TUGAS AKHIR
STUDI MANAJEMEN PERLINTASAN SEBIDANG
JALAN RAYA DENGAN JALAN KERETA API
(Studi kasus: Jalan Lintas Medan - Perbaungan, Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas Dan untuk memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
EMIR RAUF NOVANDI
040404019
Pembimbing
YUSANDY ASWAD,ST,MT
NIP. 19731109 200012 1 001
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
2010
“STUDI MANAJEMEN PERLINTASAN SEBIDANG JALAN RAYA DENGAN
JALAN REL KERETA API”
oleh : Emir Rauf Novandi (04 0404 019)
Tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang menimbulkan kerugian jiwa maupun materi. Selain itu dilain pihak kerugian juga dialami oleh para pengguna lalu-lintas di jalan raya. Yaitu gangguan berupa tundaan (delay) yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi pengguna jalan raya, baik kerugian akibat bertambahnya waktu perjalanan yang ditempuh oleh pengguna jalan raya dimana kenderaannya akan berhenti sehingga menimbulkan antrian kenderaan di pintu perlintasan sebidang maupun kenyamanan pengguna jalan raya dalam berlalu lintas akibat perubahan geometrik jalan yang diakibatkan oleh rel kereta api. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kondisi rambu, marka sistem peringatan di pintu perlintasan sebidang agar berkurangnya kemungkinan terjadinya kecelakaan di pintu perlintasan sebidang.
Standar manajemen perlintasan sebidang diatur dalam Undang-Undang NO.
13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, dan Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api dari Departemen Perhubungan. Standar ini
mengatur persyaratan perlintasan sebidang serta Serta standar pemasangan rambu, marka dan palang pintu perlintasan. Untuk mengaplikasikan standar ini maka diadakan penelitian sederhana di perlintasan sebidang Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan akhir dari penelitian sederhana ini untuk mengevaluasi jarak pemasangan rambu, marka dan merekomendasikan tatacara pemasangan yang sesuai dengan standar dari Departemen perhubungan, serta mengevaluasi kondisi lalu lintas kendaraan lalu mengkoreksinya dengan persyaratan perlintasan sebidang dari Departemen Perhubungan.
Dari Hasil Survei lapangan diperoleh terdapatnya pemasangan rambu yang tidak sesuai dengan standar Departemen Perhubungan dimana adanya pemasangan rambu yang berulang. Sedangkan dari volume lalu lintas diperoleh bahwa perkalian frekuensi kereta api melintas dan volume kenderaan yang melintasi perlintasan sebidang sebesar 564.910 smpk. Angka tersebut melebihi batas persyaratan perlintasan sebidang dengan palang pintu yakni 35.000 smpk. Sehingga perlintasan desa Pagar Jati sebaiknya ditingkatkan menjadi perlintasan tidak sebidang.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya Tugas Akhir ini dengan judul “Studi
Manajemen Perlintasan Sebidang Antara Jalan Raya Dengan Jalan Kereta Api”.
Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Transportasi pada
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini yang masih banyak kekurangan. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan
tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran dan kritik bapak dan ibu
dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Penulis juga menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada
kedua orang tua yang selalu penulis muliakan yang telah memberikan segalanya
hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
2. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Yusandy Aswad ST, MT. selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada
hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Udak dan inanguda saya Dr. Indra Lubis, MHA dan Dina Sri Rezeki yang telah
memotivasi dan membantu saya dalam menyelesaikan kuliah penulis.
6. Kedua orang tua penulis tersayang yang tak pernah lelah berdo’a, memberikan
segala yang terbaik dan kasih sayang yang tak berkesudahan, serta seluruh
saudara-saudara saya semuanya.
7. Rekan – rekan mahasiswa stambuk 2004 terutama Syawaluddin, Mhd. Hazian,
ical Nst, Mario, Patner Kp lae eri, roy tarigan teman survey, saudara dan
brother’s di tasbi 2 no 62, dan kepada bang amad terima kasih atas
tumpangannya di PH.
8. Adek – adek 07, terutama Faiz harahap, Samruddin, Jayusri, Maulidi Alkahfi,
Isyad Mahfudz, Pasha dan Aditya Wiguna atas bantuannya dalam survei
perlintasan di Lubuk Pakam.
9. Dan kepada rekan – rekan mahasiswa Teknik Sipil USU stambuk 2005, 2006,
2007, 2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penulis menyusun tugas akhir ini.
EMIR RAUF NOVANDI
04 0404 019
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GRAFIK... x
I.5 Sistematika Penelitian ... 5
I.6 Flowchart Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum ... 8 kereta api yang dilengkapi pintu perlintasan. ... 11
II.2.3 Persyaratan ruas jalan raya yang menjadi perlintasan sebidang . ... 13
II.2.4 Daerah pengaruh perlintasan sebidang. ... 14
II.3 Prasarana Jalan dan Kereta Api pada Perlintasan Sebidang ... 18
II.3.2 Rambu larangan pada perlintasan sebidang ... 21
II.3.3 Marka lalu lintas pada perlintasan sebidang ... 24
II.3.4 Lampu isyarat pada perlintasan sebidang ... 26
II.3.5 Pintu perlintasan pada perlintasan sebidang ... 27
II.4 Tatacara berlalu lintas di perlintasan sebidang ... 30
II.4.1 Pengemudi kenderaan ... 30
II.4.2 Masinis kereta api ... 31
II.4.3 pengaturan komunikasi pada perlintasan sebidang ... 32
II.5 Karakteristik lalu lintas ... 32
II.5.1 Arus dan volume ... 33
II.5.2 Kecepatan (speed) ... 36
II.5.3 Tingkat pelayanan jalan ... 38
II.5.4 Kapasitas jalan ... 40
II.5.5 Derajat kejenuhan ... 43
II.5.6 Tundaan kenderaan ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pemilihan lokasi survei ... 46
III.2 Garis besar penelitian ... 47
III.3 Pengumpulan data ... 49
III.4 Perioe pengamatan ... 51
III.5 Kebutuhan peralatan ... 52
III.6 Analisa data ... 52
BAB IV KOMPILASI DATA IV.1 Umum ... 54
IV.2 Aturan Perlintasan ... 54
IV.3 Data geometrik jalan ... 56
IV.4 Data rambu dan marka ... 57
IV.5 Data waktu dan lama penutupan pintu perlintasan ... 61
IV.6.1 Volume kenderaan ... 64
IV.6.2 Kecepatan kenderaan ... 65
IV.6.3 Tingkat pelayanan jalan ... 66
IV.6.4 Kapasitas jalan ... 68
IV.6.5 Derajat kejenuhan ... 70
IV.6.6 Tundaan ... 71
BAB V ANALISA V.1 Analisa perlengkapan perlintasan sebidang ... 72
V.2 Analisa data lalu lintas perlintasan sebidang ... 73
V.3 Analisa rambu dan marka perlintasan sebidang ... 74
V.4 Evaluasi perlintasan sebidang ... 75
V.5 Perbaikan jarak pandang ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 83
V.2 Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Hubungan antara jarak pandang dengan kecepatan ...15
Tabel II.2 Faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) ...35
Tabel II.3 Tingkat Pelayanan untuk Intersection dan jalan arteri ...40
Tabel II.4 Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur Lalu lintas (FCW) ...42
Tabel II.5 Kapasitas dasar (Co) ...42
Tabel II.6 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FCsp) ...43
Tabel III.1 Faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) ...50
Tabel IV.1 Data waktu dan lama penutupan pintu perlintasan ...61
Tabel IV.2 Faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) ...63
Tabel IV.3 Total kenderaan dan volume lalu lintas ...64
Tabel IV.4 Kecepatan rata-rata total jenis kenderaan ...66
Tabel IV.5 Tingkat Pelayanan untuk Intersection dan jalan arteri ...68
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kemiringan jalan raya pada perlintasan sebidang ... 13
Gambar II.2 Jarak pandang kenderaan di perlintasan sebidang ... 16
Gambar II.3 Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu ... 19
Gambar II.4 Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api Tanpa pintu... 19
Gambar II.5 Rambu peringatan hati-hati ... 20
Gambar II.6 Rambu peringatan jarak ... 20
Gambar II.7 Rambu peringatan berupa kata-kata ... 21
Gambar II.8 Rambu larangan berjalan terus wajib berhenti sesaat ... 21
Gambar II.9 Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur tunggal... 22
Gambar II.10 Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur ganda ... 22
Gambar II.11 Rambu larangan berbalik arah bagi kenderaan bermotor maupun tidak bermotor ... 23
Gambar II.12 Rambu larangan berupa kata-kata ... 23
Gambar II.14 Lampu Isyarat pada perlintasan sebidang ... 26
Gambar II.15 Desain pintu perlintasan sebidang ... 28
Gambar II.16 Penempatan rambu marka perlintasan sebidang pada permukaan jalan raya ... 29
Gambar IV.1 Penampang melintang jalan ... 56
Gambar IV.2 Jarak marka dan rambu pada perlintasan sebidang ... 58
Gambar IV.3 Jarak marka dan rambu pada perlintasan sebidang ... 60
Gambar V.1 Perencanaan jarak rambu dan marka lalu lintas pada perlintasan sebidang ... 75
Gambar V.2 Visualisasi perlintasan dari sisi samping perlintasan ... 78
Gambar V.3 Visualisasi perlintasan saat kereta api melintas ... 78
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.1 Grafik area perlintasan sebidang berdasarkan Frekuensi
Kereta per Hari dan Volume Harian Lalu Lintas Rata-rata ...12
Grafik II.2 Tundaan lalu lintas vs Derajat kejenuhan ...45
Grafik IV.1 Hubungan Volume kenderaan VS Waktu ...65
Grafik V.1 Grafik area perlintasan sebidang berdasarkan Frekuensi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Format Survei Jumlah kenderaan Kendaraan
LAMPIRAN B Format Survei Kecepatan
LAMPIRAN C Foto Survey
“STUDI MANAJEMEN PERLINTASAN SEBIDANG JALAN RAYA DENGAN
JALAN REL KERETA API”
oleh : Emir Rauf Novandi (04 0404 019)
Tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang menimbulkan kerugian jiwa maupun materi. Selain itu dilain pihak kerugian juga dialami oleh para pengguna lalu-lintas di jalan raya. Yaitu gangguan berupa tundaan (delay) yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi pengguna jalan raya, baik kerugian akibat bertambahnya waktu perjalanan yang ditempuh oleh pengguna jalan raya dimana kenderaannya akan berhenti sehingga menimbulkan antrian kenderaan di pintu perlintasan sebidang maupun kenyamanan pengguna jalan raya dalam berlalu lintas akibat perubahan geometrik jalan yang diakibatkan oleh rel kereta api. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kondisi rambu, marka sistem peringatan di pintu perlintasan sebidang agar berkurangnya kemungkinan terjadinya kecelakaan di pintu perlintasan sebidang.
Standar manajemen perlintasan sebidang diatur dalam Undang-Undang NO.
13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, dan Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api dari Departemen Perhubungan. Standar ini
mengatur persyaratan perlintasan sebidang serta Serta standar pemasangan rambu, marka dan palang pintu perlintasan. Untuk mengaplikasikan standar ini maka diadakan penelitian sederhana di perlintasan sebidang Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan akhir dari penelitian sederhana ini untuk mengevaluasi jarak pemasangan rambu, marka dan merekomendasikan tatacara pemasangan yang sesuai dengan standar dari Departemen perhubungan, serta mengevaluasi kondisi lalu lintas kendaraan lalu mengkoreksinya dengan persyaratan perlintasan sebidang dari Departemen Perhubungan.
Dari Hasil Survei lapangan diperoleh terdapatnya pemasangan rambu yang tidak sesuai dengan standar Departemen Perhubungan dimana adanya pemasangan rambu yang berulang. Sedangkan dari volume lalu lintas diperoleh bahwa perkalian frekuensi kereta api melintas dan volume kenderaan yang melintasi perlintasan sebidang sebesar 564.910 smpk. Angka tersebut melebihi batas persyaratan perlintasan sebidang dengan palang pintu yakni 35.000 smpk. Sehingga perlintasan desa Pagar Jati sebaiknya ditingkatkan menjadi perlintasan tidak sebidang.
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Umum
Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak
terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam
perkembangan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, diiringi
dengan pertumbuhan wilayah perkotaan terutama di kota-kota besar dan kota
pendukung sekitarnya serta kota yang memiliki pusat kegiatan tertentu.
Oleh karena penyebaran kegiatan ekonomi, sosial dan budaya tidak terpusat
di suatu wilayah saja, maka diperlukan aktivitas perjalanan dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya. Meningkatnya jumlah perjalanan ini akan mengakibatkan timbulnya
masalah pergerakan transportasi. Dimana timbulnya konflik arus lalu lintas pada
pertemuan dua ruas jalan atau lebih yang bersilangan. Salah satunya pada
persimpangan baik itu persimpangan antar jalan raya maupun persimpangan jalan
raya dengan jalan kereta api.
Persimpangan antara jalan raya dengan jalan rel kereta api merupakan
fenomena unik dalam dunia transportasi, sebab masing-masing moda transportasi
tersebut memiliki sistem prasarana yang berbeda, dioperasikan dengan sistem sarana
yang berbeda pula dan pengelolanya juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan
karakteristik berbeda tersebut bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level
bagi kereta api dan kenderaan bermotor. Dimana keselamatan para pengguna jalan
raya maupun kereta api merupakan aspek yang sangat krusial dalam tranportasi.
I.2 Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan wilayah kota mengakibatkan terjadinya
peningkatan kegiatan pada penduduk di daerah tersebut. Peningkatan kegiatan
penduduk ini terjadi pada semua bidang termasuk meningkatnya kebutuhan akan
moda transportasi. Peningkatan jumlah moda transportasi seiring dengan
meningkatnya tingkat perekonomian suatu daerah. Wilayah yang tingkat
perekonomiannya cukup tinggi memiliki pergerakan moda transportasi yang cukup
besar. Sumatera Utara sebagai provinsi yang memiliki aktivitas ekonomi yang sangat
tinggi didukung oleh banyaknya jenis transportasi yang beroperasi. Salah satu jenis
transportasi tersebut adalah kereta api. Kereta api digunakan sebagai alat
pengangkutan penduduk dan barang serta hasil kekayaan alam berupa minyak kelapa
sawit dan lainnya. Sehingga kereta api menjadi salah satu moda transportasi yang
sangat penting bagi masyarakat Sumatera utara.
Namun tingginya angka kecelakaan perkeretaapian membuat moda
transportasi ini bukan menjadi pilihan utama masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
data kecelakaan di Indonesia. Di Indonesia sepanjang tahun 2006, telah terjadi
sejumlah 117 kali kecelakaan kereta api, terdiri atas tabrakan antara kereta api
dengan kereta api (5) kali, tabrakan antara kereta api dengan kendaraan jalan raya di
pada pintu perlintasan mencapai 18,81% dari keseluruhan kecelakaan kereta api.
(Sumber: PT. KAI, 2006)
Dari data kecelakaan tersebut didapati bahwa selain korban jiwa kecelakaan
pada perlintasan sebidang juga menimbulkan korban materi. Dilain pihak kerugian
juga dialami oleh para pengguna lalu-lintas di jalan raya. Yaitu gangguan berupa
tundaan (delay) yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi pengguna jalan raya,
baik kerugian akibat bertambahnya waktu perjalanan yang ditempuh oleh pengguna
jalan raya dimana kenderaannya akan berhenti sehingga menimbulkan antrian
kenderaan di pintu perlintasan sebidang, hal ini diakibatkan karena ditutupnya pintu
perlintasan sebidang pada saat kereta api melintasi perlintasan sebidang tersebut dan
kecepatan kenderaan berkurang akibat struktur geometrik jalan yang berubah dari
permukaan yang datar menjadi tidak datar maupun kenyamanan pengguna jalan raya
dalam berlalu lintas akibat perubahan geometrik jalan yang diakibatkan oleh rel
kereta api.
Beberapa penyebab kecelakaan lalu lintas pada perlintasan sebidang antara
jalan raya dengan jalan kereta api menurut Masyarakat Transportasi Indonesia dapat
diidentifikasi berupa:
1. Disiplin masyarakat yang masih rendah sehingga sering terjadi
pelanggaran massal oleh pengendara kendaraan terhadap
aturan-aturan yang terkait dengan tata cara penyeberangan melalui pintu
perlintasan.
2. Persepsi yang keliru dari pengendara kendaraan, maupun masyarakat
jarak pandang serta kecepatan kendaraan dan kemampuan
pengeremannya.
3. Malfungsi atau kerusakan teknis pada kendaraan.
4. Tidak dipenuhinya standar pemeliharaan jalan raya oleh pemegang
otoritas jalan raya pada daerah di sekitar pintu perlintasan.
5. Buruknya sistem proteksi dan sistem peringatan pada pintu
perlintasan.
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui sistem manajemen perlintasan sebidang jalan raya dengan jalan
kereta api di Sumatera Utara.
2. Mengevaluasi sistem manajemen perlintasan sebidang jalan raya dengan jalan
kereta api di Sumatera Utara
I.4 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Penelitian ini mengambil lokasi di perlintasan sebidang yang dilalui oleh
Jalan Nasional di Provinsi Sumatera Utara.
2. Menginventarisasi jumlah rute, letak dan hal lainnya yang berkaitan dengan
perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api.
3. Melakukan pendataan jumlah lintasan kereta api dalam satu harian termasuk
4. Melakukan survey pada perlintasan sebidang yang meliputi survey geometrik
dan survey lalu lintas yang meliputi volume, Lalu lintas Harian Rata-rata
(LHR), Kecepatan rata-rata kenderaan, Kapasitas, Tundaan.
5. Membandingkan kondisi jarak pandang, rambu dan marka pada
persimpangan sebidang dengan standar Departemen Perhubungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat dan Departemen Permukiman Dan Prasarana
Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana wilayah.
I.5 Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan
yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaanya secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan.
Bab ini berisi tentang latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan
lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan
penelitian.
2. Bab II Tinjauan pustaka.
Bab ini berisi pengumpulan data-data yang berhubungan dengan tugas akhir
ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi jurnal sebagai pendekatan
teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji penelitian ini.
3. Bab III. Metodologi Penelitian.
Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan
dengan cara memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini. Dimana
data dalam penelitian ini digunakan dua data sumber yaitu :
a. Data primer diperoleh melalui metode pengumpulan data yang
beberapa hasil pengamatan berupa gambar, volume Lalu lintas Harian
Rata-rata (LHR), jarak dan pemasangan rambu dan marka.
b. Data sekunder diperoleh dari literatur berupa jadwal kedatangan
kereta api dan data dari instansi pemerintah dan non pemerintah.
4. Bab IV. Kompilasi Data.
Bab ini berisi pengolahan data yang didapatkan dari hasil survei lapangan.
Dimana data tersebut diolah dengan metode dan literatur dari tinjauan
pustaka.
5. Bab V. Analisa.
Bab ini menyajikan analisa data dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
6. Bab VI. Kesimpulan dan Saran.
Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisis data, temuan dan
bukti yang disajikan sebelumnya, yang menjadi dasar untuk menyusun suatu
I.6 Flowchart penelitian
Tujuan
Penelitian
Studi Literatur
Data Primer
• Data volume kenderaan
• Layout perlintasan sebidang
• Inventaris rambu, marka
Data Sekunder
• Jadwal waktu kedatangan kereta api
• Data dan Literatur dari Instansi Pemerintah
Kompilasi Data
Pengolahan data hasil survey lapangan berdasarkan survey geometrik dan lalu lintas
serta survey pengamatan secara visual di lapangan.
Analisa
Membandingkan hasil pengamatan di lapangan terhadap standar perlintasan sebidang yang
ditetapkan oleh instansi pemerintah
Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Umum
Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau lebih ruas
jalan (link) saling bertemu/berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan
(roadway) dan tepi jalan (road side), dimana lalu lintas dapat bergerak didalamnya
(Warpani, 1985). Ada dua jenis persimpangan berdasarkan perencanaannya yaitu
persimpangan sebidang dan tidak sebidang. Persimpangan tidak sebidang adalah
persimpangan dimana dua ruas jalan atau lebih saling bertemu tidak dalam satu
bidang tetapi salah satu ruas berada diatas atau dibawah ruas jalan yang lain.
Persimpangan sebidang merupakan pertemuan antara dua buah ruas jalan yang
berbasis sama seperti jalan raya dengan jalan raya, sedangkan perlintasan sebidang
adalah sebagai pertemuan antara ruas jalan raya dan jalan rel (jalan kereta api).
Apabila persimpangan sebidang itu berbasis sama kemungkinan pengaturannya akan
cukup memudahkan, misalnya dengan bundaran atau lampu lalu lintas seperti yang
sering dipakai persimpangan di perkotaan. Pengaturan akan lebih sulit dilakukan bila
persimpangan sebidang tersebut merupakan perlintasan sebidang yang terdiri dari
jalan raya dengan jalan rel (jalan kereta api).
Perlintasan sebidang merupakan pertemuan yang melibatkan arus kendaraan
bermotor pada satu sisi sedangkan pada sisi lain terdapat arus kereta api. Berdasarkan
waktu penggunaan perlintasan, kereta api menggunakan perlintasan dengan jadwal
sedangkan kendaraan yang melewati persimpangan tidak terjadwal sehingga arus
kendaraan dapat melintasi perlintasan kapan saja. Dari segi akselerasi dan sistem
pengereman diperoleh kendaraan bermotor lebih unggul dibandingkan kereta api
dimana kendaraan dalam melakukan akselerasi (percepatan atau perlambatan)
cenderung lebih singkat dari pada kereta api begitu juga sebaliknya waktu dan jarak
pengereman, kendaraan bermotor mempunyai waktu pengereman dan jarak
pengereman yang lebih pendek dari kereta api. Dengan demikianlah terpolalah
perlintasan kereta api dengan jalan raya menganut sistem prioritas untuk kereta api
dimana arus kendaraan harus berhenti dahulu ketika kereta api melewati perlintasan..
II. 2. Perencanaan Perlintasan Sebidang Jalan Raya dan Jalan Kereta Api
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Pedoman
Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Raya dengan Jalan Kereta Api yang
dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan tahun 2005 maupun Perencanaan Perlintasan
Jalan Dengan jalan Kereta Api oleh Departemen Permukiman Dan Prasarana
Wilayah tahun 2004, ada 2 ketentuan dalam perencanaan perlintasan sebidang yaitu:
a. Ketentuan Umum
Dalam pedoman perlintasan jalan dengan jalur kereta api harus
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Keselamatan lalu lintas, dimana kereta api mempunyai prioritas utama.
2. Pandangan bebas pemakai jalan.
3. Kepentingan pejalan kaki.
5. Kepentingan penyandang cacat.
6. Desain yang ramah lingkungan
b. Ketentuan Teknis
1. Geometrik pada perlintasan sebidang ( sarana dan prasarana, klasifikasi
fungsi jalan, potongan melintang dan daerah /ruang bebas).
2. Pengaturan lalu lintas.
3. Tipe perkerasan pada perlintasan sebidang.
II. 2.1. Persyaratan Perlintasan Sebidang
Perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api terdiri dari 2 jenis
yaitu:
a. Perlintasan sebidang yang dilengkapi pintu.
Perlintasan ini terbagi 2 jenis yaitu perlintasan sebidang yang dilengkapi
pintu otomatis dan pintu tidak otomatis. Pintu tidak otomatis terdiri dari 2
jenis tenaga penggerak yaitu tenaga mekanik dan tenaga elektrik.
b. Perlintasan sebidang yang tidak dilengkapi pintu perlintasan.
Berikut ini adalah persyaratan sarana dan prasarana perlintasan sebidang yang
akan dilalui oleh kereta api.
a. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya
(headway) yang melintas pada lokasi yang tersebut minimal 6 (enam)
menit.
b. Jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu jalur kereta api
c. kecepatan kereta api yang melintasi perlintasan sebidang kurang dari 60
km/h.
d. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau tikungan jalan.
e. Jalan kereta api yang dilintasi adalah jalan kelas III.
f. Terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan pandangan bagi masinis
kereta dari as perlintasan dan bagi pengemudi kenderaan bermotor.
II. 2.2. Penentuan perlintasan sebidang jalan raya dengan jalan rel kereta api yang dilengkapi pintu perlintasan.
Perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan pintu memiliki ketentuan
sebagai berikut :
1. Jumlah kereta api yang melintas pada lokasi tersebut sekurang-kurangnya 25
kereta/hari dan sebanyak-banyaknya 50 kereta /hari.
2. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) sebanyak 1.000 sampai dengan
1.500 kendaraan pada jalan dalam kota dan 300 sampai dengan 500
kendaraan pada jalan luar kota.
3. Hasil perkalian antara volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) dengan
frekuensi kereta api antara 12.500 sampai dengan 35.000 smpk.
Pada Grafik II.1 terdapat area perlintasan sebidang berdasarkan frekuensi
kereta per hari dan volume harian lalu lintas rata-rata yang menunjukkan area
Grafik II.1 : Grafik area perlintasan sebidang berdasarkan Frekuensi Kereta per Hari dan Volume Harian Lalu Lintas Rata-rata
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
Sedangkan pada perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan pintu otomatis
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Pintu dengan persyaratan kuat dan ringan, anti karat serta mudah dilihat dan
memenuhi kriteria failsafe.
2. Pada jalan dipasang pemisah lajur.
II. 2.3. Persyaratan Ruas Jalan yang Menjadi Perlintasan Sebidang
Tidak semua ruas jalan raya apabila memotong rel kereta api dapat dijadikan
perlintasan sebidang. Berikut ini persyaratan ruas jalan yang dapat dibuat perlintasan
sebidang antara jalan raya dengan jalur kereta api:
1. Jalan kelas III.
2. Jalan sebanyak-banyaknya 2(dua) lajur 2 (dua) arah.
3. Tidak pada tikungan jalan atau alinement horizontal yang memiliki radius
sekurang-kurangnya 500 m.
4. Tingkat kelandaian kurang dari 5 (lima) persen dari titik terluar jalan rel.
5. Memenuhi jarak pandang bebas.
6. Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).
Gambar 2.1 : Kemiringan jalan raya pada perlintasan sebidang
II. 2.4. Daerah Pengaruh Perlintasan Sebidang
Suatu perlintasan jalan raya dan jalur kereta api dapat didefenisikan menurut area
fungsi dan fisiknya. Area fungsional dari perlintasan sebidang merupakan area
perpanjangan sampai hulu (upstream) dan hilir (downstream) dari area fisik perlintasan,
termasuk di dalamnya lajur tambahan dan kanalisasinya.
Area fungsional pada pendekat sebuah perlintasan terdiri dari 3 elemen dasar yaitu :
i. Jarak persepsi-reaksi.
ii. Jarak manuver.
iii. Jarak antrian.
Jarak perjalanan selama waktu persepsi-reaksi akan bergantung pada kecepatan
kenderaan, kewaspadaan pengemudi dan penguasaan lokasi dari pengemudi. Dimana
jarak pandang pengemudi kenderaan dan jarak pandang masinis kereta api sangat
mempengaruhi reaksi dan manuver pengemudi kenderaan maupun masinis kereta api.
Jarak pandang digunakan untuk perlintasan sebidang tanpa pintu, jika
persyaratan jarak pandang tidak dipenuhi maka perlintasan tersebut harus dilengkapi
dengan pintu perlintasan. Ada dua hal yang berkaitan dengan penentuan jarak pandang :
1. Pengemudi kendaraan dapat mengamati kereta api yang mendekat melalui suatu
garis pandang yang menyebabkan kenderaan tersebut dapat melalui perlintasan
dengan aman.
2. Pengemudi kendaraan dapat mengamati kereta api yang mendekat melalui suatu
garis pandang yang menyebabkan kenderaan mempunyai kesempatan untuk
Pengukuran jarak pandang harus diukur sepanjang garis sumbu jalur kereta api
terluar dari titik potong dengan garis sumbu jalan raya ke titik terjauh dari jalur kereta
api tersebut yang dapat dilihat dari titik tertinggi 1 meter diatas permukaan jalan.
Tabel II.1 Hubungan antara jarak pandang dengan kecepatan
Kecepatan
Jarak Pandang terhadap jalan rel, dari perlintasan, dT (m)
10 45 38 24 20 16 13 18
Jarak Pandang terhadap jalan raya, dari perlintasan, dH (m)
16 26 38 52 71 93
Gambar II.2 : Jarak pandang kenderaan di perlintasan sebidang
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
Rumus Jarak Pandang
1. Persamaan dasar hubungan antara Jarak Pandang dengan kecepatan
kendaraan dan kereta api.
………..(II.1)
Keterangan :
d
H = Jarak pandang terhadap jalan raya yang menyebabkan kendaraan dapatmencapai kecepatan VV untuk melintasi rel dengan aman meskipun kereta
sudah terlihat pada jarak dT
d
dari perlintasan, atau jarak untuk
menghentikan kendaraan dengan aman tanpa melanggar batas perlintasan.
T = Jarak pandang terhadap jalan untuk melakukan manuver seperti
dideskripsikan d
t
Waktu presepsi (reaksi), yang diasumsikan sebesar 2,5 detik (nilai ini Kecepatan kereta (km/jam).diasumsikan untuk jarak minimum untuk berhenti yang aman).
f = Koefisien gesek, menurut AASHTO nilai
f = -0,00065Vv + 0.192 untuk Vv ≤ 80 km/jam
f = -0.00125Vv + 0.24 untuk Vv > 80 km/jam
D = Jarak dari garis stop atau dari bagian depan kendaraan terhadap rel
terdekat, yang diasumsikan 4,5 m.
d
e =3 m
Jarak dari pengemudi terhadap bagian depan kendaraan, yang diasumsikan
L = Panjang kendaraan, yang diasumsikan 20 m
2. Persamaan dasar hubungan antara jarak pandang dengan kecepatan
kendaraan dan kereta pada persimpangan jalan yang miring.
………(II.3)
Keterangan :
d
T =V
Jarak pandang terhadap jalan rel (m).
T =
V
Kecepatan kereta (km/jam).
G =
a
Kecepatan maksimum kendaraan pada gigi-1, diasumsikan 2,7 m/detik.
1 =
L = Panjang kendaraan, yang diasumsikan 20 m.
Percepatan kendaraan pada gigi-1, diasumsikan 0,45 m/det2.
D = Jarak dari garis stop atau dari bagian depan kendaraan terhadap rel
terdekat, yang diasumsikan 4,5 m.
II. 3. Prasarana Jalan dan Kereta Api pada Perlintasan Sebidang
Perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalur kereta api memiliki
prasarana yang wajib dilengkapi berupa rambu dan marka lalu lintas serta lampu
isyarat dan pintu perlintasan. Rambu perlintasan berfungsi sebagai alat peringatan
dan larangan. Sedangkan marka berfungsi sebaga tanda yang mengarahkan lalu
II. 3.1. Rambu peringatan pada perlintasan sebidang
Rambu Peringatan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan
peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan di depan pemakai jalan. Rambu
peringatan terdiri dari:
1. Rambu yang menyatakan adanya perlintasan sebidang antara jalan
dengan jalur kereta api dimana jalur kereta api dilengkapi dengan pintu
perlintasan.
Gambar II.3 : Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api berpintu
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
2. Rambu yang menyatakan adanya perlintasan sebidang antara jalan
dengan jalur kereta api dimana jalur kereta api tidak dilengkapi dengan
pintu perlintasan.
Gambar II.4 : Rambu peringatan persilangan datar dengan lintasan kereta api tanpa pintu
3. Rambu peringatan yang menyatakan hati-hati berupa tanda seru.
Gambar II.5 : Rambu peringatan hati-hati
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
4. Rambu peringatan tambahan yang menyatakan jarak per 150 meter
dengan rel kereta api terluar.
Gambar II.6 : Rambu peringatan jarak
5. Rambu peringatan berupa kata-kata yang menyatakan agar berhati-hati
mendekati pintu perlintasan kereta api.
Gambar II.7 : Rambu peringatan berupa kata-kata
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
III. 3.2. Rambu larangan pada perlintasan sebidang
Rambu Larangan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan
perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu larangan terdiri dari:
1. Rambu larangan berjalan terus berupa tanda ”stop” yang berarti wajib
berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan setelah mendapat kepastian
aman dari lalu-lintas arah lainnya.
Gambar II.8 : Rambu larangan berjalan terus wajib berhenti sesaat
2. Rambu larangan berjalan terus berupa tanda ”single cross” dipasang pada
perlintasan sebidang jalan dengan kereta api jalur tunggal yang
mewajibkan kenderaan berhenti sesaat untuk mendapatkan kepastian
aman sebelum melintasi rel.
Gambar II.9 : Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur tunggal
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
3. Rambu larangan berjalan terus berupa tanda ”double cross” dipasang pada
perlintasan sebidang jalan dengan kereta api jalur ganda yang mewajibkan
kenderaan berhenti sesaat untuk mendapatkan kepastian aman sebelum
melintasi rel.
Gambar II.10 : Rambu larangan berjalan terus pada persilangan sebidang lintasan kereta api jalur ganda
4. Rambu larangan berbalik arah berupa tanda dilarang memutar kenderaan
bermotor maupun tidak bermotor pada perlintasan kereta api.
Gambar II.11 : Rambu larangan berbalik arah bagi kenderaan bermotor maupun tidak bermotor
Sumber : Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005
5. Rambu larangan berupa kata-kata yang menyatakan agar pengemudi
berhenti sebentar untuk memastikan tidak ada kereta api yang melintas
sebelum memasuki rel perlintasan kereta api.
Gambar II.12 : Rambu larangan berupa kata-kata
III. 3.3. Marka Lalu Lintas pada perlintasan sebidang
Marka Jalan adalah tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur,
garis melintang serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu
lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Perlintasan sebidang antara
jalan raya dengan jalur kereta api wajib dilengkapi perlengkapan jalan yang berupa
marka jalan sebagai berikut:
1. Marka melintang berupa tanda garis melintang sebagai batas wajib berhenti
kenderaan sebelum melintasi jalur kereta api, dengan ukuran lebar 0,30
meter dan tinggi 0,03 meter.
2. Marka membujur berupa garis utuh sebagai larangan kenderaan untuk
melintasi garis tersebut dengan ukuran lebar 0,12 meter dan tinggi 0,03
meter.
3. Marka lambang berupa tanda peringatan yang dilengkapi dengan tulisan
“KA” sebagai tanda peringatan adanya perlintasan dengan jalur kereta api,
dengan ukuran lebar secara keseluruhan 2,4 meter dan tinggi 6 meter serta
ukuran huruf yang bertuliskan “KA” tinggi 1,5 meter dan lebar 0,60 meter.
4. Pita penggaduh (rumble strip) dibuat sebelum memasuki perlintasan
sebidang.
Gambar II.13 : Penempatan marka perlintasan sebidang pada permukaan jalan raya
III. 3.4. Lampu Isyarat pada perlintasan sebidang
Isyarat Lampu Lalu Lintas adalah isyarat lampu lalu lintas satu warna terdiri
dari satu lampu menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian untuk
memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. Perlintasan sebidang antara
jalan raya dengan jalur kereta api wajib dilengkapi perlengkapan jalan yang berupa
sinyal isyarat sebagai berikut:
1. Isyarat lampu satu warna berwarna merah yang menyala berkedip atau dua
lampu berwarna merah yang menyala bergantian.
2. Isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang menunjukkan arah datangnya
kereta api.
Gambar II.14 : Lampu Isyarat pada perlintasan sebidang
III. 3.5. Pintu Perlintasan pada perlintasan sebidang
Perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan pintu tidak otomatis baik
elektrik maupun mekanik harus dilengkapi dengan :
1. Genta/isyarat suara dengan kekuatan 115 db pada jarak 1 meter.
2. Daftar semboyan.
3. Petugas yang berwenang.
4. Daftar dinasan petugas.
5. Gardu penjaga dan fasilitasnya.
6. Daftar perjalanan kereta api sesuai Grafik Perjalanan Kereta Api
(GAPEKA).
7. Semboyan bendera berwarna merah dan hijau serta lampu semboyan.
8. Perlengkapan lainnya seperti senter, kotak P3K, jam dinding.
9. Pintu dengan persyaratan kuat dan ringan, anti karat serta mudah dilihat
dan memenuhi kriteria failsafe untuk pintu elektrik.
Perlintasan sebidang yang tidak dilengkapi dengan pintu wajib dilengkapi
dengan rambu,marka, isyarat suara dan lampu lalu lintas satu warna yang berwarna
merah berkedip atau dua lampu satu warna yang berwarna merah menyala
bergantian. Isyarat lampu lalu lintas satu warna pada ketentuan diatas, memiliki
persyaratan sebagai berikut :
1. Terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua lampu yang
menyala bergantian.
2. Lampu berwarna kuning dipasang pada jalur lalu lintas, mengisyaratkan
3. Lampu berwarna merah dipasang pada perlintasan sebidang dengan jalan
kereta api dan apabila menyala mengisyaratkan pengemudi harus berhenti .
4. Dapat dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang
menunjukan arah datangnya kereta api.
5. Berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai dengan
30 sentimeter.
6. Daya lampu antara 60 watt sampai dengan 100 watt.
Gambar II.15 : Desain pintu perlintasan sebidang
Tatacara pemasangan perlengkapan jalan berupa rambu, marka dan pita kejut pada perlintasan sebidang yang dilengkapi pintu
II. 4. Tatacara Berlalu Lintas di Perlintasan Sebidang
Tatacara berlalu lintas di perlintasan sebidang telah diatur dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 pada pasal 16 yang berbunyi “ Dalam hal terjadi
perpotongan jalur kereta api dengan jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum
atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api ”.
oleh karena itu para pengguna perlintasan sebidang harus mendahulukan kereta api
dahulu baru melanjutkan perjalanannya.
II. 4.1. Pengemudi Kendaraan.
a. Pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi
kendaraan wajib :
1. Mendahulukan kereta api.
2. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu
melintasi rel
b. Setiap pengemudi kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang akan
melintasi perlintasan sebidang kereta api, wajib :
1. Mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu melihat rambu peringatan
adanya perlintasan.
2. Menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan,
menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta
api yang akan melintas.
3. Tidak mendahului kendaraan lain di perlintasan.
5. Tidak menerobos perlintasan dalam kondisi lampu isyarat warna
merah menyala pada perlintasan yang dilengkapi lampu isyarat lalu
lintas.
6. Memastikan bahwa kendaraannya dapat melewati rel, sehingga
kondisi rel harus senantiasa kosong.
7. Membuka jendela samping pengemudi, agar dapat memastikan ada
tidaknya tanda peringatan kereta akan melewati perlintasan.
8. Apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan, maka
pengemudi harus dapat memastikan kendaraannya keluar dari areal
perlintasan.
c. Setiap pengemudi kendaraan bermotor atau tidak bermotor wajib berhenti
dibelakang marka melintang berupa tanda garis melintang untuk
menunggu kereta api melintas.
III. 4.2. Masinis Kereta Api
a. Selama dalam perjalanan kereta api, masinis harus memperhatikan dan
mematuhi ketentuan :
1. Sinyal dan tanda (semboyan).
2. Jalan rel yang akan dilalui.
b. Masinis setiap melihat tanda atau semboyan 35 wajib membunyikan
suling lokomotif sebanyak satu kali dengan suara agak panjang untuk
III. 4.3. Pengaturan komunikasi pada perlintasan sebidang .
Sistem pengaturan pemberangkatan kereta api dan pemberhentiannya diatur
di stasiun kereta api terdekat dimana kereta api tersebut berpapasan dengan kereta
api lainnya. Pengaturan ini dilakukan pada stasiun yang memiliki 2 sepur atau 2 lajur
rel kereta api. Sistem ini dinamai sistem blok karena kereta api yang satu di blokade
atau ditahan sementara di lajur dalam, setelah kereta api yang tingkatannya lebih
utama lewat barulah ia dapat melanjutkan perjalanannya.
Bila terjadi pertemuan 2 kereta api pada suatu titik pertemuan maka dipakai
sistem blok dimana yang mendapat prioritas adalah kereta api eksekutif lalu kereta
api bisnis kemudian kereta api ekonomi dan terakhir adalah kereta api pengangkut
barang. Kereta api yang lebih rendah tingkatannya akan menunggu di stasiun
terdekat yang menyediakan 2 sepur atau 2 jalur, sampai kereta yang ditunggu
melewatinya, kemudian barulah kereta api tersebut melanjutkan perjalanannya.
Alat komunikasi bagi masinis kereta api dan penjaga pintu perlintasan
sampai saat ini menggunakan radio panggil atau Handie talkie, namun alat ini
memiliki keterbatasan area jangkauan komunikasi. Saat ini telah ada alat pendeteksi
dini kedatangan kereta atau AWS (Automatics early Warning System), namun harga
alat yang mencapai ratusan juta rupiah ini menjadi kendala bagi PT.KAI untuk
menggunakannya pada pintu perlintasan diseluruh Indonesia. Selain itu penjaga
pintu perlintasan dapat mengetahui datangnya kereta api dari jadwal kedatangan
kereta api di pintu perlintasan tersebut. Selain itu pintu perlintasan yang berdekatan
dapat memberitahukan kedatangan kereta api dengan cara menyalakan lampu tanda
Perlintasan kereta api di Sumatera Utara ada sebanyak 372 buah dengan
perlintasan resmi sebanyak 253 buah sedangkan perlintasan yang tidak resmi
sebanyak 119 buah. Kondisi ini menunjukkan perlu adanya penanganan yang baik
terhadap perlintasan yang tidak resmi atau liar karena jumlahnya cukup banyak.
Kecelakaan kereta api cukup sering terjadi, berdasarkan data PT. Kereta Api
(Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara (2007) kecelakaan kereta api adalah
sebagai berikut :
1. Tahun 2004 ada sebanyak 7 Kecelakaan.
2. Tahun 2005 ada sebanyak 16 Kecelakaan.
3. Tahun 2006 ada sebanyak 13 Kecelakaan.
4. Tahun 2007 ada sebanyak 4 Kecelakaan (sampai Oktober 2007).
Kecelakaan-kecelakaan tersebut terjadi pada jalur jalan rel tanpa melibatkan
arus kendaraan bermotor yang menggunakan jalan raya maupun pada perlintasan
sebidang dengan melibatkan kendaraan bermotor. Penyebab Kecelakaan kereta api
yang terjadi sejak tahun 2004 sampai dengan 2006 ada berbagai macam antara lain :
1. Melibatkan angkutan jalan raya seperti truk mogok di perlintasan sebidang,
truk tronton bermuatan kontainer tidak memperhatikan kereta api lewat dan
lainnya.
2. Tidak melibatkan angkutan jalan raya seperti bantalan rambu dan rel
renggang, double sepur dan lainnya.
Kecelakaan-Kecelakaan kereta api dengan dengan kendaraan bermotor di
perlintasan sebidang dari tahun 2004 sampai dengan Oktober 2007 dapat
rusak (patah)
Sumber : PT. Kereta Api (Persero) Sumatera Utara (2004-2007)
II. 5. Karakteristik Lalu lintas
Lalu lintas merupakan interaksi antara beberapa komponen yang membentuk
suatu sistem yang terdiri dari jalan, manusia, dan kendaraan. Untuk keberhasilan
pengoperasiannya, ketiga komponen ini harus kompatibel. Dalam kenyataan
sehari-hari hal ini tidak pernah terjadi, akibatnya sistem lalu lintas jalan seringkali gagal.
Kecelakaan, kemacetan, dan gangguan lalu lintas merupakan contoh kegagalan
sistem dan hampir semua kasus disebabkan oleh ketidaksesuaian antar ketiga
komponen, atau antar satu komponen dan lingkungan dimana sistem beroperasi. Ada
tiga karakteristik primer dalam teori arus lalu lintas yang saling terkait, secara
makroskopik dikenal dengan arus (flow), kecepatan (speed), dan kerapatan (density),
dimana ketiga variabel ini menggambarkan kualitas tingkat pelayanan yang dialami
II. 5.1. Arus dan Volume
Arus lalu lintas (flow) adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan pada penggal jalan tertentu pada periode waktu tertentu, diukur dalam
satuan kendaraan per satuan waktu. Sedangkan volume adalah jumlah kendaraan
yang melintasi suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu, diukur dalam satuan
kendaraan per satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau
kendaraan/jam. Volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain.
Dalam pembahasannya volume dibagi menjadi :
1. volume harian (daily volumes)
Volume harian ini digunakan sebagai dasar untuk perencanaan jalan
dan observasi umum tentang trend. Pengukuran volume harian dibedakan
menjadi :
a. Average Annual Daily Traffic (AADT), dalam satuan vehicle per hour
(vph) rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam dalam kurun
waktu 365 hari.
b. Average Annual Weekday Traffic (AAWT), dalam satuan vehicle per
hour (vph) rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam pada hari
kerja selama satu bulan dalam kurun waktu 365 hari.
c. Average Daily Traffic (ADT),dalam satuan vehicle per hour (vph)
rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam penuh dalam periode
waktu tertentu yang lebih kecil dari satu tahun, misal enam bulan, satu
d. Average Weekday Traffic (AWT), dalam satuan vehicle per hour (vph)
rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam pada hari kerja
selama satu bulan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
2. volume jam-an (hourly volumes)
Yakni suatu pengamatan terhadap arus lalu lintas untuk menentukan
jam puncak selama periode pagi dan sore yang biasanya terjadi kesibukan
akibat orang pergi dan pulang kerja. Dari pengamatan tersebut dapat
diketahui arus yang paling besar yang disebut sebagai jam puncak. Arus
pada jam puncak ini dipakai sebagai dasar untuk desain jalan raya dan
analisis operasi lainnya.
3. volume per sub jam (subhourly volumes)
Yakni arus yang disurvei dalam periode waktu lebih kecil dari satu jam.
Adapun jenis kendaraan yang disurvei dalam penelitian ini dibagi dalam 8
(delapan) moda angkutan :
1. Mobil penumpang.
2. Kenderaan roda tiga.
3. Sepeda motor.
4. Truk ringan (>5 ton).
5. Truk menengah (5 - 10 ton).
6. Truk besar (>10 ton).
7. Mikrobis.
Perhitungan volume lalu lintas dan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) untuk
tiap-tiap lokasi survey, masing-masing jenis kendaraan yang di data dikalikan
terhadap faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) nya. Faktor SMP dapat dilihat pada
tabel II.2. berikut ini.
Tabel II.3. Faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Sumber : Morlok (1999)
Pada umumnya lalu lintas yang melewati jalan raya terdiri dari campuran
kendaraan cepat dan lambat, kendaraan berat dan ringan serta kendaraan tak
bermotor. Selain itu setiap jenis kendaraan mempunyai karakteristik pergerakan yang
berbeda, karena dimensi, kecepatan, percepatan maupun kemampuan manuver
masing-masing tipe kendaraan serta berpengaruh terhadap geometrik jalan. Maka
sebagai penyeragaman dari setiap jenis kendaraan tersebut dibuat suatu keseragaman
satuan yang disebut Satuan Mobil Penumpang.
No Jenis Kendaraan Faktor SMP
1 Mobil penumpang 1.0
2 Kendaraan roda tiga 0.8
3 Sepeda Motor 0.2
4 Truk ringan (<5 ton) 1.5
5 Truk menengah (5 - 10 ton) 2.0
6 Truk besar (>10ton) 2.5
7 Mikrobis 1.8
II. 5.2. Kecepatan (Speed)
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan
dibagi waktu tempuh. Menurut MKJI (1997) Kecepatan dibagi menjadi 2 jenis :
1. Kecepatan bergerak (running speed)
Adalah kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu jalur pada saat kendaraan
bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur dibagi dengan lama
waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.
2. Kecepatan perjalanan ( journey speed)
Adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara
dua tempat, dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama
waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat
tersebut, dengan lama waktu ini mencakup setiap waktu berhenti yang
ditimbulkan oleh hambatan (penundaan) lalu lintas.
Dalam pergerakan arus lalu lintas, tiap kendaraan berjalan pada kecepatan yang
berbeda. Dengan demikian dalam arus lalu lintas tidak dikenal kecepatan tunggal
tetapi lebih dikenal sebagai distribusi dari kecepatan kendaraan tunggal. Dari
distribusi tersebut jumlah rata-rata atau nilai tipikal dapat digunakan untuk
mengetahui karakteristik dari arus lalu lintas. Dalam perhitungannya, kecepatan
rata-rata dibedakan menjadi :
1. Time Mean Speed (Ut )
Adalah kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang melewati suatu titik
2. Space Mean Speed (Us)
Adalah kecepatan dari seluruh kendaraan yang menempati penggalan jalan
selama periode waktu tertentu. Keduanya dapat dihitung dari serangkaian
pengukuran waktu tempuh dan pengukuran jarak menurut rumus di bawah
ini (May, 1990) :
……… (II.4)
………... (II.5)
Wadrop memberikan persamaan hubungan umum antara Ut dan Us adalah:
……… (II.6)
= simpangan baku dari space mean speed
ti
n = jumlah kendaraan yang diamati = waktu tempuh kendaraan (jam, detik)
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), kecepatan tempuh sebagai
merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi.
Kecepatan tempuh didefinisikan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) ini
sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen
jalan :
V = L / TT ……… (II.7)
Dimana :
V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam).
L = Panjang segmen (km).
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam).
II. 5.3 Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan jalan atau Level Of Service (LOS) adalah menunjukkan
kondisi ruas jalan secara keseluruhan. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan
nilai kuantitatif seperti V/C, kecepatan (waktu kejenuhan), serta penilaian kualitatif,
seperti kebebasan pengemudi dalam bergerak/memilih kecepatan, derajat hambatan
lalu lintas, keamanan dan kenyamanan. Secara umum, LOS dibedakan atas 6
tingkatan, mulai dari LOS A dengan tingkat pelayanan terbaik sampai LOS F dengan
tingkat pelayanan terburuk. Penjelasan mengenai karakteristik tiap-tiap tingkatan
pelayanan jalan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Tingkat Pelayanan A.
Arus lalu lintas bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lain, volume
lalu lintas rendah, kecepatan operasi tingkat dan sepenuhnya ditentukan oleh
2. Tingkat Pelayanan B.
Arus lalu lintas stabil, kecepatan kenderaan sedikit mulai dibatasi oleh
kenderaan lain tapi secara umum, kenderaan masih memiliki kebebasan untuk
menentukan kecepatan, bermanuver, dan lajur kendaraan itu sendiri.
3. Tingkat Pelayanan C
Arus stabil, kecepatan serta kebebasan bermanuver dan merubah lajur
dibatasi oleh kendaraan lain tapi masih berada pada tingkat kecepatan lain,
tapi masih berada pada tingkat kecepatan yang memuaskan, biasa dipakai
untuk mendesain jalan perkotaan.
4. Tingkat Pelayanan D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan menurun cepat akibat volume yang
berfluktuasi dan hambatan sewaktu-waktu, kebebasan bermanuver dan
kenyamanan rendah, bisa ditoleransi tapi waktu waktu stabil.
5. Tingkat Pelayanan E
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berubah-berubah, volume mendekati
atau dengan kapasitasnya, terjadi hentian sewaktu-waktu.
6. Tingkat Pelayanan F
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume lebih besar dari kapasitas,
lalu lintas terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.
Highway Capacity Manual (1985) memberikan pembagian tingkat pelayanan
berdasarkan Kecepatan rata – rata dan Tundaan kendaraan. Pembagian tingkat
Tabel II.4. Tingkat Pelayanan untuk Intersection dan jalan arteri
Mill/jam Km/jam Mill/jam Km/jam
A ≥ 35 ≥ 56 ≥ 30 ≥ 45 < 5
Sumber : Highway Capacity Manual (1985)
II. 5.4 Kapasitas Jalan
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan
persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan
dua-lajur dua-arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah (kedua arah
kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah
perjalanan dan kapasitas didefinisikan satu arah. Menurut MKJI (1997) Kapasitas
dirumuskan sebagai berikut:
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ……… (II.8) Di mana:
Co
FC
= Kapasitas dasar (smp/jam)
W
FC
= Faktor penyesuaian lebar jalan
SP
FC
= Faktor penyesuaian pemisah arah
SF
F
= Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
CS
1. FC
= Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif (W
W
C
2. FC
).
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah lalu lintas
untuk jalan dua-lajur dua-arah (2/2) dan empat-lajur dua-arah (4/2/) yang tak
terbagi.
SP
3. FC
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota.
Tabel II.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW)
Sumber : MKJI (1997)
Tabel II.6 Kapasitas Dasar (Co)
Tabel II.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCsp)
Sumber : MKJI (1997)
II. 5.5. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas,
digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja perlintasan dan
segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah kapasitas atau tidak. Perhitungan Derajat Kejenuhan menggunakan fomulasi
sebagai berikut :
DS = VJM Di mana:
/ C ……… (II.9)
DS
V
= Derajat Kejenuhan
JM
C = Kapasitas Jalan (smp/jam)
= Volume Jam Maksimum (smp/jam)
II. 5.6. Tundaan
Tundaan menurut MKJI (1997) disebut sebagai waktu tempuh tambahan yang
simpang. Berdasarkan definisi di atas, dapat diturunkan ke dalam persamaan
matematis sebagai berikut :
D = DG + DT ……….. (II.10)
dimana :
DG = Tundaan geometrik lalu lintas.
DT = Tundaan lalu lintas
D = Tundaan.
Tundaan adalah waktu yang hilang (terbuang) selama perjalanan selama
perjalanan akibat adanya gangguan lalu lintas yang berada di luar kemampuan
pengemudi untuk pengemudi untuk mengontrolnya. Ada dua tundaan, tundaan tetap
(fixed delay) dan tundaan tidak tetap (operational delay).
Tundaan tetap (tundaan geometrik) adalah tundaan yang disebabkan oleh
perangkat kontrol lalu lintas. seperti lampu lalu lintas, rambu-rambu berhenti,
perlintasan kereta api dan sebagainya.
Tundaan operasional (tundaan lalu lintas) adalah tundaan yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur lalu lintas itu sendiri. Tundaan ini dapat disebabkan oleh
gangguan samping (side frictions) yaitu pergerakan lalu lintas lainnya yang
mengganggu arus lalu lintas, seperti kendaraan parkir, pejalan kaki, dan kendaraan
yang berjalan lambat. Selain itu tundaan operasional juga disebabkan oleh gangguan
di dalam aliran lalu lintas itu sendiri (internal frictions), seperti volume lalu lintas
Untuk mendapatkan nilai tundaan lalu lintas diperoleh dari grafik II.2.
Grafik : II.2 Tundaan Lalu Lintas VS Derajat Kejenuhan Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997).
II. 5.7. Shock Wave Analysis
Salah satu bagian dalam studi mengenai fenomena lalu lintas ialah sifat-sifat
dari gelombang kejut pada arus lalu lintas. Gelombang kejut didefinisikan sebagai
batas kondisi berbasis ruang dan waktu ditandai dengan diskontinuitas antara arus
padat dan tak padat (May, 1990). Sedangkan Lighthill dan Whitham seperti dikutip
dari Wohl dan Martin (1967) menjelaskan bahwa gelombang kejut terbentuk ketika
pada sebuah ruas jalan terdapat arus dengan kerapatan rendah yang diikuti oleh arus
dengan kerapatan tinggi, dimana kondisi ini mungkin diakibatkan oleh kecelakaan,
pengurangan jumlah lajur, atau jalur masuk ramp. Misalnya saja perilaku lalu
lampu merah, atau pada perlintasan kereta api. Pada perlintasan kereta api,
diskontinuitas terjadi saat kereta melintas (pintu perlintasan ditutup) dan adanya
perlambatan sebagai akibat pengurangan kecepatan oleh kendaraan di depannya
karena adanya hambatan berupa pengendali kecepatan (rumble strips) maupun alur
rel (pada saat kondisi perlintasan dibuka).
Kondisi pada saat pintu perlintasan ditutup dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Kondisi jalan tertutup total.
Kondisi ini terjadi saat kereta melintas dan pintu perlintasan ditutup. Akibatnya
nilai kerapatan pada kondisi arus yang masuk (volume kebutuhan = demand)
berangsur-angsur menjadi kerapatan macet. Kendaraan yang berada di depan
kelompoknya mengurangi kecepatannya saat mendekati perlintasan, dan
akhirnya berhenti sehingga terbentuk antrian di belakangnya.
2. Pada saat pintu perlintasan dibuka, kerapatan pada kondisi macet
berangsur-angsur kembali sampai pada keadaan dimana kerapatan menuju ke kondisi
maksimum.
3. Pada tahap ini kecepatan gelombang kejut 2 ( BC ω ) akan menyusul kecepatan
gelombang kejut 1 ( AB ω ), dimana kerapatan saat kondisi macet akan hilang
dan arus akan kembali pada kondisi normal sebelum adanya penutupan.
Tiga gelombang kejut mulai pada saat t1 di garis henti : ωAD ( gelombang kejut
bentukan maju), ωDB (gelombang kejut diam depan), dan ωAB (gelombang kejut
bentukan mundur). Kecepatan dari ketiga gelombang kejut ini dinyatakan pada
dimana :
ωAD = Gelombang kejut dari kondisi titik awal D (VD = 0 dan DD = 0) ke titik A
(VA ,DA
ω
).
DB = Gelombang kejut pada saat pintu perlintasan ditutup selama kendaraan
berhenti sehingga VB = 0 dan DB
ω
= kerapatan saat macet).
AB = Gelombang kejut saat nilai kerapatan arus pada kondisi volume kendaraan
sama dengan volume kebutuhan (V = VA) berangsur-angsur menjadi
kerapatan macet (DB
Kondisi arus A, B, dan D ini tetap sampai waktu t ).
2 pada saat pintu perlintasan
dibuka.
Kondisi arus baru C pada waktu t2 di garis henti meningkat dari nol sampai
arus jenuh. Ini menyebabkan dua gelombang kejut baru, ωDC (gelombang kejut
pemulihan maju) dan ωBC (gelombang kejut pemulihan mundur), sedangkan
gelombang kejut akhir adalah ωDB
Dimana :
(gelombang kejut diam). Kecepatan dua
gelombang kejut baru ini dapat secara grafis dilihat pada Gambar II.17.
ωDC = Gelombang kejut pada saat pintu perlintasan dibuka, kondisi ruas di depan
pintu perlintasan dari kondisi arus dan kerapatan nol perlahan bergerak
searah dengan lalu lintas ke arah hilir sampai pada kondisi titik C (VC =
volume maksimum = kapasitas, DC
ω
= kerapatan maksimum).
BC
Kondisi arus D, C, B, dan A tetap sampai ω
= Gelombang kejut dari kendaraan yang mengalami kondisi berhenti saat pintu
ditutup mulai bergerak disusul oleh kendaraan dibelakangnya sampai
kendaraan terakhir yang tidak mengalami antrian tetapi kecepatannya
terpengaruh oleh kecepatan arus di depannya.
AB dan ωBC memotong waktu t3.
Respon lalu lintas yang tidak bisa bergerak dengan segera begitu pintu
perlintasan dibuka mengakibatkan beberapa kendaraan mungkin masih mengalami
tundaan walaupun tidak mengalami antrian. Pada saat t3 gelombang kejut gerak maju
baru ωAC terbentuk, dan dua gelombang kejut gerak mundur ωAB dan ωBC
Kondisi arus D, C, dan A tetap sampai waktu tertentu sampai pintu
perlintasan ditutup kembali, tetapi sebebelumnya pada saat waktu t
berakhir.
4 , gelombang
kejut bentukan maju ωAC memotong garis henti dan arus di garis henti menurun dari
arus maksimum VC menjadi VA
Pada saat pintu dibuka kondisi yang terjadi dapat disamakan dengan kasus
bottleneck, dimana ruas yang belum terpengaruh perlintasan sebagai daerah upstream
dan ruas dengan perlintasan sebagai downstream. Dalam Wohl (1967) dijelaskan
jika volume pada ruas tanpa hambatan lebih kecil daripada volume maksimum pada
bottleneck, maka akan terjadi penurunan kecepatan dan kenaikan kerapatan dari D .
1
ke D2
Kenaikan volume pada upstream masih dapat ditampung oleh bottleneck
sampai pada tingkat volume maksimum bottleneck. Kecepatan gelombang kejut pada
downstream adalah nol. Jika volume maksimum ini terlampaui maka timbullah
antrian. Pada suatu titik masuk bottleneck arus yang diberikan oleh diagram dasar
harus sebanding. Sehingga untuk jalan tanpa hambatan, kerapatan akan meningkat
mencapai titik E. Kecepatan gelombang di E adalah negatif pengaruhnya terhadap
jalan utama, dan dari sini akan dipantulkan ke bawah ke jalan pendekat dari
bottleneck. Pengaruh dari gelombang ini akan bertemu dengan gelombang yang
selama kendaraan memasuki perlintasan. Walaupun terjadi tundaan pada
datang bergabung pada kemiringan di C dan gelombang kejut dari kecepatan negatif
relatif terhadap jalan. Pengaruh dari bottleneck akan berangsur-angsur dipantulkan
sepanjang jalan jika volume pada pendekat dianggap konstan.
Ini dapat dijelaskan bahwa antrian tidak dapat dikurangi selama arus masuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Pemilihan Lokasi Survei
Perlintasan sebidang jalan raya dan jalan rel kereta api yang dipilih sebagai
daerah studi yaitu daerah perlintasan dengan kondisi permukaan perkerasan yang
relatif baik, pengaruh aktivitas lingkungan, kendaraan tidak bermotor dan
persimpangan jalan sebelum perlintasan sebidang jalan raya dengan jalan rel kereta
api terhadap hambatan kelancaran lalu lintas rendah. Demikian juga pengaruh adanya
kenderaan yang parkir pada tepi jalan terhadap gangguan hambatan kelancaran arus
lalu lintas yang relatif kecil.
Pada penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah pada pertemuan
sebidang antara Jalan Siantar kota Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan
jalur kereta api Single track sebelah selatan Stasiun Lubuk Pakam. Adapun alasan
pemilihan lokasi penelitian ini adalah :
1. Lokasi penelitian merupakan salah satu akses masuk dan keluar Kota
Lubuk Pakam
2. Jenis kendaraan dan jumlah arus yang melewati jalan ini bervariasi
3. Jalan raya pada perlintasan ini merupakan jalan Provinsi sehingga
frekuensi lalu lintas yang melintasi jalan ini tinggi dan perlintasan
akan semakin sering dibuka/ditutup yang berpengaruh terhadap