• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basic Taste Threshold and Preferences in Food Matrices by Multicultural Approach in Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Basic Taste Threshold and Preferences in Food Matrices by Multicultural Approach in Indonesia"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

AMBANG SENSORI RASA DASAR DAN PREFERENSI

DALAM MATRIKS PANGAN DENGAN PENDEKATAN

MULTIKULTURAL DI INDONESIA

USWATUN HASANAH

F251114081

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ambang Sensori Rasa Dasar dan Preferensi dalam Matriks Pangan dengan Pendekatan Multikultural di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Uswatun Hasanah

(4)

RINGKASAN

USWATUN HASANAH. Ambang Sensori Rasa Dasar dan Preferensi dalam Matriks Pangan dengan Pendekatan Multikultural di Indonesia. Dibimbing oleh DEDE R. ADAWIYAH dan BUDI NURTAMA.

Rasa merupakan parameter penting yang menentukan penerimaan sebuah produk pangan. Hingga kini terdapat lima macam rasa dasar yang dikenal indera perasa manusia, yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami. Konsentrasi minimum senyawa rasa untuk dapat dikenali dan dideteksi oleh indera sensori manusia disebut dengan threshold atau ambang sensori. Beberapa penelitian mancanegara memperoleh hasil bahwa kebiasaan makan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi ambang sensori. Hasil penelitian cross-cultural terhadap suku dengan kebiasaan konsumsi makanannya juga menunjukkan adanya pengaruh pada preferensi seseorang terhadap suatu makanan, terkait dengan intensitas rasa tertentu yang terdapat pada makanan tersebut.

Indonesia merupakan bangsa multikultural dengan lebih dari 740 suku bangsa. Suku-suku di Indonesia memiliki perbedaan karakteristik rasa pada makanan khas masing-masing. Perbedaan karakteristik rasa makanan khas yang dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan antarsuku di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dikaji pengaruhnya dari segi ilmu sensori, karena belum terdapat literatur mengenai hal tersebut. Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu dari lima perguruan tinggi terbaik di Indonesia dapat menjadi representasi bagi keragaman suku di Indonesia. Mahasiswa TPB merupakan representasi yang baik karena belum terlalu lama tinggal di Bogor sehingga diperkirakan memiliki kebiasaan makan yang masih sama seperti di daerah asalnya.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan ambang sensori tiga rasa dasar dari senyawa rasa, yaitu manis (sukrosa), pahit (kafein), dan asin (NaCl) serta preferensinya dalam matriks pangan teh (rasa manis), kopi (rasa pahit), dan sup (rasa asin) pada tiga suku di Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan gender terhadap ambang dan preferensi sensori serta mengetahui hubungan antara ambang sensori dengan preferensi rasa dasar pada tiga suku di Indonesia.

(5)

preferensi dilakukan dengan metode Rank-Rating. Pengolahan data dilakukan menggunakan Microsoft Excel for Windows 2007 dan SPSS 20.

Pengolahan data kuesioner menunjukkan bahwa cita rasa dominan yang terdapat pada makanan khas ketiga suku tersebut adalah gurih dan manis. Kekhasan makanan suku Minang terdapat pada cita rasa pedas yang cukup dominan, yang tidak ditemukan dalam jumlah cukup besar pada dua suku lainnya. Minuman khas atau yang biasa dikonsumsi ketiga suku tersebut memiliki cita rasa dominan manis, dengan persentase jauh lebih tinggi dibandingkan cita rasa lainnya.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata ambang sensori ketiga suku tersebut untuk rasa manis adalah 6.027 mM (sukrosa), rasa pahit 0.713 mM (kafein), dan rasa asin 1.982 mM (NaCl). Panelis suku Minang memiliki ambang sensori tertinggi untuk rasa manis (8.139 mM) dan pahit (0.770 mM). Panelis Suku Jawa memiliki ambang sensori tertinggi pada rasa asin (2.177 mM). Nusa Tenggara memiliki sensitivitas tertinggi, dengan ambang sensori terendah pada ketiga rasa dasar tersebut (4.070 mM sukrosa, 0.671 mM kafein, dan 1.895 mM NaCl). Analisis statistik dengan ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ambang sensori rasa manis yang signifikan pada tiga suku tersebut (p=0.034). Suku Minang dan Nusa Tenggara memiliki ambang sensori rasa manis yang berbeda signifikan. Secara umum, panelis perempuan memiliki ambang sensori lebih rendah (lebih sensitif) pada ketiga rasa dasar tersebut dibandingkan panelis laki-laki. Uji-t memberikan hasil bahwa perbedaan gender mengakibatkan perbedaan yang signifikan pada ambang sensori rasa asin panelis laki-laki dan perempuan.

Pengujian preferensi memberikan hasil bahwa panelis ketiga suku memiliki kecenderungan yang sama, yaitu menyukai teh dengan rasa lebih manis dan minuman kopi dengan konsentrasi bubuk kopi tidak terlalu tinggi (rasa kopi tidak dominan). Rata-rata skor kesukaan tertinggi panelis ketiga suku diberikan pada teh dengan konsentrasi gula 12.5% dan kopi dengan konsentrasi bubuk kopi 1.07%. Analisis statistik dengan ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan suku memberikan perbedaan yang signifikan terhadap preferensi rasa pahit dalam minuman kopi (p=0.031). Suku Jawa dan Nusa Tenggara memiliki preferensi rasa pahit dalam minuman kopi yang berbeda signifikan. Variasi skor kesukaan yang tinggi pada grafik rasa asin dalam sup dapat disebabkan penyajian sampel yang berbeda dengan kondisi konsumsi normal sehingga kemungkinan panelis mengalami bias. Hasil pengujian menunjukkan bahwa panelis perempuan cenderung menyukai teh yang lebih manis dibandingkan panelis laki-laki, sedangkan panelis laki-laki menyukai kopi yang lebih pahit dibandingkan panelis perempuan. Meski demikian, uji-t memberikan hasil bahwa perbedaan gender

tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi rasa dasar dalam matriks pangan. Korelasi antara ambang sensori rasa dasar dan preferensinya dalam matriks pangan memberikan nilai yang rendah. Diduga tidak terdapat korelasi antara ambang sensori rasa dasar dan preferensinya dalam matriks pangan. Identifikasi cita rasa dominan pada makanan dan minuman khas daerah tidak disertai intensitas rasa, sehingga belum dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap ambang sensori dan preferensinya dalam pangan.

(6)

SUMMARY

USWATUN HASANAH. Basic Taste Threshold and Preferences in Food Matrices by Multicultural Approach in Indonesia. Supervised by DEDE R. ADAWIYAH and BUDI NURTAMA.

Taste is the most important parameter for food acceptance. Each of the basic tastes; sweet, bitter, sour, salty, and umami, has its minimum concentration to be detected or identified by human senses, called threshold. Cross-cultural studies showed that eating habit was one of the factors that affect taste threshold and preference of food, associated with taste intensity in the food.

Indonesia is an archipelagic country with multiethnic citizens with more than 740 ethnic groups. Each ethnic group has its unique food taste and eating habits. Bogor Agricultural University as one of the best university in Indonesia could be a good representative of Indonesian multiethnicity. First year undergraduate students are good representatives. They have lived in Bogor for a short time, thus it can be assumed that their eating habit based on ethnicity still remains.

The aim of this study was to evaluate taste threshold of three basic tastes (sweet, bitter, and salty) and preference in food matrices (tea, coffee, and vegetable soup broth) of three ethnic groups in Indonesia. The other aims were to evaluate the influence of gender to taste threshold and preference in Indonesia and to evaluate the correlation between taste threshold and its preference in food matrices.

This study was conducted in four stages: (1) preliminary study to determine concentration series of taste threshold and preference tests, (2) panelist recruitment, (3) evaluation of taste threshold and preferences in food matrices, and (4) data analysis. The panelists were first year undergraduate students in Bogor Agricultural University recruited from regional student organizations of three ethnic groups: Minangese, Javanese, and Nusa Tenggara. Recruitment criterias are age (17-25 years old) and having lived in the area of ethnic origin for 10 years minimum. Each ethnic group was represented by 30 panelists, with the proportion 60:40 for female and male. Sensory tests were conducted in Food Sensory Analysis Laboratory, SEAFAST Center, in individual booths on room temperature (25oC). Taste threshold determination was conducted by using three-alternative force choice (3-AFC) ascending concentration series method of limits (ASTM E679), while preference test was conducted using Rank-Rating method. Data analysis were using Microsoft Excel for Windows 2007 and SPSS 20.

Analysis of questionnaire data showed that umami and sweet taste were dominantly found in Minangese, Javanese, and Nusa Tenggara foods. Minangese foods were uniquely dominant in spicy taste. The beverages from three ethnic groups were dominant in sweet taste.

