• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Tambak Udang (Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Tambak Udang (Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

RIZKY HERMAWAN PULUNGAN

100304098

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG

(Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat)

SKRIPSI

RIZKY HERMAWAN PULUNGAN

100304098

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Lily Fauzia, M.Si) (Emalisa, SP, M.Si)

NIP:196308221988032003 NIP:1972111819980220012

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

skripsi “ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG DENGAN STUDI KASUS DESA SEI MERAN, KEC. PANGKALAN SUSU, KAB.

LANGKAT”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 dengan

dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa, SP, M.Si

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei di daerah penelitian, untuk mengetahui apakah usaha udang vannamei layak atau tidak layak dikembangkan di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya udang vannamei dianalisis dengan BEP, dan R/C Ratio. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem budidaya udang yang digunakan sistem semi intensif di daerah penelitian. Diperoleh hasil BEP Produksi < Produksi maka usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil BEP Harga < Harga dang BEP Penerimaan < Penerimaan maka usaha budidaya udang vannamei layak dan diperoleh hasil R/C Ratio > 1. Dengan nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang vannamei layak dikembangkan secara finansial di daerah penelitian.

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat,

rahmat dan karunia-Nya serta segala kekuatan, kemampuan dan kesempatan yang

telah dianugerahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha

Tambak Udang (Kasus : Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten

Langkat)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan beserta Pembantu

Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin

dan mengelola institusi pendidikan di tingkat universitas dan fakultas.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin dan mengelola

institusi pendidikan di tingkat departemen dan telah menjadi dosen penguji

yang telah banyak memberikan saran yang membangun untuk kesempurnaan

skripsi penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MS sebagai sekretaris Departemen

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah

(5)

dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Emalisa, SP, M.si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Seluruh dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis

menjadi mahasiswa.

7. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses

administrasi.

8. Seluruh kantor pemerintahan Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu,

Kabupaten Langkat yang terkait dengan penelitian penulis.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih atas segala motivasi, bantuan

serta dukungan berupa doa dan semangat, kepada ayahanda tercinta Bapak Ir.

Bangun Pulungan dan ibunda tercinta Ibu Khairida Nasution, abangda Putra

Adriananda Pulungan, SE, abangda Harry Maulana, SE yang selalu memberikan

motivasi, kakak Mira Astriana Pulungan, SE, adik Amalina Darayani Pulungan

yang selalu memberikan motivasi serta Khairunisa Siregar yang selalu memberi

semangat dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat penulis yang telah banyak

(6)

iv

Khaliqi, Irna, Zukfikar, Roni, Wawan, dan semua rekan-rekan di Departemen

Agribisnis stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Sebagai salah satu karya ilmiah skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan

yang disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Masukan

dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan

penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2015

(7)

RIZKY HERMAWAN PULUNGAN dilahirkan di Pematang Siantar pada

tanggal 06 Juli 1993. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari

Bapak Ir. Bangun Pulungan dan Ibu Khairida Nasution.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut :

1. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 054903 UPL Kebun Balok,

masuk pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2004.

2. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Swasta Al-Azhar

Medan, masuk pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2007.

3. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 2 Medan, masuk

pada tahun 2007 dan tamat pada tahun 2010.

4. Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, masuk pada tahun 2010 dan tamat pada

tahun 2014.

5. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Deli Muda Hulu,

Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara,

pada tahun 2013.

6. Mengadakan penelitian skripsi di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu,

(8)

vi

2.2.1 Biaya dan Pendapatan... 15

2.2.2 Teori Kelayakan ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 18

2.4 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 21

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 22

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4 Metode Analisis Data ... 22

Definisi dan Batasan Operasional ... 24

(9)

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 26

4.1.1 Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah ... 26

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 27

4.2 Karakteristik Responden ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Budidaya Udang Vannamei di Daerah Penelitian ... 31

5.2 Analisis Biaya Produksi di Daerah Penelitian ... 34

5.3 Analisis Pendapatan ... 35

5.4 Analisis Kelayakan Usaha Udang Vannamei ... 36

5.4.1 BEP Volume Produksi... 37

5.4.2 BEP Harga Produksi ... 37

5.4.3 BEP Penerimaan ... 38

5.5.4 Analisis kelayakan Dengan R/C Ratio ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA

(10)

viii

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Areal dan Jumlah Nelayan Usaha Budidaya Tambak Menurut

Kecamatan di Kabupaten Langkat ... 4

2. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak Menurut Jenis Ikan di Kabupaten/Kota ... 20

3. Potensi Penggunaan Lahan di Desa Sei Meran Tahun 2014 ... 26

4. JumlahPenduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014 ... 26

5. JumlahPendudukMenurut Usia Tahun 2014 ... 27

6. JumlahPenduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014 ... 27

7. Karakteristik Responden ... 28

8. Biaya Usahatani Udang Per Produksi (3 Bulan/Petani) ... 34

9. Pendapatan Budidaya Udang vannamei per 2000 Bibit ... 35

10.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Produksi... 36

11.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Harga ... 37

12.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Penerimaan ... 38

(11)

No Judul Halaman

1. Udang Vannamei ... 7

2. Skema Kerangka Pemikiran ... 19

3. Penjemuran, Pencucian, Pemupukan, dan Pengapuran Tambak ... 32

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1. Karakteristik Petambak Udang Vannamei

2. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 1

2a. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 2

2b. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 3

2c. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 4

2d. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 5

2e. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 6

2f. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 7

3. Total Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan)

4. Penerimaan Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan)

(13)

skripsi “ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG DENGAN STUDI KASUS DESA SEI MERAN, KEC. PANGKALAN SUSU, KAB.

LANGKAT”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 dengan

dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa, SP, M.Si

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei di daerah penelitian, untuk mengetahui apakah usaha udang vannamei layak atau tidak layak dikembangkan di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya udang vannamei dianalisis dengan BEP, dan R/C Ratio. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem budidaya udang yang digunakan sistem semi intensif di daerah penelitian. Diperoleh hasil BEP Produksi < Produksi maka usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil BEP Harga < Harga dang BEP Penerimaan < Penerimaan maka usaha budidaya udang vannamei layak dan diperoleh hasil R/C Ratio > 1. Dengan nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang vannamei layak dikembangkan secara finansial di daerah penelitian.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

di harapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri

yang cenderung meningkat serta sumber daya yang cukup tersedia di Indonesia

memberikan peluang sangat besar untuk dapat dikembangkan

budidayanya(sumeru, 1992).

Permintaan akan konsumsi masyarakat akan udang di Indonesia meningkat

dikarenakan udang merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi tinggi

dan unsur yodium yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mental

dan udang juga mengandung protein dalam jumlah besar, kandungan gizi udang

seperti Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Fosfor, Zat besi, Vitamin

A, Vitamin B, Vitamin C dan Air. Sehingga makanan yang olahan dari udang

bermanfaat dan sehat bagi tubuh manusia ( Suprapti, 2008).

Tingginya permintaan akan udang didalam dan luar negeri yang terus meningkat

dari tahun ketahun menjadikan Indonesia sebagai pengirim terbesar didunia,

dikarenakan Indonesia mempunyai luas wilayah, ketersediaan lahan pertambakan

dan potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang memungkinkan

untuk mengembangkan usaha budidaya udang (Buwono, 1993).

Perkembangan budidaya Udang Windu sejak tahun 1980 sampai 1990ini telah

(15)

intensif, maupun intensif. Perkembangan tersebut tentunya tidak terlepas dari

pembinaan aparat pemerintah, khususnya yang membidangi sektor perikanan baik

melalui kursus-kursus keterampilan, seminar-seminar pertambakan udang maupun

dari kegiatan pameran perikanan yang berskala nasional ataupun

internasional(Buwono, 1993).

Budidaya udang diindonesia mengalami kejayaan pada tahun 1994, produksi

udang windu budidaya mencapai 250.000 ton/tahun. Produksi tersebut

menempatkan posisi produsen udang winduterbesar didunia. Namun dengan cepat

produksi udang windu mengalami penurunan dan menuju pada titik kehancuran

karena merebaknya penyakit white spot syndrome virus (WSSV). (Kordi, 2010)

sektor perikanan di Indonesia komoditas udang lebih besar di bandingkan

komoditas lain, walaupun produksinya lebih sedikit dibandingkan ikan tangkap.

Misalnya, pada tahun 2003, produksi sektor perikanan dan kelautan sebesar

474.000 ton dengan perincian ikan tangkap 292.000 ton dan budidaya tambak

(terutama udang) 182.000 ton. Volume ekspor perikanan tahun 2003 sebesar

32.223 ton atau senilai US$ 96.267 juta. Dari angka 32.223 ton tersebut, volume

ekspor udang hanya mencapai 8.027 ton (sekitaran 25%), tetapi nilai ekspornya

yang paling banyak (Haliman dan Dian Adijaya S, 2008).

Menurut Nilai ekspor hasil perikanan Indonesia berdasarkan total komoditi tahun

2013 mencapai US$ 3,77 miliar meningkat 6,98 persen dibandingkan tahun 2012

dengan nilai US$ 3,53 miliar. Udang menjadi komoditi yang merajai ekspor

perikanan, dengan nilai yang disumbang sebesar US$ 1,280 juta, disusul tuna US$

(16)

3

Komoditi yang paling besar mengalami peningkatan ekspor adalah udang sebesar

25,46% dengan nilai kontribusi terbesar adalah udang beku senilai US$ 1,121 juta

(Sutardjo, 2014).

Ekspor ikan dan udang di sumatera utara menunjukan peningkatan yang tinggi,

ekspor ikan dan udang mencapai angka 60,16 juta dolar AS pada tahun 2014.

Jumlah itu jauh melampui angka periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat

49,63 juta dolar AS. (Kusdiatmono, 2014).

Udang sebagai komoditas ekspor berhasil meningkatkan devisa Negara dari sektor

non migas. Volume ekspor udang ke berbagai Negara tujuan (Jepang, Hongkong,

Singapura, Jerman, Australia, Malaysia, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia,

Luxemburg, dan lainnya) (Buwono, 1993).

Pemanfaatan tambak untuk usaha budidaya udang secara intensif di Indonesia

berkembang cepat dengan produksi mencapai 5-12 ton/ha/musim tanam (6 bulan)

atau 10-24 ton/ha/tahun. Namun, sejak tahun 1990 budidaya udang intensif mulai

banyak menghadapi masalah, seperti tingginya mortalitas, lambatnya tingkat

pertumbuhan, dan kegagalan panen akibat udang terserang penyakit. Kendala

yang dihadapi tersebut awalnya disebabkan petani kurang mematuhi

persyaratan/ketentuan dalam budidaya , seperti pemilihan lokasi yang kurang

tepat, pembatasan luar hamparan tambak, pengelolaan yang tidak sesuai dengan

daya dukung lahan, tidak ada kerjasama antar pembudidaya, dan tidak

memperhatikan ketentuan tata ruang. Penyebab lain juga akibat adanya

(17)

Konsumsi masyarakat Provinsi Sumatera Utara terhadap udang sangat tinggi,

untuk memenuhi permintaan masyarakat dan ekspor pemerintah mengembangkan

budidaya udang untuk meningkatkan produksi udang di Sumatera Utara.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang memiliki

rata-rata produktivitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data yang di peroleh

dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara yang ada pada tabel

1.1 sebagai berikut :

Tabel 1.1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak Menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/ Kota

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kabupaten langkat mempunyai produksi udang

yang tinggi di banding dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang

Bedagai, dengan produksi : Udang Windu 3.713 ton, dan Udang Vannamei

14.163 ton. Kabupaten Langkat menduduki peringkat pertama dalam jumlah

produksi.

Budidaya udang kedepannya menjadi prospek yang cerah bagi petani sehingga

(18)

5

terbesar di Sumatera Utara dan menjadi daerah pengekspor terbesar di Indonesia.

Kurangnya pemahaman bagi petani udang untuk membudidayakan udang dan

tidak mengikuti ketentuan/ budidaya sehingga petani mengalami kegagalan karena

dalam usaha ini memerlukan ketelitian, maka banyak petani yang beralih

budidaya ke komoditas lainnya. Dalam hal ini menimbulkan keraguan terhadap

petani tambak untuk membudidayakan udang, padahal budidaya udang akan

sangat menguntungkan bagi petani tambak udang di Kabupaten Langkat, untuk

penelitian ini dilakukan dengan melihat kelayakan usaha tambak budidaya udang

di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat sehingga

dapat diketahui layak atau tidak layak usaha budidaya tambak udang untuk

dikembangkan di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti

mengenai Analisis Kelayakan Tambak Udang di Desa Sei Meran, Kecamatan

Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat di analisis beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian?

2. Apakah usahatani tambak udang layak untuk dikembangkan di daerah

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis kelayakan usahatani tambak udang yang di daerah

penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan kegunaan dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

sebagai berikut

1. Sebagai bahan informasi bagi petani yang membudidayakan udang di

Kabupaten Langkat.

2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan pihak pemerintah dalam

pengambilan kebijakan.

(20)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Menurut sistematika secara taksonomi udang ini dibagi dalam :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superord : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

(21)

Dalam dunia perdagangan internasioanal Udang Vannamei memiliki beberapa

nama, seperti whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blances (Perancis), dan camaron patiblanco (Spanyol). Ada sekitar 343 spesies udang yang potensial untuk dikembangkan secara komersil. Dari jumlah itu , setidaknya ada 110 spesies

yang termasuk ke dalam genus penaeid. Salah satu spesies dari genus litopenaeus tersebut yaitu litopenaeus vannamei.

Pada tahun 1993, Udang Windu mulai terserang penyakit bintik putih (white spot) atau White Spot Syndrome Virus (WSSV). “White spot” (bintik putih) menjadi momok yang sangat menakutkan. Namun momok ini tidak hanya terjadi di

Indonesia. Kematian udang ditambak yang ditemukan di Thailand lebih banyak

disebabkan serangan virus ini. Menurut Jory (1997) dalam Kordi (2010)

menyatakan bahwa penyakit “white spot” dapat menjalar baik secara vertikal dari

induk maupun secara horizontal dari petak ke petak sebelahnya dan dapat

mematikan udang di seluruh kawasan (Kordi, 2010).

beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan Udang

Vannamei. Produksi yang dicapai saat itu sungguh luar biasa. Apalagi, produksi

Udang Windu yang saat itu sedang berkembang mengalami penurunan karena

serangan penyakit, terutama bercak putih (white spot syndrome virus).

Kehadiran Udang Vannamei di akui sebagai penyelamat dunia pertambakan

udang Indonesia. Petambak mulai bergairah kembali, begitu juga dengan para

operator pembenihan udang. Operator mulai membenihkan Udang Vannamei

(22)

9

Ada beberapa keunggulan budidaya Udang Vannamei dibandingkan dengan

Udang Windu yang membuat masyakarat cepat menerima dan membudidayakan

Udang Vannamei, yaitu a) Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air, oksigen

terlarut dan salinitas yang relatif rendah; b) Mampu memanfaatkan seluruh kolam

air; c) Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang tinggi; d)

Kebutuhan kandungan protein pakan yang relative rendah; e) Tersedia teknologi

produksi induk atau benih bebas penyakit (specific pathogen free = SPF) dan

tahan penyakit (specific pathogen resistant = SPR) (Sudradjat dan Wedjatmiko,

2010).

Siklus hidup Udang Vannamei bersifat nocturnal, yaitu melakukan aktivitas pada malam hari. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba.

Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang

bersamaan udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma

bertemu. Proses perkawinan berlangsung sekitar 1 menit. Sepasang Udang

Vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan 100.000-250.000 sel telur

yang berukuran 0,22 mm. Siklus hidup Udang Vannamei sebelum di tebar

ditambak yaitu :

1. Stadia Nauplii

Pada stadia ini larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya belum

sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga

pada stadia ini benih Udang Vannamei belum membutuhkan makanan dari luar.

(23)

Stadia Zoea terjadi setelah nauplii ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15 -24 jam.

Larva berukuran 1,05-3,30 mm. Pada stadia ini benih udang mengalami moultin

sebanyak 3 kali, yaitu : stadia zoea 1, stadia zoea 2, dan stadia zoea 3. Lama

waktu proses penggantikan kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis)

sekitar 4-5 hari. Pada stadia ini benih sudah dapat diberi pakan alami seperti

artemia.

3. Stadia Mysis

Pada stadia ini, benih sudah menyerupai bentuk udang dicirikan dengan sudah

terlihat ekor kipas (uropods) dan ekor (telson). Benih pada stadia ini sudah

mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva berkisar

3.50-4,80 mm. stadia ini memiliki 3 substadia, yaitu : mysis 1, mysis 2, dan mysis

3 yang berlangsung selama 3-4 hari sebelum masuk pada stadia post larva (PL).

4. Stadia Postlarva (PL)

Pada stadia ini, benih Udang Vannamei sudah tampak seperti udang dewasa.

Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti

postlarva berumur 1 hari. Pada stadia ini udang sudah mulai aktif bergerak lurus

kedepan.

Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber

pakan udang antara lain, udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larve keran dan lumut.

Udang Vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal

(24)

11

halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang

ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan.

Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti : protein, asam amino, dan asam

lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.

Pigmentasi atau perubahan warna kulit berhubungan dengan kesehatan udang.

Warna kulit juga bisa digunakan sebagai acuan kualitas udang yang akan dipanen,

seperti nilai gizi, kesegaran, dan rasa. Pigmen utama pada Udang Vannamei yaitu

karotenoid yang dominan terdapat pada dieksoskleton. Karotenoid pada udang

menimbulkan warna merah, kehijauan, kecoklatan, dan kebiruan. Warna -warna

tersebut dipengaruhi lingkungan budidaya. Kekurangan karotenoid pada Udang

Vannamei bisa menyebabkaan warna eksoskleton tampak dan pudar. Beberapa

penelitian menunjukan bahwa karotenoid merupakan provitamin A yang berfungsi

membentuk jaringan epidermis dan mukosa sehingga udang lebih tahan terhadap

serangan bakteri dan jamur. Selain itu, karotenoid berfungsi untuk menjaga

permeabilitas membran sel dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunologi)

(Haliman dan Dian Adijaya S, 2008).

Benih udang yang siap ditebar di tambak haruslah benih yang berkualitas. Benur

yang berkualitas tumbuh pesat, sehat, dan setiap hari ganti kulit (moulting).

Benih-benih atau benur dari hasil penangkapan di alam maupun di hatchri yang

akan ditebar di tambak harus dipilih yang benar-benar berkualitas. Maka perlu

dicari hatchri yang mempunyai reputasi baik dalam menghasilkan benih. Indikator

(25)

berikut : sarana dan produksi hachri, sumber daya manusia pengelola hachri,

metode produksi benih.

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan udang akan menimbulkan

masalah karena sisa-sisa pakan yang tidak habis dimakan udang akan menjadi

limbah dan menurunkan kualitas air. Pakan powder (serbuk) untuk ukuran udang stadium larve, flake (serpihan) ukuran udang PL1 – PL15, crumble (remahan) untuk ukuran udang PL 20 - 1 g. Dan pellet untuk udang ukuran 1-10 g. Pakan

umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi yang

penting dan tersedia dalam pakan udang antara lain: protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, dan mineral (Kordi, 2010).

Kualitas air dalam tambak petak pembesaran harus tetap terjaga. Adapun kualitas

air yang optimum untuk hidup udang adalah sebagai berikut a) salinitas : <10ppt ;

b) suhu air : 27-31°C ; c) pH : 7,0-8,5 ; d) oksigen terlarut : 3-8 mg/L ; e)

alkalinitas : 150 mg/L ; f) kecerahan : 20-40 cm ( Sudrajat dan Wedjamiko, 2010).

Usaha budidaya perairan, termasuk udang akan berhasil baik dalam air dengan pH

6.5-9.0, dan kisaran optimal untuk udang adalah pH 7.5-8.7. Untuk udang ukuran

0.02-15 g/ekor, pH yang cocok antara 7.9-8.3; untuk udang ukuran 16-30 g/ekor,

nilai pH yang sesuai 7.7-8.2 dan ukuran lebih dari 30 g/ekor nilai pH yang cocok

adalah 7.7-8.0.

Menurut Kholik (1998) dalam Kordi (2010) pertumbuhan dan kehidupan udang

sangat dipengaruhi suhu air. Umumnya dalam batas-batas tertentu kecepatan

pertumbuhan udang meningkat sejalan dengan naiknya suhu air, sedangkan

(26)

13

Artinya, derajat kelangsungan hidup udang menurut pada kenaikan suhu. Kisaran

suhu terbaik bagi pertumbuhan dan kehidupan udang antara 28°-30°C, walaupun

Udang Windu masih dapat hidup dalam suhu 18°C dan 36°C. Namun dalam

tingkat suhu tersebut udang sudah tidak aktif (Kordi, 2010).

Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gram/ekor, sedangkan ukuran

siap panen di tambak umur 100 hari (3,5 bulan) adalah 60-80 ( 60-80 ekor/kg)

atau rata-rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL (post larva)/m2 dengan

SR (survival rate/derajat kelangsungan hidup) sekitar 80% dan FCR (Feed Conversion Rate) pakan 1,2. Hidup dalam tambak dengan salinitas (kadar garam) air tambak pemeliharaan berkisar 5-35 permil (Amri dan Iskandar Kanna, 2008).

Jenis hama yang potensial menggangu usaha budidaya udang dalam budidaya ini

predator atau pemangsa adalah ikan,ular air,burung,serangga,cacing dan siput.

Sedangkan jenis penyakit yang menyerang udang adalah virus,bakteri,parasit dan

jamur. Virus dan baktri merupakan jenis penyakit yang sangat berbahaya bagi

udang (Kordi, 2010).

Usaha budidaya udang di Indonesia memiliki tiga pola yaitu berpola tradisional,

semi intensif, maupun intensif. Akan tetapi di Indonesia memakai budidaya secara

intensif tersebut untuk meningkatkan produksi dan memperoleh hasil panen yang

dapat di petik setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada

petakan-petakan tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan udang

sewaktu-waktu. (Buwono, 1993).

Indonesia merupakan daerah tropis dimana pola tanam pemeliharaan udang dapat

(27)

boleh dikatakan cukup memadai dan menunjang pertambakan udang tersebut,

sehingga mendorong kalangan untuk mengubah pola budidaya udang menjadi

lebih intensif. Pengubahan pola ini dimaksud sebagai salah satu upaya

meningkatkan produksi dan untuk memperoleh hasil panen yang dapat dipetik

setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada petakan-petakan tambak

sehingga dapat memenuhui kebutuhan permintaan udang sewaktu-waktu.

Dalam pola budidaya secara intensif ini memerlukan manajemen usaha secara

professional dan ketelitian. Pemeliharaan udang secara intensif berarti

menggunakan padat penebaran tinggi, pola tanam yang terus-menerus, dan

pemberian pakan bergizi tinggi. Keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama

kualitas air, harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya

organism-organisme asing yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang. air adalah

media hidup utama udang, maka keseimbangan ekosistemnya harus dijaga.

Apabila air tersebut terus menerus dipakai tanpa ada sedikit perbaikan pada sifat

biologis, kimiawi, dan physic, air tersebut tentunya kurang layak bagi kehidupan

udang (Buwono, 1993).

Pola budidaya secara semi intensif ini sama dengan sistem intensif, akan tetapi

yang membedakanya pada perlakuan budidaya udang seperti

pemeliharaan,peralatan,obat-obatan dan penganggulangan hama pada budidaya

udang tersebut.

Sistem pengelolaan semi intensif merupakan teknologi budidaya yang dianggap

cocok untuk budidaya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap

(28)

15

yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari

sistem semi intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha

dalam jangka waktu yang lebih lama (Anonimous, 2008).

Pola budidaya secara tradisional ini menggunakan lahan alam yang berada di

pinggir laut. Membudidayakan udang sistem tradisional hanya membuat bedengan

berbentuk kolam, untuk pengisian air dan bibit berharap pada saat air pasang dan

tidak memerlukan pemeliharaan. sistem tradisional memperoleh produksi udang

tidak bisa ditentukan, karena sistem ini hanya berharap terhadap alam.

Sistem budidaya udang di Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat

semuanya menggunakan sistem semi intensif.

2.2. Landasan Teori

2.2.1.Biaya dan Pendapatan

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu

usahatani.Biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga

biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.

Biaya yang dikeluarkan yang tidak habis terpakai dalam satu kali periodea

produksi.

2) Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi

(29)

tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. Biaya yang

dikeluarkan yang habis terpakai dalam satu kali periode produksi.

Untuk mendapatkan biaya total dalam usahatani dengan cara keseluruhan jumlah

dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost), sehingga

mendapatkan hasil dari seluruh biaya dalam usahatani yang harus dikeluarkan.

Pendapatan usahatani terbagi atas dua, yaitu pendapatan bersih usahatani

diperoleh dari hasil pengurangan seluruh biaya secara riil dikeluarkan oleh petani

terhadap pendapatan kotornya, sedangkan pendapatan kotor usahatani diperoleh

melalui hasil kali antara total volume produksi dengan rata-rata harga produk

ditingkat petani. (Wahyudi dkk, 2008).

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya

usahatani, dimana penerimaan diperoleh dari perkalian antara produksi yang

diperoleh dengan harga jual dipetani. (Soekartawi, 1995).

2.2.2.Teori Kelayakan

Teori kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu

keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha/proyek yang

direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari

gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit),

dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak

(30)

17

Setiap sektor usaha yang akan didirikan, dikembangkan, dan di perluas ataupun

dilikuidasi selalu didahului dengan satu kegiatan yang disebut studi kelayakan.

Metode penyusunan studi kelayakan tidak ada yang baku, namun pada umumnya

terdiri atas beberapa aspek, yaitu: (1) aspek pasar dan pemasaran; (2) aspek teknis

produksi dan teknologis; (3) aspek manajemen; (4) aspek legal dan perizinan, dan

(5) aspek keuangan (Subagyo, 2007).

Suatu kriteria investasi merupakan suatu alat apakah suatu usaha yang

dilaksanakan layak atau tidak layak. kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Break Event Point (BEP)

Secara umum BEP adalah suatu keadaan dimana produksi dalam suatu perusahaan

tidak ada untung tidak ada rugi, impas antara biaya yang dikeluarkan perusahaan

dengan pendapatan yang diterima.

Manfaat Break Event Point (BEP)

1) Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.

2) Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.

3) Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita

rugi.

4) Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume

penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

Keterbatasan Break Even Point (BEP)

1) Biaya Tetap (Fixed cost) haruslah konstan selama periode atau range of output

(31)

2) Biaya Variable (Variable cost) dalam hubungannya dengan sales haruslah

konstan

3) Sales price per unit tidak berubah dalam periode tertentu 4) Sales mix adalah konstan

2. R/C Ratio

R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk

(Soekartawi, 2000).

2.3 Kerangka Pemikiran

Udang merupakan komoditas primadona di sub sektor perikanan yang dapat

meningkatkan devisa negara melalui ekspor perikanan. Permintaan akan udang

sangat tinggi di masyarakat Indonesia karena udang memiliki banyak

mengandung protein dan vitamin yang bagus untuk kesehatan tubuh. Permintaan

akan udang bukan hanya dari dalam negeri melainkan dari luar negeri sehingga

Indonesia menjadi pengirim udang terbesar di dunia karena terdapat banyak usaha

budidaya udang di Indonesia.

Sistem budidaya udang di Indonesia memiliki tiga sistem yaitu sistem tradisional,

semi intensif dan intensif, dari ketiga sistem itu petani di Desa Sei Meran lebih

memilih sistem semi intensif dikarena kan sarana dan prasarana produksi yang

lebih murah.

Jumlah produksi yang dihasilkan mempengaruhi penerimaan petani, dimana

besarnya produksi tersebut ditentukan oleh produktivitas usaha budidaya tambak

(32)

19

Perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran atau biaya usaha budidaya

udang maka dapat memberikan informasi tentang proporsi keuntungan yang

diperoleh oleh petani tambak. Jika R/C > 1 maka usaha budidaya udang layak

untuk diusahakan. Namnu jika R/C < 1 maka usaha budidaya udang tidak layak

untuk diusahakan.

Penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga jual udang kepasaran.

Pendapatan yang diterima petani dari usaha tambak udang merupakan jumlah

penerimaan dari usaha tambak udang yang dikurangi oleh total biaya produksi.

Break event point (BEP) merupakan suatu kondisi yang menggambarkan bahwa

usahatani yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan atau impas.

Usahatani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak

mengalami kerugian:

- BEP Volume Produksi : Total Biaya Produksi Harga di Tingkat Petani

- BEP Harga Produksi : Total Biaya Produksi Total Produksi

- BEP Penerimaan : Fixed cost 1-Variabel Cost S

Nilai kelayakan usahatani (R/C ratio atau return/cost ratio). R/C ratio merupakan

perbandingan antara penerimaan atau biaya produksi, sekaligus menunjukan

tingkat efisiensi pendapatan suatu usahatani. Semakin besar R/C ratio (>1) maka

(33)

Secara singkat dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Pengaruh

: Hubungan

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah usaha tambak udang di daerah

(34)

21

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Penelitian ini dilakukan Kecamatan Pangkalan susu. Alasan dan Pertimbangan pemilihan daerah tersebut

adalah karena Kecamatan Pangkalan Susu merupakan salah satu tempat produksi

udang,memiliki luas areal dan jumlah nelayan yang cukup besar , kemudian

setelah dilakukan observasi di Desa Sei Meran merupakan Sentra produksi udang.

Berikut tabel luas areal dan jumlah nelayan usaha budidaya tambak di Kabupaten

Langkat

Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah nelayan Usaha Budidaya Tambak menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat

No Kecamatan Luas Lahan Tambak (ha) Petani Tambak

1. Secanggang 443,00 450

(35)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode sensus, yaitu

seluruh populasi merupakan subjek dalam penelitian ini. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh petani yang mengusahakan usahatani tambak udang,

dimana terdapat 7 usahatani tambak udang di Desa Sei Meran, kecamatan

Pangkalan susu, Kabupaten Langkat.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data

sekunder yang berhubungan dengan penelitian diperoleh dari Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Langkat dan Badan Pusat StatistikSumatera Utara, instansi

dan lembaga yang terkait di daerah penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menyelesaikan masalah 1 dengan menggunakan metode Deskriptif, yaitu

dengan menggunakan data yang diperoleh dari daerah penelitian.

Untuk menganalisis masalah 2 dianalisis dengan menggunakan perhitungan R/C

Ratio dan BEP (Break Even Point).

 R/C (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah

antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai

(36)

23

a = R/C

R = Py. Y

C = FC + VC

a = {(Py.Y) / (FC+VC)}

Dimana :

R = Penerimaan

C = Biaya

Py = Harga output

Y = Output

FC = Biaya Tetap

VC = Biaya Tidak Tetap

Kriteria :

Jika R/C > 1, maka usaha layak untuk dilaksanakan

Jika R/C = 1, maka usaha impas

Jika R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan

(Soekartawi, 1995).

Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue

sama dengan total cost.

- BEP Volume Produksi : Total Biaya Produksi Harga di Tingkat Petani

(37)

- BEP Penerimaan :�� � ������ �� � 1−����� � �� ���

Kriteria uji : Titik impas yang terlampaui apabila nilai masing-masing variable

lebih tinggi dari hasil perhitungan BEP (Break Even Point) (Sunarjono, 2000).

3.5. Definisi dan Batasan Operasional.

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penilitian ini, maka dibuat defenisi

dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi

1. Petani sampel adalah individu yang bermata pencaharian sebagai petani yang

membudidayakan udang ditambak.

2. Produksi adalah semua hasil dari usahatani tambak udang (Kg)

3. Biaya produksi adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan selama masa

produksi hingga menghasilkan produk (Rp)

4. Pendapatan usaha udang adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya

produksi usahatani tambak udang(Rp)

5. Analisis kelayakan usaha adalah untuk menganalisis suatu usaha layak atau

tidak layak dikembangkan secara ekonomis.

6. Break Even Point adalah suatu kondisi dimana suatu usaha itu dikatakan tidak untung dan tidak rugi atau dengan kata lain dikatakan impas.

7. R/C ratio adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya

8. Penerimaan adalah jumlah penjualan produksi yang tergantung pada harga

(38)

25

9. Hutchery adalah tempat penetasan untuk menghasilkan benih udang 3.5.2. Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.

2. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan usahatani

tambak udang.

(39)

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah

Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu terletak 7 Km dari ibukota

kecamatan, 69 Km dari Ibukota Kabupaten dan 107 Km dari Ibukota Provinsi.

Desa Sei Meran terletak 21 mdl, dengan suhu rata-rata 28-30°C dengan curah

hujan rata-rata 2.205 mm/tahun. Desa Sei Meran mempunyai batas-batas wilayah

sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Alur Cempedak

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Besitang

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pangkalan Batu

 Sebelah Barat bebatsan dengan Sungai Besitang

Luas Desa Sei Meran secara keseluruhan adalah ± 1576,2 Ha/m2 dengan 523 KK

dan jumlah jiwa 1912 di desa Sei Meran. Sebagian dari luas wilayah Desa Sei

Meran adalah merupakan areal perkebunan dan perikanan sehingga mayoritas

mata pencaharian masyarakat Desa Sei Meran adalah petambak/petani.

(40)

27

Tabel 4.1. Potensi Penggunaan Lahan di Desa Sei Meran Tahun 2014

No Jenis Lahan Luas (Ha)

1 Lapangan Olahraga 1

2 Perkantoran Pemerintah 0,5

3 Tempat Pemakaman 1,6

4 Tempat Pembuangan Sampah 0,5

5 Bangunan Sekolah 1

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Meran Tahun 2014

Dari Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang paling luas adalah

untuk lahan perkebunan, yaitu 1.372 Ha dan untuk penggunaan yang paling lahan

terluas kedua digunakan untuk daerah tangkapan air dan luas pemukiman, yaitu

70 Ha dari luas Desa Sei Meran secara keseluruhan.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk dan Keadaan Penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Sei

Meran dapat dilihat pada Tabel 4.2. Berikut :

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah (orang)

1 Laki-Laki 974

2 Perempuan 938

Jumlah Penduduk 1912

Jumlah Kepala Keluarga 523

(41)

Dari Tabel 4.2, menunjukkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki dimana jumlah tahun 2014 adalah

974 laki-laki, sedangkan jumlah penduduk perempuan tahun 2014 adalah 938.

Distribusi penduduk Desa Sei Meran menurut usia dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut ini :

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Usia Tahun 2014

No Kelompok Usia Jumlah (orang)

1 3 – 6 Tahun 95

2 7 – 15 Tahun 334

3 18 – 56 Tahun 1.452

Jumlah 1.881

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Meran Tahun 2014

Dari Tabel 4.3, menunjukkan bahwa penduduk Desa Sei Meran yang didominasi

pada tingkat diantara 18-56 tahun , lalu diikuti oleh tingkat usia diantara 7-15

tahun. Hal ini membuktikan bahwa tingkat angkatan kerja cukup baik dan

pelaksanaan wajib belajar 9 tahun berjalan baik.

Distribusi penduduk Desa Sei Meran menurut mata pencaharian dapta dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1 Karyawan/Wiraswasta 596

(42)

29

Dari Tabel 4.4. Menunjukkan bahwa penduduk Desa Sei Meran paling banyak

bermata pencaharian sebagai karyawan /wiraswasta, sedangkan untuk mata

pencaharian terbesar kedua, yaitu pemilik usaha.

4.2 Karakteristik Responden

Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat

pendidikan, lama bertani dan jumlah tanggungan. Karakteristik responden dapat

dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini:

Tabel 4.5. Karakteristik Responden

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1) Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa umur rata-rata petambak Udang

Vannamei adalah 43 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petambak Sampel

tergolong pada usia yang produktif sehingga dapat dikatakan masih memiliki

tenaga kerja yang potensial untuk menjalankan usaha budidaya Udang Vannamei.

Tingkat pendidikan yang dimiliki petambak Sampel adalah rata-rata 9 yang

menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan petambak Sampel Udang Vannamei

adalah tidak tamat pendidikan SMA.

Pengalaman berbudidaya petambak Sampel rata-rata 9 tahun. Lama usaha Udang

(43)

permasalahan yang timbul, kemungkinan dapat meningkatkan jumlah produksi

Udang Vannamei kedepannya.

Jumlah tanggungan keluarga petambak SampelUdang Vannamei rata-rata 2 jiwa,

(44)

31

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sistem budidaya Udang Vannamei

Sistem budidaya udang dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan tambak,

penyediaan benih, penebaran benih, pemberian pakan, pemeliharaan serta

penanganan panen dan pasca panen.

5.1.1. Persiapan Tambak (Kolam)

Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam tambak. Ada beberapa persiapan

tambak untuk budidaya Udang Vannamei adalah

a) penjemuran dan pencucian, penjemuran kolam tambak dilakukan agar kolam

kering dan membuang kotoran udang setelah kemudian masukkan air dan buang

guna pencucian kotoran udang dan dikeringkan selama minimum 3-10 hari

(tergantung iklim), atau sampai permukaan dasar tambak menahan berat satu

orang dan permukaan tanah telah retak-retak sedalam 1-2 cm.

b) Pemupukan dilakukan pada dasar tambak dan pemupukan susulan pada saat

pemeliharaan ditujukan untuk mempertahankan kecerahan air dan memasok unsur

hara yang sangat diperlukan seperti Nitrogen, Fosfor, dan Kalium,pemupukan

dilakukan setelah proses penjemuran dan pencucian dengan cara di tabur berguna

untuk mempercepat dekomposisi bahan organik, dekomposisi bahan organik

tanah akan optimal apabila bahan organiknya mempunyai rasio Karbon:Nitrogen

(45)

NPK. Setelah tambak didiamkan selama kurang lebih 2 hari kemudian dilakukan

pengapuran.

c) pengapuran dilakukan pada dasar tambak dan pengapuran susulan selama

pemeliharaan udang berlangsung, dipenelitian ini petambak menggunakan kapur

tohor untuk menjaga atau meningkat Ph tanah. Ph tanah antara 7,5-8,5 merupakan

Ph yang ideal untuk dekomposisi maksimum bahan organik oleh mikroorganisme

tanah. Sebaliknya Ph yang lebih tinggi akan menghambat proses dekomposisi.

Gambar 3. Penjemuran, Pencucian,Pemupukan dan Pengapuran Tambak

d) pengisian air sistem semi intensif dengan mengandalkan atau mengharapkan air

pasang laut, ketika air laut pasang maka masuk air kedalam tambak dan setelah itu

ditutup. sesudah diisi air ditebar pupuk urea dan TSP.

(46)

33

5.1.2. Penyediaan dan Penebaran Benih Udang

a) Benih Udang Vannamei dapat diperoleh dari hatchery. Adapun benih pada

penelitian ini diperoleh dari hatchery yang berada diluar kota penelitian.

Umumnya hucthery menjual benih Udang Vannamei pada PL(post Larva), PL 12

atau PL 15. Karena itu petambak melakukan pendederan selama 30 hari, baru

dilanjutkan kegiatan pembesaran. Benih langsung diantar oleh agen yang berada

dilokasi penelitian.

b) Penebaran bibit Udang Vannamei dilakukan dengan cara dituangkan bibit

langsung kedalam tambak yang sudah diisi air, sebelum menuangkan bibit

terlebih dahulu udang yang didalam kemasan diberikan air kolam(tambak)

kedalam air udang yang ada didalam kemasan selama lebih kurang 15-30 menit

agar udang dapat berdaptasi dengan suhu,salinitas, dan Ph pada air kolam(tambak)

.

5.1.3. Pemberian Pakan dan Pemeliharaan

a) Pemberian pakan, sistem semi intensif pemberian pakan dengan menggunakan

pakan 01, pakan 02, dan pakan 03 dengan cara ditabur 3 kali dalam sehari, setelah

benur 10 hari masuk pakan 01 diberikan selama 25 hari,setelah pemberikan pakan

01 dilanjutkan pemberian pakan 02 selama 35 hari, setelah pemeberian pakan 02

dilanjutkan pemberian pakan 03 sampai menjelang panen.

b) Pemeliharaan, semi intensif pemeliharaannya hanya melakukan pemberian

(47)

5.1.4. Panen

Panen dilakukan pada 3 bulan setelah budidaya, sistem semi intensif pemanenan

dengan cara dipasang jaring pada pipa sebelum air dikeluarkan agar udang

tersangkut dan tidak ikut keluar setelah itu penangkapan dilakukan oleh pihak

agen yang langsung datang dan peralatan penangkapan langsung dari agen.

5.1.5. Penanganan Pasca Panen

Penanganan pasca panen dengan cara kolam tambak didiamkan selama ½ bulan

sampai 1 bulan dan mengeluarkan kotoran atau sisa pakan dari produksi

sebelumnya dan pemberian pupuk dan pengapuran agar kondisi tanah dan

menjaga unsur hara dan ph sesuai dengan udang untuk produksi selanjutnya.

5.2. Analisis biaya produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu

usahatani. Biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a) Biaya Variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi

yang diperoleh. Sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar

kecilnya produksi yang diinginkan. Biaya yang dikeluarkan yang habis terpakai

dalam satu kali periode produksi. Yang termasuk dalam biaya variable adalah

pupuk, bibit,obat,pakan, dan bahan bakar.

b) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga

biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.

(48)

35

produksi. Yang termasuk dalam biaya tetap adalah pajak, pembuatan kolam,

keamanan, sewa lahan, tenaga kerja.

Biaya produksi Sampel didaerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Biaya Usahatani Udang Vannameii Per Periode Produksi Per 2000 Bibit di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat

No Sample Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp) Biaya Total (Rp)

1 165.666 11.738 177.183

Jumlah 2.804.962 358.170 3.162.912

Rata-Rata 400.708 287.142 451.844

Sumber : Lampiran 3 (Data Diolah)

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa total biaya per periode produksi per 2000 bibit

yang paling besar diperoleh pada Sampel 2 dengan total biaya sebesar Rp

1.073.966 hal ini dikarenakan Sampel 2 mengeluarkan biaya peralatan untuk

produksi seperti, kereta sorong, filter air, dan lainnya serta bibit, pemberian pakan,

dan pemupukan setiap produksi, sedangkan total biaya per 3 bulan yang paling

kecil diperoleh pada Sampel 1 dengan total biaya sebesar Rp 177.183.

5.3. Analisis Pendapatan

Pendapatan usahatani diperoleh dari perkalian antara produksi Udang Vannamei

dengan harga jual Udang Vannamei. Pendapatan petani Sampel di daerah

(49)

Tabel 5.2. Pendapatan Budidaya Udang Vannamei per Periode Produksi per 2000 Bibit(3 Bulan)

No Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp)

1 693.333 177.183 516.150

2 1.700.000 1.073.966 626.034

3 1.224.000 564.806 659.194

4 1.020.000 343.165 676.835

5 1.188.571 406.857 781.714

6 606.666 253.770 352.896

7 1.020.000 343.165 676.835

Jumlah 7.452.570 3.162.912 4.289.658

Rata-rata 1.064.652 451.844 612.808

Sumber : lampiran 5 (Data Diolah)

Dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pendapatan budidaya Udang Vannamei per

2000 bibit per produksi (3 Bulan) yang paling besar diperoleh pada sampel 5

dengan pendapatan sebesar Rp 781.714 hal ini dikarenakan sampel 5

memproduksi Udang Vannamei dengan memperhatikan pemberian pakan yang

baik dan pembelian bibit yang baik sehingga meminimilisir kematian Udang

Vannamei, sedangkan pendapatan per 2000 bibit per produksi (3 Bulan) yang

paling kecil diperoleh pada sampel 6 dengan pendapatan sebesar Rp 352.896.

5.4. Analisis Kelayakan Budidaya Udang Vannamei

Kelayakan budidaya Udang Vannamei merupakan hal yang palimg penting untuk

dianalisis. Usaha yang dijalankan tentunya sangat membantu para petambak

Udang Vannamei untuk melanjutkan usaha mereka. Hal ini menjadi pertanyaan

tentang kelayakan budidaya Udang Vannamei di Desa Sei Meran, Kecamatan

Pangkalan Susu, Kabupaten langkat. Untuk menganalisis budidaya Udang

(50)

37

5.4.1. BEP Volume Produksi

Adapun analisis BEP volume produksi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3. Analisis Kelayakan Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Produksi per Periode ProduksiPer 2000 Bibit (3 Bulan)

No.

Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5

Dari Tabel 5.3 dapat dilihat untuk rata-rata produksiUdang Vannameii, produksi

lebih besar daripada BEP volume produksi rata-rata (14.05 Kg > 8.81 Kg) maka

usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak. Berdasarkan nilai BEP

volume ini, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya Udang Vannamei tersebut

layak untuk diusahakan.

5.4.2. BEP Harga Produksi

Selain BEP Produksi analisis kelayakan usaha budidaya Udang Vannamei dapat

dianalisis melalui BEP Harga Produksi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel

(51)

Tabel 5.4. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Harga Per Periode Produksi Per 2000 Bibit (3 Bulan)

No.

Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat dari rata-rata harga jualUdang Vannameii, harga jual

Udang Vannamei lebih besar daripada BEP harga produksi (Rp 51.428 > Rp

20.448/Kg) maka usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak.

Berdasarkan nilai BEP harga ini, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya Udang

Vannamei tersebut layak untuk diusahakan.

5.4.3. BEP Penerimaan

Selain BEP Produksi dan BEP Harga analisis kelayakan usaha budidaya Udang

Vannamei dapat dianalisis melalui BEP Penerimaan. Hasil perhitungan dapat

(52)

39

Tabel 5.5. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei

Berdasarkan BEP Penerimaan Per Periode Produksi Per 2000 Bibit

2 98.966 975.000 1.700.000 230.153

3 28.140 536.666 1.224.000 50.250

4 82.865 260.300 1.020.000 111.979

5 22.342 384.514 1.188.571 32.855

6 31.254 222.516 606.666 49.609

7 82.865 260.300 1.020.000 111.979

Jumlah 358.170 2.804.962 7.452.570 602.069

Rata-Rata 287.142 400.708 1.064.652 86.087

Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5

Dari Tabel 5.5 dapat dilihat dari rata-rata penerimaan usaha Udang Vannameii,

penerimaan usaha budiaya Udang Vannamei lebih besar daripada BEP

penerimaan (Rp 1.064.652 > Rp 86.087) maka usaha budidaya Udang Vannamei

dinyatakan layak. Berdasarkan nilai BEP penerimaan ini, dapat disimpulkan

bahwa usaha budidaya Udang Vannamei tersebut layak untuk diusahakan.

5.4.4. Analisis Kelayakan Dengan R/C Ratio

Untuk menghitung kelayakan usaha budidaya Udang Vannamei dianalisis dengan

R/C (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara

penerimaan dan biaya. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.6

(53)

Tabel 5.6. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei

Berdasarkan R/C Ratio Per Periode Produksi Per 2000 Bibit (3 Bulan)

No Sampel Total Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) R/C

1 693.333 177.183 3,91

2 1.700.000 1.073.966 1,58

3 1.224.000 564.806 2,16

4 1.020.000 343.165 2,97

5 1.188.571 406.857 2,92

6 606.666 253.770 2,39

7 1.020.000 343.165 2,97

Jumlah 7.452.570 3.162.912 18.9

Rata-Rata 1.064.652 451.844 2.7

Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 3-4

Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rata-rata R/C dengan nilai R/C lebih besar dari

1 (2.7> 1) maka usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak. Dari rata-rata

diatas dapat dilihat bahwa nilai R/C diperoleh sebesar 2,7 ini artinya dengan

menggunakan Rp 1.000.000 biaya akan diperoleh penerimaan sebesar Rp

2.700.000.

Sesuai dengan pernyataan soekartawi (1994), bahwa jika R/C ratio > 1 maka

dapat dinyatakan bahwa usahatani tersebut layak diusahakan secara finansial. Dari

perhitungan tersebut diperoleh nilai R/C rata-rata> 1 maka usaha budidaya Udang

Vannamei tersebut layak untuk dikembangkan secara finansial di daerah

(54)

41

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Sistem budidaya udang didaerah penelitian menggunakan sistem semi

intensif.

2. Berdasarkan analisis kelayakan, semua usaha budidaya Udang Vannamei

dinyatakan layak untuk diusahakan karena produksi > BEP produksi, harga >

BEP harga, penerimaan > BEP penerimaan, R/C > 1.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :

Kepada Petambak Udang Vanname

Sebaiknya petambak didaerah penelitian menggunakan sistem intensif

sehingga petambak dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan yang

lebih tinggi.

Kepada Pemerintah dan Instansi Terkait

Pemerintah sebaiknya memeberikan pengembangan, pemberdayaan, dan

pembinaan kelembagaan usaha budidaya udang vanname melalui tugas

penyuluhan dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petambak

(55)

Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti tentang pemasaran udang

vanname dan teknologi pasca panen untuk meningkatkan nilai jual udang

(56)

43

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budi Daya Udang Vaname : Secara Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anonimous. 2015. Analisis Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei). www.academia.edu (12 Agustus 2015).

Buwono, Ibnu Dwi. 1993. Tambak Udang Windu : Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta.

Gaspers, Vincent. 1996. Ekonomi Manajerial : Pembuatan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Haliman, Rubiyanto Widodo dan Dian Adijaya S. 2008. Udang Vannamei : Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih Yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ibrahim, H.M. Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.

Kordi, M. Ghurfan H. K. 2010. Budidaya Udang Laut. Andi Offset. Yogyakarta.

Kusdiatmono. 2014. Ekspor Udang Sumut Tembus 60,16 Juta Dollar AS di Kuartal 1=2014. www.tribunnews.com (05 agustus 2014).

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soekartawi. 2000. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta.

Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan : Teori dan Aplikasi. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Sudradjat, Achmad dan Wedjatmiko. 2010. Budidaya Udang di Sawah dan Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugiarto Dkk. 2002. Ekonomi Mikro : Sebuah Kajian Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sumeru, Sri Umiyati dan Suzy Anna.1992. Pakan Udang Windu (Penaues Monodon). Kanisius. Yogyakarta.

Suprapti, M Lies. 2008. Aneka Olahan Udang. Kanisius. Yogyakarta.

Sutardjo, Sharif C. 2014. Udang Merajai Ekspor Perikanan. www.kkp.go.id (27 Juli 2014).

(57)
(58)

45

LAMPIRAN 2. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 1)

(59)
(60)

47

Lampiran 2a. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 2)

(61)
(62)

49

Lampiran 2b. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 3)

(63)
(64)

51

Lampiran 2c. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 4)

(65)
(66)

53

Lampiran 2d. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 5)

(67)
(68)

55

Lampiran 2e. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 6)

(69)
(70)
(71)
(72)

59

Lampiran 3. Total Biaya Usahatani Udang Per Periode Produksi (3 Bulan)

No Sampel BiayaVariabel (Rp)

BiayaTetap (Rp)

Biaya Total (Rp)

1 7.445.000 528.250 7.973.250

2 2.925.000 296.900 3.221.900

3 4.025.000 211.050 4.236.050

4 2.603.000 828.650 3.431.650

5 6.729.000 391.000 7.120.000

6 13.351.000 1.875.250 15.226.250

(73)

Lampiran 4. Penerimaan Usahatani Udang Vanname Per Periode Produksi (3 Bulan)

No Sampel JENIS PRODUKSI JUMLAH

(Kg)

HARGA

(Rp/Kg)

PENERIMAAN

(Rp)

1 80-90 600 52000 31200000

2 80-90 100 51000 5100000

3 80-90 180 51000 9180000

4 80-90 200 51000 10200000

5 50-60 400 52000 20800000

6 90-100 700 52000 36400000

(74)

61

Lampiran 5. Pendapatan Usahatani Udang Vanname Per Periode Produksi (3 Bulan)

No Sampel PENERIMAAN

(Rp)

BIAYA PRODUKSI

(Rp)

PENDAPATAN

(Rp)

1 31.200.000 7.973.250 23.226.750

2 5.100.000 3.221.900 1.878.100

3 9.180.000 4.236.050 4.943.950

4 10.200.000 3.431.650 6.768.350

5 20.800.000 7.120.000 13.680.000

6 36.400.000 15.226.250 21.173.750

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak Menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/ Kota
Gambar 2. Udang Vannamei
Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah nelayan Usaha Budidaya Tambak menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul “PENGARUH ENVIRONMENTAL DISCLOSURE TERHADAP EARNING RESPONSE COEFFICIENT ( ERC) (Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar Kimia dan Perusahaan

Effect of Substrates on the Production of Monascus Biopigments by solid-state fermentation and Pigment Extraction Using Different Solvents.. Preparation of Red Yeast Rice

produk ataupun jasa yang ditawarkan oleh CV.Wijaya Teknik, sehingga masyarakat tidak binggung lagi untuk mencari informasi tentang produk yang mereka cari. 5) Dengan

Judul :Analisis Pendapatan Petani Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)Secara Tradisional (Studi Kasus di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten

Pemberian senyawa total fenol dari teripang dapat meningkatkan jumlah leukosit dan diferensial leukosit ikan mas yaitu Monosit dan Neutrofil.. Konsentrasi senyawa

Seperti yang terjadi di wilayah RT 05 RW 06 Kelurahan Tanjung Rhu, Kecamatan Limapuluh, Kota Pekanbaru, panitia yang telah ditunjuk oleh Ketua RW 06 telah diberikan

Jika kita melihat dari beberapa indikator kesejahteraan masyarakat yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa keberadaan Usaha mikro, kecil dan menengah kerupuk

Maka untuk kebutuhan tersebut digunakan analisis faktor yaitu suatu analisis statistika multivariat yang merupakan metode untuk mengelompokkan atau mereduksi