• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran ekstrak tempe pada tikus jantan usia prapubertas terhadap perkembangan reproduksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran ekstrak tempe pada tikus jantan usia prapubertas terhadap perkembangan reproduksi"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA TIKUS JANTAN USIA

PRAPUBERTAS TERHADAP PERKEMBANGAN

REPRODUKSI

NOVIA PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Novia Puspitasari

(4)

ABSTRAK

NOVIA PUSPITASARI. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Fitoestrogen merupakan zat yang terdapat dalam tumbuhan dan memiliki struktur mirip dengan hormon estrogen. Tempe merupakan hasil olahan kedelai yang menjadi sumber fitoestrogen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas (lepas sapih) terhadap perkembangan reproduksi. Sebanyak 18 ekor tikus jantan lepas sapih umur 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi ekstrak tempe 6.25 g/KgBB pada umur 21 hari sampai 48 hari. Parameter yang diamati meliputi bobot testis, hormon reproduksi, kehadiran spermatozoa, dan bobot badan. Pengambilan data dilakukan pada saat tikus jantan berumur 28, 42, dan 56 hari. Data yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan t-test dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas memberikan pengaruh berupa peningkatan bobot badan tikus jantan umur 42 dan 56 hari, peningkatan pertambahan bobot badan umur 28–24 hari, peningkatan kadar hormon estrogen umur 42 hari dan peningkatkan rasio hormon testosteron terhadap estrogen pada saat umur 56 hari. Akan tetapi, terdapat penundaan pembentukan sperma pada umur 56 hari.

Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, prapubertas, reproduksi jantan, tikus jantan.

ABSTRACT

NOVIA PUSPITASARI. The Role of Phytoestrogen of Tempe Extract through Prepuberty Male Rats on Reproduction Development. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

(5)

the age of 28–24 days, estrogen level at the age of 42 days and the ratio of testosterone to estrogen at the age of 56 days. However, there was a delay in the formation of sperm at the age of 56 days.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA TIKUS JANTAN USIA

PRAPUBERTAS TERHADAP PERKEMBANGAN

REPRODUKSI

NOVIA PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi

Nama : Novia Puspitasari NIM : B04090102

Disetujui oleh

Dr dra Nastiti Kusumorini Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2013 dengan judul Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr drh Aryani Sismin S, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, PhD, APVet selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri, dan Pak Edi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ayahanda Sumaji, ibunda Nurhidayati, adinda Mustika Purnamasari, seluruh keluarga tercinta dan teman-teman Geochelone, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Norsyakila, Resya Soffiana, dan ST. Nurul Muslinah, yang telah membantu selama pengumpulan data, serta sahabat terbaik penulis Ilmi Radi, Danagata, Feni Gulo, Anggi, Kevin, Alfian, Irfan, Neta, Kak Ari, Bu Nindy, Ridha, Pucan dan Irwan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Reproduksi Jantan 3

Fitoestrogen pada Tempe 4

METODE 4

Tempat dan Waktu 4

Bahan dan Alat 4

Materi Penelitian 4

Prosedur Penelitian 5

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 6

Analisis Statistik 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan 6 Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis dan Rasio Bobot Testis terhadap

Bobot Badan 8

Peran Ekstrak Tempe terhadap Hormon Reproduksi dan Kehadiran

Spermatozoa 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rataan bobot badan umur 28, 42, dan 56 hari dan pertambahan bobot badan tikus jantan pada umur 28-42 hari serta 42-56 hari 7 2 Rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap bobot badan

tikus jantan pada umur 28, 42, dan 56 hari 8

3 Rataan kadar estrogen, testosteron, dan rasio testosteron terhadap estrogen umur 28, 42, dan 56 hari serta persentase kehadiran

spermatozoa tikus jantan umur 42 dan 56 hari 9

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan pelaksanaan penelitian 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan pembuatan ekstrak tempe 15

2 Hasil analisis rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan 16 3 Hasil analisis rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap

bobot badan 18

4 Hasil analisis rataan kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fitoestrogen merupakan zat yang terdapat dalam tumbuhan dan memiliki struktur mirip dengan hormon estrogen. Struktur kimia fitoestrogen yang menyerupai estrogen menyebabkan fitoestrogen dapat menduduki reseptor dari estrogen. Golongan fitoestrogen yang utama adalah isoflavon (genestin, daidzein, glycitein, dan formononetin), flavon (luteolin), koumestan (koumestrol), stilbenes (resveratrol), dan lignan (secoisolariciresinol, matairesinol, pinoresinol dan lariciresinol) (Moutsatsou 2007). Fitoestrogen yang banyak terkandung di dalam kedelai dan produknya adalah golongan isoflavon. Fitoestrogen β-D-glikosida dari genistein merupakan komponen utama dari produk kedelai dengan kadar 55–56%,

β-D-glikosida dari daidzein sekitar 30–35% dan glycytin, glycitein, biochanin A dan formonentin sekitar kurang dari 10% (Setchell et al. 1997; Jefferson et al. 2012). Tempe merupakan hasil olahan kedelai yang memiliki kandungan fitoestrogen jenis isoflavon sekitar 3.1 mg isoflavon/gram proteinnya (Anderson

et al. 1995).

