• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Daya Saing Karet Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tingkat Daya Saing Karet Indonesia"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA

SKRIPSI

Oleh:

RIEZKI RAKHMADINA 090304098

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA

SKRIPSI

Oleh:

RIEZKI RAKHMADINA 090304098

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh:

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S)

NIP :196411021989032001 NIP : 304021997031001

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

RIEZKI RAKHMADINA (090304098/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.

Latar belakang penelitian ini adalah terkait dengan tingkat daya saing karet Indonesia, dimana Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet terluas di dunia yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat, akan tetapi jumlah produktivitas yang rendah jika dibandingkan dengan negara pesaing yaitu negara Thailand dengan jumlah produktivitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia di bandingkan dengan negara Thailand; (2) menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia; serta (3) untuk membandingkan tingkat daya saing karet negara Indonesia terhadap negara Thailand. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa data tahunan dari tahun 2007 sampai 2011. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dan negara Thailand. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki daya saing yang tinggi di pasar Internasional. Dengan luas lahan yang terbatas negara Thailand mampu memiliki jumlah produktivitas karet terbanyak setiap tahunnya dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki luas lahan terluas akan tetapi masih berada dibawah negara Thailand dalam hal jumlah produktivitas serta tingkat kualitas karet.

(4)

RIWAYAT HIDUP

RIEZKI RAKHMA DINA lahir di Kota Medan pada tanggal 21 Maret 1991 anak dari Bapak H. Sutiono dan Ibu Hj. Sukenti. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: pada tahun 1997 masuk Sekolah Dasar Percobaan Negeri Medan, tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan, tamat tahun 2006. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas Swasta Harapan 1 Medan, tamat tahun 2009.

Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) sebagai anggota dari seksi pendidikan dan Forum Silahturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini : “ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA”. Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini pertama-tama mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda H. Sutiono dan Ibunda Hj. Sukenti yang telah memberikan seluruh cinta dan kasih sayang, motivasi dan dukungan secara materi maupun doa kepada penulis selama menjalani kuliah.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengajar, membimbing serta memberi masukan dan semangat yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi penulis dalam perkuliahan dan organisasi ekstrakulikuler di kampus.

4. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Ir. Edy Irwansyah, M.Si selaku Sekretaris Eksekutif GAPKINDO Sumatera Utara yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan memperoleh data penelitian skripsi.

6. Keluarga besar penulis khususnya Kakanda Dinda Julita Herdina, ST.

7. Sahabat-sahabat mahasiswa stambuk 2009 Program Studi Agribisnis khususnya Dede, Rian (bebe), Ruby, Fika, Tasnim, Reny, Ester, Sara, Tami, Gina, Nia, Amel, Bayu, Luthfi, Dicky, Fauzi Indra, Zainul, Debbie, Iqbal, Angga, Fauzi, adik 2012 tersayang Nazly, abang 2008 bg soleh, serta kelompok PKL Desa Paya Bagas, Desa Binjai dan Desa Laut Tador atas kebersamaan dan canda tawa kalian yang membuat penulis menjadi lebih semangat. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Oktober 2013

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

RIWAYAT HIDUP ...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam ...8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Teori Porter... 10

2.2.2 Konsep Daya Saing ... 13

2.2.3 Konsep Ekspor ... 15

2.3 Kerangka Pemikiran ... 16

2.4 Hipotesis Penelitian... 19

BAB III METODOLOGI PENELTIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.3 Metode Analisis Data ... 21

3.4 Definisi dan Batasan Operasional ... 22

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Karet ... 24

(8)

4.3 Kondisi Iklim dan Topografi ... 26

4.4 Syarat Tumbuh Tanaman Karet ... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karet Alam ... 29

5.2 Karet Sintetik ... 33

5.3 Ekspor Karet Alam ... 38

5.4 Ekspor Karet Alam Berdasarkan Jenisnya ... 43

5.5 Parameter Kualitas Karet... 47

5.6 Perhitungan Daya Saing Ekspor ... 48

5.7 Indikator Perbandingan Tingkat Daya Saing Karet negara Indonesia dan negara Thailand ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

(9)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1 Produksi Karet Alam Negara Anggota ANPRC tahun 2007-2011 20 2 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam 29 3 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam 30 4 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam 31 5 Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam 32 6 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis 33 7 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis 35 8 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis 36 9 Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis 37 10 Perbandingan Jumalah Ekspor Karet Alam Ke Cina 38 11 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang 39 12 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA 41 13 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea 42 14 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR 43 15 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber 44 16 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex 45

17 Parameter Kualitas Karet 47

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1 Porter’s Diamond Model 12

(11)

DAFTAR GRAFIK

No Keterangan Hal

(12)

ABSTRAK

RIEZKI RAKHMADINA (090304098/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.

Latar belakang penelitian ini adalah terkait dengan tingkat daya saing karet Indonesia, dimana Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet terluas di dunia yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat, akan tetapi jumlah produktivitas yang rendah jika dibandingkan dengan negara pesaing yaitu negara Thailand dengan jumlah produktivitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia di bandingkan dengan negara Thailand; (2) menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia; serta (3) untuk membandingkan tingkat daya saing karet negara Indonesia terhadap negara Thailand. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa data tahunan dari tahun 2007 sampai 2011. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dan negara Thailand. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki daya saing yang tinggi di pasar Internasional. Dengan luas lahan yang terbatas negara Thailand mampu memiliki jumlah produktivitas karet terbanyak setiap tahunnya dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki luas lahan terluas akan tetapi masih berada dibawah negara Thailand dalam hal jumlah produktivitas serta tingkat kualitas karet.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2004) salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar di dunia setelah Thailand.

(14)

Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia berdasarkan status pengusahaannya digolongkan menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).

Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2010), Perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Pada tahun 2010 luas lahan karet Indonesia yang tercatat sekitar 3445,1 ribu Ha yang terdistribusi dalam perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta yang tersebar di wilayah Indonesia. Produksi karet dan luas lahan karet Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Luas perkebunan karet Indonesia hampir meningkat setiap tahunnya mulai pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2010. Namun demikian, produksi karet Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas lahan perkebunan karet.

Kepemilikan lahan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% luas lahan perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat. Menurut BPS (2008), perkebunan rakyat merupakan usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha maupun badan hukum. Total produksi karet yang dapat dihasilkan sekitar 2622,8 ribu ton. Sebagian besar hasil karet Indonesia dijual dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut memiliki nilai jual yang relatif rendah dibandingkan dengan karet yang sudah mengalami proses pengolahan.

(15)

barang-barang untuk menunjang aktivitas masyarakat. Barang-barang yang membutuhkan keelastisan dalam pemakaiannya menggunakan bahan dasar karet seperti : ban, sarung tangan karet, alas kaki, belt konveyor, belt transmission,

barang karet keperluan teknik serta bahan dasar industri lainnya. Hasil olahan karet tersebut dapat digunakan baik secara langsung atau melalui proses industri lebih lanjut agar nilai tambah dari produk tersebut meningkat (Budiman, 2004).

Menurut data International Rubber Study Groups (IRSG) (2008), konsumsi karet alam dunia meningkat sebesar 24,93% selama periode 2001-2007, konsumsi karet alam dunia lebih besar dibandingkan peningkatan produksi karet alam dunia sehingga terjadi peningkatan permintaan karet alam dunia. Peningkatan konsumsi karet alam dunia terjadi karena perkembangan industri-industri barang jadi karet dunia. Permintaan karet alam dunia yang tinggi memberi pengaruh terhadap perkembangan pasar karet alam dunia. Perkembangan pasar karet alam dunia ditunjukkan dengan tingkat harga yang relatif tinggi.

Proses pengolahan suatu komoditas dalam industri dimaksudkan agar nilai tambah dari komoditas tersebut dan harga jualnya lebih tinggi. Industri karet remah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari karet alam. Karet alam diolah secara khusus dengan standart mutu yang mengikuti

(16)

Produksi karet remah Indonesia hampir 95% adalah jenis SIR 20. Produksi karet remah Indonesia dipasarkan baik di dalam (domestic) maupun luar negeri. Berdasarkan data BPS (2010), produksi karet remah Indonesia 93,97% dari total produksi dijual ke luar negeri dan hanya sekitar 6,03% dari total produksi dijual dan dikonsumsi dalam negeri. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual keluar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.

Menurut Kartasasmita (1980), persaingan bukan hanya terbatas pada negara penghasil karet alam saja, tetapi juga melibatkan negara-negara penghasil karet sintesis. Beratnya persaingan ditandai dengan produksi karet, baik karet alam maupun karet sintesis yang cenderung lebih besar dari permintaan serta

market share karet alam yang relatif lebih kecil dalam supply karet dunia. Untuk itu, perlunya dirumuskan strategi khusus untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional serta faktor-faktor yang memengaruhinya.

(17)

meningkatkan ekspor karet, sehingga ke depannya di era persaingan global Indonesia mampu merebut pasar di negara Asia dan Amerika (Anwar, 2005).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa jumlah produksi karet Indonesia pada tahun 2007-2011? 2. Bagaimana kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011?

3. Bagaimana tingkat daya saing karet Indonesia apabila dibandingkan dengan negara Thailand?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.

2. Untuk menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.

(18)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah

1. Sebagai masukan bagi petani karet dalam upaya meningkatkan produksi karet di Indonesia.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan kebijakan pembangunan daerah khususnya yang berkaitan dengan peningkatan produksi karet di Indonesia.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Meskipun demikian produksi karet Thailand pertahun lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi karet Indonesia. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya produktivitas, terutama di perkebunan karet rakyat yang menyumbang 71 % dari total produksi karet nasionnal serta karet yang dihasikan dari perkebunan karet rakyat saat ini masih dijual dalam bentuk gelondongan dengan mutu rendah karena industri pengolahan karet alam belum berkembang. Saat ini pasar produksi karet dunia di dominasi oleh 6 negara yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan Vietnam (Soekarno, 2009).

(20)

Dengan peningkatan terhadap ekspor karet di Indonesia yang dapat memberikan dampak positif dengan peningkatan devisa negara melalui perdagangan internasional yang terjadi antarnegara. Perdagangan internasional sudah ada sejak jaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan di dalam negeri yang tidak diproduksi ataupun mengalami kekurangan.

2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam

Jenis mutu karet alam terdiri dari TNSR (Technically Specified Natural Rubber) atau SIR (Standart Indonesian Rubber), RSS (Ribbed Smoked Sheets),

Lateks, Crepe dan lainnya. Jenis mutu yang menempati tempat teratas adalah SIR 77,99%, RSS 17,03%, Lateks pekat 3,39%, pale crepe dan lain-lain 1,55%.

1. SIR (Standart Indonesian Rubber)

Cara pengolahan SIR menghasilkan spesifikasi teknis yang sesuai bagi konsumen. Peralatan sehari-hari yang dibuat dari bahan baku SIR adalah ban, peralatan bedah, peralatan farmasi, alat percetakan, pembuatan tekstil, bola golf, alat renang, bantalan mesin, penghapus dan suku cadang elektronik, industri kertas dan pembuatan pita sensitif.

2. RSS (Ribbed Smoked Sheets)

(21)

3. Lateks

Lateks dadih adalah salah satu jenis dari lateks pekat, merupakan hasil pengentalan (koagulasi) dari lateks segar di lapangan dengan bantuan bahan kimia (bahan pendadih). Permintaan atas lateks pekat juga berkembang cepat untuk pembuatan berbagai peralatan seperti sarung tangan, balon, alat kontrasepsi, dan peralatan lainnya. Lateks pusingan tidak banyak berbeda dengan lateks dadih, hanya berbeda cara pengolahan untuk memisahkan lateks dan air (serum). Lateks pekat atau lateks pusingan berasal dari lateks segar dengan kadar karet kering sekitar 30 persen. Lateks segar itu kemudian dipekatkan dengan cara pusingan menjadi lateks pekat.