(7)

taste (2.177 mM of NaCl). Panelists from Nusa Tenggara had the lowest threshold of all tastes (4.070 mM of sucrose, 0.671 mM of caffeine, and 1.895 mM of NaCl). Statistical analysis showed that ethnic groups have significantly affected sweet taste threshold (p=0.034) between Nusa Tenggara and Minangese. Gender differences showed that female panelists had lower threshold of all tastes. Statistical analyses of threshold differences between genders resulted that gender difference only affected threshold of salty taste significantly.

Evaluation of basic tastes preference in food matrices of three ethnic groups in Indonesia) showed that all of the three ethnic groups had similar pattern of preference of sweetness and bitterness in food matrices. The panelists tend to prefer sweeter tea and low concentration of coffee powder in coffee beverage. The maximum hedonic score was given to the tea with 12.5% of sugar concentration and coffee beverages with 1.07% of coffee powder concentration. Statistical analysis resulted that ethnic groups have significantly affected preference of bitter taste in coffee beverages (p=0.031), especially between Nusa Tenggara and Javanese. The preference of saltiness in soup varied with unclear pattern. This might be caused by the different sample presentation from the normal consumption condition. Gender differences showed that female panelists tend to prefer sweeter tea, while male panelists tend to prefer more bitter coffee. Nevertheless, statistical analyses resulted that there were no significant differences of all basic taste preference in food matrices between genders.

The analysis of correlation showed that all basic tastes threshold had low correlation score with the preference in food matrices. There might be no correlation between taste threshold and the preference in food matrices. In this study, the identification was just about the dominant taste but not the intensity of each taste in food and beverages. Therefore, the effect of eating habits on taste threshold and preference could not be estimated.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

AMBANG SENSORI RASA DASAR DAN PREFERENSI

DALAM MATRIKS PANGAN DENGAN PENDEKATAN

MULTIKULTURAL DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Ambang Sensori Rasa Dasar dan Preferensi dalam Matriks Pangan dengan Pendekatan Multikultural di Indonesia

Nama : Uswatun Hasanah NIM : F251114081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dede R. Adawiyah, MSi Ketua

Dr Ir Budi Nurtama, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 Februari 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih untuk penelitian yang dilakukan penulis adalah sensori pangan, dengan judul Ambang Sensori Rasa Dasar dan Preferensi dalam Matriks Pangan dengan Pendekatan Multikultural di Indonesia.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya tesis ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si. sebagai ketua komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr sebagai komisi pembimbing. 2. Ibu Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si sebagai dosen penguji luar

komisi dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc sebagai Ketua Program Studi IPN, terima kasih atas bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Ibu Yudiwanti dan Bapak Achmad atas segala dukungan moril, materiil, ridho, dan doa kepada penulis.

4. Suami tercinta, Mas Syaefudin, atas dukungan, bantuan, ridho, dan doanya untuk penulis.

5. Teman-teman OMDA yang bersedia membantu penulis dalam rekrutmen panelis. selama perkuliahan hingga melaksanakan tugas akhir.

9. Adik-adik di rumah (Jannah, Mu’minah, Thoyyibah, Mardhiyyah, Muttaqin) dan Mbak Nur sekeluarga untuk keceriaan dan dukungannya pada penulis.

10. Teman-teman Lingkaran Cahaya dan Teh Bairanti untuk penjagaan, dukungan, dan doanya.

11. Teman-teman FORKOM ALIMS, adik-adik mentoring SPENSA dan Mentoring Plus di SMANSA yang telah memberikan berbagai inspirasi kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di bidang pangan.

Bogor, Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Hasil yang Diharapkan 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kebiasaan Makan Multikultural 4

Ambang Sensori 8

Preferensi Sensori 10

3 METODE 12

Waktu dan Tempat Penelitian 12

Bahan dan Alat 12

Metode Penelitian 12

Prosedur Analisis Data 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penelitian Pendahuluan 18

Identifikasi Cita Rasa Dominan pada Makanan dan Minuman Khas dari

Tiga Suku di Indonesia 24

Ambang Sensori Tiga Suku di Indonesia 26

Preferensi Tiga Suku di Indonesia terhadap Rasa Dasar dalam Matriks

Pangan 34

Korelasi Ambang Sensori dengan Preferensi 42

5 SIMPULAN DAN SARAN 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

(14)

DAFTAR TABEL

1 Beberapa hasil studi ambang sensori di mancanegara 6 2 Beberapa hasil studi preferensi di mancanegara 7 3 Seri konsentrasi pengujian ambang sensori sebelumnya 18

4 Seri konsentrasi pengujian ambang sensori 20

5 Jumlah bahan untuk pembuatan sup sayuran 22

6 Seri konsentrasi pengujian preferensi 22

7 Seri konsentrasi pengujian preferensi berdasarkan hasil FGD 23 8 Beberapa makanan dan minuman khas Sumatera Barat (Suku Minang) 24 9 Beberapa makanan dan minuman khas Jawa Tengah (Suku Jawa) 24 10 Beberapa makanan dan minuman khas Nusa Tenggara 25 11 Hasil uji-t pengaruh gender terhadap ambang sensori 33 12 Hasil uji-t pengaruh gender terhadap preferensi 40

13 Korelasi ambang sensori dengan preferensi 42

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 13

2 Susunan penyajian sampel untuk pengujian ambang sensori 15

3 Kartu bantu pengujian preferensi 17

4 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa sukrosa 19 5 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa kafein 19 6 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa NaCl 20 7 Grafik cita rasa dominan pada makanan khas tiga suku di Indonesia 25 8 Grafik cita rasa dominan pada minuman khas tiga suku di Indonesia 26 9 Grafik jumlah panelis dengan ambang sensori tertentu untuk rasa

manis pada suku Minang (A), Jawa (B), dan Nusa Tenggara (C) 27 10 Ambang sensori rasa manis tiga suku di Indonesia 28 11 Grafik jumlah panelis dengan ambang sensori tertentu untuk rasa

pahit pada suku Minang (A), Jawa (B), dan Nusa Tenggara (C) 29 12 Ambang sensori rasa pahit tiga suku di Indonesia 30 13 Grafik jumlah panelis dengan ambang sensori tertentu untuk rasa

asin pada suku Minang (A), Jawa (B), dan Nusa Tenggara (C) 31 14 Ambang sensori rasa asin tiga suku di Indonesia 32 15 Ambang sensori tiga rasa dasar pada tiga suku di Indonesia 33 16 Preferensi rata-rata tiga suku di Indonesia terhadap rasa manis teh 35 17 Preferensi rata-rata tiga suku di Indonesia terhadap rasa pahit kopi 36 18 Preferensi rata-rata tiga suku di Indonesia terhadap rasa asin sup 37 19 Variasi skor preferensi rasa manis dalam teh yang diberikan

panelis suku Minang (A), Jawa (B), dan Nusa Tenggara (C) 38 20 Variasi skor preferensi rasa pahit dalam minuman kopi yang

diberikan panelis suku Minang (A), Jawa (B), dan Nusa Tenggara (C) 38 21 Variasi skor preferensi rasa asin dalam sup yang diberikan panelis

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kode sampel 46

2 Contoh kombinasi pengacakan penyajian sampel 47

3 Kuesioner seleksi panelis 53

4 Pernyataan kesediaan menjadi panelis 54

5 Kuesioner makanan dan minuman khas daerah 55

6 Kuesioner pengujian ambang sensori 56

7 Kuesioner pengujian preferensi 57

8 Data makanan dan minuman khas daerah 58

9 Hasil uji statistik dengan SPSS 70

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rasa merupakan parameter penting yang menentukan penerimaan sebuah produk pangan. Hingga kini terdapat lima macam rasa dasar yang dikenal indera perasa manusia, yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami. Setiap rasa tersebut memiliki mekanisme pengecapan tersendiri di kuncup pengecap pada lidah manusia. Mekanisme pengecapan berkaitan dengan kemampuan senyawa rasa terlarut dalam saliva, diterima kuncup pengecap, dan menimbulkan respon otak. Sebagai contoh, mekanisme penerimaan rasa manis dan pahit berkaitan dengan protein GPCR yaitu reseptor jenis T1R dan T2R (Montmayeur dan Matsunami 2002), sedangkan mekanisme penerimaan rasa asam dan asin berkaitan dengan saluran ion.

Selain memiliki mekanisme penerimaan yang berbeda-beda, rasa juga memiliki konsentrasi minimum untuk dapat dikenali dan dideteksi oleh indera sensori manusia. Meski dapat membedakan intensitas dari konsentrasi yang berbeda, kuncup pengecap memiliki keterbatasan. Batas kapasitas sensori manusia disebut dengan istilah threshold (Meilgaard et al. 2007).