Fitoestrogen dapat memiliki efek seperti estrogen pada dosis rendah (estrogenik) dan menghambat estrogen pada dosis tinggi (antiestrogenik) (Kariyil 2010). Pada saat kadar estrogen tinggi, fitoestrogen akan tetap berikatan dengan reseptor estrogen walaupun daya ikatnya lemah dibandingkan dengan estrogen. Hal ini menyebabkan ikatan antara estrogen dengan reseptornya terhalang (anti-estrogenik). Fitoestrogen akan menjadi dominan pada saat estrogen tubuh rendah dan akan berikatan dengan reseptor estrogen sehingga menimbulkan efek estrogenik (Bustamam 2008; Barrett 1996). Fitoestrogen dapat memengaruhi metabolisme hormon steroid dengan menghambat aromatase, hidroksisteroid dehidrogenase, dan steroid α-reduktase (Barrett 2006).

(16)

2

Hipotalamus memegang peran penting dalam terjadinya pubertas, akan tetapi pada saat sebelum pubertas, kelenjar pituitari, gonad, dan target organ steroid mampu merespons adanya stimulasi hormon. Hal ini berarti stimulasi hormon pada saat sebelum pubertas dapat berpengaruh terhadap perkembangan reproduksi. Estrogen merupakan salah satu hormon reproduksi jantan yang dihasilkan dari jalur steroidogenesis androgen oleh enzim aromatase. Estrogen memiliki peran penting dalam mengatur hipotalamus-hipofise-testis axis dan dengan demikian secara tidak langsung mengatur LH serta testosteron melalui mekanisme umpan balik negatif. Beberapa penelitian terbaru menyatakan estrogen memiliki peran langsung dalam regulasi spermatogenesis (Carreau dan Hess 2010). Tidak adanya reseptor estrogen menyebabkan efek buruk pada spermatogenesis dan steroidogenesis (Akingbemi 2005).

Banyak penelitian telah dilakukan mengenai potensi fitoestrogen kedelai dan hasil olahannya. Hasil penelitian Tiffarent (2012) menunjukkan pemberian fitoestrogen ekstrak tempe dapat memengaruhi perkembangan reproduksi anak betina yaitu, memperpanjang jarak celah anogenital, menunda usia pubertas, dan meningkatkan bobot ovarium dan bobot uterus-vagina anak usia 42 hari setelah partus. Menurut hasil penelitian Gunnarsson et al. (2009), pemberian fitoestrogen dapat menstimulasi sintestis testosteron selama pubertas pada kambing jantan. Pemberian fitoestrogen prapubertas dimungkinkan dapat memengaruhi kondisi hormonal saat memasuki pubertas karena fitoestrogen dapat bersifat estrogenik. Kondisi hormonal pada saat memasuki pubertas memiliki peranan penting terhadap perkembangan dan optimalisasi kinerja organ reproduksi. Adanya kandungan fitoestrogen yang dapat bersifat estrogenik pada tempe memungkinkan terjadinya manipulasi estrogen tubuh sehingga meningkatkan testosteron selama pubertas yang pada akhirnya menghasilkan perkembangan organ reproduksi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai potensi pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas terhadap perkembangan reproduksi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekstrak tempe yang diberikan pada tikus putih jantan usia prapubertas terhadap perkembangan reproduksi berupa bobot testis, kadar hormon reproduksi, dan kehadiran spermatozoa pada saat memasuki pubertas.

Manfaat Penelitian

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi Jantan

Organ reproduksi jantan terdiri atas sepasang testis. Testis terdiri atas banyak tubuli seminiferus yang didalamnya terdapat sel-sel germinativum dan sel sertoli. Selain itu, di dalam testis diantara tubuli seminiferi terdapat sel interstisial yang disebut sel Leydig. Sel sertoli mempunyai enzim aromatase yang berfungsi mengubah androgen menjadi estrogen. Sel sertoli juga mensekresikan androgen binding protein (ABP) yang berfungsi mempertahankan kadar androgen tinggi dan stabil dalam cairan tubuh (Cunningham dan Klein 2007).

