• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP

PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP

A. Pengertian BUMN

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero, yaitu:

1. Badan usaha atau perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas;

2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara.

Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 % (lima puluh satu persen) modal tersebut;

3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung.

Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

(2)

Kekayaan negara yang dipisahkan disini adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN. Setelah itu pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Kekayaan negara yang dipisahkan yang diinvestasikan kepada BUMN Persero direksi sebagai organ yang vital untuk melakukan pengurusan bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan.52

Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS adalah resiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN oleh karena BUMN adalah merupakan perseroan terbatas. Dikatakan resiko, apabila direksi tidak melaksanakan kewajiban dengan baik dan benar, maka resikonya perseroan terbatas mengalami kerugian, dimana Menteri BUMN juga ikut mengalami kerugian tersebut yang mengakibatkan timbulnya utang bagi perseroan terbatas.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai kewajiban menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS.

BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi, disamping swasta, memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna

52 Penjelasan Pasal 4 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

(3)

mewujudkan kesejahteraan masyarakat,53 khususnya BUMN yang berbentuk persero oleh karena tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.54 Kedudukan BUMN dilihat dari tahap perkembangan pada awalnya lebih banyak berperan sebagai Agent of Development. Dalam konteks peran BUMN sebagai Agent of Development, negara

mendorong berkembangnya sektor-sektor usaha di masyarakat. Di satu sisi, peran ini berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak, disisi lain peran ini mendorong dan mendampingi masyarakat dan swasta untuk mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhannya.55 Satu realita lagi yang patut di cermati dalam peran BUMN sebagai agen pembangunan adalah tanggung jawab moral BUMN untuk melakukan efisiensi (karena beban tenaga kerja) yang mungkin harus melakukan rasionalisasi.56

Fase kedua dalam pengembangan BUMN adalah tahap transisi. Dalam tahap ini BUMN harus sudah mulai melepas demi sedikit fungsi agen of development dan mulai mengarah pada orientasi bisnis, tetapi tetap menggendong sebagian tugas- tugas dan kewajiban negara yang dinamakan Public Services Obligation (PSO) atau pelayanan publik.57

53 Pertimbangan latar belakang Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

Sektor-sektor yang masih ada pelayanan publiknya adalah sektor- sektor yang tidak popular, tidak mempunyai sifat komersial dan faktor resiko yang tinggi, dan pihak swasta atau warga negara belum berminat untuk mengerjakannya.

54 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

55 Pandu Djayanto, Sekilas TentangPeran, Fungsi dan Pivratisasi Badan Usaha Milik Negara, Newsletter Hukum dan Perkembangannya, Nomor 70, September 2007, hlm.12

56 Ibid., hlm.12.

57 Ibid, hlm.13.

(4)

Jadi sektor-sektor yang mesti harus ada pelayanan publiknya adalah sektor yang merupakan kebutuhan pokok, yang menjadi bagian dari kehidupan warga negara yang belum dilakukan kegiatannya oleh masyarakat/usaha swasta. Setelah masa transisi (bila) dapat dilewati, kemungkinan dapat memperkenalkan konsep bisnis yang membangun pilar-pilar yang dapat meningkatkan value, kini saatnya bagi negara untuk melakukan reposisi BUMN. Saat fase inilah BUMN berkedudukan tampil sebagai pelaku bisnis profesional yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengejar keuntungan.

Sebagai BUMN yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan penyertaan modal negara maka peranannya tidak terlepas untuk melakukan PSO tersebut dibatasi secara ketat oleh peraturan perundangan dengan memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk mengejar keuntungan. Kewajiban pelayanan umum dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang saham melalui mekanisme RUPS dengan memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan PSO.58

58 Pasal 66 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

Sementara untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian laba bersih dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Dalam batas kepatutan BUMN dapat memberikan donasi untuk amal

(5)

atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejauh mana operasional di lapangan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengendalikan BUMN melalui mekanisme RUPS. Bila seluruh saham dimiliki oleh pemerintah maka pemerintah bertindak selaku RUPS (pemegang saham tunggal) dan dapat sepenuhnya mengendalikan BUMN, demikian sebaliknya.

B. Tujuan Pendirian BUMN

Ada 5 tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam pasal 2 UU BUMN yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian negara pada khususnya.

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerima keuangan negara.59

2. Mengejar keuntungan.

Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau

59 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf a.

(6)

komersial.60

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.61

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.62

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Hal ini dapat dilihat dalam pasal 88 ayat 1 UU BUMN dikatakan

”BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan

60 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b.

61 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf c.

62 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf c.

