• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname Di Kabupaten Rembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname Di Kabupaten Rembang"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN BUDIDAYA UDANG VANAME

DI KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

IGNATIUS RADITYA K.

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ignatius Raditya K.

(4)

ABSTRAK

IGNATIUS RADITYA KRISTIAWAN. Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Udang Vaname merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan ekspor Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat biaya dan pendapatan budidaya udang vaname, tingkat efisiensi usahatani. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, Return to Labor dan Return to Capital. Hasil menunjukkan bahwa pendapatan budidaya udang vaname dengan masa pembesaran lebih dari 90 hari lebih menguntungkan daripada masa pembesaran kurang dari 90 hari. Sementara itu, rata-rata perhitungan R/C rasio dari budidaya udang vaname menunjukkan bahwa budidaya akan semakin efisien bila masa pembesarannya diperpanjang. Berdasarkan hasil imbalan terhadap tenaga kerja maupun modal dapat disimpulkan bahwa pilihan untuk melakukan budidaya udang vaname sudah tepat.

Kata kunci: analisis pendapatan, analisis R/C rasio, udang vaname

ABSTRACT

IGNATIUS RADITYA KRISTIAWAN. Whiteleg Shrimp Aquaculture Income Analysis in Rembang Regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

Whiteleg shrimp fishery is one of the prime export commodities Indonesia. The purpose of this research is to analyze the level of income whiteleg shrimp farmer, efficiency of whiteleg shrimp farming and return to labor and return to capital of farming activities. The data were analyzed using descriptive methods, analysis of farm income, and R / C ratios. The results showed that the income of aquaculture whiteleg shrimp with more than 90 days of farming higher than length of farming period less than 90 days. Meanwhile, the values of R / C ratio of whiteleg shrimp aquaculture showed that farming will more efficient in length of period farming time. Based on the of the return to labor and return to capital can be concluded that options for the farmers who grew the whiteleg shrimp was right.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN BUDIDAYA UDANG VANAME

DI KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

IGNATIUS RADITYA K.

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang Jawa Tengah

Nama : Ignatius Raditya K. NIM : H34100096

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah analisis pendapatan, dengan judul Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni M, SP M. Agribus selaku dosen pembimbing yang telah menyisihkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang yang telah membantu selama penelitian ini berjalan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Analisis Pendapatan Usahatani 7

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Penentuan sampel 18

Metode Pengumpulan Data 18

Metode Pengolahan dan Analisis Data 19

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 21

Keadaan Geografi dan Administratif 22

Keadaan Demografi 23

Budidaya Udang Vaname 23

Karakteristik responden 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 28

SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya

nasional tahun 2010–2012 1

2 Statistik konsumsi ikan masyarakat Indonesia 2 3 Ekspor komoditas udang Indonesia dalam bentuk beku

tahun 2012 2

4 Volume ekspor dan impor komoditas udang Indonesia tahun

2012 3

5 Produksi Udang Vaname di Kabupaten Rembang per tri

wulan tahun 2013 3

6 Jumlah Penduduk yang Bekerja di Lokasi Penelitian Tahun

2014 22

7 Karakterisitik responden berdasarkan umur 25 8 Karakterisitik responden berdasarkan pendidikan terakhir 25 9 Karakterisitik responden berdasarkan keikutsertaan dalam

penyuluhan 25

10 Karakterisitik responden berdasarkan pengalaman

membudidayakan udang vaname 26

11 Karakterisitik responden berdasarkan luas tambak yang

diusahakan 26

12 Karakterisitik responden berdasarkan pinjaman yang

didapat 27

13 Karakterisitik responden berdasarkan status kepemilikan tambak

14 Struktur biaya budidaya udang vaname pada pembudidaya

udang vaname menurut klasifikasi responden 29 15 Biaya budidaya udang vaname pada pembudidaya udang

vaname menurut jenis biaya berdasarkan masa pembesran

udang vaname pada siklus produksi terakhir 32 16 Rata-rata penerimaan budidaya udang vaname, jumlah

produk yang dijual, dan harga jual udang vaname 32 17 Struktur penerimaan budidaya udang vaname pada

pembudidaya udang vaname menurut klasifikasi responden 33 18 Pendapatan usahatani udang vaname pada kelompok

pembudidaya udang vaname 34

19 Rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total pada

pembudidaya 35

20 Return to labor (Rp) dan Return to capital (%) pada

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Produktivitas udang vaname di enam kecamatan Kabupaten

Rembang 5

2 Kurva penerimaan 11

3 Kurva fixed cost dan variabel cost 13

4 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan budidaya udang vaname di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kondisi aktual penggunaan input budidaya udang vaname 39 2 Uji beda Kruskal Wallis terhadap biaya dan pendapatan