Terdapat berbagai faktor yang menentukan perbedaan threshold atau ambang sensori. Terkait dengan indera sensori, faktor yang menentukan perbedaan ambang di antaranya jenis kelamin, usia, kebiasaan makan, waktu pencicipan, dan metabolisme tubuh. Setiap individu memiliki perbedaan dalam sensitivitas rasa, dapat pula diwariskan secara genetis (Lawless dan Heymann 2010). Studi oleh Okoro et al. (1998) terhadap pelajar berusia remaja di Nigeria menunjukkan bahwa pelajar laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan ambang pengenalan rasa asin. Perbedaan gender juga berpengaruh signifikan terhadap kemampuan identifikasi rasa pahit (Michon et al. 2009). Mojet et al. (2005) menyatakan bahwa panelis berusia muda (19-33 tahun) dan tua (60-75 tahun) memiliki perbedaan sensitivitas ambang. Studi lainnya oleh Sanders et al. (2002) menunjukkan bahwa usia berpengaruh secara signifikan terhadap ambang sensori rasa manis. Selain itu, jenis rasa dan senyawa rasa dasar juga memberikan perbedaan ambang sensori.

Kebiasaan makan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi ambang sensori. Mitchell et al. (2013) dalam penelitiannya pada penduduk Dublin (Irlandia, Eropa) memperoleh hasil bahwa individu yang mengonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan cenderung membutuhkan garam lebih banyak untuk memperoleh sensasi rasa yang sama dibandingkan dengan individu yang lebih tidak sensitif terhadap garam. Dengan kata lain, kebiasaan konsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan meningkatkan ambang sensori terhadap rasa asin.

(18)

berbeda-beda. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa negara asal merupakan faktor terkuat yang memengaruhi preferensi terhadap keempat rasa tersebut. Sebagai contoh, anak-anak dari Jerman dan Spanyol menyukai rasa gurih dengan intensitas yang tinggi, sementara anak-anak dari Siprus dan Belgia menyukai rasa gurih dengan intensitas yang lebih rendah. Perbedaan konsentrasi rasa antara tertinggi dan terendah mencapai lebih dari dua kali lipat.

Indonesia merupakan bangsa multikultural, terdapat lebih dari 740 suku bangsa yang mendiami 17.504 pulau (Widodo 2009). Telah diketahui secara luas bahwa suku-suku di Indonesia memiliki perbedaan karakteristik rasa pada makanan khas masing-masing. Sebagai contoh, suku Jawa cenderung berselera dengan makanan atau masakan yang manis. Suku lainnya yaitu Minang cenderung menyukai makanan atau masakan yang pedas (Ariyani 2013). Suku Riau dan Palembang cenderung mengonsumsi pangan dengan rasa asin, dilihat dari makanan olahan ikan dan gulai yang berlemak. Kekhasan tersebut dapat memengaruhi sensitivitas serta preferensi orang yang berasal dari suatu suku terhadap rasa tertentu.

Institut Pertanian Bogor adalah salah satu dari lima perguruan tinggi terbaik di Indonesia, berdasarkan bibliometric ranking dan QS Indonesia ranking. Mahasiswa IPB memiliki karakteristik yang beragam, dengan latar belakang suku yang berbeda-beda. Hal tersebut terkait dengan cukup besarnya proporsi penerimaan mahasiswa dari jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) yang diseleksi dari seluruh Indonesia. Mahasiswa tingkat 1, atau lebih dikenal sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) merupakan representasi yang baik dari keragaman suku serta kebiasaan makan masing-masing suku. Dewi et al. (2009) menyatakan bahwa mahasiswa TPB merupakan representasi remaja yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Mahasiswa TPB belum terlalu lama tinggal di Bogor sehingga diperkirakan memiliki kebiasaan makan yang masih sama seperti di daerah asalnya.

(19)

Perumusan Masalah

Perbedaan preferensi terhadap rasa dasar pada makanan khas berbagai suku di Indonesia dapat mengindikasikan adanya pengaruh terhadap ambang sensori dan preferensi. Hal tersebut didukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di mancanegara. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) pengaruh perbedaan tiga suku di Indonesia terhadap ambang sensori tiga rasa dasar, (2) pengaruh perbedaan tiga suku di Indonesia terhadap preferensi sensori rasa dasar dalam matriks pangan, (3) pengaruh perbedaan gender terhadap ambang dan preferensi sensori, serta (4) hubungan antara ambang sensori dengan preferensinya pada ketiga suku tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan ambang sensori tiga rasa dasar dari senyawa rasa, yaitu manis (sukrosa), pahit (kafein), dan asin (NaCl) pada tiga suku yang berbeda di Indonesia

2. Menentukan preferensi rasa dasar dalam matriks pangan teh (rasa manis), kopi (rasa pahit), dan sup (rasa asin) pada tiga suku yang berbeda di Indonesia

3. Mengetahui pengaruh perbedaan gender terhadap ambang dan preferensi sensori, serta

4. Mengetahui hubungan antara ambang sensori dengan preferensi rasa dasar pada tiga suku yang berbeda di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu:

1. Memberikan rujukan ilmiah mengenai ambang sensori rasa manis, pahit, dan asin serta preferensi dalam matriks pangan pada tiga suku di Indonesia

2. Memberikan rujukan ilmiah mengenai ambang sensori rasa manis, pahit, dan asin serta preferensi dalam matriks pangan berdasarkan

gender

3. Memperkaya literatur mengenai keragaman cita rasa makanan khas dan kebiasaan makan akibat perbedaan suku di Indonesia dari sudut pandang sensori pangan

(20)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk penelitian yang dilakukan yaitu:

1. Perbedaan suku menyebabkan perbedaan ambang sensori rasa dasar serta preferensinya dalam matriks pangan, atau

2. Perbedaan suku tidak menyebabkan perbedaan ambang sensori rasa dasar, namun menyebabkan perbedaan preferensinya dalam matriks pangan

3. Perbedaan gender memengaruhi perbedaan ambang sensori rasa dasar 4. Terdapat korelasi antara ambang sensori rasa dasar dengan preferensi

dalam matriks pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berada dalam ruang lingkup berikut.

1. Studi dilakukan pada mahasiswa TPB IPB dari tiga suku berbeda, yaitu Minang, Jawa, dan Nusa Tenggara

2. Studi difokuskan pada tiga dari lima rasa dasar, yaitu manis, pahit, dan asin

3. Matriks pangan yang digunakan untuk pengujian preferensi adalah minuman teh untuk rasa manis, minuman kopi untuk rasa pahit, dan larutan sup sayuran untuk rasa asin.

Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Postulasi ilmiah mengenai pengaruh perbedaan suku dan keragaman cita rasa makanan khas di Indonesia terhadap ambang sensori dan preferensi rasa dasar

2. Publikasi ilmiah mengenai keragaman cita rasa makanan khas suku di Indonesia dari sudut pandang ilmu sensori pangan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kebiasaan Makan Multikultural

Kebiasaan makan dapat memengaruhi ambang sensori rasa dasar. Studi oleh Mitchell et al. (2013) terhadap pada penduduk Dublin (Irlandia, Eropa) memperoleh hasil bahwa individu yang terbiasa mengonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan cenderung membutuhkan garam lebih banyak untuk memperoleh sensasi rasa yang sama dibandingkan dengan individu yang lebih tidak sensitif terhadap garam. Dengan kata lain, kebiasaan konsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan meningkatkan ambang sensori terhadap rasa asin.

(21)

tertentu pada makanan tersebut. Hasil studi Prescott et al. (1997) mengenai preferensi konsumen Jepang dan Australia terhadap intensitas rasa manis pada jus jeruk, sereal sarapan, serta es krim menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan persepsi antara kedua suku bangsa tersebut mengenai intensitas sensori. Variasi pola respon panelis terhadap kemanisan yang meningkat terlihat pada jenis matriks pangan dan suku bangsa. Meski demikian, diperoleh hasil antar suku bangsa yang sama mengenai konsentrasi kemanisan optimum untuk setiap jenis pangan yang diujikan.

Ludy dan Mattes (2012) melakukan studi terhadap suku bangsa Kaukasia dan Asia dengan kebiasaan konsumsi makanan pedas yang berbeda. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa panelis yang telah mengonsumsi makanan yang mengandung cabai sejak kecil memiliki preferensi terhadap konsentrasi cabai merah yang lebih tinggi dalam matriks pangan sup tomat jika dibandingkan dengan panelis yang mengenal sensasi rasa pedas setelahnya (remaja atau dewasa). Negara-negara yang penduduknya banyak mengonsumsi cabai merah memiliki penduduk yang terbiasa dengan rasa pahit dari senyawa 6-n -prophythiouracil (PROP) (Ludy dan Mattes 2012). Diduga terdapat keterkaitan antara kebiasaan konsumsi makanan pedas dengan penerimaan rasa pahit.

