• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Komponen Senyawa/Minyak Atsiri Dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil Asetat Dan Metanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Komponen Senyawa/Minyak Atsiri Dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil Asetat Dan Metanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT dan

METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii)

SKRIPSI

RICKI 070802024

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT dan METANOL KULIT

KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RICKI 070802024

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ii

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/

MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT dan METANOL KULIT KAYU MANIS (

Kategori

Cinnamomum burmanii) : SKRIPSI

Nama : RICKI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802024

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, 16 Mei 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Juliati Br.Tarigan ,S.Si,M.Si Drs. Adil Ginting, M.Sc NIP. 19720503 199903 2001 NIP. 19530704 198003 1002

Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS

(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT dan

METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 16 Mei 2011

(5)

iv

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis naikkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Penentuan komponen senyawa/minyak atsiri dan uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii)

Terima kasih kepada Bapak Drs. Adil Ginting, M.Sc selaku pembimbing I serta Ibu Juliati Br Tarigan,SSi,MSi selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu,MSc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh Staff dan Dosen FMIPA-USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten Laborotarium Kimia Organik: B’Aspriadi, B’Robi, K’Yemima, K’Merry, Christy, Silo, Denny, Mutiara, Sion, Samuel, dan Bayu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Stambuk 2007 yang telah bersama-sama melewati suka duka dari awal perkuliahan hingga selesainya penelitian ini, terutama Edy Tantono, Yuki, Ricca, Edyanto, Karlina, B’Gullit, K’Maria, Mirza, Alex dan Asril.

(6)

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT, dan

METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii)

ABSTRAK

(7)

vi

DETERMINATION OF VOLATILE COMPOUND/ESSENTIAL OIL COMPONENT AND POTENSIAL ANTIBACTERIAL ACTIVITY n-HEXANE, ETHYL ACETATE and METHANOL FRACTION FROM

CINNAMON BARK ( Cinnamomum burmanii)

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI Bab I. Pendahuluan... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penelitian ... 1.5. LokasiPenelitian ... 1.6. Metodologi Penelitian... Bab II. Tinjauan Pustaka... 2.1. Kayu Manis... 2.1.1. Komposisi kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii ).... 2.2. Ekstraksi ...

2.2.1.Ekstraksi dengan cara dingin ... 2.2.2.Ekstraksi dengan cara panas ... 2.3. Bakteri... 2.3.1.Salmonella ... 2.3.2.Shigella ... 2.3.3.Staphylococcus aureus ... 2.3.4.Streptococcus mutan ... 2.4. Media Bakteri ... 2.5. Antibakteri ... 2.6. Metode uji bakteri... 2.7. Uji Fitokimia... 2.8. Gas chromatohraphy-Mass Spectrometri (GC-MS)... Bab III.Metodologi Penelitian ...

3.1.Alat-Alat ... 3.2.Bahan-Bahan... 3.3.Prosedur Penelitian ... 3.3.1.Penyediaan sampel ... 3.3.2.Ekstraksi Kulit kayu manis (Cinnamomum burmani) ... 3.3.3.Skrining fitokimia... 3.3.4.Pembuatan variasi konsentrasi masing-masing fraksi... 3.3.5.Uji antibakteri... 3.4.Bagan Penelitian...

(9)

viii

3.4.1.Ekstraksi kulit kayu manis... 3.4.1.1.Ekstraksi kulit kayu manis dengan menggunakan

pelarut n-heksana... 3.4.1.2.Ekstraksi residu kulit kayu manis fraksi n-heksana

dengan menggunakan pelarut etil asetat ... 3.4.1.3. Ekstraksi residu kulit kayu manis fraksi etil asetat dengan menggunakan pelarut metanol ... 3.4.2.Skrining fitokimia ... 3.4.3.Subkultur bakteri ... 3.4.4.Uji antibakteri ... Bab IV.Hasil dan Pembahasan... 4.1.Hasil penelitian...

4.1.1. Ekstraksi kulit kayu manis... 4.1.2. Skrining fitokimia... 4.1.3. Hasil analisis komponen senyawa/minyak atsiri dengan

GC-MS... 4.1.4. Hasil Uji antibakteri... 4.2.Pembahasan...

Bab V. Kesimpulan dan Saran ... 5.1.Kesimpulan... 5.2.Saran ... Daftar Pustaka ...

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komposisi kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii)...

Tabel 2.2. Komposisi senyawa/minyak atsiri pada kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii)... Tabel 4.1. Ekstrak pekat serbuk kulit kayu manis... Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia... Tabel 4.3. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi n-heksana... Tabel 4.4. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi etil asetat... Tabel 4.5. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi metanol... Tabel 4.6. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi n-heksana... Tabel 4.7. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi etil asetat... Tabel 4.8. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi metanol...

7

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Struktur sinamaldehida...

Gambar 4.1. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi n-heksana... Gambar 4.2. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi etil

asetat... Gambar 4.3. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi

metanol... Gambar 4.4. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi n-heksana... Gambar 4.5. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi etil asetat... Gambar 4.6. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi metanol...

9

32

33

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kulit kayu manis... 48

Lampiran 2. Ekstrak kulit kayu manis masing-masing fraksi (fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol)... 48

Lampiran 3. Kromatogram ekstrak kulit kayu manis fraksi n-heksana………… 49

Lampiran 4. Kromatogram ekstrak kulit kayu manis fraksi etil asetat………… 50

Lampiran 5. Kromatogram ekstrak kulit kayu manis fraksi metanol……… 51

Lampiran 6. Spektrum massa senyawa sinamaldehida... 52

Lampiran 7. Spektrum massa senyawa kopaen... 53

(13)

v

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETIL ASETAT, dan

METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii)

ABSTRAK

(14)

DETERMINATION OF VOLATILE COMPOUND/ESSENTIAL OIL COMPONENT AND POTENSIAL ANTIBACTERIAL ACTIVITY n-HEXANE, ETHYL ACETATE and METHANOL FRACTION FROM

CINNAMON BARK ( Cinnamomum burmanii)

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kayu manis merupakan famili Lauraceae dengan jumlah species yang beragam dan dapat tumbuh dengan baik pada iklim tropis. Ditinjau dari sifat keatsirian minyak sinamonnya maka kayu manis dikenal dengan tiga tipe yaitu: kayu manis asal Ceylon Cinnamomum zeylanicum Nees, kayu manis asal Saigon Cinnamomum loureiril Nees, kayu manis asal Cina Cinnamomum cassia Nees (Geunther, 1990).

Di Indonesia sendiri sudah ada jenis kayu manis lain, yaitu Cinnamomum burmanii. Jenis kayu manis yang berbeda dengan Cinnamomum zeylanicum dan Cinnamomum cassia dan benar-benar merupakan tanaman asli Indonesia. Cinnamomum burmanii merupakan tanaman hutan di Sumatera Barat. Hingga saat ini Cinnamomum burmanii masih tetap merupakan penghasil kulit dengan nama ”padang kaneel”. Ada juga yang menamakan kulit kayu manis tersebut dengan ”cassiavera”. Manfaat lain dari minyak kayu manis adalah memiliki efek mengeluarkan angin (karminatif) dan membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik). Selain itu, minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion, parfum, dan cream (Rismunandar, 2001).

(16)

Telah diteliti bahwa ekstrak dari kulit kayu manis mampu menghambat lima bakteri patogen pada makanan (Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Staphylococccus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella anatum). Ekstrak dari kulit kayu manis mempunyai sifat antibakteri dengan senyawa aktif yang dikandungnya berupa (E)-Sinamaldehida dan beberapa senyawa polifenol yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisa GC-MS dan LC-MS.(Shan, dkk, 2007).

Telah diteliti bahwa ekstrak Cinnamomum verum dengan etanol absolut mengandung 28 senyawa yang berbeda yang mana diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS dengan komponen utamanya Sinamaldehida (61,57%) dan Kumarin (11,60%), yang digunakan sebagai obat untuk menekan pertumbuhan bakteri yang ada di dalam mulut (Hema, dkk, 2010).

Begitu juga ekstrak dari Cinnamomum tamala, yang telah diteliti memiliki potensi sebagai antibakteri, yang mana metode uji yang digunakan adalah uji difusi. Hasil yang didapat bahwa ekstrak Cinnamomum tamala dari n-heksana tidak menunjukkan terbentuknya zona hambat, tetapi untuk ekstrak yang lain seperti: etanol, metanol dan etil asetat menghasilkan aktivitas antibakteri yang cukup signifikan kecuali pada bakteri Escherichia coli (Goyal, dkk, 2009).

Cinnamomum burrnanii memiliki senyawa bioaktif antibakteri tampak dari pengujian yang dilakukan terhadap bakteri-bakteri Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Oleh Suherlan, 1995 hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri paling kuat diberikan oleh fraksi n-heksana. Gende , dkk, 2008 telah meneliti bahwa minyak sinamon dari Cinnamomum zeylanicum dengan dua bahan aktifnya yaitu sinamaldehida dan eugenol yang berfungsi sebagai penghambat tiga jenis bakteri Paenibacillus larvae yang berbeda dari segi lingkungan hidupnya.

(17)

3

1.2. Permasalahan

- Golongan senyawa apa sajakah yang terdapat pada fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol.

- Komponen senyawa/minyak atsiri apa sajakah yang terdapat pada fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii). - Bagaimanakah aktivitas sifat antibakteri dari fraksi n-heksana, etil asetat, dan

metanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap bakteri Salmonella sp, Shigella sp, Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan.

1.3. Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol.

- Untuk mengetahui komponen senyawa/minyak atsiri yang terdapat pada fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol kulit kayu manis dengan analisa GC-MS. - Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana, etil asetat, dan

metanol kulit kayu manis terhadap bakteri Salmonella sp, Shigella sp, Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang kimia organik mengenai komponen-komponen senyawa/minyak atsiri yang terkandung dari masing-masing fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol pada kulit kayu manis. Masing-masing fraksi ini dapat diaplikasikan terhadap bakteri dan juga untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang tanaman yang berkhasiat

1.5. Lokasi Penelitian

(18)

1.6. Metodologi Penelitian

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

Cinnamomum burmanii merupakan jenis tanaman berumur panjang penghasil kulit yang ada di Indonesia disebut dengan kayu manis. Kulit kayu manis sangat berlainan sifat dan daya guna. Sebelum masehi, kulit cinnamomum dikenal sebagai sumber pewangi untuk membalsam mumi raja-raja mesir serta peningkat cita rasa masakan dan minuman. Kloppenburg Versteegh menganjurkan bahwa kayu manis dapat dijadikan jamu untuk penyakit disentri dan singkir angin. Bianchini, Corbetta dan Kiangsui mengatakan bahwa minyak kayu manis sudah ratusan tahun dikenal di belahan dunia barat dan timur sebagai penyembuh reumatik, mencret, pilek sakit usus, jantung, pinggang dan darah tinggi. Cinnamomum burmanii yang bersinonim dengan Cinnamomum chinese, Cinnamomum dulce, dan Cinnamomum kiamis ini berasal dari Indonesia. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 600 – 1500 m. Kayu manis merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak dijumpai di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Maluku. (Rismunandar, 2001).

Adapun taksonomi kayu manis adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmannii

(Anonymous, 2010)

(20)

Daunnya kecil dan kaku dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman yang tumbuh di dataran tinggi warna pucuknya lebih merah dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan rasanya manis. Selain hanya dalam bentuk kering, kulitnya tersebut pun dapat didestilasi atau disuling untuk diambil minyak atsirinya. Komponen utama minyak atsirinya adalah sinamaldehida (Cinnamic Aldehide).

Oleoresin kayu manis sudah mulai digunakan pada awal abad ke-19. Kandungan oleoresin kayu manis antara lain minyak atsiri, aroma khas dan bahan kimia organik yang memberikan rasa pedas. Dengan kandungannya tersebut maka penggunaan oleoresin menjadi lebih baik dibanding produk aslinya seperti kulit ataupun bubuk. Ada beberapa keuntungan dari oleoresin dibanding produk asli, yaitu hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, sisa hasil dari olahannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti pupuk.

Mendapatkan oleoresin kayu manis dapat melalui ekstraksi. Ekstraksi ini menggunakan bahan pelarut yang memiliki sifat dapat dengan mudah dipisahkan dari hasil ekstraksi. Umumnya bahan pelarut yang digunakan bersifat mudah menguap. Beberapa jenis bahan pelarut yang dapat dijumpai di pasaran antara lain aseton, heksan, metanol, dan isopropanol. Metanol lebih sering digunakan dibandingkan pelarut yang lainnya. Sementara bahan bakunya dapat berasal dari daun, kulit batang, kulit cabang, dan kulit ranting. Ekstraksi satu tahap menghasilkan oleoresin murni dengan perbandingan minyak atsiri dan damar seperti aslinya yang terkandung dalam bahan baku. Tahapan ekstraksi kayu manis dengan cara satu tahap adalah sebagai berikut:

- Hancurkan bahan baku yang akan digunakan untuk memudahkan bahan pelarut masuk ke dalam setiap bagian hingga ekstraksi berlangsung seefisien mungkin. - Masukkan segera mungkin bahan baku yang dihancurkan ke dalam ruang ekstraksi untuk menghindari penguapan minyak atsiri. Seluruh bahan baku harus terendam dalam bahan pelarut.

(21)

7

- Masukkan oleoresin yang sudah terpisah dari bahan pelarut ke dalam botol atau kemasan lain saat keadaannya masih panas dan cair. (Rismunandar, 2001)

2.1.1 Komposisi Kulit Kayu Manis

Tabel 2.1. Komposisi kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) (Wallis, 1951) Jenis kulit kayu manis Komposisi

Cinnamomum burmanii Minyak atsiri:

- Sinamaldehida (55-65%) - eugenol (4-8%)

Kadar abu (26-36%) Terpena Safrole

Tannin

Tabel 2.2. Komposisi senyawa/minyak atsiri pada kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) (Wijayanti, 2010)

Jenis kulit kayu manis Komposisi minyak atsiri Cinnamomum burmanii

dari Pacitan

α-pinen, Benzaldehid, β-pinen, Limonen, 1,8-sineol,

Benzenpropan, Terpineol, α-terpineol, cis-Sinamaldehid, trans-Sinamaldehid, α-kopaen, Asam sinamat, β-kariofilen,

α-humulen, Valencen, Delta kadinen, α-kalakoren, Kariofilen oksida, Widdren, Torreyol, Benzil Benzoat, α -mourulen.

Cinnamomum burmanii dari Bogor

α-pinen, Benzaldehid, 1,8-sineol, Benzenpropan,

Terpineol, α-terpineol, cis-Sinamaldehid,

trans-Sinamaldehid, α-kopaen, Asam sinamat, β-kariofilen,

Delta kadinen, Kariofilen oksida, Linalool, α-bergamoten, Kumarin, α-sinensal,α-mourulen

Cinnamomum burmanii dari Bali

α-pinen, Benzaldehid, 1,8-sineol, Benzenpropan,

Terpineol, α-terpineol, cis-Sinamaldehid,

trans-Sinamaldehid, α-kopaen, Asam sinamat, β-kariofilen, α

-humulen, Valencen, Delta kadinen, α-kalakoren, Kariofilen oksida, Widdren, Torreyol, Benzil Benzoat, α-bergamoten,

(22)

Minyak atsiri merupakan bagian utama dari terpenoid, biasanya terpenoid terdapat dalam fraksi atsiri yang tersuling-uap. Zat inilah penyebab dari wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Golongan senyawa lainnya mungkin terdapat bersama dengan terpena dalam minyak atsiri. Terpena juga sering kali terdapat dalam fraksi yang berbau, bersama-sama dengan senyawa aromatik. Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15. ( Harbone, 1987)

Senyawa-senyawa alilfenol dan propenil fenol adalah dua jenis senyawa fenil propanoida yang berkaitan satu dan yang lainnya. Senyawa-senyawa ini umumnya ditemukan bersama-sama dalam minyak atsiri dari tumbuhan umbeliferae atau tumbuhan lain yang digunakan sebagai rempah-rempah. Semua senyawa ini mempunyai gugus hidroksil atau gugus eter pada C4. Kadang-kadang diikuti oleh gugus metoksil atau metilendioksida yang lain.

Hipotesis reaksi biosintesa dari turunan alilfenol dan propenil adalah sebagai berikut: Beberapa senyawa fenilpropanoid berasal dari asam sinamat yang mana mengalami reduksi gugus karboksilat ( sinamaldehida dan sinamil alkohol) atau ikatan rangkap ( asam dihidrosinamat) atau keduanya(dihidrosinamil alkohol).

(23)

9

Sinamaldehida (3-phenilacrolei, Sinamat Aldehid), C6H5

CH=CH C H

O

CH=CHCHO, secara alami terkandung dalam minyak sinamon yang berasal dari daun dan juga pada ranting Cinnamomum cassia yang dapat diperoleh dengan cara destilasi uap dan juga dengan menggunakan destilasi vakum. Sinamaldehida juga terkandung didalam Cinnamomum Zeylanicum dan merupakan cairan yang berwarna kuning, yang akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman, memiliki aroma yang khas dari minyak sinamon dan memiliki rasa yang pedas. Pada umumnya sinamaldehida sedikit larut dalam air, tidak larut dalam petroleum eter dan larut dalam alkohol. Sinamaldehida banyak digunakan pada industri flavor yang biasanya ditambahkan pada berbagai jenis makanan, minuman, dan juga beberapa produk obat. Pada parfum digunakan sebagai tambahan untuk aroma dan juga untuk menghasilkan aroma yang oriental (Othmer, 1964).

Gambar 2.1. Struktur sinamaldehida (Denniston, 2007)

Kumarin yang merupakan senyawa yang paling sederhana yang mana merupakan suatu hasil yang muncul dari pemecahan glukosida secara enzimatik. Biosintesis tergantung pada ortho-hidroksilasi yang tidak umum dari asam sinamat, serta enzim yang cocok telah dapat dideteksi. ( Hemert, 1995).

Tahap-tahap reaksi biosintesis kumarin yang dimulai dari asam sinamat hingga terbentuknya kumarin adalah sebagai berikut:

(24)

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan istilah yang paling umum untuk mendapatkan suatu senyawa yang berasal dari suatu campuran yang didapat dari kontak antara pelarut dengan senyawa terlarut di dalam bahan yang kita inginkan. Campuran itu bisa saja berupa padatan atupun cairan, dan berbagai teknik dan alat ukur yang digunakan untuk situasi yang berbeda. Pada sintesa kimia organik, reaksi yang dihasilkan secara terus menerus adalah berupa larutan ataupun berupa suspensi. Dengan mengaduk campuran dari air dengan pelarut organik, produk yang dihasilkan dipindahkan pada lapisan pelarut dan mungkin dapat diulangi kembali dengan penguapan dari pelarut (Rodig, 1997).

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan bahan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Mencemplungkan jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-potong, ke dalam metanol mendidih adalah suatu cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol, bagaimana pun juga adalah pelarut yang serbaguna baik untuk ekstraksi pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Tetapi hal ini hanya betul-betul diperlukan bila kita ingin mengekstraksi habis (Harbone, 1987).

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara: 2.2.1.Ekstraksi Cara dingin

a. Maserasi

(25)

11

luar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana yang mudah diusahakan

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembang bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). 2.2.2.Ekstraksi Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50º C.

d. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100 º C. (Anonymous, 2011)

2.3. Bakteri

(26)

Untuk kebanyakan bakteri, selnya dikelilingi oleh diding sel yang mana memiliki komposisi molekul yang unik yang disebut dengan Peptidoglikan. Senyawa ini hanya ditemukan pada bakteri yang berukuran 0,5-10 mikron.(Benson, 2002).Terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya beberapa karakteristik bentuk sel yang ditemukan (Buckle, 1987) yaitu:

1. Bentuk bulat atau cocci (tunggal= coccus) 2. Bentuk batang atau bacilli (tunggal= bacillus) 3. Bentuk spiral atau spirilli (tunggal= spirilium) 4. Bentuk koma atau Vibrios (tunggal= Vibrio)

Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan in disebut pengecatan bakteri. Pengecatan gram, pengecatan ini pertama kali dikemukakan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan pengecatan ini film bakteri mula-mula dilapisi dengan larutan zat warna karbol gentinviolet (karbol kristal violet, karbol metil violet) dan didiamkan beberapa lama, kemudian disiram dengan larutan iodium dan dibiarkan terendam dalam waktu yang sama. Sampai tingkat pengecatan ini selesai, semua bakteri akan terwarna ungu.

Selanjutnya preparat didekolorisasi dengan alkohol ataupun dengan campuran alkohol dan aseton sampai semua zat warna tampak luntur dari film. Setelah dicuci dengan air, preparat diberi warna kontras (counterstrain) seperti safranin, karbolfuksin encer, air fuksin, tengguli Bismack, atau pironin B.

(27)

13

2.3.1. Salmonella

Infeksi oleh bakteri genus Salmonella (disebut dengan Salmonelosis) menyerang saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar atau kolon. Terjadinya sakit perut yang mendadak membedakannya dari sakit perut lain seperti disentri basilar atau ameba. Bakteri ini adalah batang gram negatif, motil, tidak membentuk spora. Terinfeksinya manusia oleh salmonella hampir selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau minuman tercemar. Sumber salmonelosis terbesar yang merupakan gudang salmonella ialah hewan-hewan tingkat rendah (Pelczar, dkk, 2005).

2.3.2. Shigella

Genus shigella dinamakan menurut seorang bakteriologiwan berkebangsaan jepang yang bernama Kiyoshi Shiga, yang menemukan basilus disentri pada tahun 1897. Organisme shigella adalah batang pendek, gram negatif, tidak bergerak. Pertumbuhan optimumnya terjadi pada suhu 37ºC dalam keadaan aerobik. Inang alamiah shigella pada hakikatnya terbatas pada manusia. Walaupun shigella dapat menginfeksi primata, manusia adalah sumber alamiahnya dan juga penyebarnya. Shigella harus menembus sel-sel lapisan epitel usus besar untuk mengakibatkan disentri. Setelah penetrasi intraselular, terjadilah perbanyakan bakteri. Kecenderungan shigella untuk menyebar tidak seganas dibandingkan dengan salmonella. Darah dan lendir dalam tinja penderita penyakit diare yang mendadak merupakan petunjuk kuat bagi shigelosis (Pelczar, dkk, 2005)

2.3.3. Staphylococcus aureus

(28)

menangani pangan yang merupakan penular atau penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Karena merupakan tipe peracun makanan yang paling umum. Pada anak-anak kecil dan orang-orang yang lemah, sekalipun jarang terjadi, dapat mengakibatkan rejatan (shock) dan kematian karena dehidrasi. (Pelczar, dkk, 2005)

2.3.4. Streptococcus mutan

Merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan terjadinya karies pada gigi. (Alcamo, 1987). Karies merupakan salah satu penyakit menular yang paling umum pada manusia. Karies gigi adalah perusakan gigi setempat yang disebabkan oleh kerja bakteri. Dimulainya kerusakan serta taraf kerusakan ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti komposisi dan banyaknya air liur, keseimbangan gizi, kebersihan mulut, kadar flour dalam air minum, dan macam makanan yang dimakan. Sebelum infeksi dimulai, di atas email gigi terbentuk suatu plak (semacam lempeng) permukaan. Plak gigi dapat didefenisikan sebagai kumpulan bakteri dan bahan organik pada permukaan gigi. Jasad-jasad renik ini tertanam di dalam matriks bahan organik. (Pelczar, dkk. 2005)

2.4. Media Bakteri

Medium mikrobiologi (media) merupakan makanan yang dapat digunakan untuk mengkultur bakteri, jamur dan utuk mikroorganisme lainnya. Media pada umumnya dapat berbentuk :

- Media cair

Termasuk di dalamnya nutrient broth, sitrat broth, glukosa broth, susu lakmus. media ini biasanya digunakan untuk pengembang biakan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, dan fermentasi.

- Media Padat

(29)

15

- Media Semipadat

Merupakan gabungan antara media padat dan media cair. media ini lebih cenderung sama dengan media padat yang mana didalamnya terdapat agen pengeras yang juga termasuk agar dan gelatin ( Brown, 2007).

2.5. Antibakteri

Antimikroba merupakan suatu senyawa yang mampu membunuh bakteri secara langsung (Bactericidal) atau pun mampu menghambat pertumbuhan dari mikroba (Bacteriostatic). Bakteriostatic memiliki pertahan sendiri termasuk dalam menghasilkan antibodi dan phagositosis yang biasanya berguna untuk membunuh mikroorganisme (Tortora, dkk, 2001).

Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.

Perubahan permeabilitas sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.

Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini.

Penghambatan Kerja enzim

(30)

dapat mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan total pada sel. (Pelczar, dkk, 2005)

2.6. Metode Uji Antibakteri

Uji dari mikroba yang spesifik adalah dengan mengecek aktivitas daripada kandungan agen antimikroba dan juga menentukannya jika terjadi kontak langsung antara agen antimikroba yang diperlukan atau jika sebagian kecil dari fase uap sudah cukup untuk menghitung total pertumbuhan bakteri yang terhambat. (Lopez, dkk, 2007)

Beberapa uji dapat di gunakan untuk menguji aktivitas antimikroba, antara lain: 1. Metode Difusi

Merupakan metode yang paling sering digunakan, lazim dikenal dengan cara Kirby-Bauer seperti berikut, sebuah cawan petri yang berisi media agar yang telah dimasukkan bakteri yang sudah sesuai standar di atas permukaannya. Kemudian kertas cakram dibasahi atau dibubuhi dengan agen chemotherapi yang telah diketahui konsentrasinya diletakkan di atas permukaan agar yang sudah memadat. Selama inkubasi, agen chemotherapi akan berdifusi dari cakram ke media agar. Apabila agen chemoterapinya efektif maka zona hambat akan terbentuk di sekitar cakram setelah inkubasi. diameter dari zona tersebut dapat diukur pada zona umum, zona yang lebih besar dan untuk zona sensitif mikrobanya dapat digunakan sebagai antibiotik.

2. Metode Dilusi

(31)

17

dan juga untuk menetapkan konsentrasi Bactericidal terkecil dari suatu senyawa antimikroba.(Tortora, dkk, 2001)

2.7. Uji Fitokimia

Flavonoid

Merupakan sistem aromatik terkonjugasi dan areanya menunjukan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid pada umumnya terdapat pada tumbuhan, terikat pada gula berbagai glikosida. Flavonoid terdapat pada tumbuhan yang berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun bunga hamper selalu disertai oleh flavon atau flavonol tanpa warna ( Harbone, 1987).

Terpenoid

Terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan dan istilah ini menunjukkan bahwa secara biosintesis senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi semua senyawa terpena itu berasal dari molekul isopren.

Secara kimia, terpenoid umunya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat di dalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun, sedangkan karotenoid terutama berhubungan dengan kloroplas di dalam daun dengan kloroplas di dalam daun bunga. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan eter minyak bumi, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan dengan cara kromatografi ( Harbone, 1987).

2.8 Gas Chromatography - Mass Spectrometri (GC-MS)

(32)

senyawa tersebut beserta dengan informasi yang paling banyak terdapat pada suatu senyawa.

Kromatografi gas dan Spektrometri massa merupakan suatu teknik yang lebih modern. pada penggabungan kedua teknik ini, sampel pada fase yang menguap, dan kedua teknik ini cocok untuk jumlah sampel yang sama banyak. Kekurangan daripada GC-MS adalah hanya dapat digunakan untuk menganalisa senyawa volatil dengan tekanan yang tidak lebih dari 10-10 Torr. Banyak senyawa dengan tekanan yang rendah juga dapat dianalisa dengan catatan secara kimia senyawa tersebut dapat dipisahkan. Posisi pemisahan daripada gugus aromatik pada umumnya sangat susah untuk dianalisa, dan untuk senyawa yang berisomer tidak sulit untuk dianalisa dengan menggunakan GC-MS (Anonymous, 2011).

GC-MS merupakan suatu teknik analisa yang menyerupai kromatografi gas, yang mana secara langsung dipasangkan dengan spektrofotometer massa.

(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-Alat

Alumunium foil - -

Autoklaf - Yamato

Cawan petri - Normax

Corong - Pyrex

Fortex - Fisher

GC-MS - Shimadzu

Gelas erlenmeyer 250 mL Pyrex

Gelas ukur 100 mL Pyrex

Hot plate stirrer - -

Inkubator - Fisher

Jarum Ose - -

Kapas - -

Kertas cakram - Oxoid

Kertas saring No.1 Whatman

Lampu Bunsen - -

Neraca digital - Mettler PM 2000

Oven - Gallenkamp

Pipet sero 1 mL Pyrex

Pipet tetes - -

Rotari evaporartor - Bucci

Spatula - -

(34)

3.2. Bahan-Bahan

Alkohol 70% -

Aquadest - -

Etil asetat - Teknis

Metanol - Teknis

MHA (Meuller Hilton Agar) - p.a. Oxoid

N-heksana - Teknis

NA (Nutrient Agar) - p.a. Oxoid

Pereaksi Bouchardat - p.a. Merck

Pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10% - p.a. Merck

Pereaksi Dragendorf - p.a. Merck

Pereaksi FeCl3 1% - p.a. Merck

Pereaksi H2SO4 - p.a. Merck

Pereaksi Lieberman-Bouchard - p.a. Merck

Pereaksi Maeyer - p.a. Merck

Pereaksi Mg-HCl - p.a. Merck

Pereaksi NaOH 10% - p.a. Merck

Pereaksi Salkowsky - p.a. Merck

Pereaksi Wagner - p.a. Merck

Salmonella sp. - -

Shigella sp. - -

Staphylococcus aureus - -

(35)

21

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) yang diperoleh dari pasar sentral Medan. Kulit kayu manis dihaluskan dengan cara diblender.

3.3.2. Ekstraksi Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) - Ekstraksi Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

10 g Kulit kayu manis yang sudah dihaluskan dimaserasi dengan 30 ml n-heksana selama 3x24 jam. Disaring, residu dimaserasi kembali dengan n-heksana sebanyak 2 kali, dengan cara yang sama seperti di atas. Masing-masing fraksi n-heksana digabung kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotarievaporator hingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh diskrining fitokimia, dianalisis GC-MS dan uji sifat antibakteri.

Dengan Menggunakan Pelarut n-Heksana

- Ekstraksi Residu Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

Residu dari fraksi n-heksana dikeringkan. Lalu dimaserasi dengan 30 mL etil asetat selama 3x24 jam. Disaring, residu dimaserasi kembali dengan etil asetat sebanyak 2 kali, dengan cara yang sama seperti di atas. Masing-masing fraksi etil asetat digabung kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotarievaprorator hingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh diskrining fitokimia, dianalisis GC-MS dan uji sifat antibakteri.

Fraksi n-heksana Dengan Menggunakan Pelarut Etil Asetat

- Ekstraksi Residu Kulit Kayu Manis (

(36)

Ekstrak pekat yang diperoleh diskrining fitokimia, dianalisis GC-MS dan uji sifat antibakteri.

3.3.3. Skrining Fitokimia

Dilakukan skrining fitokimia untuk masing-masing fraksi yang diperoleh. Masing-masing ekstrak pekat kemudian diencerkan menggunakan pelarut yang sama dengan ekstrak pekat tersebut. Seperti ekstrak pekat fraksi n-heksana diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n-heksana, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi secukupnya. dilakukan uji untuk masing-masing golongan:

Golongan Alkaloida

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi wagner, diamati perubahan warnanya -diteteskan dengan 3 tetes pereaksi maeyer, diamati perubahan warnanya -diteteskan dengan 3 tetes pereaksi bouchardat, diamati perubahan warnanya -diteteskan dengan 3 tetes pereaksi dragendorf, diamati perubahan warnanya

Golongan flavonoida

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi FeCl3

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi NaOH 10%, diamati perubahan warnanya 1%, diamati perubahan warnanya

-di diteteskan dengan 3 tetes pereaksi H2SO4

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi Mg-HCl, diamati perubahan warnanya , diamati perubahan warnanya

Golongan steroida/terpenoida

- diteteskan dengan 3 tetes pereaksi Lieberman-bouchard, diamati perubahan warnanya

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 perubahan warnanya

10%, diamati

-diteteskan dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky, diamati perubahan warnanya

(37)

23

3.3.4. Pembuatan Variasi Konsentrasi Masing-Masing Fraksi

Pembuatan variasi konsentrasi 75%

- dimasukkan 0,75 mL ekstrak kulit kayu manis fraksi n-heksana konsentrasi 100% kedalam botol vial kemudian ditambahkan 0,25 mL pelarut n-heksana.

Pembuatan variasi konsentrasi 50%

- dimasukkan 0,6 mL ekstrak kulit kayu manis fraksi n-heksana konsentrasi 75% kedalam botol vial kemudian ditambahkan 0,4 mL pelarut n-heksana.

Pembuatan variasi konsentrasi 25%

- dimasukkan 0,5 mL ekstrak kulit kayu manis fraksi n-heksana konsentrasi 50% kedalam botol vial kemudian ditambahkan 0,5 mL pelarut n-heksana.

Dilakukan hal yang sama untuk pembuatan variasi konsentrasi fraksi etil asetat dan juga untuk fraksi metanol.

3.3.5. Uji Antibakteri

Penyediaan Bakteri

Bakteri yang digunakan untuk proses uji anti bakteri adalah bakteri yang berasal laboratorium mikrobiologi yang mana merupakan biakan murni. Dimana yang digunakan adalah dua bakteri gram positif (Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan) dan dua bakteri gram negatif (Shigella sp dan Salmonella sp).

Pembuatan Nutrien Agar (NA) dan Sub kultur Bakteri (Shigella sp, Salmonella sp, Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan)

(38)

Pembuatan Mueller Hilton Agar (MHA)

Dimasukkan 7.6 g media MHA ke dalam labu erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 mL aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan lalu disterilkan di dalam auto klaf pada suhu 121°C.

Pembuatan Suspensi Bakteri

Dimasukkan 10 mL aquadest yang telah disterilkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan bakteri Shigella sp yang sudah disubkultur ke dalam aquadest dengan menggunakan jarum ose yang sudah steril. Dimasukkan bakteri hingga kekeruhan aquadest sama dengan kekeruhan standar mcfarland. Dilakukan langkah yang sama untuk bakteri Salmonella sp, Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan yang sudah disubkultur.

Uji Daya Hambat Antibakteri

(39)

25

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1. Ekstraksi Kulit Kayu Manis

3.4.1.1.Ekstraksi Kulit Kayu Manis Dengan Menggunakan Pelarut n-Heksana

10 g kulit kayu manis

dihaluskan

dimaserasi dengan 30 mL n-heksana selama 3x24 jam disaring

Residu

dimaserasi dengan 30 mL n-heksana selama 3x24 jam

disaring Residu

dimaserasi dengan 30 mL n-heksana selama 3x24 jam

Filtrat Residu I

Filtrat Filtrat

disaring

dirotarievaporasi

Ekstrak pekat

diskrining fitokimia

dianalisis GC-MS

(40)

3.4.1.2.Ekstraksi Residu Kulit Kayu Manis Fraksi n-Heksana Dengan Menggunakan Pelarut Etil Asetat

Residu I

dikeringkan

dimaserasi dengan 30 mL etil asetat selama 3x24 jam disaring

Residu

dimaserasi dengan 30 mL etil asetat selama 3x24 jam

disaring Residu

dimaserasi dengan 30 mL etil asetat selama 3x24 jam

Filtrat Residu II

Filtrat Filtrat

disaring

dirotarievaporasi

Ekstrak pekat

diskrining fitokimia

dianalisis GC-MS

(41)

27

3.4.1.3.Ekstraksi Residu Kulit Kayu Manis Fraksi Etil Asetat Dengan Menggunakan Pelarut Metanol

Residu II

dikeringkan

dimaserasi dengan 30 mL metanol selama 3x24 jam disaring

Residu

dimaserasi dengan 30 mL metanol selama 3x24 jam

disaring Residu

dimaserasi dengan 30 mL metanol selama 3x24 jam

Filtrat Residu III

Filtrat Filtrat

disaring

dirotarievaporasi

Ekstrak pekat

diskrining fitokimia

dianalisis GC-MS

(42)

3.4.2.Skrining Fitokimia

Ekstrak Pekat Fraksi n-Heksana

dimasukkan kedalam tabung reaksi secukupnya

Pereaksi

Ekstrak Pekat Fraksi n-Heksana

dimasukkan kedalam tabung reaksi secukupnya

Pereaksi

Ekstrak Pekat Fraksi n-Heksana

dimasukkan kedalam tabung reaksi secukupnya

Pereaksi

Lieberman-Bouchard Pereaksi Salkowsky

Pereaksi CeSO4 1%

dalam H2SO4 10%

diencerkan dengan pelarut n-heksana

diencerkan dengan pelarut n-heksana

diencerkan dengan pelarut n-heksana

Skrining fitokimia golongan flavonoida Skrining fitokimia golongan alkaloida

Skrining fitokimia golongan terpenoida/steroida

(43)

29

3.4.3. Subkultur Bakteri

5,6 g media NA (Nutrient Agar)

dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250 mL dilarutkan dengan 200 mL aquadest sambil diaduk dan dipanaskan

disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C

media NA (Nutrient Agar) steril

dituangkan ke dalam 4 cawan petri steril dibiarkan memadat

digoreskan bakteri Salmonella sp. Secara aseptik kedalam media NA yang telah memadat

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C

dilakukan prosedur yang sama untuk bakteri Shigella sp., Streptococcus mutan, dan Staphylococcus aureus

(44)

3.4.4. Uji Antibakteri

7,6 g media MHA (Meuller Hilton Agar)

dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250 mL

dilarutkan dengan 200 mL aquadest sambil

dipanaskan dan diaduk

disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 °C

media MHA (Meuller Hilton Agar) steril

dituang ke dalam cawan petri yang steril

dibiarkan memadat

10 mL aquadest steril

dimasukkan kedalam tabung reaksi yang steril

dimasukkan bakteri Salmonella sp. Yang sudah

disubkultur dengan menggunakan jarum ose

disamakan kekeruhannya dengan standar mcfarland

dilakukan cara yang sama untuk pembuatan

suspensi bakteri Shigella sp.,Sterptococcus

mutan, Staphylococcus aureus

Suspensi

Bakteri

dimasukkan 0,1 mL suspensi bakteri

ke dalam media MHA

disebar dengan menggunakan hockey stick

dimasukkan kertas cakram yang telah ditetesi ekstrak kulit kayu manis

(fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol) dengan konsentrasi

masing-masing (100%,75%,50%,25%) di atas permukaan media yang berisi bakteri

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C

diukur zona bening dengan jangka sorong

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Ekstraksi Kulit Kayu Manis

Ekstrak pekat yang diperoleh dari 10 g serbuk kulit kayu manis untuk masing-masing fraksi seperti yang tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Ekstrak pekat serbuk kulit kayu manis

Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat Fraksi metanol

Ekstrak pekat 2,3 mL 3,0 mL 4,0 mL

Warna Kuning Cokelat kemerahan Cokelat kehitaman

4.1.2. Skrining fitokimia

Ekstrak pekat fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol yang diperoleh diuji dengan skrining fitokimia untuk mengetahui adanya komponen senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/steroida. Adapun hasil uji skrining fitokimia seperti tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Skrining Fitokimia

Golongan Pereaksi Fraksi

n-heksana

(46)

4.1.3. Hasil Analisis Komponen Senyawa/Minyak Atsiri Dengan GC-MS

Ekstrak pekat dari fraksi n-heksana dianalisis dengan GC-MS. Kromatogram yang diperoleh tertera pada gambar 4.1.

In

Gambar 4.1. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi n-heksana Interpretasi pada spektrum massa GC-MS disesuaikan dengan komponen-komponen senyawa yang ada pada Library Wiley 229, komponen senyawa-senyawa yang terkandung pada fraksi n-heksana seperti yang terdapat pada table 4.3.

Tabel 4.3. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi n-heksana

Peak Waktu retensi Kandungan(%) Rumus Molekul Senyawa kimia yang mungkin

(47)

33

Ekstrak pekat dari fraksi etil asetat dianalisis dengan GC-MS. Kromatogram yang diperoleh tertera pada gambar 4.2.

In

te

Gambar 4.2. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi etil asetat Interpretasi pada spektrum massa GC-MS disesuaikan dengan komponen-komponen senyawa yang ada pada Library Wiley 229, komponen senyawa-senyawa yang terkandung pada fraksi etil asetat seperti yang terdapat pada table 4.4.

Tabel 4.4. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi etil setat

Peak Waktu retensi Kandungan(%) Rumus molekul Senyawa kimia yang mungkin

(48)

Ekstrak pekat dari fraksi metanol dianalisis dengan GC-MS. Kromatogram yang diperoleh tertera pada gambar 4.3.

In

te

ns

it

as

r

el

at

if

Waktu retensi

Gambar 4. 3 Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi metanol

Interpretasi pada spektrum massa GC-MS disesuaikan dengan komponen-komponen senyawa yang ada pada Library Wiley 229, komponen senyawa-senyawa yang terkandung pada fraksi metanol seperti yang terdapat pada table 4.5.

Tabel 4.5. Komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi metanol

Peak Retention time Kandungan(%) Senyawa kimia Senyawa kimia yang mungkin 1 13.75 1,76 C12H18O3Si Asam benzenasetat

2 13.896 43,57 C9H8O Sinamaldehida

3 14.175 5,30 C16H17Br Korytan

4 15.367 3,58 C15H24 Kopaen

5 16.045 3,50 - -

6 16.825 16,01 - -

7 18.968 3,74 - -

8 20.813 1,69 - -

9 22.03 6,61 C17H34O2 Asam heksadekanoat

10 22.438 1,13 - -

11 23.819 6,98 C19H36O2 Asam oktadekanoat

12 26.221 3,68 C16H30O2 Oksasikloheptadekan-2-one

13 26.488 1,13 - -

(49)

35

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak pekat masing-masing fraksi diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus mutan dan Staphylococcus aureus. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram. Zona bening yang terbentuk dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana dengan berbagai konsentrasi adalah seperti Tabel 4.6

Tabel 4.6. Zona Bening Dari Hasil Uji Antibakteri Fraksi n-heksana

Zona Hambat Bakteri Konsentrasi Ekstrak Fraksi n-heksana a

25%(mm)

(mm) 50%(mm) 75%(mm) 100%(mm)

Shigella sp 0 7,2 7,4 5,7 8,2

Staphylococcus aureus 0 8,0 8,4 8,8 9,0

Salmonella sp 0 5,0 5,4 6,1 6,4

Streptococcus mutan 0 4,1 5,2 6,4 7,0

a

= blanko (kertas cakram yang dibasahi dengan pelarut n-heksana)

Gambar 4.4.Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi n-heksana keterangan gambar:

A : Untuk konsentrasi 100%(Ekstrak Pekat fraksi n-heksana) B : Untuk Konsentrasi 75%

C : Untuk Konsentrasi 50% D : Untuk Konsentrasi 25%

(50)

Zona bening yang terbentuk dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat dengan berbagai konsentrasi adalah seperti tabel 4.7.

Tabel 4.7. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi etil asetat

Zona hambat bakteri konsentrasi ekstrak fraksi etil asetat a

25%(mm)

(mm) 50%(mm) 75%(mm) 100%(mm)

Shigella sp 0 0,9 1,5 1,6 1,8

Staphylococcus aureus 0 0,9 1,3 2,2 2,5

Salmonella sp 0 1,0 1,3 1,6 2,0

Streptococcus mutan 0 1,0 0,9 1,6 1,8 a

= blanko (kertas cakram yang dibasahi dengan pelarut etil asetat)

Gambar 4.5.Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi etil asetat keterangan gambar:

A : Untuk konsentrasi 100%(Ekstrak Pekat fraksi etil asetat) B : Untuk Konsentrasi 75%

C : Untuk Konsentrasi 50% D : Untuk Konsentrasi 25%

(51)

37

Zona bening yang terbentuk dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi metanol dengan berbagai konsentrasi adalah seperti tabel 4.8.

Tabel 4.8. Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi metanol

Zona hambat bakteri konsentrasi ekstrak fraksi metanol a

25%(mm)

(mm) 50%(mm) 75%(mm) 100%(mm)

Shigella sp 0 1,3 0,5 1,3 1,5

Staphylococcus aureus 0 1,5 0,9 1,0 1,3

Salmonella sp 0 0,7 0,9 1,3 0,5

Streptococcus mutan 0 0,9 1,0 1,5 1,5

a

= blanko (kertas cakram yang dibasahi dengan pelarut metanol)

Gambar 4.6.Zona bening dari hasil uji antibakteri fraksi metanol keterangan gambar:

A : Untuk konsentrasi 100%(Ekstrak Pekat fraksi metanol) B : Untuk Konsentrasi 75%

C : Untuk Konsentrasi 50% D : Untuk Konsentrasi 25%

(52)

4.2. Pembahasan

Ekstraksi kulit kayu manis dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol diperoleh secara berturut-turut adalah 2,3 mL, 3,0 mL, 4,0 mL. Ekstrak pekat yang paling banyak diperoleh pada fraksi metanol. Fraksi metanol merupakan hasil proses ekstraksi dari residu II atau residu yang terakhir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komponen-komponen senyawa yang terkandung pada kulit kayu manis lebih banyak terekstrak atau larut pada pelarut yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan pendapat Moyler, 1991 bahwa pelarut metanol merupakan pelarut yang baik dalam proses ekstraksi karena mampu mengektraksi semua senyawa. Ini juga didukung oleh tampilan warna yang diperoleh pada fraksi metanol adalah warna yang paling gelap.

Berdasarkan uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu manis dari masing-masing fraksi menunjukkan bahwa ada senyawa terpenoida/steroida dan flavonoida. Hal ini tampak dari perubahan warna yang terjadi pada uji skrining untuk golongan terpenoida/steroida dengan pereaksi salkowsky yang mana menunjukkan perubahan warna menjadi warna merah dan pada golongan flavonoida dengan pereaksi H2SO4(p) yang mana menunjukkan perubahan warna orange–kekuningan. Khusus untuk fraksi metanol, menunjukkan perubahan warna pada uji skrining golongan flavonoida dengan pereaksi FeCl3 1% yang mana menandakan adanya perubahan warna yang terjadi berwarna hitam. Perubahan warna yang terjadi dan juga pereaksi yang digunakan pada skrining fitokimia sesuai dengan literatur metode fitokimia ( Harbone, 1987). Untuk senyawa alkaloida tidak ada terkandung dalam masing-masing fraksi.

(53)

39

Berikut adalah pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa sinamaldehida. Spectrum massa dari sinamaldehida

Spektrum massa pembanding berdasarkan wiley 229

berikut pola fragmentasi senyawa sinamaldehida (C9H8

(54)

Berikut adalah pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa kopaen. Spectrum massa dari kopaen

Spektrum massa pembanding berdasarkan wiley 229

Berikut pola fragmentasi senyawa kopaen (C15H24

m/z = 204

+

-2e

m/z = 189

+ CH3

m/z = 15 +

m/z = 161

CH3 - CH

m/z = 28

CH2 - CH2 - CH2 - CH2

m/z = 56

+

m/z = 105

+ e

(55)

41

Berikut adalah pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa kumarin. Spectrum massa dari kumarin

Spektrum massa pembanding berdasarkan wiley 229

Berikut pola fragmentasi senyawa Kumarin (C9H6O2

O O

O

m/z = 118

+ m/z = 28

C=O

m/z = 28 C=O

C

CH

m/z = 90

+ -2e

+ e

O O

m/z = 146

+

(56)

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa:

Ekstrak kulit kayu manis Kandungan senyawa atsiri

fraksi n-heksana Sinamaldehida

Kopaen Alpha-mourolen

fraksi etil asetat Sinamaldehida

Kopaen Kumarin Alpha-mourolen

fraksi metanol Sinamaldehida

Kopaen

Hasil analisis GC-MS untuk fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol menunjukkan bahwa komponen utama senyawa atsiri yang terkandung pada masing-masing fraksi adalah sinamaldehida dengan persentase untuk fraksi n-heksana 79,10%, fraksi etil asetat 84,08% dan kumarin 12,01%, fraksi metanol 43,57%. Konsentrasi dari setiap sinamaldehida untuk masing-masing fraksi adalah berbeda-beda, hal ini dikarenakan perbedaan polaritas dari penggunaan pelarut, dan sifat dari sinamaldehida itu sendiri dimana sinamaldehida tidak larut dalam air dan juga dalam pelarut petroleum eter. Senyawa sinamaldehida dan kumarin lebih terikat pada pelarut yang sifat semi polar seperti etil asetat. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hema, dkk, 2010 yang mana memperoleh senyawa sinamaldehida dan kumarin dari proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol absolut.

(57)

43

Berdasarkan uji aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol terhadap bakteri Salmonella sp., Shigella sp., Staphylococcus aureus,dan Streptococcus mutan menunjukkan bahwa fraksi n-heksana dengan konsentrasi 25% telah menunjukkan aktivitas anti bakteri yang berarti. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya zona bening yang diperoleh dan bila dibandingkan dengan konsentrasi 50%, 75% dan 100% selisih zona bening tidak jauh berbeda. Tetapi bila dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan metanol pada konsentrasi 100% zona bening yang diperoleh tidak seluas pada fraksi n-heksana 25%.

Bila ditinjau dari keempat jenis bakteri tersebut, diperoleh aktivitas antibakteri yang palig besar pada bakteri Staphylococcus aureus untuk fraksi n-heksana dan etil asetat, namun yang paling lebar zona beningnya adalah pada fraksi n-heksana yakni sebagai berikut: zona bening untuk konsentrasi 25%=8 mm, 50%= 8,4 mm, 75%=8,8 mm, dan untuk 100%=9 mm. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri yang besar terdapat pada fraksi n-heksana. Ini sama dengan yang dilakukan oleh Suherlan , 1995 bahwa aktivitas antibakteri yang paling besar pada fraksi n-heksana.

Salah satu senyawa atsiri yang besifat antibakteri yang terdapat pada kulit kayu manis adalah sinamaldehida (Shan, dkk, 2007). Dari hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa kandungan sinamaldehida pada fraksi n-heksana lebih sedikit bila dibandingkan dengan fraksi etil asetat. Oleh karena itu perlu kiranya dianalisis kandungan senyawa kimia yang terkandung pada fraksi n-heksana yang bersifat anti bakteri selain dari sinamaldehida. Apabila ditinjau dari persentase sinamaldehida tidak jauh berbeda antara fraksi n-heksana dan etil asetat, tetapi zona beningnya sangat jauh berbeda untuk semua bakteri.

(58)

5.1. Kesimpulan

− Golongan senyawa terpenoida/steroida dan flavonoida terdapat pada semua fraksi (fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol).

− Komponen senyawa/minyak atsiri yang terdapat pada masing-masing fraksi antara lain :

fraksi n-heksana berupa senyawa sinamaldehida (79,01%), kopaen (0,61%), dan alpha-mourolen (0,41%)

fraksi etil asetat berupa senyawa sinamaldehida (84,08%), kopaen (0,83%), kumarin (12,01%), dan alpha-mourolen (0,25%)

fraksi metanol berupa senyawa sinamaldehida (43,57%), dan kopaen (3,58%)

− Aktivitas anti bakteri yang paling tinggi terdapat pada fraksi n-heksana yaitu terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Dengan bahan aktif sebagai antibakteri adalah senyawa yang bersifat non-volatil (tidak menguap)

5.2. Saran

− Agar diteliti sifat aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana untuk senyawa yang bersifat menguap maupun yang tidak mudah menguap.

(59)

45

DAFTAR PUSTAKA

Alacamo, E.I. 1987. Fundamental of Microbiology. California: The Benjamin/ Cummings Publishing Company.

Anonymous. Cinnamomumburmanii. http://www.plantamor.com. Tanggal akses 24/12/2010

Anonymous. Ekstraksi Anonymous. Fenil propanoid.

Anonymous. Gas Chromatography Mass Spectrometry.

Benson, H.J. 2002. Microbiological Application. Eighth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Brown, A.E. 2007. Microbiological Application. Tenth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Buckle, A. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo Andriono. Jakarta: UI Press

Deniston, K.J. 2007. General Organic and Biochemistry. Fifth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Gende, L.B; Floris,I; Fritz,R; and Eguaras,M.J. 2008. Antimicrobial Activity of

Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum) Essential Oil and its Main Component against Paenibacillus larvae from Argentine. Bulletin of Insectology 61(1). Goyal, P; Abhishek Chauhan; and P.Kaushik. 2009. Laboratory Evaluation of Crude

Extracts of Cinnamomum tamala for Potential Antibacterial Activity. Electronic Journal of Biology. 2009. Vol.5(4): 75-79

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IV A. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hane, R. 1993. Mikrobiologi dan Imunologi. Yogyakarta: Yayasan Escentia Medica Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.

(60)

Herbert, R.B.1995. Biosintesis Metabolit Sekunder.Edisi Kedua. Semarang: IKIP Semarang press.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya. Lay, B.W. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : Rajawali Pers

Lenny,S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Karya ilmiah. FMIPA USU.

Lopez; Sanchez .C; Batle.R; and Nerin.C. 2007. Vapor-phase activities of cinnamon, thyme and oregano essential oils and key constituents againt food-borne microorganism. J Agric Food Chem 55:4348-4356

McNair, H. Miller,J.M. 2009. Basic Gas Chromatography. Second Edition. New Jersey : John Wiley and Sons Inc.

Moyler, D.A. 1991. Oleoresin, Tinctures and Extracts. Dikutip dari Anny Sulaswatty. 2001. Kajian Awal Hasil Ekstraksi Minyak dan Oleoresin dari Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) .Proseding Seminar Nasional X” Kimia dalam Industri dan Lingkungan. Yogyakarta. 2001.

Othmer, D.F. 1964. Encyclopedia of Chemical Technologi. Volume 5. USA: John Wiley and Sons

Pelczar, M.J. 1977. Microbiology. Fourth Edition. New York: Mc Graw Hill. Pelczar,M.J; and E.C.S.Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta: UI-press

Rismunandar. 2001. Kayu Manis : Budi daya dan Pengolahan. Jakarta : Penerbar Swadaya.

Rodig, O.R. 1997. Organic Chemistry Laboratory. USA: Saunders College Publishing.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gadjah mada university press.

Shan, B; Cai, Y.Z; Brooks, J.D; and Corke,H. 2007. Antibacterial Properties

and MajorBioactive Components of Cinnamon Stick (Cinnamomum burmanii) : Activity against Foodborne Pathogenic Bacteria. J Agric Food Chem. 2007 jul 11;55(14) : 5484-90

(61)

47

Tortora, G.J; Funke,B.R;and Case,C.L. 2001. Microbiology. San Fransisco:Addison Wesley Longman, Inc.

Wallis,T.E. 1951. Pharmacognosy. London: J and A Churchill Ltd.

(62)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kulit kayu manis

Lampiran 2. Ekstrak kulit kayu manis masing-masing fraksi (fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol)

(63)

49

(64)
(65)

51

(66)

Lampiran 6. Spektrum massa sinamaldehida

A

B

(67)

53

Lampiran 7. Spektrum massa kopaen

A

B

(68)

Lampiran 8. spektrum massa kumarin

A

B

Gambar

Gambar 4.1. Kromatogram komponen senyawa/minyak atsiri pada fraksi n-
Tabel 2.1. Komposisi kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) (Wallis, 1951)
Gambar 2.1. Struktur sinamaldehida (Denniston, 2007)
Tabel 4.1. Ekstrak pekat serbuk kulit kayu manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol, fraksi butanol, fraksi etil asetat, dan fraksi kloroform buah kemukus ( Piper cubeba ) tidak memiliki aktivitas

Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari fraksi etil asetat ekstrak metanol-air daun waru gunung dengan cara ekstraksi menurut

Metode penelitian yang digunakan adalah ekstraksi dan fiaksinasi dimana dari fraksi etil asetat ekstrak metanol yang diperoleh mengandung senyawa flavonoid Pemurnian dilakukan

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid fraksi etil-asetat ekstrak metanol-air daun sukun (Artocarpus a/ti/is Parkinson Fosberg), secara

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas terselesaikan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat, Kloroform,

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fraksi metanol, etil asetat, dan n-heksan bunga piretrum memiliki aktivitas insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti

Hasil pengukuran zona hambat uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol, etil asetat, dan n -Heksana daun jambu air..

Uji Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak kental metanol, n-heksana, etil asetat dan beberapa fraksi pilihan hasil dari pemisahan ekstrak etil asetat dengan