SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR –FAKTOR PENDORONG
MASYARAKAT MEMBAYAR ZAKAT, INFAQ, DAN
SEDEKAH (ZIS) MELALUI BAZDA SUMATERA UTARA
OLEH
ANDY RISWAN RITONGA
080501013
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong muzakki sehingga melakukan pembayaran dana ZIS melalui BAZDASU. Penelitian ini juga membahas perkembangan pengumpulan dana ZIS selama tahun 2001-2011, serta kendala-kendala yang dihadapi BAZDASU dalam pengumpulan ZIS.
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 muzakki yang memabayar dana ZIS di BAZDASU, menggunakan metode analisis deskriptif dengan bantuan software SPSS 16.0 descriptive analysis. Sedangkan untuk meneliti perkembangan pengumpulan dana ZIS dilakukan dengan menganalisis perkembangan jumlah muzakki, penerimaan, dan penyaluran dana ZIS selama 11 tahun terakhir. Juga menampilkan kendala internal dan eksternal yang dihadapi BAZDASU dalam pengumpulan ZIS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong masyarakat membayar ZIS tersebut adalah pelayanan, lokasi, teknik pengumpulan dan status BAZDASU. Alasan muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan sedekah pada lembaga ini, karena statusnya sebagai lembaga zakat resmi milik Pemerintah. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bersedekah, BAZDASU harus terus meningkatkan kualitas kinerja, pelayanan, sosialisasi dan program-program unggulannya, guna membangun citra BAZDASU yang lebih baik kedepanya.
ABSTRACT
This study aims to determine the driving factors that make payments Muzakki ZIS funds through BAZDASU. This study also discusses the development of ZIS fundraiser for the year 2001-2011, as well as obstacles encountered in the collection BAZDASU ZIS.
This study took a sample of 40 Muzakki the ZIS in BAZDASU to pay funds, using descriptive analysis method with the help of descriptive analysis software SPSS 16.0. While researching the development of fund-raising conducted by analyzing developments ZIS Muzakki number, receipt, and disbursement of funds during the last 11 years ZIS. Also featuring internal and external constraints faced in the collection BAZDASU ZIS.
The results showed that the factors that encourage people to pay ZIS is a service, location and status BAZDASU collection techniques. Muzakki reasons prefer to pay zakat, and alms infaq in these institutions, because of its status as an official charity organization owned by the Government. To increase public awareness of the tithe, and give alms berinfaq, BAZDASU must continue to improve the quality of performance, service, socialization and its superior programs, in order to build a better image BAZDASU for the future.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam juga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pendorong Masyarakat Membayar Zakat, Infaq, Dan Sedekah (ZIS) Melalui BAZDA Sumatera Utara”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :
1. Kedua Orang Tua tercinta, ayahanda Sofyan Suri Ritonga, SH dan ibunda Siti Onggol, S,pd. Saudara-saudara, abang, kakak, dan adik tercinta, beserta teman-teman seperjuanganku yang selalu memberikan semangat dan dukungan beserta doa untuk keselamatan dan keberhasilan penulis. 2. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc. Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan, sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan penulis dorongan, masukan dan saran yang berguna dalam menyempurnakan skripsi ini dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada Bapak DR. Saparuddin Siregar, SE, AK, SAS, M.Ag selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan kritik dan saran pada penulis. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi
Pembangunan yang telah memberikan berbagai ilmunya kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu staf administrasi Fakultas Ekonomi, khususnya
Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah dengan ikhlas melayani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada pimpinan BAZDASU Bapak Drs. H. Amansyah Nasution, MSP beserta pegawai-pegawai BAZDASU yang telah membantu dalam proses penelitian penulis demi menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengaharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 24 Juli 2012 Penulis
DAFTAR ISI
2.6. Peranan Fundraising Zakat……… 35
2.6.1 Pengertian Fundraising Zakat……… 35
2.6.2 Metode Fundraising Zakat………. 35
2.6.3 Tujuan Fundraising Zakat……… 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
4.3. Analisis Data Perkembangan Pengumpulan ZIS dan Deskriptif
Penelitian……….. 78
4.3.1. Perkembangan Jumlah Muzakki BAZDASU………… 78
4.3.2. Jumlah Penerimaan Dana ZIS dan Non ZIS di BAZDASU………. 83
4.3.3. Jumlah Penyaluran Dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di BAZDASU………... 88
4.4. Kendala-kendala yang Dihadapi BAZDASU Dalam Menghimpun Dana Zakat, Infaq, Dan sedekah (ZIS)………. 94
4.4.1.Kendala Internal………... 94
4.4.2. Kendala Eksternal……… 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 97
5.2. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA... 101
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul
Halaman
1.1 Jumlah Dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di Badan
Amil Zakat Daerah Sumatera Utara………... 8
1.2 Jumlah Donatur/Muzakki di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera
4.2 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan…………. 58
4.3 Data Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Pendapatan 59 4.4 Lama Responden Menjadi Muzakki BAZDASU………..….. 60
4.5 Dana yang Pernah atau Paling Sering Disalurkan Oleh Responden………... 62
4.6 Tanggapan Responden Terhadap Lokasi BAZDASU……… . 65
4.7 Alasan Responden Membayar ZIS di BAZDASU…………. .. 67
4.8 Jarak Tempat Tinggal Responden Dengan Lokasi BAZDASU 69 4.9 CaraPenyaluran Dana ZIS Oleh Responden Melalui BAZDASU………. .. 71
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul
Halaman
4.1 Lama Responden Menjadi Muzakki BAZDASU………..……. 62 4.2 Dana yang Pernah atau Paling Sering Disalurkan Oleh
Responden……… ... 63 4.3 Tanggapan Responden Terhadap Lokasi BAZDASU... 66 4.4 Alasan Responden Membayar ZIS di BAZDASU……….. 68 4.5 Jarak Tempat Tinggal Responden Dengan Lokasi BAZDASU.. 70 4.6 Cara Penyaluran Dana ZIS Oleh Responden Melalui
BAZDASU……….. 72 4.7 Prosedur Penyaluran Dana ZIS yang Dirasakan Responden
di BAZDASU……….. 74 4.8 Frekuensi Responden Menyalurkan Dana ZIS di BAZDASU…. 76 4.9 Pelayanan yang Diperoleh Responden Dari BAZDASU………. 78 4.10 Jumlah Penerimaan Dana ZIS dan Non ZIS yang Terhimpun
DAFTAR SINGKATAN
BAZDA = Badan Amil Zakat Daerah
BAZDASU = Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara BAZIS = Badan Amil Zakat Infaq Sedekah
BAZNAS = Badan Amil Zakat Nasional
BAZ = Badan Amil Zakat
BPS = Badan Pusat Statistik
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
LAZ = Lembaga Amil Zakat
LHAI = Lembaga Harta Agama Islam
LPZ = Lembaga Pengelolaan Zakat
OPZ = Organisasi Pengelolaan Zakat
SPSS = Statistic Product and Service Solution
UPZ = Unit Pengumpulan Zakat
UU = Undang-Undang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong muzakki sehingga melakukan pembayaran dana ZIS melalui BAZDASU. Penelitian ini juga membahas perkembangan pengumpulan dana ZIS selama tahun 2001-2011, serta kendala-kendala yang dihadapi BAZDASU dalam pengumpulan ZIS.
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 muzakki yang memabayar dana ZIS di BAZDASU, menggunakan metode analisis deskriptif dengan bantuan software SPSS 16.0 descriptive analysis. Sedangkan untuk meneliti perkembangan pengumpulan dana ZIS dilakukan dengan menganalisis perkembangan jumlah muzakki, penerimaan, dan penyaluran dana ZIS selama 11 tahun terakhir. Juga menampilkan kendala internal dan eksternal yang dihadapi BAZDASU dalam pengumpulan ZIS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong masyarakat membayar ZIS tersebut adalah pelayanan, lokasi, teknik pengumpulan dan status BAZDASU. Alasan muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan sedekah pada lembaga ini, karena statusnya sebagai lembaga zakat resmi milik Pemerintah. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bersedekah, BAZDASU harus terus meningkatkan kualitas kinerja, pelayanan, sosialisasi dan program-program unggulannya, guna membangun citra BAZDASU yang lebih baik kedepanya.