(7)

usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN”, dan juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Dimana dikatakan dalam pasal 1 angka 6 dan 7 dalam Peraturan Menteri tersebut. Program kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut program kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan program bina lingkungan, yang selanjutnya disebut program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dalam pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 1 dijelaskan tentang dana program kemitraan, sedangkan dalam pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 dijelaskan tentang program bina lingkungan.Bahwa adapun bunyi pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 1, pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 adalah dikutip sebagai berikut :

Pasal 9 ayat 1 :

Dana program kemitraan bersumber dari :

1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen).

2. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional.

3. Pelimpahan dana program kemitraan dari BUMN lain, jika ada.

Pasal 11 ayat 1 :

Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk :

1. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan;

2. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan;

3. Beban Pembinaan :

(8)

a. Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan;

b. Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan;

c. Beban pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan mitra binan.

Pasal 9 ayat 2 :

Dana program bina lingkungan bersumber dari :

1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen).

2. Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.

Pasal 11 ayat 2 :

Dana program bina lingkungan berbentuk :

1. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun, penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.

2. Setiap tahun berjalan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.

3. Setiap tahun berjalan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli.

4. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana Program BL tahun berikutnya.

5. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina : a. Bantuan korban bencana alam;

b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;

c. Bantuan peningkatan kesehatan;

d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;

e. Bantuan sarana ibadah;

f. Bantuan pelestarian alam;

C. Penyertaan Modal Negara

Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal negara dalam

(9)

rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN63 1. Anggaran Pendapatan dan belanja negara.

bersumber dari :

Sumber yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara adalah : a. Dana segar.

Dana segar sangat dibutuhkan untuk pengembangan BUMN itu sendiri di masa yang akan datang dan juga ketersediaan sumber dana untuk ekspansi akan lebih terjamin bagi BUMN itu sendiri.

b. Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara.

Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara adalah proyek yang dikelola oleh BUMN maupun instansi pemerintah.

Penetapan proyek tersebut menjadi penyertaan modal negara harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan BUMN dan hasil kajian, yang nilainya ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan yang berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan. Menteri dan Menteri teknis yang bersangkutan dalam rangka perhitungan atas nilai aset eks proyek tersebut. Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen untuk melakukan penilaian yang dimaksud yang biayanya dibebankan kepada BUMN yang bersangkutan tanpa mengurangi nilai aset.

c. Piutang negara pada BUMN atau perseroan terbatas.

Hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang

63 Mulhadi, Op Cit., hlm.76-77.

(10)

pemungutannya menjadi tanggung jawab Kementeriaan Negara/ lembaga yang bersangkutan

d. Aset-aset negara lainnya.

Yang dimaksud dengan aset-aset negara lainnya adalah aset negara yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana yang diuraikan pada huruf a,b, dan c. Apabila aset negara lainnya yang akan dijadikan penyertaan modal negara belum di rencanakan dalam APBN, maka pelaksanaannya harus mengikuti mekanisme APBN. Yang dimaksud mekanisme APBN dalam hal ini adalah pencatatan nilai aset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan sekaligus dikeluarkan sebagai penyertaan modal negara.

2. Kapitalisasi cadangan.

Kapitalisasi cadangan adalah penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan cukup dengan keputusan RUPS/Menteri dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Cadangan berasal dari laba (keuntungan) bersih dari BUMN.

3. Sumber lainnya.

Sumber yang berasal dari sumber lainnya berupa :

a. keuntungan revaluasi aset adalah selisih revaluasi aset yang berakibat naiknya nilai aset.

b. agio saham adalah selisih lebih dari penjualan saham dengan nilai nominalnya.

(11)

Negara dapat melakukan penyertaan modal untuk : 1. Pendirian BUMN atau perseroan terbatas.

2. Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara.

Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara dilakukan dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional.

Penyertaan modal negara dapat berupa penambahan dan pengurangan penyertaan modal negara. Penambahan penyertaan modal negara ke dalam suatu BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka64

1. Memperbaiki struktur pemodalan BUMN dan perseroan terbatas.

:

2. Meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan perseroan terbatas.

Sedangkan pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka65

1. Penjualan saham milik negara pada persero dan perseroan terbatas.

:

2. Pengalihan aset BUMN untuk penyertaan modal negara pada BUMN lain atau perseroan terbatas, pendirian BUMN baru atau dijadikan kekayaan negara yang

64 Pasal 7 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

65 Pasal 8 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

(12)

tidak dipisahkan.

3. Pemisahan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN.

4. Restruksi perusahaan.

D. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero

Persepsi bahwa BUMN menjadi bagian dari keuangan negara tidak bisa diabaikan begitu saja, karena persepsi itu sudah merasuk dan menjadi pendapat stakeholder terutama aparat penegak hukum. Dalam yurisprudensi berbagai

keputusan-keputusan pengadilan, aparat penegak hukum seperti jaksa dan pemeriksa, mereka sependapat bahwa BUMN merupakan bagian dari keuangan negara. Opini para penegak hukum tersebut bukan tanpa dasar.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sementara itu sehubungan dengan ruang lingkup keuangan negara pada Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang berbunyi: “kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak- hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”. Dalam penjelasan Undang-Undang Keuangan Negara berkaitan dengan pengertian dan ruang lingkup keuangan negara dijelaskan sebagai berikut: “Pengertian yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara

(13)

adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut diatas dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka pemerintahan negara. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan”.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan: Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pasal 3 ayat (1) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

(14)

Jawab Keuangan Negara, menyatakan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah). Sementara itu dalam penjelasan undang-undang tersebut lebih lanjut dijelaskan, bahwa dalam undang-undang ini dimaksud untuk menggantikan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

(15)

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.66

Berdasarkan pasal-pasal tersebut aparat penegak hukum Polisi, Jaksa, dan BPK selaku pemeriksa, bertindak memeriksa Direksi BUMN Persero apabila ada dalam transaksi bisnisnya mengalami kerugian karena ini merupakan indikasi awal akan adanya potensi kerugian negara, Dalam konsepsi yang demikian keuangan negara yang dipisahkan sebagai penyertaan modal pada BUMN Persero adalah merupakan bagian dari kekayaan negara. Oleh karena itu apabila Direksi BUMN dalam mengelola perusahannya mengalami kerugian berpotensi merugikan keuangan negara. Persepsi ini masih dijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum atas dasar perundang-undangan tersebut diatas.

67

Namun demikian permasalahan menjadi lain sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN dijelaskan yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau

66 Penjelasan Umum dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

67 Nindyo Pramono, Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Menurut UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, dalam Sri Redjeki Hartono, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis : Persembahan kepada Sang Maha Guru, (PT.Citra Umbara, Jogjakarta), hlm.142.

(16)

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN menyatakan: Perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnyaterbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 68

BUMN sebagai perseroan terbatas merupakan entitas bisnis yang memiliki kedudukan mandiri terlepas dari orang atau badan hukum lain dari orang yang mendirikannya, pengaturannya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Modal BUMN Persero berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada mekanisme korporasi melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat.

Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Ayat (2) huruf a: Termasuk dalam APBN yaitu meliputi pula proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai

68 Ibid.

(17)

penyertaan modal negara.

Pemerintah sendiri (dalam hal ini Departemen Keuangan) masih ada kegamangan menyangkut penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero sebagai bagian dari kekayaan negara, terutama dengan adanya piutang-piutang beberapa bank plat merah (antara lain BNI, Bank Mandiri, BRI merupakan BUMN Persero) yang macet tidak dapat ditagih dari para penanggung hutang (debitur). Atas dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 8 menyatakan bahwa: “piutang negara atau hutang kepada negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun” dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa piutang negara meliputi pula piutang badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya bank-bank negara, perseroan terbatas negara, perusahaan-perusahaan negara, yayasan perbekalan dan persediaan, yayasan urusan bahan makanan dan sebagainya, serta Pasal 12 ayat (1) undang-undang yang sama mewajibkan instansi-instansi pemerintah dan badan-badan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Kemudian pasal 19 peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2005 tentang tata cara penghapusan piutang negara/daerah, menyatakan:

bahwapenghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang

(18)

perusahaan negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berikutnya Pasal 20 menyatakan: bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. Tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dimana dalam pasal 1 dikatakan ketentuan pasal 19 dan pasal 20 dalam peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2005 tentang tata cara penghapusan piutang negara/daerah, dihapus, dengan demikian pasal 19 dan 20 tidak diberlakukan lagi karena sudah dihapuskan.

Dari uraian diatas, peraturan-peraturan tersebut tidak memisahkan antara kekayaan BUMN dan kekayaan negara sebagai pemegang saham, yang kemudian memunculkan polemik apakah piutang-piutang pada penanggung hutang (debitur) masuk pada kekayaan negara ataukah kekayaan BUMN sebagai suatu perseroan terbatas yang merupakan badan hukum yang tunduk pada ranah hukum privat.69

Dengan adanya UU BUMN, maka ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

69 Ibid., hlm.143.

(19)

Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khusus mengenai kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah menjadi tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

E. Jenis-Jenis BUMN

Dalam UU BUMN, jenis BUMN ada 2 yaitu : 1. Perusahaan Umum (Perum)

Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk memanfaatkan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.70

Pendirian perum diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan meteri keuangan. Perum yang didirikan tersebut memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya peraturan pemerintah tentang pendiriannya. Peraturan pemerintah ini memuat antara lain penetapan pendirian perum, penetapan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan, anggaran dasar dan penunjukan menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal. Dalam Pasal 39 UU BUMN Menteri bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan

70 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

(20)

tidak bertanggung jawab atas kerugian perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perum, kecuali apabila menteri:baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad burukmemanfaatkan perum semata-mata untuk kepentingan pribadi, terlihat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perum dan langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan persero. Pendirian perum harus memenuhi kriteria,71

1. Bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentigan yang banyak.

antara lain :

2. Didirikan tidak hanya untuk mengejar keuntungan.

3. Berdasarkan pengkajian memnuhi persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi berdirinya suatu badan usaha.

Maksud dan tujuan Perum adalah untuk menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.72 Organ Perum adalah Menteri, direksi dan dewan pengawas, dan Perum bubar karena73

1. Ditetapkan oleh peraturan pemerintah berdasarkan usulan menteri.

:

2. Jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar.

3. Penetapan pengadilan.

4. Dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh pengadilan niaga sebab harta pailit Perum tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

5. Perum dalam keadaan tidak mampu bayar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

71 Penjelasan Pasal 35 ayat 2 .

72 Pasal 36 ayat 1.

73 Pasal 83 dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.

(21)

2. Perusahaan perseroan (Persero)

Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.74

Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan menteri keuangan. Pengkajian bertujuan untuk menentukan layak tidaknya persero tersebut didirikan, melalui kajian atas perencanaan bisnis dan kemampuan untuk mandiri serta mengembangkan usaha di masa mendatang. Pengkajian dalam hal ini melibatkan Menteri teknis sepanjang menyangkut kebijakan sektoral. Pelaksanaan pendirian persero dilakukan oleh menteri mengingat menteri merupakan wakil negara selaku pemegang saham pada persero dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Anggaran dasar persero memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.75

74 Pasal 1 angka 2 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Maksud dan tujuan pendirian persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

75 Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan Pengawasan dan Pembubaran BUMN

(22)

F. Organ-Organ Persero

Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada hakekatnya adalah Perseroan Terbatas, yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Perbedaan antara Organ Perseroan Terbatas dengan Organ BUMN Persero terletak pada pemegang sahamnya. Pada BUMN Persero pemerintah dapat bertindak selaku RUPS apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, sementara apabila pemerintah terlibat dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagian, maka kedudukan pemerintah adalah sebagai salah satu pemegang saham. Seberapa besar pengaruh pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero tentunya dipengaruhi oleh seberapa besar peran pemerintah dalam PMN (dibuktikan dengan jumlah kepemilikan saham). Semakin besar peran pemerintah dalam PMN maka semakin berperan pula dalam mengendalikan perusahaan. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan segala kegiatan perseroan mulai dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.76

76 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

(23)

Dalam persero berlaku ketentuan bahwa bila seluruh saham persero dimiliki oleh negara 100 % (seratus persen) maka yang bertindak selaku RUPS adalah menteri. Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang saham dalam setip keputusan tertulis yang berhubungan dengan persero adalah merupakan keputusan RUPS. Dalam praktiknya, menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

Perorangan adalah seseorang yang menduduki jabatan dibawah menteri yang secara teknis bertugas membantu menteri selaku pemegang saham pada persero. Meskipun kedudukan menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari menteri sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS. Hal ini perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari menteri mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan persero.77

2. Direksi

Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar pengadilan.78

Menurut Pasal 15 ayat (1) UU BUMN pengangkatan dan pemberhentian direksi dilakukan oleh RUPS. Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian cukup dilakukan dengan keputusan Menteri. Keputusan Menteri

77 Mulhadi, Op Cit., hlm 169.

78 Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

(24)

tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS. Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ persero dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota direksi yang mempunyai keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik dan dedikasi yang tinggi serta mempunyai visi pengembangan perusahaan. Untuk memperoleh calon-calon anggota yang terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat dipertanggungjawabkan.79

Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dan ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, khusus bagi direksi yang mewakili unsur pemerintah. Anggota- anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan dengan calon anggota direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta dedikasi yang tinggi. Menteri BUMN dapat pula menunjuk lembaga profesional untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota direksi persero.80

Anggota direksi diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat

79 Mulhadi, Op Cit., hlm 171.

80 Ibid., hlm.172.

(25)

kembali untuk 1 kali masa jabatan. Apabila masa jabatan anggota direksi berakhir, maka dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak masa jabatan tersebut berakhir, RUPS untuk persero sudah harus menetapkan anggota direksi yang definitif.

Anggota direksi tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota direksi dan anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. Anggota direksi dilarang memangku jabatan rangka sebagai anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.81

Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota direksi benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan. Menurut pasal 23 ayat 2 Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, pemberhentian anggota direksi apabila berdasarkan kenyataan, anggota direksi yang bersangkutan :

1. Tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen.

2. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

81 Pasal 21 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

(26)

3. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan anggaran dasar.

4. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/atau negara.

5. Dinyatakan bersalah dalam putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

f. Mengundurkan diri.

Menurut pasal 24 peraturan pemerintah nomor 45 Tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN, jabatan anggota direksi berakhir apabila :

1. Meninggal dunia.

2. Masa jabatan berakhir.

3. Diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS/Menteri.

4. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota direksi berdasarkan ketentuan perarturan pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Ada beberapa tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh direksi dalam menjalankan tugasnya82

1. Menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

, yaitu :

Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi perusahaan saat ini, asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang.

2. Menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.

82 Mulhadi, Op Cit., hlm 173.

(27)

Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat antara lain : misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan dan program kerja/kegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, proyeksi keuangan persero setiap anggaran program kerja/kegiatan dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS.

3. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan.

Mengingat rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS, setiap perubahannya juga harus disetujui oleh RUPS, kecuali ditentukan lain dalam keputusan RUPS mengenai pengesahan rencana kerja dan anggaran perusahaan dimaksud.

4. Menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan dalam waktu lima bulan setelah tahun buku persero ditutup.

Laporan tahunan memuat antara lain :

a. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru, lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.

b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalm satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.

c. Laporan mengenai keadaan dan jalannya perseoran, serta hasil yang telah tercapai.

d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku.

e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan.

f. Nama anggota direksi dan komisaris.

g. Gaji dan tunjangan lain bagi anggota direksi dan honorarium serta tunjangan lain bagi anggota direksi.

(28)

5. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan persero.

Risalah rapat di sini adalah risalah rapat direksi, komisaris dan risalah RUPS. Direksi perlu memelihara risalah rapat tersebut karena merupakan dokumen resmi yang memuat hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, serta merupakan bukti yang melatarbelakangi diambilnya suatu tindakan baik direksi, komisaris maupun pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan.

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara kewajiban direksi adalah sebagai berikut :

1. Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan BUMN (Pasal 26 ayat 2).

2. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan strategis yang memuat sasaran dan tujuan BUMN yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun (Pasal 32 ayat 1) .

Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi BUMN pada saat penyusunan rencana jangka panjang, asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang. Rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris disampaikan kepada RUPS

(29)

untuk persero untuk memperoleh pengesahan.83

3. Direksi wajib menyiapkan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang memuat penjabaran tahunan dan rencana jangka panjang (Pasal 35 ayat 1).

Rencana kerja dan anggaran dasar perusahaan sekurang-kurangnya memuat misi,sasaran usaha,strategi usaha, kebijakan perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, proyeksi keuangan perusahaan dan anak perusahaannya dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS untuk persero.84 Rencana kerja dan anggaran dasar yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris, diajukan kepada RUPS untuk persero selambat-lambatnya 60 hari sebelum tahun anggaran dimulai untuk memperoleh pengesahan. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS untuk Persero selambat-lambatnya 30 hari setelah tahun anggaran berjalan85

4. Direksi wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perusahaan (Pasal 39 ayat 1).

sedangkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan belum disahkan oleh RUPS maka rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan cara penyusunan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan.

83 Pasal 33 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

84 Pasal 37.

85 Pasal 35 ayat 1.

(30)

5. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan kepada auditor eksternal yang ditunjuk oleh RUPS untuk persero (Pasal 44 ayat 1).

Laporan atas hasil pemeriksaan auditor eksternal yang disampaikan secara tertulis kepada RUPS untuk persero. Perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota direksi dan dewan pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.86

3. Komisaris

Komisaris adalah organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan perseroan. Pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam hal ini menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri.87

Anggota komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha pesero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.

Komisaris tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat menganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi.

86 Pasal 44 ayat 2.

87 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

(31)

Anggota komisaris tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota komisaris dan anggota komisaris yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. Anggota komisaris dilarang memangku jabatan sebagai anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Anggota komisaris dapat diberhentikan berupa tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar, terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/atau negara, dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengundurkan diri.88 Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban89

1. Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi.

yaitu:

2. Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan persero.

3. Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunkannya kinerja persero.

4. Memberikan nasihat kepada direksi dalam melaksanakan pengurusan persero.

5. Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar persero dan/atau berdasarkan keputusan RUPS.

Selain itu, agar komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai

88 Mulhadi, Op Cit., hlm 174.

89 Penjelasan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

(32)

dengan tugas dan fungsinya, komisaris mempunyai wewenang90

1. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan persero.

sebagai berikut :

2. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh persero.

3. Meminta penjelasan dari direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan persero.

4. Meminta direksi dan/atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk menghadiri rapat komisaris.

5. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan.

6. Memberhentikan sementara direksi dengan menyebutkan alasannya.

7. Wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam anggaran dasar persero.

G. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas

Mengenai tanggung jawab direksi diatur secara tegas dan jelas dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sebagai organ Perseroan, Direksi bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan dalam mencapai tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan dalam melakukan tindakannya, baik didalam maupun diluar pengadilan. Bahwa adapun tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut :

1. Direksi bertanggung jawab mengurus perseroan

Tentang masalah pengurusan untuk kepentingan perseroan digariskan pasal 92 ayat 1 dan 2 sudah dijelaskan91

a. Wajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan

, yang dapat diringkas sebagai berikut :

Maksud dari menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan yaitu

90 Ibid.

91 M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.372.

(33)

pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota direksi harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari.92

b. Wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dianggap tepat.

Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, anggota direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari dengan kebijakan yang dianggap tepat.

Menurut penjelasan pasal 92 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan kebijakan yang dianggap tepat adalah didasarkan kepada keahlian yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman, didasarkan kepada peluang yang tersedia bersumber dari kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benr mendatangkan keuntungan dan kebijakan itu diambil sesuai dengn kondisi yang benar-benar cocok bagi perseroan dan bisnis, dan didasarkan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.93

2. Wajib menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Pengertian mengenai itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam konteks tanggung jawab anggota direksi mengurus perseroan

a. Kewajiban melakukan pengurusan, menjadi tanggung jawab setiap anggota dapat dijelaskan sebagai berikut:

92 M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.372.

93 Ibid.

(34)

direksi.

Sesuai dengan ketentuan pasal 97 ayat 2 yang diwajibkan melaksanakan pengurusan perseroan adalah setiap anggota direksi perseroan dan oleh karena itu, setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan pengurusan perseroan.94

b. Pengurusan wajib dilaksanakan dengan itikad baik.

Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum memiliki jangkauan yang luas antara lain wajib dipercaya artinya setiap anggota direksi selamanya dapat dipercaya serta selamanya harus jujur, wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar artinya setiap anggota direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungsi dan kewenangan pengurusan untuk tujuan yang wajar termasuk kewajiban memperhatikan kepentingan karyawan, wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan artinya setiap anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, wajib loyal terhadap perseroan artinya setiap anggota direksi wajib bertindak dengn itikad baik yang setinggi-tingginya mengurus perseroan untuk kepentingan perseroan berhadapan dengan kepentingan pribadinya dan wajib menghindari benturan kepentingan artinya setiap anggota direksi wajib menghindari benturan kepentingan, sebab tindakan tersebut juga

94 Ibid.

(35)

melanggar kewajiban kepercayaan dan kewajiban menaati peraturan perundang- undangan.95

c. Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Kewajiban melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab adalah sebagai berikut :

1. Wajib seksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan.

Dalam hal mengurus perseroan, anggota direksi tidak boleh sembrono dan lalai, apabila anggota direksi sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan menurut hukum anggota direksi telah melanggar kewajiban berhati-hati. Patokan kehati-hatian yang diterapkan secara umum dalam praktik adalah standar kehati- hatian yang lazim dilakukan orang biasa dalam posisi dan kondisi yang sama.

Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan, maka anggota direksi dianggap bersalah melanggar kewajiban dalam melaksanakan pengurusan dan penuh tanggung jawab, sehingga tidak ada kata maaf bagi seseorang yang menduduki jabatan anggota direksi dengan gaji dan tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati melaksanakan pengurusan perseroan. Dalam melaksanakan penerapan kewajiban berhati-hati dalam pelaksanaan pengurusan perseroan, perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum yang disebut risiko pertimbangan bisnis artinya apabila anggota direksi benar-benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab

95 Try Widiyono, Op Cit., hlm.62.

(36)

pengurusan perseroan dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang komprehensif secara wajar sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan serta kelaziman praktik bisnis. 96

2. Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun dan cakap.

Pada umumnya aspek wajib tekun dan ulet, selalu dikaitkan dengan keahlian. Dengan demikian anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib mempertunjukkan kecakapannya. Patokannya kecakapan yang wajib sesuai dengan jabatan direksi yang dipangkunya. Kecakapan dan keahkian yang wajib ditunjukkannya harus berdasar ilmu pengetahuan dan pengalaman.97 3. Tanggung jawab anggota direksi atas kerugian pengurusan perseroan.

Tanggung jawab anggota direksi atas kerugian perseroan timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan yang dapat diklasifikasi :

a. Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi

Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian yang dialami perseroan apabila bersalah dan lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.98

b. Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng.

Apabila salah satu anggota direksi lalai atau melanggar kewajiban pengurusan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup

96 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru,Op Cit., hlm.79

97 Try Widiyono, Op Cit., hlm.63.

98 M.Yahya Harahap,SH, Op Cit., hlm.383.

(37)

aspek itikad-itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan. Alasan penegakan prinsip tanggung jawab renteng adalah agar semua anggota direksi sa;ing ikut menekuni secara terus-menerus pengurusan perseroan secara solider tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga secara kesuluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab bekerja sama mengurus kepentingan perseroan.99 Anggota direksi tidak dapat dikenakan tanggung jawab secara renteng apabila anggota direksi dapat membuktikan hal-hal sebagai berikut100

a. Kerugian perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.

:

b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam AD.

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan.

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

4. Tanggung jawab direksi untuk menyelenggarakan RUPS

RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

Selain itu dimungkinkan juga bagi seluruh pemegang saham untuk mengambil keputusan yang mengikat tanpa melalui rapat umum pemegang saham, dan hal ini

99 Ibid., hlm.384.

100 Pasal 97 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(38)

hanya dimungkinkan jika semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan dalam betuk resolusi pemegang saham pengganti rapat umum pemegang saham.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memiliki kewenangan sisa yang tidak diberikan kepada direksi dan dewan komisaris.

RUPS mewakili kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik sebagai akibat putusan dengan musyawarah maupun putusan hasil pemungutan suara yang sesuai dan sejalan dengan ketentuan undang-undang perseroan terbatas dan atau anggaran dasar. RUPS tidak mewakili kepentingan dari hanya salah satu atau lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham perseroan. Pemegang saham adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Pemegang saham bukanlah organ perseroan dan karenanya setiap tindakan pemegang saham, yang dilakukan secara individuil tidaklah mengikat para pemegang saham lainnya. Dalam setiap forum, RUPS hanya dapat membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal yang demikian, maka pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.101

101 Parasian Simanugkalit, Rapat Pemegang Umum SahamKaitannya Dengan Tanggung Jawab DireksiPada Perseroan Terbatas, (Jakarta :Yayasan Wajar Hidup, 2006), hlm.79.

Hal tersebut juga secara tidak langsung membawa konsekuensi hukum, bahwa RUPS

(39)

tidak berhak untuk membicarakan apalagi mengambil putusan dalam mata acara lain- lain, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS tersebut menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian berarti keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.

Tujuan dilaksanakannya RUPS pada perseroan adalah untuk menyetujui, mengesahkan, mengambil keputusan ataupun menolak mengenai pertanggung jawaban direksi, laporan keuangan yang disampaikan direksi, rancangan rencana kerja pengurus untuk satu tahun kerja berikutnya, rencana penambahan modal, pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris, rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang sebahagian besar atau seluruh kekayaan perseroan, rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan.

Adapun tanggung jawab direksi dalam kaitannya dalam RUPS pada perseroan adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang direksi terhadap perseroan, dimana direksi berkewajiban dan bertanggung jawab kepada RUPS untuk, memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai segala pelaksanaan tugas dan wewenangnya terhadap perseroan, membuat risalah RUPS, melaksanakan pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS tahunan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban, menyelenggarakan RUPS lainnya untuk kepentingan perseroan, menjalankan semua keputusan RUPS yang telah disahkan, memberitahukan hasil keputusan RUPS kepada para pemegang saham, meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebahagian kekayaan

(40)

perseroan, perubahan anggaran dasar, penambahan modal perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran perseroan. Pelaksanaan tugas direksi untuk menjalankan perseroan berdasarkan pada rencana kerja yang telah disusun dan disahkan pada RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar adalah merupakan tanggung jawab kedalam dari direksi yang mewakili dan menjalankan Perseroan bersama-sama pengurus dan karyawan perseroan, yang akan diminta kembali pertanggungjawabannya pada akhir tahun buku berikutnya.

Keputusan RUPS merupakan acuan dari pelaksanaan tugas direksi. Ini merupakan hubungan antara keputusan atau hasil RUPS dengan pelaksanaan tugas direksi.102 5. Tanggung Jawab Direksi kepada Pemegang Saham.

Pemegang saham tersebut memerlukan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan mereka pribadi tidak akan diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang diselenggarakan atau dilaksanakan oleh perseroan terbatas tersebut.

Dalam konteks yang demikian pertanggungjawaban terbatas pendiri atau pemegang saham menjadi penting artinya. Pemegang saham hanya akan menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah disetujuinya untuk diambil bagian, guna penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya Perseroan dengan baik.

Sebagai bagian dari upaya untuk tetap mempertahankan konsep bahwa pemegang saham tetap dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan

102 Ibid., hlm.80.

(41)

perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham ini kemudian diberikanlah saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan melalui RUPS.

Makin besar jumlah saham yang dimiliki, makin besar kewenangan yang dimilikinya dalam RUPS.103

H. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang BUMN

Dalam penjelasan Pasal 91 UU BUMN disebutkan agar direksi dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, pihak-pihak luar manapun, selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut campur terhadap pengurusan BUMN. Termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh direksi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Hal ini berlaku pula bagi departemen dan instansi pemerintah lainnya karena kebutuhan dana departemen dan instansi pemeritah lainnya telah diatur dan ditetapkan secara tersendiri. Departemen dan instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani BUMN dengan segala bentuk pengeluaran. pasal 27 selanjutnya menyatakan:

1. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN;

103 Ibid., hlm.81.

(42)

2. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 26 ayat 1 menyatakan sebagai berikut direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN serta wajib-wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governence. Good corporate governence adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN

untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai etika.104 Stakeholder adalah semua pihak yang terkait yang mempertaruhkan nilai material atau immanterial dan mempunyai kepentingan dalam perseroan. Prinsip- prinsip good corporate governence105

1. Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan.

terdiri dari:

2. Kemandirian adalah keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.

104 Muladi, Op cit, hlm.165.

105 Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

(43)

5. Kewajaran adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.

Penerapan good corporate governence pada BUMN, bertujuan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut106

1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional.

:

2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan dan efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.

3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di BUMN.

4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.

5. Meningkatkan iklim investasi nasional.

6. Mensukseskan program privatisasi.

Untuk mengetahui lebih lanjut tanggung jawab direksi dapat dilihat pengaturannya lebih lanjut dalam anggaran dasar masing-masing BUMN. Pada dasarnya setiap anggaran dasar perseroan (BUMN) mengatur tentang batas wewenang direksi dalam mengurus dan mengelola kegiatan perseroan.

106 Pasal 4 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117/M.MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governence Pada Badan Usaha Milik Negara.

(44)

I. Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN

Mengenai tanggung jawab direksi BUMN dalam pelepasan asset tidak bergerak tidak diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang BUMN. Karena tanggung jawab direksi yang diatur hanya dalam Pasal 26 ayat 1 UU BUMN yang menyatakan Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan dan juga dalam Pasal 27 ayat 2 UU BUMN yang menyatakan setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pelepasan asset tidak bergerak berupa tanah, dilepas karena HGU nya sudah habis, dimana tanah yang HGU nya sudah habis diperuntukan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkut. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang bunyinya ”pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi :

Referensi

Dokumen terkait

Daerah terhadap Pelayanan Publik dengan analisis Impact Chain pada KAD di Wilayah Jawa Tengah..

Berani mengambil resiko terlihat mengundurkan diri dari pekerjaanya di kantor dan memilih mendirikan usaha sendiri serta mendirikan usaha yang sama dengan toko yang ada di

Cook dalam Tarigan menyatakan, “kalimat tak sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri sebuah klausa terikat, atau sama sekali tidak mengandung struktur

17 Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana upaya istri yang bekerja menghadapi suami tanpa pekerjaan, maka dirasa perlu dilakukan sebuah penelitian yang

Penelitian ini bertolak dari kurangnya motivasi peserta didik pada pembelajaran sehingga nilai peserta didik pada materi klasifikasi makhluk hidup rata-rata di

Kondisi optimum multirespon melalui pendekatan fungsi desirability dari produk torefaksi pelepah sawit secara statistik menggunakan RSM didapat pada suhu 275 o C

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu dari dalam merupakan potensi fisik, imtelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa

Kalau memang begini harus kejadiannya maka itulah yang harus saya lakukan.” Orang tua bermuka tengkorak ini pejamkan kedua mata lalu tanpa ragu-ragu Empu Semi– rang Biru