• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan pendahuluan stroke ( 1 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan pendahuluan stroke ( 1 )"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak (Nursing, 2011).

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovaskular disease (CVD) (Batticaca, 2011).

Strokeadalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh timbulnya defisit neurologis fokal secara mendadak yang menetap setidaknya 24 jam disebabkan oleh kelainan sikulasi otak (McPhee dan Ganong, 2010).

Strokeatau penyakit serebrovaskulermengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price dan Wilson, 2006).

(2)

B. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke yaitu: 1. Stroke Hemoragi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area

otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukkan aktifitas atau saat

aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya

menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

a. Perdarahan Intraserebral. Pecahnya pembuluh darah

(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah

masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan

jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.

b. Perdarahan subaraknoid. Perdarahan ini berasal dari pecahnya

aneurisma berry. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh

darah sirkulasi Willisi dan cabang–cabangnya yang terdapat di luar

parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid

menyebabkan Tekanan Intra Kranial (TIK) meningkat mendadak,

meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah

serebral yang berakibat disfungsi global (sakit kepala, penurunan

kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,

(3)

2. Stroke Nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

C. Etiologi/Penyebab

Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke dapat di bedakan menjadi: 1. Trombosis serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak: aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada arteri), emboli.

2. Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.

3. Hipoksia Umum

(4)

4. Hipoksia setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksiarteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya stroke menurut Tarwanto, dkk (2007), antara lain:

1. Usia: makin bertambah usia resiko stroke semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah.

2. Jenis kelamin: laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi. 3. Ras dan keturunan: strokelebih sering ditemukan pada kulit putih.

4. Hipertensi: hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral sehingga lama kelamaan akan pecah menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi adalah stroke hemoragik.

5. Penyakit jantung: pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan kardiac output, sehingga terjadi hambatan dalam aliran darah ke otak.

6. Diabetes Mellitus (DM): pada penyakit DM terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi hambatan dalam aliran darah ke otak.

7. Polisitemia: kadar hemoglobin yang tinggi (Hb lebih dari 16 mg/dl) menimbulkan darah menjadi lebih kental dengan demikian aliran darah ke otak menjadi lebih lambat.

(5)

9. Alkohol: pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritma.

10. Peningkatan kolesterol: kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya lemak sehingga aliran darah lambat. 11. Obesitas: pada obesitas kadar kolesterol darah meningkat dan terjadi

hipertensi.

E. Manifestasi Klinis

Menurut Tarwanto, dkk (2007) pada stroke akut gejala klinis meliputi: 1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang

timbul secara mendadak.

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirum, letargi, stupor atau koma). 4. Afasia (kesulitan dalam berbicara).

5. Disatria (bicara pelo).

6. Gangguan penglihatan, diplopia. 7. Ataksia

8. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala.

F. Patofisiologi

(6)

dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang–kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

(7)

serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

(8)

Faktor-faktor resiko stroke

Aneurisma, malformasi, arteriovenous Aterosklerosis hiperkoagulasi artesisiKatup jantung rusak, miokard infark, firliasi, endokarditis

Tromiosis sereiralPenyumiatan pemiuluh darah otak oleh iekuan darah, lemah dan udaraPerdarahan intrasereiral

Emioli sereiral Pemiuluh darah oklusi

Iskemik jaringan otak

Edema dan kongesti jaringan sekitar(cereiro vascular accident)Stroke

Defsit neurologi

Peremiesan darah ke dalam parenkim otak

Penekanan jaringan otak

Infark otak, edema, dan hemiasi otak

Infark sereiralKehilangan kontrol voluterKerusakan terjadi pada loius frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikalResiko Peningkatan TIK

2.Penurunan perfusi jaringan sereiral

Hemiplegi dan hemiparesis

Herniasi falk sereiri dan ke foramen magnum

Kompresi iatang otakKerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis 4.Kerusakan metaiolisme fsik

Depresi saraf kardiovaskular dan pernapasan

Lapang perhatian teriatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, frustasi, laiilitas emosional, iermusuhan, dendam, dan kurang kerja sama, penurunan gairah seksual