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara di wilayah tropis yang memiliki kekayaan sumberdaya yang sangat melimpah. Salah satu sumberdaya yang dimiliki oleh Indonesia dan sangat potensial diusahakan oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan dapat dikelompokkan menjadi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rentang waktu tahun 2010-2012 produksi perikanan budidaya lebih besar daripada perikanan tangkap. Data mengenai hasil produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional tahun 2010–2012

Tahun Perikanan Tangkap (Ton) Perikanan Budidaya (Ton)

2010 5 384 418 6 277 924

2011 5 714 271 7 928 963

2012 5 829 194 9 675 553

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)

Kebutuhan setiap individu untuk mendapatkan asupan gizi yang baik dari komoditas perikanan menjadi peluang pasar tersendiri untuk komoditas perikanan. Kebutuhan asupan gizi yang didapat dari komoditas perikanan ini juga didukung oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan program Gemarikan (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan). Tujuan program ini adalah mempersiapkan generasi muda yang berkualitas1. Target program Gemarikan adalah ibu hamil dan anak usia balita yang sangat membutuhkan gizi yang terdapat pada ikan. Oleh karena itu kegiatan usaha dalam bidang perikanan sangat menguntungkan dengan dukungan dari pemerintah.

Pertumbuhan konsumsi ikan perkapita per tahun telah mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010 konsumsi ikan per kapita Indonesia mencapai angka 30.48 kilogram. Sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan hingga mencapai 32.25 kilogram per kapita. Kondisi ini terus meningkat hingga tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2012 konsumsi ikan per kapita 33.89 kilogram dan pada tahun 2013 mencapai angka 35.14 kilogram perkapita. Data mengenai konsumsi ikan per kapita pertahun terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Statistik konsumsi ikan masyarakat Indonesia

Tahun Per kapita (kg/kap/tahun) Presentase pertambahan (%)

2010 30.48 -

2011 32.25 5.8

2012 33.89 5.1

2013 35.14 3.7

Sumber : Data Statistik Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)

1

(14)

2

Konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia sudah melampaui perkiraan dari PBB melalui FAO (Food and Agriculture Organization) yang menyatakan konsumsi perikanan masyarakat dunia akan mencapai 19.6 kilogram pertahun perkapita pada tahun 20212. Dengan kata lain banyak negara yang kekurangan persediaan ikan. Hal ini juga mampu dijadikan peluang oleh para pelaku usaha perikanan, baik perikanan tangkap ataupun perikanan budidaya.

Perikanan budidaya adalah kegiatan budidaya perikanan yang dapat diupayakan di darat ataupun di perairan. Salah satu budidaya perikanan yang dapat diupayakan adalah dengan media tambak. Media tambak dapat diupayakan hampir diseluruh wilayah Indonesia yang berada di daerah pesisir. Berbagai macam komoditas dapat dibudidayakan di media tambak, salah satunya adalah udang vaname. Udang vaname tergolong komoditas yang potensial dibudidayakan karena tahan penyakit dan pertumbuhannya cepat yaitu 90 hari. Selain itu harga jual yang relatif tinggi menyebabkan udang vaname semakin menjanjikan untuk dibudidayakan. Berdasarkan survei lapang yang dilakukan oleh peneliti, harga udang vaname tingkat pembudidaya berkisar antara Rp40 000 hingga Rp90 000 per kilogram tergantung ukuran. Harga tersebut cenderung stabil dalam beberapa tahun terakhir. Sementara untuk di tingkat konsumen akhir, harga udang vaname di pasar lokal berkisar antara Rp60 000 hingga Rp90 000. Untuk udang vaname yang dijadikan komoditas ekspor dibeli oleh pengekspor seharga Rp70 000 hingga Rp100 000.

Udang vaname merupakan salah satu komoditas unggulan unggulan ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor komoditas perikanan Indonesia tahun 2012, komoditas udang yang diekspor sebesar 96 406 844 kilogram yang terdiri dari udang windu, udang vaname, dan udang galah. Untuk ekspor dalam bentuk beku, udang vaname yang diekspor lebih banyak daripada udang galah dan udang windu. Tabel 3 menunjukkan bahwa volume udang yang diekspor oleh Indonesia.