Lanfer et al. (2013) melakukan studi mengenai ambang sensori dan preferensi terhadap rasa dasar manis, pahit, asin, dan gurih pada anak-anak di delapan negara Eropa. Pengujian preferensi rasa dasar dilakukan dalam matriks pangan yang berbeda-beda. Rasa manis diujikan dalam matriks jus apel, sedangkan rasa asin dan gurih diujikan dalam matriks kraker. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa negara asal merupakan faktor terkuat yang memengaruhi preferensi terhadap keempat rasa tersebut. Sebagai contoh, anak-anak dari Jerman dan Spanyol menyukai rasa gurih dengan intensitas yang tinggi, sementara anak-anak dari Siprus dan Belgia menyukai rasa gurih dengan intensitas yang lebih rendah. Perbedaan konsentrasi rasa antara tertinggi dan terendah mencapai lebih dari dua kali lipat. Hasil analisis terhadap data menunjukkan bahwa preferensi terhadap rasa manis berkaitan dengan ambang sensori rasa asin dan gurih. Anak-anak dengan ambang sensori rasa asin dan gurih yang rendah memiliki peluang lebih besar untuk memilih jus apel dengan rasa yang lebih manis. Beberapa hasil studi mancanegara mengenai ambang sensori dan preferensi disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri lebih dari 740 suku bangsa (Widodo 2009). Masing-masing suku memiliki unsur kebudayaan yang unik dan khas. Unsur-unsur kebudayaan tersebut di antaranya adalah sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem sarana kehidupan, serta sistem teknologi. Beberapa hal yang memiliki perbedaan menonjol antar suku adalah bahasa, norma, dan makanannya (Ariyani 2013).

(22)

ini tidak sepenuhnya mutlak bagi anggota suku tertentu, tetapi memang terdapat konstruksi pemikiran jenis makanan dari masing-masing suku tersebut.

Tabel 1 Beberapa hasil studi ambang sensori di mancanegara No Rasa

Dasar

Senyawa Rasa Dasar

Ambang Sensori Panelis Sumber

1 Manis Sukrosa 50 mM (sebanyak Sukrosa 41.4 mM (ambang

pengenalan) Kafein 0.14 g/L (sebanyak

(23)

Tabel 2 Beberapa hasil studi preferensi di mancanegara No Rasa

Dasar

Matriks Pangan

Preferensi Panelis Sumber

1 Manis Jus jeruk

Hasil penelitian Ariyani (2013) menunjukkan bahwa makanan Jawa memiliki kekhasan yang berbeda sesuai daerah asalnya, namun secara prinsip terdapat kesamaan dalam cita rasanya. Jenis makanan yang umum adalah ramesan

(24)

Menurut Ariyani (2013), orang Minang yang merantau ke daerah Jawa melakukan strategi adaptasi dengan bahasa dan norma yang berlaku. Adaptasi juga dilakukan terhadap makanan yang merupakan kebutuhan dasar alamiah-biologis. Dalam mengonsumsi makanan Jawa, orang Minang melakukan adaptasi dengan memilih makanan yang cenderung pedas atau menyertakan sambal yang dapat memberikan rasa pedas, atau dengan memasak makanan sendiri. Orang Minang melakukan pemilihan terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, sebab masakan yang manis cenderung membuat orang Minang merasa mual dan ingin muntah. Adaptasi konsumsi makanan memerlukan pembiasaan dalam waktu cukup lama. Perbedaan kebiasaan makan antar suku di Indonesia tersebut merupakan hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, dalam kaitannya dengan ambang sensori rasa dasar dan preferensinya dalam matriks pangan.

Ambang Sensori

Meilgaard et al. (2007) menjelaskan bahwa ambang sensori atau threshold

adalah batas kapasitas sensori manusia. Ambang dapat digolongkan menjadi empat, yaitu ambang mutlak atau ambang deteksi, ambang pengenalan, ambang beda, dan ambang terminal. Ambang deteksi adalah stimulus terendah yang dapat memberikan sensasi. Jika stimulus tersebut telah dapat dikenali dan diidentifikasi secara spesifik, maka konsentrasi terendahnya disebut dengan ambang pengenalan. Umumnya ambang pengenalan lebih tinggi dari ambang deteksi. Ambang beda adalah perubahan konsentrasi yang dibutuhkan untuk memberikan perbedaan intensitas yang dapat dikenali, sedangkan ambang terminal adalah konsentrasi yang jika dinaikkan tidak terjadi perubahan intensitas lagi, berkaitan dengan kejenuhan kuncup pengecap.

Secara garis besar, terdapat tiga kategori utama pada metode penentuan ambang sensori (Kolpin 2008). Ketiga kategori utama tersebut adalah staircase procedures, R-index measures, dan alternative forced choice. Staircase procedures umum digunakan untuk menentukan ambang deteksi dan ambang lainnya, seperti ambang beda atau ambang pengenalan. Metode tersebut menggunakan serangkaian reverse 2-alternative forced choices (2-AFC). Metode 2-AFC dilakukan dengan menggunakan sepasang sampel, terdiri dari satu sampel yang mengandung stimulus dan satu sampel yang tidak mengandung stimulus (netral). Panelis diminta untuk menentukan sampel mana yang mengandung stimulus. Jika jawaban panelis salah, pengujian dilanjutkan menggunakan sampel yang mengandung stimulus dengan konsentrasi lebih tinggi. Jika jawaban panelis benar, pengujian diulang pada konsentrasi stimulus yang sama. Jawaban benar sebanyak dua kali pada konsentrasi stimulus yang sama akan berlanjut dengan pengujian menggunakan stimulus dengan konsentrasi lebih rendah. Peningkatan dan penurunan konsentrasi yang digunakan tersebut dikenal dengan nama

reversal. Prosedur reversal dilakukan hingga rasa dari dua peningkatan berturut-turut dapat dijawab dengan benar. Ambang pengenalan ditentukan dari rata-rata konsentrasi terendah yang dikenali pada setiap reversal (Pasquet et al. 2006).

Metode R-index didasarkan pada signal detection theory (SDT). Meilgaard

(25)

psikologis antara dua stimulus, yang dilambangkan dengan d’. R-index merupakan peluang pemberian jawaban benar pada pengujian pasangan sampel

signal (S) dan noise (N). Perbedaan yang besar antara dua stimulus akan memberikan peluang yang lebih besar untuk terdeteksinya perbedaan, sehingga R-index akan bernilai besar (Kolpin 2008). Lebih lanjut, Simpson et al. (2012) menjelaskan bahwa sampel terdiri dari set dengan satu S dan dua N disajikan secara acak. Panelis diminta untuk menjawab apakah suatu sampel merupakan S atau N, serta yakin atau tidak dengan jawaban tersebut. Deteksi stimulus merupakan hasil dari pengambilan keputusan yang bergantung pada tingkat keyakinan dan akurasi panelis.

Metode three-alternative forced-choice (3-AFC) ascending concentration series method of limits dideskripsikan dalam American Standard of Testing Materials atau ASTM E679 (ASTM 2011) dan ASTM 1432. Kedua metode tersebut menggunakan set sampel yang terdiri dari satu sampel berisi stimulus (test sample) dan dua blanko (blank sample). Panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel mana yang merupakan test sample. Jumlah set sampel yang digunakan bervariasi, namun setiap set sampel mengandung test sample

berisi stimulus dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Peningkatan konsentrasi pada setiap set harus merupakan faktor konstan, misalnya 2 atau 3. Panelis memulai pengujian pada set yang mengandung sampel dengan konsentrasi stimulus terendah, dan bertahap dilanjutkan ke set dengan konsentrasi stimulus lebih tinggi pada sampel (ascending concentration). Jawaban panelis dinilai dengan 0 untuk jawaban salah dan + untuk jawaban benar.

Perbedaan ASTM E679 dan ASTM 1432 terletak pada jumlah pengulangan yang dilakukan serta pengolahan data untuk memperoleh ambang sensori. Pada ASTM E679, pengujian untuk seluruh set hanya dilakukan satu kali, sedangkan pada ASTM 1432 dilakukan pengulangan untuk seluruh set sebanyak 5-7 kali (Kolpin 2008). Oleh karena itu ASTM E679 disebut juga dengan metode cepat. Ambang sensori grup pada ASTM 1432 ditentukan berdasarkan metode frekuensi. Ambang deteksi grup merupakan konsentrasi yang memberikan jawaban benar sebanyak 50% dari seluruh panelis. Metode pengolahan data yang digunakan oleh ASTM E679 memperhitungkan perkiraan terbaik (best estimate) dari setiap panelis, kemudian memperhitungkan geometric mean untuk memperoleh nilai akhir ambang sensori dari grup (ASTM 2011). Lawless (2010) menyatakan bahwa metode ASTM E679 terbukti mampu memperkirakan ambang sensori untuk rasa dan aroma, serta telah digunakan lebih dari 30 tahun.

(26)

terletak pada banyaknya pengulangan set pengujian serta waktu pengujian yang panjang. Total 20-40 set pengujian tersebut dilakukan selama 5-7 hari berbeda.

