• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN GARIS PANTAI

PULAU LANCANG KEPULAUAN SERIBU,

DKI JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT

CHIQUITA AYU PUTRI MARDHANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Chiquita Ayu Putri Mardhani

NIM C54100037

*

(4)

ABSTRAK

CHIQUITA AYU PUTRI MARDHANI. Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit. Dibimbing oleh SYAMSUL BAHRI AGUS dan NYOMAN METTA NYANAKUMARA NATIH.

Perubahan garis pantai di Pulau Lancang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Tujuan penelitian ini adalah mengamati dan mengidentifikasi karakteristik perubahan garis pantai di sepanjang Pulau Lancang dalam kurun waktu 2010-2014. Metode penelitian ini menggunakan pengambilan data lapang, tumpang-susun, digitasi gambar dan pemrosesan data pendukung berupa data oseanografi. Pengambilan data lapang meliputi: verifikasi citra dan traking sepanjang garis pantai. Citra satelit yang digunakan WorldView-2 tahun 2010-2011 dan IKONOS-2 tahun 2012. Perubahan garis pantai paling dominan berada di Pulau Lancang Besar. Hasil analisis jarak perubahan garis pantai menunjukkan abrasi sebesar 0.94-5.98 m/thn dan akresi sebesar 0.57-6.32 m/thn terjadi di Lancang Besar disebabkan aktivitas manusia dan kondisi alam. Sedangkan hasil analisis luas area penambahan daratan baru sebesar 632-2399 m2/thn lebih dominan di Lancang Kecil.

Kata kunci: abrasi, akresi, citra satelit, penambahan daratan baru

ABSTRACT

CHIQUITA AYU PUTRI MARDHANI. Coastline Changes Detection in Lancang Island Seribu Islands, DKI Jakarta Using Satellite Images. Supervised by SYAMSUL BAHRI AGUS and NYOMAN METTA NYANAKUMARA NATIH.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PERUBAHAN GARIS PANTAI

PULAU LANCANG KEPULAUAN SERIBU,

DKI JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT

CHIQUITA AYU PUTRI MARDHANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit

Nama : Chiquita Ayu Putri Mardhani NIM : C54100037

Disetujui oleh

Dr. Syamsul Bahri Agus,S.Pi M.Si Pembimbing I

Dr.Ir. Nyoman M.N. Natih, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir.I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dan waktu dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2014 ini ialah garis pantai, dengan judul Perubahan Garis Pantai Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Menggunakan Citra Satelit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Nyoman M. N. Natih, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA selaku dosen penguji, Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku ketua departemen, Bapak Dr.Henry M. Manik, S.Pi, M.T selaku ketua komisi pendidikan dan seluruh staff Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, seluruh keluarga, teman-teman dan warga Pulau Lancang atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(10)

DAFTAR ISI

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

(11)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan 3

2 Jenis dan sumber data 4

3 Spesifikasi citra satelit 5

4 Nilai spektral kanal citra 5

5 Analisis jarak perubahan garis pantai (abrasi) hasil digitized on-screen

selama tahun 2010-2014 10

6 Analisis jarak penambahan garis pantai hasil digitized on-screen selama

tahun 2010-2014 13

7 Luas area penambahan daratan baru hasil digitized on-screen selama

tahun 2010-2014 16

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pengamatan lapang 2

2 Kemiringan dasar pantai 5

3 Posisi tinggi muka air saat perekaman citra 6

4 Bagan alir tahap penelitian perubahan garis pantai 6 5 Kenampakan citra WorldView-2 tahun perekaman 2010 Pulau Lancang,

Kepulauan Seribu Selatan 7

6 Lokasi perubahan garis pantai yang mengalami abrasi hasil overlay

tahun 2010 sampai 2014 8

7 Lokasi perubahan garis pantai yang mengalami abrasi 9 8 Lokasi penambahan garis pantai hasil overlay tahun 2010 sampai 2014 11

9 Lokasi penambahan garis pantai 12

10 Lokasi terjadinya penambahan daratan baru hasil overlay tahun 2010

sampai 2014 14

11 Lokasi terjadinya penambahan daratan baru 15

12 Grafik pasang surut Tanjung Priok 17

13 Sebaran horizontal batimetri Pulau Lancang 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Koreksi pasang surut 22

2 Angin musiman bulan Januari 2004 - Maret 2014 22

a Musim Barat 23

b Musim Peralihan 1 23

c Musim Timur 23

d Musim Peralihan 2 23

3 Peta sebaran arus permukaan musiman 24

a Musim Barat 24

b Musim Peralihan 1 25

c Musim Timur 26

d Musim Peralihan 2 27

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara geografis kawasan Pulau Lancang merupakan salah satu pulau kecil di Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebagian perairan pantai ditumbuhi ekosistem mangrove dan topografi yang landai diatas permukaan laut (Sachoemar 2008). Pulau Lancang memiliki karakteristik unik dengan perubahan garis pantai yang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Teluk Jakarta dan Laut Jawa melalui muatan sedimen berlebih dan banyaknya aktivitas masyarakat yang dapat merubah keseimbangan garis pantai. Perubahan tersebut besar maupun kecil pasti akan berdampak pada unsur lainnya dan mempengaruhi dinamika alam dari waktu ke waktu. Suatu pantai akan mengalami abrasi, akresi atau tetap stabil tergantung dari sedimen yang masuk dan meninggalkan pantai tersebut.

Menurut Sakka et al. (2011) untuk keperluan perencanaan pengelolaan kawasan pantai diperlukan penelitian mengenai perubahan garis pantai agar pembangunan yang dilakukan tidak berdampak terhadap lingkungan. Pemantauan perubahan garis pantai dapat digambarkan menggunakan data spasial berupa citra satelit. Penggunaan citra satelit merupakan cara efektif untuk memperoleh informasi dan keperluan monitoring perubahan garis pantai, karena citra satelit mengarah pada peningkatan resolusi spasial dan temporal (di et al. 2003; li et al. 2003)

Penelitian mengenai perubahan garis pantai sudah banyak dilakukan dengan beberapa metode menggunakan model matematika hingga metode berbasis SIG dan penginderaan jauh, seperti model matematika berbasis analisis menggunakan

Empirical Orthogonal Function (EOF) untuk mengetahui pola dominan dari variasi perubahan garis pantai (Azhar et al. 2012), perubahan garis pantai dari hasil model pengolahan citra satelit Landsat TM (Triwahyuni 2009), model transformasi gelombang menunjukkan pantai berbentuk tonjolan mengalami abrasi sedangkan pantai yang berbentuk lekukan mengalami sedimentasi (Dewi 2011) dan perubahan garis pantai berdasarkan analisis tumpang-susun (overlay) citra satelit pada periode waktu yang berbeda (Yulius dan Ramdhan 2013).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengamati dan mengidentifikasi karakteristik perubahan garis pantai dengan periode waktu berbeda dari faktor yang mempengaruhi dengan menggunakan citra satelit WorldView-2 dan IKONOS-2 sebagai informasi spasial di Pulau Lancang, Kepulauan Seribu Selatan.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2014. Pengolahandan analisis data dilakukan di Laboratorium Sistem Informasi Geografis Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan lapang pada tanggal 24-25 Juni 2014 bertempat di Pulau Lancang Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi pengambilan data lapang

Alat dan Bahan

(15)

3 Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan

Alat dan bahan Spesifikasi Kegunaan

Perangkat keras

GPShand Garmin 76csx Pengambilan data posisi

geografis Alat tulis Pensil, pulpen, dan penggaris Mencatat hasil

pengamatan Kamera Canon zoom lens 16x dan

handphone Sony Xperia Z1

Dokumentasi hasil pengamatan

Datasheet Newtop dan gambar citra Media hasil pengamatan

Citra WorldView-2 tahun 2010-2011 dan IKONOS-2 tahun 2012

Tumpang-susun perubahan garis pantai

Batimetri DISHIDROS tahun 2005 Mengetahui topografi perairan

Data prediksi pasut

DISHIDROS Menghasilkan nilai

ketinggian pasang surut Data angin ECMWF bulan Januari 2004 –

Maret 2014

Tahapan penelitian berkaitan dengan proses pengumpulan data, pengolahan data citra dan data pendukung untuk mencapai hasil penelitian.

Pengumpulan data

(16)

4

Tabel 2 Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian

Jenis Data Sifat Data Sumber

P S

Batimetri √ Dishidros tahun 2005

Pasut Tanjung Priok √ Dishidros

Angin √ www.ecmwf.int

Arus √ scar

Keterangan: P= Primer dan S= Sekunder

Pengolahan data citra

Data spasial menggunakan citra satelit 3 tahun terakhir untuk melihat perubahan garis pantai. Pengolahan citra awal dengan melakukan koreksi geometrik (uji akurasi antara citra ke citra) menggunakan ERMapper 9 dan ArcGIS 10 dilakukan pada citra tahun 2010 dan 2012. Citra tahun 2011 dijadikan sebagai acuan dan diasumsikan memiliki informasi yang benar. Pengambilan titik GCP (Ground Control Point) diambil secara menyebar pada pengamatan lapang, memiliki geometrik tetap dengan nilai RMSE (Root Mean Square Error) diperoleh <0,5 dan mudah dikenali baik pada citra maupun keadaan aslinya dengan sistem WGS 1984 SUTM 48.

Penetapan garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi visual dari kenampakkan objek. Komposit WorldView-2 tahun 2011 yang digunakan 531 (RGB) karena batas tegas antara air laut dan daratan yang ada dapat digambarkan dan sesuai untuk mendeteksi perubahan garis pantai.

WorldView-2 tahun 2010 dan IKONOS-2 tahun 2012 yang diperoleh dari Google Earth hanya memiliki komposit bands (RGB) pada citra. Nilai xy piksel dari ketiga citra sebesar 2x2 m.

Setelah citra terkoreksi proses selanjutnya penajaman citra (Colour balancing) untuk menyamakan warna antar scene menjadi seragam ketika akan digabungkan, tujuannya untuk meningkatkan kemampuan interpretasi citra secara visual dengan mempertinggi perbedaan kenampakan objek. Kemudian, proses

digitized on-screen dilakukan karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan peralatan lainnya dan lebih mudah untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Proses digitasi menggunakan image analysis yang dapat menampilkan data raster dan data vektor secara bersamaan.

(17)

5 diinterpretasikan sesuai pengamatan lapang. Berikut adalah spesifikasi citra dan nilai spektral kanal citra yang digunakan disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 Spesifikasi citra satelit WorldView-2 (Puetz et al. 2009) dan IKONOS 2 (Dial 2000)

Spesifikasi WorldView-2 IKONOS-2

Resolusi spasial

panchromatic (B&W) (m)

0.46 0.82

Resolusi multispektral (m) 1.85 3.28

Tabel 4 Nilai spektral kanal citra yang digunakan (Puetz et al. 2009; GeoEye surut. Pengolahan angin musiman menggunakan software WRPLOT untuk memperoleh data windrose arah dan kecepatan angin. Persebaran arus diolah menggunakan software Surfer dan ArcGIS 10. Dalam sebaran batimetri dilakukan interpolasi dari data yang diperoleh menggunakan metode Natural Neighbor 3D

Analyst diolah menggunakan ArcGIS 10. Pengolahan pasang surut menggunakan

Ms. Excel dengan memasukkan data ketinggian dengan menghasilkan grafik pasut lokasi bertempatan di Tanjung Priok.

(18)

6

Setelah itu, koreksi garis pantai citra terhadap MSL dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air (�) saat perekaman citra terhadap MSL yang diperoleh dari konstanta pasut DISHIDROS sehingga jarak pergeseran garis pantai (r) seperti Gambar 3.

Gambar 3 Posisi tinggi muka air saat perekaman citra

Tinggi pasang surut saat perekaman citra tahun 2010 berada pada 0.84 m, tinggi pasut citra tahun 2011 berada pada 0.89 m, citra tahun 2012 berada pada 0.77 m, dan pada saat pengambilan data lapang berada pada 1.1 m, dengan posisi MSL 0.6 m. Berikut adalah bagan alir tahap penelitian yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan alir tahap penelitian perubahan garis pantai Penajaman citra

Monitoring perubahan garis pantai hasil

overlay tahun 2010 sampai 2014

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Citra

Kedua citra satelit yang digunakan bersifat multi-temporal, resolusi spasial tinggi berkisar antara 0.4 m – 5 m dan mudah diinterpretasikan. Penggunaan citra satelit beresolusi tinggi dapat mendeteksi objek perairan dangkal lebih jelas dan mengidentifikasi perubahan garis pantai (Purwadhi dan Sanjoto 2008). Identifikasi pantai didasarkan pada pengelompokkan semua piksel dari citra menjadi tiga kelas: laut, darat dan vegetasi (Maglione et al. 2014). Kenampakan penggunaan lahan (landuse) berupa pemukiman (orange dan putih) yang tampak berkelompok ataupun menyebar dan tekstur yang kasar, mangrove (hijau tua) tekstur yang halus dan hutan (hijau terang) memiliki rona yang cerah dan tekstur agak kasar. Sedangkan, air cenderung menyerap cahaya sehingga laut akan berwarna gelap atau biru. Penafsiran citra didominasi oleh kemampuan dan keahlian dalam menginterpretasi kenampakan objek. Kenampakan ini dapat dilihat pada Gambar 5 dari hasil citra WorldView-2 tahun 2010.

Gambar 5 Kenampakan citra WorldView-2 tahun perekaman 2010 Pulau Lancang, Kepulauan Seribu Selatan

Perubahan Garis Pantai

Adanya intervansi manusia terhadap kawasan pesisir akan mengganggu kestabilan bentuk pantai yang telah terbentuk akibat dari keseimbangan alam. Terganggunya kawasan pantai menyebabkan berbagai masalah antara lain terjadinya abrasi dan akresi. Tumpang-susun (overlay) ketiga garis pantai hasil digitasi citra dan pengambilan data lapangdilakukan untuk mengetahui perubahan

1

(20)

8

garis pantai pada tahun 2010 sampai 2014. Garis pantai tahun 2010 digunakan sebagai garis pantai awal untuk melihat seberapa besar jarak perubahan garis pantai yang terjadi selama tahun 2010 sampai 2014. Garis pantai di Pulau Lancang mengalami kemunduran (abrasi) dan kemajuan (akresi) di beberapa lokasi pantai. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan yang terlihat pada garis pantai berwarna hijau (2010), ungu (2011), kuning (2012), dan biru (2014).

Abrasi

Menurut Lantuit et al. (2010) abrasi merupakan pengurangan garis pantai dipengaruhi oleh dinamika gerak air laut dan kegiatan manusia yang bersifat merusak. Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam pesisir, mengalami kemunduran garis pantai sehingga merugikan bagi peduduk Pulau Lancang. Abrasi dapat merusak bangunan-bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata dan rumah penduduk yang berada di pinggir pantai. Abrasi pantai disebabkan adanya angkutan sedimen menyusur pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainnya. Hasil

overlay garis pantai pada citra WorldView-2, IKONOS-2 dan pengambilan data lapang diperoleh 7 lokasi yang mengalami abrasi dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6 Lokasi perubahan garis pantai yang mengalami abrasi hasil overlay

(21)

9

a b

c d

e f

g

(22)

10

Perubahan garis pantai dihitung menggunakan fitur “Measured Tools

dalam pembuatan line pada digitasi citra. Tingkat ketelitian ukuran sebesar 2x2 m/piksel. Tabel 5 menunjukkan jarak perubahan garis pantai yang mengalami abrasi pada tiap lokasi di garis pantai Pulau Lancang.

Tabel 5 Analisis jarak perubahan garis pantai (abrasi) hasil digitized on-screen

selama tahun 2010-2014

Lokasi Perbedaan dengan garis pantai tahun 2010 (m) 2011 2012 2014 Rata-rata per tahun Keterangan

1 -3.64 -5.86 -8.43 -5.98 Abrasi

Keterangan: (-) ke arah darat dan (+) ke arah laut, tingkat ketelitian ukuran 2x2 m Nilai rata-rata dari 7 lokasi yang mengalami abrasi berkisar antara 0.94 sampai 5.98 m/thn. Gambar 7a menunjukkan pada tahun 2012 adanya pembangunan breakwater, namun saat pengambilan data lapang breakwater

mengalami kerusakan sehingga dialih fungsikan sebagai bersandar kapal nelayan. Pada saat pengambilan data lapang di sekitar Pulau Lancang Besar terdapat adanya bangunan pelindungan pantai, seperti breakwater dan seawall. Breakwater

merupakan kontruksi bangunan di lepas pantai dan sejajar dengan garis pantai sebagai pelindung pantai terhadap abrasi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai (Hegde 2010). Sedangkan, seawall

(Lampiran 4c) merupakan kontruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai digunakan sebagai pelindung terhadap abrasi yang terbuat dari tumpukkan baru dan terumbu karang mati (Ehrlich dan Kulhaw 1982). Menurut Chandrasekar et al. (2013) pembangunan bangunan pelindung pantai dapat menjebak pasir bergerak sepanjang garis pantai, merampas daerah lain menerima pasir yang termasuk kegiatan antropogenik.

(23)

11

Penambahan garis pantai

Akresi atau sedimentasi adalah pendangkalan atau penambahan daratan baru yang cenderung semakin ke arah laut akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut (Satyanta 2010). Akresi dapat merugikan masyarakat pesisir karena mempengaruhi ketidakstabilan garis pantai. Akresi secara terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama dapat mengubah permukaan menjadi daratan yang lebih tinggi dan luas. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai adalah campur tangan manusia, seperti reklamasi pantai yang terjadi di Pulau Lancang.

Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah perairan/pesisir pantai. Menurut Menteri Perhubungan RI (2011) reklamasi merupakan pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai atau kontur kedalaman perairan. Dampak perubahan garis pantai (reklamasi) mempengaruhi ekosistem laut. Kegiatan reklamasi pantai dikhawatirkan dapat melahirkan perubahan ekosistem seperti pola arus laut, abrasi dan akresi yang berpotensi mengganggu lingkungan pesisir (Mann dan Lazier 2006). Hasil overlay garis pantai pada citra WorldView-2, IKONOS-2 dan pengambilan data lapang di peroleh 6 lokasi yang mengalami akresi dan 1 lokasi yang mengalami reklamasi dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.

(24)

12

a b

c d

e f

g

Gambar 9 Lokasi penambahan garis pantai

(25)

13 Perubahan jarak garis pantai dihitung menggunakan fitur “Measured Tools

dalam pembuatan line pada digitasi citra. Tingkat ketelitian ukuran sebesar 2x2 m/piksel. Tabel 6 menunjukkan jarak perubahan garis pantai pada tiap lokasi di Pulau Lancang.

Tabel 6 Analisis jarak penambahan garis pantai hasil digitized on-screen selama tahun 2010-2014

Lokasi Perbedaan dengan garis pantai tahun 2010 (m)

2011 2012 2014 Rata-rata per tahun Keterangan

1 -2.36 4.62 8.57 3.61 Akresi

(26)

14

Penambahan daratan baru

Pada citra satelit terlihat adanya lahan kosong cukup luas di sekitar tubir Pulau Lancang merupakan lahan endapan yang baru terbentuk. Akresi ini disebabkan oleh penumpukkan sedimen yang berasal dari daratan dan terendapkan sehingga membentuk daratan baru. Hasil overlay garis pantai pada citra

WorldView-2, IKONOS-2 dan pengambilan data lapang diperoleh 7 lokasi yang mengidentifikasi terjadinya penambahan daratan baru (akresi) di sekitar Pulau Lancang dapat dilihat dari Gambar 10. Terdapat 2 lokasi penambahan daratan baru di Lancang Besar bagian utara, 1 lokasi di Lancang Besar bagian selatan dan 4 lokasi lainnya berada di sekitar Lancang Kecil.

(27)

15

a b

c d

e f

g

(28)

16

Hasil perhitungan luas area yang mengalami akresi secara alami di sekitar tubir Pulau Lancang dalam pembuatan polygon pada digitasi citra. Tingkat ketelitian ukuran sebesar 2x2 m/piksel. Berikut adalah luas area penambahan daratan baru (akresi) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas area penambahan daratan baru hasil digitized on-screen selama tahun 2010-2014

Lokasi Perbedaan luas area daratan baru tahun 2010 (m 2

Pada 7 lokasi tersebut menunjukkan adanya penambahan daratan yang semakin luas dan bergeser ke arah darat. Nilai rata-rata akresi sebesar 632 sampai 2399 m2/thn. Gambar 11a dan Gambar 11b di Pulau Lancang bagian utara menunjukkan penambahan daratan baru yang semakin luas berkisar antara 1001 sampai 2270 m2/thn. Gambar 11d sampai Gambar 11g mengalami akresi di sekitar Lancang Kecil, memiliki nilai rata-rata berkisar antara 744.18m2/thn – 2398.23 m2/thn.

Faktor yang Mempengaruhi

Faktor alami penyebab proses kerusakan pantai tersebut, yaitu pasang surut, angin, arus, dan kedalaman. Agar penanganan kerusakan pantai dapat dilakukan dengan efektif maka diperlukan pengetahuan tentang karakteristik oseanografi di Pulau Lancang dengan analisis dan didukung hal-hal lainnya menyangkut kegiatan masyarakat yang memicu terjadinya kerusakan pantai. Aktifitas manusia yang memanfaatkan pantai untuk berbagai kepentingan, dapat merubah morfologi atau bahkan merusak lingkungan di kawasan pantai. Menurut Nicholls et al. (2007) mangrove, padang lamun dan terumbu karang melakukan fungsi penting bagi pesisir yaitu sebagai perangkap sedimen, menstabilkan dasar laut terhadap abrasi dan menyediakan makanan bagi banyak ikan.

Pulau Lancang memiliki hutan mangrove yang padat dan lapisan tanah yang cukup tebal. Hampir seluruh pantai di Pulau Lancang dikelilingi oleh hutan mangrove (Lampiran 4a). Hutan mangrove di sepanjang pantai Pulau Lancang berfungsi sebagai pemecah ombak alami yang efektif daripada pembuatan bangunan tanggul pemecah ombak (seawall/ breakwater). Hutan mangrove yang padat berada di bagian utara Lancang Besar dan di sekitar Lancang Kecil. Lancang Kecil terdapat tanaman mangrove yang keberadaannya berada di tengah laut.

(29)

17 halus dan rubble (Lampiran 4b) dan sebagian besar terumbu karang yang ada masih mengalami pertumbuhan. Sedimentasi menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan terumbu karang terutama untuk pulau-pulau yang dekat dengan Jakarta. Pembangunan dermaga yang merusak karang dan kegiatan pengambilan karang untuk bahan bangunan (Lampiran 4h), tingginya sedimentasi dan pembuangan limbah (Lampiran 4e) terhadap perairan laut di sekitar Pulau Lancang.

Data pasang surut digunakan dalam meramalkan atau memodelkan pola arah dan kecepatan arus pada lokasi penelitian. Hasil pengolahan citra menunjukkan ketiga citra satelit dalam kondisi mulai pasang (Lampiran 1). Pasang surut di Tanjung Priok pada bulan Juni 2014 termasuk pasut tipe tunggal dengan hasil perhitungan Formzhal sebesar 4.67. Pasut tipe tunggal (diurnal) yaitu mengalami satu kali pasang surut selama 24 jam dengan kisaran nilai Formzhal sebesar F>3 (Hicks 2006). Kisaran pasang surut terendah yaitu 0.1 m sedangkan kisaran tertinggi mencapai 1.1 m saat pasang. Hasil prediksi pasang surut selama 30 hari pada bulan Juni 2014 dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber: DISHIDROS Tahun 2014

Gambar 12 Grafik pasang surut Tanjung Priok

(30)

18

interpolasi untuk daerah penelitian yang relative datar dan dekat dengan garis pantai sehingga membuat gambar melengkung tanpa interpolasi apapun (Bragal et al. 2012).

Gambar 13 Sebaran horizontal batimetri Pulau Lancang Kepulauan Seribu Hasil analisis data arah dan kecepatan angin (Lampiran 2) dari bulan Januari 2004 sampai Maret 2014 menghasilkan persentase distribusi frekuensi kecepatan angin dan berpengaruh tehadap arus permukaan. Frekuensi kecepatan angin dominan berada pada kisaran 2.1-3.6 m/s berasal dari Tenggara dengan nilai sebesar 54.7% pada musim timur, peralihan 2 sebesar 54.5% angin bertiup dari Utara, dan musim barat sebesar 49.6%, sedangkan peralihan 1 berada pada frekuensi kecepatan angin dominan pada kisaran 0.5-2.1 m/s sebesar 49.7% angin bertiup dari Timur Laut.

(31)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan citra satelit, perubahan garis pantai yang terjadi di Pulau Lancang bervariasi mengalami abrasi maupun akresi. Lancang Besar di sisi sebelah utara dan timur laut, garis pantai tidak terlihat adanya perubahan. Alasannya, pengaruh arus yang membawa dan meninggalkan sedimen dari Laut Jawa hanya sedikit. Perubahan garis pantai lebih dominan terjadi di Lancang Besar, sedangkan penambahan daratan baru berada di sekitar tubir Pulau Lancang. Abrasi terjadi di 7 titik lokasi dan 7 lokasi yang megalami penambahan daratan baru saat pengamatan lapang. Sedangkan, 6 titik lokasi mengalami akresi secara alami dan 1 titik mengalami reklamasi. Nilai rata-rata yang mengalami abrasi berkisar 0.94 sampai 5.98 m/thn, akresi 0.57 sampai 6.32 m/thn dan penambahan daratan baru sebesar 632 sampai 2400 m2/thn.

Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai adalah faktor oseanografi, seperti arus, angin dan pasut. Selain itu faktor antropogenik seperti bangunan pelindungan pantai (breakwater, seawall dan groin), penggalian pasir, pemanfaatan terumbu karang dan pembangunan jalur transportasi. Terdapat suatu hubungan antara aspek-aspek oseanografi terhadap ekosistem (mangrove, lamun dan terumbu karang) sebagai perangkap sedimen di perairan Pulau Lancang.

Saran

Saran yang diusulkan penulis dalam rangka penelitian lebih lanjut adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian pada musim barat untuk mengetahui seberapa besar

perubahan garis pantai yang mengalami abrasi dan akresi.

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Azhar MR, Suntoyo, Musta’in M. 2012. Analisa perubahan garis pantai Tuban, Jawa Timur dengan menggunakan Empirical Orthogonal Function (EOF).

Jurnal Teknis ITS. 1(1): G286-G291. ISSN: 2301-9271.

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2008. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. TN Kep. Seribu [Internet]. [diunduh 28 September 2014]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/uploads/files/TN_Kep_Seribu_2008.pdf. Bragal F, Tosil L, Prati C, Alberotanza L. 2013. Shoreline detection: capability of

COSMO-SkyMed and high-resolution multispectral images. European Journal of Remote Sensing. 46: 837-853. doi: 10.5721/EuJRS20134650. Chandrasekar NV, Viviek J, Saravanan S. 2013. Coastal vulnerability and

shoreline changes for Southern Tip of India- remote sensing and GIS approach. Journal Earth Science Change. 4: 144. doi: 10.4172/2157-7617.1000144.

Dewi IP. 2011. Perubahan garis pantai dari pantai Teritip Balikpapan sampai pantai Ambarawang Kutai Kertanegara Kalimantan Timur [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dial G. 2000. IKONOS satellite mapping accuracy. ASPRS 2000 Proceedings. Washington DC

Di K, Ma R, Li R. 2003. Geometric processing of IKONOS stereo imagery for coastal mapping applications. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 69 (8): 873-879.

[DISHIDROS] Dinas Hidro-oseanografi. 2014. Buku ramalan pasang surut tide tables tahun 2014. Jakarta (ID): Dishidros.

Ehrlich LA, Kulhaw FH. 1982. Breakwater, jetties, and groin: a design guide. New York (US): Cornel University.

Hegde AV. 2010. Coastal erosion and mitigation methods-global state of art.

Indian Journal of Geo-Marine Sciences. 39(4): 521-530.

Hicks SD. 2006. Understanding tides. U. S. Department Of Commerce-National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). National Ocean Service. [Internet]. [diunduh 2014 Agust 16]. Tersedia pada: http://tidesandcurrents.noaa.gov/publications/Understanding_Tides_by_Ste acy_finalFINAL11_30.pdf

Lantuit H, Overduin PP, Couture N, Wetterich S, Aré F, Atkinson D, Brown J, Cherkashov G, Drozdov D et al. 2010. The arctic coastal dynamics database: a new classification scheme and statistics on arctic permafrost coastlines. Estuaries and Coasts. doi: 10.1007/s12237-010-9362-6

Li R, Di K, Ma R. 2003. 3D shoreline extraction from IKONOS satellite image. Marine Geodesy. 26 (1-2): 107-115. doi: 10.1080/01490410306699

Maglione P, Parente C, Vallario A. 2014. Coastline extraction using high resolution WorldView-2 satellite imagery. European Journal of Remote Sensing. 47: 685-699. doi: 10.5721/EujRS20144739

(33)

21 [MENHUB-RI] Menteri Perhubungan Republik Indonesia. 2011. Peraturan menteri perhubungan nomor PM 52 tahun 2011 tentang pergerukan dan reklamasi. [Internet]. [diunduh 25 Januari 2015]. Tersedia pada: http://hukum.unsrat.ac.id/men/menhub2011_52.pdf

Mihardja DK, Pranowo WS. 2001. Kondisi Perairan Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) dan Pusat Penelitian Kelautan (PPK). Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Nagara GA, Sasongko NA, Olakunle OJ. 2007. Introduction to Java Sea. Norwegia: University of Stavanger.

Nicholls RJ, Wong PP, Burkett VR, Codignotto JO, Hay JE, McLean RF, Ragoonaden S, Woodroffe CD. 2007. Coastal systems andlow-lying areas climate changes: impacts, adaptation and vulnerability. Cambridge (UK): Cambridge University Press. hlm 315-356.

Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Volume ke-3. Jakarta (ID): Djambatan.

Putrajaya G. 2010. Peran positif modal sosial nyambang sebagai alat untuk mengatasi peningkatan kemiskinan masyarakat nelayan Pulau Lancang Kel. Pulau Pari, Kec. Kep. Seribu Selatan, Provinsi DKI Jakarta [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Purwadhi SH, Sanjoto BT. 2008. Pengantar interpretasi citra penginederaan jauh. LAPAN-UNES: Jakarta .

Puetz AM, Lee K, Olsen RC. 2009. WorldView-2 data simulation and analysis results. Proc. Of SPIE. 7334: 73340U1-73340U9. doi: 10.1117/12.818187. Sachoemar SI. 2008. Karakteristik lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Jurnal

Air Indonesia. 4(2):109-114.

Sakka, Purba M, Nurjaya IW, Pawitan H, Siregar VP. 2011. Studi perubahan garis pantai di delta sungai Jeneberang, Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis: 3(2):112-126.

Satyanta P. 2010. Deteksi perubahan garis pantai melalui citra penginderaan jauh di Pantai Utara Semarang Demak. Jurnal Geografi. 7(1): 30-38.

Triwahyuni A. 2009. Model perubahan garis pantai Timur Tarakan, Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian waters. Naga Report Vol 2. La Jolla, California: Scripps Institution of Oceanography. Yulius, Ramdhan M. 2013. Perubahan garis pantai di Teluk Bungus Kota Padang,

(34)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Koreksi pasang surut

Lampiran 2 Angin musiman bulan Januari 2004-Maret 2014 (i) Windrose (ii) Distribusi frekuensi

(i) (ii)

(35)

23

(i) (ii)

b Musim peralihan 1

(i) (ii)

c Musim Timur

(i) (ii)

(36)

24

Lampiran 3 Peta sebaran arus permukaan musiman (i) Laut Jawa (ii) Pulau Lancang

(i)

(ii)

(37)

25

(i)

(ii)

(38)

26

(i)

(39)

27

(i)

(ii)

(40)

28

Lampiran 4 Dokumentasi Pulau Lancang

(a) Hutan mangrove (b) Rubble

(c) Seawall (hard engineering) (d) Akresi

(e) Sampah di sekitar Pulau Lancang (f) Dermaga di sisi barat Lancang Besar

(41)

29 Lampiran 5 Lokasi titik yang mengalami abrasi di Pulau Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012 a Lokasi yang mengalami abrasi di Pulau Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(42)

30

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

c Lokasi 2 yang mengalami abrasi di Lancang Besar

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(43)

31

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

e Lokasi 4 yang mengalami abrasi di Lancang Besar

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(44)

32

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

g Lokasi 6 yang mengalami abrasi di Lancang Kecil

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(45)

33 Lampiran 6 Lokasi titik yang mengalami penambahan garis pantai di Pulau

Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

a Lokasi yang mengalami penambahan garis pantai di Pulau Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(46)

34

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

c Lokasi 2 yang mengalami akresi di Lancang Besar

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(47)

35

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

e Lokasi 4 yang mengalami akresi di Lancang Kecil

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(48)

36

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

g Lokasi 6 yang mengalami akresi di Lancang Kecil

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(49)

37 Lampiran 7 Lokasi titik penambahan daratan baru berupa endapan di Pulau

Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

a Lokasi yang mengalami penambahan daratan di Pulau Lancang

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(50)

38

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

c Lokasi 2 yang mengalami penambahan daratan di Lancang Besar

(1) Overlay (2) 2010

(51)

39

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

e Lokasi 4 yang mengalami penambahan daratan di Lancang Kecil

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(52)

40

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

g Lokasi 6 yang mengalami penambahan daratan di Lancang Kecil

(1) Overlay (2) 2010

(3) 2011 (4) 2012

(53)

41

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1993 sebagai anak ke empat dari orang tua bernama Danny Sumardenni dan Elly. Penulis lulus dari SMAI Sa’id Naum Jakarta pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Gambar

Gambar 1 Lokasi pengambilan data lapang
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan
Tabel 2 Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian
Gambar 2.  x
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa profil penalaran kuantitatif dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kecerdasan numerik tinggi kedua

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya,

Untuk mengatasi hal tersebut dalam penelitian ini akan digunakan media virtual dengan memanfaatkan software Virtualbox untuk mensimulasikan mesin router mikrotik untuk

HUBUNGAN INSOMNIA DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI TINGKAT AKHIR PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.. (Dibimbing oleh: Dwi Rosella

Tujuan Penelitian ini 1) untuk mengidentifikasi jenis kesulitan belajar siswa 2) untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar siswa 3) untuk mengetahui

Ketika diperhatikan pada satu kegiatan pembelajaran guru tidak hanya mengajarkan satu karakter saja namun karakter lain yang sekiranya dapat diajarkan pun tetap

Variabel lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, artinya semakin tinggi persepsi konsumen terhadap lokasi, maka akan semakin kuat mendorong

Hasil pengujian disimpulkan bahwa terjadi fenomena kekuatan tarik paling tinggi pada temperatur ruang uji 35 0 C yaitu kekuatan tariknya 1,009 N/mm 2 kemudian