OLEH :
MURNIATY, S.SOS.
NIP : 19690410200112 2 001Pustakawan Muda
Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
PEMILIHAN UTUSAN INDONESIA UNTUK
CONSAL OUTSTANDING LIBRARIAN AWARD 2012
PERAN CONSAL DALAM MENGEMBANGKAN
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara i
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillan Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat RahmatNya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara” ini dengan baik. Makalah ini merupakan hasil karya tulis untuk melengkapi persyaratan mengikuti ‘Pemilihan Utusan Indonesia Untuk CONSAL Outstanding Librarian Award 2012’ yang di adakan oleh Perpustakaan Nasional RI Tahun 2011.
Semoga karya ilmiah yang Penulis tulis ini sesuai dengan harapan para Dewan Juri dan dapat memenuhi kriteria penilaian dengan baik. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, khususnya bagi penulis pribadi.
Medan, November 2011
Penulis,
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
1. Pendahuluan ... 1
2. Dari CONSAL I Sampai CONSAL XIV ... 2
3. Profesionalisme Pustakawan ... 5
4. Peran Organisasi Profesi Pustakawan dan Manfaatnya Bagi Pustakawan dan Masyarakat ... 7
5. Peran CONSAL Dalam Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara ... 9
6. Penutup ... 13
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 1
PERAN CONSAL DALAM MENGEMBANGKAN
PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DI ASIA TENGGARA
Oleh : Murniaty, S.Sos.
Pustakawan Muda Pada Perpustakaan USU
1. Pendahuluan
Indonesia akan menjadi tuan rumah Kongres Pustakawan se-Asia Tenggara ke 15
(CONSAL XV) yang akan diadakan di Denpasar, Bali pada tanggal 28 – 31 Mei 2012. Dalam
kongres tersebut akan berkumpul pustakawan se-Asia Tenggara untuk menginformasikan
berbagai hal terbaru di dunia perpustakaan dan kepustakawanan. Kegiatan ini dapat dijadikan
sebagai ajang promosi bidang perpustakaan di Indonesia sekaligus ajang promosi kesenian dan
budaya Indonesia.
Pertemuan para pustakawan biasanya luput dari perhatian masyarakat umumnya dan
media massa khususnya. Padahal peran pustakawan dan perpustakaan bagi masyarakat sangat
penting. Jika dibandingkan dengan profesi lain, seperti dokter misalnya, maka pertemuan Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) pasti akan banyak dipublikasikan oleh media massa.
CONSAL (Congress of Southeast Asian Librarians) merupakan kongres pustakawan
se-Asia Tenggara yang diadakan setiap 3 tahun sekali dan dilakukan secara bergilir di
masing-masing negara anggota, khususnya negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia,
Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar dan Brunei Darussalam.
Dalam setiap kongres yang di adakan di masing-masing negara anggota, biasanya yang menjadi
tuan rumah/panitia adalah Perpustakaan Nasional dan Ikatan/Asosiasi Profesi Pustakawan yang
ada di masing-masing negara anggota. Di Indonesia sendiri kegiatan ini ditangani oleh
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bersama dengan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI).
CONSAL sebagai ajang pertemuan para pustakawan di Asia Tenggara merupakan sarana
yang tepat untuk mengadakan tukar pengalaman dan tukar pikiran dalam mengembangkan
pengetahuan tentang perpustakaan dan profesi pustakawan serta mengantisipasi perkembangan
dunia perpustakaan dan kepustakawanan di masa depan. Selain kegunaannya bagi perkembangan
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 2 bertambah eratnya saling pengertian dan persahabatan serta kerjasama saling bermanfaat antara
bangsa-bangsa di kawasan Asian Tenggara.
Sejak di mulainya Kongres Pustakawan se-Asia Tenggara yang pertama di Singapura
pada tanggal 14 – 16 Agustus 1970 sampai dengan yang terakhir Kongres ke 14 yang diadakan
di Vietnam pada tanggal 19 – 22 April 2009, telah banyak masalah-masalah dan
gagasan-gagasan yang dibicarakan yang berkaitan dengan kemajuan dunia perpustakaan dan profesi
pustakawan di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara-negara anggota CONSAL. Tetapi
mungkin kita perlu mengkaji apakah setelah 14 kali CONSAL melakukan kongres banyak
manfaat yang telah didapat dari kegiatan kongres tersebut. Tentunya yang diharapkan oleh
semua negara peserta CONSAL, setelah kongres ada perubahan-perubahan yang dilakukan
dalam hal pengembangan dunia perpustakaan dan profesi kepustakawan di masing-masing
negara peserta.
Berdasar latar belakang di atas maka dalam tulisan ini penulis ingin mengetahui, setelah
pelaksanaan CONSAL XIV sejauhmana peran CONSAL dalam mengembangkan
profesionalisme pustakawan di Asia Tenggara.
2. Dari CONSAL I Sampai CONSAL XIV
Sesuai dengan jadwal kongres yang diadakan setiap 3 tahun sekali dan dilakukan secara
bergilir di masing-masing negara anggota, maka setiap negara anggota CONSAL, khususnya
negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja,
Vietnam, Laos, Myanmar dan Brunei Darussalam sudah pernah menjadi tempat penyelenggaraan
CONSAL.
Sejak di mulainya CONSAL yang pertama di Singapura pada tanggal 14 – 16 Agustus
1970 sampai dengan yang terakhir CONSAL XIV di Vietnam pada tanggal 19 – 22 April 2009,
maka negara-negara anggota CONSAL sudah 14 kali melakukan kongres. Selanjutnya pada
tanggal 28 – 31 Mei 2012 akan dilaksanakan CONSAL ke XV di Indonesia (Bali). Untuk lebih
jelasnya pelaksanaan CONSAL I sampai CONSAL XIV dengan masing-masing tema yang
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 3
• CONSAL I
Tema : Prospek Baru Untuk Kerjasama Asia Tenggara Lokasi : Singapura
Tanggal : 14-16 Agustus 1970
• CONSAL II
Tema : Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan
Lokasi : Manila, Filipina
Tanggal : 1-14 Desember 1973
• CONSAL III
Tema : Perpustakaan Terpadu dan Jasa Dokumentasi dalam Framework NATIS
Lokasi : Jakarta, Indonesia
Tanggal : 1-5 Desember 1975
• CONSAL IV
Tema : Kerjasama Regional Untuk Pengembangan Layanan Informasi Nasional
Lokasi : Bangkok, Thailand
Tanggal : 5-9 Juni 1978
• CONSAL V
Tema : Akses Informasi
Lokasi : Kuala Lumpur, Malaysia
Tanggal : 25-29 Mei 1981
• CONSAL VI
Tema : Perpustakaan dalam Revolusi Informasi
Lokasi : Singapura
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 4
• CONSAL VII
Tema : Perpustakaan untuk Pembangunan Desa di Asia Tenggara
Lokasi : Manila, Filipina
Tanggal : 12-21 Februari 1987
• CONSAL VIII
Tema : Tantangan Baru Layanan Perpustakaan di Dunia Berkembang
Lokasi : Jakarta, Indonesia
Tanggal : 11-14 Juni 1990
• CONSAL IX
Tema : Dimensi Masa Depan dan Pengembangan Perpustakaan
Lokasi : Bangkok, Thailand
Tanggal : 2-7 Mei 1993
• CONSAL X
Tema : Perpustakaan di Pengembangan Nasional
Lokasi : Kuala Lumpur, Malaysia
Tanggal : 21-25 Mei 1996
• CONSAL XI
Tema : Melangkah ke Dalam Milenium Baru: Tantangan Bagi Perpustakaan dan
Profesional Informasi
Lokasi : Suntec City, Singapura
Tanggal : 26-28 April 2000
• CONSAL XII
Tema : Pemberdayaan Informasi: Meningkatkan Pengetahuan
Lokasi : Utama Konferensi Hall, International Convention Centre, Bandar Sri Begawan,
Brunei Darussalam
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 5
• CONSAL XIII
Tema : CONSAL di Persimpangan: Tantangan Bagi Kerjasama Regional Yang Lebih Besar
Lokasi : The Edsa Shangri-La, Manila, Filipina
Tanggal : 25-30 Maret 2006
• CONSAL XIV
Tema : Menuju Perpustakaan Dinamis dan Layanan Informasi di Negara-negara Asia
Tenggara
Lokasi : Hanoi, Vietnam
Tanggal : 19-24 April 2009
(Sumber :
Bila dilihat dari tema-tema yang digaungkan pada setiap kongres sebenarnya telah
banyak masalah-masalah dan gagasan-gagasan yang dibicarakan yang berkaitan dengan
kemajuan dunia perpustakaan dan profesi pustakawan di kawasan Asia Tenggara, khususnya
negara-negara anggota CONSAL. Tetapi apakah setiap tema dan bahasan materi kongres
tersebut kemudian diimplementasikan oleh pustakawan di setiap perpustakaan dari
masing-masing negara anggota CONSAL, hal inilah yang masih harus diteliti lebih jauh lagi.
3. Profesionalisme Pustakawan
Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain
seperti profesi dokter, peneliti, guru, dosen, hakim, dan lain-lain. Profesi secara umum diartikan
sebagai pekerjaan. Menurut Sulistyo-Basuki (1991) ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti
(1) adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian, (2) terdapat pola pendidikan yang jelas, (3)
adanya kode etik profesi, (4) berorientasi pada jasa, (5) adanya tingkat kemandirian. Karena
pustakawan merupakan suatu profesi, maka untuk menjadi pustakawan seseorang harus tunduk
kepada ciri-ciri profesi tersebut.
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 6 keterampilan, dan perilaku dalam mengelola dan melaksanakan pekerjaan/tugas dalam bidang tertentu. Profesionalisme pustakawan tercermin pada kemampuan (pengetahuan, pengalaman, keterampilan) dalam mengelola dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan di bidang kepustakawanan serta kegiatan terkait lainnya secara mandiri. Kualitas hasil pekerjaan inilah yang akan menentukan profesionalisme mereka. Ini artinya bahwa di dalam melaksanakan tugas kepustakawanannya secara profesional maka seorang pustakawan harus memiliki sejumlah kompetensi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas/ pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan. Pustakawan profesional dituntut menguasai bidang ilmu kepustakawanan, memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan kepustakawanan, melaksanakan tugas/pekerjaannya dengan motivasi yang tinggi yang dilandasi oleh sikap dan kepribadian yang menarik, demi mencapai kepuasan pengguna”.
Lebih lanjut Saleh (2004) mengatakan: “apabila pustakawan Indonesia ingin bersaing di dalam memperebutkan pasar kerja baik di ASEAN maupun di dunia, mau tidak mau Indonesia harus membuat standar kompetensi bagi pustakawan. Standar kompetensi ini sebaiknya mengacu kepada standar kompetensi pustakawan yang berlaku di negara maju seperti Inggris dan Amerika. Standar tersebut kemudian dijadikan acuan dalam melakukan sertifikasi profesi”.
Jadi seorang pustakawaan yang memiliki sertifikat profesi sebagai pustakawan pelayanan
referensi/reference librarian misalnya, dia akan diakui sebagai reference librarian dimanapun ia
bekerja. Dengan demikian maka pasar kerja pustakawan Indonesia akan menjadi lebih luas.
Sebaliknya, standar kompetensi pustakawan ini akan menjadi filter untuk tenaga kerja yang akan
masuk ke Indonesia. Pustakawan dari negara lain tidak bisa sembarangan masuk dan bekerja di
perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 7
4. Peran Organisasi Profesi Pustakawan dan Manfaatnya Bagi Pustakawan dan
Masyarakat
Melihat begitu pentingnya kompetensi dan profesionalisme kepustakawanan, maka perlu
kiranya kita melihat bagaimana peran organisasi profesi pustakawan pada pustakawan itu sendiri
serta sejauhmana manfaatnya bagi masyarakat pada umumnya.
Di Indonesia organisasi kepustakawanan disebut dengan IPI (baca: I-Pe-I) (Ikatan
Pustakawan Indonesia). IPI sudah berdiri sejak tahun 1973 dan diakui keberadaannya oleh
pemerintah. Selain IPI pustakawan memiliki ISIPII (Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan
Informasi Indonesia), ATPUSI (Asosiasi T e n a g a Perpustakaan Seluruh Indonesia), apisi
(Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia), dan CONSAL ( Congress of Southeast Asian
Librarians) sebagai organisasi pustakawan pada tingkat regional serta IFLA (International
Federation of Library Association) pada tingkat internasional. Adapun peran dari organisasi
profesi pustakawan menurut Zen (2009) adalah:
1. Menjamin kompetensi profesional pustakawan.
2. Meningkatkan status profesi dengan menentukan persyaratan, standar, dan norma minimal pustakawan.
3. Meningkatkan mutu profesi melalui berbagai kegiatan dan aktifitas kepustakawanan.
4. Mengawasi kegiatan dan prilaku pustakawan dengan kode etik, tata tertib disertai dengan sanksi-sanksinya.
5. Memonitor peraturan perundang-undangan yang mempengaruhi perpustakaan dan layanan.
6. Menciptakan, memelihara dan mendorong manajemen layanan perpustakaan yang
memuaskan pemustaka.
7. Meningkatkan kajian dan penelitian bidang perpustakaan dan informasi.
8. Melakukan kerjasama dengan asosiasi sejenis dan badan-badan lain, nasional atau internasional
Sedangkan manfaat organisasi profesi pustakawan bagi masyarakat menurut Zen (2009)
antara lain:
1. Mendapatkan layanan bermutu.
2. Ikut memasyarakatkan perpustakaan.
3. Memberikan apresiasi terhadap pustakawan.
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 8 Melihat begitu besarnya peran organisasi pustakawan dalam dunia kepustakawanan di
Indonesia maka kita perlu mengkaji apakah IPI sebagai organisasi profesi pustakawan di
Indonesia sudah berperan seperti apa yang dikatakan oleh Zulfikar Zen tersebut bagi
perkembangan dunia kepustakawanan di Indonesia dan sudah memiliki banyak manfaat bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya?
Sebagai organisasi profesi pustakawan maka tentunya IPI diharapkan oleh para
pustakawan di Indonesia dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kompetensi
pustakawan yaitu kemampuan (pengetahuan, pengalaman, keterampilan) dalam mengelola dan
mengembangkan pelaksanaan pekerjaan di bidang kepustakawanan serta kegiatan terkait lainnya.
IPI juga harus dapat menunjukkan jalan bagi pengembangan karir pustakawan, baik di tingkat
nasional, regional, maupun internasional.Organisasi pustakawan ini juga yang menetapkan kode
etik profesi pustakawan dan melaksanakan sanksi atas pelanggaran etika pustakawan. Dalam
perkembangannya organisasi ini belumlah tampil sebagai organisasi profesi yang berwibawa. IPI
dirasakan oleh sebagian orang belum mandiri, keuangan IPI masih banyak tergantung pada
subsidi dan bantuan instansi di bidang perpustakaan di Indonesia (Perpustakaan Nasional RI) dan
Badan-badan lain, baik pemerintah maupun swasta. Di samping itu, keterlibatan para anggota IPI
belum dapat dilaksanakan secara optimal. Seharusnya pustakawan sebagai anggota IPI harus
benar-benar diberdayakan. Adapun upaya-upaya pemberdayaan anggota yang perlu dilakukan
adalah peningkatan kualitas anggota dengan jalan kaderisasi anggota, akreditasi menjadi
anggota, pelatihan, dan pendidikan dalam arti yang luas.
Pendidikan dalam pengertian ini bukan semata-mata pengajaran pada anggota, melainkan
lebih dari pada itu yaitu menumbuhkan kepercayaan diri anggota sesuai dengan perkembangan
zaman dan dapat menjawab tantangan zaman, terlebih untuk mampu bersaing dalam era
informasi dan globalisasi sekarang ini dan dalam skala yang lebih luas yaitu regional ataupun
internasional. Di samping itu IPI harus memberikan kenyakinan untuk membuka peluang agar
anggota dapat lebih berkarya dan berpartisipasi aktif dalam era sekarang ini, dengan segala
aktivitas, kreatifitas dan berbagai inovasi yang dapat diimplementasikan secara nyata.
Namun pantas juga dicatat dalam kurun waktu perkembangannya hingga saat ini IPI juga
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 9 maupun Cabang di beberapa provinsi Indonesia: (2). Membantu memperjuangkan profesi
pustakawan sebagai tenaga fungsional (3) Mempromosikan perpustakaan di kalangan
masyarakat dan pemerintahan, (4) Melakukan kerjasama dengan organisasi lain yang terkait
dengan profesi pustakawan dan kegiatan perpustakaan (5). Memberikan pembinaan terhadap
anggota dengan berbagai kegiatan ilmiah, (6). Memberikan pembinaan terhadap lembaga
pendidikan pustakawan, baik pendidikan formal, nonformal dan informal, (7) Membina
hubungan dengan IFLA, dan CONSAL, (8) Menyelenggarakan kongres 3 tahun sekali dan
terakhir adalah (9) usaha untuk membantu pemerintah khususnya para ahli di bidang ilmu
perpustakaan dalam melakukan sertifikasi pustakawan agar profesi pustakawan dapat diakui
sebagai tenaga yang profesional dalam menjalankan tugasnya.
Mencermati perubahan yang semakin besar, organisasi profesi pustakawan Indonesia
hendaknya berupaya melakukan berbagai perbaikan dan pengembangan layanan terbaiknya bagi
kepentingan masyarakat secara terencana dan berkesinambungan. Dengan demikian organisasi
profesi ini tidak akan kehilangan arah baik dalam rangka pengambilan keputusan, maupun dalam
rangka meningkatkan mutu organisasi profesi.
5. Peran CONSAL Dalam Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan Di Asia Tenggara
Peningkatan kualitas profesi pustakawan memang perlu mendapat dukungan banyak
pihak, terutama dari pemerintah dan masyarakat. Dukungan dapat diberikan tidak hanya dalam
bentuk perhatian dan dana, tetapi juga dukungan dalam berbagai bentuk kegiatan-kegiatan
kepustakawan, baik yang bersifat nasional, regional, maupun internasional. Salah satu bentuk
kegiatan pustakawan yang bersifat regional adalah CONSAL (Congress of Southeast Asian
Librarians). CONSAL mengadakan kongres setiap tiga tahun sekali secara bergiliran di
masing-masing negara anggota peserta CONSAL. Indonesia sudah pernah menjadi tuan rumah
penyelenggara, yakni CONSAL III pada bulan Desember 1975 di Jakarta dan CONSAL VIII
pada bulan Juni 1990. Acara tersebut dibuka oleh Presiden RI Soeharto. Untuk General Congress
CONSAL XV mendatang, juga akan diadakan di Indonesia, tepatnya di Denpasar Bali pada
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 10 Yudhoyono dan diperkirakan sekitar lima ratus sampai seribu orang pustakawan akan hadir di
sana pada acara puncaknya.
Kongres menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah: pertemuan besar para
wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan
mengenai pelbagai masalah.
CONSAL sebagai wadah pertemuan Pustakawan se-Asia Tenggara muncul karena
adanya kebutuhan bersama dari pustakawan-pustakawan di Asia Tenggara dalam hal perlunya
melakukan kerjasama regional di dalam mengembangkan dunia perpustakaan dan
kepustakawanan di antara negara-negara anggota. Dalam kongres ini masing-masing negara
peserta mengirimkan delegasinya, biasanya adalah Kepala Perpustakaan, Ikatan atau Asosiasi
Pustakawan dan wakil pustakawan dari berbagai jenis perpustakaan, untuk mendiskusikan dan
mengambil keputusan mengenai berbagai masalah kepustakawanan yang ada sesuai dengan tema
dari kongres pada saat itu.
Sebagai kongres yang berskala regional, selama ini relatif masih belum terlihat peran
CONSAL secara maksimal, misalnya dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas
kepustakawanan di Asia Tenggara. Terlebih lagi peran CONSAL pada masyarakat di Asia
Tenggara pada umumnya khususnya di Indonesia. Beberapa hal yang dapat dijadikan catatan
bahwa CONSAL belum berperan secara maksimal dalam meningkatkan profesionalisme
pustakawan di Asia Tenggara misalnya:
1. CONSAL sebagai kegiatan pertemuan akbar pustakawan se-Asia Tenggara belum tersentuh
oleh pustakawan-pustakawan di lapisan bawah. Selama ini CONSAL lebih banyak dihadiri
oleh kaum elite pustakawan, yang notabene adalah para pejabat-pejabat pustakawan ataupun
kepala-kepala perpustakaan yang terkadang bukan pustakawan. Akibatnya seringkali kegiatan
kongres yang diadakan setiap 3 tahun sekali banyak tidak diketahui oleh
pustakawan-pustakawan di lapisan bawah. Demikian juga dengan hasil-hasil keputusan dari forum
CONSAL juga seringkali tidak diketahui oleh para pustakawan di lapisan bawah. Seharusnya
CONSAL dapat menjadi jembatan perantara dalam meningkatkan hubungan dan komunikasi
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 11 2. Sebagai perhimpunan pustakawan di Asia Tenggara, CONSAL seharusnya dapat menjadi
motivator bagi para pustakawan di Asia Tenggara untuk sama-sama maju, berkembang, dan
bekerjasama saling menguntungkan satu sama lain, karena masing-masing negara anggota
CONSAL sama-sama memiliki ragam budaya yang sangat unik yang perlu diketahui oleh
negara-negara lain.
3. CONSAL juga perlu mendukung terbentuknya kerjasama dalam bidang pengembangan
pelayanan perpustakaan, misalnya dengan membentuk jaringan kerjasama yang berbasis
teknologi informasi karena sekarang ini infrastruktur yang ada di perpustakaan sudah sangat
mendukung, misalnya jaringan internet yang sudah semakin murah dan mendunia. Juga perlu
diprakarsai pembuatan “Katalog Induk” untuk negara-negara di kawasan ASEAN.
4. “Standarisasi Perpustakaan untuk Kawasan ASEAN” juga belum ada. Seharusnya ada upaya
bagi negara-negara anggota CONSAL untuk membuat standar- standar tertentu, sehingga
setiap negara memiliki target dan berusaha untuk mencapai standar-standar tersebut. Misalnya
di tahun 2020 perpustakaan-perpustakaan di Asia Tenggara sudah memiliki “Pangkalan Data
Bersama”.
5. CONSAL juga perlu memprakarsai penerbitan “Jurnal CONSAL” sebagai sarana komunikasi
di antara pustakawan-pustakawan di Asia Tenggara. Bagaimana mungkin setiap anggota dari
masing-masing negara mempunyai ‘rasa memiliki CONSAL’ bila sarana komunikasi antar
anggota seperti jurnal saja tidak ada. Seperti kita ketahui jurnal juga dapat berfungsi sebagai
media komunikasi di antara para peneliti. Jika CONSAL memiliki jurnal, maka hasil-hasil
penelitian bidang perpustakaan dan kepustakawanan akan dapat diterbitkan dan diketahui
serta dibaca oleh seluruh pustakawan dari masing-masing negara peserta dan juga
negara-negara lainnya.
6. Delegasi CONSAL pada tingkat ‘nasional’ harus memiliki website tersendiri, sehingga
pustakawan di Indonesia dapat menyalurkan ide-idenya yang pada akhirnya semua ide dan
gagasan-gagasan baru tersebut dapat dibicarakan sebagai isu nasional yang akan dibawa ke
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 12 berinteraksi secara nasional tetapi berskala regional (ASEAN). Hasil-hasil keputusan dari
pertemuan kongres tersebut dapat di publikasikan di website CONSAL sehingga dapat
diketahui oleh seluruh pustakawan dari negara-negara peserta.
7. CONSAL juga diharapkan dapat menjembatani “Pertukaran Tenaga Pustakawan” antar
negara-negara anggota, mencontoh ide “Pertukaran Pelajar” seperti yang selama ini sudah
sering dilakukan. Hal ini akan dapat memotivasi hubungan baik di antara pustakawan,
mendekatkan hubungan di antara mereka dan menimbulkan perasaan “senasib” sebagai
pustakawan. Juga dapat dijadikan sebagai sarana berbagi informasi, pengetahuan,
keterampilan dan menambah pengalaman yang berbeda mengenai bidang kerja
kepustakawanan.
8. CONSAL juga seharusnya dapat memberikan informasi tentang “Job & Career” bagi
pustakawan-pustakawan yang ingin berkiprah secara regional/internasional. Sebagai contoh:
sebagai Pustakawan Muda saya tentunya memiliki harapan-harapan untuk dapat berkarir
sebagai pustakawan profesional di Asia Tenggara, misalnya Malaysia. Ada baiknya jika
CONSAL dapat membantu merealisasikan hal-hal seperti ini.
Berdasarkan beberapa catatan tersebut, kita dapat melihat bahwa masih banyak
masalah-masalah penting yang harus diperhatikan, ditangani dan diselesaikan oleh CONSAL. Beberapa
masalah bahkan sangat urgen untuk segera direalisasikan, seperti misalnya penerbitan jurnal
CONSAL sebagai media komunikasi bagi setiap pustakawan di Asia Tenggara dan sebagai
media publikasi terhadap berbagai bentuk tulisan dan hasil-hasil penelitian para pustakawan.
Karena media komunikasi seperti website CONSAL yang selama ini sudah ada, penulis menilai
masih belum diberdayakan secara maksimal. Masih banyak informasi-informasi penting yang
belum dimuat di website CONSAL, misalnya tentang hasil-hasil keputusan penting yang harus
dilakukan oleh setiap pustakawan di setiap negara peserta. Dengan adanya media komunikasi
seperti jurnal maka keberadaan CONSAL akan lebih memasyarakat di kalangan pustakawan di
Asia Tenggara, bukan hanya sekedar dikenal ketika kongres akbar akan berlangsung.
Namun tidak dipungkiri bahwa CONSAL juga sudah memiliki beberapa prestasi,
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 13 mampu untuk terus eksis hingga saat ini. CONSAL juga telah berhasil menyelenggarakan
kongres I sampai ke XIV. CONSAL juga turut memberi sumbangan kepada bertambah eratnya
saling pengertian dan persahabatan serta kerjasama saling bermanfaat dalam dunia perpustakaan
dan kepustakawanan antara bangsa-bangsa di kawasan Asian Tenggara.
6. Penutup
Di tahun 2012, Perpustakaan Nasional RI bersama Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI)
dipercaya menjadi tuan rumah Kongres Pustakawan se-Asia Tenggara (CONSAL) di Kuta, Bali.
Kesempatan ini hendaknya dapat dijadikan sarana oleh IPI untuk dapat lebih berperan secara
maksimal dalam memajukan dunia perpustakaan dan profesi pustakawan di Indonesia karena IPI
sebagai jembatan komunikasi para pustakawan dalam setiap pertemuan CONSAL.
Melalui organisasi IPI diharapkan para pustakawan dapat mereformasi diri demi
pengembangan kualitas perpustakaan. Profesionalisme para pustakawan turut mendukung
kualitas suatu perpustakaan. Jika aneka aspek di atas teraktualisasi secara baik maka visi dan
misi perpustakaan yakni wadah penyedia informasi demi kecerdasan masyarakat pun dapat
mencapai hasilnya. Pustakawan yang bekerja secara profesional juga dapat mengembangkan
karir pustakawannya ke tingkat regional/internasional.
CONSAL sebagai wadah pertemuan Pustakawan se-Asia Tenggara muncul karena
adanya kebutuhan bersama dari pustakawan-pustakawan di Asia Tenggara dalam hal perlunya
melakukan kerjasama regional di dalam mengembangkan dunia perpustakaan dan
kepustakawanan di antara negara-negara anggota. Namun sebagai kongres yang berskala
regional, selama ini relatif masih belum terlihat peran CONSAL secara maksimal, misalnya
dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas kepustakawanan di Asia Tenggara. Terlebih
lagi peran CONSAL pada masyarakat di Asia Tenggara pada umumnya khususnya di Indonesia.
Hendaknya setiap tema yang diusung dalam setiap kongres CONSAL juga hasil-hasil keputusan
kongres dapat diaplikasikan secara nyata di setiap jenis perpustakaan. Jadi bukan hanya sekedar
Murniaty: Peran CONSAL Dalam Mengembangkan Profesionalisme Pustakawan di Asia Tenggara 14 Perpustakaan Nasional RI dan Ikatan Pustakawan Indonesia sebagai delegasi utama
(Executive Board) pada setiap penyelenggaraan CONSAL hendaknya mampu menyampaikan
berbagai aspirasi para pustakawan di Indonesia dalam setiap pertemuan CONSAL. Dengan
demikian CONSAL secara nyata akan dapat berperan secara maksimal dalam mengembangkan
profesionalisme pustakawan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.
Referensi :
1. Congrees of Southeast Asian Librarians. 2011. About CONSAL: Conferences.
Sumber :
2. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
3. Masruroh, Dkk. 2007. Organisasi Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia. Makalah. D3
Perpustakaan Dan Informasi Islam, Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
4. Saleh, Abdul Rahman. 2004. Manfaat Standar Kompetensi dan Etika profesi Dalam
Peningkatan Profesionalisme Pustakawan.
Sumber :
5. Soeharto. 1990. Sambutan Presiden Pada Upacara Pembukaan Kongres Pustakawan Asia
Tenggara Ke-8 Pada Tanggal 11 Juni 1990 Di Istana Negara.
Sumber :
6. Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
7. Zen, Zulfikar. 2009. Pentingnya Asosiasi Profesional.