• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis daya saing industri karet remah (crumb rubber) Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis daya saing industri karet remah (crumb rubber) Indonesia"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Karet yang diperjualbelikan di pasar domestik maupun luar negeri berbentuk karet alam dan karet sintesis. Sebagian besar karet yang dihasilkan Indonesia dalam bentuk karet alam dan 70 persen karet alam Indonesia diproduksi menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Karet remah digunakan sebagai bahan baku untuk memroduksi ban, permintaan karet remah dunia meningkat seiring dengan peningkatan industri otomotif. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisa daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah Indonesia, (2) menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) industri karet remah Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah di pasar internasional, (3) merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional.

(3)
(4)

Oleh

FERI NUR OKTAVIANI H14070026

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

NRP : H14070026

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Idqan Fahmi M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

BENER-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

(7)

Oktober 1989 dari pasangan Dirman Wibowo dan Ani Yuliani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Ciklapa, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sidareja, dan kemudian lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMAN) 1 Banjarnegara pada 2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) yang pada akhirnya masuk ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dengan jurusan Departemen Ilmu Ekonomi. Pada masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kepecintaalaman LAWALATA IPB sebagai bendahara umum periode 2009-2010. Penulis pernah melakukan beberapa beberapa kegiatan antara lain Studi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan (2008), Panitia Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (2009) sebagai Penanggung Jawab AK, Tim Fasilitator Pendidikan Lingkungan Hidup SD 2 Dramaga (2009), Pemenang Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB 2010 “Jejak Alam Outdoors

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis mengharapkan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan skripsi ini selanjutnya. Penyusunan skripsi ini juga dapat terselesesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan hormat kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak Dirman Wibowo dan Ibu Ani Yuliani yang telah memberikan dukungan moril, semangat, kasih sayang dan do’anya sehingga

penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini.

2. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Dr. Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Dr. Alla Asmara, M,Si selaku dosen penguji pengawas pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak masukkan dan saran untuk skripsi ini.

4. Kakakku Agustina Widi dan mas Muslich serta de M. Azzamta Faiz juga adikku Wahyu Julia Nugroho atas dukungan, semangat serta keceriaannya selama ini.

5. Keluarga besar LAWALATA IPB yang telah memberikan rasa nyaman dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan yang sebenarnya. LAWALATA JAYA...

6. Teman satu bimbinganku Rani Meistika, Ainur Sukmawati, dan Resty Anditya atas semangat dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi.

(9)

8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 44: Ida, Rini, Risa, Siska, Risya, Nindya, Martha dan segenap keluarga besar Ilmu Ekonomi 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak melukiskan kenangan indah dan kebersamaan selama masa perkuliahan di Ilmu Ekonomi 44.

9. Teman-teman wisma WJ: ike, ana, santhi, atik, mba restu endang, dilla, tipa, nita dan segenap keluarga WJ yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya dan semangat pada masa perkuliahan.

10. Teman-teman Jejak Alam (ka Agus, Benny, Bergas, Dessy , Lasti dan Linda atas semangat dan kerja kerasnya.Let’s fun with jejak...

Bogor, Juli 2011

(10)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

2.1. Definisi Karet Remah(crumb rubber)... 13

2.2. Definisi Daya Saing ... 13

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.2. Metode Analisis Data ... 28

3.2.1. MetodePorter’s Diamond Theory... 29

3.2.2. MetodeRevealed Comparative Advantage(RCA)... 30

3.2.3. MetodeOrdinary Least Square(OLS)... 32

(11)

3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya

Saing Karet Remah Indonesia... 36

3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia... 38

3.2.3.4. Uji Kesesuaian Model... 40

3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model... 46

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (Crumb rubber) INDONESIA... 48

4.1. Gambaran Umum Karet ... 48

4.1.1. Karet Alam ... 49

4.1.2. Karet Sintesis... 51

4.2. Industri Karet Remah(crumb rubber)... 52

4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah(crumb rubber) Indonesia ... 52

4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah ... 55

4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi, dan Produktivitas Karet Remah Indonesia ... 55

4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia ... 57

4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia... 58

4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 62

5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia ... 62

5.1.1. Kondisi Faktor ... 64

5.1.2. Kondisi Permintaan... 66

5.1.3. Industri terkait dan Industri Pendukung ... 67

5.1.4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan... 68

5.1.5. Peran Pemerintah... 70

5.1.6. Peran Kesempatan ... 71

5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Industri Karet Remah Indonesia ... ... 72

5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia... 74

(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton)... 1

1.2. Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011 ... 2

1.3. Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet Indonesia... 4

1.4. Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah(crumb rubber) Indonesia Menurut Sumber (Ton) ... 6

1.5. Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja Tahun 2004–2008 ... 7

1.6. Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas Tahun 2004–2008 (Ton) ... 8

4.1. Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008... 53

4.2. Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia, 2006-2010 ... 56

4.3. Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia ... 57

5.1. Nilai dan Indeks RCA Karet Remah Indonesia Tahun 1993-2008 ... 74

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran... 25

3.1Porter’s DiamondTheory... 29

4.1 Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008... 59

4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Hasil Perhitungan analisis Daya Saing Karet Remah Indonesia

dengan menggunakan Metode RCA (US$) ... 88 2. Karet Remah Indonesia Berdasarkan Kualitas... 89 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia Indonesia... 90 4. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia Indonesia... 91 5. Uji Homoskedastisitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia ... 91 6. Uji Autokorelasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia ... 92 7. Uji Multikolinieritas Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing

Industri Karet Remah Indonesia... 92 .8. Analisis Regresi Komponen Utama Faktor-Faktor yang Memengaruhi... 93 9. Ekspor Karet Indonesia kesepuluh

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar di dunia setelah Thailand (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton)

Tahun Thailand Indonesia Malaysia India China

Lain-lain

2002 2.615 1.630 890 641 468 1.181

2003 2.876 1.792 986 707 480 1.189

2004 2.984 2.066 1.098 743 486 1.224

2005 2.937 2.271 1.132 772 575 1.164

2006 3.137 2.637 1.280 853 600 1.242

2007 3.056 2.755 1.210 811 663 1.265

2008 3.089 2.751 1.072 881 560 1.673

2009 3.086 2.535 856 817 630 1.678

2010 3.072 2.829 883 851 650 2.006

(17)

Produksi karet alam Indonesia meningkat setiap tahunnya dan selalu menempati peringkat kedua setelah Thailand. Pada tahun 2010 produksi karet alam Indonesia mencapai 2.829 ribu ton, hanya berselisih 243 ribu ton dengan Thailand. Dengan selisih yang tidak terlalu besar antara Indonesia dengan produsen karet terbesar yaitu Thailand, maka Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi produsen utama karet alam. Produksi karet alam Indonesia dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumberdaya seperti areal perkebunan secara optimal. Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia berdasarkan status pengusahaannya digolongkan menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) (Tabel 1.2).

Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011

Tahun Luas Lahan (ribu Ha) Produksi (ribu Ton)

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah

2000 2882,8 212,6 277,0 3372,4 1125,2 169,9 206,4 1501,4 2001 2838,4 221,9 284,5 3344,8 1209,3 182,6 215,6 1607,5 2002 2825,5 221,2 271,7 3318,4 1226,6 186,5 217,2 1630,4 2003 2772,5 241,6 276,0 3290,1 1396,2 191,7 204,4 1792,3 2004 2747,9 239,1 275,3 3262,3 1662,0 196,1 207,7 2065,8 2005 2767,0 237,6 274,8 3279,4 1838,7 209,8 222,4 2270,9 2006 2833,0 238,0 275,4 3346,4 2082,6 265,8 288,8 2637,2 2007 2899,7 238,2 275,8 3413,7 2176,7 277,2 301,3 2755,2 2008 2910,2 238,2 275,8 3424,2 2173,6 276,8 300,9 2751,3 2009 2911,5 239,4 284,4 3435,3 1942,3 238,7 259,4 2440,3 2010*) 2934,4 236,7 274,0 3445,1 2065,2 252,4 274,3 2591,9 2011**) 2935,1 239,1 275,9 3450,1 2105,0 260,0 275,9 2640,8 Ket: PR: Perkebunan Rakyat ; PBN: Perkebunan Besar Negara ; PBS: Perkebunan Besar Swasta *) Angka Sementara ; **) Angka Estimasi

(18)

Perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Pada tahun 2010 luas lahan karet Indonesia yang tercatat sekitar 3445,1 ribu Ha yang terdistribusi dalam perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta yang tersebar di wilayah Indonesia. Produksi karet dan luas lahan karet Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Luas perkebunan karet Indonesia hampir meningkat setiap tahunnya mulai pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2011. Namun demikian, produksi karet Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas lahan perkebunan karet. Produksi karet terbesar di Indonesia pada periode tahun 1993 sampai dengan 2008 sebesar 2755,2 ribu ton dicapai pada tahun 2007 dengan luas lahan lebih kurang 3413,7 ribu Ha. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa luas lahan perkebunan bukan faktor utama yang berpengaruh terhadap jumlah produksi karet Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas lahan karet pada tahun 2011 mencapai 3450,1 ribu Ha dengan hasil produksi yang diperoleh sekitar 2640,8 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

(19)

Untuk itu, karet alam yang akan dijual oleh Indonesia perlu diolah terlebih dahulu agar nilai jual dan nilai gunanya meningkat.

Potensi karet alam Indonesia yang melimpah merupakan suatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan. Karet alam dapat diolah menjadi barang-barang untuk menunjang aktivitas masyarakat. Barang-barang yang membutuhkan keelastisan dalam pemakaiannya menggunakan bahan dasar karet seprti : ban, sarung tangan karet, alas kaki,belt konveyor, belt transmission, barang karet keperluan teknik serta bahan dasar industri lainnya (Tabel 1.3). Hasil olahan karet tersebut dapat digunakan baik secara langsung atau melalui proses industri lebih lanjut agar nilai tambah dari produk tersebut meningkat.

Tabel 1.3 Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet di Indonesia

Jenis Industri Utilitas Industri dan Produk (%)

Industricrumb rubber 70

Industri sarung tangan 40

Industri alas kaki 60

Industri ban 80

Industri produk karet lainnya 65 - 80

Sumber : Departemen Perdagangan, 2010

(20)

bahan baku industri ban (Tabel 1.3). Seiring dengan berkembangnya industri otomotif, permintaan ban di dunia semakin meningkat.

Karet yang diperjualbelikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet remah atau karet spesialisasi teknis dibuat secara khusus agar mutu karet tetap terjaga dan dapat bersaing dengan karet sintesis. Indonesia lebih banyak memroduksi karet alam dibandingkan dengan karet sintesis. Karet alam yang dihasilkan Indonesia sebagian besar diekspor ke luar negeri. Karet Indonesia diekspor dalam bentuk karet alam (lateks) dan barang hasil olahan karet. Salah satu olahan karet yang diekspor adalah karet remah(crumb rubber).

Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam (lateks) yang telah diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Penetapan mutu pada karet remah didasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Karet remah memiliki mutu yang baik karena diproduksi secara khusus dan teruji secara teknis dengan menggunakan Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah diproduksi secara khusus agar dapat bersaing dengan bahan pengganti karet lain seperti karet sintesis. Bahan baku untuk pembuatan karet remah diperoleh dari berbagai sumber perkebunan yaitu perkebunan sendiri, perkebunan lain (swasta) dan perkebunan rakyat (Tabel 1.4).

(21)

karet sintesis disertakan pula pada setiap bandelanya. Hal semacam ini ditetapkan pula dalam karet spesifikasi teknis. Karet ini dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastikpolythene(Swadaya, 1999).

Tabel 1.4 Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah(crumb rubber)

Indonesia Menurut Sumber (ribu Ton)

2004 131,28 4,6 27,28 1,0 2.690,4 94,4 2.848,96 100 2005 131,45 4,7 28,65 1,0 2.608,51 94,3 2.768,62 100 2006 185,22 5,1 116,84 3,2 3.310,07 91,6 3.612,13 100 2007 212,44 5,7 122,05 3,3 3.394,5 91,0 3.728,99 100 2008 286,80 5,7 164,77 3,3 4.582,57 91,0 5.034,13 100 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

(22)

digunakan sebagai bahan baku industri hilir yang memroduksi barang-barang kebutuhan masyarakat seperti ban. Industri karet remah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan industri karet remah tersebut menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Tabel 1.5).

Tabel 1.5 Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja di Indonesia Tahun

2004–2008

*) Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sumber : BPS, 2010 (diolah)

(23)

Produksi karet remah menggunakan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) untuk mengklasifikasikan karet remah tersebut berdasarkan mutunya (Tabel 1.6). Penilaian mutu karet secara klasifikasi didasarkan dari hasil analisa dari syarat uji. Syarat pengujian karet mutu SIR diukur berdasarkan kadar abu, kadar zat menguap, Acelerated Storage Hardening Test (ASHT), PRI dan uji lain yang dilakukan.

Tabel 1.6 Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas

Tahun 20042008 (Ton)

2004 24.099 23.124 3.191 20.354 31.221 1.591.816 1.693.805

2005 29.388 21.966 3.018 19.888 31.812 1.553.920 1.659.992

2006 32.502 21.417 4.395 7.854 152.381 1.763.200 1.981.749

2007 40.355 32.113 5.430 9.704 173.828 2.151.404 2.412.834

2008 42.873 5.854 1.180 2.090 47.789 2.251.873 2.341.659 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

(24)

Produksi karet remah Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan 2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 produksi karet remah mengalami penurunan sebesar 33.813 ton atau sekitar 1,99% jika dibandingkan dengan tahun 2004. Pada tahun 2006 dan 2007 produksi karet remah Indonesia mengalami peningkatan masing-masing sebesar 321.757 ton (19,38%) dan 431.085 ton (21,75%). Pada tahun 2008 kembali terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 71.175 ton (2,95%) dibandingkan dengan jumlah produksi pada tahun 2007. Produksi karet remah Indonesia hampir 95% adalah jenis SIR 20.

Produksi karet remah Indonesia dipasarkan baik di dalam (domestik) maupun luar negeri. Berdasarkan data BPS tahun 2010, produksi karet remah Indonesia 93,97% dari total produksi dijual ke luar negeri dan hanya sekitar 6,03% dari total produksi dijual dan dikonsumsi dalam negeri. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.

(25)

market share karet alam yang relatif lebih kecil dalamsupply karet dunia. Untuk itu, perlunya dirumuskan strategi khusus untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional serta faktor-faktor yang memengaruhinya. 1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar dunia. Karet yang diperjual belikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet yang dihasilkan Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut harus dapat bersaing dengan karet sintesis yang memiliki mutu dan standar khusus. Karet alam di Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah mengalami proses produksi secara khusus sehingga mutu yang dihasilkan terjamin. Menurut Dekarindo (2010), karet remah tersebut di produksi untuk menyaingi karet sintesis yang beredar saat ini.

(26)

Indonesia diperlukan strategi khusus agar karet tersebut dapat tetap bertahan di pasar internasional.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini:

1. Bagaimana daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah (crumb rubber) Indonesia?

2. Bagaimana daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional?

3. Strategi apa yang dapat dirumuskan untuk memperkuat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisa kondisi daya saing (keunggulan kompetitif) karet remah (crumb rubber) Indonesia.

2. Menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional.

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri perkaretan terutama pada pelaku industri karet remah dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian dengan topik karet remah (crumb rubber) selanjutnya. Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di bidang perkaretan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing industri karet remah (crumb

rubber)Indonesia di pasar internasional. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Definisi Karet Remah(crumb rubber)

Karet remah (crumb rubber)adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb rubber) didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karetsheet, crepe maupun lateks pekatcrumb rubber. Karet remah tergolong dalam karet spesifikasi teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Karet remah (crumb rubber) dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikat uji laboratorium, serta ditutup dengan lembaran plastikpolythene.

2.2. Definisi Daya Saing

(29)

barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. Daya saing yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di dalamnya.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Sedangkan menurut Simanjuntakdalam Febriyanti (2008) daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan.

2.3. Konsep Perdagangan Internasional

(30)

tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai

teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan kompetitif.

2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif

(31)

biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tetapi asumsi tujuh tidak dapat berlaku dan seharusnya digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif

Menurut Hadi (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung. Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory. 1. Kondisi Faktor(Factor Condition)

(32)

kompetitif suatu industri. Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut.

2. Kondisi Permintaan (demand condition)

Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang memengaruhi posisi daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007), mutu produk dan produktivitas suatu negara akan memengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat global memberikan tantangan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan melakukan inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan konsumen.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung yang Kompetitif (related and supporting industry)

(33)

Rantai nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara. 4. Kondisi struktur, Persaingan dan Strategi Industri (firm strategy, structure, and

rivalry)

Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketergantungan antarnegara. Masing-masing negara membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi serupa.

5. Peran Pemerintah (government)

(34)

berperan sebagai pembuat kebijakan yang terkait dengan tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal sumber daya alam dan standar produk.

6. Peran kesempatan (chance event)

Peran kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan (accidental), sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau

merugikan para pelaku usaha.

2.4. Penelitian Terdahulu

2.4.1. Penelitian Mengenai Karet

Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia (Mamlukat, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SAS dengan pendekatan simultan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran preferensi importir karet alam ke karet sintesis. Harga karet sintesis dipengaruhi oleh harga minyak dunia, fluktuasi harga karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil serta elastisitas karet alam Indonesia yang rendah.

(35)

tidak bebas selama beberapa waktu kedepan jika terjadi guncangan dari variabel bebas lainnya sebesar satu standar deviasi dan pendekatan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap tidak bebas selama periode tertentu. Berdasarkan hasil IRF dan FEVD, variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar, sedangkan variabel tidak bebas yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia.

(36)

analisis RCA menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi pengekspor utama karet sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang terus meningkat dari tahun 2003 yaitu 28,403 menjadi 37,388. Hasil perhitungan CMS menunjukkan bahwa kinerja ekspor karet alam Indonesia memiliki daya saing yang kuat, walaupun jika dilihat dari efek distribusi pasar masih lemah, untuk meningkatkan kinerja ekspor karet maka perlu perhatian yang serius dari pemerintah sehingga keunggulan kompratifnya dapat dipertahankan.

2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing

(37)

Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif.

Penelitian mengenai analisis daya saing industri furniture kayu Indonesia di Pasar Internasional (Fajri, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif) industri furniture kayu Indonesia. Selain itu, dianalisis pula daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor industri furniture kayu Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode Porter’s

Diamond Theory dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor furniture kayu Indonesia menggunakan metode regresi linier berganda Ordinary Least Square (OLS).

2.5. Kerangka Pemikiran Operasional

(38)

diproduksi Indonesia dan dalam hal mutu karet remah bersaing dengan karet sinrtesis.

Sebagian besar karet yang dijual Indonesia berupa karet alam atau mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat sedikit. Proses pengolahan karet merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah atau guna dari karet tersebut. Salah satu bentuk olahan karet alam (lateks kebun) adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi secara khusus sehingga mutu teknisnya terjamin.

Permintaan karet meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan industri otomotif. Jika dilihat dari luas areal perkebunan karet maka Indonesia berpotensi untuk mengembangkan industri karet alam dalam hal ini adalah karet remah. Namun, realita yang terjadi industri karet remah Indonesia masih kurang berkembang dengan baik, salah satu faktornya adalah produktivitas yang masih rendah, lahan karet yang dimiliki Indonesia kurang optimal dalam pemanfaatannya, standar mutu karet remah Indonesia masih di bawah standar mutu negara produsen karet remah lainnya dan nilai tukar rupiah yang berfluktuatif. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam perkembangan industri karet remah tersebut akan dianalisis menggunakan metodePorter’s Diamond.

(39)

Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Kuantitas produksi karet remah dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan total, produktivitas dan jumlah perusahaan karet remah. Harga karet dipengaruhi oleh nilai tukar riil dan volume ekspor karet remah Indonesia dan variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisis yang diduga berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional.

(40)
(41)

2.6. Hipotesis

1. Nilai RCA karet remah Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. 2. Indeks RCA komoditas karet remah Indonesia lebih besar dari satu (indeks

RCA > 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi karet Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.

3. Semua variabel bebas yang digunakan (kuantitas produksi karet remah, produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar dan krisis) memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas (daya saing karet remah Indonesia) - Kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia, semakin banyak karet remah yang dihasilkan maka daya saing karet remah Indonesia semakin tinggi. - Produktivitas diartikan sebagai kemampuan suatu input untuk

menghasilkan hasil (komoditi) yang maksimal. Semakin besar produktivitas maka semakin banyak komoditi yang dapat di pasarkan kepada konsumen. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka daya saing akan komoditi tersebut akan semakin meningkat.

- Harga ekspor karet remah Indonesia berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia.

(42)
(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008. Jenis data meliputi data luas lahan perkebunan karet, produksi karet alam Indonesia, nilai ekspor karet remah Indonesia, nilai ekspor total karet alam Indonesia, luas lahan perkebunan karet, produksi karet remah, jumlah perusahaan karet remah Indonesia dan data nilai tukar. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), International Rubber Study Group (IRSG), Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan, UnComtrade dan studi literatur dari berbagai sumber yang berhubungan dengan industri karet remah.

3.2. Metode Analisis Data

(44)
(45)

untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing karet remah Indonesia.

3.2.2. MetodeRevealed Comparative Adventage(RCA)

Untuk mengetahui daya saing komoditi karet remah Indonesia dalam penelitian ini digunakan analisis Revealed Comparative Adventage (RCA). Metode Revealed Comparative Adventage (RCA) didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk/komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

(46)

RCA

t

=

P

t

/Q

t

R

t

/S

t

Dimana :

RCAt = keunggulan komparatif karet remah Indonesia tahun ke-t Pt = nilai ekspor karet remah Indonesia tahun ke-t

Qt = nilai ekspor total Indonesia tahun ke-t Rt = nilai ekspor karet remah di dunia tahun ke-t St = nilai ekspor total produk dunia tahun ke-t t = tahun 1993,…, 2008

Nilai RCA lebih dari satu (RCA>1), menunjukkan bahwa Indonesia lebih berspesialisasi produksi di kelompok komoditi karet remah. Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. Semakin besar nilai RCA, maka keunggulan komparatif yang dimiliki komoditi tersebut akan semakin kuat. Jika nilai RCA kurang dari satu (RCA<1), maka sebaliknya Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah.

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

Indeks RCA = RCAt/RCAt-1 Dimana :

Indeks RCAt = kinerja ekspor karet remah Indonesia periode ke-t RCAt = nilai RCA tahun sekarang (t)

RCAt-1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)

(47)

Nilai indeks RCA berkisar antara nol sampai tidak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor karet remah Indonesia di pasar dunia tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jika nilai indeks RCA kurang dari satu berarti terjadi penurunan kinerja ekspor karet remah. Sedangkan jika nilai indeks RCA lebih dari satu maka kinerja ekspor karet remah Indonesia lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

3.2.3. MetodeOrdinary Least Square(OLS)

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia adalah regresi linear berganda dengan metodeOrdinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu peubah tidak bebas pada satu atau lebih peubah bebas dengan tujuan untuk memperkirakan atau meramalkan nilai rata-rata dari peubah tidak bebas apabila nilai peubah bebas sudah diketahui (Gujarati, 1999). Metode OLS diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman yang bernama Carl Frederich Gauss. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang paling kuat (powerfull) dan populer (Gujarati,1978). Menurut Koutsoyianis (1977), terdapat beberapa kelebihan metodeOrdinary Least Square (OLS) seperti berikut :

(48)

2. Tata cara pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) relatif lebih mudah dibandingkan dengan metode ekonometrika yang lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak.

3. Metode Ordinary Least Square (OLS) telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan.

4. Mekanisme pengolahan data dengan metodeOrdinary Least Square(OLS) mudah dipahami.

5. Metode Ordinary Least Square (OLS) juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrika yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.

Syarat untuk menggunakan metode OLS menurut Gauss Markov (1821) adalah penduga koefisien regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased

Estimated), bila persyaratan tersebut dipenuhi maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang baik. Akan tetapi, sifat tersebut di dasarkan pada berbagai asumsi yang tidak boleh dilanggar agar penduga tetap bersifat BLUE. Teorema tersebut dikenal dengan sebutan Teorema Gauss Markov. Asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan metode OLS berdasarkan teori Gauss-Markov sebagai berikut :

1. E (µi) = 0 atau E(µi/Xi) = 0 atau E(Yi) = β1+ β2Xi

(49)

2. Tidak ada korelasi antara µidan µj{cov(µi/µj) = 0};I tidak sama dengan j. Artinya, pada saat Xisudah terobservasi, deviasi Yidari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukkan adanya pola {cov(µi/µj) = 0}.

3. Homoskedastisitas : yaitu besarnya µisama atau var (µi) = σ2untuk setiap i.

4. Kovarian antara varian µidan X1nol. {cov(µi/µj) = 0}.

Asumsi tersebut sama artinya bahwa tidak ada korelasi antara µidan X1 atau bila Xinon random maka E (µi,µj) = 0.

5. Model regresi dispesifikan secara benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Model harus berpijak pada landasan teori b. Perhatikan variabel-variabel yang diperlukan c. Bagaimana bentuk fungsinya

Sifat yang dimiliki oleh estimator pada model OLS dengan memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Ragam minimum (efisien) dan konsisten serta berasal dari model yang linear. Selain itu, dari contoh (sample) akan mendekati nilai populasi.

3.2.3.1. Regresi Komponen Utama

(50)

menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan yang menggunakan metode kuadrat terkecil (Gasperz, 1992).

Dengan menggunakan konsep aljabar linier tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam∑ ) dengan dimensi pxp, simetrik, dan nonsingular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V (V’ R V = D) dimana ƛ 1≥ ƛ 2≥ ...

≥ ƛ p ≥ 0 adalah akar ciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V (v1,v2....vp) adalah vektor ciri dari R.

Apabila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang berbeda perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam ∑ digunakan apabila semua peubah yang diamati diukur dengan satuan pengukuran yang sama. Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z, dimana Z merupakan hasil pembekuan dari peubah X yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke-j dapat dinyatakan dalam persamaan W = v1jZ1+ v2j Z2+....+vpjZp.

(51)

semua keragaman datanya terjelaskan, biasanya komponen W yang digunakan adalah komponen yang memiliki akar ciri lebih dari satu karena jika akar cirinya kurang dari satu maka keragaman data yang dapat dijelaskan oleh komponen utama sangat kecil. Tahapan analisis regresi komponen utama adalah;

1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R

3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri

4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik

3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia

Pemilihan variabel-variabel independent yang memengaruhi daya saing karet remah didasarkan pada hasil metode Porter’s Diamond yang dapat dikuantitatifkan seperti produktivitas, harga ekspor karet remah, volume ekspor karet, nilai tukar, dan krisis ekonomi. Produktivitas industri menggambarkan faktor sumberdaya industri karet remah, harga ekspor dan volume ekspor menggambarkan permintaan karet remah, dan krisis ekonomi menggambarkan peran kesempatan (chance)dalam perdagangan karet remah. Selain itu pemilihan faktor-faktor ini juga didasari beberapa penelitian terdahulu dan teori ekonomi yang ada. Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing suatu komoditi adalah :

1. Produktivitas

(52)

semakin besar peluang untuk memproduksi komoditi lebih banyak. Namun demikian, luas lahan harus diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Produktivitas di sini diartikan sebagai kemampuan suatu lahan/input untuk menghasilkan suatu komoditas tertentu. Semakin tinggi produktivitas lahan tersebut maka semakin efektif lahan dalam berproduksi. Semakin efektif lahan dalam berproduksi akan berimplikasi pada jumlah produk yang dihasilkan yang semakin banyak.

2. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia Kuantitas Produksi

Kuantitas produksi merupakan jumlah produk yang dihasilkan dari input tertentu. Semakin efektif input digunakan maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin besar peluang untuk produk tersebut diperdagangkan di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor).

3. Harga Ekspor Komoditi

(53)

4. Nilai Tukar Riil

Nilai tukar riil disebut jugaterm of trade. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil karet remah Indonesia di pasar internasional menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga karet remah dari negara lain yang di pasarkan membuat permintaan karet remah Indonesia meningkat. Meningkatnya permintaan ekspor karet remah Indonesia membuat daya saing karet remah Indonesia meningkat. 5. DummyKrisis

Dummy krisis dapat diartikan sebagai periode krisis ekonomi yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada tahun 1997. Dalam penelitian Rahmanu (2009), dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri pengolahan kakao dan hasil olahan kakao Indonesia.

3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia

Berdasarkan pemilihan variabel untuk faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah, diduga faktor-faktor yang berpengaruh adalah kuantitas produksi, produktivitas, harga ekspor, nilai tukar dan krisis ekonomi. Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia dapat ditulis sebagai berikut :

(54)

Keterangan:

DSt = tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t, dengan nilai RCA sebagai proksi

α = konstanta

β = parameter yang di duga, dengan β = 1,2,3,4 dan 5 QPt = kuantitas produksi karet remah Indonesia (Ton)

ERt = nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (Rp/U$) HECt = harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (Ton/U$) PROt = produktivitas karet remah Indonesia (Ton/Ha)

Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997)

εt =error termpada periode ke-t t = tahun ke-t

Beberapa variabel yang digunakan diubah ke dalam logaritma (ln) dikarenakan satuan dari kelima variabel berbeda, maka model tersebut berubah menjadi:

DSt = α + β1ln QPt+ β2 ln HECt + β3ln PROt + β4ln ERt +β5ln Dummy +εt

Dimana :

DSt = tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t (%) dengan nilai RCA sebagai proksi

α = konstanta

(55)

Ln QPt = kuantitas produksi karet remah Indonesia periode ke-t (%) Ln ERt = nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (%) Ln HECt = harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (%) Ln PROt = produktivitas karet remah Indonesia (%)

Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997)

εt =error termpada periode ke-t t = tahun ke-t

3.2.3.3. Uji Kesesuaian Model

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Pada umumnya digunakan tiga kriteria kesesuaian model yaitu sebagai berikut :

1. Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi pada model Ordinary Least Square (OLS). Suatu model regresi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik yaitu penaksiran yang bersifat tidak bias, linier dan mempunyai varians minimum (BLUE). Kriteria pengujian model dalam ekonometrika meliputi uji multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

a. Autokorelasi

(56)

mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antar galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika autokorelasi tersebut diabaikan, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error yang kurang dari nilai yang sebenarnya, sehingga nilai t-statistik akan lebih besar (over estimated). Dampaknya adalah uji-F dan uji-t menjadi tidak valid dan peramalan juga menjadi tidak efisien. Namun, hasil estimasi dan peramalannya masih bersifat konsisten dan tidak bias. Sifat konsisten pada hasil estimasi dan peramalan model yang mengabaikan autokrelasi tidak akan bertahan lama, kecuali

lag dependent variablediikutsertakan sebagai variabel penjelas.

Pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat diakukan dengan metode Breusch-Godfrey serial correlation LM Test. Sebelum melakukan pengujian, lebih dulu disusun hipotesis awal dan hipotesis tandingannya.

H0 = tidak ada korelasi H1 = ada autokorelasi Taraf nyata =α

(57)

Artinya tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh. Dan jika sebaliknya nilaiobs*R-squaredlebih kecil dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi yang signifikan pada model regresi tersebut.

b. Heteroskedastisitas

Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi linear klasik adalah mempunyai varian yang sama (konstan) atau homoskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedasisitas dilakukan dengan menggunakan uji white test heterosedasticity test (Gujarati, 1995). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas pada obs*R-squared.

H0= δ sama dengan nol H1=δ tidak sama dengan nol Taraf nyata =α

(58)

c. Multikolinearitas

Multikolinearitas diartikan sebagai adanya hubungan yang “sempurna” atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang

menjelaskan dari model regresi. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolnearitas dapat dilakukan dengan melihat correlation matrix. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antarvariabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model tersebut.

(59)

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain: (1) membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi dengan peubah bebas lainnya, (2) menambah data pengamatan atau contoh, dan (3) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinieritas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adlah dengan menggunakan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square)dan regresi komponen utama

(principal component regression). 2. Kriteria Statistika

Secara statistika terdapat beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model yaitu :

a. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : β1 = β2 = … = βt = 0 (tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas).

H1 : minimal ada satu β1yang tidak sama dengan nol (paling tidak ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas).

(60)

Jikaprobability t-statistic< taraf nyataα, maka tolak H0dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Jikaprobability t-statistic> taraf nyataα, maka terima H0dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. b. Uji t

Uji t disebut juga uji signifikansi variabel secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing varabel yang terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melaksanakan uji t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

H0: βt= 0 H1: βt≠ 0

Selanjutnya dilakukan perhitungan t-statistic dengan menggunakan rumus:

= β

Dimana :

= parameter dugaan

= parameter hipotesis

Seβ= standard error parameter β

Jika nilai t-statistik yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih dari t- tabel (tstat> ttabel) maka tolak H0. Dapat diambil kesimpulan bahwa koefisien dugaan β tidaksama dengan nol (β ≠0) dan variabel yang diuji

(61)

kesimpulan bahwa koefisien dugaan β sama dengan nol (β=0) dan variabel

yang diuji berpengaruh tidak nyata terhadap variabel tidak bebas. Model yang digunakan diduga akan semakin baik jika semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau bepengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.

3. Kriteria Ekonomi

Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari setiap variabel bebas yang diperoleh. Kriteria ekonomi menyaratkan bahwa tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien variabel bebas sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut sesuai dengan teori ekonomi, maka model tersebut dapat dikatidakan baik secara ekonomi.

3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model 1. Daya Saing

Daya saing karet remah Indonesia yang menjadi variabel tidak bebas dalam model di atas merupakan hasil olahan dari nilai ekspor karet remah Indonesia (dalam penelitian ini adalah jenis karet SIR 5, SIR 10, SIR 20) terhadap total ekspor Indonesia ke pasar internasional yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai ekspor karet remah dunia terhadap total nilai ekspor dunia.

2. Produktivitas

(62)

kegiatan dalam menghasilkan produk lebih banyak atau tinggi. Produktivitas yang tinggi berpengaruh positif terhadap daya saing.

3. Kuantitas Produksi

Kuantitas produksi dalam hal ini adalah jumlah keseluruhan produksi karet remah (crumb rubber) meliputi SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Besarnya jumlah produksi karet remah Indonesia dihitung dalam Ton.

4. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia

Harga ekspor karet remah Indonesia di pasar internasional diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor karet remah Indonesia dengan volume ekspor karet remah Indonesia pada periode yang sama. Variabel ini menggambarkan harga karet remah Indonesia yang diterima oleh konsumen pada harga dunia di tingkat tertentu.

5. DummyKrisis

(63)

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH(CRUMB RUBBER) INDONESIA

4.1. Gambaran Umum Karet

Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis).Sedangkan karet sintesis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah produksi karet alam saat ini masih di bawah produksi karet sintesis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintesis. Keunggulan karet alam jika dibandingkan dengan karet sintesis antara lain:

1. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

2. Karet alam memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Karet alam memiliki daya aus yang tinggi

4. Karet alam tidak mudah panas (low heat build up),dan

5. Karet alam memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove

cracking resistance)

(64)

pangsa pasarnya masing-masing dan tidak saling mematikan atau bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer.

4.1.1. Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan karet dapat berupa bahan setengah jadi atau pun bahan jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal secara luas dan diperdagangkan antara lain:

1. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi empat macam yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar.

2. Karet alam konvensional

(65)

3. Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah ataublock rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standar Indonesian

Rubber).

5. Karet spesifikasi teknis ataucrumb rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet spesifikasi teknis juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet yang satu ini. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. 6. Karet siap olah atautyre rubber

(66)

Pembuatan tyre rubber dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan karet sintesis. Malaysia mulai memproduksityre rubbersejak tahun 1972 sedangkan di Indonesiatyre rubber belum umum diproduksi.

7. Karet reklim ataureclaimed rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan sebagai suatu hasil pengolahanscrapyang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan terhadap gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai.

4.1.2. Karet Sintesis

Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintesis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan sesudah perang bahwa kenyataannya jumlah persediaan karet alam tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Negara-negara industri maju merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintesis. Karet sintesis memiliki sifat yang khas seperti tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap terhadap gas.

(67)

secara umum antara lain: SBR (styrene butadiene rubber) dan BR (butadiene rubber) atau polybutadiene rubber dan IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber. Sedangkan yang termasuk dalam karet sintesis untuk kegunaan khusus adalah IIR (isobutene isoprene rubber), NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber, CR (clhroroprene rubber), dan EPR (ethylene propylene rubber).

4.2. Industri Karet Remah(crumb rubber)

Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban,

conveyor,barang-barang karet, dan lain-lain.

4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia

Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap(ribbed smoked sheet). Teknologi karet remah diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun digantikan dengan karet remah. Hampir 90% karet alam Indonesia setiap tahunnya diproduksi menjadi karet remah. Karet remah menjadi salah satu olahan karet yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun internasional.

(68)

perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik karet remah di Indonesia, dan pada tahun 2008 tercatat ada sekitar 183 pabrik karet remah di Indonesia. Perusahaan karet remah cenderung meningkat setiap tahunnya (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008

*)Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD Sumber : BPS, 2010

Perusahaan karet remah belum berkembang dengan baik di Indonesia. Jumlah perusahaan karet remah Indonesia berfluktuatif atau tidak stabil pada tahun 1993 sampai dengan 2008 (Tabel 4.1). Namun demikian, pada tahun 2008 jumlah perusahaan karet remah indonesia mencapai 183 perusahaan. Perusahaan karet remah Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih dari 20.000 pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan karet remah.

(69)

mentah yang siap untuk dijual. Karet remah lebih bermutu jika dibandingkan dengan karet lembaran yang penilaiannya hanya berdasarkan teknis langsung. Karet remah lebih banyak digunakan untuk bahan dasar produksi barang-barang yang membutuhkan unsur keelastisan seperti ban.

Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam, petani berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun, sejak penerapan teknologi karet remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia bahan olah berupa lump dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang digumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter sekitar 10-15 cm, sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran sekitar 35cmx50cm, tebal 20 cm.

Bahan olah karet dari petani dijual ke prosesor akhir yakni pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR(Standard Indonesian Rubber) 10, atau SIR 20. Pengolahan melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan ukuran, pencucian, homogenisasi, pengeringan dan pengemasan. Sejak dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi jenis karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar 85%. Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah.1

1http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-pengembangan-industri-karet/. Diakses pada

(70)

4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah

Karet remah (crumb rubber) adalah bahan olahan karet (bokar) yang diproses melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis). Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah dibedakan menjadi bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah. Bahan baku yang berasal dari lateks diolah menjadi koagulum dan lump. Pabrik karet remah (crumb rubber)ada yang mengolah karet remah dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah tersebut memiliki mutu rendah seperti slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain. Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan karet remah (crumb

rubber) bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang bermutu tinggi.

4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Karet Remah Indonesia

(71)

perkebunan karet Indonesia mencapai 3,45 juta hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Areal perkebunan karet Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat, karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat (Tabel 4.2)

Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Luas Lahan (Ha)

Perkebunan karet tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Pada tahun 2010 luas areal perkebunan karet Indonesia seluas 3,45 juta hektar, sekitar 2,93 juta hektar (85%) diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan yang diusahakan perkebunan besar negara sekitar 6,9% dan perkebunan swasta 8,1% dari total perkebunan yang dimiliki Indonesia.

(72)

produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang dihasilkan maka semakin tinggi peluang untuk dijual.

4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia

Karet yang dihasilkan Indonesia diperjualbelikan baik di pasar domestik dan luar negeri. Karet yang dipasarkan berbentuk karet sintesis dan karet alam. Penjualan karet sintesis dan karet alam saling bersaing di pasar. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis terkait dengan jumlah produksi dan kualitas atau mutu merupakan alasan untuk produksi karet remah(crumb rubber).Karet remah merupakan hasil olahan secara khusus dari karet alam. Karet alam yang diekspor Indonesia sebagian besar berbentuk karet remah (crumb rubber). Kinerja ekspor karet remah Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia

Tahun Produksi (Ton) Penjualan (Ton)

(73)

di dalam negeri sekitar 120.639 ton sedangkan karet remah yang diekspor keluar negeri sekitar 2.148.439 ton. Jadi, sekitar 90% karet remah Indonesia dipasarkan ke luar negeri. Karena karet remah lebih banyak di pasarkan di luar negeri maka kualitas dan harga serta volume penjualan harus dijaga agar dapat bersaing dengan produsen karet remah negara lain.

Pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan volume dan harga ekspor karet remah Indonesia karena permintaan yang tinggi dari negara Amerika Serikat, China, India dan Jepang. Konsumsi karet alam dunia pada tahun 2005 sebesar 8,74 ton (tumbuh 5,1 % dari tahun 2004), sementara produksi dunia sebesar 8,68 juta ton. Pada tahun 2007 total konsumsi karet alam mencapai 9,735 juta ton sedangkan produksi hanya 9,685 juta ton sehingga ada selisih 30 juta ton (kebutuhan pasar) yang tidak dapat terpenuhi (IRSG,2008).

4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia

Gambar

Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton)
Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011
Tabel 1.3 Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet di Indonesia
Tabel 1.4 Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah (crumb rubber)Indonesia Menurut Sumber (ribu Ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penyusunan tugas akhir adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan peningkatan disiplin kerja pegawai, masalah apa saja yang terjadi dalam

51 BIANA HASTARI,S.Pd TK DHARMA WANITA SENDANGHAJI MERAKURAK 52 NISWATIL ELYA, S.Pd,S.PdI TK TUNAS HARAPAN KORO MERAKURAK 53 ZUMROTUL AINI LAILATUL. FITRI,S.Pd TK BINA

setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi

Faktor-faktor yang menyebabkan siswa keliru dalam menyelesaikan soal-soal high order thinking diantaranya adalah kurang teliti dalam proses pengerjaan soal, kemampuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika oleh guru kelas terhadap siswa Autisme di kelas V SD N 06 Padang

Program ini dibuat dengan tujuan untuk membuat rancangan website e-learning menggunakan CMS Moodle, yang diharapkan dapat membantu peserta didik untuk belajar tanpa dibatasi ruang

Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut menimbulkan perasaan-perasaan tertekan pada tokoh Pance, seperti rasa takut, rasa tidak percaya diri, dan

Selain dihasilkan energi, dalam proses oksidasi tersebut diproduksi juga hasil sampingan berupa radikal oksigen ( reactive oxygen species = ROS ) dan radikal