Pasaran karet alam terbesar ketiga terdapat dalam produk-produk lateks dimana jatah pasarannya 30%. Lateks konsentrat merupakan satu-satunya produk karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk cair (liquid rubber).

Semua jenis karet alam lain yang diperdagangkan berbentuk karet kering (dry rubber) atau disebut juga karet padat (solid rubber). Lateks pekat terutama dipergunakan untuk membuat barang-barang karet yang tipis

(Spillane, 1989).

(22)

dipengaruhi oleh harga ekspor, produksi dan nilai tukar negara pengekspor. Perilaku impor negara pengimpor dipengaruhi oleh harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar, dan pendapatan per kapita masing-masing negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam internasional yaitu rasio total permintaan impor, total penawaran ekspor dan harga karet alam internasional sebelumnya.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Porter

Menurut Porter (1990), suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh daya saing karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestic yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi.

Dalam Teori Porter ini juga menyatakan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan (faktor-faktor yang dapat menentukan) National Competitive Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah:

Factor Conditions

(23)

Demand Conditions

Mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.Pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk superior, dan didorong oleh adanya permintaan barang dan jasa berkualitas serta adanya kedekatan hubungan antara perusahaan dan pelanggan.

Related and Supporting Industries

Mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan.

Firm Strategy, Structure and Rivalry

Mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri tertentu. Dan terdiri dari dua aspek yaitu: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir berdasarkan peluang dan prestise. Intesitas persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong terciptanya inovasi.

Menurut Michael Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional apabila memiliki :The Four Diamond Framework” atau

(24)

Gambar 1. Porter’s Diamond Model

Sumber : www.quickMBA.com

Dari Porter’s Diamond Model di atas merupakan sumber-sumber utama keungulan kompetitif suatu Negara. Karena menurut Porter, daya saing erat kaitannya dengan konsep keunggulan kompetitif. Kondisi faktor disini adalah sumber daya (resources) yang dimiliki suatu negara atas lima kategori sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia (human Resources)

2. Sumber daya alam (Physical Resources)

3. Sumber daya teknologi (Knowledge Resources) Porter’s Diamond Model for The Competitive Advantage of Nations

Government

Firm Stategy, Structure and

Rivalry

Related and Supporting Industries Factor

Conditions

(25)

4. Sumber daya modal (Capital Resources)

5. Sumber daya infrastruktur (Infrastructure Resources)

2.2.2 Konsep Daya Saing

Porter (1990) menyebutkan bahwa “istilah daya saing sama dengan

competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage”. Dan hal ini pun saling berhubungan dan terikat antara faktor yang satu dengan yang lain.

World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat. Institusi-institusi yang sesuai dengan karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Tambunan, 2003).

Sedangkan Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambahan dalam rangka menambahkan kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalilsasi dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan social (Hady, 2004).

(26)

Faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat

acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive (Budiman, 2004).

Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni merupakan analisis menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu stratesgi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Strategi yang tepat adalah strategi SCA atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien (Budiman, 2004).

Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut:

NXS =

��

/

��

Keterangan:

NXS = Net Export Share

(27)

2.2.3 Konsep Ekspor

Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustiran dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabean suatu negara. Adapun daerah kepabean sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabean.

Menurut Sadono Sukirno (2004), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasioanl biasa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain: • Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual

keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor

• Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri

• Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri, karena harga dipasar dunia lebih meguntungkan • Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang diperuntukkan dan

tidak dapat diproduksi dalam negeri

• Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik

(28)

dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate) mata uang suatau negara dengan negara lain.

Faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam dan luar negeri. Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadapa mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya (Sukirno, 2004).

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam menganalisis faktor-faktor tingkat daya saing karet di Indonesia maupun di Thailand sebagai negara pembanding dengan tingkat tertinggi produktivitas penghasil karet di dunia, perlu disusun suatu skema kerangka pemikiran dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini mempunyai alur yang jelas selain juga diharapkan tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan maksimal dan efisien.

(29)

Tingkat daya saing suatu komoditas dapat dibandingkan oleh beberapa faktor yakni yang pertama kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam di negara tersebut. Indonesia memang kaya secara sumber daya alamnya, namun masih banyak sumber daya manusia Indonesia yang belum terlatih dalam mengusahakan komoditi karet sampai tingkat menguntungkan. Ini bukan berbicara berapa banyak sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia tetapi seberapa berkualitaskah sumber daya manusia tersebut. Lain halnya dengan Thailand yang dengan sumber daya alam yang terbatas, lewat sumber daya manusia yang terdidik dan ahli dibidangnya mampu menjadi eksportir karet terbesar nomor satu di dunia.

Faktor kedua adalah kondisi permintaan dan tuntutan mutu karet Indonesia. Dengan permintaan yang begitu besar Indonesia belum mampu sepenuhnya mencukupi permintaan karet baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Mutu karet Indonesia yang sering dibawah standart juga menyebabkan kendalanya harga jual karet Indonesia dibanding dengan negara lain terutama Thailand.

Terjaminnya Indonesia pendukung pengelolaan karet dari hulu ke hilir juga merupakan salah satu indikator pembanding tingkat daya saing produk ini

substainable atau ketersediaan yang terjamin baik dari bibit awal sampai ke industri pemasaran / pengelolaan karet merupakan penentu tinggi tidaknya daya saing suatu komoditi.

(30)

maupun dari sisi biaya yakni bagaimana menggunakan input seoptimal mungkin untuk mengurangi biaya input. Indonesia masih sangat jauh dari keberhasilan dalam menerapkan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara perngekspor karet lainnya terutama Thailand.

(31)
[image:31.595.65.548.94.512.2]

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia dengan negara Thailand.

Keterangan :

: Perbandingan / Komparasi

: Faktor-faktor yang mempengaruhi

TINGKAT DAYA SAING KARET

INDONESIA THAILAND

Kondisi Permintaan dan Tuntutan Mutu : •Mutu;

•Konsumsi.

Industri Terkait yang Kompetitif :

• Industri hulu ke industri hilir.

Kondisi Struktur, Persaingan, dan Strategi : • Produk baru; • Pengembanga n teknologi; • Perbaikan mutu dan pelayanan. Kondisi Faktor •SDM; •SDA; •SD Teknologi; •SD Modal; •SD

Infrastruktur.

Perhitungan Daya Saing Ekspor:

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

[image:32.595.151.469.328.523.2]

Daerah penelitian dipilih secara purposive atau secara sengajayaitu negara Indonesia dan negara Thailand. Adapun dasar pertimbangan adalah karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil produksi komoditi karet terbesar di dunia seperti yang terlampirkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Produksi Karet Alam Negara Anggota ANPRC tahun 2007-2011

Negara Kuantitas (‘000 ton)

2007 2008 2009 2010 2011 Thailand 3.056 3.090 3.164 3.252 3.569 Indonesia 2.755 2.751 2.440 2.735 3.029 Malaysia 1.200 1.072 857 939 996

India 811 881 820 851 893

Vietnam 606 660 711 752 812

China 588 548 643 687 727

Sri anka 118 129 137 153 158

Filipina 101 103 98 99 106

Kamboja 19 19 35 42 51

TOTAL 9.254 9.253 8.905 9.510 10.342

Sumber : Association of Natural Rubber Producing Countries, GAPKINDO 2012

3.2 Metode Pengumpulan Data

(33)

literatur-literatur lain seperti jurnal dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dilakukan analisis, selanjutnya data dianalisis sesuai dengan hipotesis yang akan diuji.

Identifikasi masalah 1 dan 2 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mentabulasi data yang diperoleh dari instansi dan dinas yang terkait untuk mengetahui jumlah produksi karet dan tingkat kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.

Identifikasi masalah 3 dianalisis dengan Uji beda rata-rata (compare means). Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dengan negara Thailand dengan menggunakan uji

Mann-Whitney (U test). Uji Mann-Whitney (U test) merupakanalternatif bagi uji-t dan bersifat independen. Adapun statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

+

��(��+�)

=

+

��(��+�)

Keterangan :

�1 : tingkat daya saing dalam produksi

�1 : jumlah produksi karet

�2 : kualitas karet

(34)

Adapun kriteria uji sebagai berikut:

��: tidak ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara

Indonesia dengan negara Thailand

�1 ∶ ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia

dengan negara Thailand

�� diterima jika U ≥ ��

�1 diterima U < ��

3.4 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitiian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.4.1 Definisi

1. Ekspor adalah sebagai pengiriman barang dan penjualan barang-barang yang diproduksi didalam negeri ke luar negeri.

2. Eksportir adalah seseorang atau badan atau perusahaan atau instansi yang melakukan kegiatan penjualan, pengiriman dan/atau pengeluaran barang atau produk dari batas wilayah suatu negara ke negara lain.

3. Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu, daya produksi. 4. Daya Saing adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu

(35)

5. Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung; setiap kegiatan memakai, menggunakan / menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

6. Mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Penelitian mulai dilaksanakan pada tahun 2013.

(36)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Sejarah Karet

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Tanaman karet diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864 yang pada waktu itu masih menjadi jajahan Belanda. Mula-mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersial (Spillane, 1989).

Pohon karet para pertama kali hanya tumbuh di setelah percobaan berkali-kali oleh dikembangkan di tumbuh dan dikembangkan di negara Indonesia.

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis

yang berasal dari Negar tanaman karet alam dunia. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran . adapun struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (Setyawidjaja, 2003):

(37)

Genus : Hevea

Spesies : Hevea braziliensis

Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji coba penanaman karet di Indonesia adalah daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis yang pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah spesies Ficus elastica

atau karet rembung. Jenis karet Hevea brasiliensis baru titanam di Sumatera bagian timur pada waktu 1902 dan di Jawa pada tahun 1906 (Suwarto, 2010).

4.2 Kondisi Geografis

garis lintangnya merupakan petunjuk bahwa sebagian besar Indonesia terletak di belahan bumi selatan, pada bagian utara ialah 6º LU ialah Pulau We dan pada bagian selatan ialah 11º LS ialah Pulau Roti. Wilayah Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa.

Pada garis bujurnya yang terletak pada 95º BT - 141º BT dengan jarak bujurnya ialah 46º (sekitar 5000 km, atau hampir 1/ garis bujur sedemikian itu menyebabkan adanya perbedaan

Luas wilayah daratan Indonesia 18.954 km2, sedangkan luas lautan sesuai

dengan batas teritorial 3.257.357 km². Jumlah pulau Indonesia 17.508 pulau.

Pulau yang sudah diberi nama sekitar 44%, sedangkan yang sudah didiami

penduduk baru sekitar 7%. Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat

(38)

terluas di dunia yaitu sekitar 3,4 juta ha. Luas lahan perkebunan karet tersebut terdiri dari perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta.

Indonesia mempunyai batas-batas negara. Batas-batas negara Indonesia adalah:

1. Sebelah utara, dibatasi oleh negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Laut Cina Selatan.

2. Sebelah barat, dibatasi oleh Samudra Hindia

3. Sebelah selatan dibatasi oleh negara Australian, Timor Leste dan Samudra Hindia

4. Sebelah timur, dibatasi oleh negara Papua Nugini yang terletak bersebaeahan dengan Pulau Irian dan Samudra Pasifik.

Daerah perkebunan karet di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.

4.3 Kondisi Iklim dan Topografi

Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki laut yang luas sehingga terbentuknya iklim laut Indonesia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan memiliki suhu udara yang

berbeda-beda sehingga membentuk iklim vertical dari dataran rendah sampai ke pegunungan,

yaitu : iklim panas, sedang, sejuk dan dingin. Indonesia yang berada di lintang rendah

secara astronomis menyebabkan Indonesia beriklim panas (Tropis). Iklim Tropis

Indonesia memiliki ciri-ciri yaitu rata-rata suhu udara harian bulanan da tahunan

(39)

Berdasarkan topografi Indonesia di bagi atas dua yaitu secara horizontal

dipengaruhi tiga iklim utama yaitu iklim laut, iklim musim dan iklim tropis, namun

secara vertikal Indonesia memiliki empat jenis iklim yaitu panas, sedang, sejuk dan

dingin hal ini berdasarkan ketinggian tempat dan keadaan suhu udaranya.

Dengan kesesuaian keadaan Indonesia dan syarat budidaya tanaman karet,

Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas,

terutama pada perkebunan karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet

nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet

remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas pada perkebunan karet rakyat

disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif yang membutuhkan

penanaman kembali. Serta penggunaan bibit bukan dari klon unggul, kurangnya

penggunaan teknologi dan teknik-teknik budidaya, serta kondisi kebun yang

kebanyakan menyerupai hutan kurang perawatan.

4.4 Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika Tropis, karet bisa

tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Meskipun demikian agar berproduksi

secara maksimal karet membutuhkan kondisi-kondisi tertentu yang merupakan syarat

hidupnya. Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran

dengan ketinggian 0-400 meter dari permukaan laut. Di ketinggian tersebut, suhu

harian 25-30°C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang

dari 20°C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari

30°C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik.

Wilayah dengan curah hujan yang tinggi (2.000-2.500 mm/tahun) sangat

(40)

matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jam/hari. Agar produktivitasnya tinggi,karet

sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur. Karet reltif toleran terhadap

tanah-tanah marginal yang kurang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet

yang dibudidayakan di tanah-tanah kurang subur masih bisa berproduksi optimal.

Derajat keasaman atau pH tanah yang sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati

normal (4-9) dan untuk pertumbuhan optimalnya 5-6.

Kontur atau topografi tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

karet. Kontur tanah yang datar lebih baik dibandingkan dengan yang berbukit-bukit.

Lahan datar selain memudahkan pemeliharaan dan penyadapan, juga mamperlancar

pengangkutan lateks. Untuk memudahkan pengairan, lahan penanaman karet

sebaiknya dejat dengan sumber air, biak sungai maupun aliran air lainnya

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan berdasarkan perbandingan komoditi karet antara negara Indonesia dengan negara Thailand dari tahun 2007-201. Adapun yang di analisis pada penelitian ini yaitu jumlah produksi, konsumsi, ekspor dan impor komoditi karet, berupa karet alam dan juga karet sintetik pada negara Thailand dan negara Indonesia dari tahun 2007-2011.

5.1 Karet Alam

[image:41.595.111.509.491.602.2]

Adapun data yang dapat dibandingkan berupa jenis karet alam antara negara Indonesia dan negara Thailand dari tahun 2007-2011 yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam

Tahun Produksi (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

3056 3089,8 3164,4 3252,1 3393,8

2755,2 2751 2440 2736 2982

Sumber: GAPKINDO 2012

(42)
[image:42.595.113.515.230.447.2]

tahun 2009 mengalami penurunan jumlah produksi sebesar 311 ribu ton atau 17,8% dari tahun sebelumnya. Akan tetapi pada tahun berikutnya mengalami peningkatan sebesar 296 ribu ton atau 20% pada tahun 2010 dan sebesar 246 ribu ton atau 21,8% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 1 dibawah ini

Grafik 1. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam

Tabel 3. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam

Tahun Konsumsi (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 374 398 399 359 487 391 414 422 439 474

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 3, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 24 ribu ton atau 19,73% dari tahun 2007, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2010 sebesar 40 ribu ton atau

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

[image:42.595.105.534.515.626.2]
(43)
[image:43.595.113.514.206.416.2]

17,7% dari tahun 2009 dan kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 128 ribu ton atau 24,14%, sedangkan negara Indonesia terus mengalami peningkatan konsumsi karet alam pada tahun 2007-2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 2 dibawah ini

Grafik 2. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam

Tabel 4. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam

Tahun Ekspor (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

2704 2675 2726 2866 2952

2407 2298,8 2064,1 2374 2571,4

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 4, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami penurunan jumlah ekspor pada tahun 2008 sebesar 29 ribu ton atau 19,21% dari tahun 2007, dan kembali meningkat pada tahun seterusnya, begitu pula pada negara Indonesia yang mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 108,2 ribu

0 100 200 300 400 500 600

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

[image:43.595.108.512.500.610.2]
(44)

ton atau 19,62% dan penurunan jumlah ekspor kembali sebesar 234,7 ribu ton atau 17,6% pada tahun 2009, akan tetapi mengalami peningkatan sebesar jumlah ekspor karet alam sebesar 309,9 ribu ton atau 20,2% pada tahun 2010 dan 197,4 ribu ton atau 21,9% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 3 dibawah ini

[image:44.595.114.514.232.437.2]

Grafik 3. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam

Tabel 5. Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam

Tahun Impor (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 1,9 4,5 3,2 6,5 4,4 9,8 12,6 12,7 17,1 16,4

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 5, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah impor karet alam pada negara Thailand mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,6 ribu ton atau 21,95% dari tahun 2007, pada

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(45)

tahun 2009 mengalami penurunan jumlah impor karet alam sebesar 1,3 ribu ton atau 15,6%. Pada tahun 2010 kembali mengalami peningkatan jumlah impor karet alam sebesar 3,3 ribu ton atau 31,7%, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami penurunan jumlah impor karet alam sebesar 2,1 ribu ton atau 21,4%. Sedangkan pada negara Indonesia jumlah impor karet alamnya mengalami peningkatan. Gambaran ini disajikan pada grafik 4 dibawah ini

Grafik 4. Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam

[image:45.595.108.510.589.696.2]

5.2 Karet Sintetik

Tabel 6. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis

Tahun Produksi (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 194 185 190 200,1 194,2 48 48,2 40,4 45 60,9

Sumber: GAPKINDO 2012

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(46)
[image:46.595.114.479.451.670.2]

Berdasarkan Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi karet sintetik pada negara Thailand mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 9 ribu ton atau 19,2% dari tahun 2007, dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 5 ribu ton atau 19,7% dan 10,1 ribu ton atau 20,77%, sedangkan pada tahun 2011 mengalami penurunan kembali sebesar 5,9 ribu ton atau 20,15%. Begitupula pada negara Indonesia yang jumlah produksi karet sintetiknya jauh dibawah negara Thailand, mengalami fluktuatif dalam jumlah produksi karet sintetiknya, yaitu pada tahun 2008 mengalami peningkatan jumlah produksi karet sintetiknya sebesar 0,2 ribu ton atau 19,8%, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 7,8 ribu ton atau 16,6% produksi karet sintetik. Dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 4,6 ribu ton atau 18,5% dan 15,9 ribu ton atau 25,1%. Gambaran ini disajikan pada grafik 5 dibawah ini

Grafik 5. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis 0

50 100 150 200 250

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(47)
[image:47.595.113.529.436.646.2]

Tabel 7. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis

Tahun Konsumsi (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

217,8 195 233 338,1 377,4

133,2 221,8 214,3 253,3 295,8

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 7, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 22,8 ribu ton atau 14,3% dari tahun 2007, dan mengalami terus mengalami peningkatan 2009, 2010 dan 2011 sebesar 38 ribu ton atau 17,1%, 105,1 ribu ton atau 24,8% dan 39,3 ribu ton atau 27,7%. Sedangkan negara Indonesia terus mengalami peningkatan konsumsi karet sintetik pada tahun 2007-2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 6 dibawah ini

Grafik 6. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis 0

50 100 150 200 250 300 350 400

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(48)
[image:48.595.110.526.110.220.2]

Tabel 8. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis

Tahun Ekspor (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

175,8 131,1 147,9 131,1 135,8

38,1 16,5 16,1 13,7 24,4

Sumber: GAPKINDO 2012

(49)
[image:49.595.116.529.83.310.2]

Grafik 7. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis

Tabel 9. Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis

Tahun Impor (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 201,4 223,6 210,9 289,1 319 123,3 190,2 190,1 222 259,4

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 9, maka dapat disimpulkan bahwa untuk jumlah impor karet sintetik pada negara Thailand mengalami peningkatan dari tahun 2007 dan 2008 sebesar 22,2 ribu ton atau 17,9%, akan tetapi pada tahun 2009 jumlah impor karet sintetik mengalami penurunan sebesar 12,7 ribu ton atau 16,9% dari tahun 2008. Dan kembali mengalami peningkatan sebesar 78,2 ribu ton atau 23,2% pada tahun 2010 dan 29,9 ribu ton atau 25,6% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 8 dibawah ini

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

[image:49.595.110.509.393.505.2]
(50)
[image:50.595.114.514.82.277.2]

Grafik 8. Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis

5.3 Ekspor Karet Alam

Tabel 10. Perbandingan Jumalah Ekspor Karet Alam Ke Cina Tahun Tujuan ke Cina dari (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 827,4 824,8 1160,3 1128,6 1166,5 350,2 320,5 527,1 434,8 374,5

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 10, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor karet alam dari negara Thailand dan negara Indonesia ke negara Cina mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,6 ribu ton atau 16,14% dari tahun 2007. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar 335,5 ribu ton atau 22,7% dari tahun sebelumnya, dan kembali mengalami penurunan sebesar 31,7 ribu ton atau 22,09% pada tahun 2010, akan tetapi peningkatan terjadi pada tahun 2011 sebesar 37,9 ribu ton atau 22,83%. Dengan

0 50 100 150 200 250 300 350

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

[image:50.595.116.509.422.535.2]
(51)

jumlah ekspor karet alam yang sangat jauh dari negara Thailand, Indonesia juga mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 29,7 ribu ton atau 15,9% dari tahun 2007. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 206,6 ribu ton atau 26,2%, jumlah ekspor karet alam pada negara Indonesia terus mengalami penurunan sebesar 92,3 ribu ton atau 21,6% pada tahun 2010 dan sebesar 60,3 ribu ton atau 18,6% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 9 dibawah ini

[image:51.595.105.511.562.675.2]

Grafik 9. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Cina

Tabel 11. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang Tahun Tujuan ke Jepang dari (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 405,6 394,7 257 346,3 326,8 397,8 400,7 272,9 313,2 323,9

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 11, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor karet alam ke negara Jepang dari negara Thailand dan negara Indonesia mengalami fluktuasi

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(52)
[image:52.595.114.493.371.588.2]

setiap tahunnya, yaitu pada 2008 dan 2009 dari negara Thailand mengalami penurunan sebesar 10,9 ribu ton atau 22,8% dan 137,7 ribu ton atau 14,8%. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 89,3 ribu ton atau 20,01% dan kembali mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 sebesar 19,5 ribu ton atau 18,8%. Sedangkan pada negara Indonesia pada tahun 2008 mengalami kenaikan 2,9 ribu ton atau 23,4% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 127,8 ribu ton atau 15,9%, dan mengalami kenaikan sebesar 40,3 ribu ton atau 18,33% pada tahun 2010 dan sebesar 10,7 ribu ton atau 18,95% kenaikan pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 10 dibawah ini

Grafik 10. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450

2007 2008 2009 2010 2011

Thailand

(53)
[image:53.595.111.509.114.221.2]

Tabel 12. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA Tahun Tujuan ke USA dari (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

213,1 220 156,1 177,9 206,8

644,3 622,2 394,3 546,6 514,6

Sumber: GAPKINDO 2012

(54)
[image:54.595.152.509.82.289.2]

Grafik 11. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA

Tabel 13. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea Tahun Tujuan ke Korea dari (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 151,8 154,3 133,1 171,5 185 93,1 106,5 99,5 91,8 99,4

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 13, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ekspor karet alam dari negara Thailand dan negara Indonesia k negara Korea mengalami fluktuatif, yaitu pada negara Thailand di tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 2,5 ribu ton atau 19,39% dari tahun 2007, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 21,2 ribu ton atau 16,7%, akan tetapi mengalami kenaikan sebesar 38,4 ribu ton atau 21,5% pada tahun 2010 dan kenaikan sebesar 13,5 ribu ton atau 23,2% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 12 dibawah ini

0 100 200 300 400 500 600 700

2007 2008 2009 2010 2011

Thailand

[image:54.595.109.511.359.466.2]
(55)
[image:55.595.114.524.83.300.2]

Grafik 12. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea

5.4 Ekspor Karet Alam Berdasarkan Jenisnya

Tabel 14. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR Tahun Technically specified rubber (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 1103,8 1132,1 950,6 1082 1193,9 2122,3 2148,5 1905 2278,8 2494,3

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 14, maka dapat disimpulkan jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis technically specified rubber yang paling tinggi dari negara Indonesia dibandingkan dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Indonesia maupun negara Thailand tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 28,3 ribu ton atau 20,7% dari tahun 2007, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 181,5 ribu ton atau 17,4%. Akan tetapi pada tahun berikutnya mengalami

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2007 2008 2009 2010 2011

Thailand

[image:55.595.108.513.436.536.2]
(56)
[image:56.595.114.525.174.396.2]

kenaikan sebesar 131,4 ribu ton atau 19,8% pada tahun 2010, dan kenaikan sebesar 111,9 ribu ton atau 21,8% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 13 dibawah ini

[image:56.595.107.514.491.593.2]

Grafik 13. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR

Tabel 15. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber

Tahun Sheet rubber (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011

861,3 796,5 694,5 719,4 708,3

275,4 137,8 77,1 60,8 69,3

Sumber: GAPKINDO 2012

Berdasarkan Tabel 15, maka dapat disimpulkan jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis sheet rubber yang paling tinggi dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Thailand maupun negara Indonesia tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand mengalami penurunan sebesar 19,8 ribu ton atau 21,7% pada tahun 2008 dan penurunan sebesar 10,2 ribu ton

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(57)
[image:57.595.124.498.287.505.2]

atau 18,3% pada tahun 2009, akan tetapi mengalami kenaikan sebesar 24,9 ribu ton atau 19,03% pada tahun 2010, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 sebesar 11,1 ribu ton atau 18,7%. Begitupula pada negara Indonesia mengalami penurunan hingga 4 tahun berturut-turut sebesar 137,6 ribu ton atau 22,2% pada tahun 2008, 60,7 ribu ton atau 12,4% pada tahun 2009 dan 16,3 ribu ton atau 9,8% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami kenaikan 8,5 ribu ton atau 11,7% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 14 dibawah ini

Grafik 14. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber

Tabel 16. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex

Tahun Latex (‘000 ton)

Thailand Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 510,5 509,4 595,6 556,1 506,3 7,6 8,8 9,1 12,9 8,4

Sumber: GAPKINDO 2012

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

[image:57.595.108.512.585.688.2]
(58)
[image:58.595.114.520.481.672.2]

Berdasarkan Tabel 16, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis latex yang paling tinggi dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Thailand maupun negara Indonesia tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 1,1 ribu ton atau 19,02% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 86,2 ribu ton atau 22,2%, akan tetapi mengalami penurunan sebesar 39,5 ribu ton atau 20,7% pada tahun 2010 dan penurunan kembali sebesar 49,8 ribu ton atau 18,9% pada tahun 2011. Negara Indonesia jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis latex pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesr 1,2 ribu ton atau 18,8% dari tahun 2007, dan mengalami kenaikan sebesar 0,3 ribu ton atau 19,4% pada tahun 2009, kenaikan sebesar 3,8 ribu ton atau 27,5% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami penurunan kembali sebesar 4,5 ribu ton atau 17,9% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 15 dibawah ini

Grafik 15. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex 0

100 200 300 400 500 600 700

2007 2008 2009 2010 2011

thailand

(59)

5.5. Parameter Kualitas Karet

[image:59.595.108.512.272.379.2]

Kualitas karet negara Indonesia dari tahun 2007-2011 tidak ada perubahan. Kualitas negara Indonesia masih pada kualitas terbaik nomor dua di dunia dengan perincian tabel dibawah ini

Tabel 17. Parameter Kualitas Karet

Parameter unit Indonesia Thailand

SIR 20 STR 20 Kotoran

Debu Nitrogen

Materi mudah menguap

% per ton % per ton % per ton % per ton

0,2 1 0,6 0,8

0,16 0,8 0,6 0,8

Sumber: GAPKINDO 2012

(60)

5.6 Perhitungan Daya Saing Ekspor

Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut:

NXS =

��

/

��

Keterangan:

NXS = Net Export Share

Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total Ekspor produk dunia

Perhitungan daya saing ekspor karet alam pada negara Indonesia dari tahun 2007-2001 yaitu sebagai berikut:

���

2007

=

71952407,8

= 0,334

���

2008

=

22987003,,83

= 0,32

���

2009

=

20646769,,14

= 0,30

���

2010

=

74722374,8

= 0,31

���

2011

=

25717786,,46

= 0,33

(61)

Perhitungan daya saing ekspor kret alam pada negara Thailand dari tahun 2007-2011 yaitu sebagai berikut:

���

2007

=

71952704,8

= 0,375

���

2008

=

70032675,3

= 0,381

���

2009

=

67692726,4

= 0,40

���

2010

=

74722866,8

= 0,383

���

2011

=

77862952,6

= 0,379

(62)

5.7 Indikator Perbandingan Tingkat Daya Saing karet negara Indonesia dan negara Thailand

[image:62.595.111.517.240.757.2]

Adapun fktor-faktor lain yang menjadi indikator perbandingan daya saing karet alam antara negara Indonesia dan negara Thailand yaitu:

Tabel 18. Perbandingan Faktor Kondisi Tingkat Daya Saing Karet

Indonesia Thailand

Sumber Daya Alam • Memiliki areal tanaman karet terluas di dunia sekitar 3,4 juta ha

• Kesesuaian iklim • Plasma nutfah

• Memiliki areal

tanaman karet yang terbatas

• Penanaman karet dengan menggunakan bibit unggul sehingga memiliki

produktivitas yang tinggi

Sumber Daya Manusia • Tenaga kerja tersedia • Tenaga kerja terbatas

Teknologi • Teknologi yang

digunakan untuk pengolahan karet yang kurang mendukung dalam

pengembangannya

• Teknologi yang

digunakan dengan sangat mendukung untuk peningkatan produktivitas karet Infrastruktur • Masih kurang memadai

ataupun keterbatasan fasilitas pengembangan industri karet dan dana pengembangan karet terbatas

• Pengembangan infrastrukturnya sangat memadai dan didukung penuh oleh pemerintah, karena komoditi karet dapat dikatakan komoditi politik yang sangat membantu

peningkatan devisa negara, sehingga pemerintah Thailand memberikan

(63)

dalam produksi karet alamnya

Kualitas • kotoran jenis karet

negara Indonesia SIR 20 sebesar 0,2 % per ton • Tingkat debu pada jenis

karet negara Indonesia SIR 20 yaitu 1 % per ton

• kotoran jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,16% per ton

• tingkat debu jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,8% per ton

Net Export Share • Pada tahun 2007 sebesar 0,334

• Pada tahun 2008 sebesar 0,32

• Pada tahun 2009 sebesar 0,30

• Pada tahun 2010 sebesar 0,31

• Pada tahun 2011 sebesar 0,33

• Pada tahun 2007 sebesar 0,375

• Pada tahun 2008 sebesar 0,381

• Pada tahun 2009 sebesar 0,40

• Pada tahun 2010 sebesar 0,383

(64)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

• Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia yang dapat membantu dalam penngkatan devisa negara yang didukung dengan areal tanaman karet yang terluas, akan tetapi dari hasil penelitian dapat dilihat dari jumlah produksi selama tahun 2007-2011, jumlah produksi karet alam dan karet sintetik negara Indonesia masih dibawah jumlah produksi negara Thailand.

• Tingkat kualitas karet negara Indonesia jika dibandingkan dengan kualitas karet negara Thailand juga menunjukkan bahwa Indonesia masih berada dibawah Thailand dengan parameter berupa kotoran, debu, nitrogen dan materi mudah menguap yang terkandung pada karet.

(65)

6.2 Saran

Kepada Pemerintah

Pemerintah melalui badan-badannya seperti Direktorat Jendral Perkebunan, Dinas perindustrian dan Perdagangan, serta badan-badan lainnya yang terkait dengan persaingan karet Indonesia diharapkan untuk lebih mendukung dan mewadahi dalam peningkatan persaingan karet di Indonesia melalui peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakannya guna meningkatkan hasil produktivitas yang dapat membantu dalam peningkatan devisa dan penerimaan negara.

Kepada Peneliti Selanjutnya

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Amir. 1993. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. PT. Ikrar Mandiri abdi. Jakarta

Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional: Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Apridar. 2009. Ekonomi Internasional Sejarah, Teori, konsep, dan Permasalahan Dalam Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Medan. . 2010. Statistik Indonesia 2010. Medan.

Budiman, A. F. S. 2004. The Global NR Industry: Corrent Development and Future Prospects. Jakarta.

Direktorat Jendral Perkebunan Republik Indonesia, Statistik Perkebunan karet

2011. http://ditjenbun.go.id.

Ditjen BN Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2002-2003. Karet. Departemen Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan Bina Produksi Perkebunan. Jakarta.

. 2010. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. Departemen Perkebunan.

Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori Kebijakan Perdagangan Internasional. Jilid Satu. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta.

International Rubber Study Group (IRSG). 2008. Rubber Statistical Bulletin Vol. 66, No. 7-9. International Rubber Study Group.

Kartasasmita, Soedaji. 1980. Perspektif Perkebunan Di Masa Depan, Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

Mamlukat, I. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press. New York. Setiawan, didit heru dan agus andoko. 2008. Petunjuk lengkap budidaya karet.

(67)

Setyawidjaja, D. 2003. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisisus. Yogyakarta Soekarno. 2009.Analisis keunggulan Komparatif Karet Alam Indonesia Tahun 2003-2007. Skrispsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Rajawali Pers. Jakarta.

Spillane, James J. 1989. Komoditi Karet Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.

Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Suwarto. 2010. Budidaya 12 tanaman perkebunan unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta

Tambunan, T. T. H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Tatik, Anis Maryani. 2007. Aneka Tanaman Perkebunan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

Gambar

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Produksi Karet Alam Negara Anggota ANPRC tahun 2007-2011
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam
Grafik 1. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam
+7

Referensi

Dokumen terkait

karet dalam negeri Thailand dan belum optimalnya produksi lahan karet yang baru direvitalisasi, sehingga nilai ekspor karet alam Thailand pada tahun 2006 mengalami

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing teh Indonesia di pasar internasional.. Secara khusus,

komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas

Tingkat daya saing suatu komoditas dapat dibandingkan oleh beberapa faktor yakni yang pertama kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam di negara tersebut. Indonesia

1. Analisis Daya Saing CPO Indonesia Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Daya saing kelapa sawit Indonesia terlihat dari hasil

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat daya saing ekspor komoditi perkebunan Indonesia dan posisi tingkat daya saing masing-masing komoditi, (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Indonesia Perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas kedelai di Indonesia memiliki

Indonesia menduduki posisi ke-4 dalam kategori lahan gambut terluas di dunia setelah’’Kanada, Uni Soviet, dan Amerika’’dengan memiliki luas 20 juta ha.’’Lahan gambut tersebar di empat