• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara Melalui Pendekatan Daya Dukung Di Pesisir Lombok Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara Melalui Pendekatan Daya Dukung Di Pesisir Lombok Utara."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA KERANG

MUTIARA MELALUI PENDEKATAN DAYA DUKUNG

DI PESISIR LOMBOK UTARA

FITRA WIRA HADINATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara melalui Pendekatan Daya Dukung di Pesisir Lombok Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

FITRA WIRA HADINATA. Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara melalui Pendekatan Daya Dukung di Pesisir Lombok Utara. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan YONVITNER.

Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha dimasa datang. Usaha budidaya kerang mutiara masih terbatas pada perusahaan besar yang kebanyakan penanam modal asing. Di sisi lain ada permasalan yang dihadapi yaitu pemanfaatan wilayah pesisir secara besar-besaran tanpa memperhatikan kesesuaian dan daya dukung lingkungan.

Permasalahan lainnya adalah tindakan eksploitasi wilayah pesisir yang tidak terbatas tanpa mempertimbangkan aspek kesesuaian dan daya dukung lingkungan. Penelitian ini mengkaji tentang pengelolaan kawasan pesisir Lombok Utara dengan pendekatan daya dukung. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian, mengestimasi daya dukung kawasan dan menyusun strategi pengelolaan kawasan untuk kegiatan budidaya kerang mutiara.

Kajian penelitian ini yaitu mengenai pengelolaan kawasan pesisir Lombok Utara melalui pendekatan daya dukung dengan tujuan mengevaluasi kesesuaian, estimasi daya dukung kawasan, dan menyusun strategi pengelolan kawasan untuk kegiatan budidaya kerang mutiara. Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Lombok Utara pada Bulan November – Desember 2014 melalui metode survey lapang dan data sekunder.

Analisis data terdiri dari analisis kesesuaian dan daya dukung melalui pendekatan spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil analisis kesesuaian menunjukkan bahwa pemanfaatan kawasan pesisir untuk budidaya kerang mutiara di pesisir Lombok Utara dikategorikan menjadi tiga kelas kesesuaian, yaitu sangat sesuai (S1) dengan luas 87.61 ha (8.57%), sesuai (S2) dengan luas 743.13 ha (72,68%), dan tidak sesuai (S3) dengan luas 191,72 ha (18,75%).

Daya Dukung Kawasan digambarkan dalam jumlah unit budidaya mutiara dan jumlah produksi kerang pada satu periode budidaya yang mampu didukung oleh lingkungan. Daya dukung untuk kelas kelayakan sangat sesuai (S1) dengan sistem tali rentang sejumlah 58 unit dan produksi kerang mutiara sejumlah 130.831 kerang. Budidaya dengan rakit apung sejumlah 110 unit dan produksi sejumlah 137.372 kerang. Kelas kelayakan sesuai (S2) dengan sistem tali rentang sejumlah 248 unit dan produksi sejumlah 554.870 kerang. Budidaya dengan sistem rakit apung sejumlah 379 unit dan produksi sejumlah 475.603 kerang. Strategi pengelolaan kawasan budidaya kerang mutiara di Kabupaten Lombok Utara yaitu spesialisasi fungsi kawasan, perbaikan struktur metode dan upaya produksi, monitoring lingkungan berkala, penyusunan dan penguatan fungsi kelompok dan, pemberian akses modal.

(6)

vi prospect in the future business development. Pearl oysters culture was limited conducted by big companies, mostly foreign capital investment. In other side, there were some problems which should solved, it were coastal area utilization on big scale without considering the environment suitability and capacity.

This research assessed coastal zone management in North Lombok by carrying capacity approach. The aims of this research were evaluate the suitability, estimate the carrying capacity and compose regional management strategies for pearl farming activities.

This research was conducted in North Lombok coastal area from November to December, 2014. Biophysical data were collected by field surveys and it were supported by of secondary data. Data analysis methodologies used suitability analysis and carrying capacity with spatial approach by Geographic Information System (GIS). The result of suitability classes in North Lombok coastal area were divided into three classes, there were S1 class (very suitable) covering 87,61 ha (8,57%), S2 (suitable) covering 743,13 ha (72,68%), and S3 (not suitable) covering 191,72 ha (18,75%).

Regional carrying capacity was described in pearl cultivation unit and quantities of oysters production on a cultivation period which could be supported by environment. Carrying capacity for S1 (very suitable) conducted by rope system which covering 58 units and 130.831 mussels. Cultivation by floating rafts were 110 units and production were 137.372 mussels. Suitable class (S2) was conducted by rope system which covering of 248 units and 554.870 mussels. Cultivation floating raft system were 379 units and 475.603 mussels. The management strategies of pearl culture areas North Lombok are improve to specialisation fungtions of areas, repair structures of methods and productions eforts, monitoring areas with a periods, to compose groups and reinforce focus groups, and to create guarantee acces the capital.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA KERANG

MUTIARA MELALUI PENDEKATAN DAYA DUKUNG

DI PESISIR LOMBOK UTARA

FITRA WIRA HADINATA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

x

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWT atas karunia yang telah diberikan sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Penyusunan tesis ini adalah bagian dari tugas akhir yang ditempuh penulis dalam menyelesaikan pendidikan program pascasarjana di Program Studi Magister Sains Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang berjudul Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara melaui Pendekatan Daya Dukung di Pesisir Lombok Utara ini sangat relevan dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, khususnya bagi pengembangan marikultur. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc dan Dr Yonvitner, SPi MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Ibu Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan memberikan arahan dan masukan terhadap kesempurnaan tesis;

2. Bapak Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi sebagai ketua program studi dan Bapak Dr. Zulhamsyah Imran, SPi MSi sebagai sekertaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan beserta staf yang memberikan layanan administrasi yang baik;

3. Kedua orang tua saya Bapak H. Wahiddin, SE dan Ibu Hj. Sri Handayani, SPd yang selalu memberikan semangat dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis;

4. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara beserta staf, Manager PT. Autore Pearl Culture yang telah memberi dukungan fasilitas dan data dalam penyelesaian tesis; 5. Rekan-rekan mahasiswa SPL yang telah membantu dan memberikan

masukan selama penyusunan tesis;

6. Keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, pengertian dan kasih sayang selama ini dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Maret 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

Kerangka Penelitian 3

Karakteristik Kesesuaian Kawasan 7

Pendugaan Daya Dukung Kawasan 8

Jumlah Unit Budidaya Kerang Mutiara 8

Estimasi Jumlah Produksi Kerang Mutiara 9

Strategi Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara 9

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11

Perikanan Tangkap 11

Perikanan Budidaya 12

Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra 12

Kondisi Oseanografi; Biologi, Fisika, dan Kimia Perairan

di Pesisir Lombok Utara 14

Kecepatan Arus 14

Materi Padatan Tersuspensi 14

Kedalaman Perairan 15

Kelimpahan Fitoplankton 16

Oksigen Terlarut 16

Kesesuaian Kawasan Budidaya Kerang Mutiara 21 Pendugaan Daya Dukung Budidaya Kerang Mutiara 22

Estimasi Produksi Kerang Mutiara 23

Strategi Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara 23

4. Simpulan dan Saran 26

Simpulan 26

Saran 26

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

1. Koordinat dan deskripsi stasiun penelitian 5

2. Parameter, alat, dan sumber data 6

3. Sistem penilaian kesesuaian budidaya kerang mutiara 7 4. Evaluasi penilaian kesesuaian perairan budidaya kerang mutiara 8 5. Jumlah kelompok nelayan di Kecamatan Pemenang 11 6. Hasil pengukuran parameter biologi, fisika, dan kimia 13 7. Luasan kesesuaian perairan budidaya kerang mutiara 22

8. Jumlah unit budidaya kerang mutiara 23

9. Estimasi produksi budidaya kerang mutiara untuk satu periode 23 10.Strategi pengelolaan kawasan budidaya kerang mutiara 24

DAFTAR GAMBAR

6. Sebaran spasial kecepatan arus (cm/s) Bulan November

dan Desember 14

7. Sebaran spasial materi padatan tersuspensi (mg/l) Bulan

November dan Desember 15

8. Sebaran spasial kedalaman perairan (m) Bulan November

dan Desember 15

9. Sebaran spasial kelimpahan fitoplankton (sel/l) Bulan

November dan Desember 16

10.Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) Bulan November

dan Desember 17

11.Sebaran spasial kecerahan perairan (m) Bulan November

dan Desember 18

12.Sebaran spasial salinitas perairan (ppt) Bulan November

dan Desember 19

13.Sebaran spasial suhu perairan (oC) Bulan November

dan Desember 19

14.Sebaran spasial klorofil-a (mg/l) Bulan November

dan Desember 20

15.Sebaran spasial pH perairan Bulan November

dan Desember 21

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi kegiatan penelitian 31

2. Tabulasi data oseanografi Bulan November 32 3. Tabulasi data oseanografi Bulan Desember 33

4. Desain unit budidaya kerang mutiara 34

5. Perhitungan estimasi jumlah produksi kerang mutiara 37 6. Peta kesesuaian budidaya kerang mutiara Bulan November

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Sujoko 2010). Jenis mutiara yang paling mahal dan terkenal dari Indonesia adalah South Sea Pearl (mutiara laut selatan), yang dihasilakan oleh kerang Pinctada maxima.

Upaya peningkatan produksi mutiara, pengembangan budidaya kerang mutiara pun semakin meningkat. Upaya peningkatan produksi mutiara dilakukan dengan menambah jumlah produksi dan memperbaiki kualitas produksi mutiara. Salah satu upaya meningkatkan jumlah produksi kerang dengan mengembangkan usaha budidaya mutiara.

Di Lombok Utara potensi pengembangan pembesaran bibit kerang mutiara sangat mendukung. Hasil produksi dari bibit kerang mutiara berkualitas baik sehingga menjadikan kawasan ini sebagai pilihan pengembangan budidaya. Pemanfaatan wilayah pesisir untuk pengembangan budidaya kerang mutiara di Lombok Utara bersanding dengan pemanfaatan ruang Taman Wisata Perairan Gili Matra, alur pelayaran wisata, dan daerah penangkapan ikan. Selain itu sifat dari lingkungan pesisir yang dinamis, hal ini berdampak kematian masal kerang mutiara dan produksi mutiara menurun. Optimalisasi pemanfaatan ruang yang terbatas secara optimal diperlukan untuk meningkatkan kapasitas ruang laut yang menunjang budidaya kerang mutiara.

Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelayakan budidaya demi keberhasilan kegiatan budidaya dan mencegah tumpang tindih pemanfaatan kawasan. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan, dan sumberdaya manusia.

Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya kerang mutiara adalah kawasan perairan yang tidak cocok untuk pemeliharaan kerang mutiara. Data atau informasi tentang kelayakan lahan (site suitability) dan daya dukung lahan (carryng capacity) sangatlah diperlukan untuk pengembangan budidaya kerang mutiara secara baik dan terukur.

Perumusan Masalah

(20)

2

Pengembangan budidaya kerang mutiara merupakan salah satu jenis pemanfaatan kawasan pesisir yang belum memiliki arah yang jelas dalam pengembangannya. Lokasi pengembangan budidaya kerang mutiara di pesisir Kabupaten Lombok Utara berada di sebelah selatan TWP Gili Matra. Lokasi ini sangat dekat dengan alur pelayaran wisata menuju Gili Matra. Selain itu terdapat kegiatan penangkapan ikan di sekitar kawasan budidaya kerang mutiara oleh nelayan yang bermukim di pesisir Lombok Utara. Hal ini memberikan dampak dari segi pemanfaatan ruang dan keamanan pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara.

Di sisi lain upaya pemanfaatan kawasan budidaya kerang mutiara yang dilakukan hanya dengan memperhatikan beberapa pertimbangan diantaranya kedalaman perairan dan kecerahan perairan. Persoalan ini dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan ruang di pesisir Lombok Utara menjadi tidak efektif. Salah satu pilihan dalam penentuan lokasi budidaya yaitu teknologi pemetaan kawasan. Aplikasi teknologi ini, dipergunakan untuk menggambarkan lokasi bagi pengembangan budidaya laut yang dipadukan dengan parameter ekosistem perairan. Informasi ini sangat dibutuhkan sehingga dapat menggambarkan luasan kawasan peruntukan, potensi gangguan, dan pemanfaatan teknologi yang akan diterapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kajian kesesuaian ruang pengembangan budidaya kerang mutiara berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi pada pesisir Lombok Utara. Perlu dikaji kelayakan lingkungan sehingga dapat ditentukan kawasan yang benar-benar optimal dan mampu memberikan keuntungan dan manfaatan yang baik. Diharapkan tidak terjadi konflik pemanfaatan kawasan perairan budidaya kerang mutiara dengan zonasi TWP Gili Matra, alur pelayaran wisata maupun daerah penangkapan ikan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelola kawasan pesisir Lombok Utara untuk pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara berbasis daya dukung. Tujuan spesifiknya adalah:

1. Mengevaluasi kesesuaian dan mengestimasi daya dukung kawasan untuk kegiatan budidaya kerang mutiara;

2. Menyusun strategi pengelolaan kawasan untuk kegiatan budidaya kerang mutiara.

(21)
(22)

4

2. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada pesisir kawasan Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tepatnya pada pesisir Desa Malaka, Pemenang Barat, Pemenang Timur, dan Gili Indah (Gambar 2).

Gambar 2 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan (November-Desember 2014), kegiatan ini bertujuan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian meliputi proses pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan.

Stasiun Sampling

(23)

Tabel 1 Koordinat dan deskripsi stasiun penelitian

Stasiun Koordinat Keterangan

Lintang Bujur Pembatasan area penelitian dilakukan terkait dengan batas perairan terbuka yang terbebas dari jalur pelayaran penumpang wisata dan daerah penangkapan ikan oleh nelayan tradisional. Gambar 3 merupakan sebagian aktifitas yang dilakukan di lokasi penelitian.

Gambar 3. Aktifitas di lokasi penelitian Tahap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap seperti berikut.

1. Pengumpulan data parameter biologi, fisika, dan kimia yang terdiri dari: arus, materi padatan tersuspensi, kedalaman perairan, kelimpahan fitoplankton, oksigen terlarut, kecerahan perairan, salinitas, suhu, klorofil-a, dan pH.

(24)

6

parameter. Tujuan dari pembobotan ini adalah untuk membedakan nilai pada tingkat kesesuaian agar bisa diperhitungkan dalam perhitungan akhir zonasi dengan menggunakan metode skoring.

3. Estimasi daya dukung kawasan budidaya kerang mutiara dengan pendekatan spasial, sehingga didapatkan jumlah maksimum rakit apung dan tali rentang yang mampu ditampung dengan tetap mempertimbangkan keberhasilan budidaya kerang mutiara.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini guna mengestimasi daya dukung kawasan budidaya kerang mutiara meliputi data primer serta data sekunder (Tabel 2). Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan ataupun wawancara. Data sekunder adalah data yang belum ataupun telah diolah suatu instansi yang hasil olahannya tersebut telah didokumentasikan dalam bentuk laporan.

1. Data primer, diperoleh melalui survei lapangan meliputi komponen data biologi, fisika, dan kimia yang dilakukan di kawasan budidaya kerang mutiara, dan di luar kawasan budidaya kerang mutiara.

2. Data sekunder, diperoleh melalui penelusuran dokumen hasil penelitian dan dokumen yang terdokumentasi pada perpustakaan dan instansi terkait lain. Peta-peta pendukung, yang dalam penelitian ini diperoleh dari instansi terkait seperti BAPPEDA, Dinas Hidro Oseanografi (Dishidros), TNI AL, dan Bakosurtanal.

Tabel 2 Parameter, alat, dan sumber

Parameter Alat/Spesifikasi Sumber data

Fisika

1. Suhu (oC) Termometer In situ

2. Kedalaman (m) Peta Batimetri

Dishidros

Peta Dishidros

3. Kecerahan (m) Secchi disk In situ

4. Kecepatan arus (cm/s) Peta sebaran arus NOAA 5. Materi padatan tersuspensi (mg/l) Spektofotometer In situ & Lab. Kimia

1. pH pH meter In situ

2. Salinitas (ppt) Refraktometer In situ

3. Oksigen terlarut (mg/l) DO meter In situ Biologi

1. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) Plankton net In situ & Lab. 2. Klorofil-a (mg/l) Sebaran klorofil

NOAA

(25)

Metode Pengumpulan Data

Karakteristik Kesesuaian Kawasan

Pengambilan data untuk karakteristik kesesuaian kawasan perairan yang dilakukan pada lingkungan budidaya kerang mutiara. Penentuan lokasi pengambilan sampel lingkungan perairan dilakukan dengan purposive random sampling dengan pertimbangan bahwa masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat mewakili karakteristik lingkungan perairan lokasi budidaya kerang mutiara. Lokasi sampling meliputi 10 stasiun, tiga stasiun diantaranya berada di lokasi budidaya eksisting dan tujuh stasiun berada di sekitar luar lokasi budidaya eksisiting.

Analisis kesesuaian kawasan perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian untuk parameter fisik, kimia, dan biologi (Tabel 3). Analisis kesesuaian lokasi yang tepat menghasilkan produktivitas yang lebih baik dan menjanjikan untuk pengembangan budidaya laut (Kumar 2014). Penyusunan matrik kesesuaian merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan pembobotan.

Tabel 3. Sistem penilaian kesesuaian perairan budidaya kerang mutiara

Parameter Bobot S1 S2 S3

Sumber: Modifikasi Kangkan (2006) dan Suryanto (2005)

Keterangan:

1. Bobot berdasarkan pengaruh parameter dominan 2. Skor berdasarkan range parameter

Perhitungan nilai kesesuaian bagi pengembangan aktivitas budidaya kerang mutiara menggunakan persamaan berikut (Yulianda 2007):

IKK =

%

Keterangan :

IKK : Indeks kesesuaian kawasan Ni : bobot x skor

(26)

8

Hasil akhir dari analisis SIG melalui pendekatan overlay model adalah diperolehnya peringkat kelas kesesuaian kawasan untuk budidaya kerang mutiara. Kelas kesesuaian kawasan terdiri dari tiga kelas kesesuaian (Poernomo 1992; Bakosurtanal 1996) adalah:

Kelas S1 : Sangat sesuai (highly suitable)

Kawasan ini sangat sesuai untuk budidaya kerang mutiara tanpa adanya faktor pembatas yang berarti, atau memiliki faktor pembatas yang minor dan tidak akan menurunkan produktivitasnya secara nyata.

Kelas S2: Sesuai (suitable)

Kawasan ini mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktivitas budidaya kerang mutiara. Pembatas ini akan meningkatkan masukkan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Kelas S3: Tidak sesuai (not suitable)

Selain itu kawasan ini mempunyai pembatas permanen dan berat sehingga sulit untuk diusahakan kegiatan budidaya kerang mutiara.

Selanjutnya untuk mendapatkan peta yang menggambarkan lokasi pengembangan budidaya dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika, kimia, dan biologi pada setiap koordinat. Proses ini disusun berdasarkan gabungan kelas kesesuaian yang setingkat (Tabel 4). Kemudian dilanjutkan dengan proses overlay untuk membentuk plot peta zona peruntukan budidaya kerang mutiara dengan bantuan software ArcGis versi 10.3. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk mempertimbangkan interaksi antara kegiatan budaya dan habitat sensitif (McKindsey 2006).

Tabel 4 Evaluasi penilaian kesesuaian perairan budidaya kerang mutiara No. Kisaran nilai (Skor) Tingkat kesesuaian Evaluasi/

kesimpulan

1. 85 – 100 % S1 Sangat sesuai

2. 75 – <85 % S2 Sesuai

3. <65-74 % S3 Tidak sesuai

Sumber: Sutaman (1993); Utojo (2000)

Pendugaan Daya Dukung Kawasan

Jumlah Unit Budidaya Kerang Mutiara

Perhitungan daya dukung didasarkan pada hasil analisis kesesuaian. Analisis daya dukung diprioritaskan pada kelas kesesuaian S1(sangat sesuai) dan S2 (sesuai) (Kangkan 2006). Pada lokasi budidaya kerang mutiara yang tergolong kelayakan S1 (sangat sesuai) luas perunit sistem tali rentang yaitu 1,5 ha, luas perunit sistem rakit apung dengan luas perunit 0,8 ha. Kelas kelayakan S2 (sesuai) luas perunit sistem tali rentang yaitu 3 ha, luas pernuit sistem rakit apung dengan luas perunit 1,96 ha (Lampiran 4).

(27)

Gambar 6 Desain sistem tali rentang

Gambar 7 Desain sistem rakit apung

Estimasi Jumlah Produksi Kerang Mutiara

Estimasi jumlah produksi dihitung dengan menggunakan pendekatan dua sistem budidaya (Lampiran 5). Sistem budidaya tali rentang, tiap unitnya berisi 3.200 kerang, sedangkan sistem rakit apung, tiap unitnya berisi 1.972 kerang. Asusmsi masa pemeliharaan selama enam bulan, survival rate 70% (Sujoko 2010).

Starategi pengelolaan kawasan budidaya kerang mutiara

(28)

10

(29)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan kawasan pesisir Desa Malaka, Desa Pemenang Timur, dan Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Lokasi penelitian meliputi Teluk Kombal, Teluk Nare, dan Teluk Kodek. Dengan luas kawasan perairan ± 1.652 Ha.

Penduduk di Kecamatan Pemenang berjumlah 32.949 orang yang terdiri dari 16.711 laki-laki dan 16.238 perempuan (BPS 2012). Mata pencaharian pokok penduduk di Kecamatan Pemenang yaitu pada bidang perkebunan dan perikanan. Kegiatan perikanan yang dilakukan merupakan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat masih tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan.

Perikanan Tangkap

Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat Desa Malaka, Pemenang Barat, Pemenang Timur, dan Gili Indah (Tabel 5). Kegiatan penangkapan masih tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan.

Tabel 5 Jumlah kelompok nelayan di Kecamatan Pemenang Desa Kelompok Nelayan tradisional karena armada kapal yang digunakan masih tergolong sederhana yaitu menggunakan perahu kayu tradisional dengan ukuran panjang 5 - 7 meter yang digerakkan dengan layar atau dengan mesin tempel 5 PK sementara alat tangkap yang dipergunakan model gill net, jaring muroami, dan model pancing dasar. Pada Kecamatan Pemenang belum terdapat TPI (tempat pelelangan ikan), sehingga ikan yang didaratkan langsung dijual ke pengumpul. Daerah penangkapan oleh nelayan tersebar di sebelah barat dan utara pesisir Lombok Utara.

Perikanan Budidaya

(30)

12

nama menjadi PT. Autore Pearl Culture, hingga saat ini perusahaan ini masih beroperasi.

Sejak tahun 2013 perusahaan ini telah menjalankan upaya kerja sama dengan nelayan tradisional yang berada di Kecamatan Pemenang dan Kecamatan Tanjung. Kerja sama ini dalam upaya meningkatkan produksi kerang mutiara serta untuk menciptakan peluang usaha bagi nelayan tradisonal. Bentuk kerja sama yang ditawarkan oleh perusahaan pengusaha budidaya adalah modal pinjaman yang selanjutnya dapat dilunasi dengan cara dicicil. Selanjutnya hasil produksi kerang dari nelayan tradisonal akan dibeli kembali oleh perusahaan. Jauh sebelum adanya upaya kerja sama budidaya kerang mutiara dengan nelayan tadisional sempat terjadi konflik antara nelayan dan pengusaha. Konflik pemanfaatan kawasan untuk usaha budidaya dengan peruntukan fishing ground.

Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra

Taman wisata perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi. Mempunyai potensi sumberdaya alam dan biota laut yang dapat dikembangkan untuk pemanfaatan wisata bahari antara lain; hamparan terumbu karang, ikan terumbu, padang lamun, mangrove, penyu, perikanan pelagis kecil, pantai pasir putih, dan perairan yang jernih. Kawasan taman wisata perairan Gili Matra memiliki luasan 2.273,56 ha.

Keindahan ekosistem (terumbu karang, lamun dan mangrove), keanekaragaman jenis ikan, dan keindahan pantai di Gili Matra juga mendatangkan manfaat langsung dari aktivitas wisata bahari. Konsep wisata bahari mencakup berbagai kegiatan pariwisata, hiburan, dan berorientasi rekreasional yang terjadi di zona pesisir dan perairan pesisir lepas pantai (Hall 2001). Status Taman Wisata Perairan juga membuat permintaan wisata pada wilayah TWP Gili Matra meningkat. Sejak dinyatakan sebagai kawasan konservasi Tahun 1993, kegiatan pariwisata telah berkembang dengan pesat, dan disisi lain menyebabkan degradasi ekosistem (Suana dan Ahyadi 2012). Kenaikan jumlah wisatawan tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata.

Kondisi Oseanografi; Biologi, Fisika, dan Kimia Perairan di Pesisir Lombok Utara

(31)

Tabel 6 Hasil pengukuran parameter biologi, fisika, dan kimia

Parameter

Bulan November Bulan Dessember

Standar mutu

Sumber Terendah Tertinggi Rata-rata Standar

deviasi

(32)

14

Penilaian kondisi oseanografi perairan di Pesisir Lombok Utara untuk kesesuaian budidaya kerang mutiara dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kawasan perairan. Karakteristik perairan meliputi kecepatan arus, materi padatan tersuspensi, kedalaman perairan, kelimpahan fitoplankton, oksigen terlarut, kecerahan perairan, salinitas perairan, suhu perairan, klorofil-a, dan pH perairan.

Kecepatan Arus

Sebaran spasial kecepatan arus dipesisir Lombok Utara berkisar 17,5-20 cm/s (Gambar 6). Pada Bulan November berkisar antara 17,5 sampai 20 cm/s. Nilai kecepatan arus tinggi pada stasiun 1, 2, 3, 8, 9, dan 10 sedangkan nilai yang lebih rendah berada pada stasiun 4, 5, 6, dan 7. Arus pada Bulan Desember berkisar anatara 19,5 sampai 20 cm/s. Nilai kecepatan arus tinggi pada stasiun 1, 2, 8, dan 9 sedangkan nilai yang lebih rendah berada pada stasiun 3, 4, 5, 6, 7, dan 10. Kenaikan kecepatan arus dapat mempersingkat flushing time. Sehingga meningkatkan pasokan partikel makanan (fitoplankton) menjadi lebih banyak karena terbawa oleh arus (Longdill 2008).

Gambar 6 Sebaran spasial kecepatan arus (cm/s) Bulan November dan Desember Kisaran nilai kecepatan arus tersebut mendukung untuk lokasi budidaya kerang mutiara yaitu sebesar 16-25 cm/s (DKP 2002). Adanya turbulensi dan kondisi peraian yang terbuka diduga menjadi perbedaan kuat arus (Perez 2005). Kerang mutiara yang dibudidayakan sangat cocok pada lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan arus yang kuat serta pasang surut yang terjadi dapat menggantikan massa air secara total dan teratur untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan plankton (Sutaman 1993). Berdasarkan hasil penelitian, lokasi dengan arus 19 cm/s diduga prospek kegiatan budidaya kerang mutiara akan baik dan menjamin ketersedian makanan.

Materi Padatan Tersuspensi

(33)

(Linda 2012)Pergerakan air berupa pasang surut akan mampu mengaduk sedimen yang ada (Satria dan Widada 2004).

Gambar 7 Sebaran spasial materi padatan tersuspensi (mg/l) Bulan November dan Desember

Kisaran nilai materi padatan tersuspensi di pesisir Lombok Utara berkisar antara 10-40 mg/l, nilai ini tergolong baik dan mendukung untuk lokasi budidaya kerang mutiara yaitu sebesar 16-25 mg/l (SK Meneg. LH No. 51 Tahun 2004). Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan dapat mempengaruhi penempatan rakit apung dan tali rentang. Lokasi perairan terlalu dalam akan menyebabkan kesulitan dalam penempatan jangkar sebagai tambatan agar tidak bergerak. Sebaran spasial kedalaman perairan di pesisir Lombok Utara pada Bulan November dan Bulan Desember nilai kedalaman berkisar antara 20-40 m (Gambar 8). Perbedaan kedalaman diduga disebabkan oleh kontur dasar laut. Topografi daerah pesisir lokasi sampling dari daratan ke arah laut umumnya curam, langsung berupa tubir yang menjorok ke dasar laut. Menurut Wibisono (2005) relief dasar laut mempengaruhi kedalaman suatu perairan.

Gambar 8 Sebaran spasial kedalaman perairan (m) Bulan November dan Desember

(34)

16

(Radiarta 2003). Penentuan tingkat kedalaman tersebut mempertimbangkan dimensi kantong jaring dan jarak minimal antara dasar kantong jaring dan dasar perairan (Adipu 2013).

Kelimpahan Fitoplankton

Sebaran spasial kelimpahan fitoplankton di perairan Lombok Utara berkisar 4.000-15.000 (sel/l) Bulan November dan Bulan Desember nilai kelimpahan fitoplankton berkisar antara 4.000-11.0000 (sel/l) (Gambar 9). Nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 3 dan 4 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 6. Keberadaan fitoplankton di perairan selain karena nutrien, beberapa faktor seperti kecerahan dan arus juga memiliki kaitan. Sebaran fitoplankton bersifat dinamis bergantung pada siklus harian dan musiman (Gigliola 2012).

Gambar 9 Sebaran spasial kelimpahan fitoplankton (sel/l) Bulan November dan Desember

Keterkaitan distribusi kelimpahan fitoplankton diduga kuat berkaitan dengan dengan kedalaman perairan (Hamzah 2012). Selain itu proses filter-feeder pada kerang mutiara juga mempengaruhi konsenterasi fitoplankton di perairan (Filgueira 2014). Pengukuran kelimpahan fitoplankton pada lokasi penelitian berkisar antara 4670 sel/l sampai 15344 sel/l dengan nilai rata-rata 8965 sel/l. Nilai ini sesuai dengan kebutuhan untuk budidaya kerang mutiara yaitu > 15.000 & < 5x105 (Basmi, 2000 ;Wiadnyana (1998) dalam Haumau (2005).

Keberadaan fitoplankton di perairan selain faktor nutrien, beberapa faktor lain juga ada kaitannya, misalnya, kecerahan dan arus. Karena fitoplankton membutuhkan energi sinar untuk mekanisme fotosintesis, maka fitoplankton cenderung berada pada perairan yang mempunyai kecerahan baik. Perairan juga bersifat dinamis baik dalam siklus harian maupun musim. Karena itu, fitoplankton adalah organisme renik yang hidupnya dipengaruhi oleh pergerakan arus. Perubahan musim yang terjadi selalu diikuti oleh kepadatan fitoplankton. Penyebaran komposisi jenis dan kepadatan terjadi karena perubahan musim (Newell and Newell1963), konsentrasi cahaya, temperatur, mineral (Effendi 2003), run off, arus dan grazing (Vinyard 1979).

Oksigen Terlarut

(35)

pergerakan dan pencampuran massa air serta siklus harian (Cao 2007). Akan tetapi oksigen terlarut merupakan variabel yang dinamis dalam perairan, sehingga sangat berkaitan dengan siklus hariannya. Kondisi tersebut akan menyebabkan perbedaan nilai kandungan oksigen terlarut jika waktu pengukuran tidak sama. Hasil pengukuran oksigen terlarut pada lokasi penelitian dengan nilai rata-rata 7,27 mg/l. Nilai ini sesuai dengan kebutuhan oksigen kerang mutiara yaitu > 6 mg/l (Wibisono 2005).

Gambar 10 Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) Bulan November dan Desember

Daerah yang relatif terbuka mempunyai pergerakan massa air yang lebih baik sehingga memungkinkan terjadinya pencampuran massa air. Disamping itu, daerah yang terbuka lebih memudahkan terdifusinya oksigen ke dalam perairan, walaupun kontribusinya di perairan lebih kecil dibandingkan dengan mikroalga. Secara normatif, oksigen terlarut di perairan ditopang oleh aktifitas fotosintesa mikroalga dan difusi oksigen. Akan tetapi oksigen terlarut merupakan variabel yang dinamis dalam perairan, sehingga sangat berkaitan dengan siklus hariannya. Kondisi tersebut yang menyebabkan perbedaan kandungan oksigen terlarut (Naik 2015).

Kecerahan Perairan

Sebaran spasial kecerahan perairan di pesisir Lombok Utara berkisar antara 8,3-13,5 m pada Bulan November dan Bulan Desember nilai kecerahan perairan berkisar antara 9,3-13,5 m (Gambar 11). Nilai kecerahan tertinggi pada stasiun 3 dan 4 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 7. Nilai kecerahan perairan pada lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang tidak mendukung untuk budidaya kerang mutiara. Nilai ini kurang cocok untuk budidaya kerang mutiara, kedalaman ideal untuk budidaya kerang mutiara 4,5- 6,6 m (Radiarta 2003).

(36)

18

Gambar 11 Sebaran spasial kecerahan perairan (m) Bulan November dan Desember

Salinitas Perairan

Sebaran spasial salinitas perairan di pesisir Lombok Utara berkisar antara 33-36 ppt pada Bulan November dan Bulan Desember nilai salinitas perairan berkisar antara 34-36 ppt (Gambar 12). Nilai salinitas tertinggi pada stasiun 3 dan 4 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 7. Nilai salinitas perairan tertinggi pada stasiun 4 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 3. Nilai salinitas perairan pada lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang mendukung untuk budidaya kerang mutiara. Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh kerang dapat dipengaruhi oleh kadar salinitas. Pada dasarnya salinitas di bawah 14 ppt atau di atas 35 ppt dapat mengakibatkan kematian kerang yang dipelihara secara massal. Dalam hal ini, kerang mutiara dapat bertahan hidup pada kisaran salinitas yang tinggi berkisar diantara 20-50 ppt, akan tetapi salinitas yang baik untuk pertumbuhan kerang mutiara adalah 32-35 ppt (Sutaman 1993).

Gambar 12 Sebaran spasial salinitas peraian (ppt) Bulan November dan Desember

(37)

Suhu Perairan

Perairan di pesisir Lombok Utara memiliki kondisi suhu berkisar antara 29-31 °C pada Bulan November dan Bulan Desember nilai suhu perairan berkisar antara 29-31 °C (Gambar 13). Nilai suhu perairan tertinggi pada stasiun 4 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 8. Nilai suhu perairan pada lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang mendukung untuk kegiatan budidaya kerang mutiara. Indonesia yang beriklim tropis, pertumbuhan yang baik dicapai pada suhu antara 28-30°C (Sutaman 1993).

Gambar 13 Sebaran spasial suhu perairan (oC) Bulan November dan Desember Suhu perairan di pesisir Lombok Utara berkisar antara 29 oC sampai 31 oC dengan nilai rata-rata 29,72 oC. Nilai ini cocok untuk budidaya kerang mutiara yaitu 28-30 oC ( DKP 2003). Suhu merupakan salah satu parameter lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap organisme terutama dalam mengatur metabolisme tubuh suatu organisme di perairan sehingga berdampak pada pernafasan dan konsumsi oksigen pada organisme.

Klorofil-a

Konseterasi klorofil-a di pesisir Lombok Utara berkisar antara 0,15-0,16 pada Bulan November dan Bulan Desember nilai klorofil-a berkisar antara 0,12-0,13 (Gambar 14). Pada lokasi penelitian memiliki sebaran spasial klorofil-a yang hampir merata pada setiap stasiun, kecuali pada stasiun 4 dan stasiun 3 pada Bulan November dan Desember. Nilai klorofil-a perairan pada lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang kurang mendukung untuk kegiatan budidaya kerang mutiara.

(38)

20

Klorofil-a perairan di pesisir Lombok Utara memiliki nilai rata-rata 0,16 mg/l. Nilai ini cenderung tidak cocok untuk budidaya kerang mutiara yaitu >10( Effendi 2003). Perbedaan nilai klorofil-a yang terjadi di pesisir Lombok Utara diduga disebabkan oleh kelimpahan fitoplankton yang juga bervariasi di lokasi penelitian. Yusuf (1995) yang mengatakan konsenterasi klorofil-a umumnya berhubungan dengan kepadatan fitoplankton, khusunya bagi fitoplankton yang masih hidup. Pendapat ini didukung oleh Nontji (2005) bahwa tinggi atau rendahnya klorofil-a berbeda tergantung pada kelimpahan plankton.

pH Perairan

Pesisir Lombok Utara memiliki sebaran spasial pH perairan berkisar antara 6,8-7,4 pada Bulan November dan Bulan Desember nilai pH perairan berkisar antara 6,8-7,4 (Gambar 15). Nilai pH perairan tertinggi pada stasiun 1 dan 2 sedangkan nilai terendah berada pada stasiun 7, 8, dan 9. Nilai pH perairan pada lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang mendukung untuk kegiatan budidaya kerang mutiara. Menurut Winanto (2004) pH yang layak untuk kehidupan kerang mutiara berkisar antara 7,8-8,6. pH 7,9-8,2 kerang mutiara dapat berkembang dan tumbuh dengan baik. Mulyanto (1987), juga mengatakan bahwa pH perairan yang baik untuk hidup kerang mutiara adalah pada pH 7,8-8,6.

Gambar 15 Sebaran spasial pH perairan Bulan November dan Desember

Sebaran pH perairan di pesisir Lombok Utara memiliki nilai rata-rata 7,07. Nilai ini cocok untuk budidaya kerang mutiara yaitu 7-8 (Winanto 2002).

Kesesuaian Kawasan Budidaya Kerang Mutiara

Pemanfaatan kawasan pesisir Lombok Utara untuk budidaya kerang mutiara berdasarkan hasil analisis kesesuaian perairan dapat terdapat tiga kelas, yakni kelas sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai. Perbedaan luas kesesuaian terjadi pada Bulan November dan Desember (Tabel 7).

Tabel 7 Luas kesesuaian perairan budidaya kerang mutiara

Kriteria Luas Kawasan (ha)

November Desember Irisan

Sangat sesuai (S1) 87,61 153,93 87,61

Sesuai (S2) 767,55 828,76 743,13

(39)

Bulan November diketahui bahwa perairan yang sangat sesuai untuk budidaya kerang mutiara seluas 87,61 ha (8,57%), sesuai seluas 767,55 ha (75,07%), dan tidak sesuai 167,30 ha (16,36%). Lokasi perairan yang termasuk kelas sangat sesuai berada di sebelah utara desa Pemenang Barat dan Malaka (Lampiran 6). Kondisi yang berbeda terjadi pada Bulan Desember diketahui luas perairan yang sangat sesuai bertambah menjadi 153,93 ha (15,06%), luas perairan yang sesuai bertambah menjadi 828,76 ha (81,06%) sedangkan luas perairan tidak sesuai berkurang menjadi 39,76 ha (3,88%). Kesesuaian yang telah diketahui dapat membantu untuk penataan ruang yang saat ini menjadi tantangan dalam perancanaan pengembangan budidaya (Galparsoro 2009). Luas kawasan perairan budidaya kerang mutiara yang sesuai bersifat dinamis mengikuti dinamika kondisi perairan.

Luas kawasan kesesuaian pada pesisir Lombok Utara baik pada Bulan November dan Desember tahun 2014 mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan adanya beberapa parameter lingkungan yang berada dalam kondisi tidak optimum sehingga menjadi faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi penilaian dan pembobotan dalam kelas kesesuaian. Perubahan tersebut selanjutnya mempengaruhi luas kesesuaian kawasan. Oleh karena itu, perlu diketahui irisan dari dua bulan pengamatan melalui operasi tumpang susun sehingga didapatkan peta arahan pengembangan berdasarkan kelayakan lingkungan (Gambar 16).

Gambar 16 Peta kesesuaian kawasan budidaya kerang mutiara

(40)

22

743,13 ha (72,68%), dan kelas tidak sesuai yang berwarna merah dengan luas 191,72 ha (18,75%).Terdapat perbedaan kesesuaian pada lokasi penelitian karena pengaruh dari kondisi parameter biologi, fisika, dan kimia yang bersifat dinamis.

Kawasan yang layak untuk dijadikan lokasi budidaya terlihat pada peta kesesuaian dekat dengan pesisir Desa Malaka, Desa Pemenang Barat, dan Desa Pemenang Timur. Lokasi yang layak dekat dengan daratan. Lokasi layak yang dekat dengan daratan dindikasikan karena daerah ini lebih terlindung dan dekat dengan sungai yang menyumbang bahan organik dari darat. Kawasan budidaya kerang mutiara eksisting berada pada kawasan yang memiliki kelas kelayakan sesuai (S2) dan tidak sesuai (S3).

Pemanfaatan kawasan dengan kelas S1 dan S2 tersebut lebih diutamakan mengingat minimnya parameter lingkungan yang menjadi faktor pembatas, sehingga produktivitas perairan dapat ditingkatkan untuk pengembangan budidaya kerang mutiara. Kawasan yang sangat sesuai dan sesuai untuk budidaya kerang adalah lokasi yang sebagian besar parameter bilogi, fisika, dan kimia berada dalam kisaran yang sesuai dan memiliki potensi tinggi untuk pengembangan budidaya kerang (Radiarta 2009).

Pendugaan Daya Dukung Kawasan Budidaya Kerang Mutiara

Pendugaan daya dukung kawasan dengan pendekatan fisik kawasan sangat berkaitan dengan luas kawasan yang sesuai yaitu kelas sangat sesuai dan sesuai. Analisis daya dukung kawasan dilakukan untuk mengestimasi jumlah unit budidaya yang dapat didukung pada area yang berpotensi tanpa menimbulkan degradasi lingkungan dan penurunan kualitas atau kuantitas hasil produksi (Ross 2013). Pengelolaan kawasan perairan berbasis daya dukung sangat penting dilakukan untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya di perairan Pesisir Lombok Utara dengan adanya penentuan kawasan perairan tersebut, maka kelestarian ekosistem dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut dapat tercapai sehingga keberlanjutan usaha budidaya kerang mutiara dapat terus berlangsung.

Daya dukung perairan untuk kegiatan budidaya kerang di Pesisir Lombok Utara dengan menggunakan pendekatan kapasitas fisik perariran adalah 830,74 ha, analisis daya dukung didasarkan pada asumsi bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung kehidupan organisme. Daya dukung perairan digambarkan untuk masing-masing sistem budidaya, baik itu sistem tali rentang maupun rakit apung untuk kelas sangat sesuai dan sesuai (Tabel 8). Pesisir Lombok Utara yang tergolong sangat sesuai untuk budidaya kerang mutiara dengan luas 87,61 ha dapat menampung 58 unit tali rentang sedangkan untuk sistem rakit apung dapat menampung 110 unit. Lokasi perairan yang masuk dalam kategori sesuai seluas 743 ha dapat menampung 248 unit tali rentang sedangkan untuk sistem rakit apung dapat menampung 379 unit.

Tabel 8 jumlah unit budidaya kerang mutiara Sistem

budidaya

Jumlah unit persatuan luas (ha)

Sangat sesuai Sesuai

(41)

Daya dukung yang dihasilkan untuk masing-masing kelas kelayakan memiliki kapasitas tampung yang berbeda. Kawasan perairan kategori sangat sesuai mampu menampung hampir dua kali lipat dari jumlah optimum unit yang ditampung pada perairan dengan kategori sesuai. Luas kawasan 10 ha pada kelas kelayakan sangat sesuai dengan sistem budidaya tali rentang dapat menampung 6 unit sedangkang untuk kelas kelayakan sesuai hanya mampu menampung 3 unit tali rentang. Sistem budidaya rakit apung dengan luasan yang sama, yaitu 10 ha dapat menampung 12 unit pada perairan kategori sangat sesuai dan 5 unit pada perairan yang masuk kategori sesuai.

Estimasi Produksi Kerang Mutiara

Estimasi produksi kerang mutiara dihitung dari jumlah produksi kerang mutiara perluasan area. Asumsi masa pemeliharaan selama enam bulan, survival rate 70% (Sujoko, 2010). Daya dukung kawasan perairan di pesisir Lombok Utara diestimasi ke dalam produksi kerang mutiara yang dihasilkan perluasan area dan sistem budidaya yang digunakan (Tabel 9). Perairan di pesisir Lombok Utara yang termasuk dalam kelas kelayakan sangat sesuai seluas 87,61 ha dapat memproduksi 130.831 individu dengan menggunakan sistem tali rentang sedangkan dengan sistem rakit apung dapat menghasilkan sebanyak 137.372 individu kerang. Lokasi perairan dengan kelas kelayakan sesuai seluas 743,13 ha dapat menghasilkan 554.870 individu kerang dengan sistem tali rentang dan sistem rakit apung dapat memproduksi 475.603 individu kerang.

Tabel 9 Estimasi produksi budidaya kerang mutiara untuk satu periode Sistem

budidaya

*Estimasi jumlah Produksi (individu kerang) per satuan luas (ha)

Sangat sesuai Sesuai

Tali rentang 130.831/87,61 ha 21.333/10 ha 554.870/743,13 ha 10.667/10 ha Rakit apung 137.372/87,61 ha 22.400/10 ha 475.603/743,13 ha 9.143/10 ha

* survival rate 70% (Sujoko, 2010)

Estimasi produksi kerang mutiara dengan luas 10 ha pada kelas kelayakan sangat sesuai yang menggunakan sistem tali rentang dapat menghasilkan 21.333 individu kerang dan 22.400 individu dengan sistem rakit apung. Jumlah produksi untuk kelas kelayakan kategori sesuai menggunakan sistem tali rentang produksi kerang sejumlah 10.667 individu dan 9.143 individu kerang dengan sistem rakit apung.

Strategi Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara

(42)

24

pemanfaatakan secara optimal, merujuk pada hasil analisis kelayakan dan daya dukung lingkungan.

Tabel 10 Starategi pengelolaan kawasan budidaya kerang mutiara

Strategi Zona budidaya kerang mutiara

Zona intensif Zona terbatas Zona penyangga Produksi 1. Peningkatan kapasitas

produksi dengan

Lingkungan 1. Perlu monitoring dua kali selama proses

(43)
(44)

26

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pemanfaatan eksisting budidaya kerang mutiara masuk dalam kawasan tidak sesuai. Daya dukung untuk kelas kelayakan sangat sesuai dengan sistem tali rentang sejumlah 58 unit dan produksi kerang mutiara sejumlah 130.831 kerang. Budidaya dengan rakit apung sejumlah 110 unit dan produksi sejumlah 137.372 kerang. Kelas kelayakan sesuai dengan sistem tali rentang sejumlah 248 unit dan produksi sejumlah 554.870 kerang. Budidaya dengan sistem rakit apung sejumlah 379 unit dan produksi sejumlah 475.603 kerang. 2. Strategi pengelolaan kawasan budidaya kerang mutiara di Kabupaten

Lombok Utara yaitu spesialisasi fungsi kawasan, perbaikan struktur metode dan upaya produksi, monitoring lingkungan berkala, penyusunan dan penguatan fungsi kelompok, dan pemberian akses modal.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan dari rencana pengelolaan budidaya kerang mutiara sebagai berikut:

1. Uji coba pemeliharaan kerang mutiara pada lokasi terpilih guna mengetahui keberhasilan budidaya kerang mutiara;

2. Perlu adanya analisis kelayakan berbagai kegiatan pemanfaatan seperti penangkapan ikan, pelayaran, dan kegiatan wisata di kawasan pesisir Lombok Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Adipu Y, Lumenta C, Kaligis E, Sinjai HJ. 2013. Kesesuaian lahan budidaya laut di perarian Kabupaten Bolaang Mongodow Selatan, Sulawesi Utara. J Perikanan dan Kelautan Tropis. 9(1):19-26.

Akbulut A. 2003. The Relationship between phytoplantonic organisms and chlorophyll a in Sultan Sazligi. J. Hacettepe University. Ankara-Turkey. http:// journals, tubitak,gov.tr/botany/issue/bot-03-27-5/bot 27-5-5-0210-14.pdf.

Bakosurtanal. 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marin Kupang Nusa Tenggara Timur. Pusat bina aplikasi inderaja dan sistem informasi geografis.

Basmi J. 2000. Planktonologi : Plankton sebagai bioindikator kualitas perairan. Makalah, Fakultas Perikanan Instistut Pertanian Bogor, Bogor.

(45)

Dapueto A. Giulia. 2015. A spatial multi-criteria evaluation for site selection of offshore marine fish farm in the Ligurian Sea, Italy. J. Ocean & Coastal Management 116, 64.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Modul sosialisasi dan orientasi penataan ruang, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Ditjen pesisir dan pulau-pulau kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Profil pulau-pulau kecil di Indonesia. Jilid 1. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta. 104 hal. Effendi H. 2003. Telaah kualitas air: Bagi pengelolaan sumberdaya dan

lingkungan perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Filgueira R. 2014. A fully-spatial ecosystem-DEB model of oyster (Crassostrea virginica) carrying capacity in the Richibucto Estuary, Eastern Canada. J. of Marine Systems 136, 42–54.

Galparsoro Ibon. 2009. Predicting suitable habitat for the European lobster (Homarus gammarus), on the Basque continental shelf (Bay of Biscay), using Ecological-Niche Factor Analysis. J. ecological modelling 220. 556– 567

Gimpel AN Antje. 2015. A GIS modelling framework to evaluate marine spatial planning scenarios: Co-location of offshore wind farms and aquaculture in the German EEZ. J.l Marine Policy 55, 102.

Gigliola RBS, Cardoso AM, Coutinho FH, Pinto LH, Vieira RP, Chaia C, Lima JL, Albano RM, Martins OB, Clementino MM. 2012. Despite a great number of published studies addressing estuarine, freshwater and marine bacterial diversity, few have examined urban coastal lagoons in tropical habitats. Aquatic Bacterial Communities in Jacarepagua. (7);1-12.

Hall CM. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier?. Ocean & Coastal Management. 44: 601–618

Hamzah MS, Bisman Nababan. 2011. Pengaruh musim dan kedalaman terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup kerang mutiara (Pinctada maxima) di Teluk Kodek, Lombok Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3. Hal. 51

Haumau S. 2005. Distribusi spatial fitoplankton di perairan Teluk Haria Saparua, Maluku Tengah. Ilmu Kelautan Indonesian J. Of Marine Science, UNDIP. Vol 10. No 3. hal 126 – 136.

Kangkan A Leonidas. 2006. Studi penentuan lokasi untuk pengembangan budidaya laut berdasarkan Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.(tesis). Semarang (ID). UNDIP.

Kumar R Raushan. 2014. Study on potential application of geographic information systems (GIS) to find out suitable aquaculture site in Pune - Maharashtra, India. J. of Advanced Remote Sensing and GIS. Volume 3, Issue 1

(46)

28

Liu A Yang. 2014. Spatiotemporal variations in suitable areas for Japanese scallop aquaculture in the Dalian coastal area from 2003 to 2012. J. Aquaculture 422. 172–183

Longdill Peter C. Terry R. Healy. Kerry P. Black. 2008. An integrated GIS approach for sustainable aquaculture management area site selection. J. Ocean & Coastal Management 51. 612

McKindsey W Christopher. 2006. Review of recent carrying capacity models for bivalve culture and recommendations for research and management. j. aquaculture 261. 451.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku mutu air laut. Keputusan Meneg. KLH No 51 tahun 2004,tanggal 8 April 2004, Jakarta.

Mulyanto. 1987. Teknik budidaya laut tiram mutiara di Indonesia (Mariculture technique of pearl oyster in Indonesia). Direktorat Jenderal Perikanan Jaringan Informasi Perikanan Indonesia (INFIS) Manual Seri No. 45. Naik G, Rashid M and Balkhi MH. 2015. Changes in physico-chemical

parameters at different sites of Manasbal Lake of Kashmir, India. J. Fisheries and Aquaculture (6); 6-4.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Edisi revisi. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Newell GE, RC Newell. 1963. Marine plankton a practical Quide. 1st Edition. Hutchinson Educational LTD, London.

Nugroho. 1993. Pertumbuhan tiram mutiara di berbagai kedalaman. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nontji A. (2005). Laut Nusantara. Edisi revisi. Penerbit Djambatan, Jakarta. Perez OM, Telfer TC, Ross LG. 2005. Geographical information systems-based

models for offshore floating marine fish cage aquaculture site selection in Tenerife, Canary Islands. J. Aquaculture. (36); 946-961.

Purnomo A. 1992. Site selection for sustainable coastal shrimp ponds. Central Reseach Institute for Fishery. Agency for Agriculture and Development Minstry of Agriculture. Jakarta-Bandung.

Radiarta INy, SE Wardoyo, B Priyono, dan O Praseno. 2003. Aplikasi sistem informasi geografis untuk penentuan lokasi pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas, NusaTenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. Vol 9 No1, hal 67 – 71.

Radiarta I Ny, Sei-Ichi Saitoh. 2009. Biophysical models for Japanese scallop, Mizuhopecten yessoensis, aquaculture site selection in Funka Bay, Hokkaido, Japan, using remotely sensed data and geographic information system. J. Aquacult Int 17. 403-406

Ross LG, Telfer TC, Falconer L, Soto D, Aguilar-Manjarrez J, Asmah R, Bermúdez J, Beveridge MCM, Byron CJ, Clément A, Corner R, et al. (2013). Carrying capacities and site selection within the ecosystem approach to aquaculture. J. Fisheries and Aquaculture No. 21. Rome, FAO. 282 pp.

(47)

Suana IW, Ahyadi H. 2012. Mapping of ecosystem management problems in Gili Meno, Gili Air and Gili Trawangan (Gili Matra) through participative approach. J. Coastal Development. 16 (1): 94-101

Sutaman. 1993. Tiram mutiara, teknik budidaya dan proses pembuatan mutiara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sujoko A. 2010. Membenihkan kerang mutiara. Insan Madani. Yogyakarta. Tewfik A, Mills D, Adhuri D. 2008. Spiny lobster resources and opportunity for

culture in post-tsunami Aceh, Indonesia. Proceedings of an international symposium held at Nha Trang, Vietnam. Aciar Proceedings.

Utojo A Mansyur, Taranamulia, Pantjara B, Hasnawai. 2005. Identifikasi kelayakan lokasi budidaya laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Journal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol II. No 5, hal 9 – 29. Viyard WC. 1979. Diatom of north America. 1st Edition. Mad River Press

Eureka, California.

Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Winanto T. 1988. Manual on pearl farming in Indonesia. INS∕81.008∕Manual∕11. Winanto T. 2004. Memproduksi benih tiram mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta.

95 hlm.

Yulianda F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi (makalah). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Bogor.

(48)

30

(49)

Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan penelitian

Perairan Pesisir Lombok Utara

(50)
(51)
(52)

34

Lampiran 4. Desain unit budidaya kerang mutiara

Budidaya kerang mutiara dengan sistem rakit apung

Desain unit rakit apung

Desain satu unit rakit apung untuk kelas kelayakan sangat sesuai (S1) Luas per unit RA = panjang x lebar

(53)

Desain satu unit rakit apung untuk kelas kelayakan sesuai (S2) Luas per unit RA = panjang x lebar

= 150 x 130 = 19.600 m2 = 1,96 ha

Budidaya kerang mutiara dengan sistem tali rentang

(54)

36

Desain satu unit tali rentang untuk kelas kelayakan sangat sesuai (S1)

Luas per unit tali rentang = panjang x lebar = 100 x 150 = 15.000 m2 = 1,5 Ha

(55)

Luas per unit tali rentang = panjang x lebar = 150 x 200 = 30.000 m2 = 3 Ha

Lampiran 5 Perhitungan estimasi jumlah produksi kerang mutiara 1. Jumlah produksi pada sistem rakit apung

Jumlah produksi = (jumlah rakit apung x 1.972) x 70% 2. Jumlah produksi pada sistem tali rentang

Jumlah produksi = (jumlah tali rentang x 3.200) x 70%

Lampiran 6 Peta kesesuaian budidaya kerang mutiara Bulan November dan Desember

(56)

38

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tanggal 04 April 1990, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Wahiddin, SE dan Ibu Hj. Sri Handayani, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 37 tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 15 Mataram tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Mataram tahun 2008.

Gambar

Gambar 1 Kerangka penelitian
Gambar 2 Lokasi penelitian
Gambar 3. Aktifitas di lokasi penelitian
Tabel 2 Parameter, alat, dan sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar klorida yang dilakukan. dengan mempergunakan AgNO 3 0.5M

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan

Kausa dapat juga diartikan sebagai dasar objektif yang menjadi latar belakang terjadinya suatu perjanjian. Kausa bukan merupakan keinginan subjektif dari para pihak yang

Masukan yang diberikan oleh calon tamu hotel yang mana berupa teks kalimat bahasa sehari-hari serta berbahasa Indonesia akan digunakan untuk melakukan query

FUMIRA Semarang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, oleh karena itu membutuhkan sumber daya

Selain itu kampanye ini juga tidak cukup hanya meningkatkan kesadaran tapi juga mampu memberikan wawasan dasar pada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan

Namun hubungan yang kuat terjadi antara petani dan metode penyuluhan, antara petani dan pesan program, dan antara petani dan penyuluh; (2) Efektivitas komunikasi Program

Di kalangan akademisi dakwah, munculnya tayangan sinetron mistis yang dikemas dengan menggunakan simbol-simbol kegamaan tersebut memang masih menjadi persoalan,