Studi terhadap ambang sensori haze (kompleks protein dan pektin yang menyebabkan kekeruhan) pada jus apel menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari staircase method sama dengan hasil yang diperoleh dari ASTM E679. Kelebihan metode ASTM E679 dibandingkan dengan ASTM 1432 yaitu jumlah sampel yang tidak terlalu banyak (3 sampel untuk setiap set, dengan jumlah 6-10 set) dan waktu pelaksanaan yang cepat (hanya satu kali pengulangan). Penetapan ambang sensori secara konvensional pada konsentrasi yang memberikan kemungkinan deteksi sebesar 50% dilakukan pada ASTM 1432, namun hal tersebut dipengaruhi oleh individu yang melakukan pengujian (Lawless 2010). Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari pengolahan data dengan metode ASTM E679 dilaporkan sebagai “not far therefrom” atau “tidak jauh dari” (ASTM 2011). Hasil penelitian Kolpin (2008) menunjukkan bahwa pengujian ambang sensori rasa pahit pada asam hop (Humulus lupulus) bir dan madu dengan metode ASTM E679 memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan metode ASTM 1432.

Preferensi Sensori

Preferensi sensori termasuk ke dalam uji afektif, dengan tujuan utama memperoleh respon personal terhadap produk, ide dari sebuah produk, ataupun karakteristik produk yang spesifik (Meilgaard et al. 2007). Selain preferensi, yang tergolong uji afektif adalah penerimaan. Uji afektif dilakukan dengan panelis konsumen, maka sering pula disebut uji konsumen. Hasil dari uji afektif dapat berguna untuk menjaga kualitas produk, optimasi atau peningkatan kualitas produk, pengembangan produk baru, mengetahui pasar yang potensial, review kategori produk, ataupun sebagai data pendukung untuk klaim produk.

Uji afektif dapat dilakukan secara kualitatif dengan metode focus group,

focus panels, mini groups, ataupun one-on-one interview. Uji afektif dapat pula dilakukan secara kuantitatif. Metode yang digunakan bergantung pada jumlah sampel dan jenis data yang ingin diperoleh. Untuk sampel dengan jumlah tiga atau lebih, pengujian preferensi dapat dilakukan dengan metode ranking. Pada metode simple ranking test, panelis menerima sejumlah sampel dan diminta memberikan penilaian secara berurut, misalnya 1 untuk penilaian terendah, dilanjutkan dengan angka-angka berikutnya (2, 3, dan seterusnya bergantung pada jumlah sampel) untuk penilaian yang lebih tinggi. Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan

Friedman’s test dan uji lanjut LSDrank (Meilgaard et al. 2007).

(27)

(parametrik). Analisis data dilakukan dengan ANOVA. Jika terdapat sampel yang berbeda nyata, dapat dilakukan uji lanjut dengan LSD atau Tukey-HSD.

Kim dan O’Mahony (1998) mengevaluasi efektivitas penggunaan metode tradisional 9-skala rating. Studi-studi sebelumnya menggunakan 9-skala kategorik dinyatakan memberikan hasil yang tidak konsisten. Adanya efek adaptasi selama pengujian dapat memberikan perubahan intensitas yang diterima antara sampel yang diuji pertama kali dengan sampel-sampel berikutnya. Kemungkinan lainnya adalah stimulus mungkin membingungkan bagi panelis sehingga tidak dapat langsung dibedakan dengan prosedur uji rating. Perbedaan intensitas dalam jumlah yang rendah dapat membingungkan sehingga tidak berbeda signifikan dengan metode tersebut. Selain itu, jumlah sampel yang banyak dapat menyebabkan panelis sulit mengingat nilai yang diberikan terhadap intensitas suatu atribut pada sampel awal dan sampel-sampel berikutnya, sebab pencicipan ulang tidak diperbolehkan.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dapat digunakan metode Rank-Rating. Metode Rank-Rating menggunakan 9-skala yang sama seperti metode rating, namun panelis dapat mengulang pencicipan seperti pada metode ranking. Pencicipan ulang memungkinkan panelis memberikan penilaian secara lebih baik, karena kesulitan mengingat intensitas ataupun nilai dapat diminimalisir. Panelis diberi kartu bantu besar yang mencantumkan 9-skala penilaian. Panelis memberikan penilaian dengan meletakkan wadah sampel pada skala di kartu bantu besar. Metode Rank-Rating memperbolehkan pengubahan nilai yang diberikan selama pengujian karena adanya stimulus dengan intensitas baru yang diterima pada sampel-sampel selanjutnya (Kim dan O’Mahony 1998).

(28)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – November 2013 di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mahasiswa IPB memiliki karakteristik yang beragam, dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda terkait dengan cukup besarnya proporsi mahasiswa yang diterima dari jalur SBMPTN dan BUD, sehingga dapat merepresentasikan mahasiswa seluruh Indonesia. Pengujian organoleptik bertempat di Laboratorium Analisis Sensori South East Asian Food and Agricultural Science and Technology

(SEAFAST) Center IPB.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian ambang sensori adalah sukrosa, kafein (diperoleh dari Shiratori Pharmaceutical Co., Ltd), dan NaCl (diperoleh dari Tomita Pharmaceutical Co., Ltd). Air digunakan sebagai penetral indra pencicip dan pelarut pada pengujian ambang sensori. Bahan-bahan yang digunakan pada pengujian preferensi yaitu teh hitam celup Sariwangi, kopi hitam instan Nescafé Classic, krimer MaxCreamer, gula pasir Gulaku, kraker Original Premium Nabisco, garam meja, bawang putih bubuk dan lada bubuk Koepoe Koepoe, serta sayur-sayuran segar (kentang, wortel, daun bawang, dan seledri). Bahan-bahan pengujian preferensi diperoleh dari pasar lokal. Alat yang digunakan untuk pengujian adalah alat-alat gelas, timbangan analitis, gelas ukur, sendok, nampan, disposable cup 1 oz untuk penyajian, aluminium foil, label, dan spidol. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner.

Metode Penelitian

Penelitian ambang sensori rasa dasar serta preferensinya pada matriks pangan dilakukan secara paralel. Hasil dari penelitian ambang sensori tidak dijadikan landasan pengujian preferensi. Terdapat penelitian pendahuluan berupa penentuan konsentrasi untuk setiap senyawa rasa dasar pada uji ambang sensori serta persiapan untuk pengujian preferensi. Pelaksanaan penelitian utama meliputi rekrutmen panelis yang dilanjutkan dengan uji organoleptik ambang sensori dan preferensi. Uji organoleptik dilakukan dengan memerhatikan prinsip-prinsip sensori. Panelis melakukan pengujian dalam booth individu dengan kondisi suhu ruang (25oC). Pelabelan sampel dengan tiga digit angka acak serta pengacakan penyajian sampel dilakukan untuk menghindari bias (Lampiran 1, halaman 46 dan Lampiran 2, halaman 47).

(29)

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan meliputi penentuan seri konsentrasi untuk setiap senyawa rasa dasar pada uji ambang sensori serta persiapan untuk pengujian preferensi. Kriteria seri konsentrasi untuk pengujian ambang sensori menurut ASTM (2011) yaitu meliputi konsentrasi yang lebih rendah dari kemungkinan deteksi atau pengenalan oleh panelis yang sensitif, juga meliputi konsentrasi yang dapat dikenali dengan benar oleh semua panelis. Meilgaard et al. (2007) menyatakan bahwa dibutuhkan penelitian pendahuluan terhadap seri konsentrasi yang digunakan pada pengujian ambang sensori untuk meminimalisir bias yang mungkin terjadi.

(30)

diketahui BET grup dan grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu, yang digunakan sebagai pertimbangan konsentrasi yang digunakan.

Persiapan pengujian preferensi dilakukan untuk setiap matriks pangan yang ditambahkan senyawa rasa dasar. Penentuan Standard Operational Procedure

dilakukan untuk penyiapan sampel. Untuk preferensi terhadap rasa manis, dilakukan penentuan 6 konsentrasi gula dalam teh hitam. Untuk preferensi terhadap rasa pahit, dilakukan penentuan 6 takaran penyeduhan yang memberikan 6 konsentrasi kafein dalam teh hitam, dengan konsentrasi gula dan krimer yang sama. Untuk preferensi terhadap rasa asin, dilakukan penentuan 6 konsentrasi garam dalam larutan sup, dengan konsentrasi bubuk bawang putih dan lada yang sama. Setelah itu dilakukan Focus Group Discussion yang melibatkan perwakilan panelis dari setiap suku.

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dengan tujuan memperoleh masukan mengenai formulasi dan seri konsentrasi sampel yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa formulasi yang digunakan merepresentasikan kesukaan panelis dari ketiga suku. Meilgaard et al. (2007) menyatakan bahwa FGD dilakukan oleh konsumen sejumlah 8-12 orang, yang dipilih berdasarkan kriteria spesifik. Diskusi dilaksanakan selama 1-2 jam dengan dipandu moderator. Sebanyak dua atau tiga sesi diskusi dilakukan terhadap produk untuk menentukan tren respon keseluruhan. Selain itu dilakukan pula pencatatan terhadap respon unik yang berbeda dari pola respon yang umum diberikan oleh panelis.

Rekrutmen Panelis

Rekrutmen panelis dilakukan bekerja sama dengan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) di IPB. Panelis berasal dari tiga suku berbeda, yaitu Minang, Jawa, serta Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur). Panelis dari suku Minang direkrut dari OMDA IPMM (Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang). Panelis dari suku Jawa direkrut dari OMDA FORKOMA (Forum Komunikasi Mahasiswa Kebumen), IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan Batang), dan KKB MK (Keluarga Kudus Bogor Menara Kota). Panelis dari Nusa Tenggara direkrut dari OMDA GAMA NUSRATIM (Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur), KEMAS (Keluarga Mahasiswa Samawa) Bogor, dan FKMBB (Forum Komunikasi Mahasiswa Bima Bogor). Panelis Provinsi NTB berasal dari Suku Bima, Samawa, Sasak, dan Mbojo, sedangkan panelis Provinsi NTT berasal dari Suku Lamaholot, Sumba, Kefa, Timor, Lago, Sabu, Ngada, Manggarai, Anakalang, dan Amuban. Panelis Provinsi NTB dan NTT digolongkan ke dalam satu kelompok, yaitu Nusa Tenggara.

Mahasiswa yang menjadi panelis dalam penelitian adalah mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB 2013/2014. Dewi et al. (2009) menyatakan bahwa mahasiswa TPB merupakan representasi remaja yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Responden yang dipilih adalah mahasiswa tingkat 1 (TPB) karena kemungkinan besar masih memiliki kebiasaan makan seperti saat di daerah asalnya, belum banyak terpengaruh oleh kebiasaan makan di Bogor.

(31)

menggunakan 23 sampai 35 orang panelis (ASTM 2011). Selain itu, 30 adalah jumlah minimum untuk memperoleh data dengan kurva normal secara statistika. Jumlah panelis yang digunakan memiliki perbandingan 60:40 untuk perempuan dan laki-laki.

Panelis yang telah direkrut selanjutnya diberikan orientasi berupa penjelasan mengenai teknis pengujian, jadwal pengujian, pengenalan laboratorium sensori, serta menandatangani persetujuan menjadi panelis (Lampiran 4, halaman 54). Setiap panelis diminta untuk datang tiga kali, masing-masing untuk pengujian ambang sensori dan preferensi dari tiga rasa dasar yang berbeda. Panelis juga diminta untuk mengisi kuesioner mengenai makanan dan minuman khas daerah masing-masing (Lampiran 5, halaman 55). Panelis dapat memilih maksimal dua cita rasa dominan untuk setiap makanan dan minuman khas masing-masing daerah.

Pengujian Ambang Sensori dengan Metode 3-AFC (ASTM 2011)

Pengujian ambang sensori dilakukan menggunakan metode three-alternative forced-choice (3-AFC) ascending concentration series method of limits ASTM E679 (ASTM 2011). Metode 3-AFC menggunakan tiga sampel, dan panelis harus memberikan jawaban dengan memilih satu dari tiga sampel tersebut (three-alternative forced choice). Sampel yang disajikan terdiri dari satu sampel senyawa rasa dasar (sampel/S) dan dua sampel tidak berisi senyawa rasa dasar (blanko/B). Pada pengujian ini panelis harus memilih satu sampel yang memiliki rasa berbeda (mengandung senyawa rasa dasar) dari setiap set sampel yang disajikan. Penyajian enam set sampel dengan enam konsentrasi senyawa rasa dasar yang berbeda dilakukan dari sampel dengan konsentrasi terendah hingga tertinggi (ascending concentration). Seri konsentrasi senyawa rasa dasar yang digunakan merupakan hasil dari penelitian pendahuluan, dengan faktor konsentrasi per set sebesar 2.

Selama satu jam sebelum pengujian panelis diminta untuk tidak makan, minum, atau menggosok gigi. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari bias akibat perbedaan sensitivitas indera perasa, sebab tidak dilakukan pencatatan konsumsi makanan dan minuman oleh panelis sebelum pengujian. Susunan penyajian sampel terdapat pada Gambar 2 berikut.

(32)

panelis). Sebanyak 10 ml sampel disajikan dalam disposable cup kecil. Pengujian sampel dalam satu set dilakukan secara berurutan dari kiri ke kanan. Panelis diminta untuk menetralkan indera perasa dengan berkumur, kemudian mulai mencicip dengan meminum sampel. Seluruh penetralan dalam pengujian ambang sensori dilakukan dengan berkumur dan mengeluarkan kembali air kumur tersebut, dengan tujuan menghindari kejenuhan panelis akibat terlalu banyak minum. Setelah ketiga sampel pada satu set dicicipi, panelis diminta melakukan penilaian dengan menuliskan kode sampel yang berbeda pada kuesioner yang disediakan (Lampiran 6, halaman 56). Panelis dapat mengulang pencicipan dalam set yang sama agar lebih yakin pada jawaban yang diberikan. Sebelum mencicipi sampel pada set selanjutnya, dilakukan penetralan. Tahapan pencicipan diulangi sehingga enam set telah diujikan. Panelis tidak dapat mengulang pencicipan antar set yang berbeda.

Penyajian sampel dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu Blanko-Blanko-Sampel, Blanko-Sampel-Blanko, dan Sampel-Blanko-Blanko. Urutan penyajian diacak antarpanelis untuk menghindari bias. Setelah selesai melakukan pengujian ambang sensori, panelis beristirahat selama 30 menit sebelum memulai pengujian preferensi rasa dasar.

Pengujian Preferensi dengan Metode Rank-Rating (Kim dan O’Mahony 1998)

Pengujian preferensi dilakukan dengan tiga jenis sampel, yaitu minuman teh hitam (rasa manis), minuman kopi (rasa pahit), dan larutan sup sayuran (rasa asin). Penyiapan sampel dilakukan berdasarkan SOP yang telah ditetapkan. Konsentrasi rasa dasar dalam setiap sampel mengacu pada hasil FGD.

Penyiapan sampel dilakukan berdasarkan Standard Operational Procedure

yang telah ditetapkan pada penelitian pendahuluan. Persiapan sampel teh hitam mengacu pada prosedur penyeduhan teh pada umumnya. Satu kantong teh celup diseduh dengan air mendidih sejumlah 200 ml, lalu didiamkan selama 5 menit. Sebelum kantung teh diangkat, dilakukan pencelupan dan pengangkatan kantung teh sebanyak 5 kali. Setelah itu dilakukan pencampuran gula dengan pengadukan hingga gula terlarut. Persiapan sampel kopi dilakukan dengan menyeduh sejumlah kopi (sesuai dengan takaran yang telah ditentukan) dengan 150 ml air mendidih. Sampel diaduk, dilanjutkan penambahan krimer dan gula serta diaduk hingga terlarut. Persiapan sampel sup diawali dengan merebus air sampai mendidih. Sayuran wortel yang telah dipotong kecil dimasukkan dan direbus sampai setengah matang. Setelah itu dimasukkan potongan kentang, seledri, dan daun bawang. Setelah matang, dilakukan penyaringan sehingga hanya tersisa larutan. Ke dalam larutan sejumlah 200 ml ditambahkan bubuk bawang putih, bubuk lada, serta garam sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

Sampel sejumlah 15 ml disajikan dalam disposable cup bertutup aluminium foil. Penutupan cup tersebut bertujuan menghindari bias akibat atribut lainnya, agar panelis dapat fokus penilaian atribut rasa.

Pengujian preferensi dilakukan dengan metode Rank-Rating (Kim dan

(33)

panelis diminta memberikan penilaian seberapa suka pada intensitas rasa tertentu dalam sampel tersebut. Penilaian dilakukan dengan meletakkan cup sampel di bawah kotak yang sesuai pada kartu bantu besar yang terdapat pada meja booth pengujian. Skala pada kartu bantu merupakan 9-skala rating yang mewakili skor penilaian 1-9. Kartu bantu yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3 berikut.

Sangat

Gambar 3 Kartu bantu pengujian preferensi

Panelis dapat meletakkan beberapa sampel pada kotak yang sama. Sebelum mencoba sampel baru, panelis melakukan penetralan dengan minum air. Sementara mencicipi, panelis dapat mengubah penempatan sampel dalam kotak sebanyak diinginkan, dan pencicipan dapat diulang. Setelah selesai mencicipi semua sampel dan memberikan penilaian akhir kesukaan, panelis diminta menuliskan tiga digit angka dari wadah sampel ke dalam kotak pada kuesioner (Lampiran 7, halaman 57).

Prosedur Analisis Data

Ambang Sensori

Pengolahan data ambang sensori dilakukan dengan metode Best Estimation Threshold mengacu pada ASTM E679 (2011). BET merupakan metode perkiraan ambang rangsang dengan menggunakan geo-mean transisi terakhir dari jawaban salah ke jawaban benar pada setiap panelis, dengan catatan semua tahap yang lebih tinggi bernilai benar. Geo-mean dapat diperoleh dari persamaan berikut:

) sensori individu setiap panelis (BETp) diperoleh dari geo-mean. Ambang sensori grup (BET grup) diperoleh dengan merata-ratakan log BETp dan melakukan invers log terhadap rata-rata tersebut. Ambang sensori grup juga dapat diperoleh dari geometric mean ambang sensori semua individu pada grup tersebut. Ambang sensori rasa dasar antarsuku dibandingkan dengan One-way ANOVA dan uji lanjut Duncan. Perbandingan ambang sensori rasa dasar berdasarkan gender

dilakukan dengan uji-t. Uji statistik menggunakan program SPSS 20.

