PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN
JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG
DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN
SERDANG BEDAGAI
RURI PERWITA SARI
090302004
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN
JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG
DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN
SERDANG BEDAGAI
Oleh:
RURI PERWITA SARI 090302004
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN
JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG
DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN
SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
RURI PERWITA SARI 090302004
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Dan Komposisi Tangkapan Jaring Insang Permukaan Dan Jaring Insang Dasar Di Perairan Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai
Nama Mahasiswa : Ruri Perwita Sari
Nim : 090302004
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si Ir. Tajuddin Siregar, M.MA
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
ABSTRAK
RURI PERWITA SARI, Perbandingan Hasil dan Tangkapan Jaring Insang Permukaan dan Jaring Insang Dasar di Perairan Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai, Dalam pengawasan akademik oleh MISWAR BUDI MULYA dan TAJUDDIN SIREGAR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan ikan yang dominan tertangkap pada jaring insang permukaan dan jaring insang dasar dan menganalisis komposisi, keanekaragaman, dominansi, dan ukuran. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2013 di Perairan Selat Malaka di pesisir desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai. Pada komposisi jaring insang dasar terdapat 17 spesies dan jaring insang permukaan 15 spesies. Nilai indeks dominansi kedua alat tangkap tinggi yaitu C=1. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,57 hingga 1,98, yang berarti keanekaragaman perikanan di perairan termasuk sedang.
Beberapa spesies yang dominan termasuk ke dalam ukuran layak tangkap, terutama ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring insang dasar, sedangkan ikan – ikan pada jaring insang permukaan hanya berkisar 66 hingga 85% yang layak tangkap. Diketahui terdapat perbedaan hasil tangkapan jaring insang dasar dan jaring insang permukaan dengan uji statistik independen sampel T test, bahwa hasil tangkapan jaring insang dasar berbeda nyata dan lebih besar dari pada hasil tangkapan jaring insang permukaan.
ABSTRACT
RURI PERWITA SARI, Comparison Catch Results of Surface Gill Net and Bottom Gill Net in the Waters of Sei Nagalawan Serdang Bedagai. Under academic supervision by MISWAR BUDI MULYA and TAJUDDIN SIREGAR.
This research aims to determine the ratio of the dominant fish catches caught in surface gill net and bottom gill net and analyze the composition, diversity, dominance, and size. This study was conducted in April-May 2013 in the coastal in the Strait of Malacca of Sei Nagalawan Serdang Bedagai. On the basis of the composition of gill nets there are 17 species and 15 species of surface gill nets. Dominance index values both higher gear is C = 1. The value of diversity index ranged from 1.57 to 1.98, it means that the diversity of fishery in the waters of Sei Nagalawan is moderately.
Some dominant species belong to the size of a decent catch, especially the fish caught by bottom gill net, whereas fishes on the surface gill nets only about 66 to 85% which is well worth catching. There are differences in basic gill net catches and gill net surface with independent statistical test sample T test, that the bottom gill net catches were significantly different and larger than the surface gill net catches.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 10 Agustus 1991 dari ayahanda
Suyono S.Sos dan ibunda Tuti Wahyuni, penulis merupakan anak kedua dari 2
bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar di SD
Negeri 060924 pada tahun 1997 – 2003, kemudian melanjutkan ke jenjang
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 15 Medan pada tahun 2003 – 2006
dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 13 Medan pada tahun 2006 – 2009.
Penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan
Lokal Mahasiswa Baru (SPLMB) USU pada program studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Oseanografi, dan Praktikum
Ekosistem Perairan Pesisir di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga pernah mengikuti
kegiatan Magang di Balai Budidaya Ikan Air Tawar Provinsi Sumatera Utara.
Penulis melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Pelabuhan Perikanan Samudera
Belawan. Penulis melakukan penelitian untuk skripsi dengan judul Perbandingan
Hasil dan Tangkapan Jaring Insang Permukaan dan Jaring Insang Dasar di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena atas
berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perbandingan Hasil dan Komposisi Tangkapan Jaring Insang
Permukaan Dan Jaring Insang Dasar Di Perairan Desa Sei Nagalawan
Serdang Bedagai”. Skripsi ini ditulis sebagai satu di antara beberapa syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Miswar Budi Mulya, M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Ir.Tajuddin Siregar, M.MA., selaku anggota komisi pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan semangat
kepada penulis hingga sampai ujian akhir. Khusus untuk Ketua Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Sumatera Utara Bapak
Dr.Ir Yunasfi, M.Si dan semua staf pengajar di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan yang telah mencurahkan seluruh ilmu yang berharga dan
memberikan dorongan semangat dan membantu sejak awal perkuliahan hingga
selesainya skripsi ini. Orang tua tercinta ayahanda Suyono, S.Sos dan ibunda Tuti
Wahyuni yang telah membesarkan, mendidik, memberikan semangat dan doa,
serta abangda Hary Eka Pratama S.S yang selalu menjadi motivator bagi penulis.
Teman - teman Vindy Rilani Manurung, Putri Ananda Tarigan, Melinda Sari
Lubis, Rizky Anggita Harahap, Raissha Amanda Siregar, Christina Sagala, Debi
Terima kasih juga kepada nelayan Kelompok Tani Muara Maimbau desa
Sei Nagalawan, Serdang Bedagai yang telah membantu memberikan informasi
yang dibutuhkan penulis, dan kesediaannya untuk membantu kegiatan di lapangan
selama penelitian. Serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu
per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat, bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA 6Hubungan Tingkah Laku Ikan Dengan Alat Tangkap Jaring Insang 14
Selektivitas Alat Tangkap 15
METODE PENELITIAN 17 Waktu dan Tempat 17
Alat 17
Penetapan Sampel Nelayan 18
Pengumpulan Data 19
Analisis Data 19
Perbandingan Komposisi 19
Indeks Keanekaragaman 20 Selektivitas Berdasarkan Indeks Keanekaragaman 20
Indeks Dominansi 21
Indeks Keanekaragaman 26
Indeks Dominansi 24
Komposisi Ukuran 29
Perbandingan Hasil Tangkapan 37 Analisis Uji Independen Sampel Test 38
Pembahasan 40
Komposisi Jenis 40
Kelimpahan Relatif 41
Hasi Tangkapan Ikan 42
Indeks Keanekaragaman 42
Indeks Dominansi 43
Komposisi Ukuran Ikan 44
Perbandingan Hasil Tangkapan 45 Merumuskan Hasil Analisis Uji Independen Sampel T Test 46 Nilai Ekonomi Ikan Hasil Tangkapan 46
PENUTUP 49
Kesimpulan 49
Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Skema Pemikiran 4
2. Jaring Insang 6
3. Proses Terjeratnya Ikan Pada Jaring Insang 10 4. Cara Tertangkapnya Ikan Pada Jaring 10
5. Lokasi Penelitian 17
6. Diagram Lingkar Kelimpahan Ikan Yang Tertangkap Dengan Jaring
Insang Dasar 25
7. Diagram Lingkar Kelimpahan Ikan Yang Tertangkap Dengan Jaring
Insang Permukaan 25
8. Diagram Garis Indeks Dominansi Jaring Insang Dasar 28 9. Diagram Garis Indeks Dominansi Jaring Insang Permukaan 28 10. Komposisi Ukuran Udang Putih pada Jaring Insang Dasar 29 11. Komposisi Ukuran Udang Kelong pada Jaring Insang Dasar 30 12. Komposisi Ukuran Udang Swallow pada Jaring Insang Dasar 30 13. Komposisi Ukuran Sotong pada Jaring Insang Dasar 31 14. Komposisi Ukuran Ikan Senangin pada Jaring Insang Dasar 32 15. Komposisi Ukuran Ikan Bawal Putih pada Jaring Insang Dasar 32 16. Komposisi Ukuran Kepiting pada Jaring Insang Dasar 33 17. Komposisi Ukuran Ikan Kepala Batu pada Jaring Insang Permukaan 34 18. Komposisi Ukuran Udang Putih pada Jaring Insang Permukaan 34 19. Komposisi Ukuran Udang Swallow pada Jaring Insang Permukaan 35 20. Komposisi Ukuran Sotong pada Jaring Insang Permukaan 35 21. Komposisi Ukuran Ikan Selar Kuning pada Jaring Insang Permukaan 36 22. Komposisi Ukuran Ikan Layur pada Jaring Insang Permukaan 36 23. Komposisi Ukuran Ikan Bandeng pada Jaring Insang Permukaan 37 24. Perbandingan Hasil Tangkapan Jaring Insang Dasar dan Jaring
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di perairan Desa Sei Nagalawan 23 2. Indeks Keanekaragaman Ikan Yang Tertangkap Pada Alat Tangkap
Jaring Insang Dasar 26 3. Indeks Keanekaragaman Ikan Yang Tertangkap Pada Alat Tangkap
Jaring Insang Permukaan 27 4. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi 28
5. Group Statistic 39
ABSTRAK
RURI PERWITA SARI, Perbandingan Hasil dan Tangkapan Jaring Insang Permukaan dan Jaring Insang Dasar di Perairan Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai, Dalam pengawasan akademik oleh MISWAR BUDI MULYA dan TAJUDDIN SIREGAR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan ikan yang dominan tertangkap pada jaring insang permukaan dan jaring insang dasar dan menganalisis komposisi, keanekaragaman, dominansi, dan ukuran. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2013 di Perairan Selat Malaka di pesisir desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai. Pada komposisi jaring insang dasar terdapat 17 spesies dan jaring insang permukaan 15 spesies. Nilai indeks dominansi kedua alat tangkap tinggi yaitu C=1. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,57 hingga 1,98, yang berarti keanekaragaman perikanan di perairan termasuk sedang.
Beberapa spesies yang dominan termasuk ke dalam ukuran layak tangkap, terutama ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring insang dasar, sedangkan ikan – ikan pada jaring insang permukaan hanya berkisar 66 hingga 85% yang layak tangkap. Diketahui terdapat perbedaan hasil tangkapan jaring insang dasar dan jaring insang permukaan dengan uji statistik independen sampel T test, bahwa hasil tangkapan jaring insang dasar berbeda nyata dan lebih besar dari pada hasil tangkapan jaring insang permukaan.
ABSTRACT
RURI PERWITA SARI, Comparison Catch Results of Surface Gill Net and Bottom Gill Net in the Waters of Sei Nagalawan Serdang Bedagai. Under academic supervision by MISWAR BUDI MULYA and TAJUDDIN SIREGAR.
This research aims to determine the ratio of the dominant fish catches caught in surface gill net and bottom gill net and analyze the composition, diversity, dominance, and size. This study was conducted in April-May 2013 in the coastal in the Strait of Malacca of Sei Nagalawan Serdang Bedagai. On the basis of the composition of gill nets there are 17 species and 15 species of surface gill nets. Dominance index values both higher gear is C = 1. The value of diversity index ranged from 1.57 to 1.98, it means that the diversity of fishery in the waters of Sei Nagalawan is moderately.
Some dominant species belong to the size of a decent catch, especially the fish caught by bottom gill net, whereas fishes on the surface gill nets only about 66 to 85% which is well worth catching. There are differences in basic gill net catches and gill net surface with independent statistical test sample T test, that the bottom gill net catches were significantly different and larger than the surface gill net catches.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan kabupaten baru yang merupakan
hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Deli Serdang, dan merupakan salah satu
kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Kabupaten
Serdang Bedagai memiliki pantai yang membentang sejauh 90 km dan memiliki
24 sungai. Perairan Serdang Bedagai termasuk bagian dari perairan Selat Malaka
dan merupakan salah satu perairan yang paling padat di dunia.
Daerah perairan Sei Nagalawan Serdang Bedagai ini memiliki iklim tropis,
dengan tingkat kelembapan udara per bulan sekitar 83% curah hujan berkisar
antara 27 sampai dengan 248 mm/ bulan. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,8
m/detik dengan tingkat penguapan sekitar 3,8 mm/hari, suhu udara per bulan
minimum 23,7 ºC dan maksimum 34,2 ºC (BPS Serdang Bedagai, 2011).
Masyarakat di Desa Sei Nagalawan sebagian besar adalah nelayan, baik itu
nelayan yang beroperasi secara individu ataupun nelayan yang beroperasi
berkelompok dalam satu kapal besar. Alat tangkap yang digunakan biasanya
bermacam ragam dan tergantung tujuan utama jenis hasil tangkapan.
Untuk memperoleh hasil tangkapan yang optimum diperlukan alat tangkap
yang efektif. Hal ini berguna untuk mencegah tertangkapnya ikan-ikan berukuran
kecil, sehingga stok ikan di suatu perairan tidak mengalami penyusutan (Abidin,
2000). Meningkatnya kesadaran masyarakat di wilayah pesisir Serdang Bedagai
mangrove memberikan manfaat berupa peningkatan hasil laut, sehingga aktivitas
penangkapan di wilayah perairan ini pun semakin meningkat.
Sampai saat ini usaha penangkapan ikan di perairan Sei Nagalawan
Serdang Bedagai sebagian besar masih dilakukan secara tradisional (sederhana),
baik ditinjau dari segi alat tangkap yang digunakan maupun cara penangkapannya,
sehingga daerah operasi penangkapannya masih terbatas di sekitar pantai atau
sekitar 2 mil dari garis pantai. Diantara semua jenis alat tangkap yang sering
digunakan nelayan di perairan Sei Nagalawan adalah jaring insang. Menurut
Baskoro dkk.,(2010) jaring insang merupakan alat tangkap yang sangat umum
digunakan, karena dari segi ekonomi alat ini mudah diperoleh serta
pengoperasiannya tidak begitu rumit.
Potensi perikanan laut di Sei Nagalawan Serdang Bedagai baik ikan
pelagis maupun ikan demersal, diperkirakan masih memungkinkan untuk
dikembangkan. Sebagian besar masyarakat di sekitar desa Sei Nagalawan
berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya pada hasil laut,
sehingga perlu dilakukan penelitian yang menyangkut aspek biologis maupun
teknis, agar dapat diketahui apakah komposisi dan ukuran organisme laut yang
tertangkap dari perbandingan dua jaring yang berbeda ini (jaring insang
permukaan dan jaring insang dasar) sudah sesuai atau tidak.
Di sekitar Desa Sei Nagalawan dijumpai pangkalan pendaratan ikan (PPI)
milik Kelompok Tani Muara Baimbau. Kelompok tani ini memiliki sekitar 120
nelayan yang rata-rata menggunakan alat tangkap jaring insang. Namun dengan
adanya penyesuaian ukuran mata jaring dan kecenderungan jenis ikan yang
dengan jaring selapis dan jaring kepiting. Nilai ekonomis yang tinggi dan
spesifikasi jaring yang dapat menangkap hasil tangkapan multi spesies,
menyebabkan nelayan aktif menggunakan jaring-jaring ini untuk mendapatkan
ikan.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara (2011)
daerah penangkapan terbaik dengan menggunakan jaring insang ini adalah di
daerah penangkapan yang sebelumnya sudah diketahui adanya keberadaan
kepiting (rajungan). Penangkapan ini biasanya dilakukan di perairan yang dangkal
(5-10 meter) dan datar dengan dasar perairan lumpur berpasir, dan sangat sesuai di
perairan yang berdekatan dengan muara sungai atau perairan yang di sekitarnya
banyak ditumbuhi mangrove.
Perumusan Masalah
Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan di Desa Sei Nagalawan ini
menyebabkan munculnya beberapa pertanyaan yang dapat merumuskan masalah,
yaitu :
1. Kurangnya pemahaman nelayan tentang perbedaan jumlah dan komposisi
hasil tangkapan dari dua jenis alat tangkap, sehingga membuat nelayan tidak
dapat menentukan alat penangkapan mana yang paling baik untuk digunakan
dalam setiap operasional penangkapan?
2. Apakah penggunaan jaring insang permukaan dan jaring insang dasar akan
berdampak pada kelestarian sumberdaya ikan di Perairan Desa Sei Nagalawan
Kerangka Pemikiran
Usaha penangkapan ikan merupakan salah satu aktivitas yang umum
dilakukan masyarakat di sekitar wilayah pesisir. Namun penggunaan alat tangkap
oleh nelayan kecil biasanya tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya
perikanan. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui perbandingan hasil komposisi
tangkapan dari dua jenis alat tangkap yang umum digunakan (jaring insang
permukaan dan jaring insang dasar). Secara ringkas, kerangka pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbandingan jumlah dan komposisi hasil tangkapan dengan
menggunakan jaring insang permukaan dan jaring insang dasar di perairan Sei
Nagalawan Serdang Bedagai.
2. Mengestimasi selektivitas kedua jaring berdasarkan nilai indeks
keanekaragamannya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk menentukan alat tangkap yang
paling selektif digunakan oleh nelayan kecil di perairan Sei Nagalawan Serdang
Bedagai berdasarkan komposisi hasil tangkapan. Juga untuk menentukan alat
tangkap mana yang lebih produktif berdasarkan perbandingan hasil tangkapan
Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran
Usaha Penangkapan Ikan
Jaring Insang Dasar Jaring Insang
Permukaan
Alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan di perairan Serdang Bedagai
ANALISIS PERBEDAAN : 1.JUMLAH SPESIES,
2. JUMLAH INDIVIDU,
3. BIOMASSA.
4. KELIMPAHAN JENIS Hasil Tangkapan
Metode Shannon Wiener Indeks Dominansi
Perbandingan Komposisi hasil tangkapan berdasarkan Indeks
Keragaman dan Indeks Dominansi Dominansi Tangkapan
Tertinggi dan Terendah dari masing- masing alat
Menentukan Selektivitas Jaring Berdasarkan Tingkat
Keanekaragaman
TINJAUAN PUSTAKA
Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net)
Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu
jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi
panjang, dimana mata jaring dari jaring bagian utama ukurannya sama, jumlah
mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih
banyak daripada jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah dalam (mesh
depth), pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan
di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan
adanya dua gaya yang berlawanan dapat dipasang di daerah penangkapan dalam
keadaan tegak (Martasuganda, 2002).
Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung
(float) dan pada bagian bawah dilekatkan pemberat (sinker). Dengan
menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu gaya apung dari float yang
menuju ke atas dan gaya berat dari sinker ditambah dengan berat jaring di dalam
air yang menuju ke bawah, maka jaring akan terentang (Ayodhyoa, 1981).
Martasuganda (2008) menambahkan bahwa jumlah mata jaring gill net ke
arah horizontal jauh lebih banyak dibandingkan dengan mata jaring insang ke arah
Gambar 2. Jaring Insang (Gill Net)
Ikan yang tertangkap oleh jaring insang dipengaruhi oleh beberapa faktor
teknis, seperti: ukuran mata jaring, kekakuan tubuh jaring, ketegangan rentangan
tubuh jaring, hanging ratio, tinggi jaring, dan warna jaring (Karlsen dan
Bjarnason, 1987 diacu oleh Manoppo, 1999). Sedangkan efisiensi jaring insang
menurut Nomura dan Yamazaki (1977) diacu oleh Setyono (1983) dipengaruhi
dan ditentukan oleh: bahan (material) jaring, konstruksi jaring insang, metoda
penangkapan, serta mekanisme kapal dan jaring.
Jaring insang pada umumnya dipasang malam hari, tetapi ada jenis jaring
insang tertentu (encircling gill net) yang dapat dipasang (dioperasikan) siang hari,
yaitu sesudah gerombolan ikan ditemukan (Mori, 1968 diacu oleh Setyono, 1983).
Ikan yang tertangkap secara terjerat (gilled), maka ukuran ikan yang
tertangkap sangat ditentukan oleh ukuran mata jaring. Hal ini dapat dikatakan
bahwa ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring insang terbatas pada ukuran
tertentu saja yang berarti bahwa jaring insang termasuk alat tangkap dengan
maka akan menentukan pula ukuran luas maksimum dari mesh size tersebut
(Baskoro dkk., 2010).
Ikan - ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit (entangled) pada mata
jaring dan agar ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak mudah
terlepas, maka jaring perlu diberikan shortening atau shrinkage yang cukup.
Shortening adalah beda panjang tubuh jaring dalam keadaan teregang sempurna
(stretch) dengan panjang jaring setelah dilekatkan pada tali pelampung atau tali
pemberat. Shortening akan berpengaruh terhadap bentuk bukaan mata jaring, jika
jaring terlalu tegang maka ikan sulit terjerat, dan ikan yang sudah terjerat pun
akan mudah terlepas.
Ikan yang menjadi tujuan penangkapan alat tangkap jaring insang adalah
ikan-ikan yang hidupnya bermigrasi atau mempunyai daerah renang di permukaan
(surface), di dasar (bottom), dan di pertengahan (mid water), tergantung dari jenis
jaring insang yang dioperasikan (Setyono, 1983).
Jaring Insang Permukaan dan Jaring Insang Dasar
Jaring insang dapat dipakai dalam beberapa cara yaitu dengan cara jaring
disandarkan di atas dasar, jaring digantung antara dasar dan permukaan, atau
jaring diapungkan di permukaan. Sebuah jaring letak dasar atau jaring insang
dasar mempunyai pemberat (timah) pada tali ris bawah.Pemberat itu gunanya
untuk menahan jaring tetap berada di atas dasar. Jaring-jaring insang dasar itu
diletakkan di suatu tempat dengan member jangkar kepada kedua ujungnya, atau
mengikat salah satu ujungnya pada suatu benda di atas tanah (daratan). Sebuah
insang terlalu besar, nelayan akan kesulitan dalam menggunakannya, jika dasar
perairan terlalu curam, terlalu dalam dan terlalu banyak karangnya (FAO, 1985).
Jaring insang permukaan, pada umumnya dioperasikan dalam suatu
rangkaian yang panjang. Alat ini efektif untuk menangkap ikan yang sifatnya
menyebar. Jaring insang permukaan untuk menangkap ikan-ikan pelagis (Baskoro
dkk., 2010).
Pada umumnya lebar atau tinggi jaring insang dapat mencapai 27 m.
Menurut Ayodhyoa (1981), untuk menentukan tinggi jaring dapat menggunakan
rumus sebagai berikut :
H = 2an √2S – S2
Keterangan : H = tinggi jaring di dalam air (m) a = ukuran mesh bar (cm)
n = jumlah mata jaring pada lebar jaring s = shortening
Faktor Pelampung
Pelampung yang banyak digunakan berhubungan erat dengan daya apung
(buoyancy), sedangkan daya apung di pengaruhi oleh jenis-jenis bahan yang
digunakan. Oleh sebab itu dalam menentukan bahan pelampung harus dipilih
bahan yang mempunyai daya apung yang lebih besar. Daya apung jaring insang
dasar relatif kecil, dan hal ini sudah cukup untuk mempertahankan bentuk jaring
secara vertikal, selama gaya beratnya besar. Gaya berat biasanya adalah 2-2,5 kali
besarnya gaya apung. Jarak pemasangan pelampung pada tali pelampung harus
diusahakan sama, hal ini dimaksudkan agar daya apung dapat merata ke seluruh
tubuh jaring, sehingga pembukaan tubuh jaring dapat lebih sempurna. Oleh sebab
itu bahan pelampung haruslah sejenis dan seragam (Paryono, 1980 diacu oleh
Faktor Pemberat
Pemberat (sinker) pada tali pemberat berfungsi untuk menarik jaring ke
bawah. Kondisi yang diperlukan untuk sebuah pemberat (sinker) yaitu: memiliki
daya tenggelam (sinking power) per unit berat yang besar atau berat jenisnya
besar, cukup kuat dan sudah di buat (Nomura dan Yamazaki, 1977).
Pemasangan pemberat pada tali pemberat harus tersebar merata dengan
jarak yang sama. Hal ini sangat penting, karena dengan demikian seluruh tubuh
jaring memperoleh gaya berat yang sama, sehingga diharapkan pembukaan tubuh
jaring dapat sempurna pula.
Proses Tertangkapnya Ikan di Jaring Insang
Menurut FAO (1985) sebuah jaring insang menangkap ikan dengan
menjerat pada bagian insangnya. Ikan tidak melihat keberadaan jaring karena
benang jaring insang itu sangat tipis, sehingga jaring menjerat ikan. Mata jaring
terbuka lebar, dan pada saat ikan berenang melewati jaring tersebut, kepala ikan
akan langsung menancap ke dalam salah satu mata jaring itu. Jika ikannya terlalu
kecil, maka ikan akan segera keluar lagi dari jaring, sebaliknya kalau ikannya
terlalu besar bagi mata jala itu, mungkin ikan akan merusak jaring. Sedangkan
ikan yang tepat ukurannya akan mendorong kencang kepala dan badannya. Badan
ikan terlalu besar untuk melewati, dan pada saat ikan mencoba menarik kembali
kepalanya maka benang tipis jaring akan mengiris kulitnya, insang dan sirip
Gambar 3. Proses Terjeratnya Ikan pada Jaring Insang (Manoppo, 1999)
Karlsen dan Bjarnason (1986) diacu olehFAO (1999) membedakan empat
cara ikan tertangkap, yaitu (Gambar 4) :
1. Snagged, mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang mata
2. Gilled, mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang tutup insang
3. Wedged, mata jaring mengelilingi badan sejauh sirip punggung
4. Entangled, bila ikan terjerat di jaring melalui gigi, tulang rahang, sirip atau
bagian tubuh yang menonjol lainnya, tanpa masuk ke dalam mata jaring
Gambar 4. Cara Tertangkapnya Ikan dengan Jaring (Manoppo, 1999)
Sumberdaya Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya berada pada lapisan permukaan
perairan sampai tengah perairan dan hidupnya secara bergerombol baik dengan
kelompoknya maupun dengan jenis ikan lainnya. Ikan pelagis memiliki sifat
fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Adapun ikan pelagis
merupakan ikan yang termasuk ke dalam kelompok perenang cepat
(Mukhsin, 2002).
Tersangkut
Terjerat
Ikan pelagis dikelompokkan menjadi dua oleh Direktorat Jenderal
Perikanan (1998) dimana pengelompokkan tersebut didasarkan pada ukuran ikan
pelagis. Pengelompokkan tersebut yaitu:
- Pelagis besar
Mempunyai ukuran 100 – 250 cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis
besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari ikan pelagis besar
antara lain ikan tuna, cakalang, dan tongkol.
- Pelagis kecil
Mempunyai ukuran 5 – 50 cm, didominasi oleh enam kelompok besar yaitu
kembung, layang, jenis selar, lemuru dan teri. Ikan pelagis kecil hidup
dilapisan permukaan perairan sampai kedalaman 30 – 60 cm, tergantung pada
kedalaman laut.
Sumberdaya Ikan Demersal
Ikan demersal adalah ikan yang habitatnya berada pada lapisan dasar
perairan. Widodo (1990) menyatakan bahwa perubahan ikan demersal
berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan
oleh:
1) Habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil, sehingga mengakibatkan daur
hidup ikan demersal juga stabil.
2) Daerah ruayanya yang sempit dan ikan demersal cenderung menempati suatu
daerah dengan tidak membentuk kelompok besar, oleh karena itu besar
sediaannya sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang ditempatinya.
Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan demersal tidak mampu untuk
demersal.Ikan demersal berbeda dengan ikan pelagis yang masih mampu beruaya
ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya. Ikan demersal pada umumnya
dapat hidup dengan baik pada perairan yang bersubtrat lumpur, lumpur berpasir,
karang dan karang berpasir (Fischer dan Whiteahead, 1974).
Hubungan Tingkah Laku Ikan Dengan Alat Tangkap Jaring Insang
Ikan memiliki stimuli yang paling kuat dari sekian banyak stimuli, stimuli
tersebut adalah kehadiran alat tangkap. Sebagai alat tangkap yang pasif, maka hal
ini berarti bahwa ikan yang bergerak aktif untuk datang dan menjeratkan diri pada
alat tangkap jaring insang.
Beberapa telaah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ikan selama
melakukan aktivitas renangnya kemudian secara tiba-tiba berhadapan dengan alat
tangkap jaring insang, maka umumnya ikan berhenti tepat di dekat jaring tersebut.
Bila ternyata saat itu jaring terentang dengan baik dan mata jaring terbuka lebar
pada posisi memotong arah gerak kelompok ikan, maka umumnya ikan-ikan akan
berusaha melanjutkan berenang, sehingga memungkinkan terjerat pada jaring.
Pada perairan dangkal bila hal demikian terjadi maka gerak arus dan gelombang
mempengaruhi keadaan jaring yang berayun maju atau mundur. Apabila ikan
berada tepat di depan jaring saat jaring terdorong maju oleh arus, maka ikan atau
kelompok ikan dapat terjerat atau terbelit pada saat jaring terdorong mundur
kembali oleh arus.
Gunarso (1985) menyatakan bahwa proses tertangkapnya ikan dengan
berbagai alat penangkapan yang diam atau pasif sifatnya, seperti misalnya alat
ikan itu sendiri yang datang dan menjeratkan diri pada jaring. Menurut Nomura
(1981) diacu oleh Gunarso (1985) terhadap lobster, bahwa umumnya hewan ini
bergerak meninggalkan persembunyiannya untuk mencari makan ketika malam
tiba. Pada saat seperti inilah lobster tersebut tertangkap atau terbelit pada jaring
insang dasar. Saat terang bulan, biasanya mereka sukar atau tidak bisa tertangkap
oleh jaring insang. Sedangkan untuk ikan, menurut Nomura (1977) diacu oleh
Gunarso (1985) bahwa apabila ikan merasa terhadang oleh jaring maka mereka
akan berusaha berenang ke bagian yang lebih dalam.
Berdasarkan respons ikan yang diamati oleh Baskoro dkk., 2010 terhadap
perbandingan berapa besar jumlah ikan yang berusaha menghindar dan berapa
besar yang memaksakan diri menerobosnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada siang hari jelas terlihat bahwa reaksi-reaksi yang diperlihatkan tersebut
sangat erat hubungannya dengan indera penglihatan ikan. terlihat juga adanya
variasi dari jarak dimana ikan mulai menunjukkan reaksi terhadap adanya
benda-benda penghadang tersebut. Selain itu respon ikan juga ada kaitannya dengan
bahan, ukuran mata serta berbagai hal yang berhubungan dengan ketajaman warna
jaring. Jaring yang paling sedikit menunjukkan adanya reaksi ikan adalah jaring
yang terbuat dari nylon monofilament.
Selektivitas Alat Tangkap
Studi tentang selektivitas alat tangkap mulai dikenal pada akhir tahun
1950-an dan berkembang pesat pada awal tahun 1970 an. Pengembangan berbagai
model statistika dan analisa data memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
prinsip-prinsip seleksi pada berbagai jenis alat penangkapan ikan. Penelitian yang
melalui eksperimental fishing. Sebuah metode yang dikembangkan oleh
Kawamura (1972) yang kemudian diperbaiki oleh Matsuoka (1995), penelitian
selektivitas dapat dari hasil ikan yang didaratkan yang tidak menghabiskan waktu
dan biaya. Metode tersebut mempertimbangkan, bahwa untuk menilai ukuran
selektivitas suatu jenis alat tangkap didasarkan pada variasi bentuk tubuh ikan,
dan salah satu alat tangkap yang banyak dipelajari sebagai ukuran selektivitas
adalah jaring insang.
Selektivitas suatu alat tangkap adalah kemampuan suatu alat dalam
memilih jenis dan ukuran ikan tangkapan tertentu. Pengoperasian suatu alat
tangkap dengan tingkat selektivitas yang tinggi akan menyebabkan upaya
penangkapan lebih efisien dan kelangsungan sumberdaya ikan pada suatu perairan
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel akan dilaksanakan selama bulan April 2013. Lokasi
penelitian adalah di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten
Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, yang terletak pada posisi 2º57” - 3º
16” Lintang Utara, 98º 33” Bujur Timur, 99º 27” Bujur Barat. Lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 5.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 5 unit jaring insang
permukaan dengan ukuran mata jaring 1,6 inchi, panjang jaring 83 meter dan
lebar 42,5 meter, dan 5 unit jaring insang dasar dengan ukuran mata jaring 3 inchi
dengan panjang jaring 50 meter dan lebar 20 meter. Untuk kegiatan penyortiran
dan pengamatan alat yang digunakan berupa 1 unit meja sortir ikan, 3 buah ember,
penggaris/ jangka sorong, 2 lembar kertas milimeter, meteran, timbangan, kamera
digital, alat tulis, seperangkat komputer, dan software SPSS versi 17.
Prosedur Penelitian
Penangkapan dilakukan sekitar 2 mil dari garis pantai, dimana
pengoperasian alat tangkap baik jaring insang permukaan dan jaring insang dasar
dilakukan pada saat bersamaan mulai pukul 04.00 WIB sampai 11.00 WIB. Pada
saat kapal mendarat, hasil tangkapan dikumpulkan dan disortir berdasarkan jenis
dan ukuran, kemudian dihitung bobot hasil tangkapan dari tiap unit kapal.
Penetapan Sampel
Penetapan sampel nelayan dilakukan secara acak (random sampling), dari
120 orang nelayan hanya sekitar 60 orang yang aktif melakukan kegiatan
penangkapan. Jumlah sampel nelayan yang diambil adalah sebanyak 10%, karena
menurut Gay dan Dehl (1996) diacu oleh Sinollah (2012) untuk penelitian
deskriptif, minimal diambil sampel sebesar 10% dari populasi. Sementara itu, jika
populasinya besar maka minimal diambil sampel sebesar 20% dari populasi, dan
untuk penelitian yang sifatnya menguji hubungan korelasional, minimal diambil
ditetapkan sampel nelayan yang diambil sebanyak 5 nelayan untuk jaring insang
permukaan dan 5 nelayan untuk jaring insang dasar. Dari masing – masing alat
tangkap diambil secara acak melalui pengundian nama – nama nelayan yang akan
digunakan menjadi sampel.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan
yaitu dimulai dari melakukan survey lapangan pada bulan Februari 2013, dan
pengumpulan data secara langsung di lapangan selama 20 trip penangkapan pada
bulan April 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu observasi
(pengamatan) dan dengan pengukuran langsung. Observasi dilakukan untuk
objek-objek penelitian selama waktu penelitian berlangsung, sedangkan data hasil
pengamatan dicatat dalam pedoman observasi. Parameter – parameter yang
diamati adalah :
a) Komposisi jenis ikan,
1. Kelimpahan relatif
b) Hasil tangkapan ikan,
1. Indeks keanekaragaman
2. Indeks dominansi
3. Komposisi ukuran ikan
4. Perbandingan hasil tangkapan
Analisis Data
Data yang diperoleh seperti jumlah dan komposisi hasil tangkapan
dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Untuk melihat perbedaan komposisi
jenis, kelimpahan relatif dan perbandingan jumlah hasil tangkapan dari kedua alat
tangkap dilakukan analisis sebagai berikut :
a. Komposisi Jenis
Komposisi merupakan bagian utama yang penting untuk dibandingkan.
Analisis perbandingan dilakukan dengan membandingkan hasil tangkapan berupa:
a. Perbandingan jenis dan keanekaragaman hasil tangkapan,
b. Perbandingan jumlah atau kelimpahan hasil tangkapan,
- Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif setiap jenis ikan untuk masing-masing alat tangkap
dihitung menggunakan rumus menurut Krebs (1989) :
KR = ni
N x 100%
Keterangan : K = Kelimpahan relatif ikan yang tertangkap (%) ni = Jumlah individu setiap spesies ke – i (ekor)
N = Jumlah individu seluruh jenis ikan yang ada (ekor)
b. Hasil Tangkapan Ikan
1. Indeks Keanekaragaman
Menurut Soegianto (1994) diacu oleh Jukri dkk (2013) bahwa indeks
keanekaragaman jenis (H’) adalah indeks yang menunjukkan banyak
tidaknya jenis dan individu yang ditemukan populasi. Indeks keanekaragaman
untuk masing-masing hasil tangkapan dihitung menggunakan Indeks Shannon –
H′= − �pi ln pi �
�=1
pi = ��
N
Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman
ni = jumlah individu ke i atau berat dari jenis ke i
N = jumlah seluruh individu atau jumlah seluruh berat ikan. s = jumlah spesies
pi = Proporsi spesies yang tertangkap.
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wienner : H’ < 1 = keanekaragaman rendah
1 < H’ <3 = keanekaragaman sedang H’ > 3 = keanekaragaman tinggi
- Selektivitas Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Penentuan kriteria selektivitas yang dilakukan hanya berdasarkan indeks
keanekaragaman, dimana kriteria nilai indeks keanekaragaman menurut
Wiyono et al (2006) sebagai berikut :
H’ ≈ 0 : keanekaragaman rendah; selektivitas alat tangkap tinggi H’ > 0,1 : keanekaragaman tinggi, selektivitas alat tangkap rendah
2. Indeks Dominansi
Indeks Dominansi Simpson (Odum, 1996) dihitung dengan rumus:
C =� ����� �
�=1
Keterangan : C : indeks Dominansi
Kriteria Indeks Dominansi Simpson:
C < 0,5 : dominansi spesies hasil tangkapan rendah C ≥ 0,5 : dominansi spesies hasil tangkapan tinggi.
3. Komposisi Ukuran
Untuk menentukan komposisi ukuran setiap jenis ikan, terlebih dahulu
ditentukan kelas ukuran panjang dan berat. Penentuan jumlah kelas dihitung
dengan menggunakan persamaan Sturgess (1982)diacu olehYulius dkk (2013):
K = 1 + 3,3 Log N
Keterangan : K = Jumlah kelas N = Jumlah sampel
Selanjutnya ditentukan selang kelasnya dengan menggunakan persamaan :
P = �
�
Keterangan : P = Selang kelas;
R = kisaran (panjang ikan tertinggi - panjang ikan terendah); K = Jumlah kelas.
Kemudian ditentukan persentase setiap kelas ukuran panjang dan berat dengan
persamaan :
P = ��
� x100%
Keterangan : P = Presentase kelas ukuran ikan ke-i (i = 1,2,3,... n);
ΣKi = Jumlah individu ikan pada kelas ukuran ke-i (i = 1,2,3,... n); K = Jumlah total individu ikan seluruh kelas ukuran.
4. Perbandingan Hasil Tangkapan
total hasil tangkapan selama 20 trip jumlah trip selama 20 trip
5. Analisis Uji t
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
a. Komposisi Jenis
Hasil jenis tangkapan dengan menggunakan jaring insang permukaan dan
jaring insang dasar selama 20 trip penangkapan didapat sebanyak 24 jenis, terdiri
dari 9 jenis ikan pelagis, 9 jenis ikan demersal, 1 jenis sotong dan gurita, 1 jenis
kepiting, 3 jenis udang.
Hasil tangkapan yang paling banyak didapat dengan menggunakan jaring
insang dasar yaitu sebesar 73,43 kg sedangkan hasil tangkapan jaring insang
permukaan hanya sebesar 38,91 kg. Pada alat tangkap jaring insang dasar, jenis
yang paling banyak tertangkap adalah jenis udang, terdiri atas udang putih sebesar
21,14 kg, udang swallow sebesar 9,15 kg , udang kelong sebesar 4,78 kg, dan
untuk jenis ikan yang banyak tertangkap adalah ikan senangin sebesar 2,22 kg.
Sotong dan gurita masing – masing didapat sebesar 21,14 kg dan 3,99 kg. Dan
pada alat tangkap jaring insang permukaan jenis yang banyak tertangkap adalah
jenis ikan kepala batu sebesar 14,34 kg, sedangkan jenis ikan lainnya seperti ikan
selar kuning didapat sebesar 4,21 kg, ikan bandeng sebesar 2,92 kg, udang putih
sebesar 2,43 kg, dan udang swallow sebesar 1,72 kg. Hasil jenis tangkapan
dengan menggunakan jaring insang dasar dan jaring insang permukaan selama 20
Tabel 1. Komposisi Jenis Ikan yang Tertangkap di Perairan Desa Sei Nagalawan
Pranesus duodecimali
10 Ikan Lidah Famili Soleidae Lidah Demersal + 0,195 + 1,25
Cynoglossus sp
11 Ikan Mayung Famili Ariidae Manyung Demersal - - + 0,08
Arius thalassinus
12 Ikan Kerong-Kerong Famili Theraponidae Kerong-Kerong Demersal + 0,3 + 0,3
Tabel 1. Lanjutan
Udang swallow Litopenaeus vannamei Udang Swallow 1,72 9,15
Udang Kelong Penaeus monodon Udang Kelong - - + 4,78
22 Gurita Mak Lampir Famili Octopodidae Gurita Demersal - - + 3,985
1. Kelimpahan Relatif
Kelimpahan ikan yang diperoleh selama 20 trip penangkapan dengan
menggunakan jaring insang dasar didapat nilai kelimpahan relatif (KR) yang
paling besar adalah udang putih sebesar 56,3% dan kelimpahan relatif yang paling
kecil adalah ikan gulamah tapak dan juga ikan layur dengan nilai sebesar
0,0004%. Diagram lingkar kelimpahan relatif dapat dilihat pada Gambar 6.
Pada penangkapan dengan menggunakan jaring insang permukaan total
individu sebanyak 980 ekor dengan kelimpahan relatif yang paling besar adalah
ikan kepala batu sebesar 44,6% dan kelimpahan relatif yang paling rendah adalah
ikan bawal putih 0,20% (termasuk ke dalam perikanan demersal) dan ikan talang
sebesar 0,61%. Diagram kelimpahan relatif dapat dilihat pada Gambar 7.
Perbandingan nilai kelimpahan relatif jaring insang permukaan dan jaring insang
dasar dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 6. Diagram Lingkar Kelimpahan Ikan yang Tertangkap pada Jaring Insang Dasar
56,31
6,839,62 13,08
0,27 2,65 2,97 0,94 0,27 3,15 0,72 0,04 0,31 0,09 1,57 0,04 1,12
0
Gambar 7. Diagram Lingkar Kelimpahan Ikan yang Tertangkap pada Jaring Insang Permukaan
b. Hasil Tangkapan Ikan
1. Indeks Keanekaragaman
Hasil nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) untuk jaring insang dasar
didapat sebesar 1,56. Dan jaring insang permukaan nilai indeks
keanekaragamannya (H’) adalah sebesar 1,97. Nilai indeks keanekaragaman lebih
besar dari 1 dan lebih kecil dari 3, menurut kriteria nilai indeks keanekaragaman
yang ditetapkan oleh Shannon - Wienner yaitu 1 < H’ > 3 maka nilai indeks
keanekaragaman jaring insang dasar dan jaring insang permukaan adalah
termasuk keanekaragaman sedang. Indeks keanekaragaman pada jaring insang
dasar dan jaring insang permukaan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Indeks Keanekaragaman Ikan yang Tertangkap pada Alat Tangkap Jaring Insang Dasar
No Nama Ikan
Jumlah
(Individu) pi (ni/N) pi LN pi
1. Udang Putih 1253 0,56 -0,32 2. Udang Kelong 152 0,07 -0,18 3. Udang Swallow 214 0,10 -0,23 4. Sotong 291 0,13 -0,27 5. Gurita 6 0,00 -0,02 6. Kepiting 59 0,03 -0,10 7. Ikan Bawal Putih 66 0,03 -0,10 8. Ikan Pari 21 0,01 -0,04 9. Ikan Selangat 6 0,00 -0,02 10. Ikan Senangin 70 0,03 -0,11 11. Ikan Samgi 16 0,01 -0,04 12. Ikan Gulamah Tapak 1 0,00 -0,003 13. Ikan Kerong-Kerong 7 0,00 -0,02 14. Ikan Mayung 2 0,00 -0,01 15. Ikan Lidah 35 0,02 -0,07 16. Ikan Layur 1 0,00 -0,00 17 Ikan Kepala Batu 25 0,011 -0,05
Jumlah 2225 1
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Ikan yang Tertangkap pada Alat Tangkap Jaring
2. Indeks Dominansi
Berdasarkan hasil kelimpahan relatif pada Tabel 2 dan Tabel 3, didapat
nilai Indeks Dominansi (C) untuk hasil tangkapan jaring insang dasar dan jaring
insang permukaan sebesar 1 atau C = 1. Dari hasil tersebut dominansi spesies
hasil tangkapan pada jaring insang dasar termasuk tinggi. Spesies yang
mendominasi pada masing - masing alat tangkap adalah udang putih pada jaring
insang dasar dan ikan kepala batu pada jaring insang permukaan, kedua spesies
tersebut memiliki nilai indeks dominansi paling tinggi dibandingkan spesies
lainnya pada masing-masing alat tangkap. Udang putih pada jaring insang dasar
memilki nilai sebesar 0,56 dan ikan kepala batu pada jaring insang permukaan
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Dominansi (C)
Indeks Jaring Insang Dasar
Jaring Insang Permukaan
Keanekaragaman 1,57 1,98
Dominansi 1 1
Gambar 8. Diagram Garis Indeks Dominansi Jaring Insang Dasar
Gambar 9. Diagram Garis Indeks Dominansi Jaring Insang Permukaan
4. Komposisi Ukuran
Komposisi ukuran ikan yang didapat dengan penangkapan mengunakan
jaring insang dasar dapat dilihat dalam Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12,
Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Hasil analisis komposisi
ukuran ikan pada jaring insang dasar dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pada Gambar 10, komposisi ukuran panjang udang putih diperoleh 11
kelas ukuran dengan komposisi ukuran yang paling mendominasi adalah udang
putih ukuran 2,9 – 3,5 cm sebanyak 225 ekor. Pada interval kelas 2,9 – 4,3 cm
jumlah komposisi (%) tidak terlalu jauh, namun pada interval kelas ukuran 2,6 -
2,75 cm dan ukuran 3,5 – 3,20 cm jumlah komposisi berada di bawah 10%.
Gambar 10. Komposisi Ukuran Panjang Karapas Udang Putih pada Jaring Insang Dasar
Pada Gambar 11 diperoleh 8 kelas untuk komposisi ukuran udang kelong,
dengan komposisi ukuran yang paling mendominasi adalah ukuran yang paling
besar yaitu 6,6 – 6,7 cm sebanyak 44 ekor. Jumlah komposisi udang kelong
ukuran 3,7 – 4,9 cm masing-masing berada di bawah 5% dengan total individu
Gambar 11. Komposisi Ukuran Panjang Karapas Udang Kelong pada Jaring Insang Dasar
Sedangkan pada udang swallow terdapat 8 kelas ukuran, dimana tiga
ukuran komposisi sebesar 0%. Dan ukuran komposisi yang mendominasi adalah
ukuran 4,2 – 4,5 cm sebanyak 94 ekor dan ukuran 3,4 – 3,5 cm sebanyak 73 ekor.
Ukuran komposisi udang swallow dapat dilihat pada Gambar 12.
Sotong memiliki 9 kelas ukuran, dengan ukuran yang mendominasi adalah
ukuran 12,8 – 13 cm sejumlah 93 ekor, dan pada interval kelas 12,2 – 12,4 cm
juga memiliki jumlah komposisi yang cukup besar yaitu sebesar 26,12% dengan
jumlah individu 76 ekor dan pada ukuran 12,5 – 12,7 cm sebesar 20,96% dengan
jumlah individu sebesar 61 ekor. Pada interval kelas ukuran 11 – 11,5 jumlah
komposisi adalah 0%. Untuk ukuran 10,3 – 10,9 cm jumlah komposisi adalah
3,78% dan 2,41 yang berarti berada jauh di bawah 5%.
Gambar 13. Komposisi Ukuran Panjang Badan Sotong pada Jaring Insang Dasar
Untuk ikan senangin memiliki 7 kelas ukuran, masing - masing berada di
ukuran 18,1 - 18,8 cm dengan jumlah individu sebesar 43 ekor. Pada ukuran
interval kelas 15 – 18 cm jumlah komposisi ikan senangin sangat jauh
dibandingkan ukuran 18,1 -18,8 cm, dimana ukuran komposisi yang tertingginya
berada di 10% yang berarti rata-rata interval memiliki jumlah individu di bawah 7
Gambar 14. Komposisi Ukuran Panjang Total Ikan Senangin pada Jaring Insang Dasar
Ikan bawal putih juga memiliki jumlah interval kelas sebanyak 7, dimana
nilai 13,8 – 14,5 cm dengan jumlah invidu sebanyak 21 ekor. Pada ukuran
interval kelas 11,7 – 12,3 cm jumlah komposisi sebesar 18,18% dengan jumlah
invididu sebesar 12 ekor. Pada interval kelas 10,3 -10,9 memiliki jumlah
komposisi paling kecil yaitu sebesar 7,58% dengan jumlah invidu sebesar 5 ekor,
sedangkan pada interval kelas 12,4 – 13,7 cm memiliki komposisi yang sama
yaitu sebesar 9,09% dengan jumlah individu masing-masing 6 ekor.
Komposisi ukuran kepiting memiliki 7 kelas, dengan ukuran yang paling
mendominasi adalah 8,5 – 9 cm sebanyak 32 ekor. Komposisi ukuran 6 – 8,4
memiliki jumlah komposisi yang sangat jauh dari jumlah komposisi pada interval
kelas 8,5 -9 cm. Pada interval 6 – 6,8 cm dan interval kelas 7,3 – 7,6 cm memiliki
jumlah komposisi yang sama yaitu 1,69% dengan jumlah invidu sebanyak 1 ekor.
Gambar 16. Komposisi Ukuran Panjang Badan Kepiting pada Jaring Insang Dasar
Komposisi ukuran ikan yang didapat dengan penangkapan menggunakan jaring
insang dasar dapat dilihat dalam Gambar 17, Gambar 18, Gambar 19, Gambar 20,
Gambar 21, Gambar 22, dan 23. Hasil analisis komposisi ukuran ikan pada jaring
insang permukaan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pada Gambar 17 ikan kepala batu memiliki 9 kelas ukuran dengan ukuran
yang paling mendominasi ada pada ukuran 13,7 – 14 cm dengan jumlah individu
sebesar 144 ekor. Pada interval kelas 12,3 – 12,4 cm dan 12,7 – 13 cm memilki
jumlah komposisi 0%, sedangkan pada interval kelas yang paling kecil yaitu 12 –
12,2 cm memiliki nilai komposisi sebesar 2,75% dengan jumlah individu sebesar
Gambar 17. Komposisi Ukuran Panjang Total Ikan Kepala Batu pada Jaring Insang Permukaan
Untuk jenis udang putih (Gambar 17) masing – masing memiliki 7
kelas. Pada udang putih ukuran 3,4 – 3,6 sebesar 53 ekor. Pada ukuran kelas
3,6 – 3,8 cm memiliki jumlah komposisi sebesar 0%.
Gambar 18. Komposisi Ukuran Panjang Karapas Udang Putih pada Jaring Insang Permukaan
Udang swallow memiliki kelas 5 kelas interval, dan pada udang swallow
interval kelas ukuran yang memiliki jumlah terbesar adalah 3,8 – 4 cm dengan
kelas memiliki nilai yang cukup tinggi, dan jumlah komposisi yang terendah ada
pada ukuran kelas interval 3,3 -3,4 cm yaitu sebesar 8,16% dengan jumlah
individu sebesar 4 ekor.
Gambar 19. Komposisi Ukuran Panjang Karapas Udang Swallow pada Jaring Insang Permukaan
Untuk sotong (Gambar 20) memiliki 6 kelas ukuran dengan kelimpahan
yang paling besar adalah ukuran 11,8 – 13 cm sebesar 31 ekor, sedangkan pada
interval kelas ukuran 10,8 – 11,8 dengan jumlah individu masing-masing 2 dan 3
ekor. Pada interval kelas 10 – 10,8 jumlah komposisi tidak terlalu jauh yaitu
Ikan selar kuning memiliki 6 kelas ukuran, dapat dilihat pada gambar 21,
gambar 22, dan gambar 23. Ikan selar kuning pada ukuran 14,5 – 15 cm memiliki
kelimpahan sebesar 25 ekor.
Gambar 21. Komposisi Ukuran Panjang Total Ikan Selar Kuning pada Jaring Insang Permukaan
Ikan layur (Gambar 22) pada ukuran 47,5 – 48 cm memiliki kelimpahan 30
ekor, pada interval kelas 45,5 – 46 cm ikan memiliki jumlah komposisi sebesar
0%. Pada ukuran interval 45 – 45,5 cm dan 46,5 – 47 cm jumlah komposisi tidak
terlalu jauh yaitu 6% dan 4% dengan jumlah individu sebesar 3 dan 2 ekor. Pada
interval kelas 46 – 46,5 cm dan 47 – 47,5 cm masing – masing jumlah komposisi
sebesar 12% dan 18% dengan jumlah individu 6 dan 9 ekor.
Dan pada ikan bandeng ukuran 24,5 – 25 cm memiliki kelimpahan sebesar
35 ekor. Pada ukuran 22 – 23 memiliki nilai komposisi sebesar 4,4% dan 2,2%
dengan jumlah individu 2 dan 1 ekor. Sedangkan pada interval kelas ukuran 24 –
24,5 cm jumlah komposisi sebesar 13,3% dengan jumlah individu 6 ekor.
Sedangkan pada interval kelas ukuran 23 – 23,5 cm jumlah komposisi sebesar 0%.
Ukuran komposisi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Komposisi Ukuran Panjang Total Ikan Bandeng pada Jaring Insang Permukaan
5. Perbandingan Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian pada alat tangkap jaring
insang dasar dan jaring insang permukaan memiliki berat hasil tangkapan yang
berbeda jauh. Pada jaring insang dasar trip ke 6 merupakan tangkapan tertinggi,
perbandingan jumlah tangkapan trip ke 3, trip 4, trip 5, dan trip 7 tidak terlalu
berbeda jauh namun pada trip 8 jumlah tangkapan menurun sangat drastis. Pada
jaring insang permukaan jumlah tangkapan tertinggi terdapat pada trip ke 16 dan
menurun drastis pada trip ke 17, sedangkan pada trip sebelumnya yaitu mulai
trip 1 sampai trip ke 6 jumlah hasil tangkapan terus meningkat dan turun pada
Gambar 24. Jumlah hasil tangkapan yang didapat selama 20 trip pada jaring
insang dasar dan jaring insang permukaan, yaitu sejak tanggal 6 April sampai
dengan 11 Mei 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Gambar 24. Perbandingan Hasil Tangkapan Jaring Insang Dasar Dan Jaring Insang Permukaan
6. Analisis Uji Independent Sample T test
Hasil Analisis Uji – t (Uji Independen Sampel T test) ini menggunakan
software SPSS versi 17. Uji Independen Sampel T test atau uji t sampel bebas
digunakan untuk menguji perbandingan dua rata-rata kelompok sampel yang
independen. Dari hasil didapatkan nilai t hitung (equal variance assumed) adalah
3,586. Nilai t tabel dapat dilihat dalam tabel statistik pada signifikansi
0,05:2=0,025 (uji 2 sisi) dan dengan derajat kebebasan (df) n-2 atau 40-2=38
maka hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2,024/ -2,024. Jika –t hitung < -t
tabel atau t hitung > t tabel, berbeda nyata. Hasil nya adalah 3,586 > 2,024 atau
-3,586 < -2,024, maka jumlah hasil tangkapan jaring insang dasar dan jaring insang
permukaan berbeda nyata. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 6. Untuk tabel
kelompok statistik yang diuji dan Tabel 5. Untuk hasil analisis uji t sampel bebas
total berat biomassa jaring insang dasar dan jaring insang permukaan.
Tabel 5. Group Statistics
Tabel 6. Hasil Analisis Independent Sample Test Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Pembahasan
a. Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil penelitian bahwa beberapa jenis ikan pelagis tertangkap
dengan jaring insang dasar, antara lain ikan layur dan ikan kepala batu. Dan
beberapa ikan demersal yang tertangkap dengan jaring insang permukaan antara
lain ikan lidah, kerong-kerong, bawal putih, sotong, gurita dan udang.
Ikan layur termasuk ikan pelagis, namun adakalanya ikan ini dapat
ditemukan di perairan dasar sehingga ikan ini dapat juga ditemukan pada
penangkapan dengan menggunakan jaring insang dasar. Ikan kepala batu juga
ditemukan pada penangkapan dengan jaring insang dasar, namun tidak dengan
jumlah yang besar yaitu sejumlah 25 ekor selama 20 trip. Menurut Laevastu dan
Hela (1970) diacu oleh ikan pelagis pada umumnya berkelompok dan akan naik
ke permukaan pada sore hari. Ikan-ikan tersebut akan menyebar di lapisan
pertengahan perairan setelah matahari terbenam dan akan turun ke lapisan yang
lebih dalam saat matahari terbit.
Banyaknya udang yang tertangkap pada alat tangkap jaring insang dasar
karena perairan di sekitar desa Sei Nagalawan termasuk memiliki substrat yang
berlumpur dan berpasir dan juga keberadaan mangrove. Menurut Naamin et al.,
diacu oleh Repository USU(2012) udang paling banyak ditemukan di sepanjang
pantai substrat dasar perairan yang berlumpur dan berpasir serta didukung oleh
keberadaan hutan mangrove, terutama yang masih dipengaruhi oleh muara sungai
sampai kedalaman 30-40 meter.
Sotong dan gurita juga dapat ditemukan pada penangkapan dengan
merupakan salah satu spesies yang mudah didapatkan pada setiap jenis alat
tangkap. Sotong dan gurita yang termasuk ke dalam kelas Chepalopoda termasuk
hewan demersal yang berburu mangsanya di malam hari. Menurut Suwignyo dkk
(2005) gurita menunggu mangsa di tempat persembunyiannya atau berburu
mangsa di malam hari. Sotong makanannya adalah hewan avertebrata yang berada
di atas permukaan dasar laut juga memangsa ikan, udang-udang, dan ikan-ikan
pelagis yang bergerombol sehingga sotong dan gurita ini dapat juga ditangkap
dengan jaring insang permukaan saat sedang memangsa makanannya di
permukaan.
1. Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif adalah presentase dari jumlah individu dari suatu
spesies terhadap jumlah total individu dalam suatu daerah tertentu (Odum, 1971).
Hasil penelitian mendapatkan total individu ikan yang diperoleh selama 20 trip
penangkapan dengan menggunakan jaring insang dasar sebanyak 2.225 ekor.
Jenis udang memiliki kelimpahan relatif yang besar terutama udang putih sebesar
56,3%, selain itu udang kelong dan udang swallow juga memiliki kelimpahan
yang cukup besar masing-masing sebesar 6,8% dan 9,6%. Menurut Naamin dkk
(1981) diacu oleh Repository USU (2012) penyebaran udang di Indonesia hampir
meliputi seluruh perairan Indonesia, mulai dari perairan barat Indonesia hingga ke
perairan sebelah timur, terutama daerah pesisir pantai dan intertidal.
Pada alat tangkap jaring insang permukaan ikan kepala batu memiliki
kelimpahan paling tinggi yaitu 44,6%, menurut Nikolsky (1983) diacu oleh
perairan. Kelimpahan relatif hasil tangkapan dapat dilihat dalam bentuk diagram
lingkaran seperti tersaji dalam Gambar 6 dan Gambar 7.
b. Hasil Tangkapan Ikan
1. Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan kelimpahan
spesies dalam komunitas. Indeks ini didasarkan pada teori informasi dan
merupakan suatu hitungan rata-rata yang tidak pasti dalam memprediksi individu
spesies apa yang dipilih secara random dari koleksi spesies dan individual N.
Rata-rata nilai indeks keanekaragaman ini naik dengan naiknya jumlah spesies
dan distribusi individu antara spesies-spesies menjadi sama/merata .
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa total spesies yang ditemukan
dengan jaring insang dasar ada sebanyak 17 spesies, dan nilai indeks
keanekaragamannya (H’) sebesar 1,56 (Tabel 2). Menurut kriteria indeks
keanekaragaman Shannon - Wienner 1< H’< 3 maka untuk perikanan tangkap
dengan jaring insang dasar termasuk ke dalam keanekaragaman sedang. Namun
berdasarkan selektivitasnya indeks keanekaragaman > 0,1 maka selektivitas alat
tangkap jaring insang dasar termasuk rendah.
Pada Tabel 3, total spesies yang ditemukan tertangkap dengan jaring
insang permukaan ada 15 spesies, dengan nilai Indeks Keanekaragamannya (H’)
sebesar 1,97. Maka indeks keanekaragamannya termasuk 1 < H’ > 3 dimana
perikanan tangkap dengan jaring insang permukaan termasuk ke dalam
keanekaragaman sedang, namun berdasarkan selektivitas alat tangkapnya indeks
Hasil analisis keanekaragaman jenis ikan di lokasi penelitian bahwa nilai
keanekaragaman jaring insang dasar dan jaring insang permukaan dikatakan
sedang, disebabkan karena jumlah jenis dan jumlah individu relatif sedikit.
Namun diperkirakan nilai keanekaragaman jenis ikan ini masih bisa bertambah
jika alat tangkap yang digunakan lebih banyak, periode penangkapan yang cukup
lama, dan perbaikan kondisi lingkungan di sekitar pesisir yang mempengaruhi
perairan di sekitarnya, misalnya dengan melakukan perbaikan terhadap kondisi
hutan mangrove di pesisir. Hutan mangrove menyediakan nutrisi yang cukup
berlimpah dengan kelarutan oksigen yang tinggi, sehingga akan banyak organisme
perairan di dalamnya. Menurut Nontji (1993) bahwa guguran daun mangrove
merupakan sumber bahan organik utama dalam lingkungan perairan.
Jaring insang merupakan salah satu alat tangkap yang termasuk selektif.
Untuk ukuran mata jaring yang digunakan oleh nelayan di perairan Desa Sei
Nagalawan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Namun selektivitas pada jaring insang dasar dan jaring insang permukaan yang
digunakan termasuk rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan selain faktor
keanekargaman, juga karena faktor ukuran mata jaring yang digunakan termasuk
ukuran yang minimum menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
sehingga perlu dilakukan perbesaran ukuran mata jaring lagi. Menurut
Najamuddin (2012) bahwa pada selektivitas ukuran, alat penangkapan ikan
dirancang untuk menangkap ikan pada kisaran ukuran tertentu saja dan
meloloskan ukuran yang bukan target. Ukuran mata jaring yang diperbolehkan
(Menurut Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. 02 Tahun 2011) ukuran
500 m sampai ≤ 1000m untuk jaring insang tetap, dan ≤500 m sampai ≤ 2.500 m
untuk jaring insang hanyut. Ukuran mata jaring yang digunakan saat melakukan
penelitian adalah 1,6 inchi untuk jaring insang permukaan dan 3 inchi untuk jaring
insang dasar, yang berarti ukuran mata jaring yang digunakan ini sudah sesuai
dengan peraturan yang ada. Menurut Brandt (1972) diacu oleh Efkifano (2012)
bahwa semakin besar ukuran mata jaring yang digunakan, maka semakin selektif
alat tangkap tersebut dalam mendapatkan hasil tangkapan.
2. Indeks Dominansi
Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1. Semakin kecil nilai indeks
dominansi menunjukan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi, demikian
sebaliknya (Odum, 1993). Selanjutnya menurut Odum (1996) menyatakan bila
nilai indeks dominansi (C) < 0,5 maka dominansi spesies hasil tangkapan rendah.
Bila indeks dominansi (C) ≥ 0,5 maka dominansi spesies hasil tangkapan tinggi.
Jaring insang dasar dan permukaan memiliki nilai indeks dominansi (C)=1
atau (C) ≥ 0,5. Hal ini mengindikasikan terdapat spesies yang mendominasi. Pada
jaring insang dasar, spesies yang paling mendominasi adalah udang putih
(Gambar 8). Hal ini disebabkan karena spesies udang tersebar di seluruh perairan
Indonesia, menurut Naamin dkk (1981) Diacu oleh Sembiring (2008) bahwa
udang paling banyak ditemukan di sepanjang pantai substrat dasar perairan yang
berlumpur dan berpasir serta didukung oleh keberadaan hutan mangrove. Selain
itu faktor kelimpahan makanan, tempat perlindungan juga menjadi salah satu
faktor keberadaan udang di perairan desa Sei Nagalawan. Menurut Wedjatmiko &
Cholik (1989) diacu oleh Sembiring (2008) akar-akar pohon mangrove selain baik
tumbuh menjadi udang muda, bakau juga menyediakan bahan organik kaya nutrisi
yang diperlukan untuk pertumbuhan udang.
Sedangkan pada jaring insang permukaan yang paling mendominasi
adalah ikan kepala batu (Gambar 9). Hal ini kemungkinan disebabkan karena
melimpahnya keberadaan makanan ikan kepala batu yaitu ikan kecil dan terutama
udang. Menurut Kottelat dkk (1993) diacu oleh Badan Riset Perikanan Perairan
Umum (2009) bahwa ikan kepala batu habitatnya di perairan pantai hingga ke laut
dangkal. Ikan ini menjadikan ikan-ikan kecil dan udang sebagai makanannya.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis spesies yang tertangkap sangat
beragam baik dalam jenis maupun ukuran. Hasil ini mengindikasikan bahwa
nelayan mempunyai preferensi yang rendah terhadap suatu target hasil tangkapan.
3. Komposisi Ukuran
Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15,
dan Gambar 16 menunjukkan komposisi ukuran beberapa jenis ikan yang
memiliki jumlah paling besar pada penangkapan dengan menggunakan jaring
insang dasar. Sedangkan untuk komposisi ukuran pada jaring insang permukaan
dapat dilihat pada Gambar 17, Gambar 18, Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21,
Gambar 22, dan Gambar 23.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan komposisi ukuran ikan, udang,
dan sotong yang sudah matang gonad, dimana merujuk hasil penelitian yang
pernah ada ukuran ikan pertama kali matang gonad dapat dijadikan acuan sebagai
layak tidaknya spesies tersebut ditangkap. Beberapa ukuran ikan pertama kali
Tabel 7. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Hasil tangkapan udang dan ikan dinyatakan layak tangkap karena
berdasarkan ukuran hasil tangkapan udang dan ikan sudah melebihi ukuran
pertama kali matang gonad. Rata-rata hasil tangkapan termasuk sudah matang
gonad, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa diantaranya adalah
faktor lingkungan dimana ikan tersebut hidup. Menurut Andy Omar et al. (2005)
diacu oleh Pertiwi (2011) tingginya persentase ikan matang gonad diduga karena
ketersediaan makanan yang melimpah pada musim penghujan. Curah hujan yang
tinggi diduga dapat meningkatkan unsur nitrogen di perairan sehingga perairan
biasa lebih subur dan banyak pakan alami yang bisa tumbuh.
Ukuran pertama kali matang gonad perlu untuk diketahui, mengingat
perlunya menjaga potensi lestari sumber daya perikanan sehingga mencegah
punahnya suatu spesies tertentu akibat eksploitasi. Menurut tersebut Sujastani
(1974) diacu olehSuman dkk, (1993) umur (ukuran) individu pada saat mencapai
kematangan kelamin penting artinya dalam pengelolaan perikanan mengingat
bahwa eksploitasi harus membiarkan sejumlah tertentu udang yang mempunyai