• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interpersonal pada siwa MA Arridho Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interpersonal pada siwa MA Arridho Depok"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPERSONAL PADA SISWA MA ARRI OHO DEPOK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (51) Psikologi

Oleh:

AGNES SARTIKA

203070001456

r

--- ____ _

I

/\ I

FAKULTAS PSIKOLOGl---J

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Psikologi

Dr. Al:l

Mujib, M.Ag

NIP: ·150283344

Oleh:

AGNES SARTIKA

203070001456

Dibawah Bimbingan

Pembimbing II

A=·

' - - = = = - ' - " =

NIP: 150389379

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HllDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 29 Mei 2008, dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata satu (S 1) pad a Fakultas Psikologi.

セイ。ョァォ。ー@

Anggota

M.Si 5938

Penguji I

f-Ph.D NIP: 150326891

Pernb;rnb;og I r /

NIP: 150283344

Jakarta, 29 Mei 2008

Sidang Munaqasyah

Sekretaris Merangkap Anggota

l

Ora.

コLィュセAゥィN@

M

s;

NIP: 150238773

Anggota

Penguji II

,./

NIP: 150283344

Pembimbing II

/

(4)

jdcm-jdcm

セLLN@

(as.

@f_&iJlca&J:,

69)

Dセ@

Yfvk

セ@

ヲセ@

セ」ゥエ。L@

ᆪセカゥT@

Mf1

セセcuiLセ@

SW&Y.

(5)

(A) Fakultas Psikologi (B) Mei 2008

(C) Agnes Sartika

(D) Hubungan antara lntensitas Kebermaknaan Shala! Berjamaah dengan Kecerdasan Interpersonal pada Siswa MA Arridho Depok.

(E) 91 Halaman

(F) lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah adalah ukuran atau tingkatan rasa kebermaknaan (mengerti) dalam diri siswa terhadap shalat yang dilakukan bersama dengan ketentuan ada yang sebagai imam dan makmum.

Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas

kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interp1'irsonal pada siswa MA Arridho Depok. Penelitian ini menggunakan pedekatan kwantitatif dengan metode penelitian korelasional. Sampel penelitian ini berjumlah 50 orang siswa MA Arridho Depok. lnstrumen pengumpulan data menggunakan skala model Liker! berupa skala intensitas kebermaknaan shalat berjamaah yang terdiri dari 30 item dan skala kecerdasan interpersonal yang terdiri dari 38 item setelah sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

Pengolahan dan analisa data dalam skripsi ini menggunakan program SPSS 15.00. Pada uji validitas menggunakan Alpha Cronbach. Untuk hasil uji hipotesis penelitian menggunakan koefisien korelasi.

Dari hasil analisis koefisien korelasi terhadap hipotesis yang diajukan diperoleh hasil x hitung (0,875) > x tabel (0,279) hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dan kecerdasan interpersonal pada siswa MA Arridho Depok.

Adapun saran dari penulisan skripsi, antara lain:

1.

Agar menambah variabel penelitian yang digunakan, bukan hanya melihat dari sisi intensitas kebermaknaan shalat berjamaah saja dalam kaitannya dengan kecerdasan interpersonal. Sehingga hasil temuannya dapat berkembang menjadi hubungan-hubungan yang lebih luas, misalnya kecerdasan intrapersonal,

kemampuan intrapersonal, dll.

2. Agar para siswa lebih meningkatkan intensitas kebermaknaan shalat berjamaahnya untuk membangun kecerdasan interpersonalnya semakin lebih baik, yakni dengan lebih menghayati serta menerapkan nilai-nilai yang

(6)
(7)

Alhamdu/il/ah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hubungan antara lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah dengan Kecerdasan Interpersonal pada Siswa MA Arridho Depok. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang setia hingga akhr zaman.

Penulis merasa sangat bahagia setelah skripsi dapat selesai walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Maka dengan ini penulis bersyukur kepada Allah SWT dan mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang turut rnemberikan kontribusi dengan pengerjaan skripsi ini, diantaranya:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lbu Ora. Netty Hartati, M.Si, lbu Ora. Zahrutun Nihayah, M.Si, selaku Pudek Bidang Akademik Fakultas Psikologi dan Bapak Abdurachman Saleh M.Si sebagai Pembimbing Akademik yang telah rnernberikan pengarahan kepada penulis selarna rnenjalani proses perkuliahan dan penusunan skripsi.

2. Bapak Dr. Abdul Mujib, M.Ag sebagai dosen pernbirnbing I dan Bapak Gazi Saloom, M.Si sebagai Pembimbing II yang telah rnernberikan waktu, birnbingan, dan arahan dan sernangat yang cukup besar dalarn penulisan skripsi ini. Sernoga Allah rnemberikan balasan yang setirnpal.

3. Bapak Barnbang Suryadi Ph.D sebagai dosen Penguji I, dan Bapak Dr. Abdul Mujib M.Ag sebagai dosen Penguji II yang t•elah rnernberikan arahan dalarn rnenyernpurnakan hasil penulisan skripsi ini. Semoga Allah rnernberikan balasan yang setimpal.

4. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah rnernberikan pengalaman dan ilmunya pada penulis. Staff akadernik Fakultas Psikologi teirnakasih atas bantuan dan kebaikannya selama ini.

5. Kepala Yayasan Arridho Jatirnulya (YAJ) dan kepala sekolah, staf guru, dan para siswa MA Arridho Depok, terirnakasih atas kesediaan rnengisi angket penulis.

(8)

itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa akan datang.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 29 Mei 2008

(9)

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN DAN MOTTO

ABSTRAK ... .

KATA PENGANTAR ... iii DAFT AR ISi ... v DAFT ART ABEL... viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .. ... . .. ... ... ... ... ... .. ... . .. .. . .. .. . . ... . . . .. .. . .. . .. .. 1 1.2 Permasalahan Penelitian. .. .. .. ... ... . .. ... ... ... .. ... .. . . ... ... .. .. ... .. ... . .. ... 13 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13 1.4 Sistematika Penulisan . ... ... ... ... ... .... .. . .. ... ... .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. . .. ... .. 15

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 lntensitas Kebermaknaan Shala! Berjamaah ... 16 2.2.1 Definisi lntensitas Kebermaknaan Shala! Berjamaah ... 16 2.2.2 Hukum Shala! Berjamaah ... ... ... ... ... . . ... .. ... .. . . . .. .. ... .. ... ... . 19 2.2.3 Dimensi Psikologis Shala! Berjamaah ... 22 2.2 Kecerdasan Interpersonal .. ... ... ... ... ... ... .. ... . .. .. .. ... .. ... .. ... .. .... .. . 35 2.1.1 Definisi Kecerdasan Interpersonal... 35 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Interpersonal. 36 2.1.3 Ketrampilan Untuk Memiliki Kecerdasan Interpersonal . 38 2.3 Kerangka Berfikir .. .. ... .. .... .... .. ... . .. .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. ... .. . .. ... . .. 44

2.3.1 Hubungan lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah

(10)

3.3.1 Metode lnstrumen dan Penelitian ... 59

3.3.2 Teknik Uji lnstrumen Penelitian ... 65

3.4 Teknik Analisa Data... 68

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1 Uji lnstrumen Penelitian ... 69

4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Skala lntensitas Shalat Berjamaah ... 69

4.1.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kecerdasan Interpersonal ... 70

4.2 Gambaran Umum Responden ... 72

4.2.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

4.2.2 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya ... 73

4.2.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pengkategorian Skor ... 73

4.3 Hasil Utama Penelitian ... 78

TNSNQセゥセイ。セイ。セョ@ ... 78

4.3.2 Hasil Uji Hipotesa Utama ... 80

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ... 85

5.2 Diskusi . .. . . .. .. . . . .. .. . .. . .. . .. . .. . ... . .. . .. . .. . .. . .. .. . .. . . . .. .. .. .. . . . .. .. . .. ... . .. 85

5.3Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(11)

Tabel 3.2 (Penyebaran Item Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat

Berjamaah) . . . 61

Tabel 3.3 (Penyekoran Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah) . . . .. . . .. . . .. . . 63

Tabel 3.4 (Penyebaran Item Skala Kecerdasan Interpersonal) ... 64

Tabel 3.5 (Penyekoran Skala Kecerdasan Interpersonal)... 65

Tabel 3.6 (Kaidah Reliabilitas) ... 68

Tabel 4.1 (Hasil Validitas Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah) ... 70

Tabel 4.2 (Hasil Validitas Skala Kecerdasan Interpersonal) ... 71

Tabel 4.3 (Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin) ... 72

Tabel 4.4 (Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan) ... 73

Tabel 4.5 (Norma lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah) ... 74

Tabel 4.6 (Komposisi Responden Berdasarkan Pengkategorian Skar Sha lat Berjamaah. .. ... .. . .. . .. . ... ... . .. . .. ... .. . .. . .. ... .. . .. .. .. . .. .. . .. . . 75

Tabel 4.7 (Norma Kecerdasan Interpersonal)... 76

Tabel 4.8 (Komposisi Responden Berdasarkan Pengkategorian Skar Kecerdasan Interpersonal)... 77

Tabel 4.9 (Uji Normalitas) ... ... 78

Tabel 4.10 (Uji Homogenitas) ... ... 79

Tabel 4.11 (Korelasi lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah dengan Kecerdasan Interpersonal) ... ... 80

[image:11.595.18.439.91.612.2]
(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam upaya ュ・ョセQY。ャゥ@ potensi siswa

sehingga mereka bisa meraih impian masa depannya. Menurut Byrne, (1977)

Adapun yang pertama adalah konsep diri, dan kedua, pandangan yang benar

mengenai kecerdasan. Tiap upaya untuk menggali maupun meningkatkan

potensi, prestasi maupun kompetensi seseorang tidak te,rlepas dari yang

namanya konsep diri. Konsep diri seorang siswa adalah cara pandangnya

terhaclap dirinya sencliri. Konsep diri seorang siswa terbemtuk melalui

pengalaman dan interaksi dengan lingkungan serta dipe11garuhi siapa yang

dianggap memiliki otoritas terhadap dirinya.

Bagi siswa, guru dan orang tualah yang dianggap memiliki otoritas. Konsep

diri ini mempengaruhi cara seorang siswa berfikir, bersikap dan be1iindak

dalam hal apapun, baik dalam berhubungan dengan orang lain maupun

dalam hal yang dikerjakan. Konsep diri terdiri atas diri ideal, citra diri clan

(13)

menjadi seperti itu. Diri ideal ini sangat mempengaruhi terhadap arah yang

ditujunya kelak. Hal ini menentukan perkembangan, kan:ikter dan pribadinya.

Diri ideal ini merupakan gambaran sosok seseorang yang sangat dikagumi

siswa sehingga ia ingin menjadi seperti apa kelak. Citra diri berhubungan

dengan bagaimana siswa melihat dirinya sendiri dan be1fikir tentang dirinya

pada saat ini. Perubahan dan peningkatan tentang konsep diri dapat terjadi

jika para siswa dibantu untuk membangun citra dirinya. Harga diri

mempengaruhi seberapa semangatnya seorang siswa, seberapa antusias

seorang siswa dan berapa besar motivasi yang dimilikinya. Siswa dengan

harga diri yang tinggi akan memiliki kekuatan yang besar untuk berhasil

melakukan apa saja dalam hidupnya.

Selama ini orang selalu menilai seorang siswa berbakat dan pintar hanya dari

nilai yang diperoleh di sekolah, sehingga jika seorang siswa mendapatkan

nilai yang kurang dengan cepat orang akan mengatakan bahwa siswa

tersebut bodoh dan tidak memiliki potensi apapun. Pandangan dan penilaian

semacam ini sangat keliru dan menyesatkan. Akibat pandangan keliru

tersebut siswa tidak dapat mengembangkan dan menemukan potensi yang

ada dalam dirinya.

Menurut Gardner, (1983) kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersikap tetap.

(14)

kemampuan atau ketrampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan bersifat laten, ada di diri tiap manusia tetapi dengan kadar perkembangan yang berbeda. Dalam mengembangkan kecerdasan, ia menggunakan kata "bakat" atau "talenta''.

(15)

Sayangnya tidak semua tipe kecerdasan ini dihargai oleh masyarakat.

Sekolah pun cenderung lebih menghargai tipe l<ecerdasan logika-matematika dan bahasa. Seorang siswa dengan nilai matematil<a 9 namun memperoleh nilai 5 pada pelajaran olahraga tidak akan dianggap bennasalah. Ada salah satu aspek yang terpenting dalam sosial adalah l<ecerdasan interpersonal, yang mana al<an membentuk interaksi sosial yang baik pula. Sekolah selain sebagai media edukatif, juga sebagai media sosialisasi siswa.

Masa siswa yang berada pada usia remaja biasanya dipahami sebagai masa pergaulan. Dimasa remaja ini seorang remaja biasanya mencari teman sebanyak-banyaknya. Di luar belajar, wal<tu seorang siswa biasanya dihabisl<an untuk bermain bersama teman-temannya. la bercanda dan memperbincangkan banyak hal dengan teman-temannya dari mulai masalah pribadi sampai pada hal-hal yang bersifat hiburan. Karena itu, remaja gaul biasanya sangat disenangi oleh teman-temannya, bail< teman sejenis

maupun lawan jenisnya. Sedangkan siswa yang menutup diri biasanya tidak memiliki banyak teman. la biasanya dil<aitl<an remaja kurang gaul atau l<uper (kurang pergaulan).

(16)

perilaku. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah, yaitu:

1.

Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyaral<at. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar s13kolah misalnya, termasuk dalam kategori perilal<u bermasalah yang menyebabkan seorang

remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.

(17)

tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.

3. Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SL TP/SLTA).

4. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak marnpu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah

munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan serin9 menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena SEljak kecil orang tua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punismEmt) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah

(18)

remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia

memunculkan perilaku anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan

mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disords<'H juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.

5. Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami

(19)

Berdasarkan permasalahan tersebut maka kecerdasan interpersonal yang baik sangat diperlukan dalam diri tiap siswa. Kecerdasan interpersonal dibutuhkan untuk pergaulan. Oleh karena itu penting bagi lembaga

pendidikan dan orang tua untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal sebagai modal untuk kemampuan sosial siswa. Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu aspek kecerdasan yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, dan mampu memberikan reaksi yang sesuai serta asertif.

Dalam pergaulan pun, penyesuaian diri siswa tidak mengalami kesulitan dan mampu membina hubungan dengan orang lain, baik dengan orang yang baru dikenal maupun dengan orang yang sudah lama menjadi temannya.

Seringkali siswa seperti ini menjadi pemimpin bagi teman-temannya dan dapat mempengaruhi orang lain tanpa memaksakan kehendaknya. Perhatian yang ditunjukkan kepada orang lain tampak tidak dibuat-buat, secara spontan siswa tersebut akan menyapa dan menanyakan keadaan orang tersebut sehingga orang lain merasa senang.

Kecerdasan interpersonal mempunyai peranan yang penting dalam

(20)

sehingga menjadi sumber ketenangan serta kebahagiaan manusia yang hakiki. Kerja sama akan terbina, masalah bisa terselesaikan, stres lebih mudah diatasi karena hubungan pertemanan yang akrab dan hangat.

Hal-hal yang berkaitan dengan kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk hidup bersama, bergaul, berkomunikasi, dan berelasi dengan orang lain. Pengembangan kecerdasan ini dapat dilakukan memberikan feetback, memahami perasaan orang lain, strategi belajar bersama, komunikasi antar sesama, empati kepada orang lain terutama yang sedang sakit, sedih, pembagian tugas sekolah, melatih ketrampilan kerja sama dengan teman, belajar menerima kritik dengan tenang, merasakan motif teman-temannya, atau melakukan tugas dalam kelompok. Kecerdasan interpersonal yang baik ini pulalah yang dapat menghindarkan diri siswa dari perilaku bermasalah yang berakibat akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan juga dengan masyarakat.

Menurut Fuad Rumi (2007) salah satu bentuk ibadah dalam islam yang dapat membangun kebersamaan adalah shalat berjamaah, Abu Mas'ud r.a.,

(21)
(22)

juga merupakan kesempurnaan shalat. Hal ini mengajarkan bahwa satu dan yang lainnya harus saling membutuhkan, misalnya mempersilahkan mengisi barisan yang kosong, meluruskan ke kanan dan ke kiri, serta merapatkannya.

MA Arridho Depok adalah salah satu sekolah yang mewajibkan para

siswanya untuk melaksanakan shalat berjamaah, baik itu selama mereka di sekolah maupun di luar sekolah. Untuk tercapainya kegiatan ini, maka pihak sekolah memberikan buku penghubung berupa jadwal sl1alat berjamaal1 yang harus diisi sesuai shalat berjamaah yang telah dikerjakan oleh

masing-masing siswa. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan rasa kebersamaan yang ada pada diri siswa melalui ukhuwah islamiyah sesama jamaahnya. Melalui perasaan kebersamaan ini pula diharapkan para siswanya untuk dapat meningkatkan kemampuan pergaulannya dengan baik. Sehingga diharapkan tidak ada lagi siswa yang menghaclapi masalah dalam pergaulannya. Harapan MA Arridho Depok ini cukuplah beralasan, mengingat banyaknya terjadi tindakan negatif pada siswa karena perilaku

bermasalahnya. Menanamkan perilaku yang baik melalui pembiasaan shalat berjamaah ini ternyata mampu menjadikan siswa MA Arridho bisa

(23)

dengan teman-temannya di sekolah juga akan menciptakan suasana belajar yang kondusif pula ketika disekolah. Shalat berjamaah yang mana

pelaksanaan kegiatannya melibatkan beberapa orang, sehingga dapat memberikan andil terapi untuk melatih kecerdasan interpersonal bagi pelakunya. Salah satunya adalah gerakan akhir shalat berjamaah yaitu mengucapkan salam lalu biasanya diikuti dengan bersama dan berjabat tangan antar sesama jamaahnya, maka dari sinilah dapat dijadikan pembelajaran dalam bersosialisasi. Di samping itu pelaksanaannya yang dilakukan di masjid atau mushola juga sarat dengan kegiatan, baik itu

keagamaan maupun kegiatan sosial, sehingga dapat dijadikan pembelajaran pula untuk berempati terhadap sesama. Selain itu peneliti berasumsi bahwa dengan terbiasanya memaknai shalat berjamaah yang dilaksanakan oleh siswa MA Arridho, maka kecerdasan interpersonalnya pun akan baik pula. Oleh karena itu pula peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada siswa MA Arridho Depok.

Maka dari sinilah penulis meneliti tentang Hubungan antara lntensitas Kebermaknaan Sha/at Betjamaah dengan Kecerdasan Interpersonal pada

(24)

1.2. Permasalahan Penelitian

Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang diangkat oleh peneliti adalah:

Apakah terdapat hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interpersonal?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interpersonal pada siswa MA Arridho Depok.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoi"itis dari dilaksanakannya penelitian ini, yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pernbahasan mengenai kecerdasan interpersonal.

(25)

shalat berjamaah serta besar sumbangan faktor tersebut bagi kecerdasan interpersonal.

1.4.2. Manfaat praktis dari dilaksanakannya penelitian yaitu:

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk memberikan dukungan dan perhatiannya dalam bidang pendidikan agama dan perkembangan kecerdasan interpersonal mengingat siswa adalah sumber daya yang potensial bagi pembangunan bangsa.

(26)

1.5. Sistematika penulisan

Sisternatika dalarn penulisan dalarn skripsi ini yaitu:

Bab1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang rnasalah, batasan dan rurnusan rnasalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka berisi tentang hal-hal yang berhubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan Kecerdasan interpersonal.

Bab 3 Metode Penelitian berisi tentang jenis Penelitian, teknik Pengambilan sampel penelitian, teknik pengumpulan data penelitian, dan teknik analisa data.

Bab 4 Analisis dan lnterpretasi Hasil Penelitian berisi tentang karakteristik umum subyek dan hasil uji hipotesa utama.

(27)

BAB2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. lntensitas Kebermaknaan Shalat berjamaah

2.1.1. Definisi lntensitas kebermaknaan shalat berjamaah

lntensitas kebermaknaan shalat berjamaah terdiri atas empat kata, yaitu lntensitas, Kebermaknaan, Shala!, dan Berjamaah yang akan dijelaskan satu persatu.

Menurut Miller (1993) Kebermaknaan adalah kondisi yang dapat

menimbulkan rasa kebermaknaan (mengerti) dalam diri siswa terhadap konsep yang sedang dipelajari.

Menurut Pius Abdullah (1999) lntensitas adalah ukuran atau tingkatan. Sedangkan shalat itu sendiri menurut Hasbbie Ash Shiddqy (dalam Sentot Haryanto, 2003) adalah berhadap hati (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadaNya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan,

(28)

menyucikannya, mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada

Allah Swt di dunia dan taqarrub dengan-Nya di akhirat. IVlenurut A. Hasan

(dalam Sentot Haryanto, 2003) shalat secara dimensi fiqih adalah beberapa

ucapan atau rangkian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya beribadah kepada Allah,

dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh 。セQ。ュ。N@ Selain itu

shalat merupakan media komunikasi antara sang Khalik dan seorang hamba.

Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa

mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat bisa

menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang

hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti

mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif.

Maka, shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang

menjadi tentram hatinya. Sedangkan secara dimensi fiqih, shalat adalah

beberapa ucapan atau rangkian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang

dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya beribadah

kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama.

Menurut Mujiono Nurkholis (1997) jamaah adalah kumpulan, rombongan,

baik sedikit maupun banyak. Jamaah menurut bahasa adalah sekelompok

manusia yang memiliki sifat sehingga dapat dikatakan jamaah haji, jamaah

(29)

yang dilakukan berkelompok. Shalatjamaah menurut istilah fukhoha adalah pertalian yang terjadi antara shalat imam dan shalat makmum dengan beberapa ketentuannya. Keterkaitan antara shalat imam dan makmum disebut iktida, yang secara harfiah berarti menunjuk orang lain sebagai penuntun. Imam adalah orang yang memimpin shalatnya, disebut juga muktadabih. Sedangkan makmum adalah orang yang mengkaitkan shalatnya, disebut juga muktadi. Abdul Mujib (1994) mengatakan shalat

jamaah adalah shalat yang dilakukan bersama, salah seorang diantaranya

sebagai imam dan lainnya menjadi makmum.

Jadi berdasarkan definisi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lntensitas Kebermaknaan Sha/at Be1jamaah adalah

ukuran atau tingkatan

rasa

kebermaknaan (mengerti) dalam diri

siswa

terhadap shalat yang dilakukan bersama dengan ketentuan ada yang sebagai

(30)

2.2.2. Hukum Shalat Berjamaah

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum shalat berjamaah, perbedaan pendapat ini disebabkan oleh perbedaan pemahaman mereka mengenai kandungan hadist-hadist yang berkenaan dengan perintah mendirikan shalat berjamaah.

Dibawah ini terdapat beberapa hukum shalat berjamaah antara lain:

a. Fardhu ain

Apabila kita perhatikan ayat-yat awamir (ayat-ayat perintah) bahwa kita diperintahkan untuk melaksanakan shalat dengan jamaah di masjid-masjid, ayat tersebut antara lain:

"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah 「・セウ・イエ。@ orang-orang yang ruku". (Al-Baqarah; 43)

"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika

(31)

kepadamu ayat-ayatNya agar kamu mendapat petunjuk". (Ali-imran; 103)

Maksud dari ayat-ayat diatas adalah kita diperintahkan untuk

melaksanakanshalat bersama-sama, beramai-ramai, atau berjamaah, dan shalat jamaah merupakan salah satu sarana jalan terbaik untuk menyatukan umat islam dan untuk saling mengenal antara umat.

Para ulama Zahriyyah menetapkan dengan hukum fardhu ain dan menjadi sarat-sarat sah salat. Jika seseorang mendengarkan adzan, maka ia wajib mendatangi shalat jamaah di masjid tanpa halangan, maka shalatnya tidak sah. Menurut mereka dalil kefardhu ainan shalat berjamaah adalah sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa mendengar adzan lalu ia tidak

mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali ada halangan" (HR.lbnu Majah & lbnu Abbas). Sedangkan menurut Alqurtu by kata ma'a (dalam Fadh Abdurarrahman (1992) dalam ayat tersebut menghendaki adanya kebersamaan & perkumpulan, Oleh karena itu segolongan ahli takwil Al Qur'an mengatakan perintah terhadap sholat berjamaah tetapi kemudian Allah SWT memerintahkan dengan kata-kata ma'a yang mempunyai makna wajibnya berjamaah. Mengerjakan shalat sembayang & berjamaah, jika tidak ada, udzur, tidak wajib kalau ada udzur. Mereka bersandarkan pada hadist Rasulullah SAW:

(32)

b. Fardlu kifayah

Sebagian makkiyah, dan salah satu pendapat Ahmad mengatakan bahwa shalat jamaah itu kifayah, sehingga jika umat islam di suatu lingkungan atau daerah tidak melaksanakan shalat berjamaah maka seluruh penduduk di daerah tersebut berdosa, tetapi jika sebagian dari mereka telah

mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban shalat berjamaah itu dari mereka semuanya (Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab IV) (Mujiono Nurkholis, meraih pahala 27 derajat).

c. Sunnah muakad

(33)

2.2.3. Dimensi Psikologis Shalat Berjamaah

Disamping mempunyai pahala yang besar, shalat berjamaah ternyata menurut Sentot Haryanto (2003) bahwa shalat berjamaah mempunyai

dimensi psikologis tersendiri, antara lain: aspek demokratis, rasa diperhatikan dan berarti, kebersamaan, tidak adanya jarak personal, pengalihan perhatian (terapi lingkungan) dan interdependensi, membantu pernecahan masalah, latihan kedisiplinan.

a. Aspek demokratis

Aspek demokratis pertama shalat berjamaah adalah aspek demokratis. Hal ini terlihat dari berbagai aktivitas yang melingkupi shalat berjamaah itu sendiri itu antara lain:

1. Memukul kentongan atau bedug

Di samping masjid atau langgar, surau atau mushoa terutama di pedesaan dan sebagian perkotaan ada kentongan atau bedug dan sebagai tanda memasuki waktu shalat. Dalam hal ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut sebagai tanda memasuki shalat. Dalam hal ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut, tentunya harus mengerti atauran atau kesepakatan di daerah tersebut. lni berarti islam sudah

(34)

ditanah Jawa syarat dengan simbol-simbol. Menurut orang Jawa bunyi kentongan adalah:

"thong .. thong .. thong" artinya masjid masih kothong (kosong), kemudian silahkan masuk dengan bunyi bedug "bleng .. bleng .. blen1t' dalam bahasa Jawa ada kata untuk menyemangatkan, mislnya: masuk "(mlebu .. bleng)", lari (mblayu .. jranthal), dan sebagainya.

2. Mengumandangkan adzan

Adzan merupakan tanda waktu shalat dan harus dikumandangkan oleh "tukang adzan" (muadzin). Siapa yang mengumandangkan adzan tidak dipersoalkan oleh islam karena prinsipnya siapa saja boleh. Namun perlu diingat bahwa adzan adalah bagian dari syiar islam, sehingga memang benar-benar orang yang mengerti dan diharpkan mempunyai suara yang bagus (lafal, ucapannya baik dan benar) syukur mempunyai mempunyai nafas yang panjangsehingga pada saat adzan tidak terputus di tengah jalan. Rasulullah sendiri memilih Bilal mantan budak yang hitarn legam kemudian masuk islam sebagai muadzin karena kuat suara dan fasih lafalnya.

(35)

memahami fungsi adzan ini, misalnya banyak muadzin anak-anak atau para manula/lansia. Sehingga suaranya tidak bagus, lafalnya tidak pas (fasih) dan bahkan sering terputus (tidak kuat) di tengah jalan.

3. Melantunkan iqomah

Kalau adzan adalah tanda memasuki shalat, maka iqomat adalah sebagai tanda bahwa shalat (berjamaah) akan segera dimulai. Seperti halnya memukul bedug dan adzan, maka oleh siapa saja bahkan tidak harus yang tadi beradzan. Para jamaah tidak boleh atau belum datang. Diharapkan jarak antara adzan dan iqomat tidak terlalu lama, hal ini sekaligus pula

menggambarkan masalah kedisiplinan dan penghargaan terhadap waktu.

4. Pemilihan/pengisisan "barisan/shaf'

Pada saat seseorang masuk masjid maka siapa saja berhak untuk mengisi shaf pertama.

5. Proses pemilihan imam

Shala! berjamaah harus ada yang menjadi imam dan makmum, meski itu hanya berdua. Apabila diperhatikan maka seolah-olah ada suatu

(36)

menjadi imam hendaknya yang paling baik bacaannya (dalam membaca) Al-Quran. Jika mereka sama baiknya dalam bacaan, maka orang yang paling mengetahui sunnah, maka orang yang paling dahulu hijrah. Jika mereka bersamaan dengan hijrah, maka orang yang paling tua umurnya. Dan janganlah seseorang diimami (orang yang lain) di rumahnya, dan tidak ada duduk atas penghormatannya kecuali dengan izinnya. (HR Muslim dan Ahabus Sunan).

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang imam secara gradasi mempunyai persyaratan sebagai berikut:

1. Fasih bacaan Al-Quran

2. Mereka yang mengetahui hadist-hadist nabi

3. Lebih dahulu hijrahnya, kalau tidak ada, rnaka dipilih yang lebih tua 4. Diutamakan tuan rumah daripada tamu

5. Imam adalah salah seseorang dari mereka yang disenangi dalam kelornpok tersebut, bukan orang yang dibenci, tidak disukai, atau ditolak.

"Dari Abdullah bin Amr ra, Nabi bersabda: Ada tiga golongan yang tidak diterima shalatnya: Pertama, orang yang maju ke depan kaum untuk menjadi imam, sedangkan mereka mernbencinya. Kedua, orang yang biasa

(37)

Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi imam memerlukan syarat-syarat tertentu atau kualifikasi tertentu, namun hal ini dijelaskan oleh da'i sejuta umat KH. Zaenudin MZ (1993), yaitu bahwa untuk memilih pemimpin harus ada syarat-syarat kriteria tertentu, sedangkan untuk menjadi rakyat atau masyarakat umum tidak perlu adanya "persyaratan" sep1erti memilih

pemimpin. Makmum suatu saat juga dapat menjadi imam. Sehingga proses regenerasi atau pergantian pemimpin akan terjadi secara ilmiah, tidak harus dengan demo atau kudeta. Di samping itu pada saat sebelum shalat, selama shalat dan setelah menjalankan shalat dan setelah menjalankan shalat, maka ada tingkah laku imam yang dapat dikaji.

a. Imam sebelum melakukan shalat harus memperhatikan jamaah, terutama memeriksakan barisan (shaf), kemudian memerintahkan agar lurus dan merapatkan barisan, karena rapat dan barisan itu salah satu kesempurnaan shalat.

b. Imam adalah manusia biasa sehingga dimungkinkan untuk lupa, salah bacaan, atau salah gerakan atau batal, misalnya buang angin (kentut). Hal ini akan menjadi prosedur untuk mengingatkan, membetulkan atau mengganti imam oleh makmum, antara lain:

1. Kalau imam lupa, maka makmum dengan segera wajib untuk

(38)

2. Bila imam melakukan kesalahan, terutama bacaan maka makmum harus segera membenarkan. Dalam hal ini imam tidak boleh te•rsinggung atau marah jika dibetulkan oleh makmum, yang mempunyai tingkatan atau posisi yang lebih rendah. Pada saat berlangsung shalat imam ini tetap harus

memperhatikan makmum. Nabi pernah memperpendek shalat lantaran beliau mendengar seorang anak kecil yang menangis. Nabi juga pernah memarahi sahabatnya yang mengimami shalat dengan bacaan yang terlalu panjang, hingga para makmum mengeluh "Jangan membuat fitnah", kata nabi menegur sang imam. Jadi imam harus memperhatikan makmumnya,

mungkin ada yang kuat tapi juga ada yang lemah, ada yang sehat namun ada yang kurang sehat, ada yang banyak waktu, ada pula yang terburu-buru dan sebagainya.

3. Kalau imam batal, misalnya buang angin (kentut), maka secara otomotis ia harus mundur dengan jujur dan legowo.

Alangkah indahnya dan bagusnya kalau nilai-nilai 、・ュッヲセイ。エゥウ@ yanng terdapat dalam shalat tersebut dapat diterapkan dalam sehari-hari.

b. Rasa diperhatikan dan berarti

(39)

1. Memilih dan menempati shaf, dalam shalat siapa saja yang datang duluan, maka ia berhak menempati shaf yang paling depan (dalam agama shaf terdepan dan sebelah kanan merupakan shaf yang utama. Hal ini sangatlah berarti bagi seseorang yang di lingkungannya tidak memperoleh peran atau diremehkan di masyarakat. Perasaan-perasaan seperti ini tidak

mengherankan sebagai salah satu motivasi siswa masuk ke "geng" atau berbuat negatif atau menyalahgunakan narkotika.

2. Kebiasaan bersalaman sesama jamaah lainnya

Hal ini menunjukkan bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dan berhak untuk menyapa lingkungannya, sedangkan itu mungkin tidak ia temui di lingkungannya.

3. Pada saat meluruskan shaf

(40)

4. Pada saat selesai membaca Surat Al-fatehah, maka secara serempak akan mengucapkan "Amin", dan juga dalam mengikuti gerakan imam tidak boleh saling mendahului.

5. Demikian pula saat akan mengakhiri shalat mereka mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri serta dengan saling bersalaman lagi, dan (mungkin) ada doa dan wirid bersama.

c. Perasaan Kebersamaan

Shalat yang dilakukan berjamaah juga mempunyai efek terapi kelompok (group therapy), sehingga perasaan cemas, terasing, エ。セ[オエ@ menjadi nothing atau nobody akan hilang. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri.

Melalui shalat berjamaah pula, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi

(41)

lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah. Menurut tinjauan psikologis, orang yang bersama-sama itu memiliki peluang lebih be:sar untuk

menyelesaikan masalah secara cepat dan akurat daripada orang yang sendirian. Hal ini disebabkan oleh salah satu sifat manusia itu adalah peduli atau perhatian kepada orang lain. Sudah menjadi naluri untuk senantiasa memperhatikan wajah dan karakter orang lain.

Menurut Alrasikh (2007) ketika seseorang yang tengah dirundung masalah, kemudian mau berkumpul dengan orang lain, kemungkinan besar ia akan mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya, apalagi jika di antara mereka sudah saling kenal. Tidak hanya itu, konsentrasi yang bersangkutan pun akan terbagi, fokus perhatiannya kepada masalah tidak lagi seratus persen. Siapa pun individu itu, ketika bersama orang lain, pikirannya tentang masalah pasti berkurang, akan ada 25-30 persen

perhatiannya yang tertuju kepada orang lain. Dengan demikian, celah-celah solusi akan terbuka. Jika awalnya bebannya seratus persen, maka 25 persen perhatiannya kepada orang akan membukakan pintu solusi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya bisa merujuk kepada ilmu tentang otak. Shalat berjamaah bisa memperbaiki kinerja sistem aktivasi retikuler. Ketika

(42)

seluruh indra dan akal budi (sistem frontalis) akan tertutup, sehingga berada dalam keterjebakkan tanpa jalan keluar. Akhirnya, hal-hal yang negatif, seperti prasangka, su'udzan dan keputusasaan akan mendominasi seluruh jalur di pikiran. Analoginya seperti menonton film di bioskop dan berada di barisan paling depan. Ke mana pun melihat, apa pun yang dipandang, semuanya adalah layar masalah. Ke mana pun memandang, di sanalah wajah Allah berada. Bukankah Allah SWT telah berfirman, Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (OS Al-Baqarah, 115). Ketika berempati kepada orang lain, otomatis jalur-jalur solusi di otak akan terbuka. Ketika berjamaah, perhatian akan terbagi dan berempati, lima persen untuk teman yang ada di sekitar, lima persen untuk teman di depan, lima belas persen untuk imam, dan seterusnya. Ketika pikiran sudah terbagi, dan tidak terfokus pada keadaan yang menakutkan, biasanya kecerdasan akan muncul kembali, ada celah yang terbuka, walau pun hanya satu persen, bagaikan SE,cercah cahaya di gelapnya gulita malam. Jadi, shalat berjamaah itu merupakan solusi dari permasalahan hidup dari segi bio-psikologi (otak dan psikologi).

(43)

shalat fardhu sudah tiba), lalu menunaikan shalat sepenuh kesadaran. lnsya Allah, dengan cara tersebut, Allah SWT akan membukakan pintu-pintu

pertolongan-Nya, salah satunya dengan melancarkan kembali sistem aktivasi reticuler di otak.

d. Tidak ada jarak personal

salah satu kesempurnaan shalat berjamaah adalah lurus dan rapatnya

barisan (shaf) para jamaahnya. lni berarti tidak ada jarak. personal antara satu dengan yang lain.

e. Melatih saling ketergantungan (lnterdepency)

Shalat berjamaah yang paling utama adalah dilakukan di masjid atau di mushola, dan hal ini mengajarkan nilai-nilai saling ketergantungan satu jamaah dengan jamaah lainnya. Hal ini terlihat dari aspeli< antara lain:

1. Yang dimaksud shalat berjamaah adalah minimal 2 orang. Sehingga kalau ia ingin disebut shalat berjamaah, maka ia harus membutuhkan, menunggu, berkongsi dengan sedikitnya 1 orang.

Bahkan ada yang mengisyaratkan khusus untuk shalat jumat berjumlah 40 orang.

(44)

bahwa seseorang yang mampu "saling membutuhkan satu dengan yang lain" akan memperoleh "bonus, hadiah(reward)" dikalikan 27 artinya kalau ia shalat sendirian hanya dapat satu pahala, namun begitu dua orang maka bukan 27 dibagi 2, namun masing-masing akan memperoleh pahala 27 derajat, demikian seterusnya.

3. Menyusun shaf, meluruskan dan merapatkan barisan. Ternyata lurus dan rapatnya barisan juga merupakan kesempurnaan shalat. Hal ini mengajarkan bahwa satu dengan yang lain harus saling

membutuhkan, misalnya mempersilahkan mengisi barisan yang kosong, meluruskan ke kanan dan kiri, serta merapatkannya.

f. Membantu Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Manusia tidak pernah lepas dari permasalahan, adapun pemecahan masalah yang dikaitkan dengan shalat, baik itu shalat sendirian rnaupun shalat

berjamaah adalah sebagai berikut:

1. shalat istikhara, untuk menghadapi dua pilihan 2. shalat dhuha untuk rezeki yang bertambah

3. shalat hajat dan tahajud untuk keinginan yang kuat, dsb

sehingga ini merupakan bukti firman Allah dalam Al-Qur'an: "jadikanlah sabar dan shalat sebagai senjata penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat (yaitu menjadikan sabar dan shalat sebagai sarana

(45)

meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (QS.Al-Baqarah, 45-46).

g. Latihan kedisiplinan.

Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga tidal< boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat. Hal ini melatih diri untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dengan senantiasa ュ・ョェ。Aセ。@ keteraturan

(46)

2.2. Kecerdasan Interpersonal

2.2.1. Definisi Kecerdasan Interpersonal

Gardner (2003) mengatakan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersikap tetap. Kecerdasan akan lebih tepat kalau digarnbarkan sebagai suatu kumpulan kernampuan atau ketrampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Salah satu dari kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu aspek

kecerdasan yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, dan mampu memberif<an reaksi yang sesuai serta asertif.

Adapun definisi kecerdasan interpersonal menurut Gardner (2003) yaitu kemampuan untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan

mood, tujuan, motivasi dan perasaan-perasaan orang lain. Yang termasuk

ada/ah kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara dan sosok postur (gesture)

dan kemampuan untuk membedakan berbagai tanda inf,irpersonal.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan orang lain, yang diperlukan untuk

(47)

Definisi tersebut mengandung dimensi dari kecerdasan interpersonal, yaitu: a. Kemampuan mempersepsikan suasana l1ati, maksud, dan

perasaan orang lain

b. Kemampuan untuk membedakan suasana hati, rnaksud, dan perasaan orang lain.

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Interpersonal

Menurut Sixtus Tanje (2007) menjelaskan ada empat faktor yang

mempengaruhi seseorang dalam hal kecerdasan interpersonalnya, yaitu:

1.

Faktor kesempatan bersosialisasi pada siswa

Sebagai individu sosial sangat membutuhkan kesempatan untuk bergaul. Tidak saja dengan lingkungan keluarga, tetapi juga dengan tean sebaya, orang yang lebih dewasa dan situasi lingkungan yang berbeda-beda. Hal ini diperlukan karena akan memiliki ketrampilan sosial yang "lentur" terhadap orang dan situasi yang berbeda-beda.

(48)

3. Motivasi diri yang kuat dalam melakukan interaksi sm;ial

Dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungnnya, terkadang seorang siswa menghadapi situasi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Beberapa siswa mencoba terus untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagian lagi menarik diri. Hanya siswa yang memiliki motivasi dan dukungan keluarga yang kuat yang pada akhirnya akan memiliki ketrampilan sosial yang baik.

4. Keteladanan dari orang dewasa yang turut berperan dalam pengasuhan siswa, apakah oarang tua, pengasuh, atupun para pendidik. Proses

bersosialisasi selalu berawal dari "imitasi" kepada orang yang lebih dewasa. Peniruan terhadap orang yang lebih besar, biasanya dipersepsikan sebagai suatu kebenaran perilaku di mata siswa dan dengan sendirinya siswa akan meniru apa yang dicontohkan. Kecerdasan interpersonal memang tidak datang dengan sendirinya, dibutuhkan proses pembentukan yang pada akhirnya seorang siswa akan memiliki ketrampilan yang baik dalam berinterksi dengan lingkungan sosialnya. Seorang siswa akan mampu memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, mampu mengenal

(49)

2.1.3. Ketrampilan untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Sementara beberapa jenis kemampuan tetap atau bahkan berkurang seiring bertambahnya usia, namun kemampuan untuk menjadi pribadi yang

mempunyai kecerdasan interpersonal yang baik akan terus berkembang. Terdapat beberapa ketrampilan untuk menjadi pribadi yang mempunyai kecerdasan interpersonal yang baik menurut Mel Silberman dan Freda Hansburg (2006) yakni sebagai berikut:

1. Memahami Orang Lain

Seseorang yang memahami orang lain akan berkomunikasi dengan lebih efektif, mempengaruhi apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang lain, dan menyelesaikan konflik dengan sikap yang sehat. Untuk rnenemukan motivasi seseorang, maka harus belajar dengan aktif mendengarkan, berempati, dan memahami sudut pandang orang lain. Selain itu diperlukan pula cara

(50)

2. Mengekspresikan diri dengan jelas

Menjadi pribadi dengan kecerdasan interpersonal berarti mengetahui cara menyampaikan pesan. Mengekspresikan diri dengan jelas adalah penting dalam semua hubungan. Ketika harus berbicara dan menyampaikan pesan sedemikian rupa dengan kata-kata yang mudah diingat.

3. Menegaskan Kebutuhan

Untuk menjadi seseorang dengan kecerdasan interpersonal yang baik, maka haruslah menjadi diri sendiri. Membatasi diri dan menetapkan batas-batas tersebut. Jika ingin menjadi orang lain maka akhirnya akan mengecewakan mereka. Selain itu diperlukan untuk berterus terang tentang apa yang kita harapkan. Membuat orang lain menduga-duga akan menjadi kebutuhan kita akan menyebabkan kekecewaan dan frustasi. Ketika hali itu terjadi maka akan sering marah pada orang lain dan kehilangan ketenangan dan keyakinan diri yang diperlukan untuk melakukan yang terbaik.

4. Memberi dan Menerima Masukan

(51)

meminta masukan dan memberikannya adalah sesuatu yang cerdas. Jika masukan tidak diberikan kepada, maka ini sama halnya dengan memakai penutup mata. Tanpa masukan, akan selalu bertanya-tanya tentang apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang diri prbadi. Untuk mendorong orang lain memberi masukan yang minta, harus memberi mereka waktu untuk menyusun dan mengekspresikan pikiran-pikiran mereka, dan harus mendengarkan apa yang mereka katakan dengan pikiran terbuka.

5. Mempengaruhi Orang Lain

Orang dengan kecerdasan interpersonal yang baik mampu mendorong orang untuk bertindak. Agar lebih mengarahkan, dalam rangka mempengaruhi orang lain, haruslah menjadi orang yang mampu berhubungan dengan orang lain, menyingkapkan kebutuhan mereka, dan menghubungkan mereka dengan apa yang ditawarkan kepada mereka secara efektif. Selain itu juga harus mengetahui mengurangi keengganan untuk berubah dan bagaimana membuat permohonan persuasif.

6. Menyelesaikan Konflik

Kelima ketrampilan sebelumnya menjadi sangat berharga ketika dalam situasi yang penuh ketegangan. Ketika emosi meninggi, semua ketrampilan sebelumnya harus diterapkan dalam beberapa ketrampilan baru juga

(52)

adalah penyelesai konflik yang luar biasa. Kunci dari kemampuan seseorang untuk menjadi penyelesai konflik adalah mengetahui cara membawa subyek persoalan tepat di atas permukaan. lni sulit dilakukan jika dalam keadaan takut dan gelisah. Orang lain mungkin juga takut atau gelisah atau bahkan meledak amarahnya. Selain memperjelas persoalan, harus mengetahui apa yang mengganggu diri sendiri dan orang lain serta mampu menemukan penyelesaian kreatif.

7. Menjadi Pemain Tim

Kemampuan seseorang untuk memiliki kecerdasan dalam hubungan antar pribadi benar-benar tertantang ketika sampai kepada persoalan team work. Semua individu terlibat dalam beberapa jenis team work, baik di tempat kerja, orang tua, dalam kelompok lingkungan tetangga, atau dalam organisasi pelayanan. Menjadi bagian dari suatu tim adalah sesuatu yan menantang, karena memiliki lebih sedikit kendali atas hasil l<etimbang yang dimemiliki di dalam hubungan antar pribadi. Teamwork sering menyampaikan maksud diri sendiri dan membujuk orang lain. Bekerja dalam tim membutuhkan

(53)

8. Menyesuaikan Diri

Akhirnya, orang yang pandai membangun hubungan antar pribadi bersifat luwes dan ulet. Mereka nenyadari bahwa setiap orang membutuhkan perlakuan yang berbeda. Salah satu cara untuk mengubah hubungan

hubungan yang beku adalah dengan cara mengubah menanganinya. lndividu yang berhasil mernperbaiki hubungan adalah orang yang bisa keluar dari kebiasaan, meskipun kebiasaan tersebut dalam beberapa cara yang baru dan berbeda. Hal ini beresiko, karena itu sangatlah penting untuk mengetahui caranya agar tidak rnembahayakan dirinya sendiri.

Selain itu Menurut Haryanto (2006) seseorang yang kecerdasan interpersonalnya baik memiliki ciri, diantaranya:

1. Mernpunyai banyak Teman. lndividu dengan kecerdasan interpersonal yang baik sangatlah rnudah untuk mendapatkan teman karena kemarnpuan serta ketrampilannya dalam bersosialisasi.

(54)

3. Banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah Bekerja dalam tim membutuhkan ketrampilan khusus, seperti

menyesuaikan diri dengan orang lain. Dengan ketrarnpilan seperti ini maka individu tersebut akan sangat menikmati kegiatan-kegiatan yang melibatkan kelompok. Selain itu berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antar temannya. Seseorang yang memahami orang lain akan berkomunikasi dengan lebih efektif, mempengaruhi apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang lain, dan menyelesaikan konflik dengan sikap yang sehat.

4. Berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain

Untuk menemukan motivasi seseorang, maka harus belajar dengan aktif mendengarkan, berempati, dan memahami sudut pandang orang lain.

5. Sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain

Kemampuannya untuk berkomunikasi dan menyelesaikan konflik maka akan mendorong untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang

berhubungan dengan orang lain.

(55)

2.3. Kerangka Berfikir

Hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat 「」セイェ。ュ。。ィ@ dengan kecerdasan Interpersonal pada siswa MA Arridho De1pok

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan berlainan suku dan bangsa agar saling mengenal. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah bisa hidup sendiri, ia akan selalu berusaha untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Pergaulan yang baik memberikan garansi kepada manusia untuk hidup yang lebih baik pula. Berkomunikasi adalah bagian yang diperlukan dalam hidup berdampingan dengan orang lain. Menyesuaikan diripun sebagai penunjang dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan orang yang ada disekitar.

Demikian pula kemampuan seseorang dalam berempati. Karena merupakan bagian dari seseorang untuk dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain. Salah satu kualitas hidup seseorang yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin pergaulan yang baik dengan orang lain adalah dengan memiliki kecerasan interpersonal. Menurut Gardner (2003)

(56)

Kecerdasan ini diperlukan untuk mempertinggi kemampuan bergaul atau bersosialisasi.

Hal ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang

mendukung dalam menciptakan dan membina pergaulan antar pribadi yang baik dan memuaskan yang meliputi kemampuan menyesuaikan diri,

menyelesaikan konflik, empati (memahami orang Jain), clan kemampuan dalam bermain tim/kelompok.

Menurut Mel Silberman & Freda Hansburg (2006) baik atau tidaknya

seseorang dalam kecerdasan interpersonalnya tergantung pada kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri, menyelesaikan konflik, empati, dan kemampuan dalam bermain tim/bagian kelompok.

Ada beberapa aspek dari shalat berjamaah yang erat kaitannya dengan upaya meningkatkan kecerdasan interpersonal pada diri individu. Aspek-apek tersebut antara lain:

(57)

seseorang untuk lebih berempati. Karena dengan berempati maka seseorang dapat berkomunikasi dengan lebih baik pula sehingga dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam meningkatkan kecerdasan interpersonalnya.

Pelafalan yang jelas dari imam untuk membaca lantunan ayat hingga

memudahkan para jamaah untuk memahami dan menghayati kandungan arti dalam ayat yang dilantunkan dalam shalat berjamaah, maka hal seperti ini akan memberikan pembelajaran bagi seseorang untuk rnemperhatikan cara dalam menyampaikan komunikasinya kepada orang lain. Menurut Said Wahf Al-Qathani (2005) dengan terbiasanya memperhatikan gerakan dan bacaan imam secara tepat, hingga tidak takbir sebelum imam takbir, tidak

mendahului dan juga tidak terlalu terlambat, tidak pula bebarengan dengan imam, tapi mengikutinya. Maka akan terbiasa pula dalam pengendalian dirinya. Demikian pula dalam hal berkomunikasi, maka seseorang haruslah berempati hingga tidak akan mudah menyela pembicaraan orang lain, sekaligus menghindari sikap tidak mau mengalah ketika berdiskusi dengan orang lain atau dalam artian mau menang sendiri.

2. Aspek perasaan kebersamaan.

(58)

berjamaah yang didalamnya terkandung nilai-nilai kebersamaan, dan didalam kebersamaan tersebut seseorang dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan sesama jamaah, dalam artian seorang jamaah tidal< boleh seenaknya melakukan shalatnya ditempat yang ia kehendaki, tetapi haruslah membaur dengan jamaah lain dan disertai dengan shaf yang rapat dan lurus. Misalnya shaf diluruskan bukan karena berdasakan jabatan, melainkan siapa yang datang lebih awal. Kebersamaan itu pula mengharuskan para jamaah agar mengingatkan imam secara serempak (bersama-sama) apabila imam tersebut melakukan kesalahan, bail< dalam gerakan atau bacaannya. Hal ini memberikan pembelajaran seseorang untuk dapat menyelesaikan konflik bersama. Kebersamaan juga melatih individu agar lebih berempati terhadap orang lain disekitarnya. Sikap berempati ini dicontohkan dalam shalat

berjamaah yakni berusaha untuk tidak membuat kegaduhan selama shalat berjamaah demi menciptakan ketenangan dan kekhusyukan para jamaah lainnya. Dengan kebersamaan pula akan mengikis perasaan terasing dalam diri seseorang.

3. Aspek interdependency (saling ketergantungan) dalam shalat berjamaah juga dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan l<emampuan dalam bermain tim/bagian kelompok. Hal ini didasarkan pada adanya pembagian yang menjadi imam dan menjadi makmum dalarn shalat berjamaah itu

(59)

yang menjadi imam dan makmum. Pemilihan imam dalam shalah berjamaah haruslah yang lebih fasih bacaannya dan sesuai dengan kriteria menjadi seorang imam, hal ini mengajarkan agar ketika memilih seorang pemimpin hendaklah diambil yang terbaik dan dapat menjadi teladan yang baik pula didalam anggota timnya.

Selain itu juga dapat melatih untuk menjadi tim yang kornpak, yakni dengan berusaha untuk mengikuti gerakan imam secara serempak, dan tidak pula terlambat dalam mengikuti shalat berjamaahnya. Menjadi imam memerlukan syarat-syarat tertentu atau kualifikasi tertentu, namun ュQセュゥャゥィ@ pemimpin harus ada syarat-syarat kriteria tertentu, sedangkan untuk menjadi rakyat atau masyarakat umum tidak perlu adanya "persyaratan" seperti memilih pemimpin. Disamping itu makmum suatu saatjuga dapat menjadi imam. Dengan demikian adanya imam adan makmum memberikan pembelajaran untuk dapat sebaik mungkin menjadi bagian dari suatu k:elompok.

(60)

berjamaah lainnya seperti shalat fardhu, shalat ldul Fitri, ldul Adha, shalat Tarawih, akan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi pada individu dengan adanya kebersamaan yang dirasakan pada waktu shalat berjamaah.

Menurut Mel Silberman & Freda Hansburg (2006) kemampuan

menyelesaikan masalah/konflik adalah salah satu hal y8ing harus dimiliki seseorang untuk dapat meningkatkan kecerdasan interpersonalnya. Para jamaah pula haruslah saling mengingatkan apabila ada jamaah lain untuk

lebih merapatkan shafnya tidak peduli apakah diantara jamaah yang bersebelahan tersebut terjadi konflik misalnya, maka hal ini akan sangat membantu bagi sesama jamaah tersebut untuk menyelesaikan konfliknya dengan mengucapkan salam "Assalamu'alaikum warohmatullah" yang

dilafalkan secara serentak pada akhir shalat berjamaah yang artinya "semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurahkan kepada anda semua!", yang kemudian bahkan dilanjutkan dengan saling berjabat tangan.

(61)

dan posisi wanita paling belakang. Apabila seorang jarnaah dalarn shalat berjarnaah terbiasa dengan rnengikuti ketentuan seperti ini, rnaka akan terbiasa pula untuk rnenyelesaikan konflik secara proporsional.

Selain itu shalat yang dilakukan rnakrnurn juga haruslah sarna dengan shalat yang dikerjakan oleh imam, jika imam shalat dhuhur rnaka rnakrnurn juga shalat dhuhur. lni rnengajarkan bahwa dalarn rnenyelesaikan konflik atau perrnasalahan juga diharapkan untuk rnenyelaraskan tujuan, bukan kernenangan. Begitu pula bila ada rnakrnurn rnasbuk (rnakrnurn yang

datangnya terlarnbat dalarn shalat berjarnaah, baik satu rakaat rnaupun lebih) rnaka ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan hingga rnakrnurn

rnasbuk tersebut rnasih bisa untuk rnengikuti shalat berjarnaah. Sarna halnya apabila imam rnelakukan kesalahan, baik itu bacaan atau gerakan, rnaka rnakrnurn wajib rnengingatkan. Dalarn hal ini rnengajarkan individu untuk bagairnana rnenyelesaikan sebuah perrnasalahan haruslah berdasarkan aturan yang benar, hingga tidak rnerugikan orang lain.

Siswa adalah bagian dari struktur sebuah lernbaga pendidikan, yakni sekolah. Sekolah rnerupakan lingkungan kedua bagi seorang siswa untuk dapat

(62)

akan didapatkan di lingkungan sekolah. Semakin siswa itu berbaur dan menjalin kebersamaan dengan siswa lainnya, maka akan terbangunlah kecerdasan interpersonalnya secara bertahap.

(63)
[image:63.595.42.447.147.475.2]

Gambar 2.1

Diagram Kerangka Berfikir

Keterangan: intensitas kebermaknaan shalat berjamaah yang baik memiliki hubungan dan mempengaruhi kecerdasan interpersonal dalam lingkup sosial seseorang. Semakin sering intensitas kebermaknaan shalat berjamaahnya, maka kecerdasan interpersonalnya akan semakin tinggi pula. Begitu pun sebaliknya, semakin berkurang intensitas kebermaknaan shalat

(64)

2.4.

Hipotesa Penelitian

a. Hipotesa llmiah

• Utama: Terdapat hubungan antara intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan kecerdasan interpersonal pada siswa MA Arridho depok.

• Khusus: Terdapat hubungan antara dimensi-dimensi shalat berjamaah (Rasa diperhatikan dan berarti, perasaan

kebersamaan, interdepency, pemecahan masalah, terapi

lingkungan) dengan dimensi-dimensi Kecerdasan Interpersonal (kemampuan bersosialisasi, menjadi bagian dari kelompok, menyelesaikan konflik, memahami orang lain, dan ketrampilan berkomunikasi).

b. Hipotesa Statistik

Hipotesa yang diajukan untuk permasalahan utama sebagai berikut: Iii Hipotesa Nol:

(65)

I.I

Hi potesa Alternatif

Terdapat korelasi yang signifkan antara total skor intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan total skor kecerdasan interpersonal pada sampel penelitian.

Hipotesa yang diajukan untuk permasalahan khusus sebagai berikut:

I.I

Hipotesa Nol:

Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara total skor aspek pada intensitas kebermaknaan shalat berjamaah dengan total skor aspek kecerdasan interpersonal pada sampel penelitian.

I.I

Hipotesa Alternatif
(66)

BAB3

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metodelogi Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2002) penelitian kuantitatif yaitu data yang dihasilkan dari serangkaian pengukuran suatu observasi yang dinyatakan dengan angka dan analisa dengan uji statistik. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode penelitian korelasional. Sevilla (1993) mengatakan bahwa metode penelitian korelasional yakni penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.

3.1.2. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

a. lndependen Variabel : Variabel lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah

(67)

lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah adalah ukuran atau tingkatan rasa kebermaknaan dalam diri siswa terhadap shalat yang dilakukan bersama dengan ketentuan ada yang sebagai imam dan makmum.

