UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK
INDONESIA, PRODUK DOMESTIK BRUTO, DAN NILAI
TUKAR TERHADAP PERKEMBANGAN
REKSA DANA DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Maria Agnes S S
070501106
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Medan
ABSTRACT
The main purpose of this research is to analyze the influence of interest rate of SBI (X1), Gross Domestic Bruto/GDP (X2), and Exchange Rate (X3) to the growth of Reksa Dana (Y) in Indonesia. This research used time series data from 2001 until 2009 (Quarterly). The method that used is Ordinary Least Square (OLS).
The estimated showed that interest rate of SBI, GDP, and Excahange Rate have significant influence to the growth of Reksa Dana in Indonesia. Interest Rate of SBI and Exchange Rate have negatively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa but GDP has positively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa. The R-Squared is 77%, it means that the independent variable can explain the dependent variable as much as 77 percent. While the rest 23% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (36,83759 > 4,46); it means that interest rate of SBI, GDP and exchage rate together affected on growth of reksa dana in Indonesia, significantly at α = 1%.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Suku Bunga SBI (X1), PDB (X2), dan Nilai Tukar terhadap perkembangan Reksa Dana (Y) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 2001 sampai tahun 2009 (triwulanan). Metode yang digunakan adalah Regresi Kuadrat Tekecil (OLS).
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Suku bunga SBI dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia sedangkan PDB berpengaruh positif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Koefisien determinai adalah sebesar 77%, ini berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 77%, sementara itu sisanya 23% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (36,83759 > 4,46), ini berarti bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar secara bersama – sama mempengaruhi perkembangan reksa dana di Indonesia yang signifikan pada α = 1%.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara
Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis pengaruh Suku Bunga Sertifikat
Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan
pada penelitian kepustakaan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang
diteliti.
Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan
bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan bimbingan mulai
4. Ibu Inggrita Gusti Sari, Msi. sebagai Dosen Pembanding I yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan
skripsi ini.
5. Ibu Dr. Murni Daulay, Msi sebagai Dosen Pembanding II yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan
skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
7. Ayahanda tersayang J. Simatupang dan Ibunda R. br Rumapea teristimewa
penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian,
didikan, nasihat, dukungan sehingga membuat penulis semangat selama
mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudara-saudaraku yang kukasihi (Bang Ronald, Adik Johannes dan Adik Arie)
yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.
9. Sahabat-sahabatku GMTJ (Nita, Try, Melia, Febri, Tisar dan Magdalena),
10. Teman-teman seperjuangan di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2007 (Riris,
Alex, Kristina, Gea, Sherly, Vido, Dika, Isnesia, Ririn, Ida, Evie, Maria, Ridho,
Juni, Grace, Onny, Hendry, Chandra, Linda dan yang namanya tidak dapat
disebutkan satu per satu) dan teman-teman di Ekonomi Pembangunan 2008 dan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, November 2010
Penulis
Maria Agnes S S
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR GAMBAR ...x
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1Latar Belakang ...1
1.2Perumusan Masalah ...8
1.3Hipotesa ...8
1.4Tujuan Penelitian ...9
1.5Manfaat Penelitian ...9
BAB II URAIAN TEORITIS ...10
2.1 Reksa Dana ...10
2.1.1 Pengertian Reksa Dana ...10
2.1.2 Cara Kerja Reksa Dana ...11
2.1.3 Bentuk Reksa Dana ...12
2.1.4 Jenis – Jenis Reksa Dana ...14
2.1.5 Sifat – Sifat Reksa Dana ...16
2.1.6 Keuntungan dan Risiko Reksa Dana ………...17
2.2 Suku Bunga ...22
2.2.1 Pengertian Suku Bunga ...22
2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ...23
2.2.3 Teori Tingkat Suku Bunga ...25
2.2.4 Sertifikat Bank Indonesia ...31
2.2.4.1 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia ………...31
2.2.4.2 Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia …………..31
2.2.4.3 Pihak yang Berhak Memiliki Sertifikat Bank Indonesia ……….32
2.2.4.4 Tata Cara Penjualan SBI ………..32
2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) ...33
2.3.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB) ...33
2.3.2 Metode Perhitungan ...33
2.3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ...37
2.4 Nilai Tukar ...40
2.4.1 Pengertian Nilai Tukar ...40
2.4.2 Nilai Tukar (Kurs) Nominal dan Riil ...40
2.4.3 Sistem Nilai Tukar ...42
BAB III METODE PENELITIAN ...45
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...45
3.2 Jenis dan Sumber Data ...45
3.4 Pengolahan Data ...46
3.5 Model Analisis Data ...46
3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...47
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...51
3.8 Definisi Operasional ...54
BAB IV HASIL DAN ANALISA ...55
4.1 Perkembangan Reksa Dana di Indonesia...55
4.2 Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ...59
4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia ...61
4.4 Perkembangan Nilai Tukar ...64
4.5 Analisis dan Pembahasan ...66
4.5.1 Analisis dan Pengumpulan Data ...66
4.5.2 Interpretasi Model ...66
4.5.3 Test of Goodness of Fit (Uji kesesuaian) ...68
4.5.4 Uji Penyimpangan Klasik ...73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...76
5.1 Kesimpulan ...76
5.2 Saran ...77
DAFTAR TABEL
No. TABEL JUDUL HALAMAN
4.1 Reksa Dana di Indonesia tahun 2001-2009 58
4.2 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia 2001-2009 60
4.3 Produk Domestik Bruto 2001-2009 63
4.4 Nilai Tukar 2001-2009 65
DAFTAR GAMBAR
No. GAMBAR JUDUL HALAMAN
2.1 Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga 26
2.2 Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga 29
2.3 Jumlah Penduduk Optimal 38
3.1 Kurva Uji F-Statistik 49
3.2 KurvaUji t-statistik 51
3.3 Uji Durbin – Watson 53
4.1 Uji F-Statistik 69
4.2 Uji t-statistik terhadap nilai suku bunga SBI 71
4.3 Uji t-statistik terhadap nilai PDB 72
4.4 Uji t-statistik terhadap nilai Tukar 72
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN JUDUL
1. Data Variabel Skripsi tahun 2001-2009
2. Hasil Uji Regresi Linear Logaritma
3. Hasil Uji Multikolinearitas Suku Bunga SBI (X1),
PDB (X2), dan Nilai Tukar (X3)
4. Hasil Uji Multikolinearitas PDB (X2), Suku
Bunga SBI (X1), dan Nilai Tukar (X3)
5. Uji Multikolinearitas Nilai Tukar (X3), Suku
Bunga SBI (X1), dan PDB (X2)
6. Uji Correlation Matrix
ABSTRACT
The main purpose of this research is to analyze the influence of interest rate of SBI (X1), Gross Domestic Bruto/GDP (X2), and Exchange Rate (X3) to the growth of Reksa Dana (Y) in Indonesia. This research used time series data from 2001 until 2009 (Quarterly). The method that used is Ordinary Least Square (OLS).
The estimated showed that interest rate of SBI, GDP, and Excahange Rate have significant influence to the growth of Reksa Dana in Indonesia. Interest Rate of SBI and Exchange Rate have negatively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa but GDP has positively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa. The R-Squared is 77%, it means that the independent variable can explain the dependent variable as much as 77 percent. While the rest 23% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (36,83759 > 4,46); it means that interest rate of SBI, GDP and exchage rate together affected on growth of reksa dana in Indonesia, significantly at α = 1%.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Suku Bunga SBI (X1), PDB (X2), dan Nilai Tukar terhadap perkembangan Reksa Dana (Y) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 2001 sampai tahun 2009 (triwulanan). Metode yang digunakan adalah Regresi Kuadrat Tekecil (OLS).
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Suku bunga SBI dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia sedangkan PDB berpengaruh positif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Koefisien determinai adalah sebesar 77%, ini berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 77%, sementara itu sisanya 23% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (36,83759 > 4,46), ini berarti bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar secara bersama – sama mempengaruhi perkembangan reksa dana di Indonesia yang signifikan pada α = 1%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reksa Dana mulai dikenal pertama kali di Belgia pada tahun 1822, yang
berbentuk Reksa Dana tertutup. Pada tahun 1860, Reksa Dana mulai menyebar ke
Inggris dan Skotlandia dalam bentuk Unit Investment Trusts dan pada tahun 1920
mulai dikenal di Amerika Serikat dengan nama Mutual Fund (Victor Purba,
2000:235). Keberadaan Reksa Dana di Indonesia dapat dikatakan telah dimulai pada
saat diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Pada saat itu penerbitan Reksa
Dana dilakukan oleh persero (BUMN) yang didirikan khusus untuk menunjang
kegiatan pasar modal Indonesia, sekalipun pada saat itu belum ada pengaturan khusus
mengenai Reksa Dana. Istilah Reksa Dana lebih dikenal pada tahun 1990 dengan
diizinkannya pelaku pasar modal untuk menerbitkan Reksa Dana melalui Keppres
No. 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.
Pada tahun 1997 yang diawali dengan krisis ekonomi di Indonesia, identik
dengan kacaunya kondisi industri perbankan. Kemacetan bank dalam menjalankan
fungsi intermediasi berdampak cukup besar dalam memacetkan perekonomian secara
keseluruhan. Tingkat suku bunga kredit yang sangat tinggi membuat dunia usaha
sangat tercekik. Pemilik modal lebih tertarik menyimpan dananya dalam bentuk
deposito. Hal ini masih berlanjut sampai sekarang tetapi dengan tingkat keparahan
yang jauh lebih ringan. Permasalahan ini mengingatkan banyak pihak akan perlunya
Salah satu alternatif lain tersebut yakni dengan menawarkan instrumen
investasi baik kepada institusi bisnis maupun kreditur. Namun, berbeda halnya
dengan investor perorangan, meskipun ada obligasi atau saham, mereka akan
mengalami kesulitan untuk membelinya, karena modal yang mereka miliki tidak
mencukupi. Di sinilah peran strategis reksa dana dalam mengumpulkan dana dari
investor bermodal kecil. Adanya reksa dana bisa menjembatani kebutuhan usaha
untuk memperoleh dana dengan keinginan investor untuk berinvestasi.
Reksa dana merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara
kolektif (bersama-sama) dan dikelola oleh sebuah Perusahaan Manajemen Investasi
(PMI) atau seorang Manajer Investasi (MI). Jenis usaha reksa dana ini pertama kali
diluncurkan di Indonesia pada tahun 1996 dan bertujuan untuk memobilisasi dana
dari semua lapisan masyarakat dan mendorong perdagangan surat-surat berharga di
pasar modal. Reksa dana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan
untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga yang diperdagangkan di
pasar modal, antara lain memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang sangat
menyita waktu dan perlu keahlian khusus serta pengalaman di pasar modal.
Kesulitan lain yang biasa dialami investor, terutama investor kecil yaitu
kebutuhan dana yang besar untuk investasi pada surat-surat berharga seperti saham
atau obligasi. Adapun masalah utama dalam memutuskan investasi yaitu prediksi
profit suatu investasi. Harapan dalam berinvestasi yaitu tingkat pengembalian
(return) lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal lain yang selalu mengiringi
tingkat pengembalian adalah risiko. Pengaturan risiko ini juga memerlukan sebuah
hubungan positif dengan tingkat risiko investasi. Semakin tinggi tingkat keuntungan
yang diharapkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi investor.
Fenomena maraknya reksa dana dimulai sejak tahun 2001. Berdasarkan
sumber yang ada, Reksa dana mengalami perkembangan yang pesat dan signifikan
sejak tahun 2001 hingga 2009. Hal tersebut dikarenakan kondisi perekonomian di
Indonesia mulai membaik dan stabil. Jenis reksa dana itu sendiri cukup banyak,
seperti reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana saham dan
reksa dana campuran. Berkembangnya reksa dana yang ada di Indonesia dapat dilihat
dari total nilai aktiva bersih reksa dana yang mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Pada awal tahun 2001 triwulan pertama total nilai aktiva bersih reksa dana
hanya terkumpul sebesar Rp. 9,47 T sedangkan pada akhir tahun 2009 triwulan
keempat total nilai aktiva bersih reksa dana meningkat tajam sebesar Rp. 109,64 T.
(Bank Indonesia, 2001-2009)
Sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, perusahaan lebih banyak
mengandalkan kredit bank untuk membiayai investasi mereka. Namun, dengan
adanya sumber dana dari masyarakat investor melalui reksa dana, emiten/perusahaan
akan lebih mudah untuk membiayai kegiatan investasinya tanpa mengandalkan pihak
perbankan. Di lain sisi, investor pun mendapatkan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatan perusahaan tersebut.
Reksa Dana tidak hanya memberikan manfaat secara langsung kepada emiten
maupun investor tetapi juga secara tidak langsung akan memberikan manfaat bagi
industri pasar modal dan bagi pertumbuhan ekonomi karena turut menjadi salah satu
yang menyediakan sumber dana bagi kegiatan investasi. Keberhasilan penggalangan
dana masyarakat untuk tujuan investasi ini pada akhirnya akan berperan dalam
pertumbuhan ekonomi nasional yang berorientasi pada penggunaan sumber dana
dalam negeri. Hal ini akan dapat memperbaiki struktur pembiayaan nasional yang
selama ini sangat tergantung pada pinjaman luar negeri.
Semangat investasi pada reksa dana adalah market-based return yang berarti
mekanisme pasarlah yang akan menentukan besar kecilnya rate of return yang akan
diperoleh oleh seorang investor (Agus Sugiarto,2003:4). Hal tersebut menjadikan
masyarakat mulai menyadari bahwa tingkat pengembalian (yield) investasi di reksa
dana ternyata lebih tinggi dari investasi deposito atau produk perbankan lainnya
dimana tingkat pengembalian industri reksa dana ini didukung oleh faktor
makroekonomi seperti pertumbuhan GDP, kondisi moneter, suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah dan laju inflasi. Akan tetapi, faktor makroekonomi jugalah yang
membuat kinerja reksa dana terpuruk.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen hutang (debt
instrument) karena aset ini mengharuskan penerbitnya melakukan pembayaran
kembali dalam jumlah tertentu yang terdiri dari nilai pokok ditambah bunga. Tingkat
suku bunga SBI ditentukan pada pelelangan di kantor pusat Bank Indonesia pada hari
Rabu setiap minggunya.
Sertifikat Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa
dana yakni jika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan maka tingkat suku
bunga deposito berjangka juga akan naik sehingga penanaman modal dalam bentuk
perbankan juga akan naik yang akan menyebabkan turunnya pendapatan perusahaan
karena peningkatan jumlah pembayaran bunga hutang sehingga penanaman modal
pada reksa dana juga akan berkurang, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa
dana juga akan mengalami penurunan. Apabila dibandingkan berdasarkan data yang
diperoleh terhadap salah satu sampel tahunan, pada tahun 2009 triwulan pertama pada
tingkat suku bunga SBI 8,74 persen, total nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 75,03
Triliun sedangkan ketika pada tahun 2009 triwulan keempat, ketika tingkat suku
bunga SBI mengalami penurunan menjadi 6,59 persen, total nilai aktiva bersih
(NAB) mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 109,64 Triliun. (Bank Indonesia;
2001-2009)
Selain itu, nilai tukar/kurs (exchange rate) juga memiliki pengaruh terhadap
perkembangan reksa dana. Nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar AS merupakan
salah satu faktor yang sangat penting bagi perkembangan dunia usaha. Fluktuasi nilai
tukar yang berlebihan (over fluctuation) merupakan kendala operasional yang paling
ditakuti oleh para pengusaha, karena di dalam dunia usaha sangat diperlukan
kestabilan dan kepastian dalam perencanaan usaha dan investasi.
Kestabilan nilai mata uang sangat penting untuk mendukung pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraaan rakyat. Nilai uang
yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam
melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi,
sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Demikian pula apabila nilai tukar
tidak stabil maka akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis,
Nilai tukar mata uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai
mata uangnya menurun relatif terhadap mata uang negara lain dan dikatakan
depresiasi jika nilai mata uangnya meningkat relatif terhadap mata uang negara lain.
Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS menggambarkan bahwa
perekonomian negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi
dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap reksa dana,
akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana juga akan meningkat, dan
sebaliknya. Pada tahun 2009 triwulan pertama nilai rupiah berada pada posisi Rp
11.637/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana sebesar Rp 75,03 Triliun
sedangkan pada tahun yang sama tetapi pada triwulan keempat dimana nilai rupiah
mengalami apresiasi yakni Rp 9.494/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami
peningkatan menjadi Rp 109,64 Triliun.
Dewasa ini perkembangan pasar modal di Indonesia sangat pesat. Setiap hari
senantiasa terdengar pemberitaan situasi bursa efek yang saling berkaitan dengan
kondisi perekonomian, sosial, dan politik negara. Hal ini menunjukkan bahwa pasar
modal dengan bursa efek yang dinamis tidak akan pernah ketinggalan zaman.
Keadaan-keadaan itu yang turut membuat pasar modal berkembang. Adalah sulit atau
tidak mungkin membayangkan pasar modal berkembang pesat jika dalam suatu
negara berlangsung perkembangan makroekonomi sebagai berikut, pertumbuhan
ekonomi yang negatif atau stagnan yang dapat menyebabkan nilai dari produk
domestik bruto (PDB) mengalami penurunan, tingkat inflasi yang double digit atau
sampai dengan hyper inflation, cadangan devisa yang amat tipis yang disertai defisit
kebutuhan impor yang tidak bisa dipenuhi lagi karena terbatasnya devisa yang
tersedia.
Kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan bahwa pertumbuhan dari produk domestik bruto (PDB) juga
mengalami peningkatan. Produk domestik bruto merupakan nilai semua barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Produk domestik bruto
juga salah satu kekuatan yang mendukung prospek reksa dana yang ada di Indonesia.
Peningkatan nilai dari produk domestik bruto (PDB) menunjukkan bahwa produksi
dari suatu negara juga semakin meningkat sehingga pendapatan dari masyarakat
rumah tangga juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut berarti
menunjukkan peningkatan dari kesejahteraan dan harapan hidup seseorang. Hal
tersebut akan membuat seseorang berpikir mengenai masa depan dan akan membawa
dampak pada perlunya penempatan dana yang umumnya disisihkan dari pendapatan,
tetapi diharapkan dapat akan meningkatkan nilainya di masa datang. Dengan kata
lain, peningkatan produk domestik bruto (PDB) tersebut dapat meningkatkan
ekspetasi masyarakat dalam berinvestasi. Salah satunya yakni dengan berinvestasi
pada reksa dana yang dapat memberikan tingkat pengembalian (yield) yang tinggi.
Berdasarkan ilustrasi di atas dan dengan memperhatikan keadaan ekonomi
yang terus berkembang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk
Domestik Bruto (PDB), dan Nilai Tukar Terhadap Perkembangan Reksa Dana
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di
Indonesia?
1.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek
penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan
masalah dan uraian teoritis di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh negatif terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.
3. Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa
Dana di Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi investor dalam hal
mengelola kegiatannya, khususnya dalam hal berinvestasi di pasar modal.
2. Sebagai sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi instansi
terkait, masyarakat, maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian
selanjutnya.
3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi
Pembangunan.
4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Reksa Dana
2.1.1 Pengertian Reksa Dana
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat 27,
Reksa dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
Manajer Investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Reksa dana dapat terdiri
dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen
pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen di atas.
Sedangkan definisi reksa dana menurut (Sawidji Widoatmodjo, 2009:110)
adalah surat berharga yang diterbitkan oleh manajer investasi, kemudian dijual
kepada investor. Di mana hasil penjualan tersebut digunakan untuk membuat
portofolio efek agar risiko investasi menurun, namun dengan keuntungan yang relatif
besar.
Secara umum pengertian reksa dana adalah suatu kumpulan dana dari
masyarakat, pihak pemodal atau pihak investor untuk kemudian dikelola oleh
Manajer Investasi dan diinvestasikan pada berbagai jenis portofolio investasi efek
atau produk keuangan lainnya.
Mengenal reksa dana dapat dilakukan dengan memahami tiga unsur penting
1. Kumpulan dana masyarakat
Melakukan pengumpulan dana dari para pemodal yang ada, baik dari
pemodal yang memiliki dana minim maupun dana besar. Dengan cara ini
maka pemodal yang memiliki dana minim dapat ikut serta untuk
berinvestasi dalam bentuk efek secara tidak langsung.
2. Investasi dana dalam bentuk portofolio efek.
Dana yang sudah terkumpul dari pemodal yang ada kemudian di
investasikan ke dalam bentuk portofolio efek. Portofolio Efek adalah
kumpulan atau kombinasi dari surat – surat berharga yang ada. Adapun
surat berharga tersebut terdiri dari surat pengakuan hutang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari
efek.
3. Dikelola oleh Manajer Investasi.
Portofolio efek tersebut kemudian dikelola oleh pihak yang kegiatan
usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau pemodal
berdasarkan peraturan perundang – undangan yakni Manajer Investasi
(MI). Manajer Investasi dapat beroperasi setelah mendapatkan ijin dari
Bapepam.
2.1.2 Cara Kerja Reksa Dana
Pertama, manajer investasi mengumpulkan dana dari para investor. Untuk
bisa mengumpulkan dana ini, manajer investasi menerbitkan saham, yang dijual
kepada investor. Saham yang diterbitkan oleh manajer investasi inilah yang kemudian
disebut sertifikat reksa dana atau unit penyertaan. Untuk bisa menarik minat investor
agar membeli reksadana itu, manajer investasi menawarkan berbagai keunggulan
yang bisa diraih investor.
Kedua, setelah dana terkumpul, manajer investasi akan meninvestasikannya
pada surat – surat berharga yang dianggap paling menguntungkan. Untuk bisa
mendapatkan keuntungan ini, biasanya manajer investasi melakukan spesialisasi,
sesuai dengan keahliannya Ada manajer investasi yang khusus melakukan investasi
pada saham biasa saja, ada yang dikombinasikan dengan obligasi, atau spesialis pada
obligasi saja dan yang lainnya (tergantung spesialisasinya).
Ketiga, manajer investasi akan membagikan keuntungan yang didapatnya
kepada para investor.
2.1.3 Bentuk Reksa Dana
Menurut peraturan, reksa dana bisa beroperasi dalam dua bentuk, yaitu
(Sawidji Widoatmodjo, 2009:114):
1. Reksa Dana berbentuk perseroan
Reksa dana berbentuk perseroan adalah suatu perusahaan (Perseroan
Terbatas) yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda dengan perusahaan
lainnya, perbedaan hanya terletak pada jenis usaha. Jika PT.
telekomuikasi, maka PT. Reksa Dana bergerak dalam bidang pengelolaan
portofolio investasi. Dalam bentuk ini, perusahaan penerbit reksa dana
menghimpun dana dengan menjual saham. Hasil dari penjualan saham
tersebut di investasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di
pasar uang.
Reksa dana berbentuk perseroan dibedakan berdasarkan sifatnya,
menjadi reksa dana perseroan terbuka dan reksa dana perseroan
tertutup.Adapun ciri-ciri dari reksa dana berbentuk perseroan adalah :
a. Badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas.
b. Pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara
direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk.
c. Penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara
manajer investasi dengan bank kustodian.
2. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif
Kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara manajer
investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit
penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini Manajer Investasi diberi
wewenang untuk mengelola portofolio efek sedangkan Bank Kustodian
diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan administrasi
investasi. Dana yang terkumpul dari banyak investor kemudian akan
dikelola dan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam portofolio
investasi menjadi milik investor secara kolektif.
a. Menjual unit penyertaan secara terus menerus sepanjang ada investor
yang membeli.
b. Unit penyertaan tidak dicatatkan di bursa.
c. Investor dapat menjual kembali unit penyertaaan yang dimilikinya
kepada Manajer Investasi (MI) yang mengelola.
d. Hasil penjualan atau pembayaran pembelian kembali unit penyertaan
akan dibebankan kepada kekayaan reksa dana.
e. Harga jual/beli unit penyertaan didasarkan atas nilai aktiva bersih
(NAB) per unit dihitung oleh bank kustodian secara harian.
2.1.4 Jenis-Jenis Reksa Dana
Reksa Dana adalah suatu portofolio investasi. Artinya, atas
inisiatif/persetujuan Manajer Investasi kemudian dikeluarkan semacam surat
kepemilikan dalam bentuk saham atau Unit Penyertaan bagi investor yang akan
melakukan investasi di dalam Reksa Dana.
Reksa Dana memiliki beberapa alternatif dalam investasi/jenis reksa dana,
yakni :
1. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Fund)
Reksa Dana Pendapatan Tetap adalah reksa dana yang melakukan
investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelolanya
ke dalam efek bersifat hutang. Efek bersifat hutang umumnya memberikan
Instrumen pendapatan tetap, seperti obligasi memberikan tingkat suku
bunga yang relatif menarik dibadingkan investasi pada deposito.
Instrumen obligasi yang paling banyak diminati oleh Manajer investasi
adalah jenis surat utang negara (SUN) yang diterbitkan oleh pemerintah.
Reksa dana pendapatan tetap disebut reksa dana yang portofolio
investasinya difokuskan pada obligasi.
2. Reksa Dana Campuran (Discretionary Fund/Mixed Fund)
Reksa Dana Campuran dapat melakukan investasinya dalam bentuk
efek hutang maupun ekuitas dengan porsi alokasi yang lebih fleksibel.
Artinya, reksa dana ini mengalokasikan dana investasinya dalam bentuk
portofolio investasi yang bervariasi. Instrumen investasi reksa dana
campuran dapat berbentuk saham dan dikombinasikan dengan instrumen
obligasi.
3. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Fund)
Reksa Dana Pasar Uang didefinisikan sebagai Reksa Dana yang
melakukan investasi pada efek pasar uang. Efek pasar uang sendiri
didefinisikan sebagai efek-efek hutang yang berjangka waktu kurang dari
satu tahun. Secara umum, instrumen atau efek yang masuk dalam kategori
ini meliputi deposito berjangka, sertifikat deposito, dan surat berharga
pasar uang serta efek hutang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari satu
tahun. Reksa dana ini merupakan reksa dana yang sangat likuid dengan
4. Reksa Dana Saham (Equity Fund)
Reksa Dana Saham adalah Reksa Dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelolanya ke dalam
efek bersifat ekuitas (saham). Manajer investasi yang melakukan
pembelian pada instrumen saham ini biasanya selalu melakukan seleksi
pada saham blue chip. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti
obligasi, di mana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga, efek
saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa
capital gain dan deviden.
2.1.5 Sifat-Sifat Reksa Dana
Dilihat dari sifatnya, Reksa Dana terdiri dari :
1. Reksa Dana Tertutup (Close End Fund)
Reksa dana tertutup adalah reksa dana yang tidak dapat membeli
kembali sertifikat reksa dana yang telah dijual kepada investor. Dengan
kata lain, pemegang sertifikat reksa dana tidak dapat menjual kembali
sertifikatnya kepada Manajer Investasi. Apabila pemilik sertifikat reksa
dana hendak menjual kembali sertifikatnya, hal ini harus dilaksanakan
melalui Bursa Efek tempat sertifikat reksa dana tersebut dicatatkan. Harga
pasar dari sertifikat reksa dana tertutup ini berubah dipengaruhi oleh
2. Reksa Dana Terbuka (Open-End Fund)
Reksa dana terbuka adalah reksa dana yang menawarkan dan membeli
kembali sertifikat reksa dana yang telah diterbitkan kepada investor
sampai sejauh modal yang sudah dikeluarkan . Pemegang sertifikat reksa
dana yang bersifat terbuka ini dapat menjual kembali sertifikat/unit
penyertaannya setiap saat apabila diinginkan.
Menurut peraturan, pembayaran atas penjualan kembali (redemption)
harus dilakukan sesegera mungkin dan tidak boleh lama dari 7 hari bursa
sejak diminta penjualan kembali oleh investor pemegang sertifikat/unit
penyertaan.
2.1.6 Keuntungan dan Risiko Reksa Dana
Berinvestasi melalui reksa dana memiliki berbagai keuntungan bagi
investornya, di antaranya :
1. Diversifikasi Investasi dan Risiko Rendah
Reksa dana melakukan diversifikasi investasi dalam berbagai
instrumen efek. Jadi, sasaran investasinya tidak tergantung pada satu atau
beberapa instrumen saja, sehingga dapat memperkecil risiko karena
tersebar di mana-mana.
2. Jumlah Dana yang Dibutuhkan Tidak Terlalu Besar
Masyarakat dapat melakukan investasi melalui reksa dana walaupun
investor dengan modal yang kecil untuk ikut serta dalam investasi
portofolio yang dikelola secara profesional.
3. Biaya Rendah
Biaya transaksi di reksa dana relatif kecil bila dibandingkan dengan
apabila investor mengelola sendiri dananya misalnya biaya untuk
mendapatkan informasi maka biaya akan jauh lebih besar.
4. Dikelola oleh Manajemen Profesional
Manajer investasi memiliki peran yang sangat penting dalam
pengelolaan portofolio di reksa dana. Dengan demikian, mereka
diharuskan memiliki keahlian khusus dalam hal pengelolaan dana.
Seorang manajer investasi harus selalu dapat melakukan riset, analisis,
dan evaluasi secara terus-menerus dalam menganalisis harga efek. Hal ini
tidak bisa dilakukan oleh investor secara individual mengingat
keterbatasan waktu dan kemampuan yang dimilikinya.
5. Transparansi informasi
Informasi apa pun yang berkaitan dengan perkembangan portofolio,
biaya maupun harga harus disampaikan secara terus menerus oleh pihak
reksa dana. Sehingga para pemegang unit penyertaan (UP) atau investor
dapat mengetahui dan memantau keuntungan, biaya dan risikonya.
6. Likuiditas
Berinvestasi di reksa dana juga memberikan kemudahan bagi investor
dalam mencairkan saham atau unit penyertaannya setiap saat, sesuai
Selain itu, Reksa Dana memiliki beberapa risiko yang akan dihadapi apabila
berinvestasi. Risiko itu adalah :
1. Risiko likuiditas
Pemilik reksa dana yang akan menjual kembali unit penyertaannya
diharapkan dapat menerima uang tunai secepat mungkin untuk
keperluannya. Potensi risiko likuiditas ini bisa saja terjadi apabila
pemegang unit penyertaan reksa dana pada salah satu manajer investasi
tertentu ternyata melakukan penarikan dana dalam jumlah yang besar pada
hari dan waktu yang sama (rush).
Penundaan pembayaran atau kesulitan likuiditas dapat dialami oleh
pihak manajer investasi apabila belum terdapat dana yang cukup pada hari
penarikan dana secara besar – besaran tersebut. Hal ini bisa terjadi apabila
pemegang unit penyertaan reksa dana melakukan penjualan kembali
kepada satu manajer investasi dalam jumlah yang cukup besar.
2. Risiko pasar
Risiko pasar adalah situasi ketika harga instrumen investasi
mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar
saham atau pasar obligasi secara drastis. Istilah lainnya adalah pasar
sedang mengalami kondisi bearish, yaitu harga-harga saham atau
instrumen investasinya lainnya mengalami penurunan harga yang sangat
3. Risiko default
Jenis risiko default ini termasuk kategori risiko yang paling fatal.
Risiko default terjadi misalnya jika pihak manajer investasi tersebut
membeli obligasi yang emitennya mengalami kesulitan keuangan
sehingga tidak mampu membayar bunga atau pokok obligasi tersebut.
Padahal, beberapa waktu sebelumnya kinerja keuangan perusahaan
tersebut masih baik-baik saja, tetapi karena ada kejadian krisis keuangan
internal, pihak emiten tersebut terpaksa tidak bisa membayar kewajiban
pembayaran bunga hutangnya.
2.1.7 Nilai Aktiva Bersih (NAB)
Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksa dana setelah
dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut (Rahardjo, 2004). NAB merupakan
total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya –
biaya hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa
berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio.
Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau
Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya
nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham. Nilai aktiva bersih (NAB) ini
menggambarkan nilai setiap lembar saham atau unit penyertaan di dalam portofolio
reksa dana (Marzuki Usman, 1997:212).
Di mana :
NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t
NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t
LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksa dana pada waktu t
NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t
Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo,
2007) :
1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit
penyertaan suatu reksa dana.
2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksa
dana dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat.
3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksa dana yang dimiliki
investor.
4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksa dana yang
satu dengan reksa dana yang lain.
NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap
hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB
2.2 Suku Bunga
2.2.1 Pengertian Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau biasa juga dipandang
sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Atau harga dari
meminjam uang untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam
persen (%).
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada
nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). (Kasmir, 2009:131)
Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada tiga macam bunga yang diberikan
kepada nasabahnya, yaitu:
1. Bunga Simpanan
Bunga Simpanan merupakan harga beli yang harus dibayar bank
kepada nasabah pemilik simpanan. Contoh: jasa giro, bunga tabungan, dan
bunga deposito. Bunga simpanan diberikan sebagai ransangan atau balas
jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank.
2. Bunga Pinjaman
Bunga Pinjaman merupakan bunga yang dibebankan kepada para
peminjam atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam
kepada bank. Bagi bank bunga pinjaman merupakan harga jual dan contoh
3. Biaya – Biaya
Biaya – biaya yang ditentukan oleh bank seperti biaya administrasi,
biaya kirim, biaya tagih, biaya sewa, biaya iuran, dan biaya – biaya
lainnya.
Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada
nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima bank. Baik
bunga simpanan maupun bunga bunga pinjaman masing-masing saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga sinpanan tinggi,
maka secara otomatis bunga pinjaman juga berpengaruh naik dan demikian
sebaliknya.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga
Apabila bank ingin memperoleh keuntungan yang maksimal, maka pihak
manajemen bank harus pandai dalam menetukan besar kecilnya komponen suku
bunga. Hal ini disebabkan apabila salah dalam menentukan besar kecilnya komponen
suku bunga maka akan dapat merugikan bank itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam penentuan suku bunga yaitu:
1. Kebutuhan Dana
Jika suatu bank kekurangan dana atau jumlah simpanan yang ada
sedikit, sementara kebutuhan akan pinjaman semakin meningkat, maka
yang dilakukan oleh bank agar kekurangan dana tersebut segera terpenuhi
adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Dengan
untuk menyimpan uangnya di bank. Dengan demikian kebutuhan dana
dapat segera terpenuhi.
2. Target Laba yang Diinginkan
Target laba merupakan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh
bank. Apabila laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman juga
besar dan demikian sebaliknya. Namun untuk menghadapi pesaing, target
laba dapat diturunkan seminimal mungkin.
3. Kualitas Jaminan
Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga. Semakin likuid
jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan, maka semakin rendah bunga
kredit yang dibebankan dan demikian sebaliknya. Contoh: Sertifikat
Deposito
4. Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam menentukan bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bank
tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya ada batasan maksimal dan ada batasan minimal untuk suku bunga
yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat.
5. Jangka Waktu
Baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman, faktor jangka
waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman,
maka semakin tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya
kemungkinan risiko macet dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya
Akan tetapi untuk bunga simpanan berlaku sebaliknya, semakin panjang
jangka waktu maka bunga simpanan semakin rendah dan sebaliknya.
6. Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan dari nasabah maka pihak bank
juga harus memperhatikan pesaing. Dalam hal ini apabila bunga
simpanan pesaing rata – rata 16 % per tahun, maka apabila hendak
membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan di atas
bunga pesaing, misalanya 17 % per tahun. Namun sebaliknya untuk
bunga pinjaman bank harus berada di bawah bunga pesaing walaupun
laba yang didapat akan mengecil.
2.2.3 Teori Tingkat Suku Bunga
1. Teori Klasik
Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada
tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan
masyarakat untuk menabung atau masyarakat akan terdorong untuk
mengorbankan pengeluaran guna menambah besarnya tabungan. Jadi
tingkat suku bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima
seseorang karena menabung atau hadiah yang diterima seseorang karena
menunda konsumsinya.
Investasi merupakan fungsi tingkat suku bunga. Semakin tinggi
investasi. Karena seseorang akan menambah pengeluaran investasinya
apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat
bunga yang dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan
ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Bilamana terjadi kondisi
tingkat bunga dalam keseimbangan, artinya tidak ada dorongan untuk
menabung akan sama dengan dorongan pengusaha untuk melakukan
investasi.
Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada
dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan
menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi. Secara grafik, keseimbanagan tingkat bunga dapat
digambarkan seperti dalam gambar 2.1.
Gambar 2.1
Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga
Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik i0, dimana jumlah
tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas i0, jumlah
tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para
penabung akan saling bersaing untuk meminjamakan dananya dan
persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke posisi i0.
Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah i0, para pengusaha akan saling
bersaing untuk memperoleh dana yang telatif jumlahnya lebih kecil.
Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0.
Kenaikan efisiensi produksi misalnya akan mengakibatkan keuntungan
yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama pengusaha
bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya, atau
untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar
tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukkan dengan
bersgesernya kurva permintaan investasi kekanan atas dan keseimbangan
tingkat bunga yang baru pada titik i1. Jadi tingkat bungalah sebagai
penggerak antara keseimbangan tabungan dan investasi.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter.
Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan
uang. Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP) sepanjang uang
ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya
akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan dengan
demikian akan mempengaruhi GNP. Sedangkan menurut kaum klasik
Uang menurut Keynes adalah salah satu bentuk kekayaan yang
dipunyai seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk
tabungan di bank, saham atau surat berharga lainnya. Keputusan
masyarakat mengenai bentuk kekayaan mereka dan berapa besar dari
kekayaan mereka akan diwujudkan dalam bentuk uang kas, tabungan
maupun surat berharga akan menentukan tingginya tingkat bunga.
Untuk menyederhanakan modelnya, Keynes hanya membagi bentuk
kekayaan dalam dua bentuk yaitu uang kas dan surat berharga.
Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas adalah
kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat
pembayaran uang yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan
menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran (untuk transaksi) tanpa
adanya kerugian nilai. Jadi, uang tidak ada risiko capital gain atau loss
seperti halnya pada bentuk kekayaan yang lain. Tetapi, kekayaan dalam
bentuk uang kas tidak dapat memberikan penghasilan (misalnya bunga).
Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga, dimana harganya dapat
naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik maka
harga surat berharga akan turun dan sebaliknya), sehingga ada
kemungkinana pemegang surat berharga akan menderita capital losss atau
gain. Namun demikian, surat berharga mendatangkan pendapatan berupa
bunga. Dengan anggapan bahwa masyarakat itu suka mengambil risiko
maka mereka akan memegang bentuk kekayaan yang risikonya tinggi
Makin banyak surat berharga dalam bentuk kekayaan, risikonya juga
makin tinggi. Oleh karena itu harus didorong dengan tingkat bunga yang
lebih tinggi pula. Tingkat bunga di sini adalah tingkat bunga rata – rata
dari segala macam surat berharga yang beredar di masyarakat. Secara
grafik dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.2
Pertama; Keynes, menyatakan bahwa masyarakat mempunyai
keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga
turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat
bunga akan kembali ke tingkat normal (jadi mereka yakin bahwa tingkat
bunga akan naik di waktu yang akan datang). Jika mereka memegang
surat berharga pada waktu tingkat bunga naik mereka akan menderita
kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan
cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya
menambah uang kas yang dipegang, pada waktu tingkat bunga naik
(liquidity preference). Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan
uang kas sebab mereka melakukan spekulasi tentang harga surat berharga
di masa yang akan datang.
Kedua; Berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity
cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula
ongkos memegang uang kas sehingga keinginan memegang uang kas juga
turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang
uang juga makin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik.
Kedua pendekatan diatas semuanya menjelaskan adanya hubungan
negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang kas. Bersama
dengan jumlah uang beredar yang tetap (dengan anggapan bahwa jumlah
uang yang beredar ini ditetapkan pemerintah), permintaan uan ini
menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga dalam keseimbangan (i0)
apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (JUB).
Apabila pada suatu ketika tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan,
masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara
menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat berharga
ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik), sampai ke titik
keseimbangan dimana masyarakat sudah puas dengan bentuk kekayaannya
(permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya, apabila tingkat
bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas
mengakibatkan naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai
keseimbangan tercapai.
2.2.4 Sertifikat Bank Indonesia
2.2.4.1 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unuk dalam rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu
pendek dengan sistem diskonto. (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 2007:89)
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban dalam memelihara
kestabilan nilai rupiah sebab apabila jumlah uang primer (uang kartal + uang giral) di
Bank Indonesia berlebihan, hal tersebut dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah.
Oleh karena itu, dalam menjaga kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia menerbitkan
sertifikat bank indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar ingin dikurangi, maka
Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI, agar minat membeli SBI
semakin tinggi. Sebaliknya jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka Bank
Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga SBI agar minat membelinya semakin
berkurang. Mengingat risiko SBI sangat kecil, biasanya tingkat suku bunga SBI
paling rendah di antara instrumen pasar uang lainnya.
2.2.4.2 Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli
Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari
2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
2.2.4.3 Pihak yang Berhak Memiliki Sertifikat Bank Indonesia
Penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan tetapi tidak tertutup
kemungkinan bagi masyarakat perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki
SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada
Bank Indonesia, melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan
pialang pasar modal yang ditunjuk.
2.2.4.4 Tata Cara Penjualan SBI
1. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.
2. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari selasa.
3. Lelang SBI dilakukan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank
umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian
transakasi hari kamis.
4. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan
penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI
lelang yang diumumkan tercapai.
5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan serta penghindaran pemalsuan,
maka pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan sebagai
bukti atas penymipanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia tanpa
2.3 Produk Domestik Bruto (PDB)
2.3.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang
diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2007;19).
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan seluruh nilai tambah yang ditimbulkan
oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu
wilayah/provinsi dihitung dan dimasukkan, tanpa memperhatikan kepemilikan atas
faktor produksi. Dengan demikian PDB secara agregatif menunjukkan kemampuan
suatu wilayah/provinsi dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor –
faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di wilayah/provinsi
tersebut (Katalog BPS, 2005;92). Jadi, PDB dapat menggambarkan kemampuan suatu
wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu, biasanya
satu tahun.
2.3.2 Metode Perhitungan PDB
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDB yaitu metode
langsung dan metode tidak langsung
1. Metode Langsung
Perhitungan didasarkan sepenuhnya pada data provinsi, hasil
perhitungannya mencakup jumlah seluruh produk barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan.
PDB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh sektor – sektor ekonomi
atas berbagai aktivitas produksinya dalam suatu wilayah/provinsi pada
suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah
nilai produksi bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut,
dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
Adapun sektor – sektor ekonomi tersebut terdiri dari ; (1) Pertanian,
Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan
Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas, dan Air Minum,
(5) Bangunan, (6) Perdagangan , Hotel, dan Restoran, (7)
Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan, (9) Jasa – jasa.
b. Pendekatan Pendapatan
PDB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh
faktor – faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
wilayah/provinsi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah
dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya
sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam pengertian PDB ini termasuk pula komponen penyusutan dan
pajak tak langsung neto.
PDB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,
pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto
merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/provinsi
dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini,
perhitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan
jasa yang diproduksi.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai
pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung.
Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian untuk
makanan dan bukan makanan (barang dan jasa) di dalam negeri
maupun di luar negeri. Termasuk pula disini pengeluaran lembaga
nirlaba yang tujuan usahanya adalah untuk melayani keperluan rumah
tangga.
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran
pemerintah untuk belanja pegawai, penyusutan maupun belanja barang
(termasuk biaya perjalanan, pemeliharaan dan pengeluaran rutin
lainnya), baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan,
adalah barang – barang yang digunakan untuk proses produksi, tahan
lama atau yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun
seperti bangunan, mesin – mesin dan alat angkutan. Termasuk pula
disini perbaikan besar (berat) yang sifatnya memperpanjang umur atau
mengubah bentuk atau kapasitas barang modal tersebut. Pengeluaran
barang modal untuk keperluan militer tidak dicakup disini tetapi
digolongkan sebagai konsumsi pemerintah.
Ekspor barang dan jasa merupakan transaksi perdagangan
barang dan jasa dari penduduk (residen) ke bukan penduduk (non –
residen). Impor barang dan jasa adalah transaksi perdagangan dari
bukan penduduk ke penduduk. Ekspor atau Impr barang terjadi pada
saat terjadi perubahan hak kepemilikan barang antara penduduk
dengan bukan penduduk (dengan atau tanpa perpindahan fisik barang
tersebtut).
2. Metode Tidak Langsung/Alokasi
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan
mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing – masing
kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat provinsi. Sebagai alokator
digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya
dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing – masing metode pendekatan sangat tergantung pada data
yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling
kualitas data wilayah, sedang metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam
pembanding bagi data wilayah.
2.3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi
PDB adalah salah satu konsep pendapatan ekonomi makro. Teori-teori yang
mendukung PDB dapat dilihat dalam teori-teori pertumbuhan ekonomi. Teori-teori
pertumbuhan ekonomi melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Perbedaan antara teori yang satu dengan teori yang lainnya
terletak pada perbedaan fokus pembahasan dan asumsi yang digunakan.
1. Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)
Teori ini telah lama dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut teori
ini, berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang (The Law of
Diminishing Return) menyebabkan tidak semua penduduk dapat
dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan
menurunkan tingkat output perekonomian. Teori tersebut dapat dijelaskan
Pada gambar kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga
kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan
tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses
adalah L1, dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga
kerja ditambah menjadi L2, PDB justru berkurang menjadi Q2.
Hal ini karena cepat terjadinya The Law of Diminishing Return
(TLDR). Bagaimana agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output, misalnya menjadi Q3. Yang harus dilakukan adalah
investasi fisik (barang modal) dan sumber daya manusia (SDM) yang
menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut
menimbulkan sinergi. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi
membaik. Hal ini digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke
TP2. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).
2. Teori Pertumbuhan Neoklasik (Neo Classic Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan
penyempurnaan teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori
pertumbuhan Neoklasik adalah akumulasi stok barang modal dan
keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau
melakukan investasi.
Asumsi-asumsi penting dari model Solow antara lain adalah:
a. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi)
b. Tingkat depresiasi dianggap konstan
c. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang
modal
d. Tidak ada sektor pemerintah
e. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan
f. Untuk mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa
seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan
jumlah tenaga kerja
Dengan asumsi-asumsi tersebut, kita dapat mempersempit
faktor-faktor penentu. Pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga
kerja. Untuk lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB perkapita
2.4 Nilai Tukar
2.4.1 Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar atau sering disebut Kurs (exchange rate) adalah tingkat harga yang
disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. (Mankiw
2007;128). Kurs sering pula dikatakan valas ataupun nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar suatu mata uang
didefenisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainya.
Dalam mekanisme pasar, kurs dari mata uang akan selalu mengalami fluktuasi
(perubahan – perubahan). Perubahan yang dimaksud antara lain adalah :
a. Apresiasi yaitu menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat
bekerjanya kekuatan – kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang
bersangkutan dalam pasar bebas.
b. Depresiasi yaitu peristiwa menurunnya nilai tukar suatu mata uang secara
otomatis akibat bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran atas mata uang
yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas.
2.4.2 Nilai Tukar (Kurs) Nominal dan Riil
Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per
dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar dunia untuk mata uang
asing. Orang Jepang yang ingin mendapatkan dolar akan membayar 120 yen untuk
dolar yang ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua negara,
mereka biasanya mengartikan kurs nominal.
Kurs rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua
negara. Kurs rill menyatakan tingkat harga dimana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs rill
kadang-kadang disebut terms of trade.
Untuk melihat hubungan antara kurs rill dan kurs nominal, perhatikanlah
sebuah barang yang diproduksi di banyak negara yakni mobil. Anggaplah harga
mobil Amerika $10.000 dan harga mobil Jepang 2.400.000 yen. Untuk
membandingkan harga dari kedua mobil tersebut, kita harus mengubahnya menjadi
mata uang umum. Jika satu dolar bernilai 120 yen, maka harga mobil Amerika adalah
1.200.000 yen. Membandingkan harga mobil Amerika (1.200.000 yen) dan harga
mobil Jepang (2.400.000 yen), kita menyimpulkan bahwa harga mobil Amerika
separuh dari harga mobil Jepang. Dengan kata lain, pada harga berlaku, kita bisa
menukar 2 mobil Amerika untuk 1 mobil Jepang.
Dalam perhitungan, hal tersebut dapat di ringkas menjadi :
Kurs Rill =
Tingkat dimana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar
negeri bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat dimana
mata uang dipertukarkan.
Perhitungan kurs rill untuk barang tunggal ini menjelaskan bagaimana kita
nyatakan ℮ sebagai kurs nominal (jumlah yen per dolar), P adalah tingkat harga di
Amerika serikat (diukur dalam dolar), dan P* adalah tingkat harga di Jepang (diukur
dalam yen).
Maka kurs rill Є adalah, Kurs rill = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga
Є = ℮ x (P/P*)
Kurs rill di antara kedua Negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga
di kedua Negara. Jika kurs rill tinggi . barang-barang luar negeri relatif murah, dan
barang-barang domestik relatif mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang luar negeri
relatif mahal, dan barang-barang domestik relatif murah.
2.4.3 Sistem Nilai Tukar
Nilai tukar suatu mata uang di defenisikan sebagai harga relatif dari suatu
mata uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar
(Kebanksentralan BI,2003), yaitu :
1. Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate System)
Pada sistem ini, nilai tukar dibiarkan bergerak bebas sesuai dengan
kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan
demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di
atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi
kelebihan permintaan di atas penawaran yang ada pada pasar valuta asing.
Bank sentral dapat saja melakukan intervensi di pasar valuta asing, yaitu
dengan menjual devisa dalam hal terjadi kekurangan pasokan atau