• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Posisi Lidah dengan Usia, Jenis Kelamin dan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Posisi Lidah dengan Usia, Jenis Kelamin dan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POSISI LIDAH DENGAN USIA, JENIS KELAMIN DAN LAMA EDENTULUS PADA

PASIEN EDENTULUS PENUH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

MARIA LISNA RAWATY. S NIM : 110600035

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

Tahun 2015

Maria Lisna Rawaty. S

Hubungan Posisi Lidah dengan Usia, Jenis Kelamin dan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh

xiii + 50 halaman

Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi di dalam mulut yang memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita. Perawatan terhadap edentulus penuh ini tentunya sangat diperlukan karena mempengaruhi kualitas hidup penderita yaitu dengan menggunakan gigitiruan penuh. Diagnosis dan rencana perawatan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan perawatan. Dalam menentukan diagnosis dilakukan pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif, salah satu pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan terhadap posisi lidah. Posisi lidah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap retensi dan stabilisasi gigitiruan penuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan posisi lidah dengan usia, jenis kelamin dan lama edentulus pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional melalui metoda pemeriksaan dan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014. Pemilihan sampel menggunakan teknik penarikan sampel non

probability secara purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 33 orang pasien

(3)
(4)

HUBUNGAN POSISI LIDAH DENGAN USIA, JENIS KELAMIN DAN LAMA EDENTULUS PADA

PASIEN EDENTULUS PENUH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

MARIA LISNA RAWATY. S NIM : 110600035

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Juli 2015

Pembimbing: Tanda tangan

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 Juli 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Ariyani, drg., MDSc

ANGGOTA : 1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) 2. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Posisi Lidah dengan Usia, Jenis Kelamin dan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Sahala Sirait dan Ibunda Amoima Simorangkir yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, nasehat, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara penulis yaitu Erizon Douglas Sirait, Thiolin Novita Simatupang, Dona Risnotio Sirait, Theresia Faulina Sirait, Roy Hotdi Parningotan Sirait dan Tiarma Riska Ulina Sirait yang selalu memberikan dukungan dan dorongan semangat kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, saran, nasehat, dorongan, serta meluangkan waktu, tenaga, pemikiran dan kesabaran kepada penulis selama penelitian dan penulisan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes, Sp.Pros(K) selaku Koordinator Skripsi Departemen Prostodonsia.

5. Ariyani, drg., MDSc selaku ketua tim penguji skripsi, Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS dan Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros selaku anggota penguji, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.

8. Direktur RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Lisnawati, Margareth, Restu, Ribka, Septika, Yessy, Yuki, dan juga teman-teman angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan, perhatian, dukungan, dan dorongan semangat yang diberikan dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman kelompok Christabel penulis, Kakak Ruth, Lisnawati, Yohana dan Tiwi atas segala dukungan doa, perhatian dan bantuan yang diberikan dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

11. Adik- adik kelompok Priskilla Dominique penulis, Kurnia, Meylia dan Ruth atas segala dukungan, perhatian dan dorongan semangat kepada penulis.

(10)

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dan masyarakat.

Medan, 28 Juli 2015 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edentulus Penuh ... ... 7

2.1.1 Dampak Edentulus Penuh... ... 7

2.1.2 Kualitas Hidup Penderita Edentulus Penuh... ... 8

2.2 Pemeriksaan Pasien ... 8

2.2.1 Pemeriksaan Subjektif ... 8

2.2.2 Pemeriksaan Objektif... 9

2.2.2.1 Pemeriksaan Ekstra Oral ... 9

2.2.2.1.1 Wajah ... 9

2.2.2.1.2 Tonus Otot ... 10

(12)

2.2.2.1.4 Sendi Temporo Mandibula ... 10

2.2.2.1.5 Neuromuskular ... 11

2.2.2.2 Pemeriksaan Intra Oral ... 11

2.2.2.2.1 Mukosa ... 11

2.2.2.2.2 Linggir Alveolus ... 12

2.2.2.2.3 Saliva ... 12

2.2.2.2.4 Lidah ... 12

2.2.2.2.4.1 Ukuran Lidah ... 13

2.2.2.2.4.2 Posisi Lidah ... 13

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Posisi Lidah ... ... 15

2.3.1 Usia ... 15

2.3.2 Jenis Kelamin... 16

2.3.3 Lama Edentulus ... 16

2.4 Gigitiruan Penuh ... 17

2.4.1 Definisi ... 17

2.4.2 Indikasi ... 17

2.4.3 Kontraindikasi... 17

2.4.4 Fungsi... ... 18

2.4.5 Retensi dan Stabilisasi ... 18

2.4.5.1 Definisi ... ... 18

2.4.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Retensi dan Stabilisasi ... 19

2.5 Peran Posisi Lidah Terhadap Gigitiruan Penuh ... 22

2.6 Landasan Teori ... 24

2.7 Kerangka Konsep ... 25

2.8 Hipotesis Penelitian ... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Populasi Penelitian ... 27

3.3 Sampel Penelitian ... 27

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 27

3.3.2 Kriteria Eksklusi... 28

3.4 Variabel Penelitian ... 28

3.4.1 Variabel Bebas ... 28

3.4.2 Variabel Terikat ... 28

3.4.3 Variabel Terkendali ... 28

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali ... 28

3.5 Definisi Operasional... 28

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.7 Prosedur Penelitian... 30

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 30

3.7.1.1 Alat Penelitian ... 30

(13)

3.7.2 Informed Consent ... 31

3.7.3 Cara Penelitian ... 31

3.8 Analisis Data ... 32

3.9 Kerangka Operasional ... 33

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014... .. 34

4.2 Posisi Lidah pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014... 35

4.3 Hubungan Posisi Lidah dengan Usia pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 36

4.4 Hubungan Posisi Lidah dengan Jenis Kelamin pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 37

4.5 Hubungan Posisi Lidah dengan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Rancangan Penelitian dan Karakteristik Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 39

5.2 Posisi Lidah pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 40

5.3 Hubungan Posisi Lidah dengan Usia pada Pasien yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 41

5.4 Hubungan Posisi Lidah dengan Jenis Kelamin pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 42

5.5 Hubungan Posisi Lidah dengan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014 ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 45

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Definisi operasional variabel bebas ... 28 2 Definisi operasional variabel terikat ... 29 3 Definisi operasional variabel terkendali ... 30 4 Persentase distribusi karakteristik pasien edentulus penuh yang dirawat

di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014 ... 34

5 Persentase distribusi posisi lidah pasien edentulus penuh yang dirawat

di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014 ... 36

6 Hubungan posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang

dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014 ... 36

7 Hubungan posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

tahun 2014 ... 37

8 Hubungan posisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Posisi lidah ... 14 2 Posisi lidah pada edentulus penuh ... 15 3 Posisi tulang hyoid... 16 4 Penyusunan gigi posterior pada neutral zone mencegah aksi dari

gaya tidak stabil yang dihasilkan otot terhadap gigitiruan... 21

5 Foto posisi lidah pasien edentulus penuh Klinik Prostodonsia

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Ethical Clearance

2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

3 Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) 4 Kuesioner penelitian

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut.1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita.2 Menurut World Health

Organization (WHO) Global Oral Data Bank, prevalensi edentulus penuh pada usia

lebih dari 65 tahun yaitu 58% di Kanada, 41% di Finlandia dan 46% di Inggris.3Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey yang dilaksanakan dari tahun 1999-2004, edentulus penuh pada usia 20-64 tahun sebesar 3,75% dengan persentase pada perempuan sebesar 3,79% dan laki-laki sebesar 3,72%.4 Menurut laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 Provinsi Sumatera Utara, edentulus penuh ditemukan sebesar 0,7%, persentase paling tinggi didapati pada penduduk berusia 65 tahun keatas yakni 10,5%.5 Edentulus penuh di Indonesia berdasarkan RISKESDAS mengalami penurunan dari 2,1% di tahun 2007 menjadi 0,6% di tahun 2013.6 Namun perawatan terhadap edentulus penuh ini tentunya sangat diperlukan karena mempengaruhi kualitas hidup penderita. Salah satunya yaitu dengan menggunakan gigitiruan penuh. Kebanyakan orang yang edentulus penuh pada usia tua menggunakan gigitiruan penuh pada satu atau kedua rahang.7 Pada tahun 2008 sebesar 12,68% populasi lansia di Taiwan (2,74 juta jiwa) mengalami edentulus dan 11,9% dari populasi lansia tersebut menggunakan gigitiruan penuh.2

(19)

pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.8 Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan wajah, tonus otot, bibir, sendi temporo mandibula (STM)dan neuromuskular sedangkan pada pemeriksaan intraoral meliputi mukosa, saliva, linggir alveolus dan lidah.8-10

Lidah merupakan organ otot yang kaya akan suplai saraf pada dasar mulut dan memiliki peranan yang penting terhadap keberhasilan pembuatan gigitiruan penuh.11 Secara fungsional lidah juga memberi pengaruh pada pengunyahan dan bicara pada pengguna gigitiruan penuh. Chen dkk (2012) dalam penelitiannya mengenai dukungan lidah terhadap gigitiruan penuh pada lansia menyatakan bahwa salah satu organ neuromuskular yang memberikan kontribusi yang penting terhadap retensi dan stabilisasi gigitiruan penuh adalah lidah.12 Bhupinder dkk (2012) menyatakan bahwa lidah sangat berhubungan dengan retensi dan stabilisasi gigitiruan penuh.11 Chen dkk (2012) yang mengutip dari Anastassia dkk (2002) menyatakan resorpsi tulang alveolar yang progresif menyebabkan gigitiruan penuh yang longgar sehingga dibutuhkan kontrol lidah untuk menambah retensi gigitiruan penuh rahang atas.2

Pada lidah dilakukan pemeriksaan ukuran dan posisinya. Jika pasien telah lama dalam keadaan edentulus penuh atau menggunakan gigitiruan penuh dalam jangka waktu yang lama ataupun menggunakan gigitiruan penuh rahang atas yang berlawanan dengan gigi asli anterior rahang bawah maka ukuran lidah akan membesar.13 Ukuran lidah yang membesar akan menciptakan masalah pada pencetakan dan juga berkontribusi terhadap ketidakstabilan gigitiruan penuh, sementara pada lidah yang berukuran kecil akan memudahkan pencetakan namun membahayakan lingual seal.13

(20)

gigitiruan penuh pada pasien yang dilatih untuk mempertahankan posisi lidah yang benar.15

Wright Corwin (2004) menyatakan bahwa setiap orang memiliki posisi lidah yang normal pada saat dilahirkan, kemudian beberapa mengalami perubahan posisi lidah menjadi posisi yang retracted.16 Perkembangan perubahan posisi lidah ini berjalan seiring waktu dalam responnya terhadap perubahan anatomi dan atau fungsi dari mulut.17 Ketika gigi geligi asli masih ada maka posisi retractedpada lidah memberikan sedikit efek pada fungsi rongga mulut yang umum namun jika seseorang sedang dalam usaha untuk mencapai kesempurnaan dalam beberapa fungsi yang spesifik atau dalam keadaan edentulus penuh maka posisi lidah ini akan memberikan pengaruh yang berarti.16

Wright mengklasifikasikan posisi lidah menjadi tiga kelas yakni kelas I, kelas II, dan kelas III.9,11,13 Posisi lidah kelas I yang merupakan posisi lidah yang normal memberikan prognosis yang menguntungkan pada gigitiruan penuh jika dibandingkan kelas II dan kelas III. Posisi lidah kelas II tidak memberikan prognosis yang baik disebabkan lidah mendatar dan melebar walaupun ujungnya dalam kondisi yang normal sedangkan pada kelas III disebabkan posisi lidah yang abnormal yakni posisi yang retracted.11,13,18

Pasien dengan posisi lidah yang normal adalah pasien yang dapat mengatur kondisi yang kondusif terhadap gigitiruan penuh rahang bawah.16 Posisi retracted merupakan faktor diagnosis yang penting untuk dipertimbangkan dihubungkan dengan border seal, retensi dan stabilisasi dalam pembuatan gigitiruan penuh.14 Sementara itu menurut Sreedhar Reddy dkk (2011) posisi lidah yang retracted menyebabkan gigitiruan penuh akan tidak stabil, tidak memiliki retensi dan akan mudah lepas, pasien juga akan mengeluhkan gigitiruannya longgar dan terangkat.18 Gosavi dkk (2013) menyatakan bahwa kehilangan retensi menyebabkan ketidakpuasan pasien terhadap fungsinya seperti melemahkan kemampuan pasien untuk mengunyah.3

(21)

dkk (2005) terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan posisi lidah pada edentulus penuh yaitu usia, jenis kelamin dan lama edentulus.17 Pertambahan usia akan mengacu pada perubahan anatomi oral yang berakibat pada perubahan posisi lidah.17 Saito (2012) menyatakan bahwa perubahan posisi lidah menjadi retracted banyak ditemukan pada pasien usia tua.19 Selain usia faktor lain yang mengacu pada perubahan anatomi oral adalah jenis kelamin yang juga mempengaruhi perubahan posisi lidah.17 Kotsiomiti dkk (2000) mendapatkan persentase yang tinggi posisi lidah yang retracted pada responden yang edentulus penuh dalam periode waktu yang lama hal ini disebabkan perubahan fungsional sistem stomatognasi akibat edentulus tersebut.14

1.2Permasalahan

(22)

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas didapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014?

2. Bagaimana persentase distribusi posisi lidah pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014?

3. Apakah ada hubungan antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014?

4. Apakah adahubungan antara posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014?

5. Apakah ada hubungan antaraposisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Karakteristik pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

2. Distribusi posisi lidah pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

3. Hubungan antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang dirawat diKlinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

4. Hubungan posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

(23)

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan khususnya bagi Departemen Prostodonsia FKG USU mengenai posisi lidah pada pasien edentulus penuh.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Memperoleh data mengenai posisi lidah pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU.

2. Referensi bagi klinisi sehingga dapat memperbaiki masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan posisi lidah yang merugikan.

3. Memberikan gambaran peran posisi lidah terhadap prognosis perawatan atau pemakaian gigitiruan penuh, terutama yang berkaitan pada retensi dan stabilisasi gigitiruan penuh rahang bawah.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edentulus Penuh

Edentulus penuh merupakan kondisi kesehatan gigi yang biasa terjadi pada usia lanjut, walaupun banyak survey yang menyatakan bahwa prevalensi kejadian ini mengalami penurunan.20,21 Di Amerika terjadi penurunan edentulus penuh sebesar 10% setiap dekade dalam 30 tahun terakhir namun diperkirakan akan terdapat kenaikan kejadian edentulus penuh karena kedepannya diduga jumlah lansia juga bertambah.21 Perawatan terhadap edentulus penuh ini tidak dapat diabaikan karena berdampak pada kemampuan pengunyahan, estetik dan fungsi fungsional mulut lainnya.21

2.1.1 Dampak Edentulus Penuh

Edentulus penuh memberikan dampak sebagai berikut: a. Dampak Fisik

Jumlah gigi telah dipilih sebagai kunci dalam menentukan fungsi mulut dan status kesehatan mulut.7Beberapa penelitian menunjukkan bahwa indikator yang penting untuk efisiensi pengunyahan adalah jumlah gigi.7Riadiani dkk (2014) menyatakan bahwa penurunan kemampuan pengunyahan paling signifikan terdapat pada populasi lansia dengan keadaan edentulus penuh.22

b. Dampak Mental

Kehilangan tulang merupakan proses yang terjadi terus menerus karena edentulus.7Pada edentulus penuh ditemukan efek yang signifikan pada resorpsi tulang alveolar, yang mengacu pada pengurangan tinggi tulang alveolar dan ukuran dari

(25)

seseorang.7,23Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap mental penderita edentulus penuh.

2.1.2 Kualitas Hidup Penderita Edentulus Penuh

Secara umum kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individual terhadap posisinya dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai tempat yang ia tinggali dan relasinya terhadap tujuan, harapan dan perhatiannya.7Edentulus penuh kemungkinan akan mengacu pada perubahan yang lebih buruk pada semua aspek hidup.7Gigi memiliki peranan penting dalam tampilan wajah, bicara dan kemampuan makan. Keadaan edentulus penuh tidak hanya mempengaruhi fungsi oral tapi juga kehidupan sosial seperti penderita edentulus penuh akan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas sosial karena malu untuk berbicara, tersenyum atau makan di depan banyak orang.7

2.2 Pemeriksaan Pasien

Diagnosis dan rencana perawatan merupakan parameter yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan pasien. Diagnosis dan rencana perawatan yang inadekuat merupakan penyebab utama dalam kegagalan perawatan gigitiruan penuh. Salah satu faktor yang harus dievaluasi untuk sampai pada diagnosis dan rencana perawatan yang tepat adalah pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif.9

2.2.1 Pemeriksaan Subjektif

Dalam pemeriksaan subjektif beberapa hal yang dievaluasi adalah: 1. Usia

Usia adalah umur seseorang yang penentunya dihitung menurut ulang tahun terakhir. Usia pasien penting diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pemilihan dan penyusunan gigi serta memprediksi prognosis perawatan.10 Kondisi jaringan pada pasien dengan usia tua kurang resilien serta keadaan mukosa dan submukosa yang tipis.10 Selain itu terdapat beberapa penyakit yang terbatas pada usia tertentu.9,10

(26)

Jenis kelamin pasien penting diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pemilihan dan penyusunan gigi selain itu dalam perawatan yang akan diterima, pasien laki-laki umumnya lebih mementingkan kenyamanan sedangkan perempuan lebih mementingkan aspek estetis.9,10 Perempuan pada tahap menopause lebih sulit untuk dirawat karena masalah psikologis, mulut kering, sensasi rasa terbakar dalam mulut dan kondisi lain yang dipengaruhi oleh masa menopause.10 Selain itu terdapat beberapa penyakit pada jenis kelamin tertentu yang dapat memberi pengaruh pada perawatan gigitiruan penuh seperti hemofilia, osteomalasia dan anemia defisiensi besi.9,10

3. Lama edentulus

Lama edentulus adalah data mengenai durasi antara pencabutan gigi terakhir sampai dilakukannya perawatan pada pasien. Data ini akan memberikan informasi mengenai bentuk resorpsi tulang alveolar.9

2.2.2 Pemeriksaan Objektif 2.2.2.1 Pemeriksaan Ekstra Oral 2.2.2.1.1 Wajah

Penampilan wajah dapat memberikan petunjuk berharga mengenai dimensi vertikal oklusal dari gigitiruan yang ada.24 Beberapa hal yang diperiksa dari wajah meliputi:

1. Ciri-ciri wajah berdasarkan ciri perioral seperti dukungan bibir yang terlihat, philtrum, lipatan nasolabial, sulkus mentolabial atau lekukan labiomental, komisura labial, tebal vermillion border, ukuran mulut saat terbuka, tekstur kulit, kesimetrian wajah apakah simetris bilateral atau tidak serta warna kulit.9-10,25

2. Bentuk wajah yang berguna untuk memilih gigi. House dan Loop, Williams mengklasifikasikan wajah manusia berdasarkan tiga tipe yaitu square,

(27)

3. Profil wajah yang dicatat berdasarkan klasifikasi Angle yaitu straight

profile, prognathic profile dan retrognathic profile. Pemeriksaan ini berguna karena

dapat menentukan relasi rahang dan oklusi.9

2.2.2.1.2 Tonus Otot

Pemeriksaan ini dilakukan karena memberikan efek kepada stabilitas gigitiruan penuh. House membagi atas tiga yaitu tegangan normal, fungsi otot yang normal namun terdapat sedikit penurunan ketegangan otot dan penurunan fungsi sertatonus otot.9 Pada mulut dalam kondisi normal dengan jumlah gigi geligi asli yang lengkap maka kelompok otot elevator, depresor, protuder, retraktor dan serat-serat otot seimbang satu dengan yang lain serta didapati presisi yang baik pada gravitasi dan kontrol pergerakan rahang bawah.26

2.2.2.1.3 Bibir

Restorasi dari dukungan bibir dan lebar vermillion border harus dipertimbangkan pada saat penyusunan gigi anterior.8,10 Beberapa hal yang diperiksa dari bibir adalah8-10:

1. Ketebalan bibir yang dibedakan atas tiga yaitu tebal, sedang dan tipis.

2. Panjang bibir diperiksa karena berperan dalam faktor estetik dan diklasifikasikan atas tiga yaitu panjang, sedang (normal) dan pendek.

3. Dukungan bibir yang dibedakan atas dukungan adekuat dan tidak ada dukungan.

2.2.2.1.4 Sendi Temporo Mandibula

(28)

Pemeriksaan ini dapat dilihat dari letak kondilus yang normal. Dalam posisi oklusi sentrik aspek anterosuperior dari kepala kondilus akan berartikulasi melewati perantara meniskus dengan bagian dari fossa dibentuk oleh tulang squamus temporal.26 Ketika mulut terbuka kemudian bergerak protrusi dan lateral maka kondilus akan bergerak ke bawah articular eminence.26

2.2.2.1.5 Neuromuskular

Pasien diobservasi mulai dari waktu masuk klinik. Gaya berjalan pasien, koordinasi pergerakan, bagaimana kenyamanan pasien bergerak dan kestabilannya adalah poin yang penting untuk dipertimbangkan.9 Koordinasi neuromuskular dapat diklasifikasikan atas tiga kelas yaitu kelas I (baik sekali), kelas II (sedang) dan kelas III (buruk).9

2.2.2.2 Pemeriksaan Intra Oral

Kualitas dan kontur permukaan dari jaringan keras dan jaringan lunak merupakan bagian dalam mulut yang harus diperiksa secara visual dengan hati-hati. Pencahayaan yang adekuat dari segi kualitas dan kuantitas merupakan faktor yang penting untuk menghasilkan observasi visual yang benar.21,27

2.2.2.2.1 Mukosa

Terdapat beberapa hal penting yang perlu dicatat dari mukosa yaitu: 1. Warna mukosa

Warna membran mukosa yang normal adalah merah muda.9-10Jika terdapat variasi warna lain hal ini perlu untuk dilakukan pemeriksaan. Variasi yang umumnya ditemui adalah peningkatan warna merah yang berkaitan dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh iritasi baik iritasi mekanik, kimia maupun bakteri.26

2. Kondisi mukosa

Diklasifikasikan berdasarkan House yaitu kelas Imenunjukkan kondisi yang baik, kelas II yang menunjukkan adanya iritasi dan kelas III terdapat keadaan patologi.8-10

(29)

Kualitas mukoperiosteum mungkin berbeda-beda pada tiap bagian dari lengkung rahang.9Mukosa dengan ketebalan sedang disertai dengan resilien yang sama akan memberikan prognosis yang baik.10 Ketebalan mukosa diklasifikasikan berdasarkan House yaitu kelas I untuk normal/sama, kelas II untuk dua kali ukuran normal dan kelas III untuk ketebalan yang berlebih.9,10

2.2.2.2.2 Linggir Alveolus

Kontur linggir dapat diklasifikasikan atas linggir yang tinggi, linggir yang rendah dan linggir seperti mata pisau.9 Bentuk linggir ada 3 macam yaitu28:

1. Bentuk “U”, bila permukaan labial/bukal sejajar permukaan lingual/palatal. 2. Bentuk “V”, berpuncak sempit, kadang-kadang sempit seperti pisau.

3. Bentuk “jamur”/”bulbous”, bentuknya membesar atau melebar di puncaknya. Bentuk jamur berleher dan menimbulkan gerong.

2.2.2.2.3 Saliva

Kualitas dan kuantitas saliva merupakan faktor yang penting sekali terhadap kemampuan pasien untuk menoleransi gigitiruan penuh karena baik aliran maupun kekentalan saliva sangat berpengaruh terhadap keberhasilan gigitiruan penuh.27

Kondisi saliva dibedakan atas8:

1. Kelas I : Jumlah dan konsistensi saliva normal.

2. Kelas II : Terdapat banyaknya jumlah saliva yang encer. Saliva yang terlalu banyak kemungkinan menyebabkan penyumbatan dan pada umumnya meyulitkan pembuatan cetakan.

3. Kelas III : Jumlah saliva yang sedikit mengurangi kualitas retensi dari gigitiruan penuh dan dapat menyebabkan kekeringan pada mukosa.

2.2.2.2.4 Lidah

(30)

lidah juga berguna untuk mengontrol makanan selama pengunyahan dan penelanan.30 Lidah dengan bantuan bibir, gigi dan palatum juga berperan dalam mengontrol dan mengatur getaran aliran udara dari laring untuk pembentukan suara dalam artikulasi berbicara.26

2.2.2.2.4.1 Ukuran Lidah

Ukuran lidah merupakan hal yang penting untuk diperiksa karena sangat berpengaruh terhadap prosedur pembuatan gigitiruan penuh. Pada lidah dengan ukuran yang besar akan menyulitkan prosedur pencetakan, penyusunan gigi dan berkontribusi terhadap ketidakstabilan gigitiruan penuh.13,29 Sementara itu ukuran lidah yang kecil akan memudahkan proses pencetakan namun akan membahayakan

lingual seal.12 Ukuran lidah diklasifikasikan berdasarkan House yaitu8,9:

1. Kelas I : Ukuran, perkembangan, dan fungsinya normal. Terdapat gigi yang cukup untuk mempertahankan bentuk dan fungsi yang normal.

2. Kelas II : Gigi geligi telah hilang dalam waktu yang cukup lama dan memberikan perubahan bentuk dan fungsi lidah.

3. Kelas III : Lidah dengan ukuran yang terlalu besar, hal ini disebabkanedentulus penuh dalam waktu yang lama.

2.2.2.2.4.2 Posisi Lidah

Posisi lidah didefenisikan sebagai posisi lidah secara fisiologi dalam kondisi istirahat dengan bibir terpisah dan dalam beberapa kasus rahang bawah sedikit terbuka dari posisi istirahatnya.17 Posisi lidah sangat dipengaruhi oleh keadaan dasar mulut karena dasar mulut dibentuk oleh dorsum lidah pada bagian posterior dan ujung lidah ditambah mukosa yang menutupi ruang kosong di bawah anterior lidah pada bagian anteriornya.29

Posisi lidah menurut klasifikasi Wright dibedakan dalam tiga kelas yaitu (Gambar 1) 9,11,13:

(31)

b. Kelas II : Lidah mendatar dan melebar tetapi ujungnya dalam posisi yang normal.

c. Kelas III : Lidah dalam kondisi retracted dan terdepresi ke dalam dasar mulut dengan ujungnya melengkung ke atas, ke bawah atau terasimilasi ke badan lidah.

Posisi lidah sangat dipengaruhi oleh jumlah gigi di dalam mulut. Kotsiomiti dkk (2000) menyatakan bahwa posisi lidah kelas III atau posisi lidah retractedpaling banyak ditemui pada penderita edentulus penuh.14 Saito (2012) menyatakan bahwa rongga orofaringeal membesar pada pasien edentulus penuh dan posisi lidah yang

retracted merupakan upaya untuk menutup bagian faringeal tersebut.19

A B C

Gambar 1. Posisi lidah A. Kelas I B. Kelas II C. Kelas III9

Posisi lidah kelas I disebut juga dengan posisi lidah normal dengan ditemukan karakteristik sebagai berikut (Gambar 2)14,16:

a. Lidah secara sempurna memenuhi dasar mulut.

b. Pinggir lateral lidah terletak melewati linggiryang mana secara normal menunjukkan permukaan oklusal dari gigi geligi.

c. Ujung dari apeks lidah terletak pada bagian linggir lingual anterior rahang bawah.

Sementara itu posisi lidah dikatakan tidak normal atau lidah yang retracted (kelas III) bila (Gambar 2)14,16:

a. Lidah tertarik ke belakang mulut dan dasar mulut terlihat.

b. Pinggir lateral terletak di dalam atau pada bagian linggir posterior.

(32)
[image:32.612.114.515.86.241.2]

A B

Gambar 2. Posisi lidah pada edentulus penuh A. Kelas I/normal B. Kelas III/ lidah yang retracted14,16

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Posisi Lidah 2.3.1 Usia

Usia dapat mempengaruhi perubahan posisi lidah. Setiap orang memiliki posisi lidah yang normal namun berubah seiring pertambahan usia.16 Kotsiomiti dkk (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan perubahan posisi lidah disebabkan respon terhadap perubahan anatomi dan fungsional mulut seperti pergerakan inferior tulang hyoid.14 Tulang hyoid adalah tulang yang berbentuk seperti tapal kuda yang terletak dalam garis tengah anterior leher antara dagu dan kartilage tiroid (Gambar 3).31 Tulang ini memiliki perlekatan dengan dasar mulut dan lidah diatas, laring dibawah dan epiglotis dan faring dibelakang.31 Tulang ini berfungsi memberikan gerak yang lebih luas pada lidah, faring dan laring.31

(33)
[image:33.612.114.492.85.275.2]

A B

Gambar 3. Posisi tulang hyoid A. Pandangan lateral B. Pandangan anterior 34,35

2.3.2 Jenis Kelamin

Kotsiomiti dkk (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan posisi lidah.17 Hal ini disebabkan perubahan anatomis dan fungsional dari rongga mulut tidak hanya dipengaruhi oleh usia namun juga jenis kelamin.17 Suryandari (2007) menyatakan bahwa posisi lidah dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tulang alveolar. Tinggi rendahnya tulang alveolar dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar dan salah satu faktor yang mempengaruhi proses resorpsi tulang alveolar ini adalah jenis kelamin.32

2.3.3 Lama Edentulus

Kotsiomiti dkk (2000) melakukan penelitian posisi lidah terhadap subyek edentulus penuh yang dibagi atas dua grup yaitu subyek yang edentulus penuh dalam waktu yang lama (> 3 tahun - 30 tahun) dan subyek edentulus penuh yang baru (<1 tahun).14 Hasil penelitiannya menunjukan posisi lidah kelas III atau posisi lidah

retracted sebesar 87% pada pasien yang edentulus penuh dalam waktu yang lama.14

(34)

2.4 Gigitiruan Penuh 2.4.1 Definisi

Gigitiruan penuh adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi geligi normal pada lengkung rahang serta struktur yang berhubungan dengan rahang atas dan rahang bawah.1,9,21 Batas-batas kemampuan gigitiruan penuh dalam merestorasi jaringan yang hilang dan menopang sepenuhnya bibir dan pipi, membantu penampilan tua prematur pada pasien yang edentulus penuh.24 Selain itu gigitiruan penuh juga membantu mengendalikan dan mengunyah bolus makanan tetapi efesiensi pengunyahannya tentu lebih rendah dari gigi geligi asli.24

Adapun keuntungan gigitiruan penuh jika dibandingkan dengan perawatan edentulus lainnya, yaitu21:

1. Digunakan secara universal 2. Tidak mahal

3. Pilihan pendahuluan bagi pengguna awal gigitiruan

2.4.2 Indikasi

Indikasi dari pemakaian gigitiruan penuh adalah36: 1. Pasien dengan edentulus penuh

2. Pasien yang masih memiliki beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan yang tidak mungkin diperbaiki dan apabila dibuatkan gigitiruan sebagian lepasan, gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilan gigitiruan.

3. Keadaan umum dan kondisi rongga mulut pasien baik.

4. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang diperoleh dari pasien.

2.4.3 Kontraindikasi

Beberapa kontraindikasi pemakaian gigitiruan penuh adalah21:

1. Kondisi morfologi yang parah pada area pendukung gigitiruan yang secara signifikan mengurangi retensi gigitiruan penuh.

(35)

3. Toleransi jaringan mukosa yang buruk.

4. Kebiasaan parafungsional yang mengacu pada rasa sakit rekuren dan ketidakstabilan gigitiruan penuh.

5. Harapan yang tidak realistis terhadap fungsi gigitiruan penuh. 6. Ketidakmampuan psikologi untuk menggunakan gigitiruan penuh.

2.4.4 Fungsi

Beberapa fungsi gigitiruan penuh adalah9: a. Estetis

Gigitiruan penuh dapat memperbaiki kehilangan kontur fasial dan dimensi vertikal.

b. Mastikasi

Gigitiruan penuh dapat memperbaiki fungsi pengunyahan dan harus memiliki keseimbangan oklusi yang baik untuk meningkatkan stabilitas gigitiruan penuh.

c. Fonetik

Gigitiruan penuh dapat memperbaiki fungsi bicara penderita.

2.4.5 Retensi dan Stabilisasi

Bagi pasien edentulus penuh, kesuksesan perawatan gigitiruan penuh dipengaruhi oleh fenomena biomekanikal terhadap dukungan, stabilitas dan retensi.37 Masalah utama dalam konstruksi gigitiruan penuh adalah berkurangnya tulang alveolar rahang bawah yang mengakibatkan kurangnya retensi dan stabilisasi.38

2.4.5.1Definisi

(36)

gaya yang sama dengan gigitiruan penuh rahang atas, namun area sealtidak langsung siap untuk ditempati dan juga memiliki pergerakan yang cukup besar selama dilakukannya fungsi umum dari mulut.16

Stabilitas adalah ketahanan gigitiruan terhadap perubahan yang disebabkan oleh kekuatan ketika gigitiruan berfungsi.39-41 Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk bertahan terhadap gaya horizontal.9,30 Stabilitas akan semakin besar ketika kekuatan untuk menjaga gigitiruan tetap pada tempatnya lebih besar daripada kekuatan untuk melepaskannya.41 Kurangnya stabilitas digambarkan pasien dengan gigitiruan penuh yang terasa longgar.41

2.4.5.2Faktor yang Mempengaruhi Retensi dan Stabilisasi

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap retensi gigitiruan penuh adalah: 1. Faktor anatomi, yang meliputi9,18:

a. Ukuran denture bearing area b. Kualitas denture bearing area 2. Faktor fisiologis

Viskositas saliva menentukan retensi gigitiruan penuh. Saliva yang kental yang terakumulasi diantara permukaan jaringan gigitiruan penuh dan palatum menyebabkan kehilangan retensi. Sementara saliva yang encer akan mempengaruhi retensi gigitiruan penuh.9,40

3. Faktor fisis, yang meliputi: a. Adhesi

Adhesi merupakan daya tarik fisik pada molekul yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.9,40 Pada gigitiruan penuh didapati antara saliva dengan permukaan gigitiruan penuh dan mukosa.

b. Kohesi

Kohesi adalah daya tarik fisik pada molekul yang sama antara satu dengan lainnya.9,40 Gaya kohesif ini terdapat pada lapisan tipis saliva, dimana viskositas saliva memainkan peranan penting terhadap kohesi tersebut.

(37)

Tegangan permukaan interfasial merupakan daya tahan terhadap pemisahan yang dipengaruhi oleh lapisan cairan antara dua permukaan yang beradaptasi dengan baik.9

d. Daya tarik kapiler

Daya tarik kapiler adalah gaya yang dihasilkan dari tekanan permukaan yang dapat menyebabkan naik turunnya permukaan cairan saat berkontak dengan benda padat.9

e. Tekanan atmosfer

Tekanan atmosfer berperan dalam melawan gaya yang melepas gigitiruan penuh jika memiliki seal yang efektif disekeliling batas gigitiruan penuh. Retensi oleh tekanan atmosfer secara langsung sebanding dengan area yang ditutupi oleh basis gigitiruan penuh.21

4. Faktor mekanis, yang meliputi9,18: a. Undercut /gerong

b. Pegas retentif c. Gaya magnetik d. Gigitiruan adesif

e. Suction chambers dan suction disc

5. Faktor otot

Faktor otot dapat digunakan untuk meningkatkan retensi pada gigitiruan penuh. Otot buksinator, orbikularis oris, otot instrinsik dan ekstrinsik dari lidah merupakan otot yang dimanfaatkan dokter gigi untuk mencapai tujuan ini dengan bantuan teknik mencetak.21Terdapat keseimbangan antara aksi gaya dari otot-otot bukal dan lidah yang disebut dengan neutral zone.9 Neutral zone merupakan ruangan

antara lidah, bibir dan pipi dalam rahang yang edentulus.30,38 Beresin dan Schisser menganjurkan agar gigitiruan penuh sebaiknya disusun dalam neutral zone untuk mencapai retensi yang baik (Gambar 4).9,42 Dengan memanfaatkan konsep neutral

zone, daya melepaskan dari otot akan dengan mudah menjadi gaya retensi pada

(38)
[image:38.612.182.461.352.499.2]

yang menyentuh permukaan lingual dari gigi merupakan aksi lidah untuk menetralkan tekanan yang berasal dari pipi maupun bibir.43 Lidah memiliki beberapa bentuk dan posisi selama berbicara, mengunyah serta menelan dan seluruh fungsi ini konstan terhadap kontak dengan permukaan lingual gigi, prosesus alveolar dan palatum.44 Oleh karena kontak inilah lidah menjadi faktor yang dominan dalam menetapkan neutral zone.44 Lidah yang berkontak dengan sayap lingual anterior pada gigitiruan penuh rahang bawah merupakan hal yang sangat penting terhadap retensi gigitiruan penuh.2 Selain itu ketika posisi lidah rendah dihubungkan dengan puncak linggir rahang bawah atau posisi yang retracteddihubungkan dengan linggiranterior maka retensi dari gigitiruan penuh rahang bawah akan buruk.29Ukuran dan posisi gigi geligi gigitiruan penuh serta kontur permukaan poles memberikan pengaruh terhadap stabilitas gigitiruan penuh rahang bawah apabila dihadapkan pada gaya tidak stabil yang dihasilkan lidah, bibir dan pipi.45

Gambar 4. Penyusunan gigi posterior pada neutral zone mencegah aksi dari gaya tidak stabil yang dihasilkan otot terhadap gigitiruan.9

Faktor yang berpengaruh terhadap stabilisasi gigitiruan penuh adalah19:

1. Hubungan dari permukaan eksternal dan batas luar gigitiruan terhadap otot orofasial sekitar.

(39)

2.5 Peran Posisi Lidah Terhadap Gigitiruan Penuh

Posisi dan koordinasi lidah merupakan hal yang signifikan dalam fungsi gigitiruan penuh terutama gigitiruan penuh rahang bawah.21,25 Oleh karena itu lidah memiliki peran yang penting dalam menentukan keberhasilan ataupun kegagalan gigitiruan penuh.27 Observasi telah menunjukkan bahwa lidah memiliki peran yang sangat penting terhadap kepuasan pasien pengguna gigitiruan penuh. Hal ini disebabkan27:

1. Dorsum lidah menekan gigitiruan penuh rahang atas sehingga mencegah gigitiruan penuh jatuh ketika menggigit.

2. Ujung lidah menekan ke depan dan ke bawah permukaan lingual anterior dari gigitiruan penuh rahang bawah ketika bibir bawah cenderung mendorong ke belakang.

3. Pinggir lateral lidah terletak pada permukaan oklusal dari gigitiruan penuh rahang bawah pada saat membuka mulut.

Keberhasilan pengguna gigitiruan penuh telah belajar pentingnya posisi lidah yang normal dan relevansinya dalam menciptakan dan mempertahankan retensi dan stabilisasi.18 Posisi lidah kelas I yang disebut juga posisi lidah normal ditemukan kira-kira sebesar 75% dan posisi lidah yang retracted atau posisi lidah kelas III sebesar 25%.44 Posisi lidah kelas I memberikan prognosis yang paling menguntungkan disebabkan border seal yang adekuat bisa dicapai karena dasar mulut akan cukup tinggi untuk menutupi sayap lingual dan kontak lidah terhadap sayap lingualakan membantu retensi gigitiruan penuh.11,27

(40)

8-11,13,14,27

Pasien dengan kondisi posisi lidah seperti ini akan mengeluhkan gigitiruan penuh tidak stabil, tidak memiliki retensi, longgar dan terangkat.18

Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Lee dkk (2009) yang melaporkan bahwa ketika subyek penelitian memposisikan lidah pada posisi yang ideal (kelas I), retensi gigitiruan penuh rahang bawah meningkat dengan nilai rata-rata 57,73%, yang secara statistik bernilai signifikan dibandingkan dengan retensi gigitiruan penuh rahang bawah ketika subyek penelitian memposisikan lidah pada posisi retracted (kelas III).15

Adapun upaya yang dapat dilakukan terhadap pasien edentulus penuh dengan posisi lidah yang abnormal (kelas II dan kelas III) adalah dengan mengintruksikan pasien untuk berlatih memposisikan lidah pada posisi yang benar (kelas I), latihan ini terdiri atas16:

a. Latihan 1: Dorong lidah keluar dan kedalam, dengan panjang lidah yangkeluar melebihi batas bibir bawah yakni 1/8 sampai 1/4 inchi. Hal ini dilakukan secepat mungkin.

b. Latihan 2: Ayunkan lidah kekiri dan kekanan dengan cepat. Perluasan lidah keluar hanya pada bagian atas bibir bawah.

c. Latihan 3: Dorong lidah keluar sampai sejauh yang pasien dapat lakukan kemudian tarik dengan cepat.

d. Latihan 4: Angkat lidah ke posisi yang paling tinggi pada bagian depan mulut dan akhiri dengan mengucapkan kata “ee” kemudian “yuh”.

Selain pada pasien, sebaiknya klinisi memberikan modifikasi pada gigitiruan penuh pasien dengan posisi lidah kelas III yaitu dengan membuat sebuah

groovedengan lebar 2 mm dan dalam 2 mm persis dibawah gigi insisivus sentral

(41)

2.6 Landasan Teori

Edentulus Penuh

Dampak

Fisik Mental

Kualitas Hidup

Diagnosis dan Rencana Perawatan

Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan Ekstra Oral Pemeriksaan Intra Oral

Wajah Tonus otot Bibir STM Neuromuskular Mukosa Linggir Alveolus Lidah

Usia Jenis

Kelamin

Lama Edentulus

Perawatan

GTP Definisi

Indikasi Kontraindikasi Fungsi Definisi Faktor yang mempengaruhi Saliva Posisi Ukuran Retensi dan Stabilisasi Pemeriksaan Objektif

Kelas I Kelas II Kelas III

(42)

2.7 Kerangka Konsep

Edentulus penuh

Usia Jenis Kelamin Lama Edentulus

Posisi lidah berhubungan dengan usia yang

dikarenakan perubahan anatomi oral, Kotsiomiti (2005). Posisi lidah berhubungan dengan jenis kelamin dikarenakan perubahan

anatomi oral yang berbeda antara laki-laki

dan perempuan Kotsiomiti (2005).

Posisi lidah yang

retractedlebih banyak

ditemukan pada pasien yang edentulus penuh dalam waktu yang lama

(3-30 tahun), karena perubahan fungsi sistem stomatognasi Kotsiomiti

(2000). Posisi lidah

Posisi lidah dapat dikaitkan dengan usia dikarenakan resorpsi tulang

alveolar, Suryandani (2007).

Klasifikasi Wright :

a. Kelas I: Lidah berada dalam dasar mulut dengan ujung lidah berada di depan dan sedikit dibawah permukaan insisal gigi anterior rahang bawah.

b. Kelas II: Lidah mendatar dan melebar tetapi ujungnya dalam posisi yang normal.

c. Kelas III: Lidah dalam kondisi retracted dan terdepresi ke dalam dasar mulut dengan ujungnya melengkung ke atas, ke bawah atau terasimilasi ke badan lidah.

Retracted tongue

(kelas III) banyak ditemui pada usia tua Saito (2012).

(43)
(44)

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

2. Ada hubungan antara posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectionalmelalui metode pemeriksaan dan wawancara secara lansung dengan menggunakan kuesioner.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

3.3 Sampel Penelitian

Cara sampling yang digunakan adalah teknik penarikan sampel non

probability secara purposive sampling, yaitu dengan mengadakan studi pendahuluan

untuk mengidentifikasi karakteristik populasi dan kemudian menetapkan sampel. Sesuai angka minimum yang ditetapkan Bailey dan Gay untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik, sampel minimum yang digunakan adalah 30.46 Untuk menghindari terjadinya drop out sampel penelitian maka jumlah sampel ditambahkan sebesar 10 % dari sampel yang ditentukan. Oleh karena itu jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 orang.

3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien edentulus penuh yang dirawat di klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

2. Pasien yang sehat jasmani dan rohani.

(46)

3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan oral pain dan lesi pada mukosa.

2. Pasien yang tidak bersedia diwawancarai dan menandatangani informedconsent.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel bebas

Pasien gigitiruan penuh yang datang ke Klinik Prostodonsia RSMP FKG USU pada tahun 2014 berdasarkan:

• Usia

• Jenis kelamin • Lama edentulus

3.4.2Variabel Terikat

Posisi lidah (berdasarkan Klasifikasi Wright).

3.4.3 Variabel Terkendali

Peneliti dengan alat ukur yang sama.

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali

Keakuratan pasien dalam memperlihatkan posisi lidah yang sebenarnya.

[image:46.612.114.554.561.705.2]

3.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas N

o. Variabel Definisi Operasional

Cara Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran 1. Usia Umur seseorang yang

penentunya dihitung menurut ulang tahun terakhir. Pembagian kelompok umur dibagi atas dua, yaitu:

a. ≤ 60 tahun b. > 60 tahun

(47)

N

o. Variabel Defenisi Operasional

Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala Pengukuran 2. Jenis

Kelamin

Laki-laki atau Perempuan

Kuesioner - -

3. Lama edentulus

Durasi antara pencabutan gigi terakhir sampai dilakukannya penelitian ini pada pasien gigitiruan penuh yang dibagi atas dua kelompok yaitu: a. ≤ 3 tahun

b. > 3 tahun

[image:47.612.114.546.84.252.2]

Kuesioner - -

Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat N

o. Variabel Definisi Operasional

Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala Pengukuran 1 Posisi

Lidah

Posisi lidah yang dilihat ketika rahang bawah dalam keadaan sedikit terbuka dari kondisi istirahatnya berdasarkan klasifikasi Wright, yaitu: d. Kelas I : Lidah berada

dalam dasar mulut dengan ujung lidah berada di depan dan sedikit dibawah permukaan insisal gigi

anterior rahang bawah. e. Kelas II: Lidah

mendatar dan melebar tetapi ujungnya dalam posisi yang normal. f. Kelas III: Lidah dalam

kondisi retracted

(48)
[image:48.612.113.549.104.205.2]

Tabel 3. Definisi operasional variabel terkendali N

o. Variabel Definisi Operasional

Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala Pengukuran 1. Peneliti

dan alat ukur yang sama

Peneliti berjumlah satu orang dengan alat ukur yang digunakan sama pada setiap subyek penelitian.

- - -

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU atau di rumah responden sesuai alamat yang tertera pada jurnal mahasiswa pendidikan profesi dokter gigi di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU pada bulan April 2015.

3.7Prosedur Penelitian

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1.1 Alat Penelitian

• Alat tulis

• Alat pengolah data yaitu komputer dan kalkulator • Kamera digital

Cheek Retractor

3.7.1.2 Bahan penelitian • Lembar kuisioner • Lembar pemeriksaan

3.7.2 Informed Consent

(49)

3.7.3 Cara Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin peneliti dari FKG USU dan surat penelitian dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan.

2. Setelah surat izin penelitian diperoleh, peneliti kemudian mengumpulkan data pasien yang telah menerima perawatan gigitiruan penuh berdasarkan jurnal mahasiswa pendidikan profesi Dokter Gigi di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU.

3. Peneliti menghubungi pasien yang nomor teleponnya tercatat dalam jurnal, sedangkan pasien yang tidak ada nomor telepon didatangi ke rumahnya berdasarkan alamat yang ada, pasien yang dihubungi melalui telepon dan bersedia untuk datang ke Klinik Prostodonsia FKG USU, wawancara dan pemeriksaan dilakukan di Klinik Prostodonsia FKG USU.

4. Sebelum wawancara peneliti menjelaskan kepada subjek penelitian mengenai penelitian yang akan dilakukan, kemudian diberikan informed consent.

5. Peneliti mencatat identitas subjek penelitian yaitu nama, usia, jenis kelamin, serta menanyakan lama edentulus.

6. Kemudian peneliti melakukan pemeriksaan terhadap posisi lidah subjek penelitian. subjek penelitian yang menggunakan gigitiruan penuh diminta untuk melepas gigitiruan penuhnya. Kemudian subjek penelitin diminta untuk membuka mulutnya dalam ukuran sedang (cukup untuk memasukkan makanan) namun subjek penelitian tidak mengetahui apa yang sedang diperiksa oleh peneliti kemudian peneliti mengobservasi posisi lidah subjek penelitian. Posisi lidah kemudian diperiksa kembali pada akhir pemeriksaan karena telah membuka mulut beberapa kali dan merasa lebih rileks. Setelah itu pada subjek penelitian dipasangkan cheek retractor untuk kemudian diambil foto posisi lidah dengan kamera digital lalu dicatat dalam lembar pemeriksaan.

7. Setelah data diperoleh maka dilakukan tabulasi data dengan mengelompokkan data kedalam tabel frekuensi dan melakukan coding data.

(50)

3.8 Analisis Data

(51)

3.9 Kerangka Operasional

Menentukan subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Pengambilan data sekunder di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

Mengurus surat izin penelitian dari FKG USU dan Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Meminta subjek datang ke klinik prostodonsia atau mendatangi respondenke rumah masing-masing

Penjelasan kuesioner pada subjek penelitian dan pemberian lembar informed consent

Wawancara dan pengisian kuesioner

Pemeriksaan klinis posisi lidah dan pengambilan foto posisi lidah

Tabulasi data

Analisis data

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

[image:52.612.116.509.454.688.2]

Pada penelitian ini, pasien edentulus penuh dikelompokkan menjadi tiga karakteristik yaitu usia, jenis kelamin dan lama edentulus. Berdasarkan usia, pasien edententulus penuh dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang berusia ≤ 60 tahun sebanyak 15 orang (45,5%) dan kelompok yang berusia > 60 tahun sebanyak 18 orang (54,5%). Berdasarkan jenis kelamin, pasien edentulus penuh terdiri atas 12 orang laki-laki (36,4%) dan 21 orang perempuan (63,6%). Berdasarkan lama edentulus, pasien edentulus penuh dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang edentulus penuh selama ≤ 3 tahun sebanyak 15 orang (45,5%) dan kelompok yang edentulus penuh selama > 3 tahun sebanyak 18 orang (54,5%). (Tabel 4)

Tabel 4. Persentase distribusi karakteristik pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014

No. Karakteristik n %

1. Usia

≤ 60 tahun 15 45,5

> 60 tahun 18 54,5

JUMLAH 33 100

2. Jenis kelamin

Laki-laki 12 36,4

Perempuan 21 63,6

JUMLAH 33 100

3. Lama edentulus

≤ 3 tahun 15 45,5

> 3 tahun 18 54,5

(53)

4.2 Posisi Lidah pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

Posisi lidah pasien edentulus penuh dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan klasifikasi Wright yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Posisi lidah ini ditentukan setelah melakukan pemeriksaan klinis secara visual dengan meminta sampel penelitian membuka mulut dalam ukuran sedang (cukup untuk memasukkan makanan) kemudian peneliti mengobservasi posisi lidah pasien. Posisi lidah kemudian diperiksa kembali pada akhir pemeriksaan karena pasien telah membuka mulut beberapa kali dan merasa lebih rileks. Setelah itu pada pasien dipasangkan

cheek retractor untuk kemudian diambil foto posisi lidah menggunakan kamera

digital.(Gambar 5)

A B

[image:53.612.115.501.302.604.2]

C

Gambar 5. Foto posisi lidah pasien edentulus penuh Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014 A. Kelas I B. Kelas II C. Kelas III

(54)
[image:54.612.114.519.125.234.2]

Tabel 5. Persentase distribusi posisi lidah pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014

Posisi Lidah n %

Kelas I Kelas II Kelas III 10 3 20 30,3 9,1 60,6

JUMLAH 33 100

4.3 Hubungan Posisi Lidah dengan Usia pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian, pada pasien yang berusia ≤ 60 tahun ditemukan posisi lidah kelas I sebanyak 8 orang (80%) dan pasien berusia > 60 tahun sebanyak 2 orang (20%). Posisi lidah kelas II pada pasien berusia ≤ 60 tahun sebanyak 2 orang (66,7%) dan pasien berusia > 60 tahun sebanyak 1 orang (33,3%). Posisi lidah kelas III pada pasien berusia berusia ≤ 60 tahun sebanyak 5 orang (25%) dan pasien berusia > 60 tahun sebanyak 15 orang (75%). Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,03 (p<0,05) antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh. (Tabel 6)

Tabel 6. Hubungan posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014

Usia

Posisi Lidah

P Kelas I Kelas II Kelas III

n % n % n %

≤ 60 tahun 8 80 2 66,7 5 25

0,013* > 60 tahun 2 20 1 33,3 15 75

(55)

4.4 Hubungan Posisi Lidah dengan Jenis Kelaminpada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian, pada pasien laki-laki ditemukan posisi lidah kelas I sebanyak 5 orang (50%) dan pasien perempuan sebanyak 5 orang (50%). Posisi lidah kelas II tidak ditemukan pada pasien laki-laki (0%) dan pasien perempuan sebanyak 3 orang (100%). Posisi lidah kelas III pada pasien laki-laki sebanyak 7 orang (35%) dan pasien perempuan sebanyak 13 orang (65%). Hasil uji

chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,282

[image:55.612.114.520.372.506.2]

(p>0,05) antara posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh. (Tabel 7)

Tabel 7. Hubungan posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014

Jenis Kelamin

Posisi Lidah

p Kelas I Kelas II Kelas III

n % n % n %

Laki-laki 5 50 0 0 7 35

0,282 Perempuan 5 50 3 100 13 65

JUMLAH 10 100 3 100 20 100

4.5 Hubungan Posisi Lidah dengan Lama Edentuluspada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

(56)
[image:56.612.112.517.207.340.2]

edentulus penuh selama > 3 tahun sebanyak 14 orang (70%). Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,031 (p<0,05) antara posisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh. (Tabel 8)

Tabel 8. Hubungan posisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014

Lama edentulus

Posisi Lidah

p Kelas I Kelas II Kelas III

n % n % n %

≤ 3 tahun 8 80 1 66,7 6 30

0,031* > 3 tahun 2 20 2 33,3 14 70

(57)

BAB 5 PEMBAHASAN

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi dan mencari hubungan antar variabel. Penelitian dengan pendekatan cross

sectional karena observasi dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu

saat, artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan ditanyakan beberapa pertanyaan untuk kemudian dianalisis hubungan antara posisi lidah dengan usia, jenis kelamin dan lama edentulus.

5.1 Karakteristik Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

Pada penelitian ini, kelompok yang paling banyak edentulus penuh adalah kelompok lansia atau kelompok yang berusia > 60 tahun yaitu sebanyak 18 orang (54,5%) dibandingkan kelompok yang berusia ≤ 60 tahun yang terdiri dari 15 orang (45,5%). Hal ini sesuai dengan hasil National Health and Nutrition Examination

Surveydan survey RISKESDAS tahun 2007 Provinsi Sumatera Utara yang mendapati

bahwa persentase penderita edentulus penuh banyak dijumpai pada lansia.4,5Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Gosavi dkk (2013) yang menyatakan bahwa edentulus penuh banyak terjadi pada populasi lansia. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.33 Edentulus penuh kebanyakan terjadi pada lansia terutama karena degenerasi struktur periodontal pada lansia.13

(58)

bahwa persentase penderita edentulus penuh banyak dijumpai pada perempuan.5Menurut Zarb (2012) perempuan lebih banyak mengalami edentulus penuh dibandingkan laki-laki yang kemungkinan disebabkan banyak perempuan yang giginya diekstraksi lebih awal karena tidak dapat dipertahankan.27Menurut Russel dkk (2013) perempuan mengalami perubahan level hormon disepanjang hidupnya yang berhubungan dengan fungsi reprodruksi seperti kehamilan, laktasi dan paritas.47 Perubahan level hormon menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular mulut, penurunan kemampuan imun dan perubahan level bakteri di dalam mulut yang mengakibatkan infeksi mulut termasuk penyakit periodontal.47 Pada perempuan, aliran saliva yang terstimulasi maupun yang tidak terstimulasi lebih rendah jika dibandingkan laki-laki dan perempuan pada masa menopause banyak mengalami xerostomia dan menyebabkan tingkat karies pada perempuan lebih tinggi.47 Hal inilah yang menyebabkan perempuan lebih banyak mengalami edentulus.47

Pada penelitian ini ditemukan pasien edentulus penuh dalam waktu > 3 tahun lebih banyak yaitu 18 orang (54,5%) dibandingkan pasien yang edentulus penuh dalam waktu ≤ 3 tahun yang sebanyak 15 orang (45,5%). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan gigi seseorang diekstraksi lebih awal seperti faktor sosioekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah dan jenis kelamin.27,48 Faktor-faktor inilah yang kemungkinan menyebabkan lebih banyak ditemukan pasien yang edentulus penuh dalam waktu lama (> 3tahun).

5.2 Posisi Lidah pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

(59)

dkk (2005) yang juga mendapati posisi lidah kelas III paling banyak ditemukan pada kelompok edentulus penuh.17 Hal ini disebabkan edentulus penuh menyebabkan disfungsi sistem stomatognasi yang bisa disertai dengan perubahan posisi lidah menjadi kelas III atau posisi lidah yang retracted.14Selain itu perubahan pengunyahan dan penelanan yang disebabkan edentulus penuh juga dihubungkan dengan posisi lidah kelas III.14 Saito (2012) menyatakan bahwa rongga orofaringeal membesar pada pasien edentulus penuh dan posisi lidah yang retracted merupakan upaya untuk menutup bagian faringeal tersebut.19

5.3 Hubungan Posisi Lidah dengan Usia pada Pasien yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

(60)

Suryandari (2007) menyatakan bahwa posisi lidah dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut.32 Posisi lidah kelas I atau posisi lidah yang normal ditemukan pada ketinggian dasar mulut yang adekuat, sementara posisi lidah kelas II dan terutama kelas III ditemukan pada dasar mulut yang terlalu rendah.9,32 Ketinggian dasar mulut sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tulang alveolar, tinggi rendahnya tulang alveolar ini dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar.32 Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada resorpsi tulang alveolar tersebut.32 Dalam penelitian Jagadesh dkk (2013) didapati resorpsi tulang alveolar rahang bawah pada sampel usia tua lebih cepat dibandingkan pasien yang usia muda.49 Hal ini dapat menggambarkan bahwa pada usia tua atau lansia lebih banyak ditemukan posisi lidah kelas III atau posisi lidah yang retracted.32 Walaupun dalam penelitian Suryandari (2007) tidak ditemukan hubungan antara posisi lidah dengan usia, namun hasil penelitian yang terdapat dalam tabel 6 menyatakan kesesuaian dengan pernyataan dalam penelitian Suryandari (2007) tersebut.32

5.4 Hubungan Posisi Lidah dengan Jenis Kelamin pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2014

Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,282 (p<0,05) antara posisi lidah dengan jenis kelamin. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kotsiomiti (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara posisi lidah dengan jenis kelamin, yang disebabkan perubahan anatomi maupun fungsional dari rongga mulut tidak hanya dipengaruhi oleh usia tetapi juga oleh jenis kelamin.17 Namun hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryandari (2007) yang mendapati tidak adanya hubungan yang signifikan antara posisi lidah dengan jenis kelamin.32

(61)

variasi ketinggian dasar mulut dapat disebabkan oleh tinggi rendahnya tulang alveolar yang dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar.31 Proses resorpsi ini tentunya juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, yang mana tingkat resorpsi pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.32 Hal ini dapat menggambarkan bahwa pada perempuan lebih banyak ditemukan posisi lidah kelas III atau posisi lidah yang

retracted.32 Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang sigifikan antara posisi lidah dengan jenis kelamin, namun berdasarkan pembahasan yang dikemukakan oleh Suryandari (2007) hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian bahwa posisi lidah kelas III lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan yaitu sebanyak 13 orang (65%) jika dibandingkan pasien laki-laki sebanyak 7 orang (35%).

5.5 Hubungan Posisi Lidah dengan Lama Edentulus pada Pasien Edentulus Penuh yang Dirawat di Klinik Prosodonsia RSMP FKG USU Tahun 2014

(62)

perubahan fungsional dari sistem stomatognasi yang disebabkan oleh edentulus penuh.14

Menurut Suryandari (2007) posisi lidah dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tulang alveolar, tinggi rendahnya tulang alveolar ini dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar.32 Pada penelitian Jagadesh dkk (2013) ditemukan bahwa pengurangan yang konstan tinggi tulang alveolar rahang bawah sejalan dengan peningkatan lamanya edentulus penuh yang dialami.49 Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan pembahasan Suryandari (2007) tersebut yaitu pasien edentulus penuh dalam waktu yang lama mengalami resorpsi tulang yang lebih banyak dibandingkan yang pasien yang belum lama mengalami edentulus penuh sehingga posisi lidah kelas III atau posisi lidah yang retracted banyak ditemukan pada pasien yang edentulus penuh dalam waktu yang lama (> 3 tahun). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Lee dkk (2009) yang mendapati bahwa posisi lidah kelas III paling banyak ditemukan pada pasien yang mengalami resorpsi tulang alveolar yang parah.15

(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014 paling banyak pada pasien lansia atau yang berusia > 60 tahun yaitu 18 orang (54,5%), jenis kelamin perempuan sebanyak 21 orang (63,6%) dan yang mengalami edentulus penuh dalam waktu lama yaitu > 3 tahun sebanyak 18 orang (54,5%).

2. Posisi lidah paling banyak ditemukan adalah posisi lidah kelas III atau posisi lidah yang retracted sebanyak 20 orang (60,6%) dan yang paling sedikit adalah posisi lidah kelas II sebanyak 3 orang (9,1%).

3. Ada hubungan yang signifikan antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh dengan nilai p=0,013 (p<0,05).

4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh dengan nilai p=0,282 (p>0,05) .

5. Ada hubungan yang signifikan antara posisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh dengan nilai p=0,031 (p<0,05).

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yaitu: 1. Pada penelitian lebih lanjut diharapkan untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak.

2. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan posisi lidah pada subjek yang gigi aslinya lengkap dan pasien yang edentulus sebagian.

(64)
(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. The academy of Prosthodontics. The Glossary of Prosthodontic Terms. The Journal Prosthetic Dentistry, 2005; 94(1): 25.

2. Chen YF, et al. The Impact of Complete Dentures on The Oral Health-Related

Quality in Life among The Elderly. Journal of Dental Science 2012; 7: 289-295.

3. Gosavi SS, Ghanci M, Malik SA, Sanyal P. A Survey of Complete Denture

Patients Experiencing Difficulties with Their Prostheses. The Journal of

Contemporary Dental Practice 2013; 14(3): 524-527.

4. National Health and Nutrition Survey. Tooth Loss in Adult. (Age 20 to

64)

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009 : 104-5.

6. Depkes RI. Proporsi Penduduk yang Tidak

Bergigi

7. Emami E, Souza RF, Kabawat M, Feine JS. The Impact of Edentulism on Oral

and General Health. International Journal of Dentistry 2013; 10: 1-2, 6.

8. Maller SV, Karthik KS, Maller US. A Review on Dia

Gambar

Gambar 2.  Posisi lidah pada edentulus penuh A. Kelas I/normal B. Kelas III/ lidah yang retracted14,16
Gambar 3. Posisi tulang hyoid  A. Pandangan lateral B. Pandangan anterior
Gambar 4. Penyusunan gigi posterior pada neutral zone mencegah  aksi dari gaya tidak stabil yang  dihasilkan otot terhadap gigitiruan.9
Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abdul Agustiar : Hubungan Umur Dan Jenis Kelamin Dengan Frekuensi Dan Distribusi Stomatitis Aftosa Rekuren Minor Pada Pasien Pengunjung Klinik Gigi Dan Mulut FKG USU Medan

Foto frontal dan foto studi model diperoleh dari pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti.. RSGMP FKG USU dengan teknik

Prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri

Populasi penelitian adalah seluruh pasien anak usia 6-11 tahun yang melakukan perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan, dengan.. jumlah sampel sebesar

8 Distribusi Penilaian Klinis Berdasarkan Tingkat Kepuasan Pasien Pemakai Gigi Tiruan Penuh di RSGMP FKG USU

Hasil penelitian menunjukkan lama dirawat pasien demam berdarah sebagian besar selama 3-14 hari dengan karakteristik umur adalah dewasa sebanyak 47 pasien (71,2%) dan jenis kelamin

Nilai Tooth Extraction Index (TEI) gigi permanen pasien berdasarkan Jenis kelamin di Klinik IKGA RSGMP USU Pada Tahun 2010-2015.….. Surat Persetujuan Pelaksanaan

PROPORSI MALOKLUSI DENTAL PADA PASIEN ASIMETRI MANDIBULA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIAB. RSGMP