• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Relasi Gender dan Hak Reproduksi Perempuan Pada Keluarga Dalam Melaksanakan Program KB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Relasi Gender dan Hak Reproduksi Perempuan Pada Keluarga Dalam Melaksanakan Program KB"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

POLA RELASI GENDER DAN HAK REPRODUKSI

PEREMPUAN PADA KELUARGA DALAM

MELAKSANAKAN PROGRAM KB

(Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Tanjung Morawa Pekan,

Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

Disusun oleh : Puteri Atikah

070901040

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Pola Relasi Gender dan Hak Reproduksi Perempuan Pada Keluarga Dalam Melaksanakan Program KB”. Latar belakang penelitian ini adalah karena saat ini isu kedudukan dan posisi sosial dalam masyarakat masih menomorsatukan kepentingan dan persfektif pria. Keharusan untuk menggunakan kontasepsi masih ditangan wanita, pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab pihak wanita. Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tindak kekerasan terhadap wanita.Para pengambil keputusan telah memproduksi alat kontrasepsi bagi perempuan lebih banyak macamnya daripada kontrasepsi bagi laki- laki. Ada beberapa jenis metode kontrasepsi yang diproduksi untuk perempuan, seperti pil, kondom, suntik, IUD, spiral, susuk dan tisu KB. Sedangkan alat kontrasepsi untuk pria hanya kondom dan vasektomi.

Seharusnya laki- laki dan perempuan sebagai warga negara mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengatasi masalah peledakan penduduk ini. Namun demikian, melalui fungsi reproduksi, perempuan dianggap menjadi penanggung jawab dalam masalah peledakan penduduk ini. Fakta ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan di masyarakat bahwa perempuan yang harus menanggung tanggung jawab untuk menanggulangi masalah kependudukan. Badan dan kesehatan perempuan harus menjadi korban atas masalah kependudukan ini. Gambaran di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender pada perempuan.

Ketidakadilan gender ini terjadi secara umum, tidak hanya pada perempuan pribumi, tetapi juga pada perempuan Indonesia keturunan asing, salah satunya keturunan Tionghoa. Dalam tulisan ini digunakan kata Tionghoa yang sudah lazim digunakan untuk menyebut etnis Cina yang berada di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, perempuan etnis Tionghoa mempunyai peran penting dalam membantu perekonomian keluarganya. Namun hal ini belum membebaskan perempuan Tionghoa dari budaya patriarkhi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, analisis data dan studi kepustakaan. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Morawa Pekan, kabupaten Deli Serdang. Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat etnis Tionghoa yang berda pada usia subur, sudah menikah dan merupakan akseptor KB.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SAW karena berkat dan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Pola Relasi Gender dan Hak Reproduksi Perempuan Pada Keluarga Dalam Melaksanakan Program KB” pada keluarga etnis Tionghoa kelurahan Tanjung Morawa Pekan, kecamatan Tanjung Morawa, kabupaten Deli Serdang.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan, do’a, dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materi maka skripsi ini terselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari penulisan proposal disaat penelitian dan sampai selesainya skripsi ini. Oleh sebab itu, saya mengucapkan terimakasih kepada, yaitu :

1. Kedua orang tua saya yaitu Bapak Cipta Dharma, SE, M.si dan Mama Sukimi yang telah memberikan do’a, kasih sayang, semangat, dan perhatian serta terus berusaha memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih kepada Mama dan Papa atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tiada kata yang mewakili ucapan terima kasih anakmu ini atas pengorbanan yang Mama dan Papa selama ini berikan.

(4)

3. Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing akademik dari penulis, ibu Drs. Lina Sudarwati, M.Si yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Sosiologi.

4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M. SP selaku Seketaris Departemen.

5. Kepada Ibu Dra. Ria Manurung, M.si selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberi masukan, pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kepada Ibu Drs. Lina Sudarwati,Msi selaku dosen penguji seminar proposal saya.

7. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya selama saya menjadi mahasiswa.

8. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang membantu dan mendukung proses penyelesaian studi dalam urusan administrasi di departemen dan pendidikan.

(5)

10.Kepada para masyarakat Tionghoa yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian saya.

11.Kepada Ibunda Kemalawati Adullah Eteng, SH beserta suami bapak Sudaryanto.

12.Saudara-saudara saya Kartika Dewi dan Yohana Fitri, Rizki Pratama Putra, Heri Dermawan atas doa dan motivasinya.

13.Kepada Angka Wijaya, SH terima kasih atas dukungan, do’a, motivasi dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan motivasi Chairiah Ulfa, SH, Anindi Firda Malanie Harahap,S.Sos dan Mutyani Sarina Dewi.

(6)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu dengan rendah hati, penulis menerima segala saran, masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pihak yang memerlukannya, baik langsung maupaun tidak langsung.

Medan, April 2012

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

I.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

I.5. Kerangka Teori ... 6

1.5.1. Teori Relasi Kekuasaan ... 6

1.5.2. Hak Reproduksi Perempuan ... 7

1.5.3. Etnis Tionghoa ... 9

1.6. Definisi Konsep ... 11

1.7. Defenisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1. Teori Relasi Kekuasaan ... 16

2.2. Hak Reproduksi Perempuan ... 18

2.3. Etnis Tionghoa ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 24

(8)

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 24

3.3.1. Populasi ... 24

3.3.2. Sampel ... 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4.1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) ... 25

3.4.2. Penelitian Lapangan (Field Research) ... 26

3.5. Analisis Data ... 26

3.5.1. Analisis Tabel Tunggal ... 26

3.5.2. Analisis Tabel Silang ... 6

3.6. Jadwal Kegiatan ... 27

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 27

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ... 29

4.1. Deskripsi Lokasi ... 29

4.1.1 Sejarah Kelurahan tanjung Moraw Pekan ... 29

4.1.2 Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 29

4.1.3.Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Morawa pekan ... 31

4.1.3.1 Gambaran Penyebaran Agama ... 31

4.1.3.2 Gambaran Mata Pencaharian ... 32

4.1.3.3 Gambaran Lembaga Kemasyarakatan ... 32

4.1.4 Sarana dan Prasarana... 32

4.1.4.1 Saranan Pendidikan ... 32

(9)

4.1.4.3 Sarana Kesehatan ... 33 4.1.5 Gambaran Perempuan Etnis Tionghoa... 33 4.2. Profil Responden ... 34 4.2.1. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 35 4.2.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 36

4.2.3 Komposisi Responden Berdasarkan Siapa Yang

Memakai Alat Kontrasepsi ... 37 4.2.4 Komposisi Berdasarkan Jumlah Anak ... 38 4.3 Pendapat Responden Berdasarkan Informasi Yang Diterima

Mengenai Hak Reproduksi ... 39 4.3.1 Mendapatkan Informasi Mengenai Hak Reproduksi .... 39 4.3.2 Pengetahuan Mengenai Hak Reproduksi ... 40 4.3.3 Informasi Mengenai Berbagai Alat Kontrasepsi Untuk

Laki-laki dan Perempuan ... 41 4.3.4 Mendapatkan Informasi Mengenai Proses Pemasangan

Alat Kontrasepsi ... 42 4.3.5 Mendapatkan Informasi Mengenai Efek Samping dari

Berbagai Alat Kontrasepsi ... 43 4.4 Pengalaman Responden Berdasarkan Pelayanan Kesehatan

Reproduksi ... 44 4.4.1 Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Yang

(10)

Sosial, Ekonomi, dan Status Perkawinan) Pada

Pelayanan Kesehatan ... 45 4.4.3 Mendapatkan Kemudahan Akses Untuk Mendapatkan

Alat Kontrasepsi Baru ... 45 4.4.4 Memberikan Pendapat Pada Tenaga Medis Bila

Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat

Kontrasepsi ... 47 4.5.4 Pendapat Responden Mengenai Penerapan Hak Reproduksi

Di Dalam Keluarga ... 48 4.5.1 Menentukan Jumlah Anak dalam Keluarga ... 48 4.5.2 Menentukan Jarak Kelahiran Anak Dalam Keluarga ... 49

4.5.3 Menentukan Perencanaan Waktu Program Kelahiran Anak dalam Keluarga ... 50 4.5.4 Menentukan Siapa Yang Akan Menggunakan Alat

Kontrasepsi ... 51 4.5.5 Menentukan Metode Kontrasepsi Yang Akan

Digunakan ... 52 4.5.6 Menurut Responden Yang Paling Bertanggung Jawab

Memakai Alat Kontrasepsi... 53 4.5.7 Berperan Besar Dalam Merawat Anak dalam

Keluarga ... 54 4.5.8 Menurut Responden Yang Paling Bertanggung Jawab

(11)

4.5.9 Pengalaman Kekerasan Fisik Maupun Psikis Yang Mengakibatkan Penderitaan Pada Kesehatan Seksual dan Reproduksi ... 56 4.5.10 Mendapatkan Paksaan Untuk Menceritakan

Kehidupan Seksual ... 57 4.5.11 Mendapatkan Paksaan Untuk Memberitahukan Alat

Kontrasepsi Yang Sedang Digunakan ... 58 4.5.12 Memberikan Pendapat Pada Pasangan Bila

Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat

Kontrasepsi ... 59 4.5.13 Mendapatkan Paksaan Dalam Menentukan Kapan,

Dimana, Dengan Siapa dan Bagaimana Akan

Membangun Pernikahan Dan Keluarga ... 60 4.5.14 Mendapatkan Hak Untuk Mengutarakan Pendapat

Tentang Kehidupan Reproduksi Di Dalam Organisasi Yang Diikuti ... 61 4.6. Tabel Silang

(12)

4.6.2 Hubungan Antara Mendapatkan Informasi Yang Jelas Tentang Metode Kontrasepsi Dengan Pendapat Responden Tentang Siapa Yang Paling Bertanggung Jawab Memakai

Alat Kontrasepsi ... 63

4.6.3 Hubungan Antara Yang Menentukan Siapa Yang Akan Menggunakan Alat Kontrasepsi Dengan Memberikan Pendapat Pada Pasangan Bila Mengalami Keluhan Dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 36

Tabel 4.4 Distribusi Responden Siapa Yang Memakai Alat Kontrasepsi ... 37

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 38

Tabel 4.6 Distribusi Responden BerdasarkanInformasi Mengenai Hak Reproduksi ... 39

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Hak 41 Reproduksi ... 40

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Mengenai Berbagai Alat Kontrasepsi ... 41

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi Mengenai Proses Pemasangan Alat Kontrasepsi ... 42

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi Mengenai Efek Samping dari Berbagai Alat Kontrasepsi ... 43

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Yang Baik Di Pusat – Pusat Kesehatan ... 44

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Diskriminasi (SARA, Sosial, Ekonomi, dan Status Perkawinan) pada pelayanan kesehatan Reproduksi ... 45

(14)

Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Memberikan Pendapat Pada Tenaga Medis Bila Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat Kontrasepsi .. 47 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasrkan Penentuan Jumlah Anak Dalam

Keluarga ... 48 Tabel 4.16 Dsitribusi Responden Berdasarkan Penentuan Jarak Kelahiran Anak

dalam Keluarga ... 49 Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Penentuan Waktu Program

Kelahiran Anak Dalam Keluarga ... 50 Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Penentuan Siapa Yang Akan

Menggunakan Alat Kontrasepsi ... 51 Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Penentuan Metode Kontrasepsi

Yang Akan Digunakan ... 52 Tabel 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Menurut Responden Yang Paling

Bertanggung Jawab Memakai Alat Kontrasepsi ... 53 Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Berperan Besar Dalam Merawat

Anak dalam Keluarga ... 54 Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Menurut Responden Yang Paling

Bertanggung Jawab Merawat Anak dalam Keluarga ... 55 Tabel 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kekerasan Fisik

Maupun Psikis Yang Mengakibatkan Penderitaan Pada Kesehatan Seksual dan Reproduksi ... 56 Tabel 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Paksaan Untuk

(15)

Tabel 4.24 Distribusi Responden BerdasarkanMendapatkan Paksaan Untuk

Memberitahukan Alat Kontrasepsi Yang Sedang Digunakan ... 58 Tabel 4.25 Distribusi Responeden Berdasarkan Memberikan Pendapat

Pada Pasangan Bila Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat

Kontrasepsi ... 59 Tabel 4.26 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Paksaan Dalam

Menentukan Kapan, Dimana, Dengan Siapa dan Bagaimana Akan Membangun Pernikahan Dan Keluarga ... 60 Tabel 4.27 Distribusi Responden Berdsarkan Mendapatkan Hak Untuk

Mengutarakan Pendapat Tentang Kehidupan Reproduksi Di Dalam Organisasi Yang Diikuti ... 61 Tabel 4.28 Hubungan Antara Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Yang Baik Dengan Kemudahan Akses Untuk Mendapatkan Metode Kontrasepsi Yang Baru ... 62 Tabel 4.29 Hubungan Antara Mendapatkan Informasi Yang Jelas Tentang Metode

Kontrasepsi Dengan Pendapat Responden Tentang Siapa Yang Paling Bertanggung Jawab Memakai Alat Kontrasepsi ... 63 Tabel 4.30 Hubungan Antara Yang Menentukan Siapa Yang Akan Menggunakan

Alat Kontrasepsi Dengan Memberikan Pendapat Pada Pasangan

(16)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Pola Relasi Gender dan Hak Reproduksi Perempuan Pada Keluarga Dalam Melaksanakan Program KB”. Latar belakang penelitian ini adalah karena saat ini isu kedudukan dan posisi sosial dalam masyarakat masih menomorsatukan kepentingan dan persfektif pria. Keharusan untuk menggunakan kontasepsi masih ditangan wanita, pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab pihak wanita. Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tindak kekerasan terhadap wanita.Para pengambil keputusan telah memproduksi alat kontrasepsi bagi perempuan lebih banyak macamnya daripada kontrasepsi bagi laki- laki. Ada beberapa jenis metode kontrasepsi yang diproduksi untuk perempuan, seperti pil, kondom, suntik, IUD, spiral, susuk dan tisu KB. Sedangkan alat kontrasepsi untuk pria hanya kondom dan vasektomi.

Seharusnya laki- laki dan perempuan sebagai warga negara mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengatasi masalah peledakan penduduk ini. Namun demikian, melalui fungsi reproduksi, perempuan dianggap menjadi penanggung jawab dalam masalah peledakan penduduk ini. Fakta ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan di masyarakat bahwa perempuan yang harus menanggung tanggung jawab untuk menanggulangi masalah kependudukan. Badan dan kesehatan perempuan harus menjadi korban atas masalah kependudukan ini. Gambaran di atas menunjukkan adanya ketidakadilan gender pada perempuan.

Ketidakadilan gender ini terjadi secara umum, tidak hanya pada perempuan pribumi, tetapi juga pada perempuan Indonesia keturunan asing, salah satunya keturunan Tionghoa. Dalam tulisan ini digunakan kata Tionghoa yang sudah lazim digunakan untuk menyebut etnis Cina yang berada di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, perempuan etnis Tionghoa mempunyai peran penting dalam membantu perekonomian keluarganya. Namun hal ini belum membebaskan perempuan Tionghoa dari budaya patriarkhi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, analisis data dan studi kepustakaan. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Morawa Pekan, kabupaten Deli Serdang. Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat etnis Tionghoa yang berda pada usia subur, sudah menikah dan merupakan akseptor KB.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara historis, konsep gender pertama kali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris, Ann Oakley, ia membedakan antara gender dan seks. Perbedaan seks berarti perbedaan atas ciri-ciri biologis yaitu yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui). Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Gender adalah perbedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki–laki dan perempuan. Gender tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak- anak hingga dewasa (Daulay,2007: 4).

Perbedaan manusia yang diciptakan berdasarkan kategori jenis, perempuan dan laki-laki, selalu mengundang praduga tertentu. Di dalam masyarakat yang sudah mengakar suatu pranata, pembagian kerja dan tanggung jawab dalam masyarakat sangat erat dikaitkan dengan jenis kelamin. Pembagian kerja dan tanggung jawab ini seolah sudah terkunci mati dan tidak dapat terbuka. Akibatnya, masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa pembagian kerja dan tanggung jawab berdasarkan jenis kelamin ini menghasilkan ketidakadilan di berbagai bidang (Murniati, 2004).

(18)

KB yang dicanangkan pemerintah lebih berorientasi untuk mengejar target daripada untuk memperhatikan kualitas pelayanannya. Berbagai program KB yang dijalankan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan ketimpangan gender dan hak reproduksi masyarakat, khususnya untuk kaum perempuan seperti yang data ditunjukkan oleh SDKI(2009) bahwa akseptor keluarga berencana (KB) suami dan istri di Indonesia ada sekitar 27 juta akseptor, 98,7% di antaranya adalah perempuan, sementara partisipasi suami hanya sekitar 1,3%.

Data tersebut menunjukkan bahwa kesetaraan gender dalam pelaksanaan program KB antara pria dan perempuan masih memiliki kesenjangan yang tinggi. Tetapi, masalah peledakan penduduk bukan masalah perempuan saja. Para pengambil keputusan telah memproduksi alat kontrasepsi bagi perempuan lebih banyak macamnya daripada kontrasepsi bagi laki- laki.

Laki- laki dan perempuan sebagai warga negara mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengatasi masalah peledakan penduduk ini. Namun demikian, melalui fungsi reproduksi, perempuan dianggap menjadi penanggung jawab dalam masalah peledakan penduduk ini. Jenis metode kontrasepsi yang diproduksi untuk perempuan, seperti pil, kondom, suntik, IUD, spiral, susuk dan tisu KB, sedangkan alat kontrasepsi untuk pria hanya kondom dan vasektomi.

(19)

Paradigma baru yang berkembang saat ini menunjukkan ada beberapa pandangan dalam penerapan Keluarga Berencana, yaitu :

a. Bahwa pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab atas pengendalian fertilitas dan masalah kesehatan reproduksi pada umumnya.

b. Bahwa individu, pria dan wanita, harus mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri atas kesehatan reproduksinya, tidak diatur atau dikendalikan oleh pihak-pihak lain.

c. Bahwa individu, pria dan wanita berhak atas alternatif-alternatif pilihan metode yang cocok dan dirasakan terbaik baginya (dikutip dari tanggal 12/12/2011 pukul 09:02 )

(20)

Ketidakadilan gender di dalam masyarakat terjadi secara umum, tidak hanya pada perempuan pribumi, tetapi juga pada perempuan Indonesia keturunan asing, salah satunya keturunan Tionghoa (etnis Cina). Dalam tulisan ini digunakan kata Tionghoa yang sudah lazim digunakan untuk menyebut etnis Cina yang berada di Indonesia.

Dalam budaya asli Tionghoa, kedudukan laki-laki dan perempuan merupakan personifiksasi dari unsur “Yang” dan “Yin”, yaitu unsur – unsur yang bersifat aktif dan unsur- unsur yang bersifat pasif. Dalam hal ini “Yang” (aktif) dipersepsikan pada laki-laki dan “Yin” (pasif) dipersepsikan pada perempuan. Personifikasi tersebut kemudian dibingkai dalam struktur sosial dengan sistem kekerabatan patrilinear dimana keluarga sebagai lembaga dipimpin laki-laki, sehingga laki-laki memiliki kekuasaan daripada perempuan (dikutip dari 28/2/2011pukul 10.26 WIB).

(21)

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola relasi gender pada keluarga etnis Tionghoa dalam melaksanakan program KB?

2. Bagaimana pemenuhan hak reproduksi perempuan etnis Tionghoa dalam berKB?

I.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola relasi gender etnis Tionghoa dalam berKB.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak reproduksi perempuan dalam berKB.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti, maupun orang lain dan khususnya untuk institusi pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat praktis :

Bagi BKKBN dan Dinas kesehatan, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan KB Khususnya didaerah penelitian.

2. Manfaat Teoritis :

(22)

I.5. Kerangka Teori

1.5.1. Teori Relasi Kekuasaan

Dalam masalah gender, teori sosial-konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx, karena begitu kuatnya pengaruh Marx di dalamnya. Marx yang kemudian dilengkapi oleh F. Engels, mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Hubungan laki-laki dan perempuan (suami-isteri) tidak ubahnya dengan hubungan ploretar dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras dan yang diperas (dikutip dari http://sofyansjaf.ipb.ac.id/2010/06/09/memahami-akar-dan-ragam-teorikonflik

(23)

istri. Lewat konflik – konflik kecil suami dapat menjalankan aksi kekerasan terhadap istrinya hanya demi menunjukkan kepada istri bahwa sang suamilah yang berkuasa (dikutip darihttp://sofyansjaf.ipb.ac.id/2010/06/09/memahami-akar-dan-ragam-teorikonflik pada tanggal 16/3/2011 pukul 09.58 WIB )

1.5.2. Hak Reproduksi Perempuan

Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi wanita merupakan perkembangan dari konsep hak asasi manusia. Konsep hak asasi manusia itu sendiri dibagi dalam dua ide dasar, pertama bahwa setiap manusia lahir dengan hak-hak individu yang terus melekat dengannya. Kedua, bahwa hak-hak tiap manusia hanya dapat dijamin dengan ditekankannya kewajiban masyarakat dan negara untuk memastikan kebebasan dan kesempatan dari anggota-anggotannya untuk memperoleh dan melaksanakan kebebasan asasinya tersebut. Selain bergulir dari hak asasi manusia, konsep hak reproduksi juga berkembang sebagai bentuk reaksi terhadap berbagai pandangan yang membahas hubungan laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam cukup banyak kasus, kebijakan dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk berhubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak reproduksi wanita. Sehingga dalam pembuatan kebijakan program harus disesuaikan dengan perspektif hak reproduksi wanita (dikutip dari http://lip4.bkkbn.go.Id pada tanggal 12/2/2011 pukul 09:0).

(24)

pihak wanita. Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tindak kekerasan terhadap wanita.

Beberapa hal yang membuktikan tidak dihormatinya integritas tubuh dan hak-hak wanita untuk mengelola, mengatur dan mengendalikan aspek reproduksi sendiri diantaranya:

a. Pendekatan kuantitatif menyebabkan direkrutnya sebanyak mungkin wanita sebagai pengguna kontrasepsi, menjadi suatu pendekatan yang secara sengaja tidak diarahkan pada pemberdayaan dan pengembangan kesadaran masyarakat

b. Tidak adanya upaya untuk menyediakan pilihan kontrasepsi yang memadai, yang menyebabkan wanita mau tidak mau menggunakan kontrasepsi yang mungkin tidak sesuai dengan kondisinya dengan berbagai efek samping yang merugikan wanita

c. Tidak adanya upaya untuk memperhatikan dan menyediakan kualitas pelayanan yang baik, mulai dari tidak diberikannya informasi yang lengkap dan akurat tentang metode kontrasepsi sampai pada tidak adanya pelayanan bagi pengguna untuk menangani masalah yang timbul(dikutipdarihttp://lip4.bkkbn.go.Id/mod/forum/discuss.php?d=117

Untuk itulah perlu kebijakan kependudukan yang sungguh-sungguh bertujuan untuk tercapainya kondisi reproduksi sehat bagi pria dan wanita sebagai subjek. bukan kebijakan yang mengejar target kuantitatif untuk pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Upaya memberikan perhatian kepada masalah hak asasi

(25)

manusia termasuk pula didalamnya hak reproduksi wanita, sangat perlu mensosialisasikan pandangan social entitlement yaitu bahwa negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan dihapuskannya diskriminasi terhadap wanita.

1.5.3. Etnis Tionghoa

Gender merupakan seperangkat peran yang dikenakan pada jenis kelamin seseorang. Pada gender ini sangat dipengaruhi oleh tingkat sosial, usia serta latarbelakang budaya etnis (Yulia Cleves,1996 dalam 20/7/2011, pukul 09.30 WIB). Gender di lingkungan masyarakat Tionghoa secara umum terkait dengan konsep pemikiran mereka tentang alam semesta. Konsep alam dalam budaya Tionghoa adalah menyatunya unsur ‘Yang” dan “Yin”. “Yang” merupakan simbol dari kekuatan, keperkasaan, keaktifan, cahaya (siang), panas, matahari, arah selatan. Sedangkan Yin ini merupakan simbol dari segala hal yang bersifat pasif, dingin, gelap (malam), bulan, arah utara, yang semuanya merupakan sifat-sifat dasar wanita. Berdasarkan konsep “Yang” dan “Yin” ini, jelas tampak telah ada pemisahan sifat dan peran anatara sifat laki-laki dan wanita.

(26)

menteri dan rakyat, ayah dengan anak laki-laki, saudara laki-laki tertua dengan yang lebih muda, suami dengan istri dan teman dengan istri.

Dari ajaran Taoisme dan Confucianisme terlihat jelas bahwa kedudukan wanita Tionghoa mempunyai derajat yang sama dengan anggota keluarga yang lain. Namun yang mempengaruhi peran gender dalam masyarakat Tionghoa adalah bahwa dalam Confucianisme menganut sistem patrilineal. Kedudukan ayah dan anak laki-laki sangat penting dalam keluarga. Anak laki-laki-laki-laki tertua akan menggantikan keudukan ayahnya bila ayahnya meninggal (dikutip dari sumber http://staff.undip.ac.id/sastra/indrahti/2009/07/23/kehidupan/wanita/dilingkungan/mas yarakat/cina

Bila dasar-dasar hubungan-hubungan sosial seperti dalam ajaran Tao dan Confucius dijalankan, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, maka dapat dipastikan bahwa hubungan dengan masyarakat luas juga baik(

/ pada tanggal 20/7/2011 pukul 09.30 WIB).Dalam keluarga warisan hanya diberikan kepada anak laki-laki saja, dan anak laki-laki tertua yang mendapatkan warisan yang paling banyak.

(27)

Lambang penghormatan terhadap wanita Tionghoa dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa yaitu dilaksakannya pemujaan terhadap Dewi Kuan Yin yang menjadi lambang kasih sayang. Dari fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat Tionghoa, maka dapat dikatakan bahwa di satu sisi wanita tampak mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki tetapi di satu sisi lain sebagai pelengkap untuk bisa memperkuat kedudukan laki-laki melalui sistem kekerabatan patrilineal (dikutip dar

1.6. Definisi Konsep

1. Relasi Gender adalah hubungan interaksi suami dan istri dalam rumah tangga yang dipengaruhi oleh posisi tawar dan konstruksi sosial yang melekat pada diri mereka.

2. Hak Reproduksi yaitu:

a. Hak semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut;

b. Hak untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud; dan

(28)

3. KB (Keluarga Berencana) adalah progam pemerintah dalam masalah kependudukan melalui alat kontrasepsi pada suami atau istri dalam sebuah keluarga.

4. Etnis Tionghoa adalah sebutan untuk orang pribumi keturunan etnis Cina yang berada di Indonesia.

1.7. Defenisi Operasional

1. Variabel Bebas (Relasi Gender)

Pola relasi gender dalam keluarga etnis Tionghoa yang dipengaruhi oleh posisi tawar dan konstruksi sosial yang melekat pada diri mereka berdasarkan perbedaan gendernya.

2. Variabel terikat (Hak reproduksi)

Berdasarkan Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo (dikutip dari http://perempuan.or.id/berita/2011/01/14/mari/mengenal/hak/reproduksi/pe rempuan/

a. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi

pada tanggal 09/02/2011pukul 14:06WIB), pemerintah Indonesia telah menyetujui 12 hak reproduksi yang di dalamnya termasuk hak-hak reproduksi perempuan sebagai berikut :

1. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi

(29)

3. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan tentang bagaimana proses pemasangan atau penggunaan alat kontrasepsi

4. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan tentang efek samping dari alat kontrasepsi.

b. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi

1. Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan reproduksi (misalnya : Jamkersal atau Jaminan Kesehatan Persalinan )

2. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa adanya diskriminasi ras, status ekonomi maupun status pernikahan.

c. Hak untuk kebebasan berpikir tentang hak reproduksi

Hak untuk kebebasan berpikir dan berpendapat tentang kesehatan dan kehidupan reproduksinya tanpa ada paksaan dari siapa pun.

d. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran

1. Hak untuk menentukan jumlah anak

2. Hak untuk menentukan jarak kelahiran anak tanpa paksaan dari siapa pun.

e. Hak untuk hidup, yaitu hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan

Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik sehingga ia dapat mengambil keputusan secara cepat mengenai kelanjutan kehamilannya bila proses kelahirannya beresiko kematian atau terjadi komplikasi.

f. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupanreproduksi

(30)

2. Hak untuk bebas untuk mengupayakan kesehatan reproduksinya tanpa ada pengucilan dari siapa pun.

g. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk , termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual

Hak untuk dilindung dari ancaman dan bentuk – bentuk kekerasan yang dapat menimbulkan penderitaan secara fisik, seksual dan psikis yang dapat menimbulkan penderitaaan secara fisik, mental, dan reproduksinya.

h. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi

1. Hak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang alat kontrasepsi baru 2. Hak untuk mendapatkan kemudahan akses untuk mendapatkan alat

kontrasepsi baru.

i. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya

1. Hak untuk kerahasiaan akan kehidupan seksual 2. Hak untuk kerahasian masa menstruasi

3. Hak untuk kerahasiaan alat kontrasepsi yang digunakannya.

j. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

Hak untuk menentukan kapan, dimana, dengan siapa serta bagaimana ia akan membangun perkawinan dan keluarganya.

k. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi

(31)

l. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan

Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan -perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. Melalui dialektika, konstruksi sosial gender yang tersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif, maka kaum laki- laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi utuk menjadi ke sifat gender yang ditentukan masyarakat tersebut. Sebaliknya, karena kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh kepada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis selanjutnya (Fakih,2004).

(33)

kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusan domestik sering dianggap sebagai kodrat perempuan. Padahal kenyataanya, bahwa kaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan rumah tangga adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, sebenarnya pekerjaan mendidik anak dan pekerjaan domestik lainnya dapat dilakukan oleh kaum laki-laki (Fakih, 2004).

Untuk menganalisis permasalahan gender dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori sosial- konflik yang diidentikkan dengan teori Marx, karena begitu kuatnya pengaruh Marx di dalamnya. Marx yang kemudian dilengkapi oleh F. Engels, mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Hubungan laki-laki perempuan (suami-isteri) tidak ubahnya dengan hubungan ploretar dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras dan yang diperas. Dengan kata lain, ketimpangan peran gender dalam masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi karena konstruksi masyarakat. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh para pengikut Marx seperti F. Engels, R. Dahrendorf, dan Randall Collins.

(34)

sosial yang operatif. Keragaman biologis yang menciptakan peran gender dianggap konstruksi budaya, sosialisasi kapitalisme, atau patriarkat. Dalam rumah tangga, suami adalah pihak yang mendominasi. Suami merupakan pemimpin atas istri dan anak-anak, namun rupanya kekuasaan ini tidak selalu dimanfaatkan dengan benar. Demi mempertahankan kekuasaannya, suami dapat melakukanm intimidasi terhadap istri. Lewat konflik - konflik kecil suami dapat menjalankan aksi kekerasan terhadap istrinya hanya demi menunjukkan kepada istri bahwa sang suamilah yang berkuasa (dikutip dari http://sofyansjaf.ipb.ac.id/2010/06/09/memahami-akar-dan-ragam-teorikonflik pada tanggal 16/3/2011 pukul 09.58 WIB).

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori konflik digunakan untuk melihat bagaimana bentuk relasi kekuasaan antara suami dan istri Etnis Tionghoa dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan Etnis Tionghoa dalam ber-KB. Peran gender yang didasari oleh konstruksi sosial serta nilai dan norma ini sering kali menyebabkan perempuan kehilangan hak reproduksinya dalam ber-KB. Corak hubungan antara penguasa (laki-laki) dan yang dikuasai (perempuan) telah menyebabkan perempuan memiliki kesempatan terbatas dalam menentukan jumlah anak, jarak kelahiran anak, dan menolak pemakaian alat kontarsepsi yang tidak nyaman serta keterbatasan untuk mencapai kesehatan seksual dan reproduksi yang setinggi mungkin.

2.2. Hak Reproduksi Perempuan

(35)

Untuk pertama kalinya, perjanjian internasional mengenai kependudukan memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan sebagai tema sentral.

Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan, pelaksana-pelaksana program serta para advokator adalah mengajak pemerintah, lembaga donor dan kelompok-kelompok perempuan serta organisasi nonpemerintah lainnya untuk menjamin bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut di Kairo secara penuh dapat diterapkan di masing-masing negara.

Pada International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo 1994 tersebut, hak reproduksi dinyatakan sebagai berikut : “ Hak-hak reproduksi berlandaskan pada pengakuan terhadap hak asasi pasangan atau individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab menetapkan jumlah, jarak dan waktu kelahiran anaknya dan hak untuk memperoleh informasi serta cara untuk melakukan hal tersebut, dan hak untuk mencapai standard kesehatan reproduksi dan seksual yang setinggi mungkin” (Mohamad dalam Hidayana,2004). Namun, defenisi yang dikemukakan dalam konferensi Kairo itu masih sangat abstrak dan sulit untuk diterapkan. Oleh karena itu, menurut Correa dan Pettchesky , untuk menganalisa hak-hak reproduksi dan seksual seseorang, terutama kaum perempuan, ada 4 (empat) prisnsip etika yang harus diperhatikan yaitu :

a. Integritas Tubuh

(36)

seksualnya. Hal ini tidak berarti bahwa tubuh seseorang merupakan sesuatu yang terpisah dari jaringan sosial dan komunitasnya, tetapi tubuh diartikan sebagai bagian yang integral dari kehidupan seseorang di mana kesehatan adalah syarat utama untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial.

b. Personhood

Seseorang berhak untuk membuat keputusan sendiri tentang hal – hal yang menyangkut kesehatan reproduksi dan seksualitasnya. Penerapan program dan kebijakan yang menyangkut kesehatan reproduksi dan seksual, seperti KB, yang lebih banyak diperuntukkan bagi kaum perempuan, dalam prinsip ini harus memperlakukan perempuan sebagai subjek utama, bukan objek.

c. Kesetaraan

Prinsip kesetaraan menyangkut hak reproduksi dan seksual dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki (gender) maupun hubungan antar perempuan yang dipengaruhi oleh perbedaan kelas, usia, kebangsaan, atau etnis.

d. Pembedaan

(37)

hak tersebut mempunyai makna yang berbeda atau prioritas yang berbeda pada konteks sosial dan budaya yag berbeda. Maka program – program kesehatan reroduksi tidak bisa diterapkan secara sragam di semua tempat. Dengan kata lain, secara makro program – program kesehatan reproduksi harus bisa melihat dan mempertimbangkan kondisi perbedaan nilai, budaya dan agama dari suatu masyarakat. Sedangkan secara mikro harus bisa mempertimbangkan kondisi kesehatan, dalam hal ini perempuan, yang berbeda pada masing -masing individu (Correa dan Petchesky dalam Hidayana,2004).

Saat ini isu kedudukan dan posisi sosial dalam masyarakat masih menomorsatukan kepentingan dan persfektif pria. Keharusan untuk menggunakan kontrasepsi masih ditangan wanita, pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab pihak wanita. Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tidak kekerasan terhadap wanita.

(38)

2.3. Etnis Tionghoa

Gendermerupakan seperangkat peran yang dikenakan pada jenis kelamin seseorang. Pada gender ini sangat dipengaruhi oleh tingkat sosial, usia serta latarbelakang budaya etnis (Yulia Celes,1996 dalam 20/7/2011, pukul 09.30 WIB). Gender di lingkungan masyarakat Tionghoa secara umum terkait dengan konsep pemikiran mereka tentang alam semesta. Konsep alam dalam budaya Tionghoa adalah menyatunya unsur ‘Yang” dan “Yin”. “Yang” merupakan simbol dari kekuatan, keperkasaan, keaktifan, cahaya (siang), panas, matahari, arah selatan. Sedangkan Yin ini merupakan simbol dari segala hal yang bersifat pasif, dingin, gelap (malam), bulan, arah utara, yang semuanya merupakan sifat-sifat dasar wanita. Berdasarkan konsep “Yang” dan “Yin” ini, jelas tampak telah ada pemisahan sifat dan peran anatara sifat laki-laki dan wanita.

Pengaruh budaya dan tradisi yang hidup dalam masyarakat Tionghoa juga mempengaruhi peran gender mereka. Kepercayaan dan ajaran moral Taoisme dan Konfusianisme telah mengajarkan keharmonisan hubungan-hubungan antara anggota-anggota keluarga dan hubungan-hubungan dalam masyarakat. Taoisme mengajar hubungan-hubungan yang harminis antara orangtrua dan anak, suami dan istri, Raja dan rakyat, saudara yang lebih tua dan saudara yang lebih muda. Konfusianisme juga mengatur hubungan-hubungan sosial secara harminis, antara pemerintah dengan para menteri dan rakyat, ayah dengan anak laki-laki, saudara laki-laki tertua dengan yang lebih muda, suami dengan istri dan teman dengan istri.

(39)

dalam KonfuSianisme menganut sistem patrilineal. Kedudukan ayah dan anak laki-laki sangat penting dalam keluarga. Anak laki-laki-laki-laki tertua akan menggantikan keudukan ayahnya bila ayahnya meninggal (dikutip dari http://staff.undip.ac.id/sastra/indrahti/2009/07/23/kehidupan/wanita/dilingkungan/mas yarakat/cina

Bila dasar-dasar hubungan-hubungan sosial seperti dalam ajaran Tao dan Konfusius dijalankan, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, maka dapat dipastikan bahwa hubungan dengan masyarakat luas juga baik (

tanggal 20/7/2011, pukul 09.30 WIB ). Dalam keluarga warisan hanya diberikan kepada anak laki-laki saja, dan anak laki-laki tertua yang mendapatkan warisan yang paling banyak.

http://staff.undip.ac.id/sastra/indrahti/2009/07/23/kehidupan/wanita/dilingkungan/ma syarakat/cina

Lambang penghormatan terhadap wanita Tionghoa dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa yaitu dilaksakannya pemujaan terhadap Dewi Kuan Yin yang menjadi lambang kasih sayang. Dari fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat Tionghoa, maka dapat dikatakan bahwa di satu sisi wanita tampak mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki tetapi di satu sisi lain sebagai pelengkap untuk bisa memperkuat kedudukan laki-laki melalui sistem kekerabatan patrilineal.

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode ini bertujuan untuk meneliti sejauhmana variabel faktor yang satu berkaitan dengan variabel faktor yang lain. Metode kuantitatif digunakan juga untuk mengukur hubungan antara berbagai variabel, meramalkan variabel tidak bebas dari pengetahuan kita tentang variabel bebas serta memudahkan untuk membuat rancangan eksperimen (Rakhmat, 2004:31)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Morawa Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang teridri dari manusia, benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, atau peristiwa-peristiwa, sikap hidup dan sebagainya yang dapat menjadi sumber penelitian (Bungin, 2001:99).

(41)

3.3.2. Sampel

Sampel harus memenuhi unsur representatif atau mewakili dari seluruh sifat-sifat populasi. Sampel yang representatif bisa diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur dalam populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih sehingga dapat mewakili keadaan sebenarnya dalam keadaan populasi (Rakhmat, 2008:150).

Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang beretnis Tionghoa (homogen) dan tidak ada data kependudukan yang menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan etnisnya. Responden yang dimaksud adalah responden yang beretnis Tionghoa, sudah menikah, berada pada usia subur, dan merupakan akseptor KB.

Pemilihan responden dalam penelitian ini, diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap 176 keluarga Etnis Tionghoa, yang terdiri dari:

a. Responden perempuan sebanyak 88 orang b. Responden laki-laki sebanyak 88 orang

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

(42)

3.4.2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan adalah kegiatan dimana peneliti mengumpulkan data-data dari lapangamn yang meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian yakni melalui kuisioner. Kuisioner adalah alat pengumpulan data dalam bentuk sejumlah pertanyaan tertulis yang terdapat dalam satu kertas dan diisi oleh responden.

3.5. Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995:23). Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis, yaitu:

3.5.1. Analisis Tabel Tunggal

Analisis tabel tunggal merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagi variabel ke dalam kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dengan menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah frekuensi dan presentasi untuk setiap kategori.

3.5.2. Analisis Tabel Silang

(43)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Pra Proposal √

2. ACC Judul √

3. Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4. Seminar Proposal Penelitian √ 5. Revisi Proposal Penelitian √ 6. Penelitian Ke Lapangan √ √ 7. Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8. Bimbingan Skripsi √ √ √ 9. Penulisan Laporan Akhir √ √

10. Sidang Meja Hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian

Setiap penelitian sejatinya mengalami hambatan, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Demikian halnya dengan penelitian ini. Adapun keterbatasan yang penulis hadapi, antara lain ;

1. Faktor Internal

(44)

2. Faktor Eksternal

(45)

BAB IV

TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Deskripsi Lokasi

4.1.1 Sejarah Kelurahan tanjung Moraw Pekan

Dari data kelurahan sejarah pembentukan dan perkembangan wilayah Kecamatan Tanjung Morawa, sebelum Kemerdekaan RI Kecamatan Tanjung Morawa terdiri dari berbagai Kedaton yang langsung tunduk kepada Kesultanan Serdang berpusat di Simpang Tiga Perbaungan (Kecamatan Perbaungan) sekarang.Dalam hal ini asal usul nama Tanjung Morawa menurut beberapa versi antara lain berasal dari kata Belanda, yaitu Tanjung Morawa dimana mengingatkan penjajah Belanda pada leluhurnya di Eropa. Dalam versi lain kata Tanjung Morawa berasal dari bahasa Karo yaitu Tanjoung Merawa. Arti Merawa yaitu marah, perlawanan patriotik pejuang-pejuang bangsa, karena dimana revolusi fisik melawan penjajah Belanda. Tanjung Morawa merupakan daerah perjuangan Medan Area Selatan.Setelah Kemerdekaan RI maka Wilayah Kecamatan Tanjung Morawa terbentuk sebanyak 23 desa dan selanjutnya sekitar tahun 1979 salah satu desa yang ada di Kecamatan Tanjung Morawa ditunjuk sebagai kelurahan dan ditetapkan ibukota Kecamatan yaitu Tanjung Morawa Pekan.

4.1.2 Letak Geografis Lokasi Penelitian

(46)

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Beringin.

2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kota Medan.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam dan Kecamatan Pagar Merbau.

Secara kewilayahan Kecamatan Tanjung Morawa terdiri dari 25 (dua puluh lima) Desa dengan 184 Dusun dan 1 (satu) Kelurahan dengan 5 Lingkungan dengan Luas Wilayah Kecamatan Tanjung Morawa terdiri dari areal persawahan, perkebunan, pemukiman penduduk, industri dan peternakan dengan mata pencarian bertani, buruh, karyawan, pedagang dan Pegawai Negeri Sipil.

Adapun Desa-Desa/Kelurahan tersebut yaitu : 1. Bandar Labuhan

(47)

10.Lengau Seprang 11.Limau Manis 12.Naga Timbul 13.Medan Senembah 14.Perdamean 15.Punden Rejo 16.Tanjung Baru 17.Tanjung Mulia 18.Tanjung Morawa A 19.Tanjung Morawa B 20.Tanjung Morawa Pekan 21.Telaga Sari

22.Ujung Serdang 23.Wonosari 24.Penara 25.Aek Pancur 26.Sei Merah

4.1.3.Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Morawa pekan 4.1.3.1 Gambaran Penyebaran Agama

(48)

diskriminasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka hidup berdampingan dengan rukun.

4.1.3.2 Gambaran Mata Pencaharian

Dari data kelurahan, pada umumnya penduduk kelurahan Tanjung Morawa Pekan bekerja sebagai wiraswasta. Umumnya masyarakat membuka usaha jasa perdagangan seperti warung, kios atau toko. Sementara itu, penduduk lainnya bekerja sebagai pegawai pemerintahan, guru, pegawai swasta dan buruh pabrik.

4.1.3.3 Gambaran Lembaga Kemasyarakatan

Dari hasil observasi lapangan,lembaga kemasyarakatan di kelurahan Tanjung Morawa Pekan ini tidak berbeda dengan kelurahan lainnya, seperti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, Kelompok Dasa Wisma dan Kelompok PKK Kelurahan. Lembaga-lembaga tersebut biasanya mengadakan berbagai kegiatan seperti penerangan tentang kerukunan umat beragama, pembinaan remaja, sosialisasi pemberantasan narkoba, gotong royong kebersihan dan siskamling.

4.1.4 Sarana dan Prasarana 4.1.4.1 Saranan Pendidikan

(49)

4.1.4.2 Sarana Ibadah

Melalui data dari profil kelurahan sarana ibadah untuk masyarakat di kelurahan Tanjung Morawa Pekan yaitu masjid sebanyak 3 buah, mushola 3 buah, gereja 1 buah dan vihara 1 buah. Semua tempat ibadah tersebut dalam kondisi yang baik. Pada umat beragama Islam bentuk kegiatan keagamaannya seperti pengajian dan jumatan. Masyarakat yang beragama Kristen Protestan dan Katolik melaksanakan ibadah mingguan, sementara itu umat beragama Hindu melakukan ibadah di pura. Masyarakat beragama Budha biasanya juga melakukan ibadah di vihara.

4.1.4.3 Sarana Kesehatan

Dari data kelurahan,sarana kesehatan di kelurahan Tanjung Morawa Pekan yaitu apotek sebanyak 5 buah, rumah sakit umum sebanyak 1 buah, rumah sakit bersalin sebanyak 1 buah, poliklinik sebanyak 1 buah, posyandu sebanyak 4 buah dan puskesmas sebanyak 1 buah. Jumlah tenaga medis dan paramedis di kelurahan ini yaitu dokter umum sebanyak 4 orang, dokter gigi sebanyak 1 orang dan mantri kesehatan sebanyak 4 orang.

Pelayanan ibu hamil meliputi pemeriksaan ibu hamil di posyandu, puskesmas maupun rumah sakit, sementara itu pelayanan persalinan meliputi ibu melahirkan ditolong dokter dan bidan. Pelayanan untuk kesehatan bayi juga dilakukan melalui pelaksanaan imunisasi dan pengawasan status gizi bayi oleh puskesmas dan posyandu seperti menimbang balita dan pemberian makanan tambahan pada balita.

4.1.5 Gambaran Perempuan Etnis Tionghoa

(50)

bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tingkat pendidikan yang masih setaraf SMP dan SMA membuat mereka tidak mempunyai terlalu banyak pilihan untuk bekerja di luar rumah. Walaupun demikian, beberapa di antara perempuan etnis Tionghoa tersebut bekerja sebagai wiraswasta yang membuka usaha atau toko di lingkungan rumah mereka. Hal ini dikarenakan perempuan etnis Tionghoa juga berperan dalam perekonomian keluarga.

Para perempuan etnis Tionghoa yang bekerja sebagai ibu rumah tangga biasanya mempunyai aktivitas yang sama dengan ibu rumah tangga lainnya yaitu mengurus suami, anak dan keperluan rumah tangga lainnya. Mobilitas mereka cukup rendah, karena umumnya mereka berinteraksi hanya dengan kerabat dan teman yang tinggal di lingkungan tempat tinggal mereka. Selain itu, para ibu rumah tangga yang mempunyai suami seorang wiraswasta yang mempunyai usaha tertentu, maka mereka biasanya membantu membantu suami bekerja di toko.

Perempuan etnis Tionghoa yang bekerja di luar rumah sebagai pegawai swasta ternyata cukup kecil jumlahnya. Adapun perempuan etnis Tionghoa yang bekerja sebagai pegawai swasta, maka ia biasanya telah memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi. Sementara itu, perempuan etnis Tionghoa yang bekerja sebagai pegawai swasta namun hanya berpendidikan setaraf SMP dan SMA biasanya bekerja sebagai pegawai di supermarket ataupun toko-toko yang masih berada di sekitar Kelurahan Tanjung Morawa Pekan.

4.2. Profil Responden

(51)

responden perempuan sebanyak 88 orang dan respondne laki-laki sebanyak 88 orang . Responden merupakan masyarakat etnis Tionghoa, sudah menikah, berada pada usia subur dan merupakan akseptor KB.

4.2.1 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa membedakan suku, agama, ras, jenis kelamin serta status sosialnya. Tingkat pendidikan responden adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2.

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan

Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki – laki

F % F % F % 1. Tamat SD 10 5,7 6 3,4 16 9,1 2. Tamat SMP 9 5,1 3 1,7 12 6,8 3. Tamat SMA 58 33 63 35,8 121 68,8 4. Perguruan Tinggi 11 6,2 16 9,1 27 15,3 Total 88 50 88 50 176 100

Sumber

Secara umum responden yang menjadi objek penelitian pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 68,8% (121 orang). Hampir tidak terletak perbedaan antara responden laki-laki yaitu 35,8% (63 orang) dan responden perempuan sebanyak 33% (58 orang). Responden laki-laki dan perempuan yang terjaring juga ada yang sudah memiliki pendidikan di tingkat perguruan tinggi, yaitu perempuan sebanyak 6,2% (11 orang) dan laki-laki sebanyak 9,1% (16 orang). Hal ini menunjukkan perbedaaan pendidikan antara responden laki-laki dan perempuan tidak

(52)

terlalu jauh berbeda. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa relasi gender dari sudut pendidikan sudah cukup seimbang.

4.2.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang (dikutip dari http//:wikipedia.com pada tanggal 18 November 2011 pukul 07.28WIB). Sejalan dengan pengertian gender, maka setiap inidividu berhak untuk bekerja tanpa membedakan jenis kelaminnya. Streotip bahwa perempuan wajib bekerja sebagai ibu rumah tangga adalah hasil dari konstruksi sosial budaya patriarki.

Tabel 4.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan

Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki-laki

F % F % F % 1. Pegawai Swasta 1 0,6 5 2,8 6 3,4 2. Wiraswasta 48 27,2 83 47,2 131 74,4 3. Ibu Rumah Tangga 39 22,2 0 0 39 22,2 Total 88 50 88 50 176 100

Sumber

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum responden dalam penelitian ini bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 74,4% (131 orang), responden laki-laki sebanyak 47,2% (83 orang) dan perempuan 27,2% (48 orang). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa walaupun posisi laki-laki sebagai pencari nafkah

(53)

dalam keluarga tetap dilaksanakan, namun responden perempuan juga sudah memiliki kesempatan untuk bekerja sebagai wiraswasta.Responden yang terjaring juga ada yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 3,4% (6 orang), dalam hal ini responden perempuan sebanyak 0,6% (1 orang) dan laki-laki sebanyak 2,8% (5 orang). Hal ini menunjukkan mulai adanya pola relasi gender yang setara dalam bidang pekerjaan.

4.2.3 Komposisi Responden Berdasarkan Siapa Yang Memakai Alat Kontrasepsi

Pemakaian alat kontrasepsi bukan tanggung jawab perempuan saja. Laki-laki juga harus berperan dalam masalah reproduksi. Sedikitnya jumlah metode kontrasepsi untuk laki-laki menimbulkan kesan bahwa perempuan yang paling bertanggung jawab akan masalah kontrasepsi. Hal ini juga membuat laki-laki enggan untuk ikut serta dalam program KB dan program kesehatan reproduksi lainnya.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Siapa Yang Memakai Alat Kontrasepsi

No

Yang Memakai Alat

Kontrasepsi

Jenis Kelamin

Percent Perempuan Laki-laki

F % F % F % 1. Istri 85 48,3 79 44,9 164 93,2 2. Suami 3 1,7 9 5,1 12 6,8 Total 88 50 88 50 176 100

(54)

Kebijakan bahwa alat kontrasepsi juga harus diterapkan kepada pria ternyata belum berjalan dengan baik. Pada kenyataannnya hampir keseluruhan responden menjawab lebih memilih istri yang menggunakannya sebanyak 93,2% (164 orang) dengan responden perempuan 48,3% (85 orang) dan laki-laki 44,9% (79 orang). Hal ini menunjukkan bahwa pola relasi gender yang masih timpang antara suami dan istri dalam hal pemakaian alat kontrasepsi. Namun demikian, mulai ada pergeseran pola pikir dimana ada pula reponden yang menyatakan bahwa suami juga setuju memakai alat kontrasepsi 6,8% (12 orang) dengan jumlah responden perempuan 1,7% (3 orang) dan laki-laki 5,1% (9 orang).

4.2.4 Komposisi Berdasarkan Jumlah Anak

Dari hasil penyebaran angket terhadap 176 orang responden yang, maka berikut adalah hasil distribusi responden berdasarkan jumlah anak.

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

No. Jumlah Anak

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

F % F % F %

1. 1 Orang 23 13,1 19 10,8 42 23,9 2. 2 Orang 33 18,7 24 13,7 57 32,4 3. 3 Orang 15 8,5 31 17,6 46 26,1 4. Lebih 3 orang 17 9,7 14 7,9 31 17,6 Total 88 50 50 50 176 100

Sumber :

Dari tabel 4.5, para responden dalam penelitian ini yang memiliki 2 orang anak yaitu sebanyak 26,1% atau 46 orang responden. Sementara itu responden yang

(55)

memiliki 4 orang anak yaitu sebanyak 10,2% atau 18 orang responden. Dari data tabel 4.4 tersebut juga dapat dilihat bahwa responden yang memiliki 1 anak dan 2 anak (64,7%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki 3 anak dan 4 anak (35,2%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah banyak yang mengikuti program KB yang menyarankan 2 anak sudah cukup.

4.3 Pendapat Responden Berdasarkan Informasi Yang Diterima Mengenai Hak Reproduksi

4.3.1 Mendapatkan Informasi Mengenai Hak Reproduksi

Informasi mengenai hak reproduksi berperan penting bagi setiap individu sebagai dasar dalam mengambil keputusan untuk mencapai kesehatan reproduksi.

Tabel 4.6

Distribusi Responden BerdasarkanInformasi Mengenai HakReproduksi

No Informasi Mengenai HakReproduksi

Jenis Kelamin

Percent Perempuan Laki-laki

F % F % F % 1. Tidak Pernah 37 21 53 30,1 90 51,1 2. Pernah 51 29 35 19,9 86 48,9 Total 88 50 88 50 176 100

Sumber:

Dari hasil penelitian lapangan, pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebanyak 51,1% (90 orang) responden tidak pernah mendapatkan informasi mengenai apa yang dimaksud dengan hak reproduksi. Dari data tersebut terlihat bahwa responden laki-laki 30,1% (53 orang) lebih banyak jumlahnya yang tidak mendapatkan

(56)

informasi tentang hak reproduksi dibandingkan dengan responden perempuan sebanyak21% (37 orang).

Sementara itu, 48,9% (86 orang) responden dalam penelitian ini pernah mendapatkan informasi mengenai hak reproduksi, responden perempuan sebanyak 29% (51 orang) dan responden lak-laki 19,9% (35 orang). Dari data ini dapat dilihat bahwa ada pergeseran karena laki-laki mulai mulai mendapatkan informasi hak reproduksi. Dari sini dapat dilihat bahwa mulai ada pola relasi gender yang setara dalam hal mendapatkan informasi tentang hak reproduksi, walaupun keikutsertaan laki-laki belum terlalu besar jumlahnya.

4.3.2 Pengetahuan Mengenai Hak Reproduksi

Pengetahuan tentang hak reproduksi berguna sebagai dasar untuk mengambil keputusan mengenai kesehatan reproduksi.

Tabel 4.7

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Hak Reproduksi

No.

Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sebanyak 48,3% responden (85 orang) tidak mengetahui apa itu hak reproduksi. Perbedaan jumlah respoden perempuan 21% (37 orang) tidak terlalu jauh berbeda dengan jumlah responden laki-laki sebanyak

(57)

27,3% (48 orang).Sementara itu, sebanyak 51,7% ( 91orang) responden menjawab bahwa mereka mengetahui yang dimaksud dengan hak reproduksi yaituresponden perempuan 29% (51 orang) dan laki-laki 22,7% (40 orang). Maka dapat disimpulkan bahwa pola relasi gender yang setara mulai terlihat pada aspek pengetahuan tentang hak repoduksi.

4.3.3 Informasi Mengenai Berbagai Alat Kontrasepsi Untuk Laki-laki dan Perempuan

Informasi mengenai berbagai alat kontrasepsi berguna agar para akseptor KB mendapatkan informasi tentang alat kontrasepsi yang akan digunakan, untuk

dapat membuat keputusan atas kontrasepsi apa yang ingin mereka pakai. Tabel 4.8

Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Mengenai Berbagai Alat Kontrasepsi

No Alat

Kontrasepsi

Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki-laki

Ya % Tidak % % Ya % Tidak % % F %

1. Suntik KB 88 50 0 0 50 63 35,8 25 14,2 50 176 100 2. Spiral 83 47,1 5 2,9 50 59 33,5 29 16,5 50 176 100 3. Pil KB 88 50 0 0 50 72 40,9 16 9,1 50 176 100 4. Kondom 62 35,2 26 14,8 50 67 38,1 21 11,9 50 176 100 5. Vasektomi 37 21 51 29 50 52 29,5 36 20,5 50 176 100

Sumber

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden paling banyak mendapatkan informasi mengenai suntik KB sebanyak 50% (88 orang) responden perempuan dan 35,8% (63 orang) responden laki-laki. Sementara itu, rendahnya tingkat pengetahuan

(58)

respoden tentang vasektomi dapat dilihat dari jumlah responden perempuan 21% (37 orang) dan laki-laki 29,5% (52 orang). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang belum mengetahui tentang vasektomi untuk laki-laki, sehingga menimbulkan sikap permisif perempuan untuk menjadi objek pelaksanaan program KB.

4.3.4 Mendapatkan Informasi Mengenai Proses Pemasangan Alat Kontrasepsi

Informasi mengenai proses pemasangan alat kontrasepsi diperlukan karena setiap individu berhak untuk mengetahui bagaimana proses pemasangan berbagai alat kontrasepsi, agar mereka dapat menentukan pilihan dan juga dapat mengetahui metode dan letak benda asing yang dimasukkan ke dalam tubuh mereka.

Tabel 4.9

Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi Mengenai Proses Pemasangan Alat Kontrasepsi

Secara umum responden sudah mengetahui tentang proses pemasangan alat kontrasepsi 69,3% (122 orang). Hampir tidak terlalu berbeda antara perempuan 35,8% (63 orang) dan laki-laki 33,5% (59 orang). Hal ini menunjukkan bahwa sudah

(59)

mulai ada pergeseran ke arah relasi gender yang setara dengankeikutsertaan laki-laki dalam mendapatkan informasi mengenai pemasangan berbagai alat kontrasepsi.

4.3.5 Mendapatkan Informasi Mengenai Efek Samping dari Berbagai Alat Kontrasepsi

Informasi mengenai efek samping dari berbagai alat kontrasepsi merupakan hak dari setiap individu, khususnya akseptor KB. Hal ini dilakukan agar setiap individu dapat memilih alat kontrasepsi yang efek sampingnya minim pada tubuh mereka, sehingga dapat mencapai kesehatan reproduksi yang baik.

Tabel 4.10

Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi Mengenai Efek Samping dari Berbagai Alat Kontrasepsi

No.

Sumber: Data Penelitian Lapangan (Kuesioner) 2011

(60)

4.4. Pengalaman Responden Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi 4.4.1 Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Yang Baik Di

Pusat-Pusat Kesehatan

Mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik di pusat kesehatan merupakan hak bagi setiap individu. Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi, sarana dan prasarana pelayanan KB yang memadai, dan memberikan kebebasan dan informasi yang memadai dalam memilih kontrasepsi.

Tabel 4.11

Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Yang Baik Di Pusat – Pusat Kesehatan

No

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sebanyak 73,9% (130 orang) responden mengaku mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik di pusat – pusat kesehatan. Laki-laki dan perempuan yang mendapatkan pelayanan reproduksi yang sama di pusat- pusat kesehatan, dilihat dari perbedaan jumlah responden perempuan 35,8%(63 orang) dan responden laki-laki 38,1%(67 orang) yang tidak signifikan.

(61)

4.4.2 Mendapatkan Perlakuan Yang Adil (Suku, Agama, Ras, Sosial, Ekonomi, dan Status Perkawinan) Pada Pelayanan Kesehatan

Prinsip kesetaraan berlaku dalam hak reproduksi dan seksual, baik dalam hubungan antara perempuan dan laki – laki (gender) maupun antar individu yang dipengaruhi oleh perbedaan suku, agama, ras, sosial, ekonomi dan status perkawinan.

Tabel 4.12

Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Diskriminasi (SARA, Sosial, Ekonomi, dan Status Perkawinan) pada pelayanan kesehatan reproduksi

No. Diskriminasi Pada Layanan Reproduksi

Secara umum responden yang menjadi objek penelitian tidak mendapatkan diskriminasi pada pelayanan kesehatan resproduksi 86,9% (153 orang). Perbedaan tidak terlalu jauh antara responden perempuan 44,3% (78 orang) dan laki-laki sebanyak 42,6% (75 orang). Maka dapat disimpulkan bahwa pola relasi gender dalam pelayanan kesehatan reproduksi sudah cukup setara.

Data Penelitian Lapangan (Kuesioner) Juli 2011

4.4.3 Mendapatkan Kemudahan Akses Untuk Mendapatkan Alat Kontrasepsi Baru

(62)

memutuskan kontrasepsi yang paling tepat untuk dirinya. Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi yang tepat sesuai dengan kenyamanan para penggunanya (akseptor) merupakan slah satu upaya untuk mencapai kesehatan reproduksi yang setinggi mungkin.

Tabel 4.13

Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Kemudahan Akses Untuk Mendapatkan Alat Kontrasepsi Dengan Metode Baru

No.

Kemudahan Akses Untuk Mendapatkan AlatKontrasepsi Dengan

Metode Baru

Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki-laki

F % F % F % 1. Tidak 5 2,8 1 0,6 6 3,4 2. Ya 83 47,1 87 49,5 170 96,6 Total 88 50 88 50 176 100

Sumber :

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mulai ada kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden dalam penelitian ini mendapatkan kemudahan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi dengan metode yang baru 96,9% (170 orang). Hampir tidak terlalu berbeda antara responden perempuan 47,1% (83 orang) dan laki-laki 49,5% (87 orang). Maka dapat disimpulkan bahwa akses untuk mendapatkan kontrasepsi baru dilakukan dengan baik tanpa ada membedakan jenis kelamin.

(63)

4.4.4 Memberikan Pendapat Pada Tenaga Medis Bila Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat Kontrasepsi

Memberitahukan tenaga medis bila mengalami keluhan pada pemakaian alat kontrasepsi merupakan hal yang penting untuk mengetahui apakah alat kontrasepsi tersebut sudah terpasang dengan baik. Selain itu, keluhan pada pemakaian alat kontrasepsi dapat terjadi karena efek samping dari alat kontrasepsi tersebut, oleh karena itu akseptor perlu bertanya kepada tenaga medis mengenai hal tersebut.

Tabel 4.14

Distribusi Responden Berdasarkan Memberikan Pendapat Pada Tenaga Medis Bila Mengalami Keluhan Pada Pemakaian Alat Kontrasepsi

No

Pendapat Pada Tenaga Medis Bila Ada Keluhan Pada Alat

Kontrasepsi

Secara umum responden dalam penelitian ini memberikan pendapat ada tenaga medis bila ada keluhan pada pemakaian alat kontrasepsi 73,9% (130 orang). Hal ini ternyata tidak hanya dilakukan oleh responden perempuan 39,2 (69 orang) tapi juga dilakukan oleh laki-laki 34,7% (61 orang). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sudah tidak malu lagi untuk berkomunikasi tentang alat kontrasepsinya kepada tenaga medis.

(64)

4.5 Pendapat Responden Mengenai Penerapan Hak Reproduksi Di Dalam Keluarga

4.5.1 Menentukan Jumlah Anak dalam Keluarga

Prinsip kesetaraan tidak memihak pada perempuan maupun laki-laki saja. Dalam relasi gender perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama untuk memutuskan jumlah anak dalam keluarga. Idealnya penentuan jumlah anak dalam keluarga dilakukan melalui keputusan bersama.

Tabel 4.15

Distribusi Responden Berdasrkan Penentuan Jumlah Anak Dalam Keluarga

No. Penentuan Jumlah Anak

Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki-laki

F % F % F % 1. Keputusan bersama 59 33,5 72 40,9 131 74,4 2. Istri 2 1,1 4 2,3 6 3,4 3. Suami 27 15,4 12 6,8 39 22,2

Total 88 50 88 50 176 100,0

Sumber : Data Penelitian Lapangan (Kuesioner) Juli 2011

Gambar

Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4 Distribusi Responden Siapa Yang Memakai Alat Kontrasepsi
Tabel 4.5 Distribusi Responden  Berdasarkan Jumlah Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

karakteristik perempuan pada keluarga miskin yang mengikuti program pendidikan keaksaraan usaha mandiri dilihat dari aspek a.. tempat tinggal termasuk kategori permanen dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kedudukan buruh perempuan kerajinan tanduk kerbau dan sapi dalam keluarga adalah setara atau sama dengan laki-laki yang dapat dilihat

(3) Pemikiran bahwa perempuan adalah seorang ibu rumah tangga yang harus bisa melakukan pekerjaan kerumahtanggan dengan baik, dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya,