• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET

TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA

(BUMN)

OLEH :

BORNOK MARIA IRENE NABABAN

NIM.087005020/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET

TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA

(BUMN)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Utara

OLEH :

BORNOK MARIA IRENE NABABAN

087005020/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

JUDUL TESIS : TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

NAMA MAHASISWA : BORNOK MARIA IRENE NABABAN

NOMOR POKOK : 087005020/HK

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof.Dr.Bismar Nasution,SH,MH)

(Prof.Dr.Ningrum N.Sirait,SH,MLI)

Anggota Anggota

(Dr.Mahmul Siregar,SH,M.Hum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH) (Prof.Dr.Runtung,SH,M.Hum)

(4)

Telah diuji pada : Tanggal 25 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H,M.H Anggota : 1. Prof.Dr.Ningrum N.Sirait,S.H,M.LI

(5)

ABSTRAK

Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU, dimana direksi harus mendapat persetujuan dari Menteri BUMN sebagai pemegang saham dan begitu juga dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara, karena tanah eks HGU menjadi milik negara maka hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara.

Penelitian menggunakan penelitan deskriptif analitis, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN

).

Dari hasil penelitian diketahui, Direksi BUMN dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pasal 7 ayat 1 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89/KMK.013/1999 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara dan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42/HGU/BPN/2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, yang menyatakan pada bagian memutuskan diktum ketiga dan keempat. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban sebagai direksi BUMN, karena direktur utama PTPN.II (Persero) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Prop.Sumatera Utara. Direksi BUMN dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara harus berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) harus bertanggung jawab terhadap hasil pelepasan asset yang tidak masuk ke kas negara melainkan ke kas perusahaan yang mengakibatkan kerugian pada negara.

Disarankan kepada Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan tata cara pelepasan asset tidak bergerak yang diatur dalam BUMN, sehingga tidak ada tuntutan dikemudian hari yang menyebabkan kerugian bagi direksi BUMN itu sendiri. Disarankan Direksi BUMN harus lebih berhati-hati dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak ke kas negara, apabila hasil pelepasan asset tidak bergerak ingin dimasukkan ke kas perusahaan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku wakil negara dalam menjalankan perusahaan di BUMN dan sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.

(6)

ABSTRACT

Board of Directors in conducting the release of assets do not move in the form of land transfers ex HGU, where directors must be approved by the Minister of BUMNs as a shareholder, and so are the immovable asset disposal proceeds should go into state coffers, because the ex HGU land belonged to the state asset disposal proceeds should not move into the treasury.

The research uses descriptive analytical research, which describes / presents at once analyzed the responsibilities of directors in the release of assets do not move to the State Owned Company (BUMNs).

From the survey results revealed, the Board of Directors in conducting the release of state-owned immovable assets should be in accordance with the regulations that apply are based onArticle 7 paragraph 1 of the Decree of the Minister of Finance on Guidelines No.89/KMK.013/1999 transfer of Fixed Assets of State-Owned Enterprises and Decree of the Head of National Land Agency No.42/HGU/BPN/2002 on the granting of extension of time Hak Guna Usaha of land situated in Deli Serdang regency, North Sumatra Province, which states in part decide the third and fourth dictum. So the president PTPN.II (Persero) can not be requested liability as directors of state enterprises, since the maindirector PTPN.II (Persero) has been carrying out their duties properly in the release of immovable assets of the land area of 78.16 hectares located in the Village Trade filigree , Kec.TanjungMorawa, North Prop.Sumatera. Directors of state enterprises in entering the asset disposal proceeds do not move that does not go into state coffers must be based on Article 31, paragraph 1 ofRegulation of the Minister for State Enterprises Number: PER-02/MBU/2010 concerning Procedures for transfer of fixed assetsand write-State Owned Enterprises. So the president PTPN.II(Persero) shall be responsible for the release of assets that do notgo into the state treasury but to the company's cash which resulted in losses to the state.

It is recommended to the Board of Directors in conducting the release of assets do not move should be in accordance with the procedures for the release of immovable assets provided for in state enterprises, so there is no demand in the future that causes harm to directors of state enterprises themselves. Directors advised BUMNs should be more cautious in entering assetdisposal proceeds did not move into the state treasury, assetdisposal proceeds, if not move to put the cash advance companiesmust obtain permission from the Minister of BUMNs as representative of the state in running the state-owned companies and as ashareholder in the company.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

hanya dengan berkatnyalah penulis dapat menyelesaikan penulis tesis ini dengan

judul “TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)”. Penulis tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

pada program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,

oleh karnanya Penulis sangat berterima kasih. Rasa terima kasih tersebut secara

khusus Penulis sampaikan kepada para dosen pembimbing yaitu : Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., Ibu Prof.Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI., Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., atas segala bimbingan, koreksi dan perbaikan yang diberikan guna penyempurnaan penulisan Tesis ini.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen

penguji yaitu : Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., dan Bapak Dr.Dedi Harianto, S.H., M.Hum., yang walaupun dalam kapasitas sebagai penguji, namun telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada Penulis.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan

arahan konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna

(8)

Demikian juga rasa terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis

sampaikan dengan hormat kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi

Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, MH., Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan Tesis

ini.

3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, khususnya Bapak dan Ibu dosen pada Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum,

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat

bermanfaat kepada Penulis, selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar

mengajar di bangku kuliah.

4. Rekan-rekan mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara khususnya seangkatan penulis, yang telah banyak

membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

5. Seluruh staf/pegawai di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Posman Nababan dan Ibunda Barita Rotua

(9)

memberikan dorongan dan semangat untuk terus menuntut ilmu, sehingga

memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan yang lebih

tinggi lagi, di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Saudara-saudaraku Abangda Manaor Bismar Nababan, Adinda Lamtiur Imelda

Nababan, Hotma Febrina Nababan dan Christina Hasian Nauli Nababan yang telah

memberikan kasih sayang dan juga mengorbankan sebahagian kebahagiaannya,

baik waktu, tenaga maupun pikiran demi tercapaiya cita-cita Penulis untuk

menyelesaikan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah

diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang

melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat

memberikan manfaat bukan hanya kepada diri Penulis, tetapi juga kepada

masyarakat, khususnya masyarakat dilingkungan pendidikan hukum. Semoga

penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi

rekan-rekan praktisi hukum demi tegaknya supermasi hukum di negeri ini.

Amien.... Medan, Juli 2011

Penulis,

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Bornok Maria Irene Nababan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl lahir : Medan/18 Oktober 1985

Agama : Kristen

Alamat : Jln.Jenggala No.64 Medan

PENDIDIKAN

1991-1997 : SD.Santo Yoseph Medan

1997-2000 : SLTP Methodist-I Medan

2000-2003 : SMU Methodist-I Medan

2003-2007 : Universitas HKBP Nommensen

2008-2011 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 22

C. Tujuan Penelitian ... 23

D. Manfaat Penelitian ... 23

E. Keaslian Penelitian ... 24

F. Kerangka Teoritis dan Koseptual ... 25

1. Kerangka Teoritis ... 25

2. Kerangka Konseptual ... 36

G. Metode Penelitian ... 38

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 38

2. Sumber Data Penelitian ... 39

3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

4. Analisis Data ... 40

(12)

A. Pengertian BUMN ... 42

B. Tujuan Pendirian BUMN ... 46

C. Penyertaan Modal Negara ... 49

D. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero ... 53

E. Jenis-Jenis BUMN ... 60

1. Perusahaan Umum (Perum)... 60

2. Perusahaan Perseroan (Persero)... 62

F. Organ-Organ Persero ... 63

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 63

2. Direksi ... 64

3. Komisaris ... 71

G. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas ... . 73

H. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang BUMN ... . 82

I. Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN ... .... 85

1. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelep san Asset Tidak Bergerak Pada BUMN Terhadap Putusan Nomor a :1491/PID.B/2006/PN-LP... 90

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI BUMN TERH DAP HASIL PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK A YANG TIDAK MASUK KE KAS NEGARA DALAM P TUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP…………... 109

(13)

B. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Pidana ... 116

C Tanggung Jawab Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara . . 128

1. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN Terhadap Putusan Nomor: 1491/PID.B/2006/PNLP... 130

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 148

(14)

ABSTRAK

Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU, dimana direksi harus mendapat persetujuan dari Menteri BUMN sebagai pemegang saham dan begitu juga dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara, karena tanah eks HGU menjadi milik negara maka hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara.

Penelitian menggunakan penelitan deskriptif analitis, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN

).

Dari hasil penelitian diketahui, Direksi BUMN dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pasal 7 ayat 1 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89/KMK.013/1999 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara dan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42/HGU/BPN/2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, yang menyatakan pada bagian memutuskan diktum ketiga dan keempat. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban sebagai direksi BUMN, karena direktur utama PTPN.II (Persero) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Prop.Sumatera Utara. Direksi BUMN dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara harus berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) harus bertanggung jawab terhadap hasil pelepasan asset yang tidak masuk ke kas negara melainkan ke kas perusahaan yang mengakibatkan kerugian pada negara.

Disarankan kepada Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan tata cara pelepasan asset tidak bergerak yang diatur dalam BUMN, sehingga tidak ada tuntutan dikemudian hari yang menyebabkan kerugian bagi direksi BUMN itu sendiri. Disarankan Direksi BUMN harus lebih berhati-hati dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak ke kas negara, apabila hasil pelepasan asset tidak bergerak ingin dimasukkan ke kas perusahaan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku wakil negara dalam menjalankan perusahaan di BUMN dan sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.

(15)

ABSTRACT

Board of Directors in conducting the release of assets do not move in the form of land transfers ex HGU, where directors must be approved by the Minister of BUMNs as a shareholder, and so are the immovable asset disposal proceeds should go into state coffers, because the ex HGU land belonged to the state asset disposal proceeds should not move into the treasury.

The research uses descriptive analytical research, which describes / presents at once analyzed the responsibilities of directors in the release of assets do not move to the State Owned Company (BUMNs).

From the survey results revealed, the Board of Directors in conducting the release of state-owned immovable assets should be in accordance with the regulations that apply are based onArticle 7 paragraph 1 of the Decree of the Minister of Finance on Guidelines No.89/KMK.013/1999 transfer of Fixed Assets of State-Owned Enterprises and Decree of the Head of National Land Agency No.42/HGU/BPN/2002 on the granting of extension of time Hak Guna Usaha of land situated in Deli Serdang regency, North Sumatra Province, which states in part decide the third and fourth dictum. So the president PTPN.II (Persero) can not be requested liability as directors of state enterprises, since the maindirector PTPN.II (Persero) has been carrying out their duties properly in the release of immovable assets of the land area of 78.16 hectares located in the Village Trade filigree , Kec.TanjungMorawa, North Prop.Sumatera. Directors of state enterprises in entering the asset disposal proceeds do not move that does not go into state coffers must be based on Article 31, paragraph 1 ofRegulation of the Minister for State Enterprises Number: PER-02/MBU/2010 concerning Procedures for transfer of fixed assetsand write-State Owned Enterprises. So the president PTPN.II(Persero) shall be responsible for the release of assets that do notgo into the state treasury but to the company's cash which resulted in losses to the state.

It is recommended to the Board of Directors in conducting the release of assets do not move should be in accordance with the procedures for the release of immovable assets provided for in state enterprises, so there is no demand in the future that causes harm to directors of state enterprises themselves. Directors advised BUMNs should be more cautious in entering assetdisposal proceeds did not move into the state treasury, assetdisposal proceeds, if not move to put the cash advance companiesmust obtain permission from the Minister of BUMNs as representative of the state in running the state-owned companies and as ashareholder in the company.

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang

kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih

meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan

landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perekonomian dunia dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sekarang dan akan

terus berlanjut pada masa yang akan datang, juga perlu dukungan lembaga perseroan

terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif

yang tentunya digerakkan dalam kerangka yang kokoh dari undang-undang yang

mengatur tentang perseroan terbatas.1

Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling

disukai saat ini, di samping karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas,

perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik atau pemegang

sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual

1

(17)

seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.3

Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang berhak menjadi pemegang

hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau kekayaan

tertentu. Hanya subjek hukum yang merupakan individu (orang-perorangan) yang

dinilai memiliki kecakapan melakukan perbuatan melawan hukum serta

mempertahankan haknya di dalam hukum, juga badan hukum yang merupakan

artificial person yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum untuk memenuhi

perkembangan kebutuhan kehidupan masyarakat.4

Sebagai badan hukum, pada prinsipnya perseroan terbatas dapat memiliki

segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh perorang, dengan pengecualian

hal-hal yang bersifat pribadi, dan hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorang,

seperti yang diatur dalam buku pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), dan sebagian dari buku kedua KUHPerdata tentang kewarisan.

Salah satu yang paling penting dalam menjalankan kegiatan perseroan

2

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung : CV.Nuansa Aulia, 2006), hlm.43.

3

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 4

(18)

adalah direksi. Di samping cukup penting karena direksilah yang mengendalikan

perusahaan dan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika

masyarakat awam berpandangan posisi direksi dalam suatu perusahan acap kali

diidentikkan dengan pemilik perusahaan. Pandangan demikian tidaklah sepenuhnya

dapat disalahkan, terlebih lagi dalam perusahan tertutup dimana pemegang sahamnya

didominasikan oleh kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk diposisi

direksi pun adalah kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk diposisi

direksi pun adalah kalangan perusahaan sendiri.5

Keberadaan direksi dalam suatu perusahaan merupakan keharusan atau

dengan kata lain wajib memiliki direksi. Direksi dalam perseroan terbatas ibarat

nyawa bagi perseroan jadi tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi.

Sebaliknya tidak mungkin direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu

keberadaan direksi bagi perseroan sangat penting sekalipun perseroan terbatas

sebagai badan hukum yang mempunyai kekayaan terpisah dengan direksi. Tetapi hal

itu berdasarkan fiksi hukum bahwa perseroan dianggap seakan-akan sebagai subyek Menurut pasal 1 angka 5 dari

Undang-Undang Nomor : 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) direksi

adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun di luar Pengadilan sesuai

dengan ketentuan anggaran dasar.

5

(19)

hukum sama seperti manusia. Di dalam menjalankan tugas tersebut, direksi diberikan

hak dan kekuasaan penuh dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan

yang dilakukan direksi dianggap dan diperlukan sebagai tindakan dan perbuatan

perseroan sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam

anggaran dasar perseroan, maka perseroan yang akan menanggung akibat dari

perbuatan direksi. Sedangkan tindakan direksi yang merugikan perseroan, yang

dilakukan diluar batas dari kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran

dasar, dapat tidak diakui oleh perusahaan. Dengan demikian direksi bertanggung

jawab secara pribadi atas setiap tindakannya diluar batas kewenangan yang diberikan

dalam anggaran dasar perseroan.6

Di Indonesia, hubungan antara direksi dengan perusahaan adalah hubungan

bersifat kontraktual, yang artinya meskipun secara faktual antara direksi dengan

perusahaan tidak menandatangani suatu kontrak apapun, tetapi dalam hukum

dianggap ada kontrak pemberian kuasa. Sebagai konsekuensi yuridisnya, Direksi

sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari kekuasaan yang

diberikan kepadanya dimana kekuasan direksi dapat dilihat dalam anggaran dasar

perseroan.

Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan, direksi tidak hanya

bertanggung jawab kepada perseroan dan pemegang saham perseroan melainkan juga

kepada pihak ketiga yang berhubungan dengan perseroan baik langsung maupun

6

(20)

tidak langsung dengan perseroan. Oleh karena itu direksi dalam kewajiban atau

tindakan hukum berdasarkan kemauan serta kehati-hatian (duty of skill and care)

yang bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan

perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk

didalamnya kepentigan pihak kreditor perseroan.7

Dalam fiduciary duty, direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak

atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam anggaran dasar. Setiap tindakan

yang dilakukan oleh direksi diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak

mengikat perseroan. Ini berarti direksi memiliki legitimasi dalam bertindak atas nama

dan untuk kepentingan perseroan. 8

Pada dasarnya direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus

senantiasa bertindak dengan itikad baik, senantiasa memperhatikan kepentingan

perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata, kepengurusan

perseroan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang

diberikan kepadanya dengan tingkat kecermatan yang wajar dengan ketentuan bahwa

Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang

lingkup geraknya sendiri dan tidak diperkenankan melakukan tindakan yang dapat

menyebabkan benturan kepentingan antara kepentingan perseroan dengan

7

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : PT.Citra Aditya Bhakti, 2002), hlm.20-21.

8

(21)

kepentingan direksi. Keempat hal tersebut menjadi penting artinya karena empat hal

tersebut mencerminkan bahwa antara direksi dan perseroan terdapat suatu bentuk

hubungan saling ketergantungan dimana perseroan bergantung kepada direksi sebagai

organ yang dipercayakan untuk melakukan kepengurusan sedangkan perseroan

merupakan sebab keberadaan direksi tanpa perseroan, tidak pernah ada direksi. Dari

penjelasan dapat disimpulkan bahwa direksi merupakan organ kepercayaan perseroan

yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya

untuk mencapai tujuan dan kepentingan perseroan.9

Pelanggaran terhadap fiduciary duty adalah pelanggaran-pelanggaran hukum

dan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dan atas namanya

melakukan gugatan terhadap pihak yang menerbitkan kerugian tersebut. Dalam hal

pelanggaran fiduciary duty oleh direksi, ada kepentingan yang harus diperhatikan

yaitu kepentingan perseroan, kepentingan pemegang saham perseroan khususnya

pemegang saham minoritas dan kepentingan pihak ketiga yang berhubungan hukum

dengan perseroan khususnya kepentingan dari para kreditor perseroan.10

Pertanggung jawaban secara pribadi sampai harta kekayaan pribadi bagi

direksi, atas keputusan bisnis yang merugikan perseroan telah menjadi perdebatan

yang sejak lama. Di Amerika mengenal istilah business judgment rule, yang artinya

untuk melindungi kepentingan anggota direksi dari pertanggung jawaban diambilnya

9

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.22-24.

10

(22)

keputusan suatu usaha tertentu yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan.

Menurut business judgment rule, pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak

dapat diganggu gugat lagi atau ditolak oleh pengadilan atau pemegang saham. Para

anggota direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul

karena telah diambilnya pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan

sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.11

Beberapa Pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan seorang anggota

direksi tidak dapat diganggu gugat lagi kecuali apabila pertimbangan tersebut

didasarkan atas kecurangan, menimbulkan benturan kepentingan, atau merupakan

perbuatan yang melanggar hukum. Perlindungan business judgment rule dikatakan

tidak berlaku bagi anggota direksi perseroan jika dalam transaksi bisnis yang

dilakukan oleh direksi, bahwa direksi tersebut telah berupaya mengedepankan

kepentigan pribadinya atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi

yang dilakukannya demi kepentingan pribadinya. Jadi business

judgment rule, para direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan apabila

anggota direksi dalam mengambil suatu pertimbangan diketahui telah melakukannya

dengan itikad baik.12

Dalam Pasal 97 ayat (5) menyebutkan ”bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jika dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telh melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

11

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.99.

12

(23)

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atas berlanjutnya kerugian tersebut.

Tanggung jawab direksi perseroan berdasarkan ketentuan UUPT dapat

diimplementasikan dalam ketentuan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

khususnya Perseroan. Hal ini didasarkan ketentuan Pasal 11 UU No. 19 Tahun

2003 tentang BUMN yang menyatakan BUMN yang khususnya Persero berlaku

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaiamana

telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor : 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Pada saat menyusun Undang-Undang Dasar 1945, para perintis kemerdekaan

menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal

yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Indonesia hanya memiliki

sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi yang lain

seperti modal dan teknologi belum tersedia. Atas dasar kenyataan inilah kemudian

dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi dan

kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Berawal dari pasal 33 UUD 1945 dirumuskanlah strategi politik ekonomi Indonesia.

Dalam strategi ini negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan

mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Nasionalisasi

(24)

Secara eksplisit Pasal 33 UUD 1945 ini menyatakan bahwa negara akan

mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu pasal 33 UUD 1945

masih tercantum dalam konstitusi, selama itu pula keterlibatan Pemerintah (termasuk

BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Namun demikian,

dalam realitanya seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung pada tingkat efisiensi

dan kinerja dari BUMN itu sendiri.13

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan

barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat. Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu

mempertahankan keberadaanya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin

terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan

profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya.

Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola

perusahaan. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor atau perintis

dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu BUMN

juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan pengembangan usaha

kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara

yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden dan hasil privitasasi.

13

(25)

Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir

seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan,

kehutanan,dll.14

Pada saat ini permasalahan yang menyangkut BUMN khususnya yang

berbentuk perseroan terbatas (Persero) banyak mendapat sorotan dan perhatian publik

baik dari pakar ahli hukum, lembaga swadaya masyarakat maupun dari aparat

penegak hukum. Fenomena ini muncul sejak reformasi pada tahun 1998 yang

menuntut dilaksanakan perubahan secara total. Pengaturan tentang perseroan terbatas

sebagai suatu badan hukum telah ada dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT. Di dalam UUPT juga terdapat

ketentuan mengenai tanggung jawab direksi atas pengurusan perseroan. Hal ini dapat

dilihat dalam Pasal 92 ayat 1 UUPT dan Pasal 98 ayat 1 UUPT.

Tujuan didirikannya BUMN diarahkan untuk mencapai dua tujuan yaitu

tujuan komersial dan tujuan sosial. Komersial karena dituntut untuk mengejar

keuntungan, sedangkan sosial dituntut untuk mengembangkan misi sosial dengan cara

memberikan bimbingan dan bantuan kepada ekonomi lemah, koperasi dan

masyarakat. Di dalam UU BUMN dinyatakan bahwa terhadap BUMN berlaku

undang-undang ini, anggaran dasar dan ketentuan perundangan lainnya. Yang

dimaksud dalam perundangan lainnya adalah undang-undang Nomor 1 Tahun 1995

(saat ini telah diganti dengan UU No.40 tahun 2007) termasuk perubahannya jika ada

14

(26)

dan peraturan pelaksanannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang

mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh Departemen/

lembaga non departemen.15

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.16

Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian

besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta

membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya

cukup besar

Untuk menjalankan perseroan harus mempunyai organ-organ perseroan.

Organ yang dimaksud adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, dan

Direksi.

. Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa pendirian, pengurusan dan

pengawasan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

dibidang Perseroan Terbatas. Yang artinya adalah bahwa terhadap BUMN Persero

berlaku undang-undang perseroan terbatas yaitu undang-undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang perseroan terbatas.

17

15

Lihat Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Di dalam hukum perusahaan mengajarkan bahwa diantara ketiga organ

perusahaan tersebut, RUPS merupakan organ dengan kekuasaan yang tertinggi dalam

16

Lihat Pasal 1 angka (1). 17

(27)

suatu perseroan terbatas. Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan

pemberhentian cukup dilakukan dengan Keputusan Menteri. Keputusan Menteri

tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil

secara sah dalam RUPS. Karena modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau

paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia yang diwakili oleh Menteri. Menteri yang ditunjuk mewakili Negara selaku

pemegang saham dalam setiap keputusan tertulis yang berhubungan dengan persero

adalah merupakan keputusan RUPS.18

Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan persero

adalah direksi. Disamping cukup penting, karena direksilah yang mengendalikan

perusahaan dan kegiatan sehari-hari.

RUPS dapat melakukan tindakan berupa

pemberhentian sementara atau tetap terhadap direksi perseroan apabila ditemukan

bukti-bukti penyimpangan yang merugikan perusahaan atau merugikan keuangan

negara serta dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian

atau kejaksaan maupun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk di

proses secara pidana. Di samping itu pemegang saham dengan hak suara minimal 10

% (sepuluh persen) dapat menggugat direksi untuk mempertanggungjawabkan

perbuatan atau tindakannya yang merugikan perseroan.

19

18

Pasal 14 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Menurut pasal 1 angka 9 dari Undang-Undang

No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ”direksi adalah organ BUMN yang bertanggung

19

(28)

jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta

mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.”

Kalau dikaji lebih dalam bukankah kewenangan perwakilan yang diemban

direksi itu timbul karena adanya pengangkatan oleh rapat umum pemegang saham

sebagai organ persero yang mempunyai wewenang mengangkat direksi, sesuai

dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU BUMN. Pengangkatan ini bersifat sepihak,

sebab pengangkatan adalah perintah untuk melakukan pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, mewakili BUMN didalam

maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Kewenangan

untuk mewakili berdasarkan pengangkatan itu menjadi hapus atau tidak ada ketika

kewenangan mewakili itu ditarik kembali atau orang yang mewakili meninggal dunia.

Oleh sebab itu Pasal 16 ayat (4) UU BUMN, yang mengatakan bahwa anggota direksi

diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Keputusan RUPS

untuk mengangkat direksi itu biasanya disertai dengan penetapan gaji, honorium dan

fasilitas lainnya didelegasikan dengan dewan komisaris.

Pengaturan mengenai pengurusan BUMN diatur dalam UU BUMN yang

menyatakan bahwa20

1. Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. :

2. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar Pengadilan. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar

BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,

20

(29)

pertanggung jawaban serta kewajaran.

Meskipun kedudukan Menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan

kepada perorangan dan badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal

tertentu Penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Menteri

yang berwenang. Hal ini perlu mendapat perhatian terlebih dahulu dari Menteri

mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan persero.21

Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undang-undang

kepada direksi agar direksi dapat melakukan tindakan hukum yang diperlukan.

Atau kewenangan pengurusan dipercayakan kepada direksi agar direksi dengan

itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan

perseroan. Namun demikian ada kalanya dalam pengurusan dijumpai hal-hal

sebagai berikut. Sebagai contoh terkaitnya "pertentangan/benturan

kepentingan" antara direksi secara pribadi dengan perseroan22

1. Direktur tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.

, antara lain

sebagai berikut:

2. Direktur tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya.

3. Direktur tidak boleh menggunakan jabatannya mendapatkan keuntungan pribadi.

4. Direktur tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan di dalam hubungan fidusianya dengan perusahaan.

21

Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

22

(30)

Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang yang harus

dilaksanakan dengan baik. Jika tugas dan kewajiban tersebut dilalaikan atau

telah terjadi penyalahgunaan jabatan atau membawa konsekuensi terhadap

pejabat yang bersangkutan. Demikian direksi bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili

perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Direksi dalam menjalankan

jabatannya harus berorientasi semata-mata untuk kepentingan dan tujuan

perseroan. Semua tindakan dan keputusan yang diambil harus dilakukan demi

kepentingan umum dan tujuan perseroan.

Dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas ketentuan dimaksud,

komisaris dapat mengusulkan pemberhentian direksi. Tidak jarang terjadi bahwa

walaupun komisaris, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun akuntan publik

tidak menemukan adanya penyimpangan keuangan negara atau perseroan dan laporan

pertanggung jawaban direksi telah diterima oleh RUPS tidak menjamin bagi Direksi

untuk tidak diperiksa oleh aparat penegak hukum. Alasan pemeriksaan sering

didasarkan hanya pada adanya laporan dan pengaduan masyarakat. Tindakan ini tidak

logis dari segi analisis yuridis, karena secara yuridis apabila pertanggung jawaban

direksi telah diterima dan disetujui oleh RUPS selaku pihak yang berkepentingan

melindungi perseroan dari kerugian yang diakibatkan direksi atau selaku pemegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan maka pihak lain (instansi/lembaga pemerintahan

(31)

Hal ini timbul karena kurang pemahaman tentang hukum perusahaan dan

adanyan disharmonisasi antara hukum perusahaan dengan hukum keuangan negara.

Sehingga aparat penegak hukum selalu mengedepankan peraturan-peraturan atau

hukum publik sebagai suatu alat untuk menekan direksi atau pekerja BUMN.

Kesewenang-wenangan penyelenggara negara atau aparat hukum telah menimbulkan

rasa ketakutan kepada direksi atau pekerja BUMN. Intervensi yang

mengatasnamakan kepentingan publik atau masyarakat dijadikan dasar atau alasan

untuk secara langsung masuk melakukan pemeriksaan terhadap perangkat organisasi

atau terhadap pekerja BUMN. Sehingga patut direnungkan kembali konsep hukum

pembangunan dalam konteks perkembangan hukum yang menjunjung tinggi

demokrasi dan hak asasi manusia. Perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas yang

mengatur kehidupan masyarakat termasuk didalamnya lembaga-lembaga dan

proses-proses yang mewujudkan hukum dalam kenyataan. Dalam pengurusan dan

pengelolaan kegiatan di BUMN merupakan picu terjadinya situasi dan kondisi yang

tidak memungkinkan bagi direksi dapat mengurus dan mengelola kegiatan usaha

BUMN secara optimal.23

23

Riant Nugroho, Op Cit., hlm.16-17.

Bahkan yang terlihat adalah kekhawatiran dan ketakutan

untuk mengambil suatu keputusan atau kebijakan karena takut diperiksa oleh aparat

hukum. Masih banyak pandangan negatif yang mengarah pada pembentukan opini

tentang ketidak beresan dan ketidak profesionalisme direksi dalam mengurus

(32)

pengelolaan BUMN tanpa didasari pemahaman yang komperhensif sampai sejauh

mana tanggung jawab direksi dalam pengurusan BUMN dan mengapa kinerja BUMN

tidak seperti yang diharapkan.

Tanggung jawab direksi dalam pengelolaan asset BUMN banyak mendapat

sorotan. Asset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan

manfaat usaha di kemudian hari yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Afryan

Thamrim, asset biasanya dikelompokkan menjadi beberapa kategori,24

1. Asset lancar

seperti:

Adalah asset yang biasanya akan dijual, dipertukarkan, dikonversi ke uang

tunai, atau digunakan sampai dalam satu tahun. Asset ini dikelompokkan menjadi

asset lancar dan asset tidak lancar. Aktiva lancar meliputi kas dan setara kas (mata

uang, uang yang disimpan dalam rekening bank, cek, money order, dll), Investasi

jangka pendek (misalnya saham dibeli dan dimiliki untuk dijual dalam waktu dekat),

piutang (uang yang dimiliki oleh debitur), persediaan (stock) dan biaya dibayar

dimuka (misalnya asuransi atau jasa yang dibayar, tetapi yang belum dipergunakan).

2. Investasi jangka panjang

Adalah asset yang dibeli dan dimiliki untuk jangka waktu yang panjang,

dengan tujuan mencapai pertumbuhan modal dalam nilai asset, dan / atau penghasilan

dividen. Investasi jangka panjang termasuk investasi pada efek (misalnya obligasi,

saham, dan panjang catatan panjang), aktiva yang tidak digunakan dalam usaha

(33)

(properti misalnya) dan investasi atau pensiun dana pensiun.

3. Asset tetap

adalah asset berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan tidak

dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai

masa manfaat lebih dari satu tahun. Asset ini dikelompokkan menjadi asset tetap

bergerak adalah asset tetap yang secara fisik dapat bergerak atau dipindahkan,

merupakan alat/sarana atau prasarana yang dipergunakan langsung atau tidak

langsung dalam kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan, contohnya properti,

bangunan, pabrik, alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, perabotan,

perlengkapan kantor, komputer, dan lain-lain. Dan asset tetap tidak bergerak adalah

asset tetap yang secara fisik tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan,

contohnya tanah, gedung,dan lain-lain.

4. Asset berwujud

Adalah aktiva yang memiliki substansi. Contohnya properti, peralatan,

kendaraan dan komputer.

5. Asset tidak berwujud

Aktiva tidak berwujud adalah aktiva yang memiliki nilai, tetapi tidak memiliki

substansi. Yang termasuk asset ini seperti hak cipta, paten, merek dagang dan

goodwill.

6. Asset Lainnya

Adalah perkiraan atau akun yang tidak dapat dikategorikan pada harta atau

(34)

lancar. Contoh : Mesin rusak, uang jaminan, harta yang masih dalam proses

kepengurusan yang sah, dan lain-lain.

Harus diakui ini dalam pengelolaan asset BUMN masih banyak ditemui

kendala yang sulit diatasi dengan tepat dan cepat. Salah satu kendalanya adalah masih

kuatnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun, bila diamati lebih lanjut,

ternyata banyak asset BUMN yang belum dikelola secara profesional dan efisien.

Selain itu, masih terdapat beberapa asset di BUMN yang tidak digunakan secara

produktif dan tidak digunakan dalam proses produksi. Bahkan masih terdapat asset

yang dibiarkan tidak terurus (terlantar). Hal itu dapat mengakibatkan rendahnya

pencapaian bagi BUMN yang bersangkutan. Asset-asset BUMN yang dibiarkan

terlantar, misalnya tanah atau bangunan, kemungkinan dimanfaatkan oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Akhirnya dapat menimbulkan sengketa, dan

penyelesaiannya memerlukan waktu berlarut-larut. Oleh karena itu, sudah saatnya

BUMN melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap asset-asset yang

dimilikinya. Setiap asset yang dikelola oleh BUMN seharusnya dapat dimanfaatkan

untuk menghasilkan profit dalam bentuk pemasukan kas sehingga bernilai tambah.

Sering terjadi kasus adanya pelepasan asset tanah dan bangunan milik BUMN dengan

pihak ketiga yang berakibat merugikan BUMN. Pada saat ini seharusnya hal tersebut

dapat dihindari oleh manajemen BUMN.

Pengelolaan asset BUMN harus dapat memenuhi prinsip

pertanggungjawaban. Artinya asset BUMN dikelola sesuai dengan peraturan

(35)

Manajemen BUMN juga perlu memperhatikan adanya keputusan Menteri Keuangan

maupun Menteri BUMN yang mengatur tentang pengelolaan asset (aktiva tetap),

termasuk ketentuan yang mengatur masalah pelepasan aset atau penjualan asset non

produktif.

Pengelolaan asset BUMN harus memenuhi prinsip kewajaran. Artinya perlu

diperhatikan masalah keadilan dan kesetaraan. Bila terdapat kontrak/kerja sama yang

terkait dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset BUMN. Bila manajemen BUMN

dapat mengelola assetnya diharapkan dapat diperoleh 5 (lima) manfaat. Pertama,

BUMN memperoleh nilai perusahaan secara maksimal. Kedua, BUMN memiliki

daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. Ketiga, kontribusi

BUMN kepada pemerintah berupa dividen dan pajak lebih meningkat, sehingga dapat

mendukung bangkitnya perekonomian nasional. Keempat, pengelolaan BUMN lebih

transparan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Kelima,

kinerja BUMN akan lebih bagus karena pencapaian lebih baik.25

Persetujuan pelepasan asset oleh Menteri Negara BUMN kepada

perusahaan dilakukan sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya sebagai

wakil pemerintah sebagai pemegang saham melalui RUPS berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan

Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero),

25

(36)

Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri

Negara BUMN. Pemberian persetujuan didasarkan kepada Peraturan Menteri

Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 Tentang Tata Cara

Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik

Negara dan ketentuan sebagaimana diatur anggaran dasar perusahaan, dimana

perusahaan harus mendapatkan persetujuan Menteri Negara BUMN dalam

pelepasan aktiva perusahaan. Pelepasan Asset dapat dilakukan dengan

pemindahantanganan.

Pemindahantanganan adalah setiap tindakan mengalihkan aktiva tetap

Badan Usaha Milik Negara dengan cara penjualan, tukar menukar, penghibahan

dan cara-cara lain yang mengakibatkan beralihnya hak pemilikan/penguasaan

atas aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan kepada Pihak

Lain. Apabila tidak melalui RUPS maka pelepasan asset itu bisa dianggap

korupsi.

Contohnya direktur utama PTPN.II (Persero) dalam melakukan

pelepasan asset tetap tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU tanpa

mendapat rekomendasi dari dewan komisaris dan tidak ada persetujuan

pemegang saham melalui RUPS dan hasil pelepasan asset tidak bergerak

dimasukkan ke kas PTPN.II (Persero). Dengan berakhirnya HGU (hak guna

usaha), maka status tanah menjadi tanah negara. HGU adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu

(37)

peternakan (dalam pasal 28 ayat 1 UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria). Menurut pasal 18 ayat 1 Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai Atas Tanah, konsekuensi dari HGU yang hapus dan tidak diperpanjang

atau diperbaharui itu adalah bekas pemegang hak wajib membongkar

bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya, menyerahkan tanah dan tanaman

yang ada di atas tanah bekas HGU tersebut kepada Negara dalam batas waktu

yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang

keagrarian/pertanahan. Jadi pelepasan tanah bekas HGU sebagai asset

perusahaan, yang berwenang adalah Menteri Negara BUMN selaku pemegang

saham perusahaan dan juga tentang ganti rugi atas pelepasan asset harus masuk

ke kas negara dan penggunaan uang tersebut harus mendapat izin dari Menteri

BUMN selaku pemegang saham. Berdasarkan pemikiran latar belakang

permasalahan ini, penulis menganggap perlu melakukan penelitian dengan

mengambil judul “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak

pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang sebelumnya maka dapat dikemukakan perumusan

masalah sebagai berikut :

2. Bagaimanakah tanggung jawab direksi terhadap pelepasan asset tidak

(38)

3. Bagaimanakah tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil

pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas Negara dalam

putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan maksud :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab direksi terhadap pelepasan asset tidak

bergerak pada BUMN dalam putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil

pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara dalam

putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan

pemikiran dan memeperkaya perkembangan ilmu hukum bisnis dan

perusahaan khususnya tanggung jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset

BUMN tidak bergerak.

2. Manfaat Praktis :

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang besar untuk

kepentingan baik bagi pemerintah, Perusahaan dan masyarakat dalam

(39)

bergerak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan di

perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian yang membahas judul Tanggung

jawab direksi dalam pelepasan asset BUMN tidak bergerak belum pernah dilakukan

baik dalam judul, topik, dan objek permasalahan yang sama. Penelitian ini spesifik

mengenai “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”. Namun pada tesis sebelumnya terdapat

penelitian sejenis yang dilakukan oleh 3 (tiga) orang mahasiswa Pascasarjana Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu:

1) Rudi Dogar Harahap dengan judul Penerapan Business Judgement Rule dalam

Pertanggungjawaban Direksi Bank pada tahun 2008. Dalam judul penelitian tesis

tersebut yang dibahas adalah mengenai prinsip pembelaan direksi sebagai

penyeimbang prinsip fiduciary duty.

2) Bustanul Arifin dengan judul Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap

Perseroan Yang Dinyatakan Pailit pada tahun 2009. Dalam judul penelitian tesis

ini yang dibahas adalah mengenai secara umum ketentuan-ketentuan kewenangan

dan tanggung jawab direksi perseroan terbatas jika Perseroan yang diurusnya

mengalami pailit.

3) Jujur Hutabarat dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Direksi

(40)

Dalam penelitian ini yang dibahas merupakan cakupan pembahasan tanggung

jawab direksi dalam melakukan pengurusan dan pengelolaan BUMN .

Dengan demikian, berdasarkan penelusuran pada beberapa penelitian

sebelumnya, penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini

telah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena penulis

memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung

tinggi. Jadi penelitian ini adalah baru dan asli karena dengan asas-asas keilmuan

yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Dalam setiap penelitian harus disertai pemikirkan secara teoritis, karena

ada hubungannya antara teori dengan kegiatan pengumpulan data, pengolahan

dan analisis data.26 Teori menguraikan jalan pemikiran menurut kerangka yang

logis yang artinya yang mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan

dalam kerangka teoritis yang relevan yang mampu menerangkan masalah

tersebut.27

Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan28

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm.122.

sebagai berikut:

27

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hlm. 6.

28

(41)

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina,

struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti.

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya faakta tersebut dan mungkin faktor-faktor

tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang

dipergunakan dalam menjawab permasalahan ini antara lain sebagai berikut:

1. Teori Organisme

Menurut Teori Organisme dari OTTO VON GIERKE: “ Direksi adalah

organ atau alat perlengkapan badan hukum. Sama seperti halnya manusia

mempunyai organ-organ seperti tangan, kaki, mata, telinga dan seterusnya dan

karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak

manusia, maka setiap gerakan atau aktifitas Direksi badan hukum dikehendaki

atau diperintah oleh badan hukum sendiri.29

2. Teori Tanggung Jawab

Menurut Hans Kelsen “satu konsep yang berhubungan dengan konsep

29

(42)

kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum”. Bahwa seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia

memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu

sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi

ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas

perbuatannya sendiri.30

Pembenahan pertanggungjawaban perdata terhadap direksi harus

merujuk kepada hukum perusahaan dan anggaran dasar perseroan itu sendiri.

Artinya sepanjang direksi perseroan telah melakukan tugas dan kewenangannya

dengan segala kemampuan profesionalitasnya, kehati-hatian dan dengan itikad

baik untuk kepentingan perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan, maka

direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengganti kerugian yang

diderita perseroan.

Teori pertanggungjawaban ada secara perdata dan

pidana. Menurut pertanggungjawaban perdata, tiap perbuatan melanggar hukum

yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Artinya tidak ada

kewajiban yang mengganti kerugian tanpa ada kesalahan. Sedangkan

pertanggungjawaban pidana “tidak ada pidana tanpa kesalahan.

Kedua teori ini tidak terlepas dari hak dan kewajiban yang sering

30

(43)

dikaitkan dengan pertanggung jawaban hukum. Dalam Hal ini Anggota Direksi

berkewajiban melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya memenuhi

kepentingan ini merupakan kewajiban sedangkan melalaikan adalah kesalahan.

Di samping dua teori ini tersebut, teori lain yang relevan adalah teori fiduciary

duty. Fiduciary of duty adalah suatu tugas yang disebut dari trustee yang terbit

dari suatu hubungan hukum antara trustee dengan pihak lain. Trustee adalah pihak

yang memegang suatu kepercayaan untuk kepentingan orang lain.

Dalam teori fiduciary duty, direksi hanya berhak dan berwenang untuk

bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang

diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam anggaran

dasar. Ini berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk

kepentingan perseroan.31

31

Gunawan Widjaja, Op Cit., hlm.22-24.

Teori fiduciary duty perkembangannya masih baru di

Indonesia sehingga diperlukan pengembangan terhadap teori tersebut. Dalam

hukum perseroan, untuk mengerakkan perseroan, perseroan dibagi-bagi ke dalam

organ-organ, yang masing-masing organ memiliki tugas dan kewenangannya

sendiri. Di Indonesia, ada tiga jenis organ yang dikenal dan dari yang ketiga

jenis organ tersebut yang ada dalam perseroan adalah direksi organ yang

undang-undang diberikan hak dan kewajiban/diberikan tugas

melakukan/melaksanakan kegiatan pengurusan dan dibawah pengawasan dewan

(44)

fiktif. Untuk menjadikannya konkrit, maka organ-organ tersebut dilengkapi

dengan anggota-anggota yang merupakan orang-orang yang memiliki kehendak

yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan

pendirian perseroan. Dengan demikian berarti pada dasarnya Perseroan juga

dijalankan oleh orang perorangan yang duduk dan menjabat sebagai pengurus

perseroan yang berada dalam satu wadah/organ yang dikenal dengan nama

direksi.32

Dalam menjalankan kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari, perseroan

memiliki maksud dan tujuan perseroan yang dimuat dalam setiap akta pendirian

dan anggaran dasar perseroan.

Praktik hukum perseroan menunjukkan adanya 2 tindakan yang

merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan anggaran dasar perseroan 33

1. Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta

anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada diluar maksud dan

tujuan perseroan.

yaitu

:

2. Tindakan dari direksi perseroan yang berada diluar kewenangan yang

diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku termasuk anggaran

dasar perseroan terbatas.

32

Try Widiyono, Op Cit., hlm.40. 33

(45)

Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan

untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan. Setiap

tindakan yang dilakukan oleh direksi diluar kewenangan yang diberikan tersebut

tidak mengikat perseroan, kecuali dalam hal ini diatur lain oleh undang-undang.

Ini berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk

kepentingan perseroan.

Dalam tugas fidusia bagi direksi terhadap perseroan terbatas yang telah

mengangkatnya sebagai pengurus dan perwakilan bagi perseroan terbatas, dalam

segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai maksud dan tujuan, serta

untuk kepentingan perseroan terbatas.

Ada 2 macam kewajiban Direksi 34

1. Kewajiban berdasarkan tugas hukum

yaitu :

adalah suatu kewajiban dari direksi yang secara tegas dinyatakan dalam

perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan terbatas.

2. Kewajiban berdasarkan tugas fidusia.

adalah suatu kepercayaan yang diberikan dari pihak perseroan kepada direksi

untuk menjalankan tugas dan itikad baik dan loyal yang tinggi.

Philip Lipton dan Abraham Herzberg membagi tugas Fidusia ada 5

34

(46)

macam yaitu :

1. Duty To Act Bona Fide In The Interest Of The Company (Tugas untuk

kepentingan perseroan semata-mata), yang artinya kewajiban direksi untuk

melakukan kepengurusan perseroan hanya untuk kepentingan perseroan

semata-mata. Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang

diambil oleh direksi perseroan telah dilakukan untuk kepentingan perseroan,

maka hal tersebut harus dipulangkan kembali kepada direksi perseroan.

Direksi perseroan Harus mengetahu dan memiliki penilaian sendiri tentang

tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak

dilakukan untuk kepentingan perseroan. 35

2. Duty To Exercise Power For Their Proper Purpose (Tugas untuk melatih

kekuatan direksi dengan tujuan yang tepat),

35

Gunawan Widjaja, Op Cit., hlm.50.

yang artinya untuk dapat

melaksanakan tugasnya, direksi yang diberikan hak dan wewenang untuk

bertindak untuk dan atas nama serta bagi perseroan terbatas. Hal ini

membawa konsekwensi bahwa jalannya perseroan terbatas, termasuk

pengelolaan harta kekayaan erseroan terbatas. Sebagai orang kepercayaan

perseroan terbatas yang diangkat oleh rapat pemegang saham untuk

kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan, direksi diharapkan

dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimal bagi pemegang

(47)

sudah selayaklah jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang

mengatasnamakan kepentingan perseroan terbatas, direksi harus

melakukannya secara benar dan tidak memihak bagi keuntungan atau

kepentingan manapun juga. Direksi diberikan kepercayaan kepercayaan oleh

pemegang saham melalui mekanisme rapat pemegang saham. Setelah rapat

pemegang saham menyetujui pengangkatan direksi perseroan, maka

pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan direksi perseroan dan oleh

karena itu maka direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang

diberikan kepadanya tersebut dipergunakan dalam kapasitasnya untuk

merugikan satu atau lebih pemegang saham tertentu dalam perseroan.36

3. Duty To Retain Their Discrenatory Powers (Tugas untuk mempertahankan

kekuatan direksi),

36

Ibid., hlm.52.

yang artinya direksi dalam undang-undang dan anggaran

dasar dan kadang kala melalui rapat pemegang saham telah diberikan

kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya, namun demikian hal

tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan

perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah jika direksi

kemudian melakukan pembatasan dini atau membuat untuk bertindak untuk

tujuan dan kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidak berarti direksi tidak

boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan

(48)

tangani. Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan ditanda

tangani, direksi sudah harus mempunyai pandangan, sikap dan kepastian

bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat bagi

kepentingan perseroan terbatas.37

4. Duty To Avoid Conflicts Of Interests (Tugas untuk menghindari konflik

kepentingan perseroan),

37

Ibid., hlm.54.

yang artinya direksi memiliki kewajiban untuk

menghindari diadakan, dibuat atau ditanda tanganinya perjanjian atau

dilakukan perbuatan yang menempatkan direksi tersebut dapat suatu keadaan

yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan

dan kepentingan perseroan. Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah direksi

secara tidak layak memperoleh keuntungan dari perseroan yang mengangkat

dirinya menjadi direksi. Kewajiban ini sebenarnya melarang dengan

mencegah direksi untuk menempatkan dirinya pada satu keadaan yang

memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat

yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama

perseroan. Jadi sesunguhnya kewajiban tersebut bukan untuk melakukan

penghukuman atas terjadinya suatu tindakan yang mengadung unsur benturan

kepentingan, melainkan merupakan suatu bentuk pencegahan sebelum suatu

tindakan, perbuatan atau keputusan yang mengandung unsur benturan

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Negara Nomor Per-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 20 Pasal 1 ayat (7) Peraturan

Berdasarkan analisis penilaian tingkat kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor:PER-10/MBU/2014 terhadap sampel BUMN Jasa Keuangan Bidang Usaha Perasuransian

ICW menemukan setidaknya 90 tersangka yang memiliki latar belakang swasta pada kasus-kasus korupsi di lingkungan BUMN dari tahun 2016—2021.. Klasifikasi swasta disini mencakup

Untuk menganalisis akibat hukum dari restrukturisasi terhadap penguasaan Negara atas gas setelah PT PGN tidak lagi dikategorikan BUMN sebagaimana dalam ketentuan

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang (selanjutnya disebut UU BUMN) yaitu Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya

a) Pernyataan pengusulan Calon Direksi disertai dasar hukum pengusulan untuk mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri BUMN. b) Data Calon Direksi yang diusulkan, terdiri dari:

Dengan kata lain, setiap BUMN dapat melakukan IPO apabila telah memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peraturan Pemerintah Tentang Privatisasi

-28- KONTRAK MANAJEMEN TAHUNAN YANG MEMUAT KPI DIREKSI SECARA KOLEGIAL ANTARA MENTERI BUMN/KUASA SELAKU RUPS/PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN PERSERO PT …/ KUASA PEMILIK