Preferensi

(34)

konsentrasi yang memberikan skor kesukaan tertinggi untuk setiap panelis juga dibandingkan antar gender dengan uji-t. Uji statistik menggunakan program SPSS 20.

Korelasi Ambang Sensori dan Preferensi

Hubungan antara ambang sensori dengan preferensi masing-masing rasa dasar dianalisis dengan korelasi Pearson menggunakan SPSS 20, sehingga diperoleh keeratan korelasi dengan pola kecenderungan meningkat atau menurun.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan meliputi penentuan konsentrasi untuk setiap senyawa rasa dasar pada uji ambang sensori serta persiapan untuk pengujian preferensi, dengan hasil sebagai berikut.

Penentuan Seri Konsentrasi Sampel untuk Pengujian Ambang Sensori

Pengujian ambang sensori pada penelitian sebelumnya dilakukan dengan metode yang masih dalam pengembangan, yaitu 2-AFC (Alternative Forced Choice) (tidak dipublikasi). Pengolahan data dilakukan dengan metode BET. Seri konsentrasi yang digunakan pada pengujian ambang sensori tersebut disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Seri konsentrasi pengujian ambang sensori sebelumnya Nomor

Konsentrasi

Konsentrasi (mM)

Sukrosa Kafein NaCl

1 0.453 0.052 0.313

2 0.906 0.103 0.625

3 1.813 0.206 1.250

4 3.625 0.413 2.500

5 7.250 0.825 5.000

6 14.500 1.650 10.000

Contoh perhitungan BET (ambang sensori) panelis untuk rasa manis sukrosa adalah sebagai berikut:

Geomeanx().x()  0.453*0.906

= 0.641

(35)

A B

Gambar 4 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa sukrosa: Ulangan 1 (A) dan Ulangan 2 (B)

Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa sukrosa pada Ulangan 1 dan Ulangan 2 memiliki kecenderungan pola grafik yang sama. Nilai BET grup juga tidak terpaut jauh, menunjukkan keterulangan yang baik. Namun pola grafik yang belum mengikuti kurva normal menandakan bahwa konsentrasi yang digunakan belum merepresentasikan kemampuan deteksi ambang sensori panelis secara baik. Terlihat pada Gambar 4 bahwa geo-mean tertinggi (20.506 mM) masih memiliki jumlah yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian yaitu masih terdapat sebagian panelis yang menjawab salah pada konsentrasi tertinggi. Mengacu pada ASTM (2011), seri konsentrasi yang digunakan pada pengujian ambang sensori hendaknya meliputi konsentrasi terendah yang dapat dijawab benar oleh panelis yang sensitif, hingga konsentrasi tertinggi yang memberikan jawaban benar dari semua panelis. Berdasarkan ketentuan ASTM (2011) serta hasil pengolahan data yang diperoleh, seri konsentrasi yang digunakan untuk pengujian ambang sensori rasa manis dengan senyawa rasa dasar sukrosa) meliputi satu seri konsentrasi lebih tinggi.

Pengolahan data untuk rasa pahit dengan senyawa rasa dasar kafein serta rasa asin dengan senyawa rasa dasar NaCl menghasilkan grafik sebagai berikut (Gambar 5 dan Gambar 6).

A B

Gambar 5 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa kafein: Ulangan 1 (A) dan Ulangan 2 (B)

BETg = 4.333 mM BETg = 4.456 mM

(36)

A B

Gambar 6 Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa NaCl: Ulangan 1 (A) dan Ulangan 2 (B)

Pengujian ambang sensorirasa pahit dengan senyawa rasa dasar kafein pada penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda pada Ulangan 1 dan 2. Gambar 5 menunjukkan bahwa pola grafik geo-mean Ulangan 1 mendekati kurva normal, namun tidak demikian dengan ulangan 2. BET grup kedua ulangan tersebut menunjukkan keterulangan yang cukup baik (0.258 mM untuk Ulangan 1 dan 0.239 untuk Ulangan 2). Tingginya jumlah panelis pada geo-mean terendah (0.037 mM) dapat disebabkan tingginya probabilitas jawaban benar, yaitu 50%, sebab metode yang digunakan adalah 2-AFC. Pola grafik yang cukup baik mengindikasikan seri konsentrasi yang digunakan sudah tepat, maka seri konsentrasi yang digunakan untuk kafein pada pengujian ambang sensori penelitian ini mengacu pada seri konsentrasi tersebut tanpa ada perubahan.

Grafik jumlah panelis dengan geo-mean tertentu untuk senyawa NaCl pada Gambar 6 menunjukkan pola yang telah mendekati normal. Meski demikian, BET grup pada ulangan 1 dan 2 terpaut jauh (0.897 mM untuk Ulangan 1 dan 1.003 mM untuk Ulangan 2). Terdapat kemungkinan panelis mengalami kejenuhan akibat penyajian sampel dalam jumlah banyak untuk sekali pengujian, sehingga BET grup mengalami peningkatan cukup tinggi dari Ulangan 1 ke Ulangan 2. Metode yang digunakan pada penelitian ambang sensori ini berbeda dengan metode yang digunakan sebelumnya. Oleh karena itu, mengacu pada pola grafik

geo-mean yang telah mendekati normal, digunakan seri konsentrasi NaCl yang tepat sama.

Berdasarkan hasil pengolahan data grafik geo-mean penelitian sebelumnya, ditentukan seri konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut (Tabel 4).

(37)

Persiapan Pengujian Preferensi

Standard Operational Procedure yang telah ditentukan untuk penyiapan sampel teh, kopi, dan sup adalah sebagai berikut.

a. SOP penyiapan sampel teh

1) Sediakan air mendidih sejumlah 200 ml 2) Tempatkan teh celup ke dalam gelas piala

3) Tuangkan air ke dalam gelas piala (kantung teh celup tersiram langsung)

4) Diamkan selama 5 menit

5) Angkat dan celupkan kembali kantung teh sebanyak 5 kali 6) Tuangkan gula pasir, aduk hingga larut

7) Dinginkan sampel hingga mencapai suhu 50oC sebelum dituangkan ke dalam cup saji

8) Bungkus cup saji dengan aluminium foil, tempelkan kode dan berikan sedotan.

b. SOP penyiapan sampel kopi

1) Tempatkan air mendidih sejumlah 150 ml ke dalam gelas piala 2) Tuangkan bubuk kopi ke dalam gelas piala, aduk hingga larut 3) Tuangkan krimer ke dalam gelas piala, aduk hingga larut 4) Tuangkan gula pasir ke dalam gelas piala, aduk hingga larut

5) Dinginkan sampel hingga mencapai suhu 50oC sebelum dituangkan ke dalam cup saji

6) Bungkus cup saji dengan aluminium foil, tempelkan kode dan berikan sedotan.

c. SOP penyiapan sampel sup sayuran

1) Bahan-bahan yaitu wortel dan kentang terlebih dahulu dikupas. Wortel, kentang, daun bawang, dan seledri dicuci dan dipotong kecil, kemudian ditimbang sesuai resep

2) Rebus sejumlah air (sesuai resep) hingga mendidih 3) Masukkan wortel, rebus sampai setengah matang

4) Masukkan kentang, daun bawang, dan seledri, rebus hingga matang 5) Saring sayur-sayuran dan sisihkan

6) Tuangkan larutan sup sejumlah yang telah ditentukan ke dalam gelas piala

7) Tuangkan bubuk bawang putih, aduk hingga larut 8) Tuangkan bubuk lada putih, aduk hingga larut 9) Tuangkan garam, aduk hingga larut

10)Dinginkan sampel hingga mencapai suhu 50oC sebelum dituangkan ke dalam cup saji

11)Bungkus cup saji dengan aluminium foil, tempelkan kode dan berikan sedotan.

(38)

Tabel 5 Jumlah bahan untuk pembuatan sup sayuran

Minuman kopi diformulasikan dengan seri konsentrasi kopi (jumlah kopi yang dicampurkan) berbeda-beda, namun konsentrasi gula dan krimer tetap sama. Jumlah gula dan krimer minuman kopi sejumlah 150 ml berturut-turut ditetapkan 12.5 g dan 3.0 g. Larutan sup untuk pengujian preferensi diformulasikan dengan seri konsentrasi garam yang berbeda-beda, dengan konsentrasi bawang putih bubuk dan lada bubuk yang sama, yaitu 0.2 g dan 0.1 g untuk 200 ml larutan.

Konsentrasi senyawa rasa dasar dalam matriks pangan ditentukan dengan menghitung persentase senyawa rasa dasar (dalam gram) yang ditambahkan ke dalam matriks pangan dengan volume 100 ml, sesuai dengan metode penyiapan yang umum dilakukan. Seri konsentrasi senyawa rasa dasar dalam teh, kopi, dan sup disajikan pada Tabel 6 berikut.

