SKRIPSI
RIZKY HERMAWAN PULUNGAN
100304098
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG
(Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat)SKRIPSI
RIZKY HERMAWAN PULUNGAN
100304098
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Ir. Lily Fauzia, M.Si) (Emalisa, SP, M.Si)
NIP:196308221988032003 NIP:1972111819980220012
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
skripsi “ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG DENGAN STUDI KASUS DESA SEI MERAN, KEC. PANGKALAN SUSU, KAB.
LANGKAT”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 dengan
dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa, SP, M.Si
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei di daerah penelitian, untuk mengetahui apakah usaha udang vannamei layak atau tidak layak dikembangkan di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya udang vannamei dianalisis dengan BEP, dan R/C Ratio. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem budidaya udang yang digunakan sistem semi intensif di daerah penelitian. Diperoleh hasil BEP Produksi < Produksi maka usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil BEP Harga < Harga dang BEP Penerimaan < Penerimaan maka usaha budidaya udang vannamei layak dan diperoleh hasil R/C Ratio > 1. Dengan nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang vannamei layak dikembangkan secara finansial di daerah penelitian.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat,
rahmat dan karunia-Nya serta segala kekuatan, kemampuan dan kesempatan yang
telah dianugerahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha
Tambak Udang (Kasus : Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten
Langkat)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan beserta Pembantu
Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin
dan mengelola institusi pendidikan di tingkat universitas dan fakultas.
2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin dan mengelola
institusi pendidikan di tingkat departemen dan telah menjadi dosen penguji
yang telah banyak memberikan saran yang membangun untuk kesempurnaan
skripsi penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MS sebagai sekretaris Departemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah
dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Emalisa, SP, M.si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Seluruh dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis
menjadi mahasiswa.
7. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses
administrasi.
8. Seluruh kantor pemerintahan Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu,
Kabupaten Langkat yang terkait dengan penelitian penulis.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih atas segala motivasi, bantuan
serta dukungan berupa doa dan semangat, kepada ayahanda tercinta Bapak Ir.
Bangun Pulungan dan ibunda tercinta Ibu Khairida Nasution, abangda Putra
Adriananda Pulungan, SE, abangda Harry Maulana, SE yang selalu memberikan
motivasi, kakak Mira Astriana Pulungan, SE, adik Amalina Darayani Pulungan
yang selalu memberikan motivasi serta Khairunisa Siregar yang selalu memberi
semangat dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat penulis yang telah banyak
iv
Khaliqi, Irna, Zukfikar, Roni, Wawan, dan semua rekan-rekan di Departemen
Agribisnis stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Sebagai salah satu karya ilmiah skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan
yang disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Masukan
dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan
penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2015
RIZKY HERMAWAN PULUNGAN dilahirkan di Pematang Siantar pada
tanggal 06 Juli 1993. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari
Bapak Ir. Bangun Pulungan dan Ibu Khairida Nasution.
Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut :
1. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 054903 UPL Kebun Balok,
masuk pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2004.
2. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Swasta Al-Azhar
Medan, masuk pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2007.
3. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 2 Medan, masuk
pada tahun 2007 dan tamat pada tahun 2010.
4. Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, masuk pada tahun 2010 dan tamat pada
tahun 2014.
5. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Deli Muda Hulu,
Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara,
pada tahun 2013.
6. Mengadakan penelitian skripsi di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu,
vi
2.2.1 Biaya dan Pendapatan... 15
2.2.2 Teori Kelayakan ... 16
2.3 Kerangka Pemikiran ... 18
2.4 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 21
3.2 Metode Penentuan Sampel ... 22
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 22
3.4 Metode Analisis Data ... 22
Definisi dan Batasan Operasional ... 24
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 26
4.1.1 Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah ... 26
4.1.2 Keadaan Penduduk ... 27
4.2 Karakteristik Responden ... 29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Budidaya Udang Vannamei di Daerah Penelitian ... 31
5.2 Analisis Biaya Produksi di Daerah Penelitian ... 34
5.3 Analisis Pendapatan ... 35
5.4 Analisis Kelayakan Usaha Udang Vannamei ... 36
5.4.1 BEP Volume Produksi... 37
5.4.2 BEP Harga Produksi ... 37
5.4.3 BEP Penerimaan ... 38
5.5.4 Analisis kelayakan Dengan R/C Ratio ... 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 41
6.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Luas Areal dan Jumlah Nelayan Usaha Budidaya Tambak Menurut
Kecamatan di Kabupaten Langkat ... 4
2. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak Menurut Jenis Ikan di Kabupaten/Kota ... 20
3. Potensi Penggunaan Lahan di Desa Sei Meran Tahun 2014 ... 26
4. JumlahPenduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014 ... 26
5. JumlahPendudukMenurut Usia Tahun 2014 ... 27
6. JumlahPenduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014 ... 27
7. Karakteristik Responden ... 28
8. Biaya Usahatani Udang Per Produksi (3 Bulan/Petani) ... 34
9. Pendapatan Budidaya Udang vannamei per 2000 Bibit ... 35
10.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Produksi... 36
11.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Harga ... 37
12.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Penerimaan ... 38
No Judul Halaman
1. Udang Vannamei ... 7
2. Skema Kerangka Pemikiran ... 19
3. Penjemuran, Pencucian, Pemupukan, dan Pengapuran Tambak ... 32
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Karakteristik Petambak Udang Vannamei
2. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 1
2a. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 2
2b. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 3
2c. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 4
2d. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 5
2e. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 6
2f. Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan) Sampel 7
3. Total Biaya Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan)
4. Penerimaan Usahatani Udang Vannamei Per Periode Produksi (3 Bulan)
skripsi “ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG DENGAN STUDI KASUS DESA SEI MERAN, KEC. PANGKALAN SUSU, KAB.
LANGKAT”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 dengan
dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa, SP, M.Si
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei di daerah penelitian, untuk mengetahui apakah usaha udang vannamei layak atau tidak layak dikembangkan di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui sistem budidaya udang vannamei dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya udang vannamei dianalisis dengan BEP, dan R/C Ratio. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem budidaya udang yang digunakan sistem semi intensif di daerah penelitian. Diperoleh hasil BEP Produksi < Produksi maka usaha jamur tiram layak dan diperoleh hasil BEP Harga < Harga dang BEP Penerimaan < Penerimaan maka usaha budidaya udang vannamei layak dan diperoleh hasil R/C Ratio > 1. Dengan nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang vannamei layak dikembangkan secara finansial di daerah penelitian.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang
di harapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri
yang cenderung meningkat serta sumber daya yang cukup tersedia di Indonesia
memberikan peluang sangat besar untuk dapat dikembangkan
budidayanya(sumeru, 1992).
Permintaan akan konsumsi masyarakat akan udang di Indonesia meningkat
dikarenakan udang merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi tinggi
dan unsur yodium yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mental
dan udang juga mengandung protein dalam jumlah besar, kandungan gizi udang
seperti Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Fosfor, Zat besi, Vitamin
A, Vitamin B, Vitamin C dan Air. Sehingga makanan yang olahan dari udang
bermanfaat dan sehat bagi tubuh manusia ( Suprapti, 2008).
Tingginya permintaan akan udang didalam dan luar negeri yang terus meningkat
dari tahun ketahun menjadikan Indonesia sebagai pengirim terbesar didunia,
dikarenakan Indonesia mempunyai luas wilayah, ketersediaan lahan pertambakan
dan potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang memungkinkan
untuk mengembangkan usaha budidaya udang (Buwono, 1993).
Perkembangan budidaya Udang Windu sejak tahun 1980 sampai 1990ini telah
intensif, maupun intensif. Perkembangan tersebut tentunya tidak terlepas dari
pembinaan aparat pemerintah, khususnya yang membidangi sektor perikanan baik
melalui kursus-kursus keterampilan, seminar-seminar pertambakan udang maupun
dari kegiatan pameran perikanan yang berskala nasional ataupun
internasional(Buwono, 1993).
Budidaya udang diindonesia mengalami kejayaan pada tahun 1994, produksi
udang windu budidaya mencapai 250.000 ton/tahun. Produksi tersebut
menempatkan posisi produsen udang winduterbesar didunia. Namun dengan cepat
produksi udang windu mengalami penurunan dan menuju pada titik kehancuran
karena merebaknya penyakit white spot syndrome virus (WSSV). (Kordi, 2010)
sektor perikanan di Indonesia komoditas udang lebih besar di bandingkan
komoditas lain, walaupun produksinya lebih sedikit dibandingkan ikan tangkap.
Misalnya, pada tahun 2003, produksi sektor perikanan dan kelautan sebesar
474.000 ton dengan perincian ikan tangkap 292.000 ton dan budidaya tambak
(terutama udang) 182.000 ton. Volume ekspor perikanan tahun 2003 sebesar
32.223 ton atau senilai US$ 96.267 juta. Dari angka 32.223 ton tersebut, volume
ekspor udang hanya mencapai 8.027 ton (sekitaran 25%), tetapi nilai ekspornya
yang paling banyak (Haliman dan Dian Adijaya S, 2008).
Menurut Nilai ekspor hasil perikanan Indonesia berdasarkan total komoditi tahun
2013 mencapai US$ 3,77 miliar meningkat 6,98 persen dibandingkan tahun 2012
dengan nilai US$ 3,53 miliar. Udang menjadi komoditi yang merajai ekspor
perikanan, dengan nilai yang disumbang sebesar US$ 1,280 juta, disusul tuna US$
3
Komoditi yang paling besar mengalami peningkatan ekspor adalah udang sebesar
25,46% dengan nilai kontribusi terbesar adalah udang beku senilai US$ 1,121 juta
(Sutardjo, 2014).
Ekspor ikan dan udang di sumatera utara menunjukan peningkatan yang tinggi,
ekspor ikan dan udang mencapai angka 60,16 juta dolar AS pada tahun 2014.
Jumlah itu jauh melampui angka periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat
49,63 juta dolar AS. (Kusdiatmono, 2014).
Udang sebagai komoditas ekspor berhasil meningkatkan devisa Negara dari sektor
non migas. Volume ekspor udang ke berbagai Negara tujuan (Jepang, Hongkong,
Singapura, Jerman, Australia, Malaysia, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia,
Luxemburg, dan lainnya) (Buwono, 1993).
Pemanfaatan tambak untuk usaha budidaya udang secara intensif di Indonesia
berkembang cepat dengan produksi mencapai 5-12 ton/ha/musim tanam (6 bulan)
atau 10-24 ton/ha/tahun. Namun, sejak tahun 1990 budidaya udang intensif mulai
banyak menghadapi masalah, seperti tingginya mortalitas, lambatnya tingkat
pertumbuhan, dan kegagalan panen akibat udang terserang penyakit. Kendala
yang dihadapi tersebut awalnya disebabkan petani kurang mematuhi
persyaratan/ketentuan dalam budidaya , seperti pemilihan lokasi yang kurang
tepat, pembatasan luar hamparan tambak, pengelolaan yang tidak sesuai dengan
daya dukung lahan, tidak ada kerjasama antar pembudidaya, dan tidak
memperhatikan ketentuan tata ruang. Penyebab lain juga akibat adanya
Konsumsi masyarakat Provinsi Sumatera Utara terhadap udang sangat tinggi,
untuk memenuhi permintaan masyarakat dan ekspor pemerintah mengembangkan
budidaya udang untuk meningkatkan produksi udang di Sumatera Utara.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang memiliki
rata-rata produktivitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data yang di peroleh
dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara yang ada pada tabel
1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak Menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/ Kota
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kabupaten langkat mempunyai produksi udang
yang tinggi di banding dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang
Bedagai, dengan produksi : Udang Windu 3.713 ton, dan Udang Vannamei
14.163 ton. Kabupaten Langkat menduduki peringkat pertama dalam jumlah
produksi.
Budidaya udang kedepannya menjadi prospek yang cerah bagi petani sehingga
5
terbesar di Sumatera Utara dan menjadi daerah pengekspor terbesar di Indonesia.
Kurangnya pemahaman bagi petani udang untuk membudidayakan udang dan
tidak mengikuti ketentuan/ budidaya sehingga petani mengalami kegagalan karena
dalam usaha ini memerlukan ketelitian, maka banyak petani yang beralih
budidaya ke komoditas lainnya. Dalam hal ini menimbulkan keraguan terhadap
petani tambak untuk membudidayakan udang, padahal budidaya udang akan
sangat menguntungkan bagi petani tambak udang di Kabupaten Langkat, untuk
penelitian ini dilakukan dengan melihat kelayakan usaha tambak budidaya udang
di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat sehingga
dapat diketahui layak atau tidak layak usaha budidaya tambak udang untuk
dikembangkan di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
mengenai Analisis Kelayakan Tambak Udang di Desa Sei Meran, Kecamatan
Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat di analisis beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian?
2. Apakah usahatani tambak udang layak untuk dikembangkan di daerah
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis kelayakan usahatani tambak udang yang di daerah
penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan kegunaan dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut
1. Sebagai bahan informasi bagi petani yang membudidayakan udang di
Kabupaten Langkat.
2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan pihak pemerintah dalam
pengambilan kebijakan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Menurut sistematika secara taksonomi udang ini dibagi dalam :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superord : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Dalam dunia perdagangan internasioanal Udang Vannamei memiliki beberapa
nama, seperti whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blances (Perancis), dan camaron patiblanco (Spanyol). Ada sekitar 343 spesies udang yang potensial untuk dikembangkan secara komersil. Dari jumlah itu , setidaknya ada 110 spesies
yang termasuk ke dalam genus penaeid. Salah satu spesies dari genus litopenaeus tersebut yaitu litopenaeus vannamei.
Pada tahun 1993, Udang Windu mulai terserang penyakit bintik putih (white spot) atau White Spot Syndrome Virus (WSSV). “White spot” (bintik putih) menjadi momok yang sangat menakutkan. Namun momok ini tidak hanya terjadi di
Indonesia. Kematian udang ditambak yang ditemukan di Thailand lebih banyak
disebabkan serangan virus ini. Menurut Jory (1997) dalam Kordi (2010)
menyatakan bahwa penyakit “white spot” dapat menjalar baik secara vertikal dari
induk maupun secara horizontal dari petak ke petak sebelahnya dan dapat
mematikan udang di seluruh kawasan (Kordi, 2010).
beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan Udang
Vannamei. Produksi yang dicapai saat itu sungguh luar biasa. Apalagi, produksi
Udang Windu yang saat itu sedang berkembang mengalami penurunan karena
serangan penyakit, terutama bercak putih (white spot syndrome virus).
Kehadiran Udang Vannamei di akui sebagai penyelamat dunia pertambakan
udang Indonesia. Petambak mulai bergairah kembali, begitu juga dengan para
operator pembenihan udang. Operator mulai membenihkan Udang Vannamei
9
Ada beberapa keunggulan budidaya Udang Vannamei dibandingkan dengan
Udang Windu yang membuat masyakarat cepat menerima dan membudidayakan
Udang Vannamei, yaitu a) Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air, oksigen
terlarut dan salinitas yang relatif rendah; b) Mampu memanfaatkan seluruh kolam
air; c) Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang tinggi; d)
Kebutuhan kandungan protein pakan yang relative rendah; e) Tersedia teknologi
produksi induk atau benih bebas penyakit (specific pathogen free = SPF) dan
tahan penyakit (specific pathogen resistant = SPR) (Sudradjat dan Wedjatmiko,
2010).
Siklus hidup Udang Vannamei bersifat nocturnal, yaitu melakukan aktivitas pada malam hari. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba.
Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang
bersamaan udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma
bertemu. Proses perkawinan berlangsung sekitar 1 menit. Sepasang Udang
Vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan 100.000-250.000 sel telur
yang berukuran 0,22 mm. Siklus hidup Udang Vannamei sebelum di tebar
ditambak yaitu :
1. Stadia Nauplii
Pada stadia ini larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya belum
sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga
pada stadia ini benih Udang Vannamei belum membutuhkan makanan dari luar.
Stadia Zoea terjadi setelah nauplii ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15 -24 jam.
Larva berukuran 1,05-3,30 mm. Pada stadia ini benih udang mengalami moultin
sebanyak 3 kali, yaitu : stadia zoea 1, stadia zoea 2, dan stadia zoea 3. Lama
waktu proses penggantikan kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis)
sekitar 4-5 hari. Pada stadia ini benih sudah dapat diberi pakan alami seperti
artemia.
3. Stadia Mysis
Pada stadia ini, benih sudah menyerupai bentuk udang dicirikan dengan sudah
terlihat ekor kipas (uropods) dan ekor (telson). Benih pada stadia ini sudah
mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva berkisar
3.50-4,80 mm. stadia ini memiliki 3 substadia, yaitu : mysis 1, mysis 2, dan mysis
3 yang berlangsung selama 3-4 hari sebelum masuk pada stadia post larva (PL).
4. Stadia Postlarva (PL)
Pada stadia ini, benih Udang Vannamei sudah tampak seperti udang dewasa.
Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti
postlarva berumur 1 hari. Pada stadia ini udang sudah mulai aktif bergerak lurus
kedepan.
Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber
pakan udang antara lain, udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larve keran dan lumut.
Udang Vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal
11
halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang
ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan.
Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti : protein, asam amino, dan asam
lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.
Pigmentasi atau perubahan warna kulit berhubungan dengan kesehatan udang.
Warna kulit juga bisa digunakan sebagai acuan kualitas udang yang akan dipanen,
seperti nilai gizi, kesegaran, dan rasa. Pigmen utama pada Udang Vannamei yaitu
karotenoid yang dominan terdapat pada dieksoskleton. Karotenoid pada udang
menimbulkan warna merah, kehijauan, kecoklatan, dan kebiruan. Warna -warna
tersebut dipengaruhi lingkungan budidaya. Kekurangan karotenoid pada Udang
Vannamei bisa menyebabkaan warna eksoskleton tampak dan pudar. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa karotenoid merupakan provitamin A yang berfungsi
membentuk jaringan epidermis dan mukosa sehingga udang lebih tahan terhadap
serangan bakteri dan jamur. Selain itu, karotenoid berfungsi untuk menjaga
permeabilitas membran sel dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunologi)
(Haliman dan Dian Adijaya S, 2008).
Benih udang yang siap ditebar di tambak haruslah benih yang berkualitas. Benur
yang berkualitas tumbuh pesat, sehat, dan setiap hari ganti kulit (moulting).
Benih-benih atau benur dari hasil penangkapan di alam maupun di hatchri yang
akan ditebar di tambak harus dipilih yang benar-benar berkualitas. Maka perlu
dicari hatchri yang mempunyai reputasi baik dalam menghasilkan benih. Indikator
berikut : sarana dan produksi hachri, sumber daya manusia pengelola hachri,
metode produksi benih.
Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan udang akan menimbulkan
masalah karena sisa-sisa pakan yang tidak habis dimakan udang akan menjadi
limbah dan menurunkan kualitas air. Pakan powder (serbuk) untuk ukuran udang stadium larve, flake (serpihan) ukuran udang PL1 – PL15, crumble (remahan) untuk ukuran udang PL 20 - 1 g. Dan pellet untuk udang ukuran 1-10 g. Pakan
umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi yang
penting dan tersedia dalam pakan udang antara lain: protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, dan mineral (Kordi, 2010).
Kualitas air dalam tambak petak pembesaran harus tetap terjaga. Adapun kualitas
air yang optimum untuk hidup udang adalah sebagai berikut a) salinitas : <10ppt ;
b) suhu air : 27-31°C ; c) pH : 7,0-8,5 ; d) oksigen terlarut : 3-8 mg/L ; e)
alkalinitas : 150 mg/L ; f) kecerahan : 20-40 cm ( Sudrajat dan Wedjamiko, 2010).
Usaha budidaya perairan, termasuk udang akan berhasil baik dalam air dengan pH
6.5-9.0, dan kisaran optimal untuk udang adalah pH 7.5-8.7. Untuk udang ukuran
0.02-15 g/ekor, pH yang cocok antara 7.9-8.3; untuk udang ukuran 16-30 g/ekor,
nilai pH yang sesuai 7.7-8.2 dan ukuran lebih dari 30 g/ekor nilai pH yang cocok
adalah 7.7-8.0.
Menurut Kholik (1998) dalam Kordi (2010) pertumbuhan dan kehidupan udang
sangat dipengaruhi suhu air. Umumnya dalam batas-batas tertentu kecepatan
pertumbuhan udang meningkat sejalan dengan naiknya suhu air, sedangkan
13
Artinya, derajat kelangsungan hidup udang menurut pada kenaikan suhu. Kisaran
suhu terbaik bagi pertumbuhan dan kehidupan udang antara 28°-30°C, walaupun
Udang Windu masih dapat hidup dalam suhu 18°C dan 36°C. Namun dalam
tingkat suhu tersebut udang sudah tidak aktif (Kordi, 2010).
Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gram/ekor, sedangkan ukuran
siap panen di tambak umur 100 hari (3,5 bulan) adalah 60-80 ( 60-80 ekor/kg)
atau rata-rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL (post larva)/m2 dengan
SR (survival rate/derajat kelangsungan hidup) sekitar 80% dan FCR (Feed Conversion Rate) pakan 1,2. Hidup dalam tambak dengan salinitas (kadar garam) air tambak pemeliharaan berkisar 5-35 permil (Amri dan Iskandar Kanna, 2008).
Jenis hama yang potensial menggangu usaha budidaya udang dalam budidaya ini
predator atau pemangsa adalah ikan,ular air,burung,serangga,cacing dan siput.
Sedangkan jenis penyakit yang menyerang udang adalah virus,bakteri,parasit dan
jamur. Virus dan baktri merupakan jenis penyakit yang sangat berbahaya bagi
udang (Kordi, 2010).
Usaha budidaya udang di Indonesia memiliki tiga pola yaitu berpola tradisional,
semi intensif, maupun intensif. Akan tetapi di Indonesia memakai budidaya secara
intensif tersebut untuk meningkatkan produksi dan memperoleh hasil panen yang
dapat di petik setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada
petakan-petakan tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan udang
sewaktu-waktu. (Buwono, 1993).
Indonesia merupakan daerah tropis dimana pola tanam pemeliharaan udang dapat
boleh dikatakan cukup memadai dan menunjang pertambakan udang tersebut,
sehingga mendorong kalangan untuk mengubah pola budidaya udang menjadi
lebih intensif. Pengubahan pola ini dimaksud sebagai salah satu upaya
meningkatkan produksi dan untuk memperoleh hasil panen yang dapat dipetik
setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada petakan-petakan tambak
sehingga dapat memenuhui kebutuhan permintaan udang sewaktu-waktu.
Dalam pola budidaya secara intensif ini memerlukan manajemen usaha secara
professional dan ketelitian. Pemeliharaan udang secara intensif berarti
menggunakan padat penebaran tinggi, pola tanam yang terus-menerus, dan
pemberian pakan bergizi tinggi. Keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama
kualitas air, harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya
organism-organisme asing yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang. air adalah
media hidup utama udang, maka keseimbangan ekosistemnya harus dijaga.
Apabila air tersebut terus menerus dipakai tanpa ada sedikit perbaikan pada sifat
biologis, kimiawi, dan physic, air tersebut tentunya kurang layak bagi kehidupan
udang (Buwono, 1993).
Pola budidaya secara semi intensif ini sama dengan sistem intensif, akan tetapi
yang membedakanya pada perlakuan budidaya udang seperti
pemeliharaan,peralatan,obat-obatan dan penganggulangan hama pada budidaya
udang tersebut.
Sistem pengelolaan semi intensif merupakan teknologi budidaya yang dianggap
cocok untuk budidaya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap
15
yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari
sistem semi intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha
dalam jangka waktu yang lebih lama (Anonimous, 2008).
Pola budidaya secara tradisional ini menggunakan lahan alam yang berada di
pinggir laut. Membudidayakan udang sistem tradisional hanya membuat bedengan
berbentuk kolam, untuk pengisian air dan bibit berharap pada saat air pasang dan
tidak memerlukan pemeliharaan. sistem tradisional memperoleh produksi udang
tidak bisa ditentukan, karena sistem ini hanya berharap terhadap alam.
Sistem budidaya udang di Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat
semuanya menggunakan sistem semi intensif.
2.2. Landasan Teori
2.2.1.Biaya dan Pendapatan
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani.Biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.
Biaya yang dikeluarkan yang tidak habis terpakai dalam satu kali periodea
produksi.
2) Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. Biaya yang
dikeluarkan yang habis terpakai dalam satu kali periode produksi.
Untuk mendapatkan biaya total dalam usahatani dengan cara keseluruhan jumlah
dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost), sehingga
mendapatkan hasil dari seluruh biaya dalam usahatani yang harus dikeluarkan.
Pendapatan usahatani terbagi atas dua, yaitu pendapatan bersih usahatani
diperoleh dari hasil pengurangan seluruh biaya secara riil dikeluarkan oleh petani
terhadap pendapatan kotornya, sedangkan pendapatan kotor usahatani diperoleh
melalui hasil kali antara total volume produksi dengan rata-rata harga produk
ditingkat petani. (Wahyudi dkk, 2008).
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya
usahatani, dimana penerimaan diperoleh dari perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual dipetani. (Soekartawi, 1995).
2.2.2.Teori Kelayakan
Teori kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu
keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha/proyek yang
direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari
gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit),
dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak
17
Setiap sektor usaha yang akan didirikan, dikembangkan, dan di perluas ataupun
dilikuidasi selalu didahului dengan satu kegiatan yang disebut studi kelayakan.
Metode penyusunan studi kelayakan tidak ada yang baku, namun pada umumnya
terdiri atas beberapa aspek, yaitu: (1) aspek pasar dan pemasaran; (2) aspek teknis
produksi dan teknologis; (3) aspek manajemen; (4) aspek legal dan perizinan, dan
(5) aspek keuangan (Subagyo, 2007).
Suatu kriteria investasi merupakan suatu alat apakah suatu usaha yang
dilaksanakan layak atau tidak layak. kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1. Break Event Point (BEP)
Secara umum BEP adalah suatu keadaan dimana produksi dalam suatu perusahaan
tidak ada untung tidak ada rugi, impas antara biaya yang dikeluarkan perusahaan
dengan pendapatan yang diterima.
Manfaat Break Event Point (BEP)
1) Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2) Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3) Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
4) Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
Keterbatasan Break Even Point (BEP)
1) Biaya Tetap (Fixed cost) haruslah konstan selama periode atau range of output
2) Biaya Variable (Variable cost) dalam hubungannya dengan sales haruslah
konstan
3) Sales price per unit tidak berubah dalam periode tertentu 4) Sales mix adalah konstan
2. R/C Ratio
R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk
(Soekartawi, 2000).
2.3 Kerangka Pemikiran
Udang merupakan komoditas primadona di sub sektor perikanan yang dapat
meningkatkan devisa negara melalui ekspor perikanan. Permintaan akan udang
sangat tinggi di masyarakat Indonesia karena udang memiliki banyak
mengandung protein dan vitamin yang bagus untuk kesehatan tubuh. Permintaan
akan udang bukan hanya dari dalam negeri melainkan dari luar negeri sehingga
Indonesia menjadi pengirim udang terbesar di dunia karena terdapat banyak usaha
budidaya udang di Indonesia.
Sistem budidaya udang di Indonesia memiliki tiga sistem yaitu sistem tradisional,
semi intensif dan intensif, dari ketiga sistem itu petani di Desa Sei Meran lebih
memilih sistem semi intensif dikarena kan sarana dan prasarana produksi yang
lebih murah.
Jumlah produksi yang dihasilkan mempengaruhi penerimaan petani, dimana
besarnya produksi tersebut ditentukan oleh produktivitas usaha budidaya tambak
19
Perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran atau biaya usaha budidaya
udang maka dapat memberikan informasi tentang proporsi keuntungan yang
diperoleh oleh petani tambak. Jika R/C > 1 maka usaha budidaya udang layak
untuk diusahakan. Namnu jika R/C < 1 maka usaha budidaya udang tidak layak
untuk diusahakan.
Penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga jual udang kepasaran.
Pendapatan yang diterima petani dari usaha tambak udang merupakan jumlah
penerimaan dari usaha tambak udang yang dikurangi oleh total biaya produksi.
Break event point (BEP) merupakan suatu kondisi yang menggambarkan bahwa
usahatani yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan atau impas.
Usahatani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak
mengalami kerugian:
- BEP Volume Produksi : Total Biaya Produksi Harga di Tingkat Petani
- BEP Harga Produksi : Total Biaya Produksi Total Produksi
- BEP Penerimaan : Fixed cost 1-Variabel Cost S
Nilai kelayakan usahatani (R/C ratio atau return/cost ratio). R/C ratio merupakan
perbandingan antara penerimaan atau biaya produksi, sekaligus menunjukan
tingkat efisiensi pendapatan suatu usahatani. Semakin besar R/C ratio (>1) maka
Secara singkat dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:
: Pengaruh
: Hubungan
2.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah usaha tambak udang di daerah
21
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Penelitian ini dilakukan Kecamatan Pangkalan susu. Alasan dan Pertimbangan pemilihan daerah tersebut
adalah karena Kecamatan Pangkalan Susu merupakan salah satu tempat produksi
udang,memiliki luas areal dan jumlah nelayan yang cukup besar , kemudian
setelah dilakukan observasi di Desa Sei Meran merupakan Sentra produksi udang.
Berikut tabel luas areal dan jumlah nelayan usaha budidaya tambak di Kabupaten
Langkat
Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah nelayan Usaha Budidaya Tambak menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat
No Kecamatan Luas Lahan Tambak (ha) Petani Tambak
1. Secanggang 443,00 450
3.2. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode sensus, yaitu
seluruh populasi merupakan subjek dalam penelitian ini. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh petani yang mengusahakan usahatani tambak udang,
dimana terdapat 7 usahatani tambak udang di Desa Sei Meran, kecamatan
Pangkalan susu, Kabupaten Langkat.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data
sekunder yang berhubungan dengan penelitian diperoleh dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Langkat dan Badan Pusat StatistikSumatera Utara, instansi
dan lembaga yang terkait di daerah penelitian.
3.4. Metode Analisis Data
Untuk menyelesaikan masalah 1 dengan menggunakan metode Deskriptif, yaitu
dengan menggunakan data yang diperoleh dari daerah penelitian.
Untuk menganalisis masalah 2 dianalisis dengan menggunakan perhitungan R/C
Ratio dan BEP (Break Even Point).
R/C (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah
antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai
23
a = R/C
R = Py. Y
C = FC + VC
a = {(Py.Y) / (FC+VC)}
Dimana :
R = Penerimaan
C = Biaya
Py = Harga output
Y = Output
FC = Biaya Tetap
VC = Biaya Tidak Tetap
Kriteria :
Jika R/C > 1, maka usaha layak untuk dilaksanakan
Jika R/C = 1, maka usaha impas
Jika R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan
(Soekartawi, 1995).
Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue
sama dengan total cost.
- BEP Volume Produksi : Total Biaya Produksi Harga di Tingkat Petani
- BEP Penerimaan :�� � ������ �� � 1−����� � �� ���
Kriteria uji : Titik impas yang terlampaui apabila nilai masing-masing variable
lebih tinggi dari hasil perhitungan BEP (Break Even Point) (Sunarjono, 2000).
3.5. Definisi dan Batasan Operasional.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penilitian ini, maka dibuat defenisi
dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1. Definisi
1. Petani sampel adalah individu yang bermata pencaharian sebagai petani yang
membudidayakan udang ditambak.
2. Produksi adalah semua hasil dari usahatani tambak udang (Kg)
3. Biaya produksi adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan selama masa
produksi hingga menghasilkan produk (Rp)
4. Pendapatan usaha udang adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya
produksi usahatani tambak udang(Rp)
5. Analisis kelayakan usaha adalah untuk menganalisis suatu usaha layak atau
tidak layak dikembangkan secara ekonomis.
6. Break Even Point adalah suatu kondisi dimana suatu usaha itu dikatakan tidak untung dan tidak rugi atau dengan kata lain dikatakan impas.
7. R/C ratio adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya
8. Penerimaan adalah jumlah penjualan produksi yang tergantung pada harga
25
9. Hutchery adalah tempat penetasan untuk menghasilkan benih udang 3.5.2. Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.
2. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan usahatani
tambak udang.
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah
Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu terletak 7 Km dari ibukota
kecamatan, 69 Km dari Ibukota Kabupaten dan 107 Km dari Ibukota Provinsi.
Desa Sei Meran terletak 21 mdl, dengan suhu rata-rata 28-30°C dengan curah
hujan rata-rata 2.205 mm/tahun. Desa Sei Meran mempunyai batas-batas wilayah
sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Alur Cempedak
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Besitang
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pangkalan Batu
Sebelah Barat bebatsan dengan Sungai Besitang
Luas Desa Sei Meran secara keseluruhan adalah ± 1576,2 Ha/m2 dengan 523 KK
dan jumlah jiwa 1912 di desa Sei Meran. Sebagian dari luas wilayah Desa Sei
Meran adalah merupakan areal perkebunan dan perikanan sehingga mayoritas
mata pencaharian masyarakat Desa Sei Meran adalah petambak/petani.
27
Tabel 4.1. Potensi Penggunaan Lahan di Desa Sei Meran Tahun 2014
No Jenis Lahan Luas (Ha)
1 Lapangan Olahraga 1
2 Perkantoran Pemerintah 0,5
3 Tempat Pemakaman 1,6
4 Tempat Pembuangan Sampah 0,5
5 Bangunan Sekolah 1
Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Meran Tahun 2014
Dari Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang paling luas adalah
untuk lahan perkebunan, yaitu 1.372 Ha dan untuk penggunaan yang paling lahan
terluas kedua digunakan untuk daerah tangkapan air dan luas pemukiman, yaitu
70 Ha dari luas Desa Sei Meran secara keseluruhan.
4.1.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk dan Keadaan Penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Sei
Meran dapat dilihat pada Tabel 4.2. Berikut :
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014
No Jenis Kelamin Jumlah (orang)
1 Laki-Laki 974
2 Perempuan 938
Jumlah Penduduk 1912
Jumlah Kepala Keluarga 523
Dari Tabel 4.2, menunjukkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki dimana jumlah tahun 2014 adalah
974 laki-laki, sedangkan jumlah penduduk perempuan tahun 2014 adalah 938.
Distribusi penduduk Desa Sei Meran menurut usia dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut ini :
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Usia Tahun 2014
No Kelompok Usia Jumlah (orang)
1 3 – 6 Tahun 95
2 7 – 15 Tahun 334
3 18 – 56 Tahun 1.452
Jumlah 1.881
Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Meran Tahun 2014
Dari Tabel 4.3, menunjukkan bahwa penduduk Desa Sei Meran yang didominasi
pada tingkat diantara 18-56 tahun , lalu diikuti oleh tingkat usia diantara 7-15
tahun. Hal ini membuktikan bahwa tingkat angkatan kerja cukup baik dan
pelaksanaan wajib belajar 9 tahun berjalan baik.
Distribusi penduduk Desa Sei Meran menurut mata pencaharian dapta dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1 Karyawan/Wiraswasta 596
29
Dari Tabel 4.4. Menunjukkan bahwa penduduk Desa Sei Meran paling banyak
bermata pencaharian sebagai karyawan /wiraswasta, sedangkan untuk mata
pencaharian terbesar kedua, yaitu pemilik usaha.
4.2 Karakteristik Responden
Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat
pendidikan, lama bertani dan jumlah tanggungan. Karakteristik responden dapat
dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini:
Tabel 4.5. Karakteristik Responden
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1) Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa umur rata-rata petambak Udang
Vannamei adalah 43 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petambak Sampel
tergolong pada usia yang produktif sehingga dapat dikatakan masih memiliki
tenaga kerja yang potensial untuk menjalankan usaha budidaya Udang Vannamei.
Tingkat pendidikan yang dimiliki petambak Sampel adalah rata-rata 9 yang
menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan petambak Sampel Udang Vannamei
adalah tidak tamat pendidikan SMA.
Pengalaman berbudidaya petambak Sampel rata-rata 9 tahun. Lama usaha Udang
permasalahan yang timbul, kemungkinan dapat meningkatkan jumlah produksi
Udang Vannamei kedepannya.
Jumlah tanggungan keluarga petambak SampelUdang Vannamei rata-rata 2 jiwa,
31
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sistem budidaya Udang Vannamei
Sistem budidaya udang dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan tambak,
penyediaan benih, penebaran benih, pemberian pakan, pemeliharaan serta
penanganan panen dan pasca panen.
5.1.1. Persiapan Tambak (Kolam)
Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam tambak. Ada beberapa persiapan
tambak untuk budidaya Udang Vannamei adalah
a) penjemuran dan pencucian, penjemuran kolam tambak dilakukan agar kolam
kering dan membuang kotoran udang setelah kemudian masukkan air dan buang
guna pencucian kotoran udang dan dikeringkan selama minimum 3-10 hari
(tergantung iklim), atau sampai permukaan dasar tambak menahan berat satu
orang dan permukaan tanah telah retak-retak sedalam 1-2 cm.
b) Pemupukan dilakukan pada dasar tambak dan pemupukan susulan pada saat
pemeliharaan ditujukan untuk mempertahankan kecerahan air dan memasok unsur
hara yang sangat diperlukan seperti Nitrogen, Fosfor, dan Kalium,pemupukan
dilakukan setelah proses penjemuran dan pencucian dengan cara di tabur berguna
untuk mempercepat dekomposisi bahan organik, dekomposisi bahan organik
tanah akan optimal apabila bahan organiknya mempunyai rasio Karbon:Nitrogen
NPK. Setelah tambak didiamkan selama kurang lebih 2 hari kemudian dilakukan
pengapuran.
c) pengapuran dilakukan pada dasar tambak dan pengapuran susulan selama
pemeliharaan udang berlangsung, dipenelitian ini petambak menggunakan kapur
tohor untuk menjaga atau meningkat Ph tanah. Ph tanah antara 7,5-8,5 merupakan
Ph yang ideal untuk dekomposisi maksimum bahan organik oleh mikroorganisme
tanah. Sebaliknya Ph yang lebih tinggi akan menghambat proses dekomposisi.
Gambar 3. Penjemuran, Pencucian,Pemupukan dan Pengapuran Tambak
d) pengisian air sistem semi intensif dengan mengandalkan atau mengharapkan air
pasang laut, ketika air laut pasang maka masuk air kedalam tambak dan setelah itu
ditutup. sesudah diisi air ditebar pupuk urea dan TSP.
33
5.1.2. Penyediaan dan Penebaran Benih Udang
a) Benih Udang Vannamei dapat diperoleh dari hatchery. Adapun benih pada
penelitian ini diperoleh dari hatchery yang berada diluar kota penelitian.
Umumnya hucthery menjual benih Udang Vannamei pada PL(post Larva), PL 12
atau PL 15. Karena itu petambak melakukan pendederan selama 30 hari, baru
dilanjutkan kegiatan pembesaran. Benih langsung diantar oleh agen yang berada
dilokasi penelitian.
b) Penebaran bibit Udang Vannamei dilakukan dengan cara dituangkan bibit
langsung kedalam tambak yang sudah diisi air, sebelum menuangkan bibit
terlebih dahulu udang yang didalam kemasan diberikan air kolam(tambak)
kedalam air udang yang ada didalam kemasan selama lebih kurang 15-30 menit
agar udang dapat berdaptasi dengan suhu,salinitas, dan Ph pada air kolam(tambak)
.
5.1.3. Pemberian Pakan dan Pemeliharaan
a) Pemberian pakan, sistem semi intensif pemberian pakan dengan menggunakan
pakan 01, pakan 02, dan pakan 03 dengan cara ditabur 3 kali dalam sehari, setelah
benur 10 hari masuk pakan 01 diberikan selama 25 hari,setelah pemberikan pakan
01 dilanjutkan pemberian pakan 02 selama 35 hari, setelah pemeberian pakan 02
dilanjutkan pemberian pakan 03 sampai menjelang panen.
b) Pemeliharaan, semi intensif pemeliharaannya hanya melakukan pemberian
5.1.4. Panen
Panen dilakukan pada 3 bulan setelah budidaya, sistem semi intensif pemanenan
dengan cara dipasang jaring pada pipa sebelum air dikeluarkan agar udang
tersangkut dan tidak ikut keluar setelah itu penangkapan dilakukan oleh pihak
agen yang langsung datang dan peralatan penangkapan langsung dari agen.
5.1.5. Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen dengan cara kolam tambak didiamkan selama ½ bulan
sampai 1 bulan dan mengeluarkan kotoran atau sisa pakan dari produksi
sebelumnya dan pemberian pupuk dan pengapuran agar kondisi tanah dan
menjaga unsur hara dan ph sesuai dengan udang untuk produksi selanjutnya.
5.2. Analisis biaya produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani. Biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a) Biaya Variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi
yang diperoleh. Sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar
kecilnya produksi yang diinginkan. Biaya yang dikeluarkan yang habis terpakai
dalam satu kali periode produksi. Yang termasuk dalam biaya variable adalah
pupuk, bibit,obat,pakan, dan bahan bakar.
b) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.
35
produksi. Yang termasuk dalam biaya tetap adalah pajak, pembuatan kolam,
keamanan, sewa lahan, tenaga kerja.
Biaya produksi Sampel didaerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1. Biaya Usahatani Udang Vannameii Per Periode Produksi Per 2000 Bibit di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat
No Sample Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp) Biaya Total (Rp)
1 165.666 11.738 177.183
Jumlah 2.804.962 358.170 3.162.912
Rata-Rata 400.708 287.142 451.844
Sumber : Lampiran 3 (Data Diolah)
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa total biaya per periode produksi per 2000 bibit
yang paling besar diperoleh pada Sampel 2 dengan total biaya sebesar Rp
1.073.966 hal ini dikarenakan Sampel 2 mengeluarkan biaya peralatan untuk
produksi seperti, kereta sorong, filter air, dan lainnya serta bibit, pemberian pakan,
dan pemupukan setiap produksi, sedangkan total biaya per 3 bulan yang paling
kecil diperoleh pada Sampel 1 dengan total biaya sebesar Rp 177.183.
5.3. Analisis Pendapatan
Pendapatan usahatani diperoleh dari perkalian antara produksi Udang Vannamei
dengan harga jual Udang Vannamei. Pendapatan petani Sampel di daerah
Tabel 5.2. Pendapatan Budidaya Udang Vannamei per Periode Produksi per 2000 Bibit(3 Bulan)
No Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp)
1 693.333 177.183 516.150
2 1.700.000 1.073.966 626.034
3 1.224.000 564.806 659.194
4 1.020.000 343.165 676.835
5 1.188.571 406.857 781.714
6 606.666 253.770 352.896
7 1.020.000 343.165 676.835
Jumlah 7.452.570 3.162.912 4.289.658
Rata-rata 1.064.652 451.844 612.808
Sumber : lampiran 5 (Data Diolah)
Dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pendapatan budidaya Udang Vannamei per
2000 bibit per produksi (3 Bulan) yang paling besar diperoleh pada sampel 5
dengan pendapatan sebesar Rp 781.714 hal ini dikarenakan sampel 5
memproduksi Udang Vannamei dengan memperhatikan pemberian pakan yang
baik dan pembelian bibit yang baik sehingga meminimilisir kematian Udang
Vannamei, sedangkan pendapatan per 2000 bibit per produksi (3 Bulan) yang
paling kecil diperoleh pada sampel 6 dengan pendapatan sebesar Rp 352.896.
5.4. Analisis Kelayakan Budidaya Udang Vannamei
Kelayakan budidaya Udang Vannamei merupakan hal yang palimg penting untuk
dianalisis. Usaha yang dijalankan tentunya sangat membantu para petambak
Udang Vannamei untuk melanjutkan usaha mereka. Hal ini menjadi pertanyaan
tentang kelayakan budidaya Udang Vannamei di Desa Sei Meran, Kecamatan
Pangkalan Susu, Kabupaten langkat. Untuk menganalisis budidaya Udang
37
5.4.1. BEP Volume Produksi
Adapun analisis BEP volume produksi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3. Analisis Kelayakan Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Produksi per Periode ProduksiPer 2000 Bibit (3 Bulan)
No.
Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5
Dari Tabel 5.3 dapat dilihat untuk rata-rata produksiUdang Vannameii, produksi
lebih besar daripada BEP volume produksi rata-rata (14.05 Kg > 8.81 Kg) maka
usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak. Berdasarkan nilai BEP
volume ini, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya Udang Vannamei tersebut
layak untuk diusahakan.
5.4.2. BEP Harga Produksi
Selain BEP Produksi analisis kelayakan usaha budidaya Udang Vannamei dapat
dianalisis melalui BEP Harga Produksi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel
Tabel 5.4. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei Berdasarkan BEP Harga Per Periode Produksi Per 2000 Bibit (3 Bulan)
No.
Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat dari rata-rata harga jualUdang Vannameii, harga jual
Udang Vannamei lebih besar daripada BEP harga produksi (Rp 51.428 > Rp
20.448/Kg) maka usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak.
Berdasarkan nilai BEP harga ini, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya Udang
Vannamei tersebut layak untuk diusahakan.
5.4.3. BEP Penerimaan
Selain BEP Produksi dan BEP Harga analisis kelayakan usaha budidaya Udang
Vannamei dapat dianalisis melalui BEP Penerimaan. Hasil perhitungan dapat
39
Tabel 5.5. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei
Berdasarkan BEP Penerimaan Per Periode Produksi Per 2000 Bibit
2 98.966 975.000 1.700.000 230.153
3 28.140 536.666 1.224.000 50.250
4 82.865 260.300 1.020.000 111.979
5 22.342 384.514 1.188.571 32.855
6 31.254 222.516 606.666 49.609
7 82.865 260.300 1.020.000 111.979
Jumlah 358.170 2.804.962 7.452.570 602.069
Rata-Rata 287.142 400.708 1.064.652 86.087
Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 2-5
Dari Tabel 5.5 dapat dilihat dari rata-rata penerimaan usaha Udang Vannameii,
penerimaan usaha budiaya Udang Vannamei lebih besar daripada BEP
penerimaan (Rp 1.064.652 > Rp 86.087) maka usaha budidaya Udang Vannamei
dinyatakan layak. Berdasarkan nilai BEP penerimaan ini, dapat disimpulkan
bahwa usaha budidaya Udang Vannamei tersebut layak untuk diusahakan.
5.4.4. Analisis Kelayakan Dengan R/C Ratio
Untuk menghitung kelayakan usaha budidaya Udang Vannamei dianalisis dengan
R/C (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara
penerimaan dan biaya. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vannamei
Berdasarkan R/C Ratio Per Periode Produksi Per 2000 Bibit (3 Bulan)
No Sampel Total Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) R/C
1 693.333 177.183 3,91
2 1.700.000 1.073.966 1,58
3 1.224.000 564.806 2,16
4 1.020.000 343.165 2,97
5 1.188.571 406.857 2,92
6 606.666 253.770 2,39
7 1.020.000 343.165 2,97
Jumlah 7.452.570 3.162.912 18.9
Rata-Rata 1.064.652 451.844 2.7
Sumber : Data Diolah Dari Lampiran 3-4
Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rata-rata R/C dengan nilai R/C lebih besar dari
1 (2.7> 1) maka usaha budidaya Udang Vannamei dinyatakan layak. Dari rata-rata
diatas dapat dilihat bahwa nilai R/C diperoleh sebesar 2,7 ini artinya dengan
menggunakan Rp 1.000.000 biaya akan diperoleh penerimaan sebesar Rp
2.700.000.
Sesuai dengan pernyataan soekartawi (1994), bahwa jika R/C ratio > 1 maka
dapat dinyatakan bahwa usahatani tersebut layak diusahakan secara finansial. Dari
perhitungan tersebut diperoleh nilai R/C rata-rata> 1 maka usaha budidaya Udang
Vannamei tersebut layak untuk dikembangkan secara finansial di daerah
41
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Sistem budidaya udang didaerah penelitian menggunakan sistem semi
intensif.
2. Berdasarkan analisis kelayakan, semua usaha budidaya Udang Vannamei
dinyatakan layak untuk diusahakan karena produksi > BEP produksi, harga >
BEP harga, penerimaan > BEP penerimaan, R/C > 1.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
Kepada Petambak Udang Vanname
Sebaiknya petambak didaerah penelitian menggunakan sistem intensif
sehingga petambak dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan yang
lebih tinggi.
Kepada Pemerintah dan Instansi Terkait
Pemerintah sebaiknya memeberikan pengembangan, pemberdayaan, dan
pembinaan kelembagaan usaha budidaya udang vanname melalui tugas
penyuluhan dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petambak
Kepada Peneliti Selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti tentang pemasaran udang
vanname dan teknologi pasca panen untuk meningkatkan nilai jual udang
43
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budi Daya Udang Vaname : Secara Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonimous. 2015. Analisis Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei). www.academia.edu (12 Agustus 2015).
Buwono, Ibnu Dwi. 1993. Tambak Udang Windu : Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Gaspers, Vincent. 1996. Ekonomi Manajerial : Pembuatan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Haliman, Rubiyanto Widodo dan Dian Adijaya S. 2008. Udang Vannamei : Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih Yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ibrahim, H.M. Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi, M. Ghurfan H. K. 2010. Budidaya Udang Laut. Andi Offset. Yogyakarta.
Kusdiatmono. 2014. Ekspor Udang Sumut Tembus 60,16 Juta Dollar AS di Kuartal 1=2014. www.tribunnews.com (05 agustus 2014).
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 2000. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan : Teori dan Aplikasi. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sudradjat, Achmad dan Wedjatmiko. 2010. Budidaya Udang di Sawah dan Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugiarto Dkk. 2002. Ekonomi Mikro : Sebuah Kajian Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sumeru, Sri Umiyati dan Suzy Anna.1992. Pakan Udang Windu (Penaues Monodon). Kanisius. Yogyakarta.
Suprapti, M Lies. 2008. Aneka Olahan Udang. Kanisius. Yogyakarta.
Sutardjo, Sharif C. 2014. Udang Merajai Ekspor Perikanan. www.kkp.go.id (27 Juli 2014).
45
LAMPIRAN 2. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 1)
47
Lampiran 2a. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 2)
49
Lampiran 2b. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 3)
51
Lampiran 2c. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 4)
53
Lampiran 2d. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 5)
55
Lampiran 2e. BIAYA USAHATANI UDANG (SAMPEL 6)
59
Lampiran 3. Total Biaya Usahatani Udang Per Periode Produksi (3 Bulan)
No Sampel BiayaVariabel (Rp)
BiayaTetap (Rp)
Biaya Total (Rp)
1 7.445.000 528.250 7.973.250
2 2.925.000 296.900 3.221.900
3 4.025.000 211.050 4.236.050
4 2.603.000 828.650 3.431.650
5 6.729.000 391.000 7.120.000
6 13.351.000 1.875.250 15.226.250
Lampiran 4. Penerimaan Usahatani Udang Vanname Per Periode Produksi (3 Bulan)
No Sampel JENIS PRODUKSI JUMLAH
(Kg)
HARGA
(Rp/Kg)
PENERIMAAN
(Rp)
1 80-90 600 52000 31200000
2 80-90 100 51000 5100000
3 80-90 180 51000 9180000
4 80-90 200 51000 10200000
5 50-60 400 52000 20800000
6 90-100 700 52000 36400000
61
Lampiran 5. Pendapatan Usahatani Udang Vanname Per Periode Produksi (3 Bulan)
No Sampel PENERIMAAN
(Rp)
BIAYA PRODUKSI
(Rp)
PENDAPATAN
(Rp)
1 31.200.000 7.973.250 23.226.750
2 5.100.000 3.221.900 1.878.100
3 9.180.000 4.236.050 4.943.950
4 10.200.000 3.431.650 6.768.350
5 20.800.000 7.120.000 13.680.000
6 36.400.000 15.226.250 21.173.750