Adapun aspek-aspek dari intensitas kebermaknaan shalat berjamaah antara lain:

1. Frekuensi rasa diperhatikan dan memperhatikan

2. Frekuensi perasaan kebersamaan

3. Frekuensi interdependency

4. Frekuensi pemecahan masalah

b. Dependen Variabel : Variabel Kecerdasan Interpersonal yang didapat dari skor pada skala kecerdasan interpersonal.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

(68)

Adapun aspek-aspek dari kecerdasan interpersonal antara lain: 1. Kemampuan menyesuaikan diri

2. Menyelesaikan konflik 3. Memahami orang lain

4. Kemampuan menjadi pemain tim/bagian dari kelompok.

3.2. Teknik Pengambilan Sampel

3.2.1.

Populasi dan Sampel

Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah siswa MA Arridho Depok yang berjumlah 168 siswa. Kemudian peneliti mengambil sampel sesuai dengan permasalahan penelitian. Adapun jumlah sampel dari penelitian ini yaitu:

a. Kelas X (18 siswa) b. Kelas XI (16 siswa) c. Kelas XII (16 siswa)

3.2.2.

Teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah tergolong dalam

Probability Sampling. Anggraini (1979) mengatakan bahwa probability

sampling adalah metode pengambilan sampel yang menggunakan pemilihan

(69)

sedemikian rupa sehingga menjamin setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun bentuk dari pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Proportional atau Quota Random Sampling. Menu rut Anggraini (1979) Quota

Random Sampling adalah pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan

secara acak dengan memperhatikan strata secara prop()rsi dalam populasi tersebut. Populasi dibagi menjadi dua segmen atau lebih yang mutually exclusive yang disebut strata, berdasarkan kategori-katHgori dari satu atau lebih variabel yang relevan, baru kemudian dilakukan Simple Random Sampling.

(70)

3.3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Berikut akan dijelaskan mengenai teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

3.3.1 Metode dan lnstrumen Pengumpulan Data

(71)

Pilihan Jawaban SS

s

TS STS Pilihan Jawaban TP Jr Sr SI

Table 3.1

Penyekoran Skala jawaban

Favorable 4 3 2 1 Favorable 4 3 2 1 Unfavorable 1 2 3 4 Unfavorable 1 2 3 4

[image:71.595.28.446.149.499.2]
(72)

Rancangan penyusunan penelitian dimuat dalam blue print (kisi-kisi) angket untuk siswa MA Arridho sebagai berikut:

3.3.1.1. Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah

Adapun skala dari intensitas kebermaknaan shalat berjamaah ini berdasarkan empat aspek, yaitu frekuensi rasa diperhatikan dan memperhatikan,

perasaan kebersamaan, interdependency, dan pemecahan masalah.

Tabel

3.2

Penyebaran Item Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah

Item Dimensi

Favorable Unfavorable

Frekuensi

3, 9, 29, 31, 32, 34,

24,27, 33,42,46,47

Rasa Diperhatikan dan

35,36,38, 39,49

Memperhatikan dalam Shalat Berjamaah

Frekuensi

5, 6,8, 13, 15, 19, 26,

14, 16, 22, 23, 43, 45

Perasaan Kebersamaan

30,48

[image:72.595.27.438.219.685.2]
(73)

Frekuensi 1, 2, 7,12, 18, 40, 50 4, 10, 11 lnterdepency dalam

Shalat Berjamaah

Frekuensi 20,28,44 17,21,25, 37,41

Pemecahan Masalah dalam Shalat

Berjamaah

Jumlah 30 20

Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah ini memiliki format respon dengan empat skala jawaban (Tidak Pernah, Jarang, Sering, Selalu). Format ini mengharuskan responden memilih salah satu dari empat alternatif.

jawaban.

Masing-masing item pada skala ini memiliki rentang skor 1 sampai 4.

(74)

Tabel

3.3.

Penyekoran Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah

Skala Skor Positif Skor Negatif

Tidak Pernah 1 4

Jarang 2 3

Sering 3 2

Selalu 4 1

3.3.1.2. Skala Kecerdasan Interpersonal

[image:74.595.40.439.155.477.2]
(75)
[image:75.595.31.442.141.640.2]

Berikut ini tabel yang menggambarkan penyebaran item-item skala Kecerdasan Interpersonal.

Tabel 3.4

Penyebaran Item Skala Kecerdasan Interpersonal

Dimensi Item

Favorable Unfavorable

Kemampuan

10,

11,

14, 23, 25, 31,

9,20, 24,28,45,48, 50

menyesuaikan diri

33,35,43,44

Menyelesaikan konflik

4, 17,22,29, 32, 38,

21,27, 34,39

40,44

Memahami orang lain

1,5,12,37

2,6, 19

Kemampuan menjadi

3, 7, 15,26, 36,41,47

8, 13, 16, 18, 30,42,46

pemain tim/bagian dari kelompok

(76)

Skala kecerdasan interpersonal ini memiliki format respon dengan empat skala jawaban (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, sangat tidak sesuai). Format ini mengharuskan responden memilih salah satu dari empat alternatif jawaban.

Masing-masing item pada skala ini memiliki rentang skor 1 sampai 4. Adapun contoh-contoh pernyataan dalam skala kecerdasan interpersonal ini

diperlihatkan label 3.4.

Tabel 3.5.

Penyekoran Skala Kecerdasan interpersonal

Skala Skor Positif Skor Negatif

Sangat Tidak Sesuai 1

4

Tidak sesuai 2 3

Sesuai 3 2

Sangat Sesuai

4

1

3.3.2. Teknik Uji lnstrumen Penelitian

[image:76.595.42.440.149.545.2]
(77)

Uji instrumen ini dilakukan pada tanggal 11, 12 Maret 2008. Adapun tujuan dari dilakukannya uji instrumen ini adalah:

a. Mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan responden dalam menyelesaikan instrumen.

b. Mengetahui pemahaman responden terhadap item-item yang diterima. c. Mengetahui tingkat validitas instrumen, dimana skor tiap item akan dikorelasikan dengan skor total.

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik uji validitas dengan rumus Pearsons product moment sebagai berikut:

keterangan:

rxy = koefisien korelasi variabel X dan variabel Y

2:

XY = jumlah hasil perkalian skor X dan Y

2:

X

=

jumlah nilai tiap butir item

2:

Y

=

jumlah nilai skor total
(78)

d. Mengetahui tingat reliabilitas instrumen yang digunaka

Gambar

Tabel 3.1 (Penyekoran Skala Jawaban) ........................... ....................
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berfikir
Table 3.1 Penyekoran Skala jawaban
Tabel 3.2 Penyebaran Item Skala lntensitas Kebermaknaan Shalat Berjamaah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sharafuddin Idris Shah Alhaj Ibni Almarhum Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah Alhaj•Canselor Universiti Putra Malaysia-Duli Yang Maha Mulia Sultan Sharafuddin Idris Shah Alhaj

Namun klindamisin lebih efektif dalam penggunaan terapi infeksi bakteri terutama yang disebabkan oleh bakteri anaerob dan dapat digunakan pula untuk terapi

tindakan dari Aparatur Sipil N~gara, dimana sebagai Pegawai Negeri Sipil memang harns memperlihatkan sebuah prestasi kerja lebih menonjolkan kepada prestasi kerja bukan hanya

Skripsi yang berjudlrll: Manajemen Perubahan di MTsN 3 Baniar, Nama Siti Mawardah, NIM 1401260971, telah diujikan dalam Sidang Tim Penguji skripsi Fakultas Tarbiyah dan

0DV\DUDNDW 0DOXNX PHUXSDNDQ VDODK VDWX NRPXQLWDV PDV\DUDNDW GL 1XVDQWDUD \DQJ VDQJDW NHQWDO PHQMDODQNDQ WUDGLVL VHSHUWL SHQJKRUPDWDQ WHUKDGDS DUZDK OHOXKXU DWDX WHWH PR\DQJ GDQ

SS0264 FALISHA RAIHANA ALEXANDRIA SEKOLAH GLOBAL MANDIRI CIBUBUR SS0075 CHUEN FUNG HOW SINGAPORE SCHOOL, BONA VISTA SS0068 REHAN CYRUS POONAWALLA SINGAPORE SCHOOL, BONA VISTA

Hasil pengukuran terhadap persen penurunan intensitas warna larutan menunjukkan bahwa urutan penurunan intensitas warna larutan menggunakan bentonit teraktivasi asam &gt;

After Volcano Erupsion digunakan sebagai sumber warna, bentuk, dan reka bahan dalam konsep desain koleksi busana Ready to wear Deluxe.. Tugas akhir ini terinspirasi dari bencana