FGD untuk penentuan sampel pengujian preferensi dilakukan selama 1 jam, melibatkan perwakilan masing-masing suku, yaitu 3 panelis suku Jawa, 3 panelis suku Minang, dan 2 panelis Nusa Tenggara, dengan total 8 panelis. Panelis yang dipilih untuk menjadi perwakilan sukunya adalah yang terlihat bekerja sama dengan baik serta tidak ragu bertanya atau menyatakan pendapat selama tahapan rekrutmen panelis. Tiga sesi diskusi dilaksanakan untuk menilai sampel kopi, sup, dan teh. Dari enam seri konsentrasi pada masing-masing sampel, dipilih sampel dengan konsentrasi terendah, tertinggi, dan pertengahan. Sampel disajikan dalam gelas kaca berwarna hitam untuk menghindari penilaian pada warna sampel. Penyajian sampel dilakukan secara acak untuk menghindari bias panelis ketika memperoleh sampel dengan intensitas konsentrasi yang jelas meningkat atau menurun. Dokumentasi pelaksanaan FGD terdapat pada Lampiran 10 (halaman 100).

(39)

dominan. Meski demikian, panelis ketiga suku juga tidak terlalu menyukai minuman kopi yang terlalu manis. Panelis Nusa Tenggara menyatakan belum terbiasa mengonsumsi kopi dengan rasa gurih. Rasa gurih tersebut diduga berasal dari krimer yang digunakan dalam formulasi. Panelis suku Jawa cenderung menyukai kopi yang lebih manis, panelis suku Minang cenderung menyukai kopi yang lebih pahit, sedangkan panelis Nusa Tenggara cenderung menyukai kopi dengan formulasi sedang. Seri konsentrasi kopi yang ditetapkan telah merepresentasikan preferensi panelis ketiga suku, namun penyesuaian berupa pengecilan rentang konsentrasi dilakukan agar minuman kopi yang disajikan tidak terlalu manis dan tidak terlalu pahit.

Sampel kedua yang dinilai oleh panelis adalah sup. Hasil FGD menunjukkan bahwa panelis suku Jawa cenderung lebih menyukai sup dengan konsentrasi garam sedang, sedangkan panelis suku Minang cenderung lebih menyukai sup dengan konsentrasi garam tinggi. Panelis memiliki kesukaan terhadap intensitas lada yang berbeda-beda secara individu, tidak ditentukan oleh asal sukunya. Panelis Nusa Tenggara menyukai sup dengan konsentrasi garam sedang hingga tinggi. Catatan respon panelis yang unik adalah kurangnya rasa gurih pada sup. Panelis diberikan penjelasan bahwa formulasi sup untuk pengujian memang tidak menggunakan daging atau kaldu, untuk menghindari interaksi rasa gurih dengan asin yang dapat mengakibatkan bias saat penilaian. Berdasarkan hasil diskusi, ditetapkan bahwa seri konsentrasi yang digunakan saat pengujian preferensi dinaikkan satu seri.

Hasil FGD sampel teh menunjukkan bahwa teh dengan konsentrasi gula tinggi disukai oleh panelis suku Jawa, sedangkan panelis suku Minang dan Nusa Tenggara berpendapat bahwa sampel tersebut terlalu manis. Semua panelis berpendapat sama mengenai sampel dengan konsentrasi gula terendah, yaitu rasa manis tidak terasa. Sampel ketiga dengan konsentrasi gula sedang disukai oleh semua panelis, namun dengan catatan teh kurang kental. Secara keseluruhan, panelis ketiga suku cenderung menyukai teh dengan konsentrasi gula sedang hingga tinggi. Seri konsentrasi yang telah ditetapkan telah sesuai dengan preferensi panelis sehingga tidak dilakukan perubahan.

Berdasarkan hasil FGD, seri konsentrasi yang digunakan pada pengujian preferensi adalah sebagai berikut (Tabel 7).

(40)

Identifikasi Cita Rasa Dominan pada Makanan dan Minuman Khas dari Tiga Suku di Indonesia

Sebagian hasil pendataan disajikan pada Tabel 8, 9, dan 10 (selengkapnya pada Lampiran 8, halaman 58). Dari pendataan yang dilakukan, teridentifikasi makanan khas sejumlah 54 jenis dari suku Minang, 78 jenis dari suku Jawa, dan 91 jenis dari Nusa Tenggara. Minuman khas teridentifikasi sejumlah 44 jenis dari suku Minang, 44 jenis dari suku Jawa, dan 37 jenis dari Nusa Tenggara.

Tabel 8 Beberapa makanan dan minuman khas Sumatera Barat (Suku Minang) Frekuensi Nama Makanan/minuman Cita Rasa Dominan

30 Rendang gurih, pedas, manis

15 Galamai / kalamai manis

13 Keripik balado pedas, manis

8 Lemang manis, asin

7 Keripik sanjai asin, gurih, pedas

6 Dendeng balado gurih, pedas

5 Dendeng gurih Frekuensi Nama Makanan/minuman Cita Rasa Dominan

14 Nasi megono asin, gurih

11 Wedang jahe pedas, segar, manis

11 Es dawet / dawet ireng manis

8 Teh manis

8 Kopi tahlil manis

7 Kopi hangat pahit, manis

(41)

Tabel 10 Beberapa makanan dan minuman khas Nusa Tenggara Frekuensi Nama Makanan/minuman Cita Rasa Dominan

6 Jagung bose manis, pahit

6 Plecing pedas, asin

5 Singang manis, asin, gurih, asam

4 Jagung titi gurih

4 RW asin, pedas

4 Sepat gurih, asin, asam

3 Pelopo manis

10 Kopi manis, pahit

10 Tuak manis, asam

7 Teh manis

4 Sopi / sofi pahit

4 Air kelapa manis

4 Air blo' manis

4 Kopi beras (ai kawa) manis, pahit

Hasil pengolahan data cita rasa dominan pada makanan dan minuman khas ketiga suku disajikan pada Gambar 7 dan 8.

(42)

asam dalam makanan khas tidak jauh berbeda antara tiga suku tersebut. Selain itu, rasa pahit teridentifikasi pada makanan khas Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan makanan khas Minang tidak satu pun teridentifikasi memiliki rasa dominan pahit.

Gambar 8 Grafik cita rasa dominan pada minuman khas tiga suku di Indonesia Pada Gambar 8 terlihat bahwa minuman khas atau yang biasa dikonsumsi ketiga suku tersebut memiliki cita rasa dominan manis, dengan persentase jauh lebih tinggi dibandingkan cita rasa lainnya. Kekhasan minuman Nusa Tenggara adalah memiliki cita rasa pahit yang dominan (27.03%) di samping rasa manis. Rasa pahit juga teridentifikasi pada minuman khas Jawa, namun dengan persentase tidak terlalu besar (18.18%). Pada minuman khas Jawa tidak terdapat satu jenis pun yang memiliki cita rasa dominan asin atau gurih. Makanan dan minuman khas Nusa Tenggara paling kaya akan cita rasa, sebab semua cita rasa berkontribusi terhadap rasa dominan.

Ambang SensoriTiga Suku di Indonesia

Hasil pengolahan data pengujian ambang sensori dibahas dalam sub-subbab berikut.

Ambang SensoriRasa Manis (Senyawa Sukrosa)

Gambar

Gambar 2  Susunan penyajian sampel untuk pengujian ambang sensori
Gambar 7  Grafik cita rasa dominan pada makanan khas tiga suku di Indonesia
Gambar 8  Grafik cita rasa dominan pada minuman khas tiga suku di Indonesia
Gambar 9  Grafik jumlah panelis dengan ambang sensori tertentu untuk rasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Melalui metode tinjauan literatur dari sumber yang tersedia dapat diperoleh data mengenai fitur karakteristik gangguan bahasa dalam demensia yang terbantu dengan teknologi

Perhitungan biaya medis langsung rata-rata meliputi biaya obat dan alat kesehatan yang dihitung dengan menjumlahkan biaya obat dan alat kesehatan yang diterima pasien,

DINAS PENDIDIKAN KOTA SUNGAI PENUH TAHUN ANGGARAN 2011. No PERUSAHAAN Hasil

A procedure involving extraction of basic proteins from the crude cell wall fraction at high ionic strength but at a pH of 6 evidently results in a more selective extraction of the

Adanya forum anak, ketersediaan pusat-pusat informasi layak anak, ketersediaan fasilitas kreatif dan rekreatif pada anak, ketersediaan kotak saran kelas dan sekolah,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Pembuatan Sistem Pencatatan Keuangan Berbasis WEB Di SMAII Al-Abidin ”. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tidak

Jika menggunakan gradasi rapat (dense graded) akan menghasilkan kepadatan yang baik, berarti memberikan stabilitas yang baik, tetapi rongga kecil sehingga