• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

MAHDAN

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Zonasi. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan SYAMSUL BAHRI AGUS. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengidentifikasi potensi sumberdaya pesisir gugus Pulau Maratua, 2) menyusun arahan zonasi wilayah pesisir gugus Pulau Maratua dengan mengintegrasikan kesesuaian perairan yang berdasarkan parameter ekologi dengan kebijakan pemerintah dan 3) menentukan strategi pengelolaan gugus Pulau Maratua.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah gugus Pulau Maratua Kabupaten Berau selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli September 2014. Pengambilan data ekologi (ekosistem dan oseanografi) dilakukan dengan metode survei lapang. Data sosial, ekonomi, budaya dan kebijakan dilakukan dengan teknik wawancara serta dilengkapi dengan data sekunder dari instansi terkait dan hasil penelitian yang sudah ada. Metode analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG), analisis kesesuaian perairan, dan analisis zonasi yang mengintegrasikan analisis kesesuaian perairan dengan kebijakan pemerintah.

Hasil identifikasi potensi sumberdaya pesisir gugus Pulau Maratua memperlihatkan bahwa luas hutan mangrove sebesar 167,26 ha, terumbu karang 2.050,44 ha dan lamun 1.018,79 ha. Hasil analisis kesesuaian perairan bagi peruntukan wisata snorkling memperlihatkan bahwa ternyata kelas S1 memiliki luas kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S2 dan N. Sedangkan kesesuaian perairan untuk peruntukan wisata selam memperlihatkan bahwa ternyata kelas N memiliki luas kesesuaian yang yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan S2. Untuk kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut dan budidaya ikan dalam KJA ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang terbesar. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi menjadi 9 zona yaitu alur pelayaran seluas 800 ha, alur migrasi hiu paus 16.237,38 ha, kawasan konservasi perairan Lumantang 86 ha, kawasan konservasi perairan payung payung 395 ha, budidaya ikan dalam KJA 810,77 ha, budidaya rumput laut 1.462,84 ha, wisata selam 1.232,58 ha, wisatasnorkling4.160,39 ha, wisata mangrove 167,26 ha dan zona lainnya 45.225,80 ha.

Strategi kebijakan pengelolaan gugus Pulau Maratua secara umum yaitu : 1) penetapan zonasi kawasan gugus Pulau Maratua, 2) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, 3) meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat masyarakat, 3) pembangunan infrastruktur, 5) menjaga kelestarian sumberdaya alam, 6) optimalisasi potensi wisata, 7) memberikan bantuan modal usaha dan 8) penegakan hukum.

(5)

Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and SYAMSUL BAHRI AGUS.

This research aimed at : 1) identification of Maratua Islands potential of coastal resources, 2) drafting Maratua Islands zoning plan by integrating water suitability based on ecology with government policy, and 3) determining of Maratua Islands management strategy.

This research was conducted in Maratua Islands, Berau Regency for 3 months (July-September 2014). Ecological data (Ecosystem and oceanography) collection were collected through on site survey. Data on social, economy, culture and government policy were collected through interview complemented by secondary data from relevant agencies and the results of previous research. Data analysis comprises of several methods; namely spatial analysis usingGeographic Information System (GIS), analysis of water suitability, and analysis of area which integrated water suitability with government policy.

Identification results of Maratua Island coastal resources, showed that the mangrove forest had a 167,26 ha area, coral 2.050,44 ha, seagrass 1.018,79 ha. Analysis results of the location suitability for snorkling tourism showed that S1 class had the largest suitability compared with those of classes S2 and N. On the other hand, analysis results of the location suitability for diving tourism showed that N class, had the largest suitability compared with those of classes S1 and S2. For analysis results of the location suitability for seaweed culture and fish culture in KJA showed that N class had the largest suitability compared those of classes S1 and S2. The result for the zone allocation analysis revealed nine zones; namely shipping channel at 800 ha, migration route for whale -16.237,38 ha, Lumantang marine protected area -86 ha, Payung-Payung marine protected area -395 ha, fish culture in KJA -810,77 ha, seaweed culture -1.462,84 ha, diving tourism -1.232,58 ha, snorkling tourism 4.160,39 ha, mangrove tourism 167,26 ha dan other zone -45.225,80 ha.

In Summary, Maratua Islands general management strategy consisted of: 1) Establish Maratua Islands zonation area, 2) improve human resources, 3) improve of public awareness and paticipation, 3) improve infrastructure, 5) preserving of natural resources, 6) optimize potential for tourism, 7) provide bussines capital, and 8) law enforcement.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

NIM : C252130311

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Ketua

Dr Syamsul Bahri Agus, SPi MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi . Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini terutama kepada :

1. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Dr Syamsul Bahri Agus, SPi MSi selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

3. Kedua orang tua saya almarhum H Wahab dan almarhum ibunda Sakmah yang telah membesarkan dan memberikan semangat dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

4. Istri tercinta Dedeh Irmasari, SPi, Ibunda H Siti Ratnajati, Keluarga Besar almarhum H Dadang Iskandar dan ketiga buah hatiku Muhammad Taufikul Hakim, Raditya Umar Syarif, dan Thalita Aisyah Puteri yang telah memberikan semangat dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Pimpinan dan staf Direktorat Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Lembaga COREMAP-CTI yang telah membantu selama proses pengumpulan data serta bantuan pendanaan penelitian ini. 6. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau dan almarhum Ir Budi

Wiyono, MSi yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

7. Temen-temen seperjuangan SPL 2013, yang telah membantu dan memberikan semangat selama menyelesaikan studi.

8. Temen-temen di Laboratorium GIS dan Pemetaan Departemen ITK-IPB yang telah membantu dalam pembuatan peta.

9. Serta pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan dan Manfaat 4

Kerangka Pikir 4

2 METODE PENELITIAN 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Pengambilan Data Primer dan Sekunder 7

Analisis Data 11

Analisis Data Ekosistem 11

Analisis Data Oseanografi 13

Analisis Spasial 13

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 19

Kondisi Sosial dan Budaya 22

Kondisi Infrastruktur 24

Kondisi Ekonomi Wilayah 26

Informasi Kebijakan 29

Analisis Oseanografi 32

Kondisi Pemanfaatan Ruang 38

Kondisi Ekosistem Pesisir 43

Sumberdaya Ikan dan Biota Laut Lainnya 46

Kondisi Sumberdaya Non Hayati 51

Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang 53

Analisis Kesesuaian Perairan 55

Strategi Pengelolaan 69

4 KESIMPULAN DAN SARAN 73

Kesimpulan 73

Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 74

LAMPIRAN 79

(12)

1 Jenis data yang diambil dalam penelitian 8

2 Kriteria baku kerusakan terumbu karang 11

3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu

karang berdasarkanlife formkarang dan kodenya 11

4 Matriks kesesuain untuk wisata selam 14

5 Matriks kesesuaian untuk wisatasnorkling 15

6 Matriks kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA 16

7 Matriks kesesuaian untuk budidaya rumput laut 16

8 Matriks keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan ruang pesisir 18 9 Volume produksi perikanan di wilayah gugus Pulau Maratua 28 10 Jumlah kapal dan perahu nelayan di wilayah gugus Pulau Maratua 29

11 Nilai hasil pengukuran parameter oseanografi 35

12 Luasan tutupan daratan di wilayah gugus Pulau Maratua 41 13 Nilai luasan ekosistem perairan gugus Pulau Maratua 43 14 Luas kelas kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA 55 15 Luas kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut 55 16 Luas wilayah untuk kesesuaian wisata snorkeling 58

17 Luas wilayah kesesuaian untuk wisata selam 58

18 Luas wilayah untuk zonasi perairan gugus Pulau Maratua 63 19 Alokasi dan indikasi kegiatan pada alur pelayaran dan migrasi Hiu Paus 63 20 Alokasi dan indikasi kegiatan pada kawasan konservasi perairan 64 21 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona budidaya ikan dalam KJA dan

budidaya rumput laut 66

22 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona wisata selam dan wisataSnorkling66 23 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona wisata mangrove 67 24 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona lainnya 69

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 6

2 Peta citra satelit Alos AVNIR-2 gugus Pulau Maratua 9 3 Peta lokasi penelitian di wilayah gugus Pulau Maratua 10

4 Peta orientasi wilayah gugus Pulau Maratua 20

5 Peta topografi wilayah gugus Pulau Maratua 21

6 Peta sebaran infrastruktur di wilayah gugus Pulau Maratua 25 7 Peta penggunaan perairan di wilayah gugus Pulau Maratua 27 8 Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kabupaten Berau 31

(13)

17 Peta sebaran ekosistem perairan gugus Pulau Maratua 44 18 Peta kesesuaian tutupan karang (life form) gugus Pulau Maratua 45 19 Komposisi penyusunan terumbu karang gugus Pulau Maratua 46 20 Peta kesesuaian jumlah jenis karang gugus Pulau Maratua 47 21 Peta kesesuaian lebar hamparan karang gugus Pulau Maratua 48

22 Penyu di sekitar perairan gugus Pulau Maratua 49

23 Peta kesesuaian jumlah jenis ikan karang perairan gugus Pulau Maratua 50 24 Peta lokasi wisata di wilayah gugus Pulau Maratua 52 25 Peta konflik pemanfaatan ruang di wilayah gugus Pulau Maratua 54

26 Peta kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA 56

27 Peta kesesuaian untuk budidaya rumput laut 57

28 Peta kesesuaian untuk wisatasnorkling 59

29 Peta kesesuaian untuk wisata selam 60

30 Peta pola ruang atau zonasi perairan gugus Pulau Maratua 62 31 Peta kawasan konservasi perairan dan zona budidaya 65 32 Peta zona wisata selam, wisatasnorklingdan wisata mangrove 68

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persen penutupan (life form) terumbu karang di perairan gugus

Pulau Maratua 79

2 Jenis ikan karang di gugus Pulau Maratua 83

3 Jenis ikan yang terdapat diperairan gugus Pulau Maratua 87

4 Data arah dan kecepatan arus 88

5 Proses survai 89

6 Resortdan penginapan di gugus Pulau Maratua 90

7 Infrastuktur di gugus Pulau Maratua 91

(14)

Latar Belakang

Sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih ( wable resources), sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru yang dapat menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di pulau-pulau kecil bila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dan optimal dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity) (Dahuri 2000).

Dalam perspektif pengelolaan, pulau-pulau kecil memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan pulau besar, baik ditinjau dari aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya diperlukan pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan karakteristik pulau-pulau kecil tersebut. Secara ekologis, pulau-pulau kecil memiliki risiko tekanan lingkungan yang tinggi, keterbatasan daya dukung (lahan dan air tawar) dan umumnya memiliki spesies endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; pulau-pulau kecil umumnya terpisah dari pulau besar, sangat rentan terhadap perubahan alam dan bisa dalam bentuk gugusan atau sendiri; dan secara sosial ekonomi budaya, penduduk pulau-pulau kecil memiliki budaya dan sosial ekonomi yang khas, keterbatasan kualitas SDM, dan aksesibilitas yang rendah (Bengenet al. 2006).

Secara fisik gugus Pulau Maratua merupakan pulau atol semi tertutup yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang kaya dengan berbagai jenis ikan dan tempat peneluran penyu hijau di bagian barat pulau. Di bagian timur pulau menjadi area tempat memijah berbagai jenis ikan karang. Di bagian utara sering ditemukan keberadaan lumba-lumba, paus dan hiu macan. Ada 5 jenis lumba-lumba dan 4 jenis paus sperma (Wiryawan dan Tahir 2013).

Dalam Surat Keputusan Bupati Berau Nomor 202 tahun 2014 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Bupati Berau Nomor 516 tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai Taman Pesisir Kepulauan Derawan Kabupaten Berau ditetapkan Daerah Perlindungan Laut (DPL) di Desa Payung-Payung gugus Pulau Maratua seluas 395 hektar. DPL ini memiliki ekosistem padang lamun yang merupakan daerah tempat mencari makan dan bertelurnya penyu hijau. Dalam Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2014 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, gugus Pulau Maratua menjadi kawasan andalan laut untuk kegiatan pariwisata, perikanan dan konservasi.

(15)

ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sering menimbulkan konflik antar pemangku kepentingan (Agostini. 2015).

Keberadaan potensi sumberdaya yang beranekaragam dapat memberikan manfaat baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat tersebut akan dapat diterima jika dikelola secara baik dan benar berdasarkan konsep pengelolaan yang komprehensif dan memperhatikan aspek pemanfaatan masyarakat yang sudah ada, agar tidak terjadi konflik kepentingan (Wong 1991).

Pengelolaan berbasis zonasi merupakan pendekatan yang membantu mengakomodasi berbagai kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikombinasikan dalam strategi pengelolaan (Agostini . 2015). Dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, zonasi diartikan sebagai suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir. Sedangkan menurut Clark 1977, zonasi adalah suatu sistem pembentukan wilayah daratan dan lautan untuk dialokasikan kepada penggunaan spesifik; pembagian suatu wilayah khusus ke dalam beberapa kawasan (zona) dimana setiap zona direncanakan untuk suatu penggunaan atau kumpulan penggunaan khusus. Pengelolaan yang berbasis zonasi akan membagi ruang-ruang di dalam wilayah pesisir pulau kecil untuk berbagai kegiatan dengan mengintegrasikan faktor-faktor ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

Perumusan Masalah

Dalam Anjani 2014, kondisi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Derawan khususnya di wilayah perairan gugus Pulau Maratua selama kurun waktu 8 tahun (2003-2011) mengalami penurunan sebesar 36% dimana pada tahun 2011 rata-rata tutupan karang dengan kondisi cukup baik sebesar 65% menjadi 21% pada tahun 2011. Di samping itu juga kegiatan penangkapan ikan masih berlangsung di daerah yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi dan menggunakan peralatan yang dilarang seperti bom dan potassium.

Manfaat pencadangan kawasan konservasi di wilayah gugus Pulau Maratua belum dapat dirasakan secara nyata karena belum ditetapkan secara hukum, belum adanya sistem zonasi yang lebih rinci dan belum dilakukan pengelolan terhadap kawasan konservasi di gugus Pulau Maratua sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi terhadap pengelolaan kawasan belum dapat diselesaikan (Anjani 2014).

(16)

Masyarakat gugus Pulau Maratua sebagian besar adalah nelayan dengan kegiatan utama menangkap ikan dan mengumpulkan biota laut lainnya. Hanya sebagian kecil yang sudah melakukan kegiatan budidaya ikan dengan bantuan pemerintah daerah. Sebagian besar merupakan nelayan tradisional yang menangkap ikan di sekitar daerah terumbu karang. Mereka sangat tergantung pada kondisi cuaca dan iklim dimana pada saat musim barat atau utara mereka lebih banyak tidak melaut karena gelombang besar dan cuaca buruk.

Penggunaan alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dan potassium masih sering ditemukan. Pelaku pengeboman dan pembiusan ikan ada yang berasal dari nelayan lokal dan ada juga dari luar wilayah gugus Pulau Maratua. Penggunaan bom dan potassium telah mengakibatkan degradasi ekosistem terumbu karang dan padang lamun (Anjani 2014).

Gugus Pulau Maratua memiliki hamparan pasir dan padang lamun yang luas sebagai tempat mencari makan dan bertelur bagi penyu hijau. Akifitas pengambilan telur penyu secara ilegal oleh masyarakat masih sering terjadi walaupun sudah ada peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hal ini. Perairan gugus Pulau Maratua juga menjadi alur migrasi bagi Hiu Paus dan Pari Manta sehingga berpotensi untuk dijadikan obyek wisata bahari.

Pemanfaatan terumbu karang dan pasir yang terjadi di pantai Desa Payung-Payung untuk dijadikan sebagai bahan bangunan telah mengakibatkan abrasi dan mundurnya garis pantai akibat tidak adanya perlindungan alamiah dari gelombang besar. Dengan mundurnya garis pantai mengakibatkan banyak infrastruktur jalan yang ada di pinggir pantai menjadi rusak. Di samping itu juga, pengambilan terumbu karang dan pasir telah mengakibatkan terjadinya kerusakan degradasi ekosistem terumbu karang di sekitar pantai Desa Payung-Payung.

Pemanfaatan wilayah gugus Pulau Maratua untuk kegiatan wisata dalam skala yang lebih besar sudah dilakukan oleh beberapa investor asing dari Jerman, Malaysia dan Taiwan. Ada beberapa yang ada di gugus pulau Maratua yaitu yang membangun sebagian nya di atas hamparan pasir pantai Desa Teluk Harapan, Nabuco Resort yang memanfaatkan Pulau Nabuco dan Maratua Guest House yang dibangun di pantai utara Teluk Harapan. Disamping itu juga telah ada penginapan atau home stay milik warga yang disewakan untuk wisatawan lokal (BPS Berau 2015). Ijin Pembangunan sebagian resort tersebut hanya mengantongi perijinan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Berau tanpa melakukan koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau.

Sebagian besar resort di wilayah gugus Pulau Maratua masih menggunakan tenaga kerja dari luar negeri. Untuk masyarakat lokal belum banyak diberdayakan untuk mengambil peran dan manfaat dari kegiatan wisata yang ada. Hanya sebagian kecil saja yang sudah dilibatkan sebagai penyedia jasa sewa perahu atauspeed boatdan penyuplai logistik seperti air dan makanan.

(17)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Perlu adanya identifikasi potensi ekosistem pesisir gugus Pulau Maratua dalam menentukan berapa besar potensi kawasan yang bisa dijadikan sebagai kawasan pariwisata, perikanan, konservasi dan alur.

2. Penentuan zonasi selama ini masih bersifat umum sehingga belum terlihat jelas batas-batas kawasan kawasan untuk kegiatan pariwisata, perikanan, konservasi dan alur.

3. Strategi kebijakan pengelolaan yang ada belum mampu mengakomodasi kepentingan para termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini masih terjadinya konflik perijinan dan pemanfaatan ruang serta prioritas pengelolaan kawasan.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengidentifikasi potensi sumberdaya pesisir gugus Pulau Maratua, 2) menyusun arahan zonasi wilayah pesisir gugus Pulau Maratua dengan mengintegrasikan kesesuaian perairan yang berdasarkan parameter ekologi dengan kebijakan pemerintah, dan 3) menentukan strategi pengelolaan gugus Pulau Maratua. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan serta kajian kepada yang terkait dalam pemanfaatan wilayah pesisir gugus Pulau Maratua.

Kerangka Pikir

Gugus Pulau Maratua memiliki potensi sumberdaya alam dan serta jasa-jasa lingkungan yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya yang ada menyebabkan mulai munculnya permasalahan, di antaranya adalah munculnya konflik atau benturan kepentingan dalam pemanfaatan ruang.

Konflik kepentingan yang timbul, disebabkan oleh adanya pemanfaatan yang saling tumpang tindih antara kegiatan untuk wisata, perikanan tangkap dan budidaya akibat dari belum adanya perencanaan spasial yang lebih rinci. Terdapat kendala pengelolaan wilayah gugus Pulau Maratau yaitu kondisi sumberdaya alam seperti terumbu karang dan ikan karang yang semakin menurun, kondisi sosial ekonomi dimana masih rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam.

(18)

pengelolaan yang berbasis zonasi dengan memperhatikan karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Informasi mengenai kondisi karakteristik ekologi gugus Pulau Maratua belum banyak karena terkendala oleh dan biaya yang mahal untuk menuju ke tempat ini. Oleh karena itu karakteristik ekologi seperti kondisi daratan, ekosistem perairan dan kondisi oseanografi wilayah pesisir gugus Pulau Maratua perlu diinventarisasi dengan pengambilan data primer dan sekunder. Data sekunder bisa diperoleh dari instansi yang terkait baik, hasil penelitian sebelumnya dan analisis citra satelit. Informasi ini kemudian dipetakan untuk menjadi kumpulan peta-peta tematik. Informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang ada di masyarakat gugus Pulau Maratua menjadi informasi pelengkap dalam penentuan pengambilan keputusan dan strategi pengelolaan.

pengelolaan yang berbasis zonasi dengan memperhatikan karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Informasi mengenai kondisi karakteristik ekologi gugus Pulau Maratua belum banyak karena terkendala oleh dan biaya yang mahal untuk menuju ke tempat ini. Oleh karena itu karakteristik ekologi seperti kondisi daratan, ekosistem perairan dan kondisi oseanografi wilayah pesisir gugus Pulau Maratua perlu diinventarisasi dengan pengambilan data primer dan sekunder. Data sekunder bisa diperoleh dari instansi yang terkait baik, hasil penelitian sebelumnya dan analisis citra satelit. Informasi ini kemudian dipetakan untuk menjadi kumpulan peta-peta tematik. Informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang ada di masyarakat gugus Pulau Maratua menjadi informasi pelengkap dalam penentuan pengambilan keputusan dan strategi pengelolaan.

pengelolaan yang berbasis zonasi dengan memperhatikan karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

(19)
(20)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2014 yang meliputi pengambilan data primer dan data sekunder. Lokasi penelitian berada di wilayah pesisir gugus Pulau Maratua sampai sejauh 4 mil dari garis pantai.

Secara administratif gugus Pulau Maratua termasuk kedalam wilayah Kecamatan Maratua Kabupaten Berau Kalimantan Timur yang terletak pada koordinat 02o15 12 LU dan 118o38 41 BT. Gugus Pulau Maratua terdiri dari pulau utama yaitu Pulau Maratua dan pulau-pulau kecil lainnya yaitu Pulau Sidau, Pulau Semut, Pulau Andongabu, Pulau Sangalan, Pulau Bulingisan, Pulau Nusa Kokok, Pulau Bakungan, Pulau Nunukan dan Pulau Pabahanan (BPS Berau 2015).

Pengambilan Data Primer dan Sekunder

Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan narasumber. Data primer terdiri dari data oseanografi, data pemanfaatan perairan dan daratan serta data ekosistem. Data oseanografi terdiri dari suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, pH, kecepatan arus dan pasang surut. Pengambilan data suhu, salinitas, kecerahan dan pH perairan dilakukan secara *n +*tu pada 18 titik stasiun. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer air raksa, pengukuran salinitas dengan menggunakan ,-./ 012 0-3tom1t1r , pengukuran kecerahan dengan +1 3,,* /*sk dan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter. Untuk pengukuran kedalaman menggunakan alat

13,4 +4 5./1r yang dipasang pada perahu motor dan bergerak mengelilingi pulau sampai sampai batas kedalaman 200 meter. Data kecepatan arus diperoleh dengan menggunakan alat 63ousti3 7l1ppor 8 50 01nt 90ofil1r (ADCP) yang diletakkan pada dua lokasi yaitu di sebelah barat dan timur Pulau Maratua. Untuk pengukuran pasang surut dilakukan pada satu lokasi yaitu di dermaga Desa Teluk Harapan. Data pemanfaatan perairan dan daratan dilakukan berdasarkan observasi lapangan dan dibantu dengan peralatan :l4;-< 94 +*tioning=>st1m (GPS) dan peta. Data ekosistem yang diambil adalah data kondisi terumbu karang dan ikan karang pada 20 titik stasiun sebanyak satu kali pengamatan.

Penentuan stasiun untuk pengukuran kualitas air dan stasiun pengamatan terumbu karang serta ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode p

u rp o siv

(21)

Data sekunder terdiri dari informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya sesuai dengan atribut yang dikaji. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Berau, Bappeda Kabupaten Berau, Dinas Perhubungan Kabupaten Berau dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Berau. Data-data yang diperoleh didukung juga melalui interpretasi citra satelit Alos AVNIR-2 perekaman tanggal 22 Mei dan 17 September 2009 untuk mengetahui tutupan lahan di darat dan ekosistem perairan. Selengkapnya mengenai jenis, sumber dan metode pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang diambil dalam penelitian

No Kategori Jenis Data Sumber Keterangan

1 Kondisi

4 Infrastruktur Sarana dan prasarana pemukiman, pemerintahan,

6 Ekosistem Terumbu karang, dan sumberdaya ikan.

Pengamatan langsung

Data Primer

7 Citra Satelit Alos AVNIR-2 BIG Data sekunder

(22)
(23)
(24)

Analisis Data

Analisis Data Ekosistem Bentuk Pertumbuhan dan Persentase Penutupan Karang

Data bentuk pertumbuhan karang (l@ AB Aorm ) dan persentase penutupan karang hidup diperoleh dengan menggunakan metode CiDB EntBF GBpt H F ID JB Gk (LIT) atau dikenal dengan metode transek garis. Metode ini dilakukan dengan cara membentangkan tali meteran sejauh sejauh 25 m pada kedalaman 3-7 meter. Persentase penutupan karang hidup diketahui dengan menggunakan rumus (EnglishBt IK. 1994) :

Li = (ni/L ) x 100 %

dimana :

Li = persen penutupan karang hidup ni = panjang total karang hidup ke-i L = panjang tali transek

Kondisi persentase penutupan karang hidup mengacu dari Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2004 seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria baku kerusakan terumbu karang

Kriteria baku kerusakan terumbu Persen tutupan

Rusak Buruk 0-24,9 %

Sedang 25-49,9 %

Baik Baik 50-74,9 %

Baik sekali 75 100 %

Lebar Hamparan Karang

Lebar hamparan karang didapatkan dari hasil analisis citra Alos AVNIR-2 dengan cara mengukur lebar karang pada peta citra dari titik yang terdekat dengan garis pantai ke arah laut pada setiap titik pengamatan. Lebar hamparan datar karang berkaitan dengan luasan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata sn

o

rkling .

Jenis Ikan Karang

Jenis ikan karang dihitung dengan metode sensus visual dari stasiun pengamatan yang sama dengan stasiun pengamatan terumbu karang. Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan jenis ikan karang yang ditemukan pada jarak 2,5 meter ke kiri dan kanan pada transek LIT terumbu karang. Keberadaan ikan karang dicatat berdasarkan gambar panduan jenis-jenis ikan karang pada EnglishBt Il. (1994).

Hasil dari analisis data ekosistem ini kemudian digambarkan dalam peta-peta tematik dengan aplikasi SIG dengan metode interpolasi spliDB withLIF F@ BF M

(25)

Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkanlNO POorm karang dan kodenya

Kategori Kode Keterangan

QPRSTUV RW DC Baru saja mati, warna putih / putih kotor QPRSTUV RW ithXW Y R DCA Karang masih berdiri, struktur skeletal

masih terlihat

BV RZ[hing ACB Bentuk pertumbuhan koloni bercabang seperti ranting pohon

X[VU\UV R ]Z[rusting ACE Biasanya merupakan dasar dari bentuk R[V U\UV Rbelum dewasa, yang

pertumbuhannya merayap

^_`aRb bNvP ACS Tegak dengan bentuk seperti baji atau gada QigitRP ACD Bercabang cukup rapat seperti jari tangan cR`_W Rd P ACT Bentuk seperti meja datar

BV RZ[hing CB Bercabang minimal 2

0

, memiliki axial dan radial coralit dan seperti ranting pohon

]Z[rusting CE Sebagian besar terikat pada substrat (mengerak)

eon f X[VU\UV R

gUWiUb P CF Karang terikat pada satu atau lebih titik, seperti daun, atau berupa piring

hRb bNvP CM Seperti batu besar atau gundukan ^_`aRb bNvP CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji

hushroom CMR Soliter, tidak melekat pada substrat dan berbentu jamur

i PliU\UV R CHL Karang biru hillP\UV R CML Karang api

c _` N \UVR CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil ^UOt TUV RW SC Karang bentuk lunak

^ \UZYP SP Tubuhnya lunak berpori seperti tabung, vas bunga dan mangkuk

joRZ dhiSb ZO Bisa individu maupun koloni atau hewan kecil yang menempel, mirip seperti anemon

ktlPrs OT Termasuk ke dalamnya Rb[iSNRZ b m RZ PmUZ m gorgoniRZ dan lain-lain

X WY R Rbb Pm`W RYP

AA Terdiri dari lebih satu spesies alga yang agak sulit dipisahkan

hR[V URWY R MA Berbagai jenis alga, alga coklat, merah, dsb curf XW Y R TA Alga halus berspiral lebat, seringkali

ditemukan dalam wilayah ikan damsel

^RZS S Pasir

n_``WP R Patahan karang yang sudah mati

X` Notik ^ Nlt SL Lumpur halus bila teraduk lama mengendap oRd Pr W Celah sempit yang lebih dalam 50 cm

(26)

Analisis Data Oseanografi

Hasil analisis data oseanografi hasil pengukuran secara langsung (qnr qtu ) kemudian dibandingkan dengan referensi yang diacu untuk kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut. Data hasil analisis oseanografi ini kemudian digambarkan dalam peta-peta tematik mengenai sebaran masing-masing paramater dengan metode interpolasi splqst withuvw w qtr

pada aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Analisis Spasial

Analisis Citra Satelit untuk Identifikasi Ekosistem Perairan

Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Alos AVNIR-2 dengan tanggal perekaman 22 Mei dan 17 September 2009 yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial. Citra ini digunakan sebagai peta dasar untuk mengetahui rona awal kondisi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil pada gugus Pulau Maratua serta untuk mengetahui sebaran ekosistem perairan dangkal seperti terumbu karang, lamun, pasir, mangrove dan vegetasi daratan.

Citra yang didapat telah terkoreksi baik secara radiometrik maupun secara geometrik. Citra yang telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik ini kemudian diklasifikasi menjadi beberapa kelas dengan menggunakan aplikasi SIG (Purwadhi tt vx y 2009zy Adapun kombinasi kanal yang digunakan untuk interpretasi citra secara visual yaitu kombinasi 4-3-2 untuk untuk identifikasi vegetasi dan kombinasi 3-2-1 untuk identifikasi sebaran sumberdaya perairan dangkal (terumbu karang, lamun dan pasir).

Penentuan kelas sumberdaya perairan dangkal untuk ekosistem terumbu karang, lamun dan pasir setelah dilakukan klasifikasi band, dilakukan juga koreksi kolom air dengan menggunakan algoritma {tpth invvw qvs| is{tx (DII) yang biasa dikenal dengan algoritma Lyzenga (Greentt vx. 2000). Algoritma{tpth invvw q vs| i

s{tx dituliskan dalam persamaan berikut :

dimana :

ij = band-i, band-j

ki/kj = rasio koefisien atenuasi

a = varian

= kovarian

(27)

Koreksi kolom air dengan cara mengkombinasikan dua citra dari band yang penetrasinya dalam air cukup baik yaitu kanal biru dan kanal hijau. Dengan demikian pantulan hanya berasal dari objek yang ada di dasar perairan. Setelah mengekstrak nilai digital dari kanal biru dan kanal hijau, maka dibuat koefisien atenuasi perairan. Untuk mendapatkan nilai indeks yang benar, maka persyaratan dalam menggunakan algoritma Lyzenga adalah pengambilan t}~ €€ ‚~ ƒpl„ harus dilakukan pada substrat yang sama dan pada kedalaman yang bervariasi.

Analisis Kesesuaian Perairan

Analisis kesesuaian perairan merupakan suatu kajian untuk menilai kecocokan dan kelayakan berbagai macam aktivitas yang akan dilakukan di suatu kawasan sesuai dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya dengan mempertimbangkan berbagai parameter. Hal ini mengingat walaupun secara visual suatu lokasi kelihatan cocok untuk dijadikan lokasi wisata budidaya, namun belum tentu sesuai secara ekologis mengingat ada berbagai parameter yang harus diamati dan dinilai secara ilmiah untuk menentukan kesesuaiannya.

Kesesuaian kawasan juga merupakan suatu pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi, secara ekologis tetap akan memiliki keterbatasan (s…~r…ty), sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam suatu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaedah yang berlaku.

Analisis kesesuaian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya difokuskan untuk peruntukan wisata selam, wisataorksn ln , budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut sesuai dengan arahan pada RTRW dan RZWP3K Kabupaten Berau serta perundang-undangan yang terkait.

Parameter yang digunakan adalah kombinasi antara parameter ekosisten dan parameter oseanografi. Untuk masing-masing jenis kegiatan penetapan parameter tidak sama. Parameter dan kriteria disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan dengan setiap kegiatan. Parameter yang menentukan di berikan bobot terbesar sedangkan kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi.

Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian perairan dibagi dalam 3 kelas yaitu; sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan tidak sesuai (N). Defenisi masing-masing kelas kesesuaian tersebut adalah :

1. Kelas S1: sangat sesuai yaitu tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kegiatan tersebut.

2. Kelas S2: sesuai yaitu perairan yang mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi aktivitas dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan perairan tersebut.

3. Kelas N: tidak sesuai yaitu perairan yang mempunyai pembatas berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari.

(28)

diberikan nilai bobot yang besar, sedangkan yang dianggap kurang dominan/berpengaruh diberikan nilai yang rendah. Pemberian nilai skor (scoring) berbeda untuk tiap kelas kesesuaian, tetapi sama nilainya untuk semua parameter dalam kelas kesesuaian yang sama. Kelas S1 diberikan nilai 3, kelas S2 diberikan nilai 2, dan kelas N diberikan nilai 1.

a) Kriteria dan matriks kesesuaian untuk wisata selam

Kesesuaian wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan 3 klasifikasi penilaian. Parameter dimaksud antara lain kecerahan perairan, tutupan karang, jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang. Selanjutnya penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Matriks kesesuaian untuk wisata selam

Sumber : a. Yulianda (2007) ; b. KKP (2012)

b) Kriteria dan matriks kesesuaian untuk wisatasnork l†n‡

Kesesuaian wisata snorkl†n‡ mempertimbangkan tujuh parameter dengan 3 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkl†n‡ antara lain kecerahan perairan, tutupan karang, jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang. Sedangkan penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks kesesuaian untuk wisatasnork l†ˆ ‡

Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor Acuan

S1 Skor S2 Skor N Skor

Kecerahan (m) 30 >10 3 5-10 2 <5 1 b

Tutupan karang

(%) 25 >75 3 50-75 2 <50 1 a

Jenis karang 15 >12 3 7-12 2 <7 1 a

Jenis ikan

karang 10 >50 3 30-50 2 <30 1 a

Kecepatan arus

(cm/dtk) 10 0-15 3 >15-50 2 >50 1 a

Kedalaman 5 1-5 3 >5-10 2 >10 1 a

Lebar hamparan

karang (m) 5 >100 3 50-100 2 <50 1 b

Sumber : a. Yulianda (2007) ; b. KKP (2012)

Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor Acuan

S1 Skor S2 Skor N Skor

Kecerahan (m) 30 >10 3 5-10 2 <5 1 b

Tutupan karang (%) 20 >75 3 50-75 2 <50 1 a

Jenis karang 20 >12 3 7-12 2 <7 1 a

Jenis ikan karang 20 >100 3 50-100 2 <50 1 a

Kecepatan arus (cm/dtk) 5 0-15 3 >15-50 2 >50 1 a

Kedalaman (m) 5 6-15 3 >15-30 2 >30 atau

(29)

c) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung ( KJA)

Kesesuaian budidaya ikan dalam KJA dipergunakan 6 parameter yaitu kedalaman perairan, kecepatan arus, salinitas, suhu, kecerahan dan pH. Penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA

Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor Acuan

S1 Skor S2 Skor N Skor

Arus (cm/dtk) 5 10-30 3 >30-40 2 <10 atau

>40 1 c

Sumber : a. Bakosurtanal (2005); b. Radiartha (2015); c. KKP (2003)

d) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut

Kesesuaian budidaya rumput laut diperlukan 6 parameter yaitu kedalaman perairan, kecepatan arus, salinitas, suhu, kecerahan dan pH. Penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks kesesuaian untuk budidaya rumput laut

Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor Acuan

S1 Skor S2 Skor N Skor

Kedalaman (m) 35 5-10 3 >10-15

atau 3-5 2

<3 atau

> 15 1 b

Kecerahan (m) 25 >3 3 2-3 2 <2 1 b

pH 10 7,5-8,5 3 4-<7,5 atau

>8,5-10 2

Arus (cm/dtk) 10 20-30 3 10-20 atau

30-40 2

<10 atau >40

1 d

(30)

Setiap parameter baik itu parameter oseanografi maupun parameter ekosistem yang didapatkan dari hasil pengukuran langsung dan analisis citra satelit, kemudian diinterpolasi dan reklasifikasi dengan menggunakan aplikasi SIG berdasarkan kriteria kesesuaian yang sudah ditetapkan untuk menjadi peta-peta tematik. Metode interpolasi yang digunakan adalah metode spl Ž with ‘’ ’r (Prahasta 2005)“ Peta peta tematik tersebut kemudian diovrl‘y atau ditumpangsusunkan dengan metode wight” ovrl‘• sehingga dihasilkan peta-peta kesesuaian untuk setiap kegiatan.

Analisis Zonasi

Analisis zonasi dimaksudkan untuk melakukan penentuan zona atas hasil kesesuaian lokasi untuk berbagai kegiatan yang sudah diukur dengan kegiatan eksisting dan rencana pengembangan yang sudah ditetapkan yaitu untuk kegiatan pariwisata, budidaya, konservasi dan alur.

Dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pasal 10 dijelaskan bahwa pengalokasian ruang untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan alur laut.

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) adalah rencana yang menentukan penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan ijin.

Rencana struktur ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) meliputi pusat-pusat kegiatan yang berbasis pada pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan, yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana WP3K terutama jaringan transportasi, energi dan komunikasi.

Rencana pola ruang WP3K dibagi menjadi 4 kawasan yang meliputi : 1) kawasan pemanfaatan umum yang meliputi zona pariwisata, perikanan budidaya, perikanan tangkap, pertanian, permukiman, perkebunan, kehutanan, infrastruktur umum dan zonapemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya, 2) kawasan konservasi yang meliputi zona konservasi perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim dan atau sempadan pantai, 3) kawasan strategis nasional tertentu yang meliputi zona pertahanan dan keamanan, situs warisan dunia, perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, 4) alur laut yang merupakan alur pelayaran, alur sarana umum,alur migrasi ikan serta pipa dan kabel bawah laut.

(31)

Tabel 8 Matriks keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan ruang pesisir

Alur pelayaran Alur pelayaran

Pelabuhan Pelabuhan

Dermaga Dermaga

Budidaya ikan dalam KJA Budidaya ikan dalam KJA

Budidaya rumput laut Budidaya rumput laut

Penangkapan tradisional Penangkapan tradisional

Wisata selam Wisata selam

Wisatarksno lš ›œ Wisatasnork š ›œl

Wisata mangrove Wisata mangrove

Konservasi Konservasi

Alur migrasi biota Alur migrasi biota

Keterangan :

= Mengancam kegiatan di kiri = Mengancam kegiatan di atas = Positif dengan kegiatan di kiri = Positif dengan kegiatan di atas = Potensial menimbulkan konflik

(32)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gugus Pulau Maratua merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Maratua yang terdiri dari Pulau Maratua dan pulau-pulau kecil lainnya yaitu Pulau Sidau, Pulau Semut, Pulau Andongabu, Pulau Sangalan, Pulau Bulingisan, Pulau Nusa Kokok, Pulau Bakungan, Pulau Nunukan, Pulau Pabahanan dan gosong pasir. Pulau Maratua adalah pulau yang paling besar dan merupakan pusat kegiatan dan permukiman.

Aksesibilitas

Jarak gugus Pulau Maratua dari Kota Tanjung Redeb kurang lebih 60 mil laut dan dari Kota Tarakan kurang lebih 76 mil laut. Untuk mencapai gugus Pulau Maratua dari Kota Tanjung Redeb bisa menggunakan transportasi laut dan udara. Untuk transportasi laut menggunakan žŸŸ   ¡ ¢£¤ dengan lama perjalanan 3 sampai dengan 4 jam. Belum ada penyeberangan reguler dari dan menuju gugus Pulau Maratua. Saat ini sedang dibangun dermaga baru untuk kapal reguler dan masih dalam tahap penyelesaian. Dermaga utama berada di Desa Teluk Harapan kemudian untuk menuju Desa Payung-Payung dan Bohe Silian melalui akses jalan darat yang sebagian besar sudah diaspal. Untuk menuju Desa Teluk Alulu dan Pulau Nabuco dapat ditempuh melalui jalur laut dengan menggunakan perahu atau

žŸŸ   ¡¢£¤ selama kurang lebih 10 menit. Sedangkan untuk transportasi udara sudah ada bandara baru dan secara resmi belum beroperasi. Maskapai yang sudah melakukan uji coba penerbangan adalah maskapai Susi Air yang terbang dari bandara di Kota Tarakan.

Iklim

Letaknya yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, menyebabkan kondisi iklim di Pulau Maratua sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di samudera ini. Faktor oseanografi dipengaruhi pergerakan arus secara musiman dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang yang masuk melaui Laut Sulawesi kemudian menuju Selat Makassar dan Selat Lombok lalu menuju Samudera Hindia (GordonŸt £ ¥. 1994).

(33)
(34)
(35)

¦§¨ § ©ªa« ¬

Pulau Maratua memiliki bentuk topografi yang bergelombang hingga landai dengan tingkat kemiringan lereng yang bervariasi. Ketinggian di Pulau Maratua berkisar diantara 4 sampai dengan 124 meter di atas permukaan laut. Daerah yang memiliki kemiringan landai sebagian besar berada di Desa Teluk Harapan dan Desa Payung-Payung sehingga kedua desa ini menjadi pusat pemukiman penduduk (KKP 2010).

Gugus Pulau Maratua memiliki dua satuan morfologi, yaitu dataran pantai dan perbukitan rendah sampai tinggi. Dataran pantai memiliki topografi datar sampai bergelombang. Daerah dataran yang bertopografi datar sebagian besar merupakan daerah pemukiman, sedangkan daerah yang bergelombang serta perbukitan adalah daerah hutan campuran. Batuan penyusun daerah perbukitan adalah batu gamping terumbu yang mengalami pengangkatan. Dataran pantai tersusun oleh endapan pasir pantai yang merupakan endapan alluvial. Di Pulau Maratua terdapat dua tipe pantai, yaitu pantai berpasir dan pantai terjal ­®l¯°°±. Pantai berpasir terbentuk karena pengendapan pasir di pantai oleh gelombang, sedangkan tipe pantai terjal terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat (KKP 2010).

²§³ ´ ¬ µ¬¶§ µ¬a·´a³¸¹ ´aya Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Maratua pada tahun 2015 berjumlah 3.555 orang dengan laju pertumbuhan 4,45% dan kepadatan penduduknya sebesar 0,83 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbesar terdapat di pusat kecamatan yaitu di Desa Teluk Harapan sebesar 1.119 orang atau 31,48%, kemudian Desa Bohesilian sebesar 1.079 orang atau 30,35%, Desa Teluk Alulu sebesar 730 orang atau 20,53% dan Desa Payung-Payung 627 orang atau 17,64%. Namun berdasarkan kepadatan penduduk per km2, Desa Teluk Alulu memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 13,69 jiwa/km2, kemudian Desa Payung-Payung sebesar 11,52 jiwa/km2, Desa Teluk Harapan adalah 5,50 jiwa/km2dan Desa Bohesilian (0,28 jiwa/km2. Hal ini dipengaruhi faktor jumlah penduduk dan luas masing-masing desa yang tidak sama (BPS Berau 2015).

Pendidikan

Pada tahun 2015 jumlah anak yang bersekolah di tingkat TK 123 siswa, tingkat SD 526 siswa, tingkat SMP 181 siswa dan tingkat SMA 81 siswa. Jumlah gedung sekolah di wilayah gugus Pulau Maratua terdiri dari 3 gedung sekolah TK, 4 gedung SD, 1 gedung SMP dan 1 gedung SMA (BPS Berau 2015).

Kesehatan

(36)

setiap desa juga terdapat kegiatan posyandu untuk menjaga kesehatan ibu dan balita (BPS Berau 2015).

º»¼ ½a

Penduduk Pulau Maratua mayoritas beragama Islam yaitu dengan presentase 99,26 % dari total penduduk atau sebanyak 3.529 orang. Selain itu juga terdapat penduduk yang menganut agama Katolik sebanyak 11 orang, Hindu 4 orang dan Kristen Protestan 11 orang. Sarana peribadatan yang ada di gugus Pulau Maratua terdiri dari 4 masjid dan 1 musholla (BPS Berau, 2015).

¾¿ ÀÁ½aÂaÃ

Rumah-rumah penduduk di wilayah gugus Pulau Maratua sebagian besar merupakan rumah panggung yang terbuat dari kayu, selain itu ada juga rumah yang sudah terbuat dari batu-bata. Rumah-rumah tersebut sebagian ada yang difungsikan sebagai penginapan atau ÄÅÆÇstÈÉ bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Maratua. Di Desa Teluk Harapan yang merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Maratua terdapat sekitar 5 rumah penduduk yang difungsikan sebagai penginapan. Harga penginapan berkisar Rp 200.000 Rp 300.000 per orang per malam dan disesuaikan dengan fasilitas yang ada.

ºÊÀË¿ÀÌ Ê Â

Sumber air tawar di wilayah gugus Pulau Maratua berasal dari air sumur dan air hujan. Sumber air tawar yang cukup bagus hanya terdapat di Desa Teluk Harapan, sedangan air tawar yang sedikit payau terdapat di Desa Payung-Payung. Sedangkan dua desa lainnya yaitu di Desa Bohe Silian dan Desa Teluk Alulu tidak terdapat sumber air tawar dimana sumber air tawar didapatkan dari menampung air hujan dan bantuan peralatan desalinasi air laut. Pada tahun 2010 terdapat bantuan pemerintah berupa pengadaan tangki air untuk menampung air bersih hasil desalinasi.

¾¿ ÿ Àaà »¼Ã

Sampai saat ini di wilayah gugus Pulau Maratua belum ada listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kebutuhan penerangan dipenuhi oleh penduduk dengan menggunakan listrik yang berasal dari genset, bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), lampu petromaks dan lampu tempel yang menggunakan minyak tanah. Pengadaan PLTS merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan bantuan dari Kementerian Energi dan sumberdaya Mineral (KESDM).

ÍaÀaÃa ÎÏ ½Áà ÊÐaÌÊ

(37)

ÙÚÛÚ ÜbaÝÞÞß

Penduduk di wilayah gugus Pulau Maratua merupakan masyarakat yang paham mengenai pentingnya organisasi dan kelembagaan dalam mengatur persoalan di wilayahnya. Terdapat 2 kelembagaan di wilayah gugus Pulau Maratua yang merupakan terlahir dari kearifan lokal masyarakat.

1. Badan Kelola Kawasan (BKK)

Badan Kelola Kawasan (BKK) adalah sebuah lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pelestariannya. Terdapat 4 (empat) BKK di Pulau Maratua yang tersebar di tiap desa. Struktur organisasi BKK adalah sebagai berikut : Ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, seksi ekowisata, seksi konservasi, seksi pemberdayaan ekonomi serta penasehat yang terdiri dari Badan Pengurus Kampung (BPK) dan Camat.

2. Dakayu Akkal

Dakayu Akkal diambil dari bahasa Bajau yang berarti satu pemikiran. Dakayu akal merupakan piagam kesepakatan masyarakat di Pulau Maratua yang bergerak dalam pengelolaan sumberdaya. Melalui Dakayu Akkal, masyarakat mencoba melakukan pemetaan partisipatif untuk menentukan daerah-daerah yang harus dilindungi. Sementara itu, melalui Dakayu Akkal pula masyarakat berusaha untuk mengembangkan usaha wisata bahari melalui perusahaan rakyat dengan 75% kepemilikan saham oleh masyarakat. Dalam pengawasan terhadap penangkapan penyu.

Dakayu Akkal berkoordinasi dengan institusi lainnya, seperti POKWASMAS dan polisi air. Terdapat mekanisme kontrol terhadap terjadinya pelanggaran di Dakayu Akkal, yaitu : (a) sanksi teguran di hadapan pengurus Dakayu Akkal dan Polisi kampung, dan (b) bila diulangi lagi, maka akan diproses berdasarkan peraturan yang berlaku. Dakayu Akkal hingga tahun 2013 masih berjalan dalam pengembangan usaha wisata bahari.

Ùàßá âãâäß åæaã çæè éçè æ

Sarana dan prasarana di gugus Pulau Maratua semakin berkembang dari tahun ke tahun. Sampai tahun 2014 infrastruktur yang sudah ada adalah sebagai berikut :

1. Jumlah sarana ibadah terdiri dari 5 unit bangunan masjid dan 2 unit bangunan musholla.

2. Jumlah sarana kesehatan terdiri dari Puskesmas Induk 1 unit, Puskesmas Pembantu 3 unit dan Posyandu 5 unit.

3. Jumlah sarana dan prasarana olahraga terdiri dari lapangan sepak bola 4 lapangan, bola volley 10 lapangan, bulu tangkis 4 lapangan, dan tenis meja satu meja.

4. Keadaan rumah tangga menurut jenis penerangan yang digunakan terdiri dari genset 194 unit, Pembangki Listrik Tenaga Surya (PLTS) 653 unit, petromax 49 unit dan lampu tempel 67 unit.

(38)
(39)

6. Sarana transportasi darat terdiri dari 4 unit roda empat dan 274 unit roda 2. Sarana transportasi laut terdiri dari perahu motor 95 unit dan ê ëììí îïðñ 45 unit.

7. Jumlah dermaga rakyat ada 5 unit dimana 2 unit terletak di Desa Teluk Harapan dan masing 1 unit di desa yang lainnya. Untuk masing-masingò ìsort telah memiliki dermaga sendiri.

8. Pembangunan pelabuhan reguler di Desa Teluk Harapan dan Bandara Udara terletak di Desa Payung-payung.

9. Untuk pariwisata jumlah penginapan terdiri dari 4 unit òìsort dan 66 unit ó ïô ì stðõ .

ö÷ø ù úû úüý÷ø÷þú Wúÿayah

Kegiatan ekonomi yang menonjol di wilayah gugus Pulau Maratua adalah bidang pertanian yang terdiri dari kegiatan perikanan, perkebunan dan kehutanan. Mayoritas penduduk gugus Pulau Maratua bekerja pada sektor ini dimana yang berkerja di bidang perkebunan sebanyak 135 orang, bidang perikanan sebanyak 222 orang, di bidang perdagangan sebanyak 219 orang dan di bidang industri sebanyak 385 orang. Sedangkan penduduk yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil dan pekerjaan lainnya belum terdapat perhitungan yang pasti (BPS Berau 2015).

Ada juga penduduk di wilayah gugus Pulau Maratua yang memiliki pekerjaan yang tidak tetap dimana pada saat musim ikan mereka bekerja sebagai nelayan, sedangkan pada saat paceklik mereka bekerja sebagai petani, kuli bangunan, penyewaan perahu untuk wisata, warung makan dan memiliki penginapan.

Pertanian dan Perkebunan

Hasil pertanian yang banyak dihasilkan di wilayah gugus Pulau Maratua adalah jagung, kacang tanah, ketela pohon dan ketela rambat. Jenis-jenis sayuran yang ditanam diantaranya berupa kacang panjang, labu dan lombok. Sedangkan hasil perkebunan yang paling banyak dihasilkan adalah buah kelapa. Jenis pertanian dan perkebunan di wilayah gugus Pulau Maratua dibatasi oleh faktor tanahnya yang merupakan tanah dari lapisan sedimen karang yang terangkat.

Peternakan

Kegiatan peternakan di wilayah gugus Pulau Maratua meliputi ternak domba, kambing, itik dan ayam. Sektor peternakan kurang begitu berkembang karena kondisi lingkungan dan alam yang kurang mendukung untuk beternak..

Perikanan

(40)
(41)

Tabel 9 Volume produksi perikanan di wilayah gugus Pulau Maratua

Jenis Nama Ikan Volume Produksi (ton)

Nilai Produksi (Rp 1.000,-)

Manyung 30,8 154.000

Biji Nangka 37,9 492.700

Merah

Bambangan 55,6 1.668.000

Kakap 69,5 2.085.000

Gulamah 43,5 304.500

Pari 39,7 397.000

Bawal Hitam 53,1 1.327.500

Bawal Putih 50,3 2.012.000

Layang 82,2 822.000

Kuwe 49,2 1.230.000

Belanak 44,3 664.500

Kuro/Senangin 30,6 306.000

Tembang 42,5 127.500

Kembung 56,2 843.000

Tongkol Krai 94,3 1.225.900

Tenggiri 47,2 1.180.000

Baronang 43,3 1.299.000

Cakalang 109,8 1.427.400

Tongkol Komo 88,1 1.145.300

Lainnya 265,50 1.685.700

Jumlah 1.333,60 20.397.000

Krustasea

Sub Jumlah 95,5 3.417.200

Kepiting 19,3 289.500

Udang barong 1,2 180.000

Udang putih 38,9 2.334.000

Udang dogol 36,1 613.700

Kerang Dara 71,6 716.000

Cumi-cumi 46,4 696.000

Sotong 29,1 494.700

Gurita 30,9 370.800

Jumlah 178 2.277.500

Teripang 29,4 2.352.000

Ubur-ubur 11,3 5.650

Jumlah 40,7 2.357.650

Total 1.647,80 28.449.350

Sumber : DKP Berau (2014)

(42)

Tabel 10 Jumlah kapal dan perahu nelayan di wilayah gugus Pulau Maratua

Tahun Perahu Tanpa

Motor Motor Tempel Kapal Motor Jumlah

2011 5 69 183 257

2012 5 69 366 440

2013 5 69 183 257

2014 5 69 184 258

Sumber : BPS Berau (2015)

Di wilayah gugus Pulau Maratua belum tersedia Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), sehingga ikan hasil tangkapan nelayan umumnya dijual kepada para pengumpul. Para pengumpul ini kemudian membawanya ke Tanjung Batu dan Tanjung Redeb untuk dijual dan sebagian diekspor ke Malaysia melalui Tawau. Selain menjual ikan segar, nelayan di wilayah gugus Pulau Maratua juga sudah melakukan pengolahan ikan tapi masih sederhana dengan cara penjemuran. Belum ada pengolahan ikan yang lain seperti pemindangan, peragian, pengasapan, pembekuan, pembuatan tepung ikan dan sebagainya. Produksi ikan kering yang dihasilkan di Pulau Maratua pada tahun 2013 berjumlah 252 ton (DKP Berau 2014).

a bjakan

Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional

Melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, di dalamnya mencanangkan arah pembangunan kepariwisataan nasional yang diantaranya melalui pembangunan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN), yaitu destinasi pariwisata yang berskala nasional. Telah ditetapkan sebanyak 50 DPN yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya adalah DPN Derawan-Kayan Mentarang dan sekitarnya, yang mengandalkan 4 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) yaitu KPPN Tanjung Redeb dan sekitarnya, KPPN Derawan Sangalaki dan sekitarnya, KPPN Kayan Mentarang dan sekitarnya, serta KPPN Tarakan dan sekitarnya. Dari 4 KPPN pada DPN Derawan- Kayan Mentarang, hanya 2 KKPN yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yakni KPPN Derawan Sangalaki dan sekitarnya, serta KPPN Kayan Mentarang dan sekitarnya.

Kebijakan Pengembangan Kawasan Konservasi

Wilayah pesisir dan laut Berau terletak tepat di tengah , seolah kawasan ini menjadi jantung dalam tubuh Segitiga Karang. Perairan Berau dilalui oleh dua sungai penting di Pulau Kalimantan, yaitu Sungai Segah dan Kelay. Selain itu, perairan Berau juga merupakan rumah bagi 444 jenis karang

(43)

Berdasarkan nilai penting ekologis wilayah pesisir dan laut Berau maka telah ditetapkan Peraturan Bupati Berau Nomor 31 Tahun 2005 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Berau. KKLD Berau mencakup kawasan seluas 1.222.988 ha yang terletak antara Pulau Panjang, Tanjung Karangtigau dengan Karang Baliktaba di utara, menghadap ke Selat Makassar di sebelah timur dan Semenanjung Mangkalihat di sebelah selatan. Penetapan KKLD Berau tersebut sejalan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Berau. Tujuan pembentukan KKLD Berau adalah untuk melindungi keanekaragaman laut, serta menjamin pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pariwisata bahari yang berkelanjutan. Langkah Pemerintah Kabupaten Berau dengan menetapkan KKLD Berau tersebut telah diapresiasi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah melalui penetapan Taman Wisata Alam Laut Berau sebagai bagian dari Kawasan Lindung Nasional sebagaimana tertuang dalam lampiran VIII Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Pada tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Berau menerbitan Surat Keputusan Bupati Berau Nomor 516 Tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai Taman Pesisir Kepulauan Derawan Kabupaten Berau dengan luas 285.266 ha, yang terbagi dalam 3 zona yaitu zona inti dengan luas 15.097 ha (5%), zona pemanfaatan terbatas dengan luas 76.090 ha (27%) dan zona lainnya seluas 194.079 ha (68%).

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Berau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di Kabupaten Berau yang terdiri dari struktur ruang dan pola ruang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah pada tahun 2014 dengan nomor 8. Di dalam Perda tersebut wilayah perencanaan RZWP3K Kabupaten Berau ditetapkan sejauh 4 mil dari garis pantai (320 km) yang terdapat pada 9 kecamatan yaitu Pulau Derawan, Sambaliung, Gunung Tabur, Tabalar, Biatan, Talisayan, Batu Putih, Biduk-Biduk dan Maratua.

Rencana struktur ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) meliputi pusat-pusat kegiatan yang berbasis pada pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan, yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana WP3K terutama jaringan transportasi, energi dan komunikasi.

Rencana pola ruang WP3K dibagi menjadi 4 rencana pengembangan kawasan yang meliputi : 1) rencana pengembangan kawasan pemanfaatan umum yang meliputi zona budidaya perairan, perikanan tangkap, pertanian dan permukiman, perkebunan, kehutanan, industri, pelabuhan dan wisata, 2) rencana pengembangan kawasan konservasi yang meliputi konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan konservasi perairan, kawasan suaka alam dan perlindungan alam dan hutan lindung, 3) rencana pengembangan kawasan strategis nasional tertentu yang meliputi kawasan perbatasan dan pulau kecil terluar, 4) rencana alur laut yang merupakan alur pelayaran kapal dan alur migrasi biota.

(44)
(45)

a a a

a !" # $# %

Pasang surut perairan di Samudera Pasifik merupakan parameter oseanografi yang sangat mempengaruhi pasang surut yang terjadi di perairan sekitar gugus Pulau Maratua. Berdasarkan pengambilan dan pengolahan analisis data elevasi air pada wilayah penelitian selama 7 hari yang diamati pada tanggal 13 Juli 2014 -19 juli 2014, disimpulkan bahwa pasang surut di perairan gugus Pulau Maratua termasuk tipe campuran cenderung harian ganda dan sesuai dengan Wyrtki (1961).

Gambar 9 Hasil pengamatan pasang surut tanggal 13-19 Juli 2014

&'(a)a*a

Kisaran kedalaman di perairan gugus Pulau Maratua sampai sejauh 4 mil ke arah laut secara umum relatif dalam . Kedalaman perairan bagian barat, utara dan selatan gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir kedalaman rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 200 meter. Kedalaman perairan di sebelah timur gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 1500 meter. Pada bagian dalam laguna kedalaman relatif dangkal dan homogen berkisar 5-10 meter.

+$#

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau gerakan pasang surut. Di laut terbuka, arah dan kecepatan arus di lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter sangat ditentukan oleh angin (Aziz 2006).

Dari hasil pengukuran arus di perairan gugus Pulau Maratua, berdasarkan hasil model arus pada kondisi saat pasang menuju surut didapatkan kecepatan arus tertinggi di sebelah utara pulau dan di dalam laguna pada daerah yang terdapat kanal atau saluran air alami dengan kecepatan 32 cm/dtk . Sedangkan kecepatan arus yang terendah berada di sebelah barat dan timur pulau sebesar 6 cm/dtk. Pergerakan arus permukaan bergerak dari arah utara ke selatan gugus Pulau Maratua. Hal ini dipengaruhi oleh musim pada saat itu dimana pada saat itu

+ a), ,-'a .!$a/, a

Pasang surut perairan di Samudera Pasifik merupakan parameter oseanografi yang sangat mempengaruhi pasang surut yang terjadi di perairan sekitar gugus Pulau Maratua. Berdasarkan pengambilan dan pengolahan analisis data elevasi air pada wilayah penelitian selama 7 hari yang diamati pada tanggal 13 Juli 2014 -19 juli 2014, disimpulkan bahwa pasang surut di perairan gugus Pulau Maratua termasuk tipe campuran cenderung harian ganda dan sesuai dengan Wyrtki (1961).

Gambar 9 Hasil pengamatan pasang surut tanggal 13-19 Juli 2014

a a a

Kisaran kedalaman di perairan gugus Pulau Maratua sampai sejauh 4 mil ke arah laut secara umum relatif dalam . Kedalaman perairan bagian barat, utara dan selatan gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir kedalaman rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 200 meter. Kedalaman perairan di sebelah timur gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 1500 meter. Pada bagian dalam laguna kedalaman relatif dangkal dan homogen berkisar 5-10 meter.

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau gerakan pasang surut. Di laut terbuka, arah dan kecepatan arus di lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter sangat ditentukan oleh angin (Aziz 2006).

Dari hasil pengukuran arus di perairan gugus Pulau Maratua, berdasarkan hasil model arus pada kondisi saat pasang menuju surut didapatkan kecepatan arus tertinggi di sebelah utara pulau dan di dalam laguna pada daerah yang terdapat kanal atau saluran air alami dengan kecepatan 32 cm/dtk . Sedangkan kecepatan arus yang terendah berada di sebelah barat dan timur pulau sebesar 6 cm/dtk. Pergerakan arus permukaan bergerak dari arah utara ke selatan gugus Pulau Maratua. Hal ini dipengaruhi oleh musim pada saat itu dimana pada saat itu

a a a

a

Pasang surut perairan di Samudera Pasifik merupakan parameter oseanografi yang sangat mempengaruhi pasang surut yang terjadi di perairan sekitar gugus Pulau Maratua. Berdasarkan pengambilan dan pengolahan analisis data elevasi air pada wilayah penelitian selama 7 hari yang diamati pada tanggal 13 Juli 2014 -19 juli 2014, disimpulkan bahwa pasang surut di perairan gugus Pulau Maratua termasuk tipe campuran cenderung harian ganda dan sesuai dengan Wyrtki (1961).

Gambar 9 Hasil pengamatan pasang surut tanggal 13-19 Juli 2014

a a a

Kisaran kedalaman di perairan gugus Pulau Maratua sampai sejauh 4 mil ke arah laut secara umum relatif dalam . Kedalaman perairan bagian barat, utara dan selatan gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir kedalaman rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 200 meter. Kedalaman perairan di sebelah timur gugus Pulau Maratua menunjukkan bahwa dari garis pantai ke arah tubir rata-rata 15 meter dan setelah tubir kedalamannya mencapai 1500 meter. Pada bagian dalam laguna kedalaman relatif dangkal dan homogen berkisar 5-10 meter.

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau gerakan pasang surut. Di laut terbuka, arah dan kecepatan arus di lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter sangat ditentukan oleh angin (Aziz 2006).

(46)

33 Gambar 10 Peta sebaran batimetri perairan gugus Pulau Maratua

P Bakungan P Nunukan P Nusa Kokok

(47)

Gambar

Tabel 8 Matriks keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan ruang pesisir
Gambar 4  Peta orientasi wilayah gugus Pulau Maratua
Gambar 5  Peta topografi wilayah gugus Pulau Maratua
Gambar 6 Peta sebaran infrastruktur di wilayah gugus Pulau Maratua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut kajian yang dilakukan oleh Sowa (2002), terdapat beberapa kelebihan program pertukaran pelajar iaitu : (1) meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemahiran bahasa

Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian meliputi konstruksi jaring (Lampiran 1), jenis spesies ikan hasil tangkapan utama dan

Sama seperti Azka dalam buku ini, ia juga kesal karena baju kesayangannya.. Bagaimana Azka menyelesaikan masalahnya, silakan membaca

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian adalah: mengetahui diversitas ikan yang terdapat di Segara Anakan Cilacap, mengetahui distribusi spasial

Penggunaan pengetahuan tradisional yang tercermin dalam berbagai variabel tersebut akan menciptakan pengelolaan hutan adat yang dapat mendorong tercapainya

%HUNHPEDQJQ\D GHVD &amp;LPDKL VHEDJDL ORNDVL ]RQD LQGXVWUL WHODK GLNRPXQLNDVLNDQ ROHK &amp;DPDW .ODUL .HSDOD 'HVD &amp;LPDKL PHQLODL EDKZD KDO LQL DNDQ GDSDW PHPEDQWX

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa dari hasil perhitungan algoritma klasfikasi Naïve Bayes dengan