Tabel 3 Ekspor komoditas udang Indonesia dalam bentuk beku tahun 2012 Jenis Udang Volume ekspor (Kg) Nilai Ekspor ( US $)

Udang windu 28 263 093 308 036 627

Udang vaname 68 110 576 520 935 288

Udang galah 33 715 323 403

Sumber : Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan (2012)

Selain itu juga, volume impor udang vaname Indonesia relatif lebih sedikit dari pada komoditas udang lainnya. Volume ekspor udang vaname yang mencapai 68 110 576 kilogram jauh lebih besar dibandingkan dengan volume udang vaname yang masuk ke wilayah Indonesia sebesar 20 634 kilogram. Keadaan tersebut berbeda dengan komoditas udang windu yang justru lebih banyak mengimpor dari negara lain. Volume impor udang windu yang mencapai 1 289 406 kilogram jauh lebih besar daripada volume udang vaname yang diimpor ke Indonesia. Data mengenai volume ekspor dan impor komoditas udang dapat dilihat pada Tabel 4.

2

(15)

3 Tabel 4 Volume ekspor dan impor komoditas udang Indonesia tahun 2012

Jenis udang Volume Ekpor (Kg) Volume Impor (Kg)

Udang Windu 28 263 093 1 289 406

Udang Vaname 68 110 576 20 634

Udang Galah 33 715 20 295

Sumber : Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan (2012), diolah.

Salah satu wilayah Indonesia yang mengembangkan komoditas udang vaname adalah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Letak geografis Kabupaten Rembang sangat potensial untuk produksi udang vaname yaitu dengan garis pantai mencapai 60 kilometer yang dapat diusakan untuk budidaya udang vaname. Bentuk keseriusan Kabupaten Rembang dalam mengembangankan udang vaname dibuktikan dengan Kelompok Budidaya Ikan ( Pokdakan ) Sukowati meraih juara pertama dalam lomba perikanan budidaya nasional yang diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2013 (KKP 2013).

Udang vaname merupakan salah satu komoditas yang menjadi unggulan Kabupaten Rembang melalui program pengembangan perikanan budidaya Dinas

Kelautan dan Perikanan. Dengan nilai produksi pada tahun 2013 mencapai Rp39 797 800 000 sangat mampu memberikan kontribusi untuk pendapatan

daerah. Keberadaan para petani yang fokus pada udang vaname dan keseriusan pemerintah Kabupaten Rembang melalui Dinas Kelautan dan Perikanan serta peluang pasar yang didukung dengan kondisi geografis Kabupaten Rembang semestinya mampu untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Rembang dan mengembangkan wilayah Kabupaten Rembang semakin maju lagi.

Tabel 5 Produksi Udang Vaname di Kabupaten Rembang per tri wulan tahun 2013

Kecamatan Luas (ha) Jan-Mar (kg)

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang (2014)

Selama tahun 2013, jumlah produksi udang vaname di Kabupaten Rembang mencapai 687 060 kilogram. Keseluruhan produksi itu berlokasi di 6 kecamatan di Kabupaten Rembang yaitu Kecamatan Kaliori, Kecamatan Rembang, Kecamatan Lasem, Kecamatan Sluke, Kecamatan Kragan, dan Kecamatan Sarang. Keseluruhan wilayah kecamatan itu terletak di kawasan pesisir utara Pulau Jawa. Pada Tabel 3 terlihat bahwa produksi paling besar terdapat pada kecamatan Sluke yaitu 153 325 ton dengan luas areal tambak yang digunakan 24.6 ha.

(16)

4

Perumusan Masalah

Udang vaname merupakan salah satu jenis komoditas yang sedang marak dibudidayakan di Kabupaten Rembang. Dengan alasan harga jual yang tinggi dan udang yang lebih tahan penyakit menyebabkan komoditas ini dibudidayakan oleh pembudidaya. Kondisi udang yang tahan penyakit menyebabkan produksinya juga lebih terkendali dalam setiap masa pembesaran. Namun demikian, produksi udang vaname mengalami penurunan pada tahun 2012 (BPS 2013). Pada tahun 2011 produksi udang vaname mencapai 626 290 kilogram. Sementara pada tahun 2012 produksi udang vaname mengalami penurunan hingga mencapai total produksi sebesar 410 030 kilogram. Penurun produksi ini menyebabkan penerimaan yang didapat juga mengalami perubahan. Maka dari itu, perlu diperlukan analisis apakah pendapatan pembudidaya mampu memberikan keuntungan kepada pembudidaya atau justru menyebabkan kerugian kepada pembudidaya udang vaname.

Selain itu, budidaya udang vaname di Kabupaten Rembang mengalami kendala dalam hal keterbatasan modal yang dimiliki. Kebutuhan untuk pengadaan input yang digunakan dalam budidaya udang vaname cenderung tinggi. Kebutuhan input produksi seperti pakan membutuhkan alokasi biaya yang cukup besar dalam budidaya udang vaname. Hal ini dikarenakan kebutuhan udang vaname akan pakan yang diberikan mempengaruhi produksi yang akan dihasilkan. Pemberian pakan untuk udang vaname harus disesuaikan dengan umur dari udang tersebut. Jumlah pakan yang diberikan akan selalu bertambah dalam selama masa pembesaran udang vaname.

Selain itu sarana produksi yang merupakan mesin yang harus digunakan dalam budiaya udang vaname juga membutuhkan biaya yang besar. Harga mesin yang digunakan dalam masa produksi berkisar antara Rp2 000 000 hingga Rp20 000 000. Penggunaan mesin merupakan suatu kebutuhan wajib dalam budidaya udang vaname. Dengan demikian, kebutuhan biaya dalam budidaya udang vaname sangat besar dengan keterbatasan dalam modal yang dimiliki. Hal tersebut menyebabkan alokasi input yang digunakan menjadi terbatas dan tidak optimal.

Jumlah produksi yang dihasilkan tergantung dari input yang digunakan. Dengan alokasi input terbatas oleh kepemilikan modal maka jumlah produksi yang dihasilkan belum optimal. Produktivitas udang vaname tiap kecamatan di Kabupaten Rembang terdapat perbedaan yang mengakibatkan pendapatan yang diterima berbeda pula. Data mengenai produktivitas udang vaname di Kabupaten Rembang terdapat pada Gambar 1.

(17)

5

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Lasem Rembang Kaliori Sluke Kragan Sarang

Data Produktivitas Udang Vaname di

Kabupaten Rembang (Kg/ha)

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang, 2014 (diolah)

Perbedaan volume produksi dan produktivitas yang beragam menunjukkan bahwa pembudidaya di masing-masing kecamatan di Kabupaten Rembang menggunakan input dalam jumlah dan kualitas yang berbeda. Perbedaan volume produksi ini menyebabkan budidaya udang vaname yang secara umum memberikan penerimaan yang menjanjikan justru menjadikan budidaya tersebut tidak layak untuk dijalankan. Penggunaan tambak dengan luasan yang berbeda-beda juga memberikan pengaruh terhadap produksi budidaya udang vaname.

Pada saat pemananen udang vaname ditentukan berdasarkan keputusan pembudidaya yang mempertimbangkan kondisi harga jual udang vaname dan juga ukuran dari udang vaname. Semakin lama dilakukan masa pembesaran akan semakin meningkatkan bobot dari udang vaname yang berimbas pada peningkatan harga jual udang vaname. Penentuan waktu panen akan mempengaruhi penerimaan dari budidaya udang vaname. Maka dari itu analisis mengenai pendapatan budidaya udang vaname perlu dilakukan agar kondisi budidaya tetap efisien dan layak untuk dijalankan.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur biaya budidaya udang vaname di Kabupaten Rembang dengan masa pembesaran yang berbeda-beda?

2. Bagaimana pendapatan budidaya udang vaname dengan masa pembesaran yang berbeda-beda?

3. Bagaimana efisiensi dari budidaya udang vaname di Kabupaten Rembang? Gambar 1 Produktivitas Udang Vaname di enam kecamatan Kabupaten

(18)

6

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis struktur biaya yang digunakan oleh pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang.

2. Menganalisis pendapatan budidaya udang vaname di Kabupaten Rembang. 3. Menganalisis efisiensi usahatani dari budidaya udang vaname di

Kabupaten Rembang.

4. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to labor) dan imbalan modal (return to capital) pada budidaya udang vaname

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dapat membantu pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang dalam hal meningkatkan pendapatan usahatani.

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan guna mencapai efisiensi produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimum.

3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Produk yang dikaji ialah udang vaname (Litopenaeus vannamei)

2. Penelitian difokuskan pada tingkat pendapatan pembudidaya udang vaname.

3. Penelitian menggunakan data primer melalui hasil wawancara dan pengamatan padapembudidaya udang vaname.

4. Penelitian menggunakan data sekunder mengenai data produksi, data permintaan, data penjualan dan harga jual udang vaname pada periode tertentu dan literatur review pendukung penelitian ini

TINJAUAN PUSTAKA

(19)

7 Analisis Pendapatan Usahatani

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sudah banyak dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaanyang diperoleh petani dan biaya yang dikeluarkan. Setelah melakukan analisis pendapatan usahatani diharapkan pembudidaya udang vaname dapat mengetahui keadaan usahatani yang sedang dilakukan. Selain itu, diharapkan juga para pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang juga mendapatkan bahan evaluasi untuk kelanjutan usaha yang sedang dilaksanakan. Penelitian terdahulu mengenai analisis pendapatan usahatani diantaranya dilakukan oleh Situmeang (2012), Guntur (2011), Zepriana (2010), Brajamusti (2008), dan Wijaya (2002).

Para peneliti melakukan analisis yang berbeda untuk memberikan kategori responden. Situmeang (2012) mengkategorikan petani menjadi 2 kelompok yaitu petani yang mengusahakan lahan kurang dari atau sama dengan 0.34 hektar dan kelompok petani dengan luas lahan lebih dari 0.34 hektar. Luasan 0.34 hektar diperoleh dari rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani di desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Guntur (2011) tidak melakukan pengelompokan pada responden penelitian. Tidak dilakukannya pengelompokkan responden juga dilakukan oleh Zepriana (2010) yang tidak membagi responden ke dalam kelompok tertentu. Hal yang sama dilakukan oleh Ekaningtyas (2011) yang tidak membagi responden ke dalam kelompok tertentu. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2002) mengelompokkan responden berdasarkan input rendah dan konvensional.

Komoditas yang diteliti oleh masing-masing peneliti juga berbeda. Untuk penelitian oleh Situmeang (2012) menganalisa mengenai pendapatan usahatani padi sehat di desa Ciburuy, Kabupaten Bogor. Untuk komoditas padi juga dianalisis oleh Wijaya (2002). Komoditas perikanan diteliti oleh Guntur (2011) yaitu ikan lele di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan Zepriana (2010) yaitu udang galah di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Komoditas yang diteliti oleh Ekaningtyas (2011) adalah bayam Jepang (Horenso) di desa Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Karakteristik responden yang diteliti oleh Guntur (2011) merupakan anggota kelompok tani Ulam Jaya. Dari 78 anggota kelompok tani Ulam Jaya terdiri dari 25 orang petani pembesaran (lele Bapukan) dan 53 orang petani

penggelondongan. Secara keseluruhan, anggota Kelompok Tani Ulam Jaya masih menerapkan sistem budidaya yang masih tradisional, namun sudah terorganisir karena adanya kelompok tani tersebut.

Keseluruhan responden yang tergabung kedalam kelompok tani juga dilakukan oleh Situmeang (2012) yang menganalisis mengenai komoditas padi sehat di Gabungan Kelompok Tani Silih Asih. Gapoktan tersebut sebagai satu-satunya gapoktan di Desa Ciburuy memiliki Standart Operational Procedure

(SOP) dalam proses budidaya padi sehat. SOP tersebut disusun sedemikian rupa dengan tujuan memposisikan produk beras yang berasal dari Desa Ciburuy sebagai beras sehat yang bebas dari residu bahan kimia.

Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekaningtias (2011), menunjukkan bahwa petani responden yang membudidayakan tanaman Horenso

(20)

8

lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani Horenso merupakan petani non pemilik lahan yang rata-rata berpengalaman selama 4-6 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Zepriana (2011) menunjukkan bahwa petani responden disebar ke dalam karakteristik jenis pekerjaan, usia, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan. Pembagian sebaran karakteristik responden yang dilakukan oleh Wijaya (2002) juga sama dengan penelitian Zepriana (2011). Responden dibagi kedalam karakteristik jenis pekerjaan, usia, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan dan di tambah dengan lama menerapkan sistem usahatani input rendah dan konvensional.

Analisis biaya per hektar lahan usahatani padi sehat yang dilakukan oleh Situmeang (2012) menunjukkan bahwa biaya total per hektar petani padi sehat berlahan luas sebesar Rp35 542 858.53 tidak berbeda signifikan pada taraf nyata lima persen bila dibandingkan dengan biaya total usahatani padi sehat berlahan sempit sebesar Rp36 784 268,54. Komponen biaya yang memiliki persentase terbesar pada ukuran usahatani luas yaitu pada biaya bagi hasil sebesar 43 persen. Hal yang sama didapatkan pada ukuran usahatani sempit yang memiliki proporsi pada biaya bagi hasil sebesar 40 persen. Pendapatan usahatani yang diterima oleh petani dengan ukuran usahatani luas dan sempit menunjukkan angka yangg negatif yaitu senilai Rp1 452 025.2 dan Rp3 878 856.91. Namun demikian, R/C rasio atas biaya tunai masih menunjukkan nilai yang lebih dari satu yang berarti usahatani menguntungkan yaitu sebsar 1.23 dan 1.16. Hasil yang berbeda didapatkan oleh penelitian Wijaya (2002) yang menganalisis komoditas padi. Pendapatan yang diterima oleh petani berada pada nilai yang positif yang berarti usahatani padi menguntungkan. Niali R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total juga berupa nilai yang positif yang berarti usahatanai padi di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang meguntungkan.

Untuk komoditas perikanan yang diteliti oleh Zepriana terhadap komoditas udang galah di Kabupaten Ciamis menunjukkan pendapatan atas biaya tunai yang positif dan pendapatan atas biaya tunai yang negatif. Hasil yang serupa juga ditemukan pada perhitungan R/C rasio. R/C rasio atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu yaitu 1.18 yang berarti usaha dalam budidaya udang galah menguntungkan. Sementara untuk R/C rasio atas biaya total menunjukkan nilai yang kurang dari satu yaitu sebesar 0.74 yang berarti usahatani udang galah di Kabupaten Ciamis tidak menguntungkan.

(21)

9 Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan pada penelitian kali ini dengan penelitian pendapatan usahatani sebelumnya. Kesamaan terjadi pada metode perhitungan yang menganalisis struktur biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C rasio atas biaya total dan biaya tunai. Selain itu sebaran karakteristik responden juga memiliki kesamaan yaitu pada karakteristik usia, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan.

Perbedaan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya yaitu mengenai komoditas usahatani yang diteliti. Penelitian kali ini membahas komoditas udang vaname yang tidak dibahas pada penelitian yang dijadikan referensi. Selain itu, untuk tempat penelitian dan waktu penelitian juga memiliki perbedaan terhadap penelitian yang sudah pernah dilakukan mengenai analisis pendapatan usahatani.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tidak semua usahatani yang dilakukan oleh petani menguntungkan. Namun hal tersebut dapat dicegah dengan pemilihan komoditas yang diusahakan dan dengan program yang ditambahkan agar meningkatkan keuntungan usahatani bagi para petani. Selain itu, struktur biaya tidak memiliki kesamaan dalam satu komoditas, terutama pada komoditas yang berbeda. Pendapatan yang diterima petani dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang didapat atas hasil produksi yang dilakukan. Untuk perhitungan R/C rasio dipengaruhi oleh penerimaan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan untuk suatu produksi usahatani.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat atau permukaan bumi yang diperlukan untuk produksi pertanian (Mosher 1968, diacu dalam Mubyarto 1989). Sementara Rifai (1980), diacu dalam Hernanto (1996) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani sebagai organisasidimaksudkan bahwa usahatani harus ada yang mengorganisir dan ada yangdiorganisir, yang mengorganisir usahatani adalah petani dibantu oleh keluarga dan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan usahatani adalah memperoleh hasil produksi yang optimal agar menghasilkan pendapatan yang maksimal. Menurut Soekartawi et al. (1984) ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Sempitnya lahan yang dimiliki petani b. Kurangnya modal

(22)

10

Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola, dan tipe usahataninya. Penjelasan mengenai klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut:

1. Corak dan Sifat

Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan telah memperhatikan kualitas dan kuantitas produk.

2. Organisasi

Berdasarkan organisasi, usahatani dibagi menjadi 3, yakni usahatani individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh sendiri beserta keluarga. Usahatani kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok. 3. Pola

Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa jenis usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti: usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung.

Dalam usahatani, proses produksi dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor-faktor produksi yang mendukung kegiatan produksi tersebut sudah terpenuhi. Menurut Soekartawi (2002) ada empat faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, diantaranya:

1. Lahan

Merupakan tanah yang dipersiapkan untuk usahatani. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Setiap jenis lahan memiliki harga yang tidak sama, hal ini dibedakan berdasarkan kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan dan faktor lingkungan.

2. Tenaga Kerja

(23)

11 kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja dan tenaga kerja bukan manusia.

3. Modal

Dalam kegiatan produksi modal dibedakan menjadi modal tetap dan modal tidak tetap atau modal variabel. Modal tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Modal variabel merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut. Besar atau kecilnya modal dalam usaha pertanian dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: sekala usaha, jenis komoditas yang diusahakan, dan tersedianya kredit.

4. Manajemen

Peran manajemen sangat penting dan strategis. Manajemen diartikan sebagai kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanankan, dan mengevaluai suatu proses produksi. Praktik manajemen dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit dan jenis komoditas.

Teori Penerimaan

Nicholson (1995) mendefinisikan penerimaan sebagai hasil penjualan keluaran (output) sejumlah tertentu dengan harga pasar per unit. Grafik penerimaan digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Penerimaan Sumber : Nicholson (1995)

Gambar 2 menunjukkan bahwa jika produsen berhasil menjual output sebanyak Q1 dengan harga per satuannya sebesar P1, maka produsen tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar luas daerah 0 P1 TR1 Q1. Hal ini diasumsikan dalam keadaan linear, yang artinya harga satuan output yang dijual tetap, sehingga semakin banyak jumlah hasil produksi yang dijual dengan harga jual tertentu, semakin besar penerimaan yang diperoleh produsen.

(24)

12

merupakan penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi.

Oleh karena itu, penerimaan usahatani dapat dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan sejumlah nilai uang yang diterima petani atas penjualan hasil produk usahataninya, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak menghasilkan dalam bentuk uang. Jika penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai, maka akan didapatkan nilai penerimaan total usahatani.

Soeharjo dan patong (1973) membagi wujud penerimaan usahatani menjadi tiga hal, antara lain sebagai berikut:

1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual. 2. Produk yang dikonsumsi petani dan keluarganya selama melakukan

kegiatan. Seandainya konsumsi produk ini ditunda bisa ditunda sampai jangka waktu produksi selesai, maka bentuknya tidak berbeda dengan produk yang dijual maupun yang akan dijual.

3. Kenaikan nilai inventaris, yaitu kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani.

Teori Biaya

Biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Cost/TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Cost/TVC). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yaitu bertambah besar seiring peningkatan produksi, dan sebaliknya semakin berkurang seiring penurunan produksi. Klasifikasi biaya usahatani menjadi biaya tetap dan variabel tersebut dijelaskan dalam formulasi (Lipsey et al 1995):

TC = TFC + TVC keterangan:

TC = Biaya total TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel

(25)

13

Gambar 3. Kurva fixed cost dan variabel cost Sumber : Lipsey et al. (1995)

Soekartawi (2002) mengklasifikasikan biaya usahatani menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap atau biaya variabel (varieble cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi oleh besar-kecilnya jumlah produksi, bahkan berjalan atau tidaknya usahatani. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya ini dapat berubah sesuai dengan jumlah produksi yang ingin dihasilkan. Selain itu, pengeluaran usahatani juga dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran tunai dan tidak tunai (pengeluaran yang diperhitungkan). Pengeluaran tunai merupakan pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, sedangkan pengeluaran tidak tunai merupakan pengeluaran yang diperhitungkan secara tidak langsung karena tidak dilakukan secara verbal. Contoh pengeluaran tidak tunai atau pengeluaran yang diperhitungkan adalah penyusutan sarana produksi, gaji untuk tenaga kerja dalam keluarga petani, dan lain sebagainya.

Teori Pendapatan Usahatani

Pendapatan disebut juga sebagai laba. Laba adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Pendapatan dijelaskan dalam formulasi (Nicholson 1995):

Π = TR – TC

Π = Py x Qy – TFC - P - P - ... - P keterangan:

Π = Pendapatan total

TR = Penerimaan total

TC = Biaya total

Py = Harga jual output per unit Qy = Keluaran (output)

TFC = Biaya tetap

P , P , P = Harga satuan input variabel , , , , = Jumlah penggunaan input variabel , ,

(26)

14

penurunan penerimaan total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah output yang dijual dan harga satuannya, sedangkan peningkatan dan penurunan biaya total dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah penggunaan input variabel dan harga satuannya.

Soekartawi (2002) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dan/atau kuasai sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial. Sedangkan usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsisten, serta lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Teori Efisiensi Biaya Usahatani

Sejalan dengan bagaimana cara pendapatan usahatani didapatkan, maka salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R/C). Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C menunjukkan bahwa berapa satuan mata uang penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya produksi dalam usahatani. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio R/C berarti semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran sehingga semakin efisien. Secara teoritis, dengan rasio R/C = 1, keuntungan usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak mengalami baik keuntungan maupun kerugian.

Menurut Soekartawi (1984) selain dengan R/C rasio, untuk melihat keberhasilan suatu usahatani dapat juga dengan cara menghitung return to labour

(imbangan terhadap tenaga kerja keluarga) dan return to total capital (imbangan terhadap seluruh modal). Return to labour bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari pendapatan yang telah dihasilkan terhadap biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani baik biaya tenaga kerja yang dikeluarkan secara tunai maupun non tunai yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Dalam perhitungan ini, tenaga kerja dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal. Sementara return to capital menghitung tingkat efisiensi biaya yang diinvestasikan terhadap kegiatan usahatani yaitu apakah pendapatan yang dihasilkan petani telah efisien terhadap modal yang diinvestasikan. Tingkat efisiensi dihitung berdasarkan nilai investasi yang dikeluarkan oleh petani maupun total modal secara keseluruhan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(27)

15 internasional menjadi salah satu peluang Indonesia untuk mendapatkan pendapatan negara. Kabupaten Rembang yang berlokasi daerah yang berada di wilayah pantai utara pulau Jawa menjadi salah satu penghasil udang vaname yang berkualitas ekspor. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Rembang diduga belum efisien, dibuktikan dengan produksi udang vaname di enam kecamatan di Kabupaten Rembang yang tidak merata produksinya.

Seorang pembudidaya udang vaname yang melakukan kegiatan produksi pada umumnya melakukan tinjauan terhadap usahanya. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan melihat pendapatan dan biaya yang digunakan. Pendapatan usahatani dapat dikatakan suatu bentuk imbalan atas usahatani yang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu, besar atau kecilnya nilai pendapatan suatu usahatani merupakan suatu ukuran kesuksesan suatu keragaan usahatani yang kemudian berkaitan dengan kesejahtaeraan petani selaku pemilik, pengelola, dan koordinator usahatani. Untuk menganalisis pendapatan usahatani udang vaname, hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menganalisis bagaimana keragaan usahatani udang vaname yang dilakukan oleh para pembudidaya udang vaname. Dari analisis keragaan usahatani tersebut akan dihasilkan beberapa informasi, antara lain struktur penerimaan dan pengeluaran usahatani. Struktur penerimaan dan pengeluaran usahatani tersebut kemudian dianalisis menurut klasifikasinya sehingga akan dihasilkan informasi pendapatan usahatani.

Hasil analisis pendapatan usahatani bisa saja menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani kurang optimal. Pendapatan usahatani dapat dioptimalkan dengan menganalisis efisiensi pendapatan. Salah satu cara untuk menganalisis efisiensi pendapatan adalah dengan melihat R/C rasio. Nilai ini menunjukkan jumlah penerimaan usahatani yang diperoleh setiap satu satuan pengeluaran yang dikeluarkan petani untuk usahatani sehingga dengan analisis lebih lanjut yang menggunakan nilai ini dapat menentukan efisiensi pendapatan suatu usahatani. Selain itu, nilai R/C rasio juga mengindikasikan nilai ekonomi (tingkat keuntungan) suatu usahatani, karena semakin tinggi nilai R/C rasio maka semakin besar keuntungan petani.

Perhitungan efisiensi usahatani dianalisis pula dengan return to labour dan

return to capital. Nilai return to labour menunjukkan penerimaan tipa pekerja yang dihasilkan dari pendapatan terhadap biaya tenaga kerja keluarga. Hasil perhitungan dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal. Sedangkan return to capital menghitung tingkat efisiensi biaya yang diinvestasikan terhadap kegiatan usahatani yaitu apakah pendapatan yang dihasilkan petani lebih efisien terhadap modal yang diinvestasikan.

(28)

16

Gambar 4Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Penerimaan Usahatani Struktur biaya usahatani

Pendapatan usahatani

Analisis efisensi

Pengembangan Usahatani Udang vaname

Efisien Tidak Efisien

- Penurunan produksi pada tahun 2012 - Tingginya biaya input produksi - Penentuan umur panen udang vaname

Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang Sebagai

Komoditas Unggulan

Analisis R/C rasio Analisis Return to capital Analisis return to

(29)

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi ini dilatarbelakangi oleh wilayah ini cukup strategis bagi pengembangan produksi udang vaname yaitu di Kabupaten Rembang yang merupakan bagian dari provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Rembang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki wilayah pantai yang mencapai 60 kilometer yang potensial untuk budidaya udang vaname. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014.

Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini, data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder, baik merupakan data kualitatif maupun data kuantitatif. Data primer ialah data yang diperoleh dari hasil wawancara, pencatatan, dan pengamatan. Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan pihak yang mengetahui secara mendalam kegiatan produksi udang vaname yaitu para pembudidaya udang di Kabupaten Rembang dan melakukan pengamatan di lapangan saat proses produksi berlangsung. Sedangkan data sekunder ialah sebuah data yang diperoleh dari pencarian data melalui Badan Pusat Statistika, internet, dan literatur lain yang relevan dengan penelitian ini. Pada perolehan data sekunder, peneliti juga dapat memperoleh data produksi, data penjualan, dan data permintaan udang vaname yang telah adadengan analisis data baik kuantitatif maupun kualitatif.

Data kuantitatif menjelaskan berapa jumlah input dan output pada kegiatan produksi udang vaname, jumlah penjualan, jumlah permintaan, termasuk biaya produksi, maupun harga jualnya. Pada data kualitatif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi saat sebelum maupun saat berlangsungnya proses produksi seperti sumberdaya yang dimiliki, bahan baku, alat-alat yang digunakan dalam kegiatan produksi. Oleh sebab itu, perlu diketahui variabel apa saja yang terkait dengan topik penelitian tersebut.

Berikut perincian jenis data dan sumber data yang dilakukan dalam penelitian Analisis Pendapatan Budidaya Udang Vaname di Kabupaten Rembang

adalah sebagai berikut. Jenis data primer:

 Bersumber dari pengamatan langsung proses produksi udang vaname di masing-masing pembudidaya dengan menggunakan instrumen proses produksi.

(30)

18

Jenis data sekunder:

 Bersumber dari data pada masing-masing pembudidaya udang vaname dengan menggunakan instrumen yaitu data mengