HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN ABORTUS
INKOMPLETUS DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
PERIODE JANUARI 2008 - APRIL 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 081000215
MARITO YANI PANGGABEAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Namun kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis.
Jenis penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan deskriptif analitik, yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan abortus inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010, sampel adalah seluruh ibu dengan abortus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010 yang tercatat pada berkas rekam medis.
Dari hasil analisis diperoleh hanya satu variabel yang berhubungan dengan kejadian abortus inkompletus yaitu usia kehamilan (5,274 > 1,994), Sedangkan empat variabel lagi tidak berhubungan dengan kejadian abortus inkompletus yaitu umur ibu (0,984 < 1,994), paritas (1, 197< 1,994), riwayat penyakit (0,672 > 0,05), riwayat abortus (0,874 > 0,05).
Dinas kesehatan lebih menekankan kepada petugas kesehatan dalam pelaksanaan Ante Natal Care (pemeriksaan kehamilan) agar dapat meningkatkan promosi, konseling dan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan terutama pada awal kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dan tanda bahaya kehamilan dalam usaha menurunkan angka kejadian abortus inkompletus.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Marito Yani Panggabean
Tempat/Tanggal Lahir : Jambi, 12 Nopember 1986
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 3 Orang
Alamat Rumah : Jln. Jamin Ginting No. 144 Medan
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1992 – 1998 SD Negeri No. 117 Jambi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih setia pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Abortus Inkompletus Di Rumah Sakit
Haji Medan Periode Januari 2008 - April 2010”.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan pertolongan baik
moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku dosen
pembimbing I dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku dosen pembimbing II
yang telah membimbing dan mendidik serta /memberikan banyak masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Asfriyati, SKM, Mkes. dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen
Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.
3. Ibu DR. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama duduk di
4. Direktur Rumah Sakit Haji medan besertapegawai dan staf yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat selesai.
5. Kepada kedua orang tuaku yang terkasih F. Panggabean dan Y. R. Nadeak
yang telah mendidik dan membesarkan penulis hingga sampai saat ini. Dan
juga kepada kakakku Ferida, abangku Udin dan adikku Ferdi yang telah
memberikan motivasi, doa, dan dukungan baik moril maupunmateril kepada
penulis selama penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-temanku : Niernyi, Yanti, Dewi, Indri, Tania, Adelina, Rahma, dan
juga kepada teman teristimewaku Bastian Yusuf Manik terima kasih atas
dukungan, saran, semangat, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
7. Teman-teman Peminatan Biostatistika dan Informasi Kesehatan (Devina,
Hartatik, Tria, Juliani) atas kebersamaan, tawa canda, dan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan memberikan pertolongan dan berkatNya kepada kita dan
semoga skripsi ini bermanfaat kepada kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan
Abstrak ……… i
Riwayat Hidup penulis ………... ii
5.3 Hubungan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus ... 35 5.4 Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus... 35 5.5 Hubungan Riwayat Abortus Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus… 36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………...… 37 6.1 Kesimpulan………... 37
6.2 Saran……….…. 37
DAFTAR TABEL
Table 4.1 Gambaran Umur, Usia Kehamilan dan Paritas ibu Abortus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Table 4.2 Gambaran Riwayat Penyakit dan riwayat Abortus ibu Abortus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Table 4.3 Gambaran Kejadian Abortus Inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Tabel 4.4 Hubungan Umur, Usia Kehamilan dan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
ABSTRAK
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Namun kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis.
Jenis penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan deskriptif analitik, yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan abortus inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010, sampel adalah seluruh ibu dengan abortus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010 yang tercatat pada berkas rekam medis.
Dari hasil analisis diperoleh hanya satu variabel yang berhubungan dengan kejadian abortus inkompletus yaitu usia kehamilan (5,274 > 1,994), Sedangkan empat variabel lagi tidak berhubungan dengan kejadian abortus inkompletus yaitu umur ibu (0,984 < 1,994), paritas (1, 197< 1,994), riwayat penyakit (0,672 > 0,05), riwayat abortus (0,874 > 0,05).
Dinas kesehatan lebih menekankan kepada petugas kesehatan dalam pelaksanaan Ante Natal Care (pemeriksaan kehamilan) agar dapat meningkatkan promosi, konseling dan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan terutama pada awal kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dan tanda bahaya kehamilan dalam usaha menurunkan angka kejadian abortus inkompletus.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia angka kematian ibu dan bayi yang tertinggi adalah di Asia Tenggara.
Laporan awal Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 248 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup. Departemen kesehatan menargetkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan
AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007 dan DepKes 2009).
Ada 3 penyebab klasik kematian ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan
dan infeksi. Sebenarnya ada penyebab ke 4 yaitu abortus. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus. Komplikasi
abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Itulah sebabnya
rnengapa kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak muncul dalam laporan
kematian, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis (Azhari, 2002).
Tidak ada data yang pasti tentang berapa besarnya dampak abortus terhadap
kesehatan ibu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia
setiap tahun dilakukan 20 juta unsafe abortion, 70.000 wanita meninggal akibat
unsafe abortion, dan 1 diantara 8 kematian ibu disebabkan unsafè abortion
Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan. “Unsafè abortion”
menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut Badan Kesehatan
Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara,
dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000
sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara
300.000 sampai 900.000 di Thailand (Azhari, 2002).
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya
disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan
kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan
berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan
mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu
sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus
spontan (Azhari, 2002).
Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus misalnya
faktor paritas dan usia ibu. Resiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya
paritas dan semakin bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan saat terjadinya abortus
dapat memberi gambaran tentang penyebab dari abortus tersebut. Paling sedikit 50%
kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik
Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya
risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya
akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali
abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo, 2009).
Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu
pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya
abortus (Mochtar, 1998).
Salah satu klasifikasi abortus spontan adalah abortus inkompletus. Abortus
inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri, tetapi masih
ada yang tertinggal. Rumah Sakit Haji merupakan rumah sakit yang ada di wilayah
Medan yang merupakan rumah sakit rujukan di wilayah tersebut dan banyak terdapat
angka kejadian abortus inkompletus yaitu dari 81 kejadian abortus, jumlah abortus
inkompletus sebanyak 52 kasus. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan
ingin mengetahui serta melakukan penelitian tentang “Hubungan Karakteristik Ibu
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian ini adalah
masih tingginya persentase abortus inkompletus yang dirawat di Rumah Sakit Haji
Medan Periode Januari 2008 – April 2010 dan belum diketahuinya faktor risiko
terjadinya abortus inkompletus tersebut.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu yaitu umur, usia kehamilan,
paritas, riwayat penyakit dan riwayat abortus dengan kejadian abortus inkompletus
yang dirawat di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian abortus inkompletus pada ibu
yang dirawat di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 - April 2010.
2 Untuk mengetahui hubungan usia kehamilan dengan kejadian abortus inkompletus
pada ibu yang dirawat di Rumah Sakit haji Medan Periode Januari 2008 - April
2010.
3 Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian abortus inkompletus pada
ibu yang dirawat di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 - April 2010.
4 Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit dengan kejadian abortus
inkompletus pada ibu yang dirawat di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari
5 Untuk mengetahui hubungan riwayat abortus dengan kejadian abortus inkompletus
pada ibu yang dirawat di rumah Sakit haji Medan Periode Januari 2008 - April
2010.
1.4Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi Rumah sakit Haji Medan dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan dan konseling pada ibu hamil yang melakukan antenatal care sehingga
meminimalkan resiko abortus inkompletus.
2. Sebagai bahan informasi dibidang kesehatan bagi institusi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya para pembaca dan mahasiswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan
janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua
kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005).
2.1.2 Etiologi Abortus
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu),
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa
pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang
kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus
masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit
untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan
oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80,
pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun.
Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom
yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor
tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila
didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya
juga berisiko abortus.
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik.
Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan
riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 -
Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko
kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi.
Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi
serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 –
80%, bergantung pada berat ringannya gangguan.
3. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori
diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus,
diantaraya sebagai berikut.
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut
kematian janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias
mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa
dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus
berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada
usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia
kehamilan 8 – 11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita
juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini
berhubungan dengan 21% abortus berulang.
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran
hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.
Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama ,
risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi
korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah
berhubungan dengan risiko abortus.
Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih
dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50%
perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang
normal (Prawirohadjo, 2009)
Selain penyebab-penyebab diatas kategori penyebab abortus inkompletus antara lain :
1. Kelainan dari ovum
Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan, termasuk abortus inkompletus.
Menurut penyelidikan mereka dari 1000 abortus inkompletus:
- 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis.
- 3,2% disebabkan kelainan letak embrio.
- 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal.
Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya
makin muda kehamilan waktu terjadinya abortus makin besar kemungkinan
disebabkan oleh kelainan ovum (50 – 80 %).
2. Kelainan genitalia ibu
a. Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi daripada ovum yang
sudah dibuahi seperti kurangnya progesterone/oestrogen, endometritis, mioma
submukus.
d. Uterus terlalu cepat renggang (kehamilan ganda, mola).
e. Distorsio dari uterus : oleh karena didorong oleh tumor pelvis.
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi, toksemia-gravidarum, anomaly
plasenta dan endartritis oleh lues.
4. Penyakit-penyakit ibu
Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi : pneumonia, tifoid, pielitis,
rubeola, demam malta dan sebagainya. Berdasarkan faktor ibu yang paling sering
menyebabkan abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan yang biasa ibu alami
kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genital. Tapi
bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi vagina pada
kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum
waktunya (Mochtar, 1998)
Macam-macam infeksi pada vagina, yaitu:
a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya ekosistem
bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya keputihan yang encer dan
berbau busuk/ amis.
b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang berflagela yaitu
trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat banyak, purulen, berbau
c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans yang
merupakan 90 % infeksi jamur di vagina. Faktor predisposisinya adalah
penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus . Keputihan yang
terjadi sangat khas seperti bubuk keju dan sangat gatal. Bila perjalanan
penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa nyeri dan panas.
d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum diketahui.
Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak, purulen dan menimbulkan
gejala iritasi/ panas pada vulva dan vagina disertai nyeri panggul (Ayurai,
2009).
5. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol, dan lain-lain.
a. Ibu yang asfiksia seperti pada dekom.kordis, penyakit paru berat, anemi gravis.
b. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, avit A/C/E,
diabetes mellitus.
6. Rhesus antagonism
Pada rhesus antagonism darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus
sehingga terjadinya anemi pada fetus yang menyebabkan-nya mati.
7. Terlalu cepat korpus luteum menjadi atrofis.
8. Perangsangan pada ibu sehingga menyebabkan uterus berkontraksi, umpamanya :
terkejut sangat, obat-obat uterus tonika, ketakutan, laparotomi dan lain-lain.
9. Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instrument,
10.Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi,
dekompensasis kordis, malnutrisis, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin,
Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.
11.Faktor serviks : inkompetensi serviks, sevisitis (Mochtar, 1998).
2.1.3 Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari
8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua
dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan
minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).
2.1.4 Tahapan Abortus
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks
telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
2.2 Abortus Imkompletus (Keguguran Bersisa) 2.2.1 Pengertian
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil
konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500
gram (SPMPOGI, 2006).
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Prawirorahardjo, 2009).
2.2.2 Gejala-gejala Abortus Inkompletus
Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea
2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah
beku
3. Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang
– kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum
uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar, 1998).
2.2.3 Diagnosis Abortus Inkompletus
Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat
juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu
bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi
2.2.4 Komplikasi Abortus Inkompletus
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo, 1999).
2.2.5 Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus
Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
- PengeIuaran Secara digital
Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara
digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat
dilalui oleh satu janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena manipulasi
ini akan menimbulkan rasa nyeri.
- Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya
uterus.
- Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum
2.2.6 Penanganan
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok,
tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya
adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.
Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke
tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan
yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke
dua umumnya akan berjalan dengan baik pula.
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan suhu badan).
b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya
takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen
melalui kateter nasal).
c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi
Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl
0,9%, Ringer laktat).
e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan
dengan pengukuran tekanan vena sentral).
f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis
darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda
anemia sedang sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus
cairan bersamaan dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa
eritrosit, jika sudah timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah
segar. Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi.
Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.
Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan
perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini
dilakukan berdasarkan etiologinya.
Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar
atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan
untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi
dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi
(Prawirohardjo, 1992).
2.2.7 Tindakan pengobatan abortus inkompletus
Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan
tindakan pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya
tindakan evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini
merupakan kendala yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai
dengan kendaraan umum. Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan
pengobatan abortus inkompletus di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan
Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :
1. Membuat diagnosis abortus inkompletus
2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana
pengobatan.
3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).
2.3Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus 2.3.1 Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu.
Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu
terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian
kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun
(Prawirohardjo, 2009).
2.3.2 Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang
penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan
kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester
pertama berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).
2.3.3 Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI,
2.3.4 Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis,
malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan
penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar, 1998).
2.3.5 Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya
abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan
bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%
(Prawirohardjo, 2009).
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian “Hubungan Karakteristik Ibu dengan Abortus
Inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 - April 2010” yaitu :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Karakteristik Ibu
- Umur
- Usia kehamilan - Paritas
- Riwayat Penyakit
- Riwayat Abortus
Abortus Inkompletus
1. Ya
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkankerangka konsep penelitian diatas, maka hipotesis penelitian adalah :
1. Ada hubungan umur ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
2. Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
3. Ada hubungan paritas ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
4. Ada hubungan riwayat penyakit ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survai dengan pendekatan
deskriptif analitik, yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan abortus
inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010
(Notoatmodjo, 2002).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan, karena Rumah sakit
tersebut merupakan salah satu tempat rujukan baik di wilayah sekitarnya maupun
klinik bersalin dan banyak kejadian abortus inkompletus yang tercatat di rekam
medisnya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari pengajuan judul sampai hasil penelitian
(Januari - Juli 2010).
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu dengan abortus di Rumah
Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010 dan semua populasi dijadikan
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam
medik RS Haji Medan kemudian dicatat sesuai variabel yang diteliti, data yang
digunakan adalah data Januari 2008 – April 2010 (Notoatmodjo, 2005).
3.5 Definisi operasional
1. Umur adalah umur ibu abortus yang tercatat dalam berkas rekam medis pasien.
2. Usia kehamilan adalah jumlah minggu kehamilan ibu yang tercatat dalam berkas
rekam medis pasien.
3. Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu yang tercatat dalam
berkas rekam medis pasien.
4. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita ibu yang tercatat dalam
berkas rekam medis pasien.
5. Riwayat abortus adalah jumlah abortus yang pernah dialami ibu yang tercatat
dalam berkas rekam medis pasien.
6. Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi ibu sebelum umur
kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram yang merupakan
hasil diagnosa dokter tercatat dalam berkas rekam medis.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi. Adapun
langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari editing, yaitu memeriksa
kepada masing-masing kategori. Data entry yaitu memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master table atau database komputerisasi.
3.7 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara
karakteristik ibu dengan abortus inkompletus melalui dua tahap yaitu analisis
deskriptif dan analisis korelasi dengan menggunakan bantuan komputer.
3.7.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai
karakteristik ibu dilihat dari umur, usia kehamilan, paritas, riwayat penyakit, dan
riwayat abortus dengan abortus inkompletus.
3.7.2 Analisis Korelasi
Untuk menguji hipotesis penelitian dan menghitung hubungan pada variabel
independen skala nominal digunakan uji Chi Square, dengan rumus sebagai berikut:
)
a = Ibu abortus inkompletus yang ada riwayat penyakit atau riwayat abortus
b = Ibu tidak abortus inkompletus yang ada riwayat penyakit atau riwayat abortus
d = Ibu tidak abortus inkompletus yang tidak ada riwayat penyakit atau riwayat
abortus
Namun apabila terdapat frekuensi harapan < 5 melebihi 20% dari total sel, maka di
analisis dengan uji Exact Fisher dengan rumus sebagai berikut.
p =
Keterangan : p = Nilai exact fisher
Untuk menghitung hubungan pada variabel independen skala interval digunakan
korelasi poin biserial, dengan rumus sebagai berikut:
pq s
q X p X rpbi = −
Keterangan :
=
pbi
r Koefisien korelasi poin biserial
X p = rata-rata hitung data interval yang mengalami abortus inkompletus
X q = rata-rata hitung data interval yang tidak mengalami abortus inkompletus
s = simpangan baku dari keseluruhan data interval
p = proporsi kejadian abortus inkompletus
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Haji Medan
Rumah Sakit Haji Medan didirikan pada tanggal 11 Maret 1991 melalui Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar pada tanggal 7 Maret 1991
No. 445.05/712K, dan diresmikan pada tanggal 4 Juni 1992 oleh Presiden Soeharto.
Pada tanggal 3 Juni 1998 dibentuk Yayasan Rumah Sakit Haji Medan dengan ketua
Gubernur Sumatera Utara.
Rumah Sakit Haji Medan berlokasi di jalan Rumah Sakit Haji Estate di areal
tanah seluas 6 ha dengan luas bangunan 13.017,59 m2. Secara operasional Rumah
Sakit Haji Medan dibuka pada tanggal 15 Juni 1992 untuk kegiatan poliklinik, di
samping itu juga memberikan pelayanan bagi jamaah haji yang baru tiba dari Arab
Saudi. Pada tanggal 1 Juli 1992 secara penuh Rumah Sakit Haji Medan mempunyai
tipe setara dengan tipe B dengan kapasitas 139 tempat tidur.
Rumah Sakit Haji Medan pada tanggal 1 Juni 2001 telah mendapat sertifikat
dari Menteri Kesehatan RI No: YM.00.03.2.2.835 yang menyatakan bahwa Rumah
Sakit Haji Medan telah mendapat status akreditasi penuh tingkat dasar meliputi
pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, pelayanan rekam medik, pelayanan
keperawatan, pelayanan administrasi manajemen.
4.2 Karakteristik Ibu Abortus
Karakteristik Ibu Abortus di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari 2008 –
Table 4.1 Gambaran Umur, Usia Kehamilan dan Paritas ibu Abortus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Table 4.2 Gambaran Riwayat Penyakit dan riwayat Abortus ibu Abortus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Variabel Total Persentase (%)
Riwayat Penyakit Ibu
• Ada
Table 4.3 Gambaran Kejadian Abortus Inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 – April 2010
Kejadian Abortus Inkompletus
• Abortus Inkompletus
• Tidak Abortus inkompletus
52 29
64,2 35,8
Total 81 100%
Dari tabel 4.1, 4.2, dan 4.3 diketahui bahwa ibu abortus di Rumah Sakit Haji
medan periode Januari 2008 – April 2010 paling banyak berumur 34 tahun yaitu
sebanyak 9 orang (11,1%), rata-rata 30,88 tahun, dan standar deviasi 5,85 dengan
umur termuda 19 tahun dan umur tertua 44 tahun. Bila dilihat dari usia kehamilan
paling banyak usia kehamilan 13 minggu yaitu sebanyak 15 orang (18,5%), rata-rata
usia kehamilan ibu abortus adalah 11,36 minggu, dan standar deviasi 2,843 dengan
usia kehamilan termuda 7 minggu dan usia kehamilan tertua 19 minggu. Sementara
itu, paritas ibu abortus paling banyak adalah paritas 0 yaitu sebanyak 34 orang (42%),
rata-rata paritas ibu abortus adalah 1,40 dan standar deviasi 1,366 dengan paritas
terendah paritas 0 dan paritas tertinggi paritas 4. Pada riwayat penyakit ibu abortus
terbanyak berada pada kelompok tidak memiliki riwayat penyakit yakni 79 orang
(97,5%), sedangkan pada kelompok memiliki riwayat penyakit berjumlah 2 orang
(2,5%). Riwayat abortus ibu terbanyak berada pada kelompok memiliki riwayat
abortus berjumlah 16 orang (19,8%). Kejadian abortus inkompletus yakni 52 orang
(64,2%), sedangkan tidak abortus inkompletus berjumlah 29 orang (35,8%).
4.3 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hubungan karakteristik ibu dengan kejadian abortus inkompletus di Rumah
Sakit Haji Medan periode Januari 2008 – April 2010 dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 4.4 Hubungan Umur, Usia Kehamilan dan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Variabel Np
Np = Jumlah Ibu Abortus Inkompletus
Nq = Jumlah Ibu Tidak Abortus Inkompletus
X p = Rata – rata umur, usia kehamilan dan paritas Ibu Abortus Inkompletus
X p = Rata – rata umur, usia kehamilan dan paritas Ibu Tidak Abortus Inkompletus
p = Proporsi Ibu Abortus Inkompletus
q = Proporsi Ibu Tidak Abortus Inkompletus
pbi
r
= Nilai Korelasi Poin biserial
Tabel 4.5 Hubungan Riwayat Penyakit dan Riwayat Abortus Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Variabel Independen
Riwayat Penyakit Ibu
• Ada
4.3.1 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata umur abortus inkompletus adalah
30,88 tahun, sedangkan rata-rata umur ibu tidak abortus inkompletus adalah 32,31
tahun. Hasil uji statistik dengan poin biserial melalui perhitungan manual didapatkan
r pbi = - 0,117. Tabel nilai kritis t dengan derajat kebebasan (db) 79 pada taraf
signifikansi 5% t hitung (0,984) < t tabel (1,994). Dengan demikian, hipotesis nol
(Ho) diterima. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara umur ibu dengan
abortus inkompletus.
4.3.2 Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata usia kehamilan ibu abortus
inkompletus adalah 9,67 minggu, sedangkan rata-rata usia kehamilan ibu tidak
abortus inkompletus adalah 14,38 minggu.
Hasil uji statistik dengan poin biserial melalui perhitungan manual didapatkan
signifikansi 5% t hitung (5,274) > t tabel (1,994). Dengan demikian, hipotesis nol
(Ho) ditolak. Hal ini menunjukan ada hubungan antara usia kehamilan ibu dengan
abortus inkompletus.
4.3.3 Hubungan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata paritas ibu abortus inkompletus
adalah 1,25, sedangkan rata-rata paritas ibu tidak abortus inkompletus adalah 1,66.
Hasil uji statistik dengan poin biserial melalui perhitungan manual didapatkan r pbi =
- 0,144. Tabel nilai kritis t dengan derajat kebebasan (db) 79 pada taraf signifikansi
5% t hitung (1, 197) < t tabel (1,994). Dengan demikian, hipotesis nol (Ho) diterima.
Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan abortus
inkompletus.
4.3.4 Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Dari tabel 4.5 diketahui bahwa ibu abortus di Rumah Sakit Haji Medan
periode Januari 2008 – April 2010 berdasarkan sampel yang tidak memiliki riwayat
penyakit yakni 51 orang mengalami kejadian abortus inkompletus dan 28 orang
diantaranya tidak mengalami kejadian abortus inkompletus. Sedangkan sampel yang
memiliki riwayat penyakit yakni 1 orang mengalami kejadian abortus inkompletus
dan 1 orang diantaranya tidak mengalami kejadian abortus inkompletus.
Hasil uji statistik dengan Exact Fisher menunjukkan bahwa nilai p (1,000) > α
(0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara riwayat
4.3.5 Hubungan Riwayat Abortus Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Dari tabel 4.5 diketahui bahwa ibu abortus di Rumah Sakit Haji Medan
periode Januari 2008 – April 2010 berdasarkan sampel yang tidak memiliki riwayat
abortus yakni 42 orang mengalami kejadian abortus inkompletus dan 23 orang
diantaranya tidak mengalami kejadian abortus inkompletus. Sedangkan sampel yang
memiliki riwayat abortus yakni 10 orang mengalami kejadian abortus inkompletus
dan 6 orang diantaranya tidak mengalami kejadian abortus inkompletus.
Hasil uji statistik dengan Chi Square menunjukkan bahwa probabilitas nilai
p (0,874) > α (0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hasil uji poin biserial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur
ibu dengan abortus inkompletus. Penelitian yang dilakukan Dr.Nyol dalam blognya
tahun 2008 dan Erlina tahun 2008 menyatakan bahwa usia seorang ibu memiliki
peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Semakin tinggi usia maka risiko
terjadinya abortus semakin tinggi pula. Umur maternal merupakan faktor risiko
independen terhadap terjadinya keguguran selanjutnya karena semakin tua umur ibu
berpengaruh terhadap fungsi ovarium, dimana sel telur yang berkualitas akan semakin
sedikit, yang berakibat abnormalitas kromosom hasil konsepsi yang selanjutnya akan
sulit berkembang (Cunningham dkk.,2000).
Data hasil penelitian diperoleh kejadian abortus inkompletus justru banyak
terjadi pada umur reproduktif ibu yaitu umur 20 - 35 tahun, dimana paling banyak
dengan paritas 0 dan usia kehamilan < 12 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa umur
ibu tidak secara independen dapat menyebabkan abortus inkompletus tetapi secara
bersamaan dengan paritas dan usia kehamilan ibu.
5.2 Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hasil uji poin biserial menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia
kehamilan ibu dengan kejadian abortus inkompletus dengan nilai korelasi -0,795
berkurang atau sebaliknya pada usia kehamilan ibu lebih muda kejadian abortus
inkompletus lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan Eastman 80% dari abortus terjadi pada bulan 2 – 3
dari kehamilan. Simens juga mendapat 76% abortus terjadi pada bulan ke 2 – 3 dari
kehamilan. Penelitian Gilbert dan Harmon, tahun 2003 juga menunjukkan bahwa
hampir 60 % abortus awal (sebelum 12 minggu pertama kehamilan) memiliki
abnormalitas kromosom (Mochtar, 1998).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan, termasuk abortus inkompletus berkisar
antara 10-15%, kira – kira 8% terjadi pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Lebih
dari 80 % abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan (Cunningham dkk,
2000). Hal ini berkaitan dengan batasan usia kehamilan pada kejadian abortus
inkompletus (< 20 minggu). Selain itu, usia kehamilan saat terjadinya abortus
inkompletus bisa memberikan gambaran tentang penyebabnya seperti kelainan
sitogenetik konsepsi yang menyebabkan abortus inkompletus pada awal kehamilan.
5.3 Hubungan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hasil uji poin biserial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara paritas
ibu dengan abortus inkompletus. Penelitian yang dilakukan Kusniati di Rumah Sakit
Ibu dan Anak An Ni'mah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Januari-Juni
2007 juga menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat abortus
Data hasil penelitian diperoleh kejadian abortus inkompletus banyak terjadi
pada paritas 0. Sementara risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas
ibu (SPMPOGI, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian abortus inkompletus
dapat terjadi karena pengetahuan dan pengalaman ibu yang baru pertama kali hamil
masih kurang.
5.4Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hasil uji Exact Fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
penyakit ibu dengan kejadian abortus inkompletus. Penelitian Allen dan Corner pada
tahun 1929, yang mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak
itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah atau riwayat penyakit ibu
berhubungan dengan risiko abortus.
Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi : pneumonia, tifoid,
pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya dapat menyebabkan abortus. Selain itu
kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genital. Tapi bisa
saja dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat
berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya. Sebanyak 2%
peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus
erythematosus) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri
submukosa, inkompetensia servik) (Mochtar, 1998). Dari uraian diatas menunjukkan
penyebab abortus termasuk riwayat penyakit ibu sukar ditentukan karena abortus
5.5 Hubungan Riwayat Abortus Ibu dengan Kejadian Abortus Inkompletus
Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
abortus ibu dengan kejadian abortus inkompletus. Penelitian yang dilakukan Kusniati
Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak An Ni'mah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas
Januari - Juni 2007 juga menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara
riwayat abortus dengan abortus spontan.
Data hasil penelitian diperoleh kejadian abortus inkompletus banyak terjadi
pada ibu yang tidak memiliki riwayat abortus. Sementara 3 – 5 % riwayat abortus
pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, termasuk abortus
imkompletus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%
(Prawirohardjo, 2009). Hal ini menunjukkan penyebab abortus termasuk riwayat
abortus ibu sukar ditentukan karena abortus buatan banyak dilakukan sehingga terjadi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
2. Ada hubungan antara usia kehamilan ibu dengan kejadian abortus inkompletus
dengan nilai korelasi – 0,795 artinya pada usia kehamilan lebih muda kejadian
abortus inkompletus lebih tinggi (meningkat).
3. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus inkompletus.
4. Tidak ada hubungan antara riwayat penyakit ibu dengan kejadian abortus
inkompletus.
5. Tidak ada hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian abortus inkompletus.
6.2 Saran
1. Kepada pihak Rumah Sakit Haji agar dapat meningkatkan promosi, konseling dan
penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan terutama pada awal kehamilan sebagai deteksi
dini ibu hamil risiko tinggi dan tanda bahaya kehamilan dalam usaha menurunkan
angka kejadian abortus inkompletus.
2. Kepada Dinas kesehatan agar lebih menekankan kepada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan Ante Natal Care (pemeriksaan kehamilan) untuk mendeteksi faktor
risiko yang berpengaruh kepada kesehatan ibu dan janin sedini mungkin sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Ayurai
Azhari. 2002.
. Bidanku Sahabatku Asuhan
Kebidanan Pada Ny ”D” P 10021 Dengan Abortus Incomplete di BPS Surabaya.
Reproduksi Perempuan.
Cunningham dkk, 2000. Abortus, Suyono,J., dan Hartono, A.,(alih bahasa), Obstetri Williams, EGC, Jakarta (edisi 20).
Depkes RI, 2009. Aki dan Akb tahun
2007.
Kurniawan, D
Manuaba, I, B, G. 2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri/ Obstetri Fisiologi dan Patologi . Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Murti, B. 1996. Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu
Kesehatan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Naylor, S, C. 2005. Obstetri-Ginekologi: Referensi Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Nurgiyantoro, B, dkk. 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu - Ilmu
Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Prawiroharjo, S, dkk. 1992. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Yayasan Bina Pustaka, 1976. 66 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Saifuddin, A, B, dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Samianstats.
Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sastroasmoro, S, 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta.
Sayidun, R, 2001
abortus di Indonesia.
SDKI. 2007. Aki dan Akb tahun 2007 Menurut SDKI.
Setyasworo, S.
Abortus Inkompletus [03:38 UTC].
Singarimbun, M. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Standar Pelayanan Medik Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia.
http://spmpogi..co.id.Pdf
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode
R&D. CV. Alfabeta. Bandung.
, 2006.
Winarsunu, T. 2004. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. UMM Press. Malang.
Master Tabel
No.RM Umur Usia
Kehamilan Paritas
2122 40 19 3 1 0 0
124020 26 19 2 1 1 0
55032 34 10 2 1 1 1
128085 34 13 1 1 1 0
Frequencies
Std. Error of Mean Median
(m inggu) Paritas Ibu
Usia kehamilan Ibu (minggu)
Frequency Percent Valid Percent
Cumul ative
Frequency Percent Valid Percent
Frequency Table
Riwayat Penyakit Ibu
2 2.5 2.5 2.5
79 97.5 97.5 100.0
81 100.0 100.0
Ada penyakit Tidak ada penyakit Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumul ative Percent
Riwayat Abortus Ibu
16 19.8 19.8 19.8
65 80.2 80.2 100.0
81 100.0 100.0
Abortus 1-2 Abortus 0 Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumul ative Percent
Ke jadian Abortus Inkompletus
52 64.2 64.2 64.2
29 35.8 35.8 100.0
81 100.0 100.0
Ya (abortus ink ompletus) Tidak (buk an abortus ink ompletus)
Total Valid
Frequency Percent Valid P erc ent
Cumul ative
Std. Error of Mean Median
Frequency Table
Frequency Percent Valid Percent
Cumul ative Percent
Usia kehamilan Ibu (minggu)
4 7.7 7.7 7.7
Frequency Percent Valid Percent
Pa ritas Ibu
Std. Error of Mean Median
(m inggu) Paritas Ibu
Usia keha mila n Ib u (m ing gu)
Frequency Percent Valid P ercent
Cumul ative
Frequency Percent Valid Percent
Cumul ative * K ejadian Abortus Ink ompletus
N Percent N Percent N Percent
Valid Mi ssing Total
Riwayat Penyakit Ibu * Kejadian Abortus Inkompletus Crosstabulation Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases
Value df
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The mi nimum expected count is . 72. * K ejadian Abortus Ink ompletus
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Riwayat Abortus Ibu * Kejadian Abortus Inkompletus Crosstabulation Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases
Value df
Computed only for a 2x2 table a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The m inim um expected count is 5. 73.