Testosteron merupakan hormon utama testis yang disintesis dari kolesterol di sel-sel Leydig. Selain itu, testosteron juga terbentuk dari androstenedion yang disekresikan dari korteks adrenal. Sekresi testosteron di bawah kontrol LH. LH merangsang sel Leydig dengan peningkatan pembentukan adenosine monophospat (AMP) siklik melalui reseptor serpentine LH. AMP siklik meningkatkan pembentukan kolesterol dari ester-ester kolestril dan perubahan kolestrol menjadi pregnenolon melalui pengaktifan protein kinase. Sejumlah kecil testosteron di dalam darah diubah menjadi estrogen. Testosteron bersama androgen lain memiliki efek umpan balik inhibitorik pada sekresi LH, membentuk dan mempertahankan karakteristik seks sekunder jantan, memiliki efek mendorong pertumbuhan serta anabolik protein yang penting. Testosteron bersama FSH berperan mempertahankan gametogenesis (Ganong 1995). Estrogen merupakan hormon steroid yang sangat penting dalam perkembangan dan pemeliharaan struktur reproduksi jantan selain testosteron. Estrogen dibentuk dari testosteron di dalam sel germinal testis dan sperma epididimis melalui proses aromatisasi oleh enzim aromatase. Estrogen tersebut berperan penting dalam menjaga dinamika cairan di dalam saluran reproduksi (Copper dan Olney 2011). Selain itu, estrogen memiliki peran dalam fertilitas reproduksi jantan. Pemberian zat kimia yang bersifat estrogenik pada hewan muda tidak akan menyebabkan terjadinya malformasi dari saluran reproduksi tetapi sedikit menunda perkembangan pubertas (Delbes et al. 2005; Shin et al. 2009). Estrogen diduga memiliki peran regulasi dalam testis karena biosintesis estrogen terjadi pada sel testis (Akingbemi 2005). Hormon yang berpengaruh pada pubertas adalah GnRH yang disekresikan oleh hipotalamus. Sekresi GnRH menstimulasi peningkatan sekresi LH dan FSH oleh hipofise anterior dan merangsang peningkatan testosteron selama pubertas. LH menstimulasi sel Leydig untuk meningkatkan produksi testosteron (Setchell 1982).

(18)

4

Fitoestrogen pada Tempe

Tempe kedelai banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan rendah lemak jenuh, dapat menurunkan kadar kolesterol, mudah dicerna, sumber mineral, dan stimulasi pertumbuhan. Tiga komponen isoflavon yang terdapat pada tempe yaitu genestin, daidzein dan unsur terkait seperti β-glikosida. Genestin dari golongan isoflavon telah terbukti bersifat menghambat tirosin kinase (Alrasyid 2007). Sampel tempe sebanyak 200 gram yang sudah diekstrak dengan metanol mengandung senyawa genestin sekitar 47.9 µg pada tempe segar dan 4635.7 µg pada tempe busuk (Sartika 2007). Fitoestrogen jenis isoflavon di alam ditemukan dalam bentuk inactive glycoside conjugates, yang terdiri atas glukosa atau karbohidrat dan menjadi aktif ketika sisa gula dihilangkan di dalam usus oleh bakteri. Fitoestrogen akan dimetabolisme dan diabsorbsi secara cepat kemudian memasuki sistem sirkulasi (Patisaul dan Jefferson 2010).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) pada bulan Januari sampai dengan Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah ekstrak tempe, aquades, larutan NaCl fisiologis (0.9%), larutan eter dan kit komersial enzyme linked immunabsorbant assay (ELISA) (Kit DRG Testosteron ELISA EIA-2693 dan Kit DRG Estradiol ELISA EIA-293 produksi DRG Instruments GmbH, Germany). Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus berbahan plastik dengan penutup kawat kasa, timbangan, spoid 3 ml, syringe 24 G, spoid cekok 1 ml, sonde lambung, tabung reaksi, tabung ependorf, alat sentrifuse, pipet tetes, freezer, timbangan analitik, botol ekstrak, mortar, gelas ukur 10 ml, peralatan bedah (papan alas, pinset, gunting), pot organ, gelas piala, termometer, penangas air, mikroskop, pipet leukosit, kamar hitung Neubauer-chamber, tisu dan kertas label.

Materi Penelitian

Hewan Coba

(19)

5 Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama penelitian berlangsung dengan menggunakan kandang plastik berukuran 30x20x12 cm dilengkapi kawat kasa penutup di bagian atasnya serta diberi alas sekam yang diganti secara berkala. Pakan dan minum diberi ad libitum serta pencahayaan dilakukan kurang lebih selama 12 jam.

Fitoestrogen

Fitoestrogen yang digunakan berasal dari tempe yang diekstrak dengan etanol 70% di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) (Lampiran 1). Setiap 100 gram ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang terdiri atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestin

Prosedur Penelitian

Sebanyak 18 ekor tikus putih jantan yang telah disapih pada umur 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok percobaan yaitu: K (kelompok kontrol), kelompok yang tidak diberi perlakuan dan P (kelompok perlakuan) yang diberi ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/KgBB dalam volume 0.5 ml. Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde lambung setiap hari selama 28 hari dimulai pada saat anak tikus berumur 21 hari sampai 48 hari.

Sebanyak tiga ekor tikus jantan berumur 28, 42, dan 56 hari dari masing-masing kelompok perlakuan dinekropsi dengan cara eutanasi menggunakan eter dan dibedah untuk diambil data tampilan reproduksi. Data yang diambil dari setiap sampel meliputi bobot badan, bobot organ reproduksi jantan (testis), kehadiran spermatozoa, dan hormon reproduksi (estrogen dan testosteron). Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

6

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran

Bobot Testis

Tikus jantan umur 28, 24, dan 56 hari dieutanasi dan kemudian dipreparir untuk mendapatkan organ testis dan dikeluarkan dari rongga tubuh. Testis yang baru saja dikeluarkan langsung ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan alas alumunium foil dan dinyatakan sebagai bobot testis dengan satuan gram.

Kehadiran Spermatozoa

Kehadiran spermatozoa tikus jantan umur 42 dan 56 hari didapat dengan melakukan pengenceran spermatozoa yang ada pada cauda epididimis menggunakan larutan NaCl 0.9% dengan suhu 37 °C. Hasil pengenceran kemudian diletakkan pada kamar hitung Neubauer-chamber dengan menggunakan pipet leukosit untuk diamati ada tidaknya sperma dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Kehadiran spermatozoa pada sampel yang diperiksa dinyatakan dengan nilai 0 yang berarti tidak ada dan 1 berarti ada kemudian ditampilkan dalam persentase.

Hormon Reproduksi (Estrogen dan Testosteron)

Hormon reproduksi estrogen dan testosteron diukur pada saat tikus jantan umur 28, 42, dan 56 hari. Pengukuran kadar hormon estrogen dan testosteron dilakukan dengan cara mengambil sampel darah tikus jantan yang telah dibius menggunakan eter sebanyak 2-3 ml secara intrakardial. Sampel darah ditempatkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama kira-kira 4 jam, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Serum yang terbentuk dipisahkan ke dalam tabung ependorf dan diukur kadar hormon estrogen dan testosteron dengan teknik ELISA di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB.

Analisis Statistik

Parameter hasil pengukuran bobot testis dan hormon reproduksi akan dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku, sedangkan data kehadiran spermatozoa dinyatakan dalam presentase. Perbedaan antar kelompok akan diuji secara statistika dengan uji independent sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan dan Pertambahan Bobot badan

(21)

7 badan umur 42–56 hari. Hasil pengukuran bobot badan tikus jantan kelompok perlakuan dan kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) pada umur 28 hari dan berbeda nyata (p<0.05) pada umur 42 dan 56 hari. Bobot badan tikus jantan perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan pemberian ekstrak tempe pada saat prapubertas (lepas sapih) dapat meningkatkan bobot badan tikus jantan umur 42 dan 56 hari. Pemberian ekstrak tempe dapat menyebabkan peningkatan bobot badan karena mengandung senyawa fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen dan menimbulkan efek estrogenik. Menurut Guyton dan Hall (1997), estrogen berfungsi dalam metabolisme dan deposit lemak. Estrogen menyebabkan peningkatan jumlah deposit lemak dalam jaringan subkutan. Selain itu, estrogen juga menyebabkan meningkatnya aktivitas osteoblastik dan laju pertumbuhan menjadi cepat pada awal pubertas. Hasil yang tidak berbeda nyata pada umur 28 hari diduga karena pemberian ekstrak tempe yang belum lama sehingga belum menimbulkan pengaruh terhadap bobot badan tikus jantan.

Pertambahan bobot badan kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, hasil yang berbeda nyata (p<0.05) hanya terdapat pada pertambahan bobot badan umur 28–42 hari dan pertambahan bobot badan pada umur 42–56 hari antara kedua kelompok tidak berbeda nyata. Pertambahan bobot badan pada perlakuan pada umur 28–42 hari yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe saat lepas sapih dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe diduga memengaruhi pertambahan bobot secara tidak langsung. Fitoestrogen berpengaruh pada fungsi estrogen pada tikus jantan sehingga berdampak pada kenaikan bobot badan. Hardjopranjoto (1995) menyebutkan bahwa metabolisme estrogen tubuh meningkatkan sintesis dan sekresi hormon pertumbuhan, sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan sel-sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot badan dan merangsang kelenjar korteks adrenal. Pertambahan bobot badan umur 42–56 hari tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok. Hal ini menunjukkan setelah 42 hari pengaruh dari ekstrak tempe mulai berkurang terhadap pertambahan bobot badan. Kondisi hormon reproduksi yang mulai aktif diduga menyebabkan Tabel 1 Rataan bobot badan umur 28, 42, dan 56 hari dan pertambahan bobot

badan tikus jantan pada umur 28–42 hari serta 42–56 hari

Parameter Rataan (gr)

Kontrol (K) Perlakuan (P)

Bobot badan (gram)

Umur 28 hari 24.14±1.87 25.23±3.56

Umur 42 hari 53.52±1.79a 72.86±5.85b

Umur 56 hari 81.50±4.08a 106.27±3.65b

Pertambahan bobot badan (gram)

28-42 hari 29.38±5.48a 47.63±8.88b

42-56 hari 27.98±5.48 33.41±4.79

a,bSuperscript

(22)

8

fitoestrogen lebih berpengaruh terhadap reproduksi dibandingkan dengan pertambahan bobot badan.

Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis dan Persentase Bobot Testis terhadap Bobot Badan

Perkembangan reproduksi jantan dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan bobot organ reproduksi jantan (testis). Besar testis akan bergantung pada perkembangan sel-sel yang ada di dalam tubuli dan sel diantara tubuli yang merupakan komponen penyusun testis. Peran ekstrak tempe terhadap bobot testis dan persentase bobot testis terhadap bobot badan dapat dilihat pada Tabel 2.

Bobot testis dari kelompok perlakuan dan kontrol pada umur 28, 42 dan 56 hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05), walaupun kelompok perlakuan cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Persentase rasio bobot testis terhadap bobot badan juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini diduga karena pemberian fitoestrogen dari ekstrak tempe pada usia prapubertas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot testis tikus jantan baik pada umur 28, 42 dan 56 hari.

Banyak studi sebelumnya menyatakan estrogen maupun fitoestrogen mempunyai efek menurunkan bobot testis. Diethylstilbestrol (DES) merupakan salah satu nonsteroid estrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen (ERs) dan secara luas digunakan sebagai model untuk pembelajaran efek estrogen pada saluran reproduksi jantan. DES dapat menyebabkan penurunan jumlah germ cells sehingga ukuran testis menjadi lebih kecil (Shin et al. 2009). Hasil penelitian Astuti (2009) menunjukkan bahwa pemberian isoflavon dosis tinggi 6 mg/ekor/hari menyebabkan penurunan berat testis akibat hambatan perkembangan testis. Hasil penelitian lain menunjukkan paparan fitoestrogen (genestin) jangka panjang menyebabkan penurunan jarak anogenital pada hewan jantan dan ukuran testis lebih kecil dibandingkan dengan normal pada saat pubertas (Wisniewski et al. 2003). Perbedaan hasil penelitian diduga karena perbedaan dosis penggunaan, Tabel 2 Rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap bobot badan tikus

jantan pada umur 28, 42, dan 56 hari.

Parameter Rataan (gr)

Kontrol (K) Perlakuan (P)

Bobot testis (gram)

Umur 28 hari 0.13±0.02 0.13±0.02

Umur 42 hari 0.46±0.10 0.81±0.20

Umur 56 hari 53,52 ± 1,79 72.86±5.85

Persentase bobot testis/bobot badan (%)

Umur 28 hari 0.53±0.06 0.53±0.04

Umur 42 hari 0.86±0.21 1.11±0.26

Umur 56 hari 1.37±0.64 1.32±0.43

a,bSuperscript

(23)

9 waktu, cara dan lama pemberian. Menurut Sherril et al. (2010) pemberian isoflavon kedelai menginduksi proliferasi aktivitas progenitor sel Leydig dan kemungkinan akan lebih banyak ditemukan sel Leydig selama prepubertas dan pubertas. Menurut Sherwood (2001) sel Leydig hanya mengisi 20% bagian testis dan 80% sisanya diisi oleh tubuli seminiferi. Hal ini memungkinkan peningkatan jumlah sel Leydig tidak selalu memberikan tampilan berupa peningkatan bobot testis.

Peran Ekstrak Tempe Terhadap Hormon Reproduksi dan Kehadiran Spermatozoa

Hormon reproduksi yang digunakan sebagai parameter pada penelitian ini adalah estrogen dan testosteron. Kedua hormon tersebut memiliki peran penting dalam perkembangan reproduksi jantan. Testosteron dihasilkan oleh sel Leydig di dalam testis dan estrogen dihasilkan dari aromatisasi testosteron dan androstenedion menjadi estrogen (Ganong 1995). Peran ekstrak tempe terhadap kadar hormon reproduksi dan kehadiran sperma dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil pengukuran kadar hormon menunjukkan kadar estrogen, testosteron dan rasio terstosteron terhadap estrogen antara kelompok kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada umur 28 hari. Kadar estrogen tikus jantan umur 42 hari dari kedua kelompok perlakuan berbeda nyata (p<0.05), yaitu kadar estrogen tikus jantan kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berbeda dengan kadar estrogen, kadar testosteron dan rasio Tabel 3 Rataan kadar estrogen, testosteron, dan rasio testosteron terhadap estrogen

umur 28, 42, dan 56 hari serta persentase kehadiran spermatozoa tikus jantan umur 42 dan 56 hari

Parameter Kelompok

Kontrol (K) Perlakuan (P)

Umur 28 hari

Estrogen (pg/ml) 3.48±5.31 5.31±1.68

Testosteron (ng/ml) 0.46±0.09 0.39±0.04

Rasio testosteron/estrogen 140.66±53.08 80.56±32.92

Umur 42 hari

Estrogen (pg/ml) 4.53±0.69a 7.17±1.49b

Testosteron (ng/ml) 0.33±0.04 0.42±0.18

Rasio testosteron/estrogen 74.84±22.03 62.21±23.36

Persentase kehadiran spermatozoa (%)

0 0

Umur 56

Estrogen (pg/ml) 5.10±0.72 6.94±1.63

Testosteron (ng/ml) 0.61±0.15 1.45±0.63

Rasio testosteron/estrogen 118.69±16.46a 203.74±40.58b

Persentase kehadiran spermatozoa (%)

67 0

a,b

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf

(24)

10

testosteron terhadap estrogen tidak berbeda nyata. Selain itu, pada umur 42 hari belum ditemukan adanya sperma pada kedua kelompok perlakuan. Kadar hormon estrogen dan testosteron pada umur 56 hari tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan rasio testosteron terhadap estrogen menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). Rasio testosteron terhadap estrogen kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara tidak langsung nilai ini menunjukkan bahwa kadar testosteron kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi pada kelompok perlakuan belum ditemukan adanya sperma dan 67% sampel dari kelompok kontrol telah ditemukan adanya sperma pada cauda epididimis.

Hasil yang tidak berbeda nyata pada kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron terhadap estrogen saat umur 28 hari karena tikus jantan belum memasuki peburtas dan kondisi hormonal yang belum aktif. Menurut Wolfensohn dan Lloyd (1998) masa pubertas tikus yaitu pada umur 50–60 hari. Saat usia prapubertas FSH dan LH disekresikan dalam jumlah sedikit dari kelenjar pituitari. Setelah lahir sampai terjadi pubertas terdapat mekanisme neural yang mencegah pelepasan GnRH (Cunningham dan Klein 2007). Adanya pencegahan pelepasan GnRH menghambat pelepasan FSH dan LH sehingga hanya sedikit rangsangan kepada sel-sel Leydig untuk memproduksi testosteron. Kondisi hormonal yang tenang saat sebelum pubertas dan waktu pemberian yang singkat diduga menyebabkan belum adanya pengaruh dari fitoestrogen yang terdapat pada ekstrak tempe terhadap kadar hormon reproduksi tikus jantan umur 28 hari.

Peningkatan kadar estrogen pada kelompok perlakuan terlihat nyata pada umur 42 hari diduga telah ada pengaruh fitoestrogen dari ekstrak tempe. Fitoestrogen dapat menyebabkan peningkatan kadar estrogen serum pada tikus jantan prapubertas karena ketersediaan substrat yang tinggi dan peningkatan aktivitas aromatase. Interaksi fitoestrogen diduga dapat memodulasi konsentrasi estrogen endogen dengan berikatan atau menginaktivasi enzim seperti enzim P450

aromatase, 5α reduktase, 17 βhydroxysteroid dehydrogenase, topoisomerases dan

tirosin kinase (Sherril et al. 2010; Marquez et al. 2012). Kadar estrogen tidak berbeda nyata pada kedua kelompok tikus jantan umur 56 hari. Hal ini terjadi diduga karena konsentrasi estrogen yang tinggi menjadikan fitoestrogen berbalik menjadi bersifat antiestrogenik.

Umur 56 hari pada tikus merupakan umur menjelang pubertas dan akan terjadi peningkatan kadar testosteron. Nilai rasio testosteron terhadap estrogen tikus jantan yang lebih tinggi secara tidak langsung menggambarkan peningkatan testosteron dalam serum. Menurut Gunnarsson et al. (2009), pemberian fitoestrogen dapat menstimulasi sintestis testosteron selama pubertas pada kambing jantan dengan meningkatkan sekresi triiodotironin (T3), yaitu hormon

yang diketahui menstimulasi steroidogenesis sel Leydig. Hal yang sama mungkin dapat terjadi pada pemberian fitoestrogen pada tikus jantan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Shin et al. (2009), yaitu kadar testosteron dalam serum dan LH mengalami penurunan secara signifikan pada pemberian kelompok DES. Diethylstilbestrol (DES) memengaruhi perkembangan pubertas pada anak tikus jantan dengan cara memengaruhi kadar hormonal. Adanya pemberian DES pada masa prapubertas dapat mengakibatkan kekacauan sistem hipotalamus-hipofise-gonad dengan mengganggu sistem

(25)

11 pituitari dan menganggu fungsi dari pituitari-gonad axis dengan mengontrol kadar LH dan FSH yang bersirkulasi melalui pengaturan feedback hormon steroid dan menyebabkan penekanan kadar testosteron dan meningkatnya apoptosis dari sel spermatogenik (Shin et al. 2009). Pemberian oestradiol 3-benzoat juga menyebabkan penurunan kadar testosteron serum dan intratestikular (Kaushik et al. 2010). Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena adanya perbedaan sumber estrogen yang digunakan, DES dan oestradiol 3-benzoat merupakan nonsteroid estrogen eksogen sintetik sedangkan fitoestrogen adalah nonsteroid estrogen eksogen yang berasal dari tumbuhan sehingga memberikan pengaruh yang berbeda.

Fitoestrogen tidak memberikan pengaruh terhadap adanya spermatozoa pada umur 42 hari karena pada umur tersebut tikus belum memasuki usia pubertas. Pada saat sebelum memasuki pubertas produksi hormon FSH rendah karena sekresi GnRH yang tidak cukup. Rendahnya hormon FSH menyebabkan proses spermatogenesis oleh sel sertoli yang rendah. Oleh karena itu sperma tidak ditemukan pada umur 42 hari pada saat tikus belum memasuki pubertas. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian susu kedelai yang mengandung fitoestrogen tidak memengaruhi jumlah sperma pada umur 42 hari karena tikus jantan belum mengalami pubertas (Sari 2012). Menurut Fox (2002), sperma mulai ada di cauda epididimis pada umur 45-46 hari dan puncak produksinya pada umur 75 hari. Pada usia 75 hari, tikus jantan telah mengalami dewasa kelamin, sehingga alat reproduksinya telah bekerja secara optimal termasuk testis.

Spermatozoa tidak ditemukan pada tikus jantan perlakuan umur 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe menyebabkan hambatan pembentukan sperma pada umur 56 hari pada saat sperma telah diproduksi. Walapun pada kelompok perlakuan memiliki kadar testosteron yang tinggi. Diduga mekanisme yang terjadi pada kondisi ini sama dengan pada saat pemberian testosteron secara sistemis. Tingginya testosteron yang dihasilkan akibat pemberian fitoestrogen ini diduga telah memberikan umpan balik berupa hambatan sekresi LH. Menurut Ganong (1995) sebagai respon LH, sebagian testosteron yang disekresikan dari sel Leydig membasahi epitel seminiferus dan memberikan konsentrasi lokal androgen yang tinggi yang penting untuk spermatogenesis normal. Akibat penghambatan LH karena tingginya testosteron memberikan hambatan pembentukan sperma.

(26)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/KgBB per hari pada tikus putih jantan dimulai dari umur 21 hari sampai 48 hari dapat menyebabkan peningkatan hormon estrogen pada tikus jantan umur 42 hari, peningkatkan rasio hormon testosteron terhadap estrogen pada saat umur 56 hari. Akan tetapi, terdapat penundaan pembentukan spermatozoa pada tikus jantan umur 56 hari. Selain itu, terdapat peningkatan bobot badan tikus jantan umur 42 dan 56 hari serta peningkatan pertambahan bobot badan umur 28–42 hari.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada saat tikus jantan memasuki usia dewasa kelamin sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh pemberian fitoestrogen pada saat usia prapubertas terhadap perkembangan reproduksi jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Akingbemi BT. 2005. Estrogen regulation of testicular function. Reproductive biology and endocrinology 3(51):1-13.

Alrasyid H. 2007. Peranan isoflavon tempe kedelai, fokus pada obesitas dan komorbid. Majalah Kedokteran Nasional. 40(3):203-210.

Anderson JW, Johnstone BM, Newell MEC. 1995. Meta analysis of the effects of soy protein intake on serum Lipids, Di dalam Alrasyid H. 2007. Peranan isoflavon tempe kedelai, fokus pada obesitas dan komorbid. Majalah Kedokteran Nasional. 40(3):203-210.

Assinder S, Davis R, Fenwick M, Glover A. 2007. Adult-only exposure of male rats to a diet of Tropical and high phytoestrogen content increases apoptosis of meiotic and post-meiotic germ cells. Reproduction. 133:11–19.

Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon. MKB. 41(4):180-186.

Barrett JR. 1996. Phytoestrogens: friends or foes? Environmental Health Perspectives 104:478-482.

Barrett JR. 2006. The science of soy: what do we really know?. Environmental Health Perspectives. 114(6):352-358.

Bustamam N. 2008. Fitoestrogen dan kesehatan tulang. Bina Widya. 19 (3):146-150

Carreau S, Hess RA. 2010. Oestrogens and spermatogenesis. Philosophical Transactions of The Royal Society. 365:1517-1535.

(27)

13 Cooper B, Olney R. 2011. Effect of exogenous estrogens and testosterone on reproductive structures and spermatogenesis in the male rat. http://escholarshare.drake.edu/handle/2092/1589

Cunningham JG, Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-4. Philadelphia (US): Elsevier Inc.

Delbes G, Levacher C, Duquenne C, Racine C, Pakarinen P, Habert R. 2005. Endogenous estrogens inhibit mouse fetal leydig cell development via

estrogen receptor α. Endocrinology.146:2454-2461.

Fox JG. 2002. Laboratory Animal Medicine.Ed ke-2. New York (US): Academic pr.

Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusumah MD, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah MD, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Ed ke-17.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): ECG. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Ed ke-9.

Gunnarsson D, Selstam G, Ridderstrale Y, Holm L, Ekstedt E, Madej A. 2009. Effects of dietary phytoestrogens on plasma testosterone and triiodothyronine (T3) levels in male goat kids. Acta Veterinaria Scandinavica. 51:51

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr.

Jefferson WN, Patisaul B, Williams CJ. 2012. Reproductive consequences of developmental phytoestrogen exposure. Reproduction. 143:247-260

Kariyil BJ. 2010. Phytoestrogen in animal origin foods. Veterinary World. 1:43-45.

Kaushik MC, Misro MM, Sehgal N, Nandan D. 2010. Effect of chronic oestrogen administration on androgen receptor expression in reproductive organs and pituitary of adult male rate. Andrologia.42(3):193-205

Marquez SR, Hernandez H, Alfredo F, Gutierrez MM, Duarte G, Vielma J, Rodriguez GF, Fernandez IG, Keller M, Delgadillo JA. 2012. Effect of phytoestrogens on mammalian reproductive physiology. Tropical and Subtropical Agroecosystems. 15(1):129-145.

Moutsatsou P. 2007. The spectrum of phytoestrogens in nature: our knowledge is expanding. Hormones. 6:173-193.

Patisaul HB, Jefferson W. 2010. The pros and cons of phytoestrogens. Frontiers in Neuroendocrinology. 31:400-419.

Russel LD. 1992. Normal development of the testis, Di dalam Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat.Ed ke-2. USA (US) : Elsevier Academic Press. Pp 153

Sari O. 2012. Pemberian susu kedelai fermentasi pada tikus putih (Rattus norvegicus) bunting atau menyusui terhadap kinerja reproduksi anak jantan [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sartika ND. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol tempe

(28)

14

Setchel BP. 1982. Spermatogenesis and spermatozoa, Di dalam Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat.Ed ke-2. USA (US) : Elsevier Academic Press. Pp 153.

Setchell KD, Zimmer-Nechemias L, Cai J, Heubi JE. 1997 Exposure of infants to phyto-oestrogens from soy-based infant formula. Lancet. 350:23- 27.

Sherrill JD, Sparks M, Dennis J, Mansour M, Kemppainen BW, Bartol FF, Morrison EE, Akingbemi BT. 2010. Developmental Exposures of Male Rats to Soy Isoflavones Impact Leydig Cell Differentiation. Biology of Reproduction. 83:488-501.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm, penerjemah; Santoso BI, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Human Physiology: from cells to systems.

Shin JH, Kim TS, Kang IH, Kang TS, Moon HJ, Han SY. 2009. Effect of postnatal administration of diethylstilbestrol on puberty and thyroid fuction in male rats. Journal of Reproduction and Development.55(5):461-466.

Tiffarent R. 2012. Pemberian fitoestrogen ekstrak tempe pada induk bunting dan induk laktasi terhadap fungsi reproduksi anak betina tikus Sprague dawley. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wisniewski AB, Klein SL, Lakshmanan Y, Gearhart JP. 2003. Exposure to genistein during gestation and lactation demasculinizes the reproductive system in rats. Journal of Urology. 169:1582-1586.

(29)

15 Lampiran 1 Bagan pembuatan ekstrak tempe

Tempe dirajang

Digiling atau ditumbuk

Diberi pelarut dengan perbandingan 1:3 yaitu 3 kg tempe dengan 9 liter ethanol 70%

Dikocok menggunakan stirrer elektrik selama 2 jam agar homogen

Didiamkan selama 24 jam

Disaring untuk mendapatkan filtrat

Dimasukkan ke dalam rotavapor selama 2 hari dnegan suhu 40oC

Dilakukan freeze dryer untuk pengeringan

(30)

16

Lampiran 2 Hasil analisis rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan a. Bobot badan

Variances t-test for Equality of Means

(31)

17

Variances t-test for Equality of Means

(32)

18

Lampiran 3 Hasil analisis rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap bobot badan

Variances t-test for Equality of Means

(33)

19 b. Rataan persentase bobot testis terhadap bobot badan

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

-.067 2.779 .951 -.00003333 .00049791 -.00169165 .00162499

RBtBB6mg Equal

-1.423 1.707 .310 -.00332500 .00233681 -.01522665 .00857665

RBtBB8mg Equal

(34)

20

Lampiran 4 Hasil analisis rataan kadar hormon estrogen, testosteron dan rasio testosteron terhadap estrogen.

a. Rataan hormon kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron terhadap estrogen umur 28 hari

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df

(35)

21 b. Rataan kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron terhadap estrogen

umur 42 hari

of Variances t-test for Equality of Means

(36)

22

c. Rataan kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron terhadap estrogen umur 56 hari

of Variances t-test for Equality of Means

(37)

23

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Bagan pelaksanaan penelitian
Tabel 1  Rataan bobot badan umur 28, 42, dan 56 hari dan pertambahan bobot
Tabel 3  Rataan kadar estrogen, testosteron, dan rasio testosteron terhadap estrogen

Referensi

Dokumen terkait

Pemberayaan masyarakat dibutuhakan dalam kaitannya supaya masyarakat mempunyai kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Upaya ini dapat dilakukan

Untuk mencapai diet yang sehat tersebut, salah satu cara yang disarankan oleh WHO adalah dengan membatasi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung gula tinggi termasuk

Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Pabrik Gula Tasikmadu di Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan adalah 1) perhitungan

Kendala yang dihadapi dalam keluarga Ibu Ni Ketut Suci dalam perekonomian dimana ibu Suci sudah berusia ketar 55 tahun yang sehari-harinya bekerja serabutan dan

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria cukup sehingga aspek ini dapat digunakan (bersyarat). Aspek bersedia mengajakteman

Sebagai tahapan evaluasi dokumen penawaran pada pemilihan penyedia ” Pekerjaan Pengadaan Personal Computer – Kode Lelang 2786042 ” yang menggunakan metode

PENGUMUMAN HASIL PRAKUALIFIKASI SELEKSI SEDERHANA PEKERJAAN JASA KONSULTANSI PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASIA. JABATAN

Usaha dalam bidang pertanian atau disebut juga agrobisnis (agribisnis ) adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari