• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POLA PENYEBARAN SPASIAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH

DENGUE

(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)

WISNU PANATA PRAJA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

WISNU PANATA PRAJA. Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah

Dengue(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011). Dibimbing oleh MOHAMMAD MASJKUR dan AJI HAMIM WIGENA.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini baik masyarakat maupun pemerintah, namun angka terjangkitnya penyakit ini masih belum dapat ditekan secara efektif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kurangnya informasi mengenai lokasi dan waktu persebaran kejadian penyakit DBD di Kota Bogor. Penelitian ini melakukan pengujian otokorelasi spasial dan membuat peta penyebaran kejadian penyakit DBD dari tahun 2007-2011. Peubah pada penelitian ini menggunakan jumlah penderita penyakit DBD tahunan per kelurahan di Kota Bogor dari tahun 2007-2011. Hasil pengujian Indeks Moran di Kota Bogor selama lima tahun terdapat hubungan spasial. Hasil pengujian Indeks LISAmenunjukkan bahwadaerahhotspot diKota Bogor adalah Kelurahan Baranangsiang, Tegal Gundil, Kedung Halang, Tegal Lega, dan Babakan, yang berpotensi memberikan dampak buruk (rawanpenyakit DBD) terhadap kelurahan tetangganya,sedangkan daerahcoldspot di Kota Bogor adalah Kelurahan Rangga Mekar, Kertamaya, Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan Mekarwangi, yang berpotensi dipengaruhipenyebaran penyakit DBD oleh kelurahan tetangganya.

(3)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(4)

ANALISIS POLA PENYEBARAN SPASIAL PENYAKIT DEMAM

BERDARAH

DENGUE

(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Denguedi Kota Bogor tahun 2007-2011)

WISNU PANATA PRAJA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

:

Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue

(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)

Nama : Wisnu Panata Praja

NRP : G14080031

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Mohammad Masjkur, MS NIP. 196106081986011002

Dr.Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc NIP. 195209281977011001

Mengetahui,

Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si NIP. 196504211990021001

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)” dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, selaku mahasiswa Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ir M. Masjkur, MSsebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

2. Bapak Dr.Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas masukan, saran, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis.

3. Mamah, Bapak, A Bayu, Neng Dewi, Dede Shintadan keluarga tercinta atas doa, cinta dan dukungannya selama ini.

4. Seluruh dosen statistika atas ilmu yang telah diberikan, serta pengurus TU khususnya Ibu Markonah dan Ibu Tri yang telah dengan sabar memberikan pelayanan terbaik.

5. Teman-teman Apollo Gendut, Ferdian, Kiwil, Mehi, Ijal, Ibay, Odom, Fey, Andra, Uwir, Buluk, Yogi dan Budi. serta seluruh keluarga Statistika 45 dan semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil pada penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat kepada pembaca. Amin.

Bogor, Januari 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 10Februari1990 dari pasangan Bapak Robandi dan Ibu Aat Atmanah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN SoklatSubang pada tahun 2002. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2005 di SMPN 3Subang. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1Subang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB pada program studi mayor Statistika melalui jalur USMI. Penulis memilih minor Kewirausahaan Agribisnis sebagai ilmu penunjang.

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Otokorelasi Spasial ... 1

Matriks Contiguity ... 1

Matriks Pembobot Spasial ... 2

Indeks Moran ... 2

Indeks LISA ... 3

Plot Pencaran Moran ... 3

METODOLOGI Bahan ... 3

Metode ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

Otokorelasi Spasial ... 4

Indeks LISA dan Plot Pencaran Moran ... 4

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 1 Jumlah penderita penyakit DBD di Kota Bogor dalam kurun waktu lima

tahun ... 4

2. Tabel 2Nilai Indeks Moran, nilai Ekspektasi Indeks Moran, nilai Ragam Indeks Moran, Z-hitung, dan p-value tahun 2007-2011 ... 4

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1Ilustrasi perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu ... 2

2. Gambar 2Ilustrasi Plot Pencaran Moran ... 3

3. Gambar 3Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2007 ... 5

4. Gambar 4Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2007 ... 5

5. Gambar 5Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2008 ... 6

6. Gambar 6Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2008 ... 6

7. Gambar 7Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2009 ... 6

8. Gambar 8Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2009 ... 6

9. Gambar 9Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2010 ... 7

10. Gambar 10Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2010 ... 7

11. Gambar 11 Plot PencaranMoran penderita penyakit DBD tahun 2011 ... 7

12. Gambar 12Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2011 ... 7

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1 Jumlah penderita penyakit DBD di setiap kelurahan di Kota Bogor

Tahun 2007-2011 ... 11

2. Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2007 ... 13

3. Lampiran 3 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2008 ... 14

4. Lampiran 4 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2009 ... 15

5. Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2010 ... 16

6. Lampiran 6 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2011 ... 17

(11)

1 Demam Berdarah Dengue(DBD). Kasus penyakit DBD di Kota Bogor selama tahun 2007 cukup tinggi, tercatat sebanyak 1.769 kasus diantaranya 10 orang meninggal dunia, dan kebanyakan anak-anak di bawah umur menjadi penderitanya (Dinkes 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Penularan penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aides aegeptybetina (Judarwanto 2006). Penyebaran nyamuk Aedes aegepty

betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tempatnya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan.

Pemerintah melalui dinas kesehatan sudah berupaya menanggulangi penyakit DBD di Kota Bogor tetapi masih belum efektif. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian spasial agar menjadi solusi masalah kesehatan di Kota Bogor.

Pengetahuan mengenai penyebaran spasial penyakit DBD merupakan peranan penting dalam upaya penanggulangan penyakit DBD sehingga perlu dilakukan analisis data spasial. Manfaat dari analisis tersebut untuk mendeteksi kelurahan yang berpotensi menularkan dan kelurahan yang berpotensi ditularkan sehingga menjadi pusat perhatian dalam penanggulangan penyakit DBD.

Penelitian ini menggunakan otokorelasi spasial, besaran otokorelasi spasial dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan spasial antar daerah. Otokorelasi spasial bisa diukur menggunakan 2 metode yaitu Indeks Moran dan Indeks Local Indicator of Spatial Association (LISA). Indeks Moran untuk menghitung otokorelasi spasial secara global sedangkan Indeks LISA untuk menghitung otokorelasi spasial secara lokal.

Pola penyebaran spasial demam berdarah dengue di Kota Bogor tahun 2005 dengan mengidentifikasi pengaruh spasial secara global menggunakan Indeks Moran telah dilakukan Kartika (2008) tanpa mengidentifikasi secara lokal menggunakan Indeks LISA. Oleh karena itu, pada penelitian

ini akan dilakukan penyusunan peta rawan persebaran kejadian penyakit DBD di Kota Bogor dengan mempertimbangkan lokasi (kelurahan), dan waktu (tahun) dengan analisis pola spasial baik secara global maupun secara lokal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui lokasi pusat penularan dan lokasi rawan tertular penyakit DBD di Kota Bogor berdasarkan otokorelasi spasial.

TINJAUAN PUSTAKA

Otokorelasi Spasial

Otokorelasi spasial merupakan ukurankemiripan objek di dalam suatu ruang yang saling berhubungan. Pada kasus spasial, penggunaan istilah asosiasi mengacu pada data berbasis area dan memiliki hubungan yang bersifat kedekatan daerah. Otokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif. Otokorelasi spasial bersifat positif jika dalam suatu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan bersifat menggerombol. Sebaliknya, otokorelasi spasial bersifat negatif jika dalam suatu daerah yang berdekatan nilainya berbeda dan tidak mirip (Silk 1979).

Otokorelasi spasial merupakan suatu ukuran untuk mengetahui pola-pola spasial dengan mempertimbangkan nilai dari lokasi-lokasi dengan atribut-atributnya. Ukuran ini digunakan untuk mendapatkan koefisien otokorelasi spasial yang bertujuan untuk mengukur dan menguji nilai-nilai yang menggerombol atau menyebar dalam ruang dengan menggunakan atribut-atributnya. Dengan kata lain, koefisien otokorelasi spasial bertujuan untuk mengukur kedekatan dan kemiripan karakteristik antar lokasi (Lee dan Wong 2001).

Matriks Contiguity

(12)

2

1. Queen contiguity

Kedekatan didasarkan pada langkah ratu pada permainan catur. Daerah yang berbatasan langsung kearah kanan, kiri, atas, bawah dan diagonal didefinisikan sebagai daerah yang saling berdekatan. Ilustrasi matriks contiguity dengan menggunakan langkah ratu bisa dilihat pada Gambar 1.a dan 1.b.

2. Rook contiguity

Hubungan spasial antar daerah pengamatan dapat ditentukan kearah kanan, kiri, atas, dan bawah. Sedangkan arah diagonal tidak dapat ditentukan. 3. Bishop contiguity

Hubungan spasial antar daerah pengamatan hanya dapat ditentukan dalam arah diagonal saja (Silk 1979).

Matriks Pembobot Spasial

Jika ada unit daerah dalam pengamatan, maka matriks pembobot spasial yang dihasilkan berukuran × , untuk menentukan hubungan kedekatan antar unit daerah. Setiap unit daerah digambarkan sebagai baris dan kolom. Setiap nilai dalam matriks menjelaskan hubungan spasial antara daerah pengamatan dengan daerah tetangganya (Lee dan Wong 2001).

Matriks pembobot spasial dinotasikan dengan W dan merupakan nilai dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j serta menggambarkan pengaruh alami yang diberikan daerah ke-j untuk daerah ke-i

sehingga matriks pembobot spasial dapat dikatakan sebagai matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antar lokasi. Penghitungan nilai W pada penelitian ini menggunakan queen contiguity. Ilustrasi matriks pembobot spasial dapat dilihat pada Gambar 1.c (Silk 1979).Selanjutnya, isi dari

a. Langkah ratu (Queen contiguity)

Tetangga j

b. Matriks Contiguity

Tetangga j

c. Matriks pembobot spasial Gambar 1 Ilustrasipenghitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu

Indeks Moran

Statistik Indeks Moran adalah ukuran korelasi antara pengamatan pada suatu daerah dengan daerah lain yang berdekatan. Indeks Moran dapat diperoleh melalui persamaan berikut: adalah nilai pada lokasi ke-i, adalahnilai pada

1 2 3

4 5 6

(13)

3

lokasi ke-j, dan adalah nilai matriks pembobot spasial pada baris ke-i kolom ke-j.

Nilai statistik I merupakan koefisien korelasi yang berada pada batas antara -1 dan 1. Pengujian hipotesis Indeks Moran Global sebagai berikut:

H0 : I = 0 (Tidak ada otokorelasi spasial)

H1 : I≠ 0 (Terdapat otokorelasi spasial)

Statistik uji diturunkan dari sebaran normal baku, yaitu Moran dan nadalah banyaknya area (Ward dan Gleditsch 2008).

Indeks LISA

Statistik Indeks LISA berguna untuk pendeteksian hotspotataucoldspot pada data area. Indeks LISA dengan matriks pembobot spasial didefinisikan sebagai berikut

̅ ∑ ̅

dengan merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke-i, adalah nilai pengamatan pada lokasi ke-j, ̅ adalah nilai rataan dari peubah pengamatan, dan adalahpembobot antara daerah ke-i dan ke-j (Anselin 1995).

Plot Pencaran Moran

Plot Pencaran Moran menggambarkan hubungan linier antara nilai pengamatan yang dibakukan dan nilai rata-rata tetangga yang dibakukan. Plot Pencaran Morandisajikan dalamnilaiz-score lokasi pada sumbu (x), dan nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu y. Pembakuan ini mengacu pada simpangan baku z-score berdistribusi normal dan memiliki persamaan sebagai berikut:

̅

dengan adalah nilai yang diamati di lokasi

i, ̅adalah nilai rataan peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku peubah . Secara visual Plot Pencaran Moranterbagi atas empat kuadran seperti pada Gambar 2 (Anselin 1995).

Gambar 2 Ilustrasi Plot Pencaran Moran Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut Tinggi-Tinggi(TT), menunjukkan daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Rendah-Tinggi (RT) atau

coldspot, menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Rendah-Rendah (RR), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut Tinggi-Rendah(TR) atauhotspot, menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah.

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Bogor tahun 2007-2011. Data tersebut adalah jumlah penderita demam berdarah dengue per tahun dari 68 kelurahan. Selain itu peta digital tahun 2011 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Cibinong Kabupaten Bogor.

Metode

Metode yang dilakukan untuk penelitian iniadalah melakukan uji otokorelasi spasial dan membuat peta tematik.

1. Membuat matriks contiguity daerah Kota Bogor untuk menentukan kedekatan antar kelurahan

2. Membuat matriks pembobot spasial yang diperoleh dari matriks contiguity

3. Menghitung nilai statistikIndeks Moran

RT

TT

RR

TR

Nilai pengamatan yang dibakukan

(14)

4

4. Melakukan pengujian hipotesis Indeks Moran untuk melihat otokorelasi spasial secara global di daerah Kota Bogor 5. Menghitung nilai statistik Indeks LISA 6. Melakukan pengujian hipotesis Indeks

LISA untuk melihat otokorelasi spasial secara lokal di daerah Kota Bogor 7. Membuat Pencaran Moran 8. Membuat peta tematik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah penderita penyakit DBD di Kota Bogor beragam dalam kurun waktu lima tahun. Tabel 1 menyatakan bahwa angka DBD tertinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2007. Pada tahun 2011 jumlah penderita DBD di Kota Bogor mengalami penurunan yang drastis terlihat dari jumlah penderitanya yang hanya 631 jiwa atau hanya sekitar 34.86% jumlah penderita DBD tahun 2007 (Dinkes 2010). Penurunan tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti curah hujan, perubahan kepadatan penduduk, peningkatan penanggulangan oleh pemerintah Kota Bogor dan lain sebagainya. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa keragaman penderita penyakit DBD di Kota Bogor sangat tinggi, artinya jumlah penderita penyakit DBD di suatu kelurahan sangat tinggi namun, ada juga kelurahan yang tidak terjangkit penyakit DBD.

Tabel 1 Jumlah penderita penyakit DBD Kota Bogor dalam kurun waktu limatahun

2007 2008 2009 2010 2011

Matriks contiguity Kota Bogor berukuran 68 × 68. Matriks contiguity tersebut menggambarkan jumlah tetangga setiap kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Paledang memiliki tetangga paling banyak yaitu 12 sedangkan Kelurahan Kencana memiliki tetangga paling sedikit yaitu satu.

Hasil perhitungan Indeks Morandan perbandingan antara nilai Indeks Moran serta nilai harapannya di Kota Bogor selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 p-value

lebih kecil dari α (0.05). Kondisi ini

menunjukkan bahwa terdapat otokorelasi spasial pada taraf 5% dan terbentuk pola yang mengelompok karena nilai Indeks Moran lebih besar dari nilai ekspektasinya . Kota Bogor secara keseluruhan mengindikasikan bahwa antar lokasi pengamatan adanya keeratan hubungan dalam hal wabah penyakit DBD.

Tabel 2 Nilai Indeks Moran, nilai Harapan Indeks Moran dan nilai Ragam Indeks Moran tahun 2007-2011

Tahun I E(I) Var(I) Z-hit p-value

Indeks LISA dan Plot Pencaran Moran Pengujian Indeks LISA pada tahun 2007

ada 14 kelurahan yang nyata pada α=5% yaitu

Genteng, Kertamaya, Rancamaya, Bojongkerta, Harjasari, Muarasari, Cipaku, Baranangsiang, Bantarjati, Tegalgundil, Tegallega, Babakan, Tanah Sareal dan Kedung Badak. Hal ini mengindikasikan bahwa kelurahan-kelurahan tersebut terdapat hubungan spasial dengan kelurahan tetangganya yang berbatasan langsung. Hasil pengujian Indeks LISA tahun 2007 bisa dilihat pada Lampiran 2.

Pada tahun 2008 ada 17 kelurahan yang

nyata pada α=5%. Ada tambahan tiga

kelurahan dari tahun 2007 yaitu Sindangsari, Tanah Baru, dan Kebon Pedes. Selengkapnya hasil pengujian Indeks LISA tahun 2008 bisa dilihat pada Lampiran 3.

Pada tahun 2009 terdapat 19 kelurahan

yang nyata pada α=5%. Ada perubahan dua

kelurahan yang nyata pada tahun 2008 menjadi tidak nyata pada tahun 2009 yaitu Sindangsari dan Baranangsiang, serta ada empat kelurahan baru yang nyata pada tahun 2009 yaitu Gunung Batu, Menteng, Kedung Waringin, dan Pamoyanan. Selengkapnya hasil pengujian Indeks LISA tahun 2009 bisa dilihat pada Lampiran 4.

Pada tahun 2010 ada 20 kelurahan yang

nyata pada α=5%. Ada perubahan enam

(15)

5

Halang, Cilendek Timur, Sindangsari, Sindangrasa, dan Pakuan. Selengkapnya hasil pengujian Indeks LISA tahun 2010 ada pada sedangkan Kelurahan Pakuan, Sindangsari, Sindangrasa, Tanah Baru, Cibuluh, Kedung Halang, Menteng, Cilendek Timur, Kedung Waringin, Kebon Pedes, dan Kedung Badak berubah menjadi kelurahan yang tidak nyata. Selengkapnya hasil pengujian LISA tahun 2011 ada pada Lampiran 6.

Berdasarkan Gambar 3, pada tahun 2007 ada dua kelurahan yang menyebar di kuadran TT yaitu Kelurahan Bantarjati dan Kedung Badak. Hal ini mengindikasikan bahwa kelurahan tersebut terdapat jumlah penderita DBD tinggi dan kelurahan sekitarnya tinggi. Kelurahan yang termasuk kuadran TR adalah Baranangsiang, Tegalgundil, Tegallega, Babakan, dan Tanah Sareal. Kelurahan-kelurahan tersebut mengindikasikan terdapat jumlah penderita DBD tinggi dan kelurahan sekitarnya rendah. Kelurahan yang termasuk kuadran RR adalah Genteng, Rancamaya, Bojongkerta, dan Harjasari. Kelurahan-kelurahan tersebut menggambarkan jumlah penderita DBD rendah dan kelurahan sekitarnya rendah. Kuadran RR mengindikasikan daerah yang aman dari penyakit DBD. Kelurahan yang termasuk kuadran RT adalah Kertamaya, Muarasari dan Cipaku artinya terdapat jumlah penderita DBD rendah dan kelurahan sekitarnya tinggi. Kelurahan-kelurahan tersebut berpotensi menjadi kelurahan yang rawan karena bisa dipengaruhi dari tetangganya. Peta tematik pada Gambar 4 menggambarkan hasil Plot Pencaran Moran pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 4 kuadran TT disajikan dengan warna merah, kuadran TR disajikan dengan warna hijau, kuadran RT disajikan dengan warna biru, dan kuadran RR disajikan dengan warna jingga.

Nilai pengamatan yang dibakukan

R

Gambar 3Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2007

Gambar 4 Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2007

(16)

6

Nilai pengamatan yang dibakukan

R

Gambar 5Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2008

Gambar 6 Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2008

Berdasarkan Gambar 7 tahun 2009 untuk kuadran TT hanya ada tambahan satu kelurahan yaitu Gunung Batu. Kuadran TR terjadi perubahan, pertama bertambah satu kelurahan yaitu Kedung Waringin, kedua ada satu kelurahan yang keluar dari kuadran TR yaitu Baranangsiang. Kuadran RR terjadi perubahan ada dua kelurahan yang masuk kuadran ini yaitu Pamoyanan dan Balumbangjaya, tetapi ada kelurahan yang keluar dari kuadran ini yaitu Sindangsari. Kuadran RT berkurang satu kelurahan yaitu Cipaku sementara yang lainnya tetap sama seperti tahun 2007 dan 2008. Peta tematik pada Gambar 8 menggambarkan hasil Plot Pencaran Moran pada Gambar 7.

3

Nilai pengamatan yang dibakukan

R

Gambar 7Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2009

Gambar 8 Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2009

(17)

7

Nilai pengamatan yang dibakukan

R

Gambar 9 Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2010

Gambar 10 Peta Tematik dari plot Pencaran Moran tahun 2010

Pada tahun 2011 untuk kuadran TT terjadi perubahan, ada tiga kelurahan yang masuk Tegallega, sedangkan kelurahan yang keluar dari kuadran ini ada tiga kelurahan yaitu Kedung Halang, Cilendek Timur dan Kedung Waringin. Kuadran RR tidak ada tambahan kelurahan tetapi ada sebanyak empat kelurahan yang keluar dari kuadran ini yaitu Rancamaya, Pakuan, Sindangsari dan Sindangrasa, sementara untuk kuadran RT tidak terjadi perubahan dari tahun 2009, selengkapnya bisa dilihat pada Gambar 11. Peta tematik pada Gambar 12 menggambarkan hasil Plot Pencaran Moran pada Gambar 11.

4

Nilai pengamatan yang dibakukan

R

Gambar 11 Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2011

Gambar 12 Peta Tematik dari plot Pencaran Moran tahun 2011

Berdasarkan Gambar 13 Kelurahan Bantarjati dan Kedungbadak cenderung selalu berada pada kuadran TT. Hal ini mengindikasikan bahwa pengendalian jumlah penderita DBD perlu dilakukan pada kelurahan-kelurahan tersebut. Kelurahan Tegalgundil, Tegallega, dan Babakan cenderung selalu berada pada kuadran TR. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga kelurahan tersebut berpotensi besar menyebarkan penyakit DBD sehingga pengendalian penyebaran perlu dilakukan. Kelurahan Genteng, Bojong Kerta, dan Harjasari cenderung selalu berada pada kuadran RR selama lima tahun. Kelurahan Muarasari dan Kertamaya cenderung selalu berada pada Kuadran RT.

Kelurahan yang masuk dalam kategori

(18)

8

kelurahanhotspot ini memiliki otokorelasi negatif atau berpola pencilan,dengan nilai banyaknya penderita penyakit DBD pada kelurahan tersebut tinggi namun dikelilingi oleh kelurahan yang memiliki banyaknya penderita penyakit DBD yang rendah. Kelurahan-kelurahan tersebut berpotensi menjadikan kelurahantetangganya menjadi kelurahan yang rawan akan wabah penyakit DBDjuga. Kelurahan yang dikelilingi oleh kelurahanhotspot ini terancam bahaya wabah penyakit DBD.

Kelurahan yang masuk dalam kategori

coldspot selama lima tahun pengamatan

berubah-ubah. Kelurahan yang konsisten berada pada kategori coldspot adalah Kelurahan Rangga Mekar, Kertamaya, Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan Mekarwangi. Daerah ini memiliki otokorelasi negatif atau berpola pencilan dengan nilai banyaknya penderita penyakit DBD pada daerah tersebut rendah sedangkan daerah sekitarnya tinggi. Daerahcoldspot ini berpotensi menjadi rawan akan penyebaran penyakit DBD yang ditularkan oleh daerah di sekitarnya yang tinggi.

Keterangan Merah : TT

Hijau : TR (Hotspot) Biru : RT (Coldspot) Jingga : RR

Abu-abu : Tidak signifikan

Gambar 13 Peta kerawanan penyakit DBD di Kota Bogor tahun 2007-2011

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

(19)

9

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan Indeks Moran terdapat pola penyebaran spasial pada penyakit DBD di Kota Bogor. Kelurahan yang diprioritaskan untuk menurunkan jumlah penderita DBD adalah Bantarjati dan Kedung Badak. Kelurahan yang diprioritaskan untuk pengendalian penyebaran penyakit DBD adalah Baranangsiang, Tegal Gundil, Kedung Halang, Tegal Lega, dan Babakan karena kelurahan-kelurahan tersebut masuk pada lokasi pusat penularan atau daerah hotspot. Kelurahan yang berpotensi rawan akan penyebaran penyakit DBD yang ditularkan oleh kelurahan yang disekitarnya tinggi adalah Kelurahan Rangga Mekar, Kertamaya, Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan Mekarwangi, karena kelurahan-kelurahan tersebut masuk pada daerah coldspot.

Saran

Penelitian selanjutnya dapat dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya kejadian penyakit DBD di Kota Bogor dengan pendekatan analisis regresi klasik dan spasial.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1995. Spatial Econometrics: Method and Models. London:Kluwer Academic Publisher.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Kota Bogor dalam angka. Bogor: Badan Pusat Statistik.

[Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2010. Kasus Demam Berdarah. Bogor: Dinas Kesehatan Kota Bogor .

Judarwanto W. 2006. Deteksi Dini Diagnosis DBD. http://www.news.indosiar.com /news_read.htm?id=437773. [18 Juni 2006].

Kartika Y. 2007. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2005. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor.

Lee J, Wong SWD. 2001. Statistical Analysis with Arcview GIS. John Willey & Sons, INC: United Stated of America.

Silk J. 1979. Statistical Concept in Geography. London : George Allen & Unwin.

(20)

10

(21)

11

Lampiran 1 Jumlah penderita penyakit DBD di setiap kelurahan di Kota Bogor tahun 2007-2011

Kode

Kelurahan Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011

1 Mulyaharja 1 6 2 16 8

2 Pamoyanan 16 9 4 7 1

3 Ranggamekar 10 9 11 14 4

4 Genteng 1 0 1 1 0

5 Kertamaya 0 0 1 0 0

6 Rancamaya 0 0 2 0 0

7 Bojongkerta 0 0 1 3 0

8 Harjasari 3 3 2 9 2

9 Muarasari 5 1 0 0 0

10 Pakuan 2 2 10 3 0

11 Cipaku 6 4 14 25 7

12 Lawanggintung 33 31 27 20 6

13 Batu Tulis 28 21 15 14 3

14 Bondongan 21 19 22 44 10

15 Empang 33 21 28 23 6

16 Cikaret 29 15 17 13 2

17 Sindangsari 9 4 15 9 1

18 Sindangrasa 7 5 6 2 4

19 Tajur 25 15 19 13 1

20 Katulampa 44 18 20 40 13

21 Baranangsiang 85 63 48 62 15

22 Sukasari 37 27 20 16 7

23 Bantarjati 130 91 79 103 48

24 Tegalgundil 104 71 64 64 44

25 Tanah Baru 38 38 51 43 10

26 Cimahpar 44 15 5 36 7

27 Ciluar 9 15 21 9 9

28 Cibuluh 21 12 27 53 7

29 Kedunghalang 43 31 35 55 11

30 Ciparigi 26 26 37 39 9

31 Paledang 18 14 17 23 5

32 Gudang 0 5 6 2 1

33 Babakan Pasar 21 19 21 18 1

(22)

12

Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Kelurahan Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011

35 Babakan 48 48 60 40 29

36 Sempur 30 28 35 25 18

37 Pabaton 21 15 14 14 6

38 Cibogor 8 7 7 17 1

39 Panaragan 17 23 18 28 7

40 Kebon Kelapa 27 26 18 22 20

41 Ciwaringin 11 12 19 29 5

42 Pasir Mulya 21 12 10 14 13

43 Pasir Kuda 27 15 21 31 13

44 Pasir Jaya 37 16 21 18 5

45 Gunung Batu 53 32 66 58 16

46 Loji 27 19 33 19 10

47 Menteng 43 26 73 58 33

48 Cilendek Timur 24 27 30 47 7

49 Cilendek Barat 31 31 31 45 23

50 Sindang Barang 53 37 31 40 20

51 Margajaya 6 1 0 10 4

52 Balumbang Jaya 22 15 4 5 6

53 Situgede 8 1 5 3 1

54 Bubulak 22 7 4 13 13

55 Semplak 33 34 16 34 9

56 Curug Mekar 7 7 13 33 4

57 Curug 8 22 6 16 8

58 Kedungwaringin 14 37 43 52 14

59 Kedungjaya 16 27 21 14 7

60 Kebon Pedes 45 49 43 59 21

61 Tanah Sareal 38 30 32 30 2

62 Kedungbadak 104 49 52 87 12

63 Sukaresmi 9 10 8 21 9

64 Sukadamai 35 15 26 19 4

65 Cibadak 22 16 24 32 14

66 Kayumanis 26 14 21 13 6

67 Mekarwangi 18 12 15 20 7

(23)

13

Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2007

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

1 Mulya Harja 0.15 0.36 35 Babakan 1.34 0.00

2 Pamoyanan 0.38 0.19 36 Sempur 0.10 0.37

3 Rangga Mekar 0.13 0.34 37 Pabaten 0.07 0.44

4 Genteng 0.83 0.03 38 Cibogor 0.01 0.48

5 Kertamaya 1.08 0.00 39 Panaragan 0.01 0.47

6 Rancamaya 1.16 0.04 40 Kebon Kelapa 0.00 0.48

7 Bojongkerta 1.12 0.02 41 Ciwaringin 0.01 0.48

8 Harjasari 0.89 0.02 42 Pasir Mulya -0.09 0.56

9 Muarasari 0.71 0.01 43 Pasir Kuda 0.00 0.49

10 Pakuan 0.46 0.12 44 Pasir Jaya -0.05 0.55

11 Cipaku 0.52 0.07 45 Gunungbatu 0.09 0.39

12

Lawang

Gintung -0.05 0.54 46 Loji 0.01 0.48

13 Batu Tulis 0.00 0.49 47 Menteng 0.07 0.38

14 Bondongan 0.03 0.46 48 Cilendek Timur 0.01 0.48

15 Empang -0.08 0.57 49 Cilendek Barat 0.03 0.46

16 Cikaret -0.02 0.50 50 Sindangbarang 0.02 0.47

17 Sindangsari 0.62 0.12 51 Margajaya -0.19 0.63

18 Sindangrasa 0.31 0.22 52 Balumbangjaya 0.11 0.41

19 Tajur 0.02 0.46 53 Situgede 0.03 0.47

20 Katulampa 0.34 0.15 54 Bubulak 0.01 0.48

21 Baranangsiang 0.66 0.04 55 Semplak -0.05 0.54

22 Sukasari 0.11 0.36 56 curugmekar 0.15 0.33

23 Bantarjati 5.23 0.00 57 Curug 0.14 0.37

24 Tegal Gundil 3.72 0.00 58 Kedungwaringin 0.01 0.47

25 Tanahbaru 0.38 0.11 59 Kedungjaya -0.30 0.76

26 Cimahpar 0.11 0.41 60 Kebon Pedes 0.19 0.26

27 Ciluar -0.16 0.63 61 Tanah Sareal 0.94 0.02

28 Cibuluh -0.35 0.84 62 Kedung Badak 1.97 0.00

29 Kedunghalang 0.36 0.21 63 Sukaresmi -0.98 0.96

30 Ciparigi 0.00 0.49 64 Sukadamai 0.10 0.39

31 Paledang -0.04 0.54 65 Cibadak 0.07 0.41

32 Gudang 0.03 0.46 66 Kayumanis 0.01 0.48

33 Babakan Pasar -0.05 0.54 67 Mekarwangi 0.06 0.44

(24)

14

Lampiran 3 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2008

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

1 Mulya Harja 0.37 0.20 35 Babakan 2.53 0.00

2 Pamoyanan 0.58 0.10 36 Sempur 0.43 0.10

3 Rangga Mekar 0.18 0.29 37 Pabaten 0.07 0.44

4 Genteng 1.13 0.01 38 Cibogor -0.17 0.67

5 Kertamaya 1.31 0.00 39 Panaragan -0.02 0.51

6 Rancamaya 1.37 0.02 40 Kebon Kelapa 0.03 0.45

7 Bojongkerta 1.30 0.01 41 Ciwaringin -0.11 0.60

8 Harjasari 1.09 0.01 42 Pasir Mulya -0.01 0.50

9 Muarasari 1.03 0.00 43 Pasir Kuda 0.10 0.42

10 Pakuan 0.55 0.09 44 Pasir Jaya 0.04 0.42

11 Cipaku 0.62 0.05 45 Gunungbatu 0.01 0.48

12

Lawang

Gintung -0.24 0.74 46 Loji -0.03 0.51

13 Batu Tulis 0.00 0.48 47 Menteng 0.15 0.28

14 Bondongan 0.01 0.48 48 Cilendek Timur 0.12 0.39

15 Empang -0.02 0.50 49 Cilendek Barat 0.11 0.37

16 Cikaret 0.13 0.39 50 Sindangbarang -0.03 0.51

17 Sindangsari 0.93 0.04 51 Margajaya 0.03 0.47

18 Sindangrasa 0.62 0.06 52 Balumbangjaya 0.30 0.28

19 Tajur 0.15 0.35 53 Situgede 0.09 0.42

20 Katulampa -0.05 0.55 54 Bubulak 0.01 0.47

21 Baranangsiang 0.63 0.04 55 Semplak -0.12 0.61

22 Sukasari 0.12 0.35 56 curugmekar -0.34 0.81

23 Bantarjati 4.68 0.00 57 Curug -0.02 0.50

24 Tegal Gundil 4.10 0.00 58 Kedungwaringin 0.30 0.20

25 Tanahbaru 0.68 0.02 59 Kedungjaya 0.30 0.22

26 Cimahpar -0.06 0.53 60 Kebon Pedes 0.67 0.02

27 Ciluar -0.05 0.53 61 Tanah Sareal 1.14 0.01

28 Cibuluh -0.70 0.98 62 Kedung Badak 1.27 0.00

29 Kedunghalang 0.15 0.36 63 Sukaresmi -0.39 0.76

30 Ciparigi 0.08 0.42 64 Sukadamai -0.05 0.53

31 Paledang -0.08 0.60 65 Cibadak 0.01 0.47

32 Gudang 0.01 0.48 66 Kayumanis 0.07 0.44

33 Babakan Pasar -0.02 0.51 67 Mekarwangi 0.19 0.33

(25)

15

Lampiran 4 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2009

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

1 Mulya Harja 0.53 0.13 35 Babakan 2.72 6.45

2 Pamoyanan 0.81 0.04 36 Sempur 0.52 1.51

3 Rangga Mekar 0.21 0.26 37 Pabaten 0.06 0.14

4 Genteng 1.08 0.01 38 Cibogor -0.40 -1.10

5 Kertamaya 1.31 0.00 39 Panaragan -0.03 -0.04

6 Rancamaya 1.26 0.03 40 Kebon Kelapa -0.21 -0.46

7 Bojongkerta 1.28 0.01 41 Ciwaringin -0.07 -0.14

8 Harjasari 1.06 0.01 42 Pasir Mulya -0.47 -0.94

9 Muarasari 0.89 0.00 43 Pasir Kuda 0.02 0.07

10 Pakuan 0.32 0.21 44 Pasir Jaya 0.00 0.07

11 Cipaku 0.32 0.19 45 Gunungbatu 0.85 2.25

12

Lawang

Gintung -0.09 0.59 46 Loji 0.72 1.54

13 Batu Tulis 0.01 0.47 47 Menteng 1.47 5.16

14 Bondongan 0.00 0.48 48 Cilendek Timur 0.41 0.88

15 Empang -0.12 0.60 49 Cilendek Barat 0.15 0.42

16 Cikaret 0.12 0.41 50 Sindangbarang 0.10 0.30

17 Sindangsari 0.41 0.22 51 Margajaya 0.60 1.10

18 Sindangrasa 0.45 0.14 52 Balumbangjaya 1.02 1.87

19 Tajur 0.09 0.40 53 Situgede 0.72 1.31

20 Katulampa -0.02 0.50 54 Bubulak 0.41 1.11

21 Baranangsiang 0.44 0.12 55 Semplak 0.13 0.38

22 Sukasari 0.00 0.49 56 curugmekar -0.08 -0.16

23 Bantarjati 3.79 0.00 57 Curug 0.18 0.40

24 Tegal Gundil 3.55 0.00 58 Kedungwaringin 0.72 1.91

25 Tanahbaru 0.88 0.00 59 Kedungjaya -0.05 -0.09

26 Cimahpar -0.43 0.77 60 Kebon Pedes 0.79 2.47

27 Ciluar -0.03 0.51 61 Tanah Sareal 0.86 1.83

28 Cibuluh 0.37 0.14 62 Kedung Badak 1.02 3.15

29 Kedunghalang 0.33 0.24 63 Sukaresmi -0.64 -1.13

30 Ciparigi 0.49 0.15 64 Sukadamai 0.02 0.08

31 Paledang -0.06 0.57 65 Cibadak -0.01 0.02

32 Gudang 0.03 0.46 66 Kayumanis 0.03 0.07

33 Babakan Pasar 0.00 0.49 67 Mekarwangi 0.08 0.19

(26)

16

Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2010

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

1 Mulya Harja 0.31 0.24 35 Babakan 0.70 0.04

2 Pamoyanan 0.54 0.12 36 Sempur -0.04 0.53

3 Rangga Mekar 0.25 0.23 37 Pabaten 0.13 0.40

4 Genteng 1.06 0.01 38 Cibogor -0.16 0.66

5 Kertamaya 1.43 0.00 39 Panaragan 0.01 0.48

6 Rancamaya 1.49 0.01 40 Kebon Kelapa -0.12 0.60

7 Bojongkerta 1.24 0.01 41 Ciwaringin 0.05 0.43

8 Harjasari 0.92 0.02 42 Pasir Mulya -0.15 0.61

9 Muarasari 1.12 0.00 43 Pasir Kuda -0.12 0.58

10 Pakuan 0.76 0.03 44 Pasir Jaya 0.04 0.42

11 Cipaku 0.06 0.42 45 Gunungbatu 0.01 0.47

12

Lawang

Gintung 0.12 0.35 46 Loji -0.27 0.70

13 Batu Tulis 0.08 0.41 47 Menteng 0.90 0.00

14 Bondongan -0.47 0.86 48 Cilendek Timur 0.97 0.02

15 Empang 0.05 0.43 49 Cilendek Barat 0.48 0.10

16 Cikaret 0.14 0.39 50 Sindangbarang 0.11 0.37

17 Sindangsari 0.90 0.05 51 Margajaya 0.26 0.31

18 Sindangrasa 0.74 0.04 52 Balumbangjaya 0.86 0.06

19 Tajur 0.41 0.16 53 Situgede 0.48 0.19

20 Katulampa 0.03 0.44 54 Bubulak 0.11 0.38

21 Baranangsiang 0.15 0.33 55 Semplak -0.02 0.51

22 Sukasari -0.05 0.54 56 curugmekar 0.17 0.31

23 Bantarjati 4.11 0.00 57 Curug -0.04 0.52

24 Tegal Gundil 2.34 0.00 58 Kedungwaringin 0.83 0.01

25 Tanahbaru 0.58 0.03 59 Kedungjaya -0.66 0.94

26 Cimahpar 0.10 0.42 60 Kebon Pedes 0.94 0.00

27 Ciluar -0.65 0.91 61 Tanah Sareal 0.35 0.22

28 Cibuluh 1.88 0.00 62 Kedung Badak 2.48 0.00

29 Kedunghalang 1.55 0.00 63 Sukaresmi -0.33 0.72

30 Ciparigi 0.39 0.19 64 Sukadamai -0.14 0.62

31 Paledang 0.01 0.47 65 Cibadak -0.03 0.52

32 Gudang 0.09 0.41 66 Kayumanis 0.11 0.41

33 Babakan Pasar -0.06 0.54 67 Mekarwangi 0.09 0.41

(27)

17

Lampiran 6 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2011

Kode

Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value Kode Kelurahan Kelurahan

Ii

p-value

1 Mulya Harja 0.09 0.41 35 Babakan 3.77 0.00

2 Pamoyanan 0.42 0.17 36 Sempur 0.66 0.02

3 Rangga Mekar 0.25 0.22 37 Pabaten 0.05 0.45

4 Genteng 0.76 0.05 38 Cibogor -0.40 0.87

5 Kertamaya 0.93 0.01 39 Panaragan 0.02 0.47

6 Rancamaya 0.97 0.07 40 Kebon Kelapa 0.47 0.12

7 Bojongkerta 0.90 0.04 41 Ciwaringin -0.25 0.74

8 Harjasari 0.74 0.05 42 Pasir Mulya 0.07 0.43

9 Muarasari 0.78 0.01 43 Pasir Kuda -0.11 0.57

10 Pakuan 0.60 0.07 44 Pasir Jaya -0.01 0.49

11 Cipaku 0.19 0.29 45 Gunungbatu 0.41 0.13

12

Lawang

Gintung 0.16 0.31 46 Loji 0.09 0.41

13 Batu Tulis 0.19 0.31 47 Menteng 1.18 0.00

14 Bondongan -0.05 0.53 48 Cilendek Timur -0.24 0.68

15 Empang 0.17 0.31 49 Cilendek Barat 0.78 0.02

16 Cikaret 0.05 0.45 50 Sindangbarang 0.73 0.02

17 Sindangsari 0.68 0.10 51 Margajaya -0.22 0.65

18 Sindangrasa 0.37 0.17 52 Balumbangjaya 0.12 0.40

19 Tajur 0.44 0.14 53 Situgede -0.01 0.49

20 Katulampa -0.09 0.59 54 Bubulak 0.05 0.43

21 Baranangsiang -0.04 0.53 55 Semplak -0.01 0.49

22 Sukasari 0.06 0.41 56 curugmekar -0.19 0.68

23 Bantarjati 4.10 0.00 57 Curug 0.01 0.47

24 Tegal Gundil 4.99 0.00 58 Kedungwaringin 0.27 0.22

25 Tanahbaru 0.05 0.42 59 Kedungjaya -0.10 0.58

26 Cimahpar -0.04 0.52 60 Kebon Pedes 0.29 0.17

27 Ciluar 0.00 0.48 61 Tanah Sareal -1.27 1.00

28 Cibuluh -0.29 0.79 62 Kedung Badak 0.13 0.32

29 Kedunghalang 0.00 0.49 63 Sukaresmi 0.00 0.49

30 Ciparigi 0.00 0.49 64 Sukadamai -0.03 0.52

31 Paledang 0.01 0.47 65 Cibadak -0.11 0.61

32 Gudang 0.33 0.20 66 Kayumanis -0.01 0.50

33 Babakan Pasar 0.16 0.34 67 Mekarwangi 0.05 0.45

(28)

18

Lampiran 7 Posisi kelurahan pada Moran Scatterplot selama lima tahun

Kode

Kelurahan Kelurahan

Kuadran

2007 2008 2009 2010 2011

1 Mulya Harja RR RR RR RR RR

2 Pamoyanan RR RR RR RR RR

3 Rangga Mekar RT RT RT RT RT

4 Genteng RR RR RR RR RR

5 Kertamaya RT RT RT RT RT

6 Rancamaya RR RR RR RR RR

7 Bojongkerta RR RR RR RR RR

8 Harjasari RR RT RT RR RR

9 Muarasari RT RT RT RT RT

10 Pakuan RR RR RR RR RR

11 Cipaku RT RT RT RT RT

12 Lawang Gintung TT TT TT RT RT

13 Batu Tulis TR TR RR RR RR

14 Bondongan RR RR RR TR TR

15 Empang TR TR TR RR RR

16 Cikaret TR RR RR RR RR

17 Sindangsari RR RR RR RR RR

18 Sindangrasa RR RT RT RT RR

19 Tajur RR RR RR RR RR

20 Katulampa TT RT RT TT TT

21 Baranangsiang TR TR TR TR TR

22 Sukasari TT TT RT RT RT

23 Bantarjati TT TT TT TT TT

24 Tegal Gundil TR TR TR TR TR

25 Tanahbaru TT TT TT TT TT

26 Cimahpar TR RR RR TR RR

27 Ciluar RR RR RR RR RR

28 Cibuluh RT RT TT TT RT

29 Kedunghalang TR TR TR TR TR

30 Ciparigi RR TR TR TR RR

31 Paledang RT RT RT RT RT

32 Gudang RR RR RR RR RR

33 Babakan Pasar RR RR RR RR RR

(29)

19

Lampiran 7 (lanjutan)

Kode Kelurahan

Kelurahan Kuadran

2007 2008 2009 2010 2011

35 Babakan TR TR TR TR TR

36 Sempur TT TT TT RT TT

37 Pabaten RR RR RR RR RR

38 Cibogor RT RT RT RT RT

39 Panaragan RR TR RR TR RR

40 Kebon Kelapa TR TR RR RR TR

41 Ciwaringin RR RR RR TR RR

42 Pasir Mulya RR RR RR RR TR

43 Pasir Kuda TR RR RR TR TR

44 Pasir Jaya TT RT RT RT RT

45 Gunungbatu TT TT TT TT TT

46 Loji RR RR TR RR TR

47 Menteng TT TT TT TT TT

48 Cilendek Timur RR TR TR TR RR

49 Cilendek Barat TT TT TT TT TT

50 Sindangbarang TT TT TT TT TT

51 Margajaya RR RR RR RR RR

52 Balumbangjaya RR RR RR RR RR

53 Situgede RR RR RR RR RR

54 Bubulak RT RT RT RT TT

55 Semplak TT TT RT TT RT

56 curugmekar RT RT RT TT RT

57 Curug RR TR RR RR RR

58 Kedungwaringin RR TR TR TR TR

59 Kedungjaya RR TR RR RR RR

60 Kebon Pedes TT TT TT TT TT

61 Tanah Sareal TR TR TR TR RR

62 Kedung Badak TT TT TT TT TT

63 Sukaresmi RR RR RR RR RR

64 Sukadamai TT RT TT RT RT

65 Cibadak RT RT TT TT TT

66 Kayumanis RR RR RR RR RR

67 Mekarwangi RT RT RT RT RT

68 Kencana RR RR RR RR RR

(30)

Gambar

Gambar 1 Ilustrasipenghitungan matriks
Gambar 2 Ilustrasi Plot Pencaran Moran
Tabel 2  Nilai  Indeks  Moran,  nilai  Harapan  Indeks Moran dan nilai Ragam Indeks Moran tahun 2007-2011
Gambar 4 kuadran TT disajikan dengan warna
+4

Referensi

Dokumen terkait

N KEPATUHAN PAJAK 31 31 PENGETAHUAN PAJAK 31 31 SOSIALISASI 31 31 SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN 31 31 Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed

Pada awal Islamisasi di Aceh, para penyebar Islam adalah para. pedagang dan bersamaan itu pula datang para ulama, dai,

Dan ansuran Margin yang harus diberikan nasabah kepada BMT As- Syifa’, setiap hari sama dan disertai membayar ansuran pokok pembiayaan yang disesuaikan dengan jangka waktu yang

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, hasil hipotesis 3 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor tes akhir hasil belajar keterampilan

Stasioneritas berarti bahwa tidak terjadinya pertumbuhan dan penurunan data. Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila pola data tersebut berada pada kesetimbangan disekitar nilai

Kemampuan seorang petenis menguasai teknik dengan baik tergantung dari latihan yang diberikan, dan salah satunya adalah metode latihannya. Pukulan forehand drive ,

Konsep gitar akustik rotan ini adalah dengan mengaplikasikan papan rotan laminasi yang merupakan produk hasil riset Pak Dodi Mulyadi di PIRNAS (Pusat Inovasi

Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini