polibag ukuran 2 kg (14 x 10 cm).
Kecambah yang telah dikonservasi (satu dan dua minggu) kemudian ditumbuhan
dalam polibag 2 kg dengan menggunakan media tanah dan kompos (2:1) (v:v) lalu
dilakukan pengamatan setiap minggu selama lima bulan.
Pengamatan
Pengamatan terbagi atas dua bagian yaitu pada fase konservasi dan
pertumbuhan bibit. Benih yang telah berkecambah yang ditandai keluarnya apokol
19
Kemudian apokol diberi perlakuan sesuai dengan taraf perlakuan lalu dilakukan
pengamatan setiap minggu terhadap :
1. Persentase kecambah yang hidup selama konservasi.
Menghitung kecambah yang hidup selama periode konservasi
kecambah yang hidup =
T x 100%
2. Tinggi bibit
Pengukuran tinggi bibit dilakukan dengan menggunakan meteran, tiap
ulangan digunakan tiga sampel. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang
semu sampai ujung daun yang tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap
minggu setelah di dalam polibag.
3. Diameter batang semu
Diameter batang bibit diukur dari 1.5 cm dari permukaan tanah dengan
menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan
dimana setiap ulangan diwakili tiga bibit aren.
4. Panjang akar
Pengamatan panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan yaitu setelah
lima bulan ditumbuhkan di dalam polibag. Panjang akar diukur dari ujung
apokol hingga ujung akar, dimana setiap ulangan diwakili tiga bibit aren.
5. Luas daun
Pengamatan luas daun dilakuan pada akhir pengamatan, dimana setiap
ulangan diwakili tiga bibit aren. Luas daun ditentukan dengan menggunakan
alat leaf area meter di laboratorium Ekofisiologi Tanaman, Balitro. Cimanggu
Bogor.
6. Bobot kering tajuk
Pada akhir pengamatan tajuk dikeringkan dengan oven selama tiga hari pada
suhu 60oC lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot kering tajuk.
7. Bobot kering akar.
Pada akhir pengamatan akar dikeringkan dengan oven selama tiga hari pada
suhu 60oC lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot kering akar. Setiap
20
8. Rasio tajuk:akar
Rasio tajuk dan akar dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering tajuk
dengan bobot kering akar, setiap ulangan menggunakan tiga bibit aren.
Semua data dianalisis dengan uji F dengan program Statistical Analysis
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Lokasi penelitian mempunyai topografi lahan datar dengan tekstur tanah
yang remah dengan jenis tanah inseptisol. Pohon aren yang terseleksi untuk
sampel penelitian mempunyai ukuran yang tidak seragam, walaupun rata-rata
sudah berumur sekitar 15 tahun, karena jarak tanam yang tidak beraturan dan
bahkan ada tanaman muda yang tumbuh disela-sela tanaman tua. Jarak tanam
yang tidak beraturan membentuk populasi dengan kepadatan tidak merata. Pada
area yang padat dan rimbun penetrasi cahaya kurang optimal sehingga
memengaruhi pertumbuhan.
Pengecambahan benih aren yang telah diskarifikasi dilakukan pada dua
tempat berbeda yaitu empat minggu pertama pengecambahan dilakukan pada
ruang dengan RH 89% dan suhu 25 oC pada pagi hari, RH 85% dan suhu 27 oC
pada siang hari dan RH 87% dan suhu 26 oC sore hari. Minggu selanjutnya
pengecambahan dilanjutkan di rumah plastik Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Leuwikopo IPB, Bogor dengan RH 99% dan suhu 25 oC pada pagi hari, RH 85%
dan suhu 30 oC pada siang hari dan RH 92% dan suhu 27 oC sore hari.
Perpindahan tempat disebabkan terjadi kerusakan lokasi pengecambahan pertama.
Keadaan kecambah sampai lima bulan setelah pengecambahan
menunjukkan pertumbuhan yang sehat, sebagaimana ditunjukkan oleh daun
tanaman tetap utuh. Pengamatan terhadap media tumbuh ditemukan jamur yang
diduga berasal dari kompos akan tetapi tidak mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan bibit aren, karena setelah beberapa hari jamur tersebut pada
umumnya mati.
Secara visual pohon aren yang disadap tidak berbeda dengan yang tidak
disadap. Menurut informasi dari petani, benih umumnya diambil dari biji yang
telah jatuh atau bahkan yang sudah berkecambah. Karakter pohon aren yang
22
Tabel 1 Rataan jumlah bunga betina, jumlah buah dan panjang spikel pohon aren yang disadap dan tidak disadap.
Variabel Disadap Tidak disadap Uji T Jumlah bunga betina/spikel
Tandan pertama Panjang spikel (cm)
Tandan pertama
Keterangan: rata-rata dari empat pohon pada masing-masing perlakuan penyadapan, angka dalam kurung adalah persentase bunga menjadi buah * : nyata pada uji T dan tn : tidak nyata pada uji T.
Hasil uji T menunjukkan bahwa jumlah bunga betina pada pohon yang
disadap tidak berbeda nyata dengan pohon yang tidak disadap. Walaupun
demikian pohon yang disadap memiliki kecenderungan jumlah bunga betina lebih
tinggi jika dibandingkan pohon yang tidak disadap. Jumlah bunga per tandan tidak
ditentukan oleh posisi tandan, bahkan tidak ada pola tertentu terkait dengan posisi
tandan. Pada pohon yang disadap dari semua posisi tandan, posisi tandan kelima
memiliki jumlah bunga betina tertinggi (994.5) dan terendah pada tandan ketiga
(694.3) sedangkan pohon yang tidak disadap, posisi tandan ketiga tertinggi
(610.8) dan terendah pada tandan kelima (564).
Hasil uji T menunjukkan bahwa perlakuan penyadapan memengaruhi
jumlah buah. Persentase bunga yang berkembang menjadi buah per tandan pada
pohon yang disadap mencapai sekitar 60.6-84.8%, sementara pada pohon yang
tidak disadap sekitar 86.7-90.0%. Rendahnya pembentukan buah pada pohon yang
disadap dapat disebabkan oleh tingginya kerontokan bunga atau kerontokan buah
muda. Hasil penelitian ini mempertegas penelitian Maliangkay (2007) yang
menyatakan bahwa penyadapan tandan bunga jantan secara terus menerus dapat
menyebabkan bunga betina tidak berkembang sehingga menghasilkan benih yang
23
Penyadapan menghasilkan buah dengan ukuran lebih kecil sehingga ukuran
benih yang dihasilkan juga berukuran kecil (Gambar 1A). Sebaliknya perlakuan
tanpa penyadapan, secara visual menghasilkan ukuran buah yang besar dan
ukuran benih yang lebih besar dibanding benih disadap (Gambar 1B).
Gambar 1 Buah dan benih aren dari pohon yang disadap (A) dan tidak disadap (B)
Perkecambahan Benih Aren
Perkecambahan benih aren diawali dengan proses imbibisi yang dikuti oleh
pertumbuhan apokol. Sebelum dikecambahkan benih aren diberi perlakuan
deoperkulasi. Deoperkulasi dilakukan dengan lebih dulu mengamati posisi embrio
yang umumnya ditandai dengan adanya tonjolan kecil disebut operkulum.
Operkulum tersebut diamplas (skarifikasi) untuk memudahkan imbibisi. Posisi
embrio tidak sama pada semua benih aren, terkadang disisi kanan, kiri atau
ditengah bagian punggung (Gambar 2A).
Buah Benih
A A
Buah Benih
24
Proses imbibisi pada benih aren tidak menyebabkan benih mengalami
pembengkakan karena endosperm yang sangat keras. Proses perkecambahan
benih aren, diawali dengan munculnya jaringan yang menonjol keluar dari
permukaan benih pada operkulum lalu jaringan tersebut akan membentuk
lingkaran seperti cincin (Gambar 2B). Jaringan bentuk cincin ini muncul sekitar
5-10 hari setelah semai (HSS) yang kemudian merupakan tempat munculnya
apokol, dan akan terus menempel pada daerah operkulum.
Gambar 2 Tahapan perkecambahan benih aren menjadi bibit: benih yang telah dideoperkulasi (A); apokol yang mulai muncul dari daerah operkulum 5-10 HSS (B); apokol yang sudah memanjang,15-30 HSS (C), akar primer mulai muncul dari ujung apokol 40-60 HSS (D), akar sekuder terbentuk dari akar primer 70-90 HSS (E); daun pertama mucul di permukaan tanah 100-120 HSS (F); apokol masih bertahan dan menempel pada benih 130-140 HSS (G); daun pertama yang sudah membuka penuh 150-160 HSS (H).
Tipe perkecambahan benih aren adalah epigeal. (Nurhasybi et al. 2003)
karena embrio terangkat ke permukaan tanah. Posisi embrio benih aren terletak
pada sisi kanan atau kiri punggung benih, sehingga perkecambahan dimulai dari
salah satu sisi tersebut.
A B C D
25
Perkecambahan benih aren diawal dengan perkembangan kecambah yang
spesifik setelah 10 HSS, diawali dari daerah operkulum yang telah dideoperkulasi
akan keluar jaringan yang berbentuk tabung dinamakan apokol berwarna putih.
Didalamnya berisi calon plumula dan akar primer (Gambar 2C). Hasil ini
didukung oleh penelitian Asikin dan Puspitaningtyas (2000) yang menyatakan
bahwa apokol embrio aren pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh mulai
terinisiasi pada hari ke 10 dan terus mengalami perpanjangan. Apokol akan keluar
dari tengah jaringan yang berbentuk cincin dan terus berkembang dan
memanjang. Bagian endosperma yang diskarifikasi biasanya tumbuh jamur. Jamur
ini akan menempel dipermukaan endosperma yang dideoperkulasi. Munculnya
jamur mungkin disebabkan media arang sekam lembab dan kondisi lingkungan
yang lembab. Namun keberadaan jamur ini tidak menganggu pertumbuhan dan
perkembangan apokol.
Apokol akan terus memanjang. Umumnya apokol tidak lurus tetapi bengkok
yang mungkin disebabkan oleh wadah perkecambahan yang terlalu pendek dan
media perkecambahan yang porous. Pada 40-60 HSS jaringan apokol bagian
bawah akan membesar, karena embrio didalam jaringan apokol mulai
berkembang. Menurut Masano (1980) benih aren yang diperoleh dari kotoran
musang, pada 54 hari setelah semai akan tumbuh akar-akar lateral. Batas antara
ujung apokol dan akar primer sangat jelas terlihat (Gambar 2D). Pada 70-90 HSS,
plumula akan terus berkembang, akar primer akan terus memanjang yang disertai
pembentukan akar sekunder disekitar akar primer dan ujung apokol (Gambar 2E).
Sepanjang akar primer tumbuh bulu-bulu akar yang banyak. Benih yang tidak
berkembang secara sempurna sampai 90 HSS akan membentuk kecambah
abnormal. Bibit yang telah dipindahkan ke media tumbuh dalam polibag akan
berkembang dan tumbuh ditandai dengan perkembangan daun (Gambar 2F).
Benih yang terangkat ke permukaaan tanah tetap menempel pada apokol (Gambar
2G) bahkan ketika daun sudah terbuka sempurna pada 150-160 HSS (Gambar
2H). Terbukanya daun secara sempurna menggantikan peran endosperma untuk
menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan tanaman, sebagaimana terlihat dari benih
yang melunak karena diduga endosperma telah dirombak untuk menyediakan
26
Embrio terletak di dalam apokol dan pada saat apokol berkembang selama
perkecambahan dan embrio di dalamnya juga berkembang. Pada 10 HSS embrio
berupa jaringan membulat di dalam rongga embrio (Gambar 3A), yang
berkembang memanjang pada 20 HSS (Gambar 3B). Pada 30 HSS (Gambar 3C)
plumula sudah berkembang dan terlihat jelas dan pada 40 HSS plumula semakin
memanjang dan radikula mulai terbentuk. Pada fase ini perkembangan orous
embrio terjadi sangat cepat (Gambar 3D).
Pada umur semai 10 HSS, embrio di dalam apokol memiliki ukuran panjang
511.4 µm dan diameter apokol 422.3 µm . Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada
daerah embrio, apokol berongga sehingga embrio dapat berkembang. Pada umur
semai 20 HSS ukuran panjang embrio 1776.3 µm diameter apokol 573.9 µm.
Gambar 3 Perkembangan embrio di dalam apokol pada 10 HSS (bar = 200 µm) (3A), 20 HSS (bar = 1 mm) (3B), 30 HSS (bar = 200 µm) (3C) dan 40 HSS (bar = 500 µm) (3D).
Struktur yang pertama muncul di permukaan tanah adalah koleoptil yang
berfungsi sebagai pelingdung plumula dan merupakan struktur yang menembus
apokol untuk perkembangan plumula. Koleoptil dan plumula sudah berkembang
pada umur semai 30 HSS dengan ukuran panjang embrio 2236.43 µm dan
A B
27
diameter 744.87 µm dan pada umur semai 40 HSS ukuran panjang embrio
5829.63 µm dan diameter 1319.52 µm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
endosperma menyuplai nutrisi bagi perkembangan apokol pada 10-30 HSS.
Apokol yang sudah berkembang berfungsi mengabsorbsi air untuk perkembangan
embrio di dalam apokol. Pada 40 HSS endosperma masih berperan sebagai
cadangan makanan untuk perkembangan dan pertumbuhan embrio.
Percobaan 1 : Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih aren.
Hasil analisis ragam beberapa peubah pengaruh penyadapan dan posisi
tandan disajikan dalam Lampiran 1 sampai 14. Rekapitulasi hasil analisis ragam
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh penyadapan tandan bunga jantan dan posisi tandan bunga betina terhadap peubah yang diamati
Peubah Penyadapan (T)
Daya berkecambah (%)
Potensi tumbuh maksimum (%) Berat buah (g)
Bobot basah benih (g) Bobot kering benih (g) Diameter benih (cm) Panjang benih (cm)
Waktu keluar apokol 2 cm (hari) Panjang apokol pada 30 HSS (cm) Panjang apokol pada 60 HSS (cm) Panjang apokol pada 90 HSS (cm) Panjang akar primer 90 HSS (cm) Panjang plumula 90 HSS (cm)
tn
Tabel 2 menunjukkan tidak terdapat interaksi antar perlakuan penyadapan
tandan bunga jantan dan posisi tandan bunga betina pada peubah yang diamati
kecuali bobot basah dan bobot kering benih. Faktor tunggal perlakuan penyadapan
tandan bunga jantan dari hasil pengujian statistik menunjukkan pengaruh sangat
nyata pada peubah bobot basah benih, berpengaruh nyata pada diameter benih,
panjang benih, waktu keluarnya apokol panjang 2 cm, pada 30 HSS dan panjang
28
potensi tumbuh maksimum (PTM), berat buah, bobot kering benih, panjang
apokol 60 dan 90 HSS serta panjang plumula, demikian halnya pada pengaruh
faktor tunggal posisi tandan tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati.
Daya berkecambah yang merupakan salah satu tolok ukur viabilitas benih
menggambarkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman baru pada kondisi optimum. Daya berkecambah benih aren pada
perlakuan penyadapan tertinggi (84%) dibandingkan dengan tanpa penyadapan
(79.77%), sedangkan berdasarkan perlakuan posisi tandan, ada kecenderungan
tandan kelima mempunyai daya berkecambah tertinggi (82%), diikuti tandan
ketiga dan pertama (81.75%), namun secara statistik tidak menunjukkan adanya
perbedaan. Suatu lot benih dikategorikan mempunyai viabilitas tinggi jika daya
berkecambahnya diatas 80%.
Perlakuan posisi tandan memberikan nilai daya berkecambah diatas 80%
(Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa posisi tandan tidak berpengaruh terhadap
viabilitas benih. Tidak adanya perbedaan daya berkecambah disebabkan karena
benih yang digunakan masih baru sehingga mutu benih aren yang digunakan
masih tinggi dan lingkungan perkecambahan yang optimum serta penggunaan
media arang sekam yang mampu menjaga kelembaban serta memiliki porositas
yang baik sebagai media perkecambahan sangat ideal untuk perkecambahan benih
aren.
Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa benih yang dipanen dari pohon
yang disadap maupun tidak disadap serta semua posisi tandan bunga betina dapat
digunakan sebagai sumber benih karena perlakuan penyadapan dan posisi tandan
tidak memengaruhi daya berkecambah benih. Hasil penelitian ini
mendukung/membenarkan tindakan yang dilakukan oleh petani. Umumnya
petani mengumpulkan benih dan menggunakan sumber benih berasal dari
pohon-pohon yang disadap sehingga dapat dikatakan perlakuan penyadapan tidak
29
Tabel 3 Kadar air, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum benih aren pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan
Perlakuan Kadar air benih (%)
Posisi tandan : Pertama
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Benih yang normal mengandung bahan makanan yang cukup untuk
menyediakan kebutuhan energi pada saat perkecambahan, hal ini ditunjukkan dari
peubah potensi tumbuh maksimum (PTM). PTM menunjukkan potensi benih
untuk tumbuh, walaupun terdapat benih yang tumbuh tidak normal. Benih yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki potensi tumbuh sangat baik yaitu 100 %
dapat tumbuh (Tabel 3). Nilai PTM yang tinggi dari benih aren dalam penelitian
ini, diduga disebabkan oleh teknik deoperkulasi yang baik untuk perkecambahan
aren, kondisi dan media perkecambahan yang optimum. Penelitian Setyanigrum
(2006) menunjukkan hasil yang berbeda, perlakuan skarifikasi pada bagian
punggung dekat posisi embrio menghasilkan nilai PTM yang sangat rendah <
20% yang diduga karena perlakuan skarifikasi yang tidak tepat baik dari posisi
maupun intensitas yang mengkikis jaringan pada operkulum sampai melukai
embrio. Pengikisan jaringan yang terlalu banyak akan menyebabkan imbibisi
terjadi dengan cepat dan mengakibatkan benih membusuk. Hal ini didukung oleh
Widyawati et al (2009) yang menyatakan bahwa pengemplasan pada seluruh permukaan benih aren akan menyebabkan embrio membusuk. Hasil penelitian ini
memberikan indikasi bahwa perlakuan penyadapan dan posisi tandan tidak
memengaruhi potensi tumbuh maksimum benih aren.
Benih aren termasuk benih rekalsitran. Salah satu sifat benih rekalsitran
adalah kadar air yang tinggi pada saat panen (Quan et al. 2003). Tabel 3
menunjukkan kadar air panen benih aren yang cukup tinggi berkisar 30-31%
30
Kadar air yang tinggi dan daya berkecambah yang tinggi setelah panen
merupakan salah satu karakter benih rekalsitran. Hasil penelitian ini mendukung
Rabaniyah (1997) yang menyatakan penurunan kandungan air benih aren dapat
menurunkan daya berkecambahnya. Berdasarkan perlakuan posisi tandan, semua
tandan mempunyai kadar air tinggi diatas 30% dan tidak berbeda nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kematangan benih pada semua posisi tandan tidak
berbeda. Benih yang digunakan dalam penelitian ini telah mencapai masak
fisiologis yang ditandai endosperma keras dan kulit benih hitam mengkilap.
Menurut Widyawati et al (2009) benih aren yang telah mencapai masak fisiologi
mempunyai kandungan lignin dan tanin yang lebih tinggi sehingga menyebabkan
benih bersifat impermeable terhadap air.
Bobot basah dan kering benih
Peubah bobot basah dan kering benih dipengaruhi secara nyata oleh
interaksi perlakuan penyadapan dan posisi tandan (Tabel 4). Perlakuan tanpa
penyadapan dengan posisi tandan kelima memiliki nilai bobot kering dan basah
benih berkisar 3.44 g dan 4.64 g sedangkan perlakuan penyadapan dengan posisi
tandan kelima memiliki bobot kering dan basah berkisar 2.38 g dan 3.10 g.
Tabel 4 Pengaruh interaksi penyadapan dan posisi tandan terhadap bobot basah dan kering benih aren
Perlakuan Posisi tandan
Pertama Ketiga Kelima Bobot basah benih (g)
Tanpa penyadapan 3.71 b 3.94 b 4.64 a
Penyadapan 4.01 b 3.62 bc 3.10 c
Bobot kering benih (g)
Tanpa Penyadapan 2.66 bc 2.81 bc 3.44 a
Penyadapan 3.01 abc 2.86 ab 2.38 c
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tabel 4 menunjukkan bahwa ada interaksi antara perlakuan penyadapan dan
posisi tandan. Pada tanaman yang tandan bunga jantannya tidak disadap, semakin