ABSTRACT
This study aims to determine the driving factors that make payments Muzakki ZIS funds through BAZDASU. This study also discusses the development of ZIS fundraiser for the year 2001-2011, as well as obstacles encountered in the collection BAZDASU ZIS.
This study took a sample of 40 Muzakki the ZIS in BAZDASU to pay funds, using descriptive analysis method with the help of descriptive analysis software SPSS 16.0. While researching the development of fund-raising conducted by analyzing developments ZIS Muzakki number, receipt, and disbursement of funds during the last 11 years ZIS. Also featuring internal and external constraints faced in the collection BAZDASU ZIS.
The results showed that the factors that encourage people to pay ZIS is a service, location and status BAZDASU collection techniques. Muzakki reasons prefer to pay zakat, and alms infaq in these institutions, because of its status as an official charity organization owned by the Government. To increase public awareness of the tithe, and give alms berinfaq, BAZDASU must continue to improve the quality of performance, service, socialization and its superior programs, in order to build a better image BAZDASU for the future.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya
berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan
kemanusian yang bernilai sosial (Maliyah ijtimah‘iyyah). ZIS memiliki manfaat
yang sangat penting dan strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun
dari aspek pembangunan kesejahteraan umat. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejarah perkembangan Islam yang diawali sejak masa kepemimpinan Rasulullah
SAW. Zakat telah menjadi sumber pendapatan keuangan negara yang memiliki
peranan sangat penting, antara lain sebagai sarana pengembangan agama Islam,
pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan
infrastruktur, dan penyediaan layanan bantuan untuk kepentingan kesejahteraan
sosial masyarakat yang kurang mampu seperti fakir miskin, serta bantuan lainnya
(Depag RI, 2007 a:1).
Peranan zakat di atas, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat miskin
di Indonesia yang masih membutuhkan berbagai macam layanan bantuan, namun
masih kesulitan dalam memperoleh layanan bantuan tersebut guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Di lihat dari fenomena itulah, Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam sebenarnya memiliki potensi yang
strategis dan sangat layak untuk dikembangkan dalam menggerakkan
perekonomian negara. Melalui penggunaan salah satu instrumen pemerataan
dan sedekah selain sebagai ibadah dan kewajiban juga telah mengakar kuat
sebagai tradisi dalam kehidupan masyarakat Islam.
Oleh karena itu, ibadah zakat, infaq, dan sedekah yang telah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat Islam di Indonesia, didukung dengan besarnya
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, sehingga dapat
dikatakan Indonesia adalah negara yang memiliki potensi zakat yang cukup besar.
Potensi ini merupakan sumber pendanaan yang dapat dijadikan kekuatan
pemberdayaan ekonomi, pemerataan pendapatan, bahkan akan dapat
menggerakkan roda perekonomian negara. Potensi ini sebelumnya hanya dikelola
oleh individu-individu secara tradisional dan bersifat konsumtif, sehingga
pemanfaatannya belum optimal. Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pelaksanaan pengelolaan zakat di
Indonesia dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) yang dibentuk Pemerintah di tingkat nasional, propinsi,
kabupaten/kota dan kecamatan serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk
dan dikelola masyarakat (Depag RI, 2007 a: 1).
Pengelolaan dana zakat, infaq, dan sedekah oleh BAZ dan LAZ,
seharusnya dapat memberikan kontribusi terhadap masalah kemiskinan dalam hal
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataannya masih
banyak masyarakat Indonesia yang hidup miskin dan serba kekurangan dan belum
tersentuh oleh hasil distribusi zakat, dikarenakan banyak program LPZ yang
manfaatnya bagi umat belum dirasakan secara signifikan (Depag RI, 2008:3).
jika kesadaran berzakat telah tumbuh, maka akan didapat angka minimal sebesar
Rp 19 Triliun per tahun, Angka akan bertambah jika diakumulasikan dengan
pemasukan dari infaq, sedekah, serta wakaf tentunya akan didapat angka yang
lebih besar lagi. Namun, angka di atas masih dalam hitungan kertas saja. Dalam
kenyataannya pada tahun 2007 lalu hanya terkumpul lebih kurang Rp 250 milyar
per tahun, itu artinya hanya 1,3% saja dana zakat yang dapat terkumpul dari
jumlah dana potensial yang ada (Ibid). Di lihat dari persentase jumlah dana zakat
yang berhasil dikumpul oleh BAZ dan LAZ tidak sebanding dengan besarnya
potensi yang ada. Apalagi bila dilihat dari segi jumlah penduduk Indonesia
sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011
mencapai 30,01 juta jiwa, menurun dibanding tahun 2010 yang mencapai 31,02
juta jiwa. Sumatera Utara berada pada empat besar sebagai provinsi yang jumlah
penduduk terbanyak dari 33 propinsi di Indonesia. Jumlah penduduk miskinnya
mencapai 1,481 juta jiwa. Angka tersebut menurun sedikit dibanding tahun 2010
yang mencapai 1,490 juta jiwa
masyarakat Islam yang mayoritas, jelas yang paling banyak berada pada garis
kemiskinan adalah masyarakat Islam, sehingga masalah ini menjadi masalah umat
Islam yang harus ditanggung bersama.
Untuk membantu memecahkan masalah kemiskinan melalui institusi ZIS,
diperlukan aturan hukum yang jelas melalui Undang-undang Pengelolaan Zakat.
Dalam UU Pengelolaan Zakat dimaksud disebutkan bahwa tujuan pengelolaan
sesuai dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Kemudian terjadi
perkembangan yang cukup menarik, yang mendukung penghimpunan zakat
dengan lahirnya UU Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU
Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang antara lain mengatur
tentang pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak (Depag
RI, 2007 a:2).
Pengurangan zakat dari laba atau pendapatan sisa kena pajak tersebut
bertujuan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar
zakat dan pajak, agar kesadaran membayar zakat diharapkan dapat memacu
kesadaran membayar pajak. Zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak
adalah yang dibayarkan kepada BAZ atau LAZ yang dikukuhkan oleh pemerintah
untuk dapat mengurangkan zakat dari penghasilan kena pajak tersebut. Wajib
pajak harus terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlebih
dahulu (Depag RI, 2007 b:64-65). Oleh karena itu, kewajiban membayar zakat
dan pajak dapat lebih disinergikan, dimana keduanya merupakan sumber
keuangan yang berpotensi besar dalam kegiatan pembangunan ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, zakat yang memiliki peranan besar sebagai sumber
keuangan syariah dalam membantu meningkatkan perbaikan kualitas
kesejahteraan hidup masyarakat. Untuk itu diperlukan penguatan aturan hukum
satu alasan itulah yang mendukung dilakukannya revisi undang-undang dalam
mengatur dan menguatkan kedudukan zakat, serta Lembaga Pengelolaan Zakat
(LPZ) di Indonesia. Pada akhirnya proses amandemen UU No 38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat telah selesai diamandemen dan disahkan oleh DPR RI
pada tanggal 27 Oktober 2011 lalu. UU hasil amandemen tersebut kemudian
diberi nomor UU Nomor 23 Tahun 2011. Sebuah hasil perumusaan dan
perjuangan panjang bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pengelolaan zakat di
Indonesia, akibat dari ketidak setujuan atas UU Nomor 38 Tahun 1999 yang
memberikan LAZ kesempatan yang sama besar dalam mengelola dana zakat.
Terdapat bukti-bukti yang semakin menguat bahwa pada umumnya masyarakat
telah gagal dalam melaksanakan pengelola zakat, dan seharusnya pengelolaan
zakat ini dikembalikan kepada lembaga zakat pemerintah (BAZ). Peningkatan
Pertumbuhan yang besar jumlah dana zakat, infaq, dan sedekah yang berhasil
dikumpulkan oleh LAZ tidak diiringi dengan penurunan tingkat kemiskinan
secara optimal. Oleh sebab itu ada anggapan bahwa lembaga zakat yang dikelola
oleh masyarakat sendiri, belum dapat berjalan dengan baik serta masih syarat
terhadap kepentingan individu dan kelompok.
Dengan adanya Undang-undang baru zakat ini, lebih menguatkan peran
dan fungsi BAZ, yang menegaskan kewajiban LAZ yang di bentuk masyarakat
untuk melaporkan kegiatan pengumpulan dan pendayagunaan zakat yang telah
dilakukannya kepada BAZ (Pasal 19), tetapi bukan kewajiban untuk menyetorkan
dana zakat kepada BAZ. Hal ini bertujuan agar koordinasi LPZ dapat diformalkan
Terwujudnya koordinasi Pengelolaan dana zakat yang baik antara BAZ
dan LAZ melalui UU yang baru, menumbuhkan harapan besar dalam menghadapi
tahun 2012, sehingga optimisme peningkatan penerimaan zakat secara nasional
cukup beralasan. Pada tahun 2010, penerimaan zakat nasional mencapai sekitar
Rp 1,5 triliun zakat, sedangkan tahun 2011 lalu mencapai Rp 1,8 triliun atau
mengalami kenaikan 20% dibanding penerimaan tahun 2010. Untuk tahun 2012,
jumlah penerimaan zakat Rp 3-4 triliun sangat mungkin terealisasi asal terpenuhi
dua syarat, yaitu, (1) sistem pengelolaan zakat sesuai UU pengelolaan zakat yang
baru berjalan efektif dipusat dan disemua daerah, dan (2) pelaksanaan pembayaran
zakat sebagai pengurang penghasilan bruto bagi para wajib pajak orang pribadi
yang beragama Islam dapat direalisasikan dengan berbasis sistem IT perpajakan
dan perzakatan (Republika, 22 Desember 2011).
Sementara di Sumatera Utara, menurut Pimpinan Badan Amil Zakat
Daerah Sumatera Utara telah mengumpulkan dana yang berasal dari zakat, infaq
dan sedekah (ZIS) sekitar Rp1,4 miliar hingga pertengahan Agustus 2011 yang
akan disalurkan untuk membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang
membutuhkan bantuan. Dengan rincian sebanyak Rp 600 juta berasal dari zakat
dan Rp800 juta dari infaq serta sedekah. Namun sedang diupayakan pengumpulan
ZIS lebih banyak agar dapat membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang
membutuhkan bantuan. Pada tahun 2010, Dana ZIS yang terkumpul oleh Bazda
Sumatera Utara mencapai Rp.1,7 milyar dengan rincian Rp.1,2 milyar dari zakat
dan sekitar Rp.450 juta dari infaq dan sedekah (www.waspadaonline.com). Dalam
Pengelolaan Zakat di Indonesia (kini telah di amandemen menjadi UU Nomor 23
tahun 2011, yang pelaksanaan masih dalam proses sosialisasi). Secara hukum
menetapkan adanya proses pengesahan Lembaga Pengelolaan Zakat (LPZ) (pasal
6) yakni pembentukan Badan Amil Zakat Daerah dilakukan oleh pemerintah
daerah. Dalam rangka melaksanakan amanat UU Pengelolaan Zakat Nomor 38
Tahun 1999 tersebutlah, Pemerintah provinsi Sumatera Utara melalui Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Utara sejak tahun 2001 telah membentuk Badan
Amil Zakat Daerah Sumatera Utara (BAZDASU).
Keberadaan BAZDASU terasa memberikan peran dan tujuan penting bagi
masyarakat dan pemerintah Sumatera Utara, antara lain yaitu (Khoiri, 2010:2): 1.
Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntutan syariat Islam, 2. Meningkatkan fungsi dan peranan norma
keagamaan dalam upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial, 3. Meningkatkan pendayagunaan dana zakat, infaq, dan sedekah yang lebih
produktif. Lembaga ini kemudian mulai menjadi lembaga yang dipercaya
masyarakat dan amanah dalam mengelola dana umat. Walaupun demikian masih
terdapat sejumlah permasalahan yang harus dihadapi seperti (Maratua
Simanjuntak, 2006:37-38), masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat
membayar zakat ke lembaga pemerintah, belum meratanya pemahaman dan
kesadaran masyarakat untuk membayar zakat khususnya zakat maal (harta), serta
belum meratanya sosialisasi kebijakan peraturan pemerintah dan UU pengelolaan
zakat, serta permasalahan lainnya yang juga harus dibenahi dalam mewujudkan
BAZDASU terus berusaha meningkatkan pelayanannya, mulai dari upaya
penghimpunan dan pendayagunaan dana ZIS, serta pengembangan sumber daya
yang ada terus menerus dilakukan.
Perwujudan usaha-usaha BAZDASU mulai terlihat perkembangannya dari
jumlah penghimpunan dana zakat, infak dan sedekah (ZIS) dari tahun ke tahun.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir terkumpul dana ZIS sebagai berikut :
Tabel 1.1: Jumlah Dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara
Sumber: Hasil Wawancara Dengan Pengelola BAZDASU (2012).
Jumlah penerimaan di atas masih terbilang relatif kecil dibanding dengan
potensi ZIS yang diyakini cukup besar yang ada di Sumatera Utara. Apabila
dilihat dari perkembangan jumlah donatur/muzakki yang membayarkan zakat,
infaq, dan sedekah dari tahun ke tahun melalui BAZDASU, dalam kurun waktu
empat tahun terakhir, maka dapat dilihat perkembangannya sebagai berikut :
Data pada tabel di atas, menunjukkan pada tahun 2007 jumlah muzakki
yang menyalurkan zakatnya di BAZDASU sebanyak 268 orang, sedangkan pada
tahun 2008 hanya sebanyak 216 orang atau mengalami penurunan sebesar 19,5%,
dan pada tahun 2009 sebanyak 220 orang atau hanya meningkat sebesar 1,85%,
begitu juga pada tahun 2010 sebanyak 224 orang, yang hanya mengalami
peningkatan 1,8%. Data jumlah donatur yang mendonasikan dana infaq dan
sedekah tidak tersaji pada tabel di atas, hal tersebut dikarenakan BAZDASU tidak
mendata identitas pihak yang menyalurkan infaq dan sedekah secara rapi dan
sistematis. Salah satu alasannya ialah sebagian besar para donatur
menyalurkannya melalui unit-unit pengumpulan zakat (UPZ) serta pada
kotak-kotak infaq yang tersedia di tempat-tempat tertentu yang berkerja sama dalam
pengumpulan infaq dan sedekah dengan BAZDASU, sehingga sulit untuk
mengetahui data identitas donatur secara terperinci.
Sebagai lembaga yang berada di bawah naungan pemerintah Sumatera
Utara, secara struktual hubungan birokrasi dan koordinasi tidak dapat
dihindarkan. Apalagi proses operasional berjalannya BAZDASU dibantu dari
APBD Provinsi Sumatera Utara, bukan menggunakan dana zakat sebagaimana
pengelola zakat pada umumnya (Khoiri, 2010:2). Konsekuensinya BAZDASU
semakin mengedepankan akuntabilitas, kredibilitas dan transparansi. Untuk
melengkapi itu pertanggung jawaban keuangan setiap tahunnya disampaikan
kepada Gubernur Sumatera Utara dan Badan Inspektorat, yang sebelumnya telah
diaudit terlebih dahulu oleh Akuntan Publik sejak tahun 2007, disamping itu juga
maupun secara formal di depan anggota DPRD Tk 1 Sumatera Utara. Realitas ini
menunjukkan bahwa mengelola harta zakat tidaklah sesederhana yang
dibayangkan, pengawasan yang melekat serta sanksi pidana merupakan tolak ukur
BAZDASU sebagai LPZ yang teraudit dan terawasi
BAZ juga harus memperhatikan kegiatan operasional pengelolaannya
dengan baik, agar masyarakat lebih terpanggil untuk menyalurkan zakat, infaq dan
sedekah tersebut. Untuk itu penulis meneliti apakah yang menjadi faktor-faktor
pendorong masyarakat menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Faktor
pendorong itu sendiri menurut penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain pelayanan, lokasi, dan Teknik pengumpulan (Fundraising). Melalui pelayanan
yang baik yang diperoleh seorang muzakki, maka diharapkan muzakki akan tetap
menyalurkan dana ZIS kembali ke lembaga zakat tersebut. Faktor lokasi juga
diyakini sebagai pendorong masyarakat untuk menyalurkan dana ZIS pada suatu
lembaga zakat. Jarak dan akses menuju lokasi lembaga zakat dari tempat
tinggal/kegiatan masyarakat dalam hal ini muzakki diyakini cukup berpengaruh
dalam hal menyalurkan dana ZIS secara langsung pada kantor lembaga zakat
tersebut. Begitu juga dengan metode pengumpulan dana ZIS sebagai faktor yang
ikut mendorong masyarakat untuk menyalurkan dana ZIS tersebut. Teknik
pengumpulan atau sering disebut dengan istilah fundraising zakat merupakan
proses kegiatan dalam melakukan penghimpunan dana ZIS ,sehingga masyarakat
termotivasi serta menimbulkan kesadaran dan kepedulian untuk membantu
Oleh karena itulah BAZDASU ini merupakan LPZ resmi yang dimiliki
pemerintah, sehingga diharapkan memiliki kelebihan dan keutamaan
dibandingkan LAZ yang dikelola oleh masyarakat, baik dalam hal penghimpunan
maupun pendayagunaan dana ZIS tersebut. Berdasarkan kedudukan dan status
BAZDASU yang sangat potensial sebagai salah satu lembaga zakat yang dikelola
oleh pihak pemerintah, diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, dan mampu membuat program-program pendayagunaan dana ZIS
yang lebih tepat guna setiap tahunnya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan
lebih memberikan kepercayaan dalam menyalurkan dana ZIS melalui BAZDASU.
Melihat kondisi dan fakta tersebut, sudah seharusnyalah masyarakat
Muslim di Sumatera Utara sebagai muzakki, dan pemerintah provinsi Sumatera
Utara dalam membina dan mengawasi BAZDASU, untuk lebih tergerak lagi
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar zakat, infak, dan sedekah
(ZIS) melalui BAZDASU. Oleh karena itu, dengan dilatar belakangi keadaan
tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Pendorong Masyarakat Membayar Zakat, Infaq, Dan
Sedekah (ZIS) Melalui BAZDA Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apakah yang mendorong masyarakat membayar zakat,
2. Bagaimana perkembangan pelaksanaan pengumpulan zakat, infaq, dan
sedekah (ZIS), ditinjau dari jumlah muzakki, jumlah penerimaan, dan
jumlah penyaluran dana ZIS di BAZDASU ?
3. Kendala apakah yang dihadapi BAZDASU dalam menghimpun zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS) ?
1.3Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong masyarakat membayar
zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) melalui BAZDASU.
2. Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan pengumpulan zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS), yang ditinjau dari jumlah muzakki, jumlah
penerimaan, dan jumlah penyaluran dana ZIS di BAZDASU.
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi BAZDASU dalam
menghimpun zakat, infaq, dan sedekah (ZIS).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah pusat dan daerah,
khususnya melalui Kementrian Agama dalam membuat peraturan dan
kebijakan untuk meningkatkan pengelolaan, pengumpulan, dan
pendayagunaan dana zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) ke depan.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi kepada
ZIS di BAZDASU, serta dapat berguna juga sebagai bahan masukan
bagi BAZDASU ke depan.
3. Sebagai media pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama perkuliahan, serta membandingkannya dengan kondisi
sebenarnya di dunia nyata. Guna melatih kemampuan dalam
menganalisis secara sistematis.
4. Hasil penelitian juga diharapkan sebagai tambahan ilmu pengetahuan
bagi mahasiswa fakultas ekonomi, terutama mahasiswa program studi
ekonomi pembangunan yang ingin memfokuskan penelitian ini dimasa
yang akan datang.
5. Sebagai bahan studi tambahan terhadap penelitian mengenai zakat,
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zakat
2.1.1 Pengertian zakat
Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik, sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat
berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT diserahkan
kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan
sejumlah harta tertentu itu sendiri (Qardawi, 1996:35).
Menurut etimologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah
harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah SWT,
untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang–orang yang berhak menerimanya.
Dalam Al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat
sebanyak 82 ayat (Al-Zuhayly, 2000:89). Dari sini dapat disimpulkan secara
deduktif bahwa zakat merupakan rukun Islam yang terpenting setelah ibadah
shalat. Zakat dan shalat dijadikan sebagai lambang keseluruhan ajaran Islam.
Pelaksanaan shalat melambangkan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan
pelaksanaan zakat melambangkan hubungan antar sesama manusia (Shihab,
2000:135).
“Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya beribadah kepada Allah
dengan ikhlas dan condong melakukan agama karenanya, begitu pula supaya
mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat dan itulah agama yang lurus
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat, dan kebaikan apapun yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu akan mendapatkan pahala dari sisi Allah,
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Terjemahan QS.
Al-Baqarah: 10)”.
Dari ayat di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, Pertama, zakat
adalah sebutan untuk jenis barang tertentu yang harus dikeluarkan oleh umat
Islam dan dibagi-bagikan kepada golongan yang berhak menerimanya sesuai
dengan ketentuan syari’at. Kedua, zakat merupakan konsekuensi logis dari prinsip
kepemilikan harta dalam ajaran Islam yang fundamental, yakni haqqullah (milik
Allah yang dititipkan kepada manusia) dalam rangka pemerataan kekayaan.
Ketiga, zakat adalah ibadah yang tidak hanya berkaitan dengan hubungan
ketuhanan saja tetapi juga mencakup dengan nilai sosial-kemanusiaan yang sering
disebut sebagai ibadah Maliyah ijtima’iyyah (Qardawi, 1996:88-90).
Menurut sejumlah hadist dan laporan para sahabat, menerangkan
keutamaan ibadah zakat setelah ibadah shalat, berdasarkan beberapa hadist shahih,
misalnya seperti hadist dari Ibnu Umar ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
”Saya diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan
Allah, mendirikan shalat dan memberikan zakat. Apabila mereka telah melakukan
itu maka terpeliharalah dari padaku darah dan harta mereka kecuali dengan hak
islam dan hisab mereka atas Allah” (HR. Bukhari: 25). Urutan ini tidak terlepas
dari pentingnya kewajiban zakat (setelah shalat), di puji orang yang
berbagai upaya dan cara (Qaradhawy, 2009:15).
Berdasarkan pengertian serta penjelasan tersebutlah bahwasanya perintah
zakat termasuk salah satu kewajiban yang utama dalam Islam. Dikeluarkan oleh
seorang muslim yang telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta
yang dimilikinya, serta dianggap telah mencapai dari segi jumlah dan waktu untuk
dikeluarkan kewajibanya, demi kesejahteraan umat sesuai dengan syariat yang
berlaku.
2.1.2 Klasifikasi Zakat
Zakat dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, yaitu zakat fitrah dan
zakat maal (harta). serta harta yang wajib di keluarkan zakatnya, syarat-syarat
harta yang terkena zakat dan golongan yang berhak menerima zakat.
2.1.2.1 Zakat Fitrah
A. Pengertian
Zakat fitrah itu adalah zakat diri atau pribadi dari setiap muslim yang
dikeluarkan menjelang hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun
kedua hijriah yaitu pada bulan ramadhan diwajibkan untuk mensucikan diri dari
orang yang berpuasa dari perbuatan dosa, Zakat fitrah itu diberikan kepada orang
miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tidak sampai meminta-minta
pada saat hari raya (Hasan, 2006:107).
B. Syarat-Syarat Dan Nishab Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah kewajiban yang bersifat umum pada setiap pribadi dari
kaum muslimin tanpa membedakan antara orang merdeka dengan hamba sahaya,
orang kaya dan orang miskin. Maka jelas zakat fitrah itu tidak terikat pada nishab.
Ada dua saja yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Islam
2. Ukuran kewajiban zakat fitrah adalah kelebihan dari makanan orang yang
bersangkutan dan makanan orang yang menjadi tanggungannya pada hari
dan malam hari raya Idul Fitri tersebut.
Cara penyerahan zakat fitrah dapat ditempuh dengan dua cara, adalah sebagai
berikut (Kartika, 2006:23) :
1. Zakat fitrah diserahkan langsung oleh yang bersangkutan kepada fakir
miskin. Apabila ini dilakukan maka sebaiknya pada malam hari raya dan
lebih baik lagi jika mereka diberikan pada pagi hari sebelum shalat Idul
Fitri dimulai agar dengan adanya zakat fitrah itu lebih melapangkan
kehidupan mereka.
2. Zakat fitrah diserahkan kepada amil (panitia) zakat. Apabila hal itu
dilakukan maka sebaiknya diserahkan beberapa hari sebelum hari raya Idul
Fitri agar panitia dapat mengatur distribusinya dengan baik dan tertib
kepada mereka yang berhak menerimanya.
2.1.2.2 Zakat Maal (Harta)
A. Pengertian
Maal (Harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali
oleh manusia untuk menyimpan, memiliki dan dimanfaatkan, sedangkan menurut
syara’ adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut
Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta
penghasilan yang dimiliki oleh seorang muslim yang telah mencapai nishab dan
haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan haul yang
dikeluarkan ditetapkan berdasarkan hukum agama.
B. Harta yang wajib di keluarkan zakatnya
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
pada pasal 4 ayat (2) harta yang wajib dikenakan zakat meliputi :
1. Emas, perak, dan logam mulia lainnya.
2. Uang dan surat berharga lainnya.
3. Perniagaan.
4. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
5. Peternakan dan perikanan.
6. Pertambangan.
7. Perindustrian;.
8. Pendapatan dan jasa, dan
9. Rikaz
Dibawah ini akan dijelaskan harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya tersebut :
1. Zakat Emas, Perak dan logam Mulia lainnya
Zakat emas dan perak dipandang sebagai benda yang mempunyai nilai
tersendiri oleh masyarakat. Emas dan perak dibuat untuk berbagai macam
perhiasan, terutama emas yang dipakai kaum wanita selain sebagai perhiasan
dan perak juga dijadikan standar dalam menentukan nishab uang yang wajib
dikeluarkan zakatnya (Hasan, 2006:38).
Nishab zakat emas adalah sebesar 20 dinar atau setara dengan 85 gram
emas murni, sedangkan nishab zakat perak adalah sebesar 200 dirham atau setara
dengan 672 gram perak. Apabila kepemilikan emas dan perak tersebut sudah
mencapai satu tahun wajib dikeluarkan zakatnya sebasar 2,5 %.
2. Zakat Uang Dan Surat Berharga Lainnya
Uang dan segala jenis bentuk simpanan uang seperti tabungan, deposito,
cek, serta surat berharga seperti saham dan obiligasi termasuk ke dalam kekayaan
wajib dikeluarkan zakatnya. Pendapat yang menyatakan bahwa uang wajib
dikeluarkan zakatnya, sebab saat ini uang menjadi harta yang berharga,
menggantikan kedudukan emas yang tidak lagi diperbolehkan sebagai alat tukar
umum dalam jual beli dan lain sebagainya (Al-Zuhayly, 2000:144).
Nishab zakat uang dan surat berharga setara dengan besar nishab zakat
emas dan perak. Apabila seseorang memiliki jenis harta yang bermacam-macam
dan diakumulasikan jumlahnya telah mencapai atau setara dengan nishab emas,
sebesar 85 gram atau perak 672 gram. Serta kepemilikan harta tersebut telah
mencapai satu tahun, maka dikenakan kewajiban zakat sebesar 2,5 %.
3. Zakat Hasil Perniagaan
Zakat perniagaan ialah zakat yang dikeluarkan dari kekayaan yang
diinvestasikan dan diperoleh dari kegiatan perdagangan, baik yang dilakukan oleh
perseorangan maupun secara kelompok yang wajib dikeluarkan zakatnya setiap
Nishab zakat perniagaan atau perdagangan dikeluarkan zakatnya setelah
sampai nishabnya senilai 93,6 gram (Yusuf Qardhahawi mengatakan 85 gram)
dan zakatnya sebesar 2,5 %. Perhitungan dilaksanakan sampai satu tahun kegiatan
dagang. Tidak mesti mulai dari bulan januari dan berakhir pada bulan desember,
oleh karena itu kegiatan mulai berdagang harus dicatat (Hasan, 2006:49-50).
4. Zakat Hasil Peternakan dan Perikanan
Zakat peternakan meliputi hasil dari peternakan hewan baik yang
berukuran besar seperti sapi, kerbau dan unta, yang berukuran sedang seperti
kambing dan domba dan yang berukuran kecil seperti unggas, ikan dan lain-lain.
Perhitungan zakat untuk masing-masing jenis hewan ternak, baik nishab maupun
kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya yakni satu
tahun untuk setiap jenis hewan.
a. Zakat Unta
Sesuai dengan ijma ulama dan hadist-hadist Rasulullah SAW, maka nishab
unta dan besar zakatnya mulai dari jumlah 5 ekor, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.1 Nishab Zakat Unta.
ekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih)
140-149 2 ekor anak unta betina (umur 3 tahun lebih) di tambah seekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih)
150-159 3 ekor anak unta betina (berumur 3 tahun lebih) 160-169 4 ekor anak unta betina (berumur 2 tahun lebih)
170-179 3 ekor anak unta betina (berumur 2 tahun lebih) di tambah 2 ekor anak unta betina (umur 3 tahun lebih)
180-189 2 ekor anak unta betina (berumur 2 tahun lebih) di tambah 2 ekor anak unta betina (umur 3 tahun lebih)
190-199 3 ekor anak unta betina (berumur 3 tahun lebih) di tambah seekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih)
200-209 4 ekor anak unta betina (berumur 3 tahun lebih) di tambah 5 ekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih)
Sumber: Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara (2012).
b. Zakat Sapi atau Kerbau
Sapi dan kerbau yang mulai wajib dibayarkan zakatnya apabila jumlahnya
telah mencapai 30 ekor, dapat dilihat ditabel berikut :
2.2 Tabel Nishab Sapi Atau Kerbau.
Nishab Sapi Banyak Zakat Yang Wajib Dikeluarkan 30-39 Seekor sapi jantan betina tabi’
40-59 Seekor sapi jantan/betina musinnah 60-69 2 ekor sapi jantan/betina tabi’
70-79 Seekor sapi musinah dan seekor tabi’ 80-89 2 ekor sapi musinnah
90-99 3 ekor tabi' (sapi berumur satu tahun atau memasuki tahun kedua)
100-109 2 ekor tabi' dan 1 ekor musinnah (sapi berumur satu tahun atau memasuki tahun ketiga)
110-119 2 ekor musinnah dan 1 ekor tabi' 120-129 3 ekor musinnah atau 4 ekor tabi'
130-160 s/d > setiap 30 ekor, 1 tabi' dan setiap 40 ekor, 1 musinnah Sumber : Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara (2012).
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1
ekor tabi'. Jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor
musinnah.
keterangan : a. Tabi' : sapi berumur 1 tahun (masuk tahun ke-2)
c. Zakat Kambing dan Domba
Kambing dan domba yang mulai wajib dibayarkan zakatnya apabila
jumlahnya telah mencapai 40 ekor, dapat dilihat pada tabel berikut :
2.3 Tabel Nishab Kambing dan Domba. Nishab
Kambing
Banyak Zakat Yang Wajib Dikeluarkan
40-120 Seekor (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun) 121-200 2 ekor kambing/domba
201-399 3 ekor kambing/domba 400-499 4 ekor kambing/domba 500-599 5 ekor kambing/domba
Sumber : Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara (2012).
Selanjutnya, setiap jumlah tersebut bertambah 100 ekor dan kelipatannya,
maka zakatnya bertambah 1 ekor.
d. Zakat Unggas dan Ikan
Mengenai nishab zakat ialah pada peterrnakan unggas dan perikanan yang
tidak ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor) seperti sapi, kambing dan domba,
tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab zakat ternak unggas dan
perikanan ialah setara dengan 82 gram emas maka berkewajiban mengeluarkan
zakat sebesar 2,5%. Dengan demikian, usaha ternak unggas dan perikanan dapat
digolongkan kedalam zakat perniagaan (Kartika, 2006:32).
5, Zakat Hasil Pertanian
Zakat hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti tanaman biji-bijian (padi, jagung, kedelai);
umbi-umbian (ubi, kentang, dll); sayur-sayuran (bawang, cabai, bayam, dll);
rumput-rumputan (sere, bambu, tebu); daun-daunan (teh, tembakau, vanili);
kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai, kacang tanah) (Kartika, 2006:28).
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt, “Hai orang-orang yang
beriman, nafkakanlah (ke jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu” (Terjemahan
QS.Al-Baqarah:267).
Nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasaq yang jumlahnya setara
dengan 250 kg beras, jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti
beras, jagung, gandum dan lain-lain, maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah
atau 529 kg beras dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian berupa
buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga dan lainnya, maka nishab disetarakan
dengan harga nishab makanan pokok yang paling utama di negara tersebut.
Sedangkan kadar zakat hasil pertanian ialah, jika menggunakan air dengan
sistem irigasi dikarenakan menggunakan biaya tambahan, maka kadar zakatnya
adalah 5%. Apabila menggunakan air atau sistem pengairan tanpa mengeluarkan
pembiayaan seperti air hujan, maka kadar zakatnya adalah 10%.
6. Zakat Pertambangan
Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil bumi yang
dijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi dan sebagainya
(Hasbi Ash Shiddieqy, 2006:149).
Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang tambang ialah
telah mencapai nishab. Nishab pada barang tambang sama dengan emas (85gram)
dan perak (672), sedangkan kadarnya pun sama, yaitu 2,5%.
Di Indonesia sebagian besar barang hasil tambang yang bersifat vital
dikelola langsung oleh pemerintah, dengan demikian sulit untuk
memperhitungkan zakatnya, namun apabila ada pengusaha muslim yang
mendapat kesempatan untuk mengelola tambang apapun jenisnya hendaknya
memperhatikan masalah zakat hasil tambang yang sesuai dengan syariat Islam
(Hasan, 2006:68).
7. Zakat Perindustrian
Dalam kamus bahasa Indonesia industri adalah kegiatan memproses atau
mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan
mesin, yaitu suatu proses pengolahan bahan baku dan yang sejenisnya menjadi
produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.
Pada zaman sekarang, telah keluar fatwa-fatwa kontemporer (fatawa
mu’ashirah) dan ketetapan dari beberapa ketetapan bersama para ahli fikih tentang
masalah fikih (Majma’ Al-fiqh), yaitu tentang zakat industri. Fatwa-fatwa dan
ketetapan tersebut menjadikan aktivitas perindustrian tunduk kepada zakat.
Seperti, pada fatwa-fatwa seminar problematika zakat kontemporer yang pertama,
yang diadakan oleh Lembaga Zakat Internasional, Bait Al-Zakat Kuwait pada
bulan Rabi’ul Awal 1409 Hijriah atau bertepatan pada bulan Oktober 1988
Para pakar zakat menyatakan zakat perindustrian dapat dianalogikan sama
dengan zakat perniagaan. Sehingga nishabnya juga sama dengan nishab emas
yaitu 85 gram emas, kadar zakatnya sebesar 2,5 persen. Mencapai nishab pada
setiap akhir tahun, atau setelah berakhirnya rapat umum pemegang saham bagi
zakat para pemegang saham.
8. Zakat Pendapatan dan Jasa Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau
keahlian profesionalisme tertentu, baik yang dilakukan bersama dengan orang
atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang telah memenuhi
nishab (Hafidhuddin, 1998:103).
Zakat pendapatan dan jasa profesi ialah termasuk dikategorikan dalam
zakat maal. Menurut Yusuf Al Qardhawi, merupakan Al Mal Al Mustafad ialah
kekayaan yang diperoleh oleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang
sesuai dengan syariat Islam.
Selain yang disebutkan di atas, Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa harta
hasil usaha, yaitu gaji pegawai negeri/swasta, upah karyawan, pendapatan dokter,
insinyur, advokad, konsultan, desainer, pendakwah dan lain-lain, yang
mengerjakan profesi tertentu dan juga pendapatan yang diperoleh dari modal yang
diinvestasikan. Di luar sektor perdagangan seperti mobil, kapal, percetakan, dan
tempat-tempat hiburan dan lain-lain wajib terkena zakat, persyaratannya telah
mencapai satu tahun dan sudah cukup nishabnya (Kartika, 2006:34). Oleh karena
pendapatan atau profesi adalah setara dengan 85 gram emas dan jumlah zakat
yang dikeluarkan sebesar 2,5%.
9. Zakat Rikaz
Ibnu Athir menyebutkan dalam An-Nihaya bahwa ma’adin berarti tempat
dari mana kekayaan bumi seperti emas, perak, tembaga dan lain-lainnya keluar,
sedangkan Kanz adalah tempat tertimbunnya harta benda karena perbuatan
manusia. Rikaz mencakup kedua hal di atas, karena rikaz berasal dari kata rakz
yang berarti simpanan, yang kemudian disebut maruz yang berarti disimpan.
Maksud dari benda-benda terpendam di sini ialah berbagai macam harta benda
yang disimpan oleh orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas, perak,
tembaga, dan barang berharga lainnya. Para ahli fikih telah menetapkan bahwa
orang yang menemukan benda tersebut diwajibkan mengeluarkan zakatnya
sebesar seperlima atau 20% (Qardawi, 1996:408-410).
2.1.2.3. Syarat-Syarat Zakat
Menurut pendapat para ulama, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
ialah harta yang dimiliki seorang muslim yang baligh dan berakal yang dimiliki
serta dapat dipergunakan hasil atau manfaatnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kewajiban zakat ialah :
1. pemilikan harta yang pasti dan kepemilkan penuh. yaitu harta benda yang akan
dizakatkan berada dalam kekuasaan dan dimiliki oleh si pemberi zakat.
2. Berkembang, yaitu harta tersebut berkembang baik secara alami berdasarkan
3. Melebihi kebutuhan pokok, yaitu harta yang dizakatkan telah melebihi dari
kebutuhan pokok seseorang atau keluarga yang mengeluarkan zakat tersebut
4. Bersih dari utang, yaitu harta yang akan dizakatkan harus bebas dari utang baik
kepada Allah (nazar) maupun utang kepada manusia.
5. Mencapai nishab, yaitu harta tersebut telah mencapai batas jumlah minimal
yang wajib dikeluarkan zakatnya.
6. Mencapai haul, yaitu harta tersebut telah mencapai waktu tertentu untuk
dikeluarkan zakatnya, biasanya berlaku setiap satu tahun.
2.1.2.4. Penerima Zakat
Terdapat delapan asnaf atau golongan yang berhak menerima zakat
(Mustahik), ialah sebagai berikut :
1. Fakir ialah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya.
2. Miskin ialah orang yang memiliki penghasilan atau pekerjaan namun tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun keluarga yang
ditanggungnya.
3. Amil ialah pengurus zakat baik yang diangkat oleh pemerintah atau masyarakat
dalam melaksanakan penghimpunan zakat dan menyalurkannya kepada
masyarakat yang membutuhkan.
4. Muallaf ialah orang yang baru memelum agama Islam yang diberikan zakat
untuk memantapkan hati dan keimanan mereka untuk tetap memeluk agama
5. Hamba sahaya ialah orang yang diberikan zakat untuk membebaskan diri
mereka dari perbudakan.
6 Gharim ialah orang yang memiliki utang pribadi yang bukan untuk keperluan
maksiat dan tidak memiliki harta untuk melunasinya.
7. Fisabilillah ialah orang yang melakukan suatu kegiatan yang berada di jalan
Allah, seperti kegiatan dakwah dan sejenisnya.
8. Ibnu sabil ialah orang yang berada dalam perjalanan (Musafir) yang mengalami
kesusahan atau kehabisan bekal dalam perjalanan tersebut.
Adapun yang tidak termasuk ke dalam golongan delapan asnaf tersebut,
termasuk ke dalam golongan yang tidak berhak menerima zakat. Adapun
golongan yang tidak berhak menerima zakat, adalah sebagai berikut :
a. Keturunan atau kerabat keluarga Nabi Muhammad SAW.
b. Kelompok orang kaya yang memiliki harta dengan usaha dan penghasilan .
c. Keluarga Muzakki yakni keluarga orang-orang yang berkewajiban membayar
zakat
d. Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi
melupakan kewajiban menafkahi keluarga dan orang-orang yang menjadi
tanggungannya.
e. Orang yang musyrik, tidak mempercayai adanya tuhan, dan menolak ajaran
agama.
2.1.3 Manfaat Zakat Dalam Kehidupan Masyarakat
Zakat sebagai sumber dana yang potensial yang dapat digunakan dalam
tersendiri. Menurut Heri Sudarsono (2003:135) dalam bukunya Bank dan lembaga
Keuangan Syariah, manfaat dan hikmah zakat tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Menghindari kesenjangan antara aghniyah dan dhu’afa.
2. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakaan orang jahat.
3. Menjadi unsure penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi.
harta (social distribution) dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam
masyarakat.
4. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang terdiri atas
prinsip-prinsif : ummat wahidan (umat yang satu), musawah (persamaan derajat),
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan takaful ijti’ma (tanggung jawab
bersama).
5. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan
menumbuhkan akhlaq mulia dan mengikis sifat bakhil (kikir).
6. Zakat adalah ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial
ekonomi dan pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan
solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, dan pengikat
kebersamaan umat dan bangsa sebagai pengikat batin antara golongan kaya
dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang pemisah antara golongan yang
2.2 Infaq
2.2.1 Pengertian Infaq
Berinfaq merupakan suatu kebiasaan bagi masyarakat muslim di Indonesia
yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi
saja, namun juga dilakukan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah bahkan
masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta)
untuk kepentingan sesuatu. Termasuk kedalam pengertian ini, infaq yang
dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agama. sedangkan menurut
terminologi syariah, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam
(Hafihuddin, 1998:14-15).
Infaq tidak memiliki nishab dan haul seperti zakat, sehingga tidak ada
batasan baik dari segi besaran dan waktu bagi seseorang untuk menginfakkan
hartanya, Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah menunaikan infaq dan
sedekah dengan nilai berapapun juga.
Infaq bukanlah hibah, derma atau anugrah dari orang-orang kaya untuk
orang-orang fakir, tetapi hak dan keutamaan yang besar bagi orang-orang fakir
atas orang-orang kaya, karena mereka adalah sebab pahala yang di dapat oleh
orang-orang kaya (Kartika, 2006:6).
Oleh karena itu, dana yang bersumber dari infaq juga memiliki potensi
penghimpunan maupun pendayagunaannya untuk kegiatan-kegiatan yang
produktif bagi pembangunan umat atau kesejahteraan masyarakat.
2.3 Sedekah
2.3.1 Pengertian Sedekah
Sedekah merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh individu
atau sekelompok orang dalam bertuk materi atau fisik maupun dalam bentuk non
materi kepada pihak-pihak yang dianggap membutuhkan secara sukarela dengan
mengharapkan keridhoan dari Allah SWT.
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi
syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk hukum dan
ketentuan-ketentuannya. Hanya saja infaq berkaitan dengan materi, sedangkan
sedekah memiliki arti yang lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmaterial
(Hafihuddin, 1998:15).
Oleh karena itu, sering zakat wajib itu dalam Al-Qur’an disebut sebagai
sedekah, sehingga yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah dikenakan
kewajiban untuk membayarkan zakat harta dan kekayaannya, tetapi masih
diharapkan untuk melakukan sedekah dan berinfaq.
2.4 Pelayanan Donatur/Muzakki
2.4.1 Pengertian Donatur/Muzakki
Donatur/Muzakki adalah orang, organisasi atau perusahaan yang pernah,
atau masih menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) kepada organisasi
dapat disebut donatur/muzakki apabila ia pernah mendonasikan dana zakat, infaq,
dan sedekah kepada OPZ untuk digunakan dan disalurkan bagi pemberdayaan
mustahik (Depag RI, 2007 A:82). Menurut UU No. 23 Tahun 2011, Muzakki
adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
2.4.2 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Pelayanan
Untuk dapat memuaskan donatur, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah mengetahui profil dan harapan donatur. Pengetahuan profil
donatur berhubungan dengan pengenalan OPZ kepada muzakki. Pengetahuan
tersebut akan bermanfaat dalam memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh muzakki, sehingga tidak melakukan kesalahan dalam
memberikan pelayanan (Depag RI,2007 A:84). Alangkah baiknya lagi pelayanan
yang dapat diberikan lebih dari apa yang diharapkan muzakki. Adapun profil
muzakki pada umumnya adalah :
a. Berusia antara 25-60 tahun
b. Memiliki pemahaman tentang agama Islam yang baik
c. Memiliki penghasilan atau pendapatan menengah keatas
d. Memiliki kepedulian sosial dan kemanusiaan
Sedangkan kebutuhan muzakki adalah :
a. Kesesuain dengan syariat Islam
b. Tanggung jawab dan transparansi pengelolaan
c. Manfaat bagi golongan fakir miskin
e. Pelayanan yang berkualitas
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pelayanan
Untuk terus dapat meningkatkan pelayanan organisasi pengelolaan zakat
kepada masyarakat terutama kepada para muzakki, maka harus dilaksanakan dan
dikembangkan prinsip-prinsip pelayanan kepada muzakki pada OPZ, yaitu :
a. Memberikan kemudahan dan tidak dipersulit.
b. Memberikan informasi yang diperlukan sebagaimana yang diketahui.
c. Tidak menanyakan sesuatu yang bersifat pribadi, kecuali atas keinginan
muzakki.
d. Jangan mendesak muzakki dengan sesuatu yang tidak disukai.
e. Jangan berjanji sesuatu yang diyakini tidak mudah untuk dipenuhi.
f. Jangan lupa mengucapkan terima kasih.
g. Berikan kenangan berupa cendramata atau kartu ucapan terima kasih
kepada muzakki.
h. Berikan fasilitas-fasilitas jika mampu disediakan buat muzakki.
i. Jika berbuat kesalahan segeralah minta maaf.
j. Jika muzakki kecewa atau marah, maka tebuslah dengan sesuatu yang
sangat menyenangkan.
2.5 Lokasi Lembaga Zakat
Masyarakat dalam melaksanakan suatu kegiatan ekonomi maupun sosial
sering memperhatikan keamanan, kenyamanan, serta lokasi yang strategis dan
mudah untuk dijangkau, apalagi kegiatan yang berhubungan dengan suatu
pertimbangan yang utama bagi masyarakat dalam menentukan tempat suatu
kegiatan yang akan dilakukan.
Menurut Tjiptono (2005:147) baik perusahaan jasa maupun konsumen
akan melakukan pertimbangan cermat dalam menetukan tempat atau lokasi. Bagi
perusahaan jasa, lokasi berpengaruh terhadap dimensi-dimensi pemasaran
strategis, sedangkan bagi konsumen sendiri pemilihan lokasi dimaksudkan untuk
kemudahan akses dalam menjangkau perusahaan jasa tersebut. Faktor-faktor yang
dianggap menjadi pertimbangan bagi kedua belah pihak, yaitu :
Akses, misalnya lokasi yang dilalui mudah dijangkau oleh transportasi umum.
1. Visibilitas, yaitu lokasi dan tempat dapat dilihat dengan jelas dari jarak
pandangan yang normal.
2. Lalu lintas (traffic), misalnya kepadatan dan kemacetan lalu lintas yang
menjadi hambatan seseorang untuk menjangkau lokasi perusahaan.
3. Tempat parkir yang luas, aman, dan nyaman baik untuk roda dua maupun
roda empat.
4. Ekspansi, yaitu tersedianya tempat untuk memperluas perusahaan.
5. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
6. Kompetisi, yaitu kondisi pesaing.
Bagi lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat, seperti halnya
lembaga zakat, semua point di atas sangat baik untuk dijadikan pertimbangan
dalam menentukan lokasi perusahaan yang baik, sedangkan bagi masyarakat point
1 s/d 4 mungkin lebih sesuai dijadikan pertimbangan untuk menentukan lokasi
2.6 Peranan Fundraising Zakat
2.6.1 Pengertian Fundraising Zakat
Menurut bahasa fundraising berarti penggalangan dana atau
penghimpunan dana, sedangkan pengertian menurut istilah fundraising merupakan
suatu upaya dan proses kegiatan dalam melakukan penghimpunan dana zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS) serta sumber daya lainnya yang diperoleh dari
masyarakat baik secara individu, kelompok, organisasi maupun perusahaan yang
akan disalurkan dan didayagunakan untuk mustahik (Depag RI, 2007 A:66).
Inti dari kegiatan fundraising ialah proses mempengaruhi masyarakat
(Muzakki) agar mau melakukan amal kebajikan dalam bentuk penyerahan dana
atau sumber daya lainnya yang bernilai untuk disampaikan kepada masyarakat
yang membutuhkan (Mustahik). Karena fundraising sangat berhubungan dengan
kemampuan lembaga atau seseorang dalam mengajak dan mempengaruhi
masyarakat sehingga termotivasi serta menimbulkan kesadaran dan kepedulian
untuk membantu masyarakat yang hidup dalam kekurangan.
2.6.2 Metode Fundraising Zakat
Metode yaitu cara, bentuk, atau pola yang dilakukan sebuah lembaga
dalam rangka memperoleh dana dari masyarakat, dalam hal ini metode
fundraising zakat harus mampu memberikan kepercayaan, kemudahan, dan
manfaat lebih kepada masyarakat selaku muzakki yang menyalurkan dana melalui
organisasi pengelolaan zakat.
Terdapat dua cara metode fundraising, yaitu sebagai berikut (Depag RI,
a. Metode fundraising langsung ialah metode yang menggunakan cara-cara
yang melibatkan partisipasi muzakki secara langsung yaitu dalam bentuk
dimana proses interaksi menghasilkan respon langsung oleh muzakki
untuk menyalurkan dananya setelah mendapatkan promosi dari fundraiser
lembaga zakat.
b. Metode fundraising tidak langsung ialah suatu metode yang menggunakan
cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi muzakki secara langsung, yaitu
bentuk dimana tidak dilakukan dengan langsung mengharapkan respon
donatur seketika, tetapi dilakukan dengan cara promosi yang mengarah
kepada pembentukan citra lembaga zakat yang kuat.
2.6.3 Tujuan Fundraising Zakat
Fundraising zakatmemiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :
a. Menghimpun dana termasuk barang atau jasa yang memiliki nilai
materil
b. Menghimpun dan memperbanyak muzakki
c. Membangun dan meningkatkan citra lembaga zakat
d. Meningkatkan kepuasan muzakki
e. Menghimpun simpatisan atau pendukung lembaga zakat
2.7 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani (2011) yang
berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat,
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yang menunjukkan
bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi
pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia
muzakki. Alasan muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq, dan shoddaqoh
di BAZDA Sumatera Utara, karena BAZDA Sumatera Utara adalah institusi yang
resmi atau legal milik Pemerintah. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA Sumatera Utara harus terus
melakukan sosialisasi zakat.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2012) yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan
Jasa Bazis Dalam Penyaluran Zakat di Kota Medan ”. Adapun desain
penelitian ini adalah studi deskriptif, dengan hasil analisis menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat tersebut adalah persepsi
atau pemahaman agama, pelayanan. Alasan muzakki menggunakan BAZDA
Sumatera Utara ini adalah karena banyak sekali kebaikan yang diperoleh dalam
menggunakan BAZDA Sumatera Utara, serta mudahnya persyaratan menjadi
muzakki pada BAZDA Sumatera Utara ini. Sebagian muzakki menyatakan puas
terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh, sehingga muzakki tetap
menggunakan lembaga ini dalam penyaluran zakatnya. Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam berzakat BAZDA Sumatera Utara harus terus
melakukan sosialisasi zakat secara komprehenship melalui kegiatan-kegiatan
BAB 111
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data atau informasi empiris yang bertujuan untuk memecahkan
permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Akan tetapi tidak semua
penelitian mempunyai hipotesis sehingga pengujian tersebut tidak diperlukan.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mendorong masyarakat membayar zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) melalui
BAZDA Sumatera Utara. Dalam penelitian ini masyarakat yang diteliti ialah
masyarakat yang membayar zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) di BAZDASU dan
faktor-faktor pendorong membayar ZIS yang diteliti meliputi faktor pelayanan,
faktor lokasi, dan faktor teknik pengumpulan ZIS (Fundraising). Selain itu juga
diteliti kendala apa saja yang dihadapi BAZDASU dalam menghimpun dana
zakat, infaq, dan sedekah (ZIS).
3.2 Lokasi Penelitian
Adapun tempat penelitian ini adalah kantor Badan Amil Zakat Daerah
Sumatera Utara, yang berada di Jalan Williem Iskandar Medan. Juga beberapa
kawasan di kota Medan, dimana muzakki BAZDASU bertempat tinggal atau
melakukan kegiatannya.
3.3 Jenis Dan Sumber Data
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh dari wawancara secara
langsung yaitu kepada para muzakki BAZDASU melalui daftar
Pertanyaan atau kuesioner yang telah disediakan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku, literatur, media
internet, dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian,
serta data yang diperoleh dari pengelola BAZDASU.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
1. Wawancara dan Kuesioner. Wawancara yaitu salah satu tehnik
pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai muzakki
BAZDASU. Dalam hal ini, penulis membuat daftar pertanyaan yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan, kuesioner tersebut ditujukan
kepada muzakki BAZDASU. Jawaban atas pertanyaan tersebut digunakan
sebagai data utama dalam mendukung kebenaran data-data yang ada.
2. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek
yang akan diteliti, dalam hal ini pengamatan langsung ke BAZDASU,
untuk mengetahui perkembangan data jumlah muzakki, jumlah dana ZIS
yang berhasil dihimpun dan yang disalurkan oleh BAZDASU.
3. Library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
pengumpulan data-data melalui bahan-bahan kepustakaan berupa
tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel. laporan penelitian, dan data elektronik yang
3.5 Populasi dan Pemilihan Sampel
Dalam penentuan sampel dikemukakan bahwa “apabila subjeknya kurang
dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan
penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100 orang maka
dapat diambil persentase antara 10%-15%, 20%-25% (Arikunto, 1994:104).
Besarnya populasi dalam penelitian ini berjumlah 235 orang, yaitu merupakan
jumlah rata-rata muzakki potensial di BAZDASU dalam kurun waktu empat tahun
terakhir (Tabel 1.2). Berdasarkan data ini, peneliti mengambil sampel sebesar
15%, sehingga jumlah sampelnya sebanyak 40 orang responden. Dalam
menentukan sampel, digunakan metode pengambilan sampel dengan Simple
Random Sampling yaitu salah satu metode sampel probabilitas dilakukan dengan
cara acak sederhana, sehingga setiap populasi memiliki kemungkinan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel (Muhammad Teguh, 1999:160). Dalam penelitian
ini cara memilih sampel adalah dengan menggunakan kelipatan ke-10 pada daftar
muzakki yang tersedia, Sedangkan metode pengumpulan data untuk variable di
atas menggunakan self administered survey, yaitu responden diminta untuk
mengisi kuesioner yang diberikan. Perihal Keterbatasan waktu dan untuk
meringankan beban penulis, populasi yang dipilih oleh penulis yaitu para muzakki
BAZDASU yang tinggal di daerah sekitar Medan.
3.6Metode Analisis dan Pengelolaan Data
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengelolaan data dengan