Koma

Intake nutrisi tidak adekuatKelemahan fsik umum

5.Peruiahan pemenuhan nutrisi

Kegagalan kardiovaskuler dan pernapasan

Kematian

10.Koping individu tidak efektif 11.Peruiahan proses ierfkir 12. Penurunan gairah seksual

13.Resiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan Penurunan tingkat kesadaran

8.Resiko trauma (Cedera)18.Peruiahan persepsi sensori 14.Gangguan psikologis

15.Peruiahan peran keluarga 16. Kecemasan klien dan keluarga

17.Resiko penurunan pelaksanaan iiadah

Kemampuan iatuk menurun, kurang moiilitas fsik dan produksi sekret

3.Resiko ketidakiersihan jalan nafas 6.Resiko tinggi kerusakan integrasi kulit

Penekanan jaringan setempat

Disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan

7.Gangguan eliminasi urin dan alvi Disfungsi persepsi visual spasial dan kehilangan sensori

G. Pathways

(9)

H. Komplikasi

Menurut Purwanto, dkk (2007), komplikasi dari stroke adalah: 1. Hipertensi/hipotensi

2. Kejang

3. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) 4. Kontraktur

5. Tonus otot abnormal 6. Trombosis vena 7. Malnutrisi 8. Aspirasi

9. Inkontinensia urin, bowel.

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Misbach (2011), pemeriksaan penunjang stroke, terdiri dari: 1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap, diantaranya gula darah sewaktu, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL)

(10)

d. Pemeriksaan tambahan yang di lakukan atas indikasi: Protein S, Protein C, ACA, dan Homosisten.

2. Pemeriksaan Kardiologi

Pada sebagian penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi (EKG). Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark mikroid.

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:

a. Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi kronis. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk prognosis.

(11)

J. Penatalaksanaan

Menurut Batticaca (2011), penatalaksanaan penyakit stroke meliputi: 1. Penatalaksanaan Medis

a. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut. 1) Saran operasi di ikuti dengan pemeriksaan

2) Masukan klien ke unit perawatan syaraf untuk di rawat di bagian bedah syaraf

3) Penatalaksanaan umum di bagian saraf

4) Penatalaksanaan khusus pada kasus tertentu seperti parenchymatous hemorrhage

5) Neurologis: pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya, kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak

6) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah

7) kontrol adanya yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak 8) pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

b. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut 1) Pengaturan suhu, atur suhu menjadi 8-20o C

2) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien 3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

(12)

b. Intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik diperlukan untuk pasien dengan stroke masif, karena henti pernafasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan.

c. Memantau adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, ateletaksis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan nafas, immobilitas, atau hipoventilasi.

d. Pemeriksaan fisik jantung, untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.

K. Fokus Pengkajian

Menurut Misbach (2011), pengkajian pasien stroke di mulai dari riwayat penyakit atau status kesehatan sebelum sakit: apakah pasien memiliki riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, TIA (Transient Ischemic Attack), dislipiemia, hiperagregasi trombosit, obesitas, atau penyakit lain sebagai faktor resiko stroke.

Pola atau kebiasaan atau gaya hidup sebelum sakit: merokok, minum alkohol, stres, kurang aktifitas, kepribadian tipe A.

1. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu b. Tingkat kesadaran

c. Pupil: ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya

(13)

e. Fungsi serebral khusus: kemampuan bicara dan berbahasa, kemampuan mengenal objek secara visual, audio dan perabaan, serta kemampuan melakukan suatu ide secara benar dan tepat

f. Fungsi saraf kranial I-XII

g. Fungsi serebellum: tes keseimbangan dan koordinasi otot

h. Fungsi motorik: ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, gerakan involunter

i. Fungsi sensorik

j. Faktor psikososial: respon terhadap penyakit, tersedianya sistem pendukung atau support system, kebiasaan menyelesaikan masalah, pekerjaan, peran dan tanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat serta pengambilan keputusan dalam keluarga

k. Pemeriksaan penunjang: CT Scan otak, MRI otak, photo Thorax, EKG, laboratorium.

2. Diagnosa keperawatan

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang ada pada pasien stroke adalah:

a. Risiko/aktual: jalan nafas tidak efektifnya, berhubungan dengan penumpukan lendir sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran, gangguan menelan atau isfagia

(14)

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan intake cairan sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran, disfagia

d. Perubahan pemasukan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, disfagia

e. Perubahan eliminasi urin: inkontinensia urine berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognisi, immobilisasi f. Perubahan eliminasi bowel: konstifasi berhubungan dengan

immobilisasi

g. Perubahan sensori persepsi: audio, visual, sentuhan berhubungan dengan penurunan fungsi serebral sekunder terhadap kerusakan struktur serebri

h. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, hemiparese

i. Gangguan komunikasi verbal

j. Kurang mampu merawat diri/ketergantungan dalam pemenuhan hidup sehari-hari

k. Respon emosi psikologis secara umum terhadap stroke, termasuk: takut, koping tidak efektif, cemas, isolasi sosial, perubahan konsep diri

l. Resiko injuri berhubungan dengan trauma jatuh, kejang

(15)

Sedangkan fokus pengkajian menurut Doenges (2000) yaitu: 1. Aktivitas/Istirahat

Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia).

Tanda: gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

2. Sirkulasi

Gejala: adanya penyakit jantung polisitemia, riwayat hipotensi postural. Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau malformasi vaskular. Nadi; frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung atau kondisi jantung, obat–obatan, efek stroke pada pusat vasomotor). Disritmia, perubahan Elektro Kardiogram (EKG), desiran karotis, femoralis, dan arteri illiaka yang abnormal.

3. Integritas Ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.

Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira serta kesulitan untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi

(16)

5. Makanan/Cairan

Gejala: nafsu makan menurun atau hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi rasa pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia.

Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringea), obesitas.

6. Neurosensori

Gejala: sinkope atau pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan/kebas, penglihatan menurun, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan ganda, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas dan kadang– kadang ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah.

Tanda: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragi, gangguan tingkah laku, gangguan fungsi kognitif, kelemahan atau paralisis pada ekstremitas, genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara kontralateral, afasia, kehilangan kemampuan menggunakan motorik, ukuran atau reaksi pupil tidak sama.

7. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda–beda.

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia. 8. Pernapasan

Gejala: merokok (faktor resiko).

(17)

9. Keamanan

Gejala: terjadi masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang dapat dikenalnya dengan baik, gangguan regulasi suhu tubuh. 10. Interaksi Sosial

Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

L. Fokus Intervensi

Menurut Doenges (2000), fokus intervensi penyakit stroke adalah sebagai berikut:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

Tujuan: Perfusi jaringan serebral kembali utuh. Kriteria Hasil:

a. Mempertahankan atau meningkatkan kesadaran, kognitif, sensorik, motorik.

b. Menunjukkan kestabilan tanda–tanda vital dan tidak ada peningkatan TIK.

c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit. Intervensi:

(18)

Rasionalisasi: mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau kemunduran tanda dan gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.

b. Catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan standar.

Rasionalisasi: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan kerusakan Susunan Saraf Pusat (SSP). Dapat menunjukkan TIK yang merupakan tanda terjadi trombosis CVS yang baru.

c. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan dan gangguan lapang pandang.

Rasionalisasi: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.

d. Letakkan kepala agak tinggi dan dalam posisi anatomis.

Rasionalisasi: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan perfusi serebral.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.

(19)

f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antikoagulasi.

Rasionalisasi: dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah

serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus

atau trombus merupakan faktor masalahnya.

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antihipertensi.

Rasionalisasi: hipertensi kronis memerlukan penanganan yang hati–

hati, sebab penanganan yang berlebihan meningkatkan resiko

terjadinya perluasan kerusakan jaringan.

h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vasodilatasi perifer.

Rasionalisasi: digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau

menurunkan vasospasme.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,

paralisis hipotonik, paralisis spastik.

Tujuan: Mobilitas pasien meningkat.

Kriteria Hasil:

a. Mempertahankan posisi dan fungsi optimal dengan tidak adanya

kontraktur.

b. Mempertahankan kekuatan dan fungsi area yang sakit serta

kompensasi bagian tubuh yang lain.

c. Menunjukkan perilaku aktifitas yang lebih baik.

(20)

Intervensi:

a. Kaji kemampuan fungsional otot. Klasifikasikan dengan skala 0–4. Rasionalisasi: mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.

b. Ubah posisi tiap 2 jam, terutama pada bagian yang sakit. Rasionalisasi: menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan dekubitus. c. Berikan posisi telungkup jika pasien dapat mentoleransinya.

Rasionalisasi: membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.

d. Berikan rentang gerak aktif dan pasif untuk semua ekstremitas. Rasionalisasi: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah terjadinya kontraktur hiperkalsuria dan menurunkan resiko terjadinya osteoporosis. Jika masalah utamanya adalah perdarahan.

e. Sangga ekstremitas pada posisi fungsionalnya.

Rasionalisasi: mencegah kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.

f. Observasi sisi yang sakit meliputi warna, edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.

(21)

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot dan anti spasmodik.

Rasionalisasi: diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial. Tujuan: kemampuan komunikasi pasien meningkat.

Kriteria Hasil:

a. Pasien dapat menunjukkan masalah komunikasi. b. Pasien mampu mengekspresikan perasaannya. c. Mampu menggunakan bahasa isyarat.

Intervensi:

a. Kaji tipe atau derajat disfungsi.

Rasionalisasi: membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.

b. Perhatikan kesalahan komunikasi dan berikan umpan balik.

Rasionalisasi: membantu dalam mengklarifikasikan isi dan makna yang terkandung dalam ucapan pasien.

c. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana.

(22)

d. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.

Rasionalisasi: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik.

e. Gunakan kata–kata singkat tapi jelas dan biarkan pasien berespon. Rasionalisasi: menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.

f. Berikan metode komunikasi alternatif, misal dengan menulis. Rasionalisasi: memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan atau defisit yang mendasarinya.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi dan stres neurologi.

Tujuan: Persepsi sensori pasien mengalami peningkatan. Kriteria Hasil:

a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.

b. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.

Intervensi:

a. Lihat kembali proses patologis kondisi individual.

(23)

b. Evaluasi adanya gangguan penglihatan.

Rasionalisasi: munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali ketrampilan motorik.

c. Ciptakan lingkungan yang sederhana dan nyaman.

Rasionalisasi: menurunkan jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap intepretasi lingkungan dan menurunkan resiko terjadinya kecelakaan.

d. Kaji kesadaran sensorik.

Rasionalisasi: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan atau posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi.

e. Berikan stimulasi terhadap sentuhan.

Rasionalisasi: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi stimulasi. Membantu pasien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari daerah yang terpengaruh.

f. Hilangkan stimulasi eksternal yang berlebihan.

(24)

g. Bicara dengan tenang, perlahan dan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasionalisasi: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman sehingga dapat membantu pasien dalam berkomunikasi.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan koordinasi otot.

Tujuan: Kemampuan pasien dalam merawat diri meningkat. Kriteria Hasil:

a. Mampu melakukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

b. Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.

c. Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi:

a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dengan menggunakan skala 0–4.

Rasionalisasi: membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan kebutuhan secara individual.

b. Biarkan pasien melakukan aktifitas yang ditoleransi.

(25)

c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan.

Rasionalisasi: meningkatkan rasa makna diri, kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu.

d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas dan beri pasien waktu untuk mengerjakan tugasnya.

(26)

Gambar

Gambar 1.1 Pathway Stroke (Muttaqin,2008)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: (1) trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2)

Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah.. yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan

Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan

Pembuluh darah utama yang mendarahi otak ialah sepasang arteria karotis interna dan.. sepasang

Stroke Non Hemoragik (iskemik) adalah gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan