• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Petani Dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol,Sawi Putih Dan Wortel Di Tanah Karo (Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Petani Dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol,Sawi Putih Dan Wortel Di Tanah Karo (Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PETANI DALAM MENGHADAPI RESIKO

HARGA KOMODITAS KOL,SAWI PUTIH DAN

WORTEL DI TANAH KARO

(Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

SKRIPSI

OLEH :

SONIA RAMADHANI HTS

110304126

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STRATEGI PETANI DALAM MENGHADAPI RESIKO

HARGA KOMODITAS KOL,SAWI PUTIH DAN

WORTEL DI TANAH KARO

(Studi Kasus: Desa Gurusinga, Kec.Berastagi, Kab. Tanah Karo)

SKRIPSI

OLEH :

SONIA RAMADHANI HTS

110304126

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Ir.Luhut Sihombing,MP)

(

NIP:196510081992031001

NIP:197008272008122001

Sri Fajar Ayu,S.P, M.M)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

i

Sonia Ramadhani Hutasuhut (110304126) dengan judul skripsi “Strategi Petani

dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel

(Studi Kasus : Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah

Karo) ”. dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA sebagai Anggota

Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan

wortel tentang resiko usahatani, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam

perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan, dan untuk menganalisis

strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko

usahatani

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu daerah penelitian

dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra

hortikultura serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti. Penentuan

sampel dilakukan dengan metode purposive dengan jumlah sampel sebanyak 50

petani setiap komoditinya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui

persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko menggunakan tabel

frekuensi, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan menggunakan analisis deskriptif, dan untuk

menganalisis strategi petani komoditas kol, sawi putih dan wortel dalam

pengelolaan resiko usahatani menggunakan tabel frekuensi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa usahatani kol, sawi putih dan wortel relatif

rentan terhadap resiko harga, kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan

kelembgaan dapat dilakukan dengan pengadakan program intesifikasi usahatani

dan memperkuat kelembagaan pada kelompok tani sesuai dengan yang diharapkan

oleh petani, strategi yang digunakan petani antara lain strategi ex-ante dapat

dilihat dari dilakukannya rotasi tanaman dalam penggunaan pola tanam, strategi

interactive dilaksanakan melalui penggunaan pupuk, pestisida, tenaga kerja dan

strategi ex-post diperlukan jika terjadi kegagalan yang mengganggu sumber

(4)

ii

dimiliki.

Kata Kunci : Kol, Sawi Putih, Wortel, Tabel Frekuensi, resiko, persepsi,

strategi Ex-ante, strategi Interactive, strategi Ex-post

(5)

iii

Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, 12 Maret 1994 dari ayah H. Drh.

Zulkarnaen Hutasuhut dan ibu Hj. Henita Dewi Batubara. Penulis

merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1.

Tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Dasar Percobaan Negeri Medan

2.

Tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama 12 Medan

3.

Tahun 2011 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 1 Medan

4.

Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB- Reguler.

5.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Agustus

2014 sampai September 2014 di Desa Pulau Banyak, Kecamatan Tanjung

Pura, Kabupaten Langkat.

6.

Penulis melaksanakan penelitian di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi,

(6)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Strategi Petani dalam Menghadapi Resiko Harga

Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel (Studi Kasus : Desa

Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo) ” yang

merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima

kasih kepada kesua orang tua penulis yaitu Ayahanda H. Drh. Zulkarnaen

Hutasuhut dan Ibunda Hj. Henita Dewi Batubara atas kasih sayang, doa,

semangat dan motivasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak

lain, oleh karena itu tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

:

1.

Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan

saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

2.

Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis,

M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

(7)

v

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4.

Sahabat-sahabat tersayang Fadiah Atikah, Astri Andani, Nidya Diani, Faqita

Iqlima Putry, Noviarny A. Lara, Finka Adisti, Karina Shafira, Juwita Sari

Manullang yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi.

5.

Teman-teman satu pembimbing Fadhil Arrahman Lubis, Fitrah Aulia Hsb,

Nadya Safitri, Chairia, Denti Juli, Yakobus Teguh yang telah memberikan

dukungan, semangat, serta motivasinya selama penelitian dan pengerjaan

skripsi ini dari awal hingga selesai.

6.

Teman-teman terbaik Nelfita Rizka Depari, Agri Manda Sari, Sri Wahyuni,

Abdillah Al-Hazmi, Putri Filza, Febri Al Rasyid, Dian Pebriyani, Riyani

Dwikaputri, Cut Yunita Sari, Dewi Irwana, Novita Sinaga, M. Farhan Fuady

serta teman-teman seperjuangan di Program Studi Agribisnis stambuk 2011

yang telah memberikan motivasi, kebahagiaan, kesedihan, serta semangat

selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

menyempurnakan dan meningkatkan kualitas dari skripsi ini. Akhir kata

penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, November 2015

(8)

vi

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penulisan ... 7

1.4 Kegunaan Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Resiko ... 9

2.1.2 Strategi Pengambilan Keputusan ... 12

2.1.3 Teknologi ... 13

2.1.4 Kelembagaan ... 15

2.1.5 Persepsi ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu ... 19

2.3 Landasan Teori ... 21

2.4 Kerangka Pemikiran ... 25

2.5 Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 29

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 34

3.5.1 Defenisi ... 34

(9)

vii

4.1.2 Tata Guna Lahan ... 37

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 37

4.2 Karakteristik Responden ... 39

4.2.1 Umur ... 39

4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 40

4.2.3 Jumlah Tanggungan ... 40

4.2.4 Pengalaman Berusaha ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pesepsi Petani Tentang Resiko ... 42

5.1.1 Persepsi Petani Kol Tentang Resiko ... 42

5.1.2 Persepsi Petani Sawi Putih Tentang Resiko ... 43

5.1.3 Persepsi Petani Wortel Tentang Resiko ... 45

5.2 Strategi Petani Menghadapi Resiko ... 46

5.2.1 Strategi Ex-ante ... 49

5.2.1.1 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani Kol

... 49

5.2.1.2 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani

Sawi Putih ... 50

5.2.1.3 Strategi Ex-ante dalam Menghadapi Resiko Usahatani

Wortel ... 52

5.2.2 Strategi Interactive ... 53

5.2.2.1 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Kol ... 53

5.2.2.2 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Sawi

Putih ... 57

5.2.2.3 Strategi Interactive dalam Menghadapi Usahatani Wortel

... 61

5.2.3 Strategi Ex-Post ... 66

5.2.3.1 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Kol ... 66

5.2.3.2 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Sawi Putih

... 68

5.2.3.3 Strategi Ex-post dalam Menghadapi Usahatani Wortel .. 70

5.3 Rekomendasi Kebijakan Perancangan Teknologi dan Pengembangan

Kelembagaan ... 72

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

6.2.1 Saran Kepada Pemerintah ... 74

6.2.2 Saran Kepada Petani ... 74

6.2.3 Saran Kepada Peneliti Selanjutnya ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(10)

viii

No

Judul

Halaman

1

Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran di

Kabupaten Tanah Karo Tahun 2013

2

2

Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran

Kabupaten Tanah Karo, Sumatera utara

28

3

Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di

Desa Gurusinga (Ha) Tahun 2014

37

4

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Gurusinga Tahun 2014

37

5

Jumlah Penduduk Menurut Agama Di Desa Gurusinga

Tahun 2014

38

6

Distribusi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan di Desa Gurusinga Tahun 2014

38

7

Umur Petani yang Melakukan Usahatani Kol, Sawi

Putih dan Wortel

39

8

Tingkat Pendidikan Petani yang Melakukan Usahatani

Kol, Sawi Putih dan Wortel

40

9

Jumlah Tanggungan Petani yang Melakukan Usahatani

Kol, Sawi Putih dan Wortel

40

10

Pengalaman Usahatani Petani Kol, Sawi Putih dan

Wortel

41

11

Persepsi Petani Kol Tentang Resiko

42

12

Persepsi Petani Sawi Putih Tentang Resiko

44

13

Persepsi Petani Wortel Tentang Resiko

45

14

Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Kol

51

15

Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Sawi

Putih

52

16

Strategi Manajemen Ex-ante pada Usahatani Wortel

54

17

Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Kol

56

18

Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Sawi

Putih

60

19

Strategi Manajemen Interactive pada Usahatani Wortel

64

20

Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Kol

68

21

Strategi Manajemen Ex-Post pada Usahatani Sawi

Putih

70

(11)

ix

No

Judul

Halaman

1

Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan

11

(12)

x

No

Judul Lampiran

1

Karakteristik Responden Kol di Desa Gurusinga

2

Karakteristik Responden Sawi Putih di Desa Gurusinga

3

Karakteristik Responden Wortel di Desa Gurusinga

4

Data Penggunaan Bibit Usahatani Kol

5

Data Penggunaan Bibit Usahatani Sawi Putih

6

Data Penggunaan Benih Usahatani Wortel

7

Data Penggunaan Pupuk Usahatani Kol

8

Data Penggunaan Pupuk Usahatani Sawi Putih

9

Data Penggunaan Pupuk Usahatani Wortel

10

Data Penggunaan Pestisida Usahatani Kol

11

Data Penggunaan Pestisida Usahatani Sawi Putih

12

Data Penggunaan Pestisida Usahatani Wortel

13

Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Kol

14

Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Sawi Putih

15

Biaya Tenaga Kerja dalam Usahatani Wortel

16

Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Kol

17

Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Sawi Putih

18

Status Kepemilikan Sarana Produksi yang Digunakan dalam Usahatani

Wortel

19

Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Kol

20

Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Sawi Putih

21

Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani Wortel

22

Biaya Tetap Usahatani Kol

23

Biaya Tetap Usahatani Sawi Putih

24

Biaya Tetap Usahatani Wortel

25

Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Kol

26

Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Sawi

Putih

27

Biaya Variabel yang Dikeluarkan Petani dalam Mengusahakan Wortel

28

Total Biaya Usahatani Kol di Desa Gurusinga

29

Total Biaya Sawi Putih di Desa Gurusinga

30

Total Biaya Usahatani Wortel di Desa Gurusinga

31

Total Penerimaan Usahatani Kol di Desa Gurusinga

32

Total Penerimaan Sawi Putih di Desa Gurusinga

33

Total Penerimaan Usahatani Wortel di Desa Gurusinga

34

Total Pendapatan Usahatani Kol di Desa Gurusinga

35

Total Pendapatan Sawi Putih di Desa Gurusinga

(13)

i

Sonia Ramadhani Hutasuhut (110304126) dengan judul skripsi “Strategi Petani

dalam Menghadapi Resiko Harga Komoditas Kol, Sawi Putih, dan Wortel

(Studi Kasus : Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah

Karo) ”. dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu SP.MM.DBA sebagai Anggota

Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi petani kol, sawi putih dan

wortel tentang resiko usahatani, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam

perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan, dan untuk menganalisis

strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko

usahatani

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu daerah penelitian

dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra

hortikultura serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti. Penentuan

sampel dilakukan dengan metode purposive dengan jumlah sampel sebanyak 50

petani setiap komoditinya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui

persepsi petani kol, sawi putih dan wortel tentang resiko menggunakan tabel

frekuensi, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan menggunakan analisis deskriptif, dan untuk

menganalisis strategi petani komoditas kol, sawi putih dan wortel dalam

pengelolaan resiko usahatani menggunakan tabel frekuensi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa usahatani kol, sawi putih dan wortel relatif

rentan terhadap resiko harga, kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan

kelembgaan dapat dilakukan dengan pengadakan program intesifikasi usahatani

dan memperkuat kelembagaan pada kelompok tani sesuai dengan yang diharapkan

oleh petani, strategi yang digunakan petani antara lain strategi ex-ante dapat

dilihat dari dilakukannya rotasi tanaman dalam penggunaan pola tanam, strategi

interactive dilaksanakan melalui penggunaan pupuk, pestisida, tenaga kerja dan

strategi ex-post diperlukan jika terjadi kegagalan yang mengganggu sumber

(14)

ii

dimiliki.

Kata Kunci : Kol, Sawi Putih, Wortel, Tabel Frekuensi, resiko, persepsi,

strategi Ex-ante, strategi Interactive, strategi Ex-post

(15)

1

1.1

Latar Belakang

Sebagai negara agraris yang sedang giat-giatnya membangun di segala bidang,

sektor pertanian masih merupakan tulang punggung yang menunjang

subsektor lain. Oleh karena Pemerintah Indonesia melalui Departemen

Pertanian selalu berupaya menggalakkan peningkatan hasil produksi

nasional. Salah satu subsektor pertanian yang digalakkan sejak satu

dasawarsa yang lewat adalah subsektor hortikultura. Penggalakan

peningkatan produksi tanaman hortikultura tersebut antara lain bertujuan

meningkatkan pendapatan petani sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan hidup petani dan keluarganya. Sedangkan tujuan yang lebih

luas adalah untuk menggalakkan ekspor non migas yang merupakan

pemasukan devisa bagi negara (Mulyanto,2003).

Menurut Setiawan (1995), hortikultura adalah produk buah-buahan dan

sayuran yang tidak tahan lama pasca panen. Sayuran dapat digolongkan

menjadi dua jenis, yaitu tanaman sayuran dataran tinggi dan sayuran

dataran rendah. Tanaman sayuran dataran tinggi memerlukan suhu

lingkungan pertumbuhan yang rendah (dingin). Penanamannya di daerah

dataran tinggi sangat mendukung pertumbuhannya sebab semakin tinggi

suatu tempat dari permukaan laut maka semakin rendah suhunya.

Dataran tinggi Karo adalah sebua

(16)

Utara menyebabkan dataran tinggi berhawa sejuk ini menjadi sebuah

daerah yang cocok untuk usaha pertanian, seperti usaha pertanian

buah-buahan dan sayur-sayuran. Menurut data BPS (2013) sayuran yang

diproduksi di Kabupaten Tanah Karo dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi Dan Luas Lahan Komoditas Sayuran

No Kecamatan

Jumlah Produksi (Ton)

Luas Lahan (Ha)

Kol

Sawi

Putih

Wortel

Kol

Sawi

Putih

Wortel

1

Mardingding

0

0

0

0

0

0

2

Laubaleng

0

0

0

0

0

0

3

Tigabinanga

0

0

0

0

0

0

4

Juhar

0

0

0

0

0

0

5

Munte

443

0

0

23

0

0

6

Kutabuluh

0

0

0

0

0

0

7

Payung

0

2700

0

0

250

0

8

Tiganderket

0

930

0

0

45

0

9

Simpang

Empat

8128

4744

4 042

269

245

175

10 Naman Teran 13 225

10 946

404

640

635

20

11

Merdeka

5 124

2 622

10 420

238

173

471

12

Kabanjahe

17 240

4 350

5 355

480

290

256

13

Berastagi

7 920

3 131

5 100

226

200

179

14

Tigapanah

10 976

2 353

2 468

691

432

259

15

Dolat Rayat

2 434

1 481

1 284

108

98

78

16

Merek

5 688

467

420

168

39

28

17

Barusjahe

4534

8620

1 200

221

58

59

TOTAL

75 712

34 587

30 693

3064

2465

1516

Sumber:BPS,2013

Dalam melakukan usahatani petani menghadapi resiko hasil produksi, resiko

harga pasar, resiko institusi, resiko manusia, resiko kelembagaan. Maka

dalam menghadapi resiko usahatani tersebut petani harus memiliki strategi

manajemen resiko dalam menjalankan usahataninya. Manajemen usahatani

adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir dan

(17)

sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas

dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1989).

Harga komoditi pertanian umumnya menurun pada musim panen raya,

sehingga petani mengalami kerugian. Rendahnya harga jual membuat

petani berhadapan dengan pilihan sulit, yaitu antara menjual komoditi

tetapi rugi karena harus mengeluarkan biaya pemanenan dan transportasi

atau membiarkan komoditi tidak dipanen. Di sisi lain, petani harus

memiliki uang tunai untuk modal usaha tani pada musim tanam berikutnya

dan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebaliknya, pada

saat tertentu harga komoditi bisa meningkat, karena barang yang tersedia

hanya sedikit (Hilmanto,2011).

Salah satu upaya yang umumnya dapat dilakukan adalah mengembangkan

usaha tani dengan pola agroforestri, yaitu mengkombinasikan tanaman

pangan setahun maupun tahunan dengan pepohonan, baik pohon

buah-buahan maupun kayu-kayuan. Pengkombinasian berbagai jenis komoditi

pada satu lahan melalui sistem agroforestri diharapkan dapat mereduksi

kerugian usaha tani. Pada sistem ini, produk pertanian tidak hanya satu

jenis dan waktu pemanenanyapun dapat dilakukan secara bergiliran.

Apabila harga salah satu produk dalam sistem agroforestri turun, maka

masih ada produk lain yang memilki nilai jual. Selain diniliai dari aspek

ekonomi, secara ekologi sistem agroforestri juga mampu memberikan

(18)

rantai makanan sebagai indikator kelestarian dan baiknya suatu lahan.

Sistem agroforestri ini sebenarnya telah diterapkan oleh masyarakat

Indonesia sejak jaman dahulu, namun ada beberapa kendala yang masih

dihadapi oleh petani. Sistem agroforestri terkadang masih belum

memberikan keuntungan optimal bagi petani, karena kurang tepat dalam

menentukan komposisi dan kombinasi komoditi yang ditanam pada satu

lahan (Hilmanto,2011).

Upaya yang umumnya dilakukan petani di Kabupaten Tanah Karo antara lain

pola tanam tumpang sari dan pola tanam tumpang gilir. Menurut Aak

(1993), tumpang sari merupakan salah satu cara pola tanam yang

melakukan penanaman lebih dari satu tanaman, baik dalam arti umur sama

ataupun umur tanaman berbeda. Menurut Wahyudi (2008), tumpang sari

menjamin keberhasilan pertanaman yang terganggu akibat iklim yang

tidak menentu dan faktor-faktor lainnya (serangan hama penyakit serta

fluktuasi harga). Selain itu, dengan pola ini distribusi tenga kerja bisa

berlangsung baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang padat

tenaga, luas lahannya terbatas, kepemilikann modal untuk membeli sarana

produksi yang terbatas. Dengan kata lain, usaha tumpang sari bertujuan

untuk meminimumkan resiko untuk memaksimumkan keuntungan.

Menurut Aak (1993), tumpang gilir merupakan pola tanam yang dilakukan

secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor

lain untuk memperoleh keuntungan maksimum. Faktor-faktor lain untuk

(19)

Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya

pengolahan tanah dapat ditekan dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu

sering diolah dapat dihindari.

Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan

meningkatkan produktivitas lahan.

Pola tanam dengan cara tumpang gilir dapat mencegah serangan hama dan

penyakit yang meluas.

Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah

terjadinya erosi.

Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai

pupuk hijau.

Kebijakan dalam perancangan teknologi di tingkat petani merupakan upaya

yang dapat dilakukan dalam menghadapi resiko usaha tani yang dihadapi

oleh petani. Dengan adanya teknologi yang sesuai dengan resiko-resiko

yang dihadapi diharapkan resiko tersebut dapat diminimalisir, seperti

penggunaan bibit unggul yang digunakan untuk meningkatkan jumlah

produksi komoditas yang diusahakan, ataupun rencana penggunaan

teknologi lainnya.

Kelembagaan usahatani memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas

dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usahatani.

Namun, fakta di lapangan menyatakan bahwa masih terdapat kesenjangan

antara kelembagaan yang dibentuk secara top down oleh Pemerintah,

(20)

pendekatan kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam

pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun, kelembagaan usahatani,

terutama kelompok petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk

mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk

pemberdayaan yang lebih mendasar (Wahyuni, 2003).

Kelembagaan dan lembaga pada hakekatnya mempunyai beberapa perbedaan.

Dari aspek kajian sosial lembaga merupakan pola perilaku yang selalu

berulang dan bersifat kokoh serta dihargai oleh masyarakat Dalam

pengertian lain lembaga adalah sekumpulan norma dan perilaku yang telah

berlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapai

tujuan bersama. Sedangkan kelembagaan adalah suatu jaringan yang

terdiri dari sejumlah orang atau lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki

aturan dan norma, serta memiliki struktur (Kompasiana, 2013)

Dalam hal ini lembaga dapat memiliki struktur yang tegas dan formal, dan

lembaga dapat menjalankan satu fungsi kelembagaan atau lebih.

Kelembagaan pertanian memiliki delapan jenis kelembagaan, yaitu 1)

kelembagaan penyedia input, 2) kelembagaan penyedia modal, 3)

kelembagaan penyedia tenaga kerja, 4) kelembagaan penyedia lahan dan

air, 5) kelembagaan usaha tani, 6) kelembagaan pengolah hasil usaha tani,

7) kelembagaan pemasaran, 8) kelembagaan penyedia informasi

(Kompasiana,2013).

Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan

(21)

mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda

dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Persepsi petani terhadap

resiko usaha tani merupakan pandangan / persepsi mengenai resiko usaha

tani yang dihadapi oleh petani.

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah diuraikan, peneliti tertarik

untuk meneliti strategi yang digunakan oleh petani untuk mengatasi resiko

harga komoditas kol,wortel,dan sawi putih di Tanah Karo.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

1)

Bagaimana persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih tentang

resiko usahatani?

2)

Bagaimana rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan?

3)

Bagaimana strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam

pengelolaan resiko usahatani?

1.3

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1)

Untuk mengetahui persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih

(22)

2)

Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi

dan pengembangan kelembagaan.

3)

Untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih

dalam pengelolaan resiko usahatani.

1.4

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1)

Sebagai bahan informasi bagi petani dalam melakukan strategi manajemen

resiko dalam menghadapi resiko harga jual komoditas kol,sawi

putih,wortel.

2)

Sebagai bahan informasi bagi dinas pertanian untuk membuat kebijakan

dalam mengendalikan harga jual komoditas kol,sawi putih,wortel.

(23)

9

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Resiko

Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan

yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko.

Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan

bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil

resiko. Semakin besarresiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan

bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko

menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Resiko adalah

ketidakpastian dan dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap

pengambilan suatu keputusan (Harwood, et al 1999).

Menurut Kountur (2006), resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi

akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan

terjadi. Selanjutnya Kountur (2008), menyebutkan ada tiga unsur penting dari

suatu yang dianggap resiko yaitu:

1.Merupakan suatu kejadian.

2.Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi bisa

tidakterjadi.

(24)

Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut

dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang

berdampak merugikan disebut sebagai resiko. Oleh sebab itu resiko adalah

sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan

yang dapat memberikan dampak yang merugikan.

Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan

yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko.

Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis

juga dikaitkan dengan besarnya returnyang akan diterima oleh pengambil resiko.

Semakin besar resiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa

returnyang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan

sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Analisis resiko berhubungan

dengan teori pengambilan keputusan (decision theory) berdasarkan konsep

expected utility model (Moschini dan Hennessy,1999).

Dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan

resiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena

adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang

ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility).

Hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan adalah berhubungan positif,

dimana jika tingkat kepuasan meningkat maka pendapatan yang akan diperoleh

(25)

UTILITY

UTILITY

INCOME INCOME

RISK NEUTRAL

RISK AVERSE

UTILITY

INCOME

RISK TAKER

Gambar 1. Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan

Sumber : Debertin, 1986

Debertin (1986), juga menjelaskan mengenai hubungan tingkat kepuasan petani

dengan keputusan strategi yang diambil pada tingkat resiko tertentu. Sehubungan

dengan Gambar 1, setiap petani yang ingin mendapatkan income (pendapatan)

yang lebih tinggi maka akan menghadapi resiko yang lebih besar, dimana tingkat

resiko selalu berbanding lurus dengan tingkat harapan pendapatan. Resiko adalah

konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan

baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat

erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan

besamya return yang akan diterima oleh pengarnbil resiko. Semakin besar resiko

yang dihadapi umurnnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga

akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda

(26)

resiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Robison dan Barry, 1987

dalam Fariyanti, 2008).

1)

Pembuat keputusan yang takut terhadap resiko (risk aversion).

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari

keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan

menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat

kepuasan.

2)

Pembuat keputusan yang berani terhadap resiko (risk taker).

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari

keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan

menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3)

Pembuat keputusan yang netral terhadap resiko (risk neutral).

Sikap ini menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari

keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan

menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.

2.1.2

Strategi Pengambilan Keputusan

Respon petani terhadap resiko dapat dikategorikan menjadi: a) usaha yang

diaraahkan untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya resiko b) tindakan yang

ditujukan untuk mengurangi dampak resiko (Jolly,1983). Dalam usaha

mengontrol sumber resiko, petani harus memilih himpunan distribusi probabilitas

yang paling mungkin dihadapi. Keputusan-keputusan yang diambil dapat berupa

pemilihan jenis usaha, diversifikasi usaha atau pola tanam, tingkat penggunaan

input, penentuan skala usaha, pemilihan pasar, serta keikutsertaan dalam

(27)

langsung terhadap distribusi probabilitas yang dihadapi petani. Pada dasarnya,

respon tersebut sangat berpengaruh terhadap kapasitas usaha tani untuk tetap

bertahan mengahadapi kondisi yang kurang menguntungkan atau untuk

memanfaatkan peluang seoptimal mungkin dalam kondisi yang menguntungkan.

Respon petani terhadap goncangan/kejutan yang dihadapi usaha tani dapat

dibedakan menjadi: a) respon sebelum terjadi goncangan yaitu ex ante; b) respon

pada saat terjadi goncangan yaitu interactive, dan c) respon telah terjadi

goncangan yaitu expost (Adiyoga dan Soetiarso,1999). Respon yang pertama

dirancang untuk mempersiapkan usaha tani agar tidak berada pada posisi yang

terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Respon pada saat terjadi goncangan

melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat

diminimalkan,

sedangkan respon setelah goncangan diarahkan untuk

meminimalkan dampak berikutnya. Ketiga jenis respon tersebut saling bergantung

satu dengan yang lainnya (respon yang satu merupakan fungsi dari respon yang

lain).

2.1.3

Teknologi

Teknologi disini maksudnya adalah teknologi pertanian yang berarti cara-cara

bagaimana penyebaran benih, pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta

termasuk pula benih, pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber

tenaga kerja dan kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani sebagai fungsinya

selaku pengelola untuk mengambil keputusan (Suhardiyono, 1992).

Teknologi dapat dilihat atau diartikan dari proses kegiatan manusia yang

(28)

menghasilkan barang itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu membuat dan

menggunakan. Membuat merupakan kegiatan merancang dan menciptakan suatu

barang buatan, sedangkan menggunakan adalah melakukan kegiatan sesuai

dengan fungsi suatu barang yang telah dibuat. Teknologi sebagai kegiatan

manusia dalam merencanakan dan menciptakan benda-benda yang bernilai

praktis.

Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa teknologi harus dilihat secara utuh

dengan cara menguraikannya ke dalam empat komponen sebagai berikut;

1.

Perangkat keras (fasilitas berwujud fisik); misalnya traktor, computer,

peralatan tangkap ikan, mesin pengolah makanan dan minuman, mesin

pendingin. Komponen tersebut disebut juga technoware yang

memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional

transformasi.

2.

Perangkat manusia (berwujud kemampuan manusia); misalnya

keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas dalam mengelola

ketiga komponen teknologi lainnya di bidang agroindustri/agribisnis.

Komponen tersebut disebut juga humanware yang memberikan ide

pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi.

3.

Peringkat informasi (berwujud dokumen fakta); misalnya website di

internet, informasi yang diperoleh melalui telpon dan mesin facsimile,

database konsumen produk agribisnis, informasi mengenai riset pasar

produk agribisnis, spesifikasi mesin pengolah makanan, buku mengenai

pemeliharaan mesin-mesin pertanian, jurnal-jurnal aplikasi teknologi

(29)

Teknologi pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsi

pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secar

teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik,

dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal

kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralat

siste

dalam i

pemeliharaan, pemungutan hasil dar

panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan sert

hasil. Oleh sebab itu, secara luas cakup

penerapan ilm

pemasaran.

2.1.4 Kelembagaan

Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga

untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam

konteks sistem agribisnis di pedesaan (Kompasiana, 2013), dikenal delapan

bentuk kelembagaan yaitu:

1)

kelembagaan penyediaan input usahatani,

2)

kelembagaan penyediaan permodalan,

3)

kelembagaan pemenuhan tenaga kerja,

4)

kelembagaan penyediaan lahan dan air irigasi,

5)

kelembagaan usahatani/usahaternak,

(30)

7)

kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan

8)

kelembagaan penyediaan informasi (teknologi, pasar, dll).

Dalam konteks kelembagaan ada tiga kata kunci, yaitu: norma, perilaku, kondisi

dan hubungan sosial. Signifikansi ketiga kata kunci tersebut dicerminkan dalam

perilaku dan tindakan, baik dalam tindakan tindakan individu, maupun dalam

tindakan kolektif. Setiap keputusan yang diambil selalu akan terkait atau dibatasi

oleh norma dan pranata sosial masyarakat dan lingkungannya. Vice-versa, kondisi

demikian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat

merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas (community-based action)

yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk (entry-point) upaya

diseminasi teknologi. Dalam kontek kelembagaan pertanian, pemahaman

terminologi ”lokal” dinterpretasikan sebagai suatu yang memiliki karakteristik

tersendiri yang berkaitan dengan kondisi setempat. Terminologi lokal dimaksud

meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindakan kolektif, energi untuk melakukan

konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis dan

mengkaji informasi.

Kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan

sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan

dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula

hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang

mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan

perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, di dalam suatu kelompok

terdapat pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku

(31)

norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan, dapat

disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang syarat dengan

nilai dan norma yang bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam

kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada

umumnya.

Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan

mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi

sebagai Pengantar bahwa untuk dapat membedakan kekuatan mengikat

norma-norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

a. Cara (usage)

b. Kebiasaan (folksway)

c. Tata kelakuan (mores), dan

d. Adat istiadat (custom)

Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar

mempengaruhi perilaku seseorang untuk menaati norma. Begitu pula yang

dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan

tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh

masyarakat untuk memaksa para anggotanya mentaati norma-norma yang

terkandung didalamnya.

2.1.5 Persepsi

Menurut Sunaryo (2004), persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang

(32)

indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang

sesuatu yang dipersepsikan

Menurut Rakhmat (2004), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,

atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

melampirkan pesan.

Persepsi adalah stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan

dan diinterpretasikannya sehingga individu menyedari tentang apa yang

diinderanya (Walgito, 2006). Ketika individu petani mendengar atau melihat suatu

inovasi teknologi, maka muncul stimulus yang diterima alat inderanya, kemudian

melalui proses persepsi suatu inovasi teknologi baru yang ditangkap oleh indera

sebagai sesuatu yang berarti dan bermanfaat baginya. Melalui suatu interpretasi

dan pemaknaan dari suatu teknologi maka muncul keyakinan dan kepercayaan

terhadap inovasi teknologi tersebut. Akan tetapi individu petani masih

memerlukan pembuktian terhadap kebenaran inovasi tersebut melalui uji coba

atau melihat kepada sesama petaninya yang telah mencoba.

Stimulus yang diterima alat indera, kemudian melalui persepsi sesuatu yang

diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan

diinterpretasikan (Walgito, 2006).

Dengan demikian menurut Walgito (2006) persepsi merupakan proses

pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh

individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang

terintegrasi dalam diri individu. Persepsi petani terhadap suatu inovasi teknologi

(33)

stimulus yang diterima oleh individu petani, sehingga inovasi teknologi tersebut

merupakan yang berarti dan bermanfaat serta merupakan aktivitas yang

terintegrasi dalam diri individu sebelum mengambil keputusan untuk berperilaku.

Bentuk keputusan berpelilaku adalah merupakan tindakan individu untuk

menerpakna inovasi teknologi yang telah diyakini dan dibuktikan. Persepsi petani

terhadap sesuatu inovasi teknologi baru dapat dipengaruhi oleh faktor internal

(dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (atau dari stimulus itu sendiri dan

lingkungan). Suatu inovasi teknologi baru yang dipersepsi erat kaitannya terhadap

kondisi lingkungan (agro-ekosistem) dan tingkat kesulitan untuk menerapkan

teknologi tersebut. Penilaian terhadap tingkat kesulitan inovasi teknologi itu

merupakan faktor-faktor internal individu dalam mempersepsikan kemampuan

diri sendiri untuk melakukan tindakan atau penerapan sebagai pola perilakunya.

2.2

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan adalah Ratna Mega Sari (2009) dengan

judul “Resiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia”

menganalisis resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di

Indonesia dan menganalisis alternative strategi terkait dengan adanya resiko harga

komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia.

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan analisis ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan

volalitas pada periode selanjutnya, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

1.

Cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang

sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif ini

(34)

besar. Resiko harga cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai

merah besar.

2.

Penanggulangan resiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti

perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari

penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan

pupuk olahan cabai. Penanggulangan resiko harga cabai merah keriting

dan cabai merah besae akan efektif melalui peran dan kontribusi

pemerintah, melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dankelompok

tani, pengaturan pola produksi serta pembinaan dan penyuluhan terkait

dengan pengolahan pasca panen, budidayaa dan pendekatan terhadap

petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk

mengurangi resiko harga.

Menurut Drs.H.Hendro Sunarjo, APU (Purn.) dalam bukunya yang berjudul

“Bertanam 36 Jenis Sayur” menyatakan bahwa varietas yang termasuk jenis kol

diantaranya ialah hybrid KK cross, KY cross, hybrid 21, R.v.E., yoshin, pujon,

segon, Copenhagen market dan kubis merah. Sementara itu, varietas kol yang

dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 21, hybrid 31, hybrid KK cross, hybrid

KY cross. Semua varietas hybrid tersebut berasal dari Jepang. Var ietas lainnya

yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 368 dari Australia. Varietas kol

lokal seperti pujon, segon, dan yoshin kurang popular karena kropnya lunak

(keropos). Kol dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1.000-3.000 m

dpl dengan pH tanah antara 6-7. Waktu tanam kol yang baik adalah pada awal

musim hujan (awal Oktober) atau awal musim kemarau (Maret). Jarak antar baris

(35)

kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl. Jenis pestisida yang digunakan

pada komoditi kol adalah Ambush 2 EC, Decis 2,5 EC 0,1-0,2% untuk ulat

Plutella maculipennis, ulat Crocodolomia binoyalis. Bubur bordeaux, Antracol,

atau Dithane M-45 0,2% untuk penyakit busuk akar.

Untuk komoditas sawi putih (petsai) varietas yang dianjurkan ditanam ialah granat

denmark, amiliore dan beberapa hybrid seperti naga oka, waka, wong bok dan

lain-lain. Sawi putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 1000 m

dpl dengan pH tanah sebaiknya antara 6-7. Waktu tanam sawi putih yang baik

ialah menjelang akhir musim hujan (Maret) atau awal musim hujan (Oktober).

Bibit sawi putih ditanam menurut barisan dengan jarak tanam 40 cm dan jarak

antar baris 40 cm. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang, pupuk urea dan

pupuk TSP. Sedangkan pestisida yang digunakan ialah Bayrusil 250 EC 0,2%

untuk memberantas ulat perusak daun (Plutella maculipennis) , Dithane M-45

0,2% untuk memberantas cendawan (Alternaria solani).

Untuk komoditas wortel, mudah ditanam ditempat yang tingginya lebih dari 500

m dpl, terutama di ketinggian 1.200 m dpl dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Tanah yang

akan ditanami dicangkul sedalam 40cm, lalu diberi pupuk kandang atau kompos

tetapi pemberian pupuk kandang ini dapat ditiadakan jika tanahnya subur,

misalnya tanah bekas tanaman kentang, dan kubis. Dibuat alur dengan jarak antar

alur 20 cm. Pupuk buatan yang digunakan berupa pupuk urea, dan pupuk KCl.

2.3

Landasan Teori

Persepsi petani mengenai resiko di dalam beberapa kajian empiris menunjukkan

(36)

memiliki persepsi negatif (Dillon dan Scandizzo, 1978). Perilaku tersebut

mengindikasikan bahwa petani lebih menyukai perencanaan usahatani yang dapat

memberikan rasa aman walaupun harus mengorbankan sebagian pendapatannya.

Sampai sejauh mana proposisi tersebut berlaku untuk petani di Indonesia yang

masih dikategorikan subsisten dalam penggunaan input (Adiyoga dan Soetiarso,

1999). Terlebih lagi jika dikaitkan dengan implikasinya terhadap usaha

pengembangan teknologi baru.

Perancangan teknologi di bidang pertanian diperlukan dalam usaha

pengembangan teknologi baru. Perancangan ini terdapat pada berbagai komponen.

Menurut (Sumarno, 2006) teknologi pertanian terdapat pada berbagai komponen,

yaitu :

1)

Sumber daya lahan, air dan iklim

2)

Sarana biologis, varietas dan benih

3)

Sarana produksi sintesis

4)

Alat mesin pertanian

5)

Kelestarian lingkungan dan keberlanjutan

Pengembangan kelembagaan juga perlu dilakukan karena apabila petani

jikaberusahatani secara individu terus berada di pihak yang lemah karena petani

secara individu akan mengelola usahatani dengan luas garapan kecil dan

terpencar serta kepemilikan modal yang rendah. Sehingga pemerintah perlu

memperhatikan penguatan kelembagaan lewat kelompok tani karena dengan

berkelompok maka petani tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya

maupun permodalannya. Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan

(37)

1)

Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis

untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program

pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program dan kurang

menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.

2)

Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok

masih relatif rendah, ini tercerin dari tingkat kehadiran anggota dalam

pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%).

3)

Pengelolaan kegiatan produkstif anggota kelompok bersifat individu.

Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah

pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara

bersama, sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol. Kegiatan

atau usaha produktif anggota kelompok dihadapkan pada masalah

kesulitan permodalan, ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang

terbatas.

4)

Pembentukan dan pegembangan kelembagaan tidak menggunakan basis

social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai

melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.

5)

Pembentukan dan pengembangan berdasarkan konsep cetak biru (blue

print approach) yang seragam. Introduksi kelembagaan dari luar kurang

memperhatikan struktur jaringan kelembagaan lokal yang telah ada serta

kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.

6)

Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan

(38)

7)

Kelembagaan - kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk

memperkuat ikatan horizontal bukan ikatan vertikal. Anggota suatu

kelembagaan terdiri atas orang - orang dengan jenis aktivitas yang sama.

Tujuannya agar terjalin kerjasama yang pada tahap selanjutnya diharapkan

daya tawar mereka meningkat. Untuk ikatan vertikal diserahkan kepada

mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah sulit menjangkaunya.

8)

Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang

dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan

kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak

mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya,karena

tidak ada social learning approach.

9)

Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural dan

lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi

dibangun lebih dahulu,namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek

kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan

aggotanya meskipun wadahnya sudah tersedia.

Dalam menghadapi resiko diperlukan strategi. Menurut (Adiyoga dan

Soetiarso,1999) strategi dapat dikelompokkan menjadi strategi pengelolaan

resiko yang bersifat :

1)

Ex-ante, yaitu respon yang dirancang untuk mempersiapkan usaha tani

agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan

terjadi

2)

Interactive, yaitu respon pada saat terjadi goncangan melibatkan realokasi

(39)

3)

Ex-post, yaitu respon setelah goncangan diarahkan untuk meminimalkan

dampak berikutnya

Ketiga jenis respon tersebut saling bergantung satu dengan yang lainnya (respon

yang satu merupakan fungsi dari respon yang lain) dan implementasi strategi ini

secara langsung tercermin pada teknik budidaya yang dilakukan petani.

2.4

Kerangka Pemikiran

Dalam melakukan usaha tani, ada beberapa resiko yang akan dihadapi, seperti

resiko hasil produksi, resiko manusia, resiko kelembagaan, resiko harga dan

resiko institusi.

Resiko usaha tani yang dialami oleh para petani kol, wortel dan sawi putih harus

dihadapi dengan strategi penanggulangannya agar resiko tersebut dapat

diminimalisir pengaruhnya terhadap usaha tani. Strategi yang dilakukan oleh

petani tentunya dengan berbagai pertimbangan agar tepat sasaran sesuai dengan

resiko yang dihadapinya. Dengan demikian, petani kol,wortel dan sawi putih di

Kabupaten Karo perlu memiliki strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi

peluang – peluang munculnya resiko didalam usaha tani.

Perancangan teknologi di bidang pertanian sangat diperlukan. Pemanfaatan

teknologi pertanian terdapat pada berbagai komponen seperti sumber daya lahan,

air dan iklim, varietas dan benih, sarana produksi sintesis, alat mesin pertanian,

kelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Rekomendasi terhadap perancangan

teknologi di bidang pertanian diperlukan, karena penggunaan teknologi di bidang

(40)

menanggulangi resiko usaha tani, seperti resiko produksi pada usaha tani kol,

wortel dan sawi putih.

Pengembangan pada kelembagaan perlu dilakukan karena melalui kelembagaan

ini pemerintah berperan membantu petani dalam menghadapi resiko, hal ini dapat

dilihat dari lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mendukung

para petani. Lembaga-lembaga seperti lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran

dan distribusi, lembaga penyuluh pertanian dan lembaga penjamin dan

penanggung resiko. Pengembangan pada kelembagaan tentunya sangat diperlukan

agar dapat terus membantu petani dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Secara sitematis berikut ini digambarkan skema kerangka pemikitan sebagai

[image:40.595.100.509.414.733.2]

berikut :

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Resiko Usahatani

Hasil

Produksi

Harga Pasar

Institusi

Manusia

Kelembagaan

Strategi Petani

Pengembangan

Kelembagaan

Perancangan

Teknologi

Persepsi Petani

Petani Kol, Wortel, Sawi Putih

Keterangan : Berhubungan

(41)

2.5 Hipotesis Pemikiran

Sesuai dengan landasan teori yang menyatakan petani cenderung menghindari

resiko/ memiliki persepsi negatif terhadap resiko. Petani lebih menyukai

perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman. Dengan adanya

rekomendasi kebijakan perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan

diharapkan mampu mengurangi resiko, karena penggunaan teknologi di bidang

pertanian dapat meningkatkan produksi dan produktivitas, serta pengembangan

kelembagaan yang membantu petani dari permasalahan baik permodalannya,

kelembagannya, dll. Dalam menghadapi resiko usahatani, sebaiknya petani

memiliki strategi dalam pengelolaan resiko yang dihadapinya, strategi tersebut

berupa strategi ex-ante, interactive dan ex-post, maka dapat dirumuskan hipotesis

penilitian yang akan diuji sebagai berikut:

1)

Petani komoditas kol, sawi putih dan wortel memiliki persepsi yang

negatif tentang resiko usahatani.

2)

Terdapat rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan

pengembangan kelembagaan di daerah penelitian.

3)

Terdapat strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam

(42)

28

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya daerah penelitian

ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan

dengan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989). Penelitian dilakukan di

Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Dengan

pertimbangan bahwa daerah yang diteliti merupakan salah satu sentra

produksi hortikultur, terutama kol, sawi putih dan wortel yang cukup

[image:42.595.110.516.400.728.2]

potensial di wilayah Sumatera Utara.

Tabel 2. Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran Kabupaten

Tanah Karo, Sumatera utara

No Kecamatan

Jumlah Produksi (Ton)

Luas Lahan (Ha)

Kol

Sawi

Putih

Wortel

Kol

Sawi

Putih

Wortel

1

Mardingding

0

0

0

0

0

0

2

Laubaleng

0

0

0

0

0

0

3

Tigabinanga

0

0

0

0

0

0

4

Juhar

0

0

0

0

0

0

5

Munte

443

0

0

23

0

0

6

Kutabuluh

0

0

0

0

0

0

7

Payung

0

2700

0

0

250

0

8

Tiganderket

0

930

0

0

45

0

9

Simpang

Empat

8128

4744

4 042

269

245

175

10 Naman Teran 13 225

10 946

404

640

635

20

11

Merdeka

5 124

2 622

10 420

238

173

471

12

Kabanjahe

17 240

4 350

5 355

480

290

256

13

Berastagi

7 920

3 131

5 100

226

200

179

14

Tigapanah

10 976

2 353

2 468

691

432

259

15

Dolat Rayat

2 434

1 481

1 284

108

98

78

16

Merek

5 688

467

420

168

39

28

17

Barusjahe

4534

8620

1 200

221

58

59

(43)

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang

lingkup dan waktu yang kita tentukan. Sampel adalah bagian dari jumlah

dan karateristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiono, 2008). Teknik

pengumpulan sampel menggunakan metode purposive dimana sampel

yang diambil 50 petani kol, 50 petani sawi putih dan 50 petani wortel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani

melalui survei dan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih

dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga

terkait dengan substansi penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS)

dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk tujuan penelitian (1) yaitu untuk mengetahui persepsi petani

komoditas kol, wortel dan sawi putih tentang resiko usahatani dan tujuan

penelitian (3) yaitu untuk menganalisis strategi petani komoditas kol,

wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani, analisis data

dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif menggunakan tabel

frekuensi yang difokuskan pada persepsi petani tentang resiko dan strategi

petani tersebut dalam pengelolaan resiko usaha tani.

Data yang dikumpulkan akan diperoleh melalui penelitian survey. Penelitian

diarahkan untuk memperoleh penjelasan dan interpretasi hubungan antara

(44)

primer melalui wawancara dengan penggunaan kuesioner. Untuk

memperoleh konfirmasi mengenai data primer yang diperoleh dari petani

responden, diskusi kelompok dengan responden kunci (penyuluh, kontak

tani, petani andalan) juga dilaksanakan.

Data mengenai persepsi petani dan strategi dalam pengelolaan resiko yang

dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan tabel frekuensi. Tabel

frekuensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah dan

persentase petani untuk masing-masing komoditi mengenai persepsi petani

mengenai resiko dan strategi-strategi pengelolaan resiko yang terdiri dari

strategi pengelolaan ex-ante, interactive, ex-post.

Tabel frekuensi untuk persepsi petani terdiri dari:

1.

Resiko menurut persepsi petani

2.

Usahatani yang dikategorikan gagal

3.

Tingkat resiko produktivitas usaha tani menurut persepsi petani

Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai dssar untuk menyatakan usahatani

kol, sawi putih, dan wortel di daerah penelitian memiliki resiko

produktivitss apabila tingkat

produktivasnya dibawah rata-rata

produktivitas Kecamatan Berastagi, yaitu untuk komoditi kol sebesar

252,47 Ton/Ha, sawi putih sebesar 46,97 Ton/Ha, dan wortel sebesar

131,41 Ton/Ha (Kecamatan Berastagi dalam Angka, 2014).

4.

Tingkat resiko harga komoditi menurut persepsi petani

Harga yang berlaku untuk masing masing komoditas kol, sawi putih dan

(45)

putih dan wortel dikatakan memiliki resiko harga apabila harga jual yang

diterima berada dibawah harga yang berlaku.

5.

Tingkat keuntungan usahatani

Tabel frekuensi untuk strategi pengelolaan ex-ante, terdiri dari:

1.

Pola tanam dalam setahun

Kol/sawi putih/wortel - bawang putih - bawang daun

Kol/sawi putih/wortel - bawang putih - kol/sawi putih/wortel

2.

Alasan mengikuti pola tanam

3.

Varietas yang digunakan

Komoditas kol yang paling banyak digunakan adalah bibit unggul Cauliflower

F1, bibit hibrida varietas KK cross. Komoditas sawi putih menggunakan

bibit unggul Top King. Komoditas wortel menggunakan bibit hibrida

varietas viva kuroda (Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

4.

Sumber dari seluruh/sebagian bibit yang digunakan

5.

Banyaknya lokasi/persil pertanaman dalam setahun

Tabel frekuensi untuk strategi pengelolaan interactive, terdiri dari:

1.

Waktu penanaman

Waktu penanaman komoditas kol, sawi putih, dan wortel yang baik pada saat

musim hujan. Dan saat memasuki musim kering dilakukan penanaman

bawang putih ataupun bawang daun (Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

2.

Bila sebagian tanaman dilapangan, maka

3.

Jarak tanam yang digunakan

Jarak tanam komoditas kol 50 x 50 cm. Pola penanaman ada dua yaitu larikan

(46)

empat dan pola barisan (barisan tunggal dan barisan ganda). Pola segitiga

ssma sisi dan pola bujur sangkar tergolong baik karena didapat jumlah

tanaman lebih banyak

4.

Jenis pupuk yag digunakan

5.

Metode pengendalian hama yang digunakan

Jenis pestisida yang digunakan untuk komoditas kol yaitu Aldrin dengan batas

maksimum 0,1 mg/kg, Asefat dengan batas maksimum 5 mg/kg, Bromide

anorganik dengan batas maksimum 100mg/kg, Dieldrin dengan batas

maksimum 0,1 mg/kg, Diflubenzuron dengan batas maksimum 1mg/kg,

Lindane dengan batas maksimum 0,5mg/kg. Klorenvinfos dengan batas

maksimum 0,05 mg/kg. Jenis pestisida yang digunakan untuk komoditas

sawi putih yaitu Kloririfos metil dengan batas maksimum 0,1mg/kg.

Sedangkan pestisida yang digunakan untuk komoditas wortel yaitu

Mefinfos 0,1 mg/kg, monokrotofos dengan batas maksimum 0,05 mg/kg,

Lindane dengan batas maksimum 0,2 mg/kg, Kloririfos metil dengan batas

maksimum 0,5mg/kg, Klorenvinfos dengan batas maksimum 0,05 mg/kg

((Peraturan Menteri Pertanian, 2006).

6.

Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT

7.

Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT

8.

Alas an melakukan pengoplosan pestisida

9.

Tindakan

Gambar

Tabel 1. Jumlah Produksi Dan Luas Lahan Komoditas Sayuran No Kecamatan Jumlah Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha)
Gambar 1. Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan Sumber : Debertin, 1986
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Jumlah produksi dan luas lahan komoditas sayuran Kabupaten Tanah Karo, Sumatera utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Regulatory Factors Stimulate Bone Formation Stimulate Bone Resorption Growth Factors BMP-2 BMP-4 BMP-6 BMP-7 IGF-I IGF-II TGF- β FGF PDGF TNF FGF PDGF EGF M-CSF GM-CSF

Pada Penulisan Ilmiah ini, penulis memaparkan tentang langkah langkah perancangan sebuah website sederhana dengan menggunakan web programming PHP. Website ini dimodifikasi

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Sosialisasi Peningkatan Rasa Solidaritas dan Ikatan Sosial Dikalangan Masyarakat.

Representation of Content, User Content Classifications and Applied Technologies As mentioned in the ‘Cultural Heritage’ section, the heritage registers are difficult to use

Rapat Pembagian Tugas guru Semester I Tahun Pelajaran 2016 / 2017 SMA Negeri 1 ANDA Kabupaten ANDA Tanggal 3 Juli

Different factors such as the camera resolution, selecting matched points in different images during the modelling process and also light condition while doing field

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2011 memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih, kepada:. AriWistinni

3 Bahan-bahan/alat teknis 56 paket 196.000.000,- APBD Kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan bagi pekerja rokok 4 Bahan praktek/percontohan 56 paket 100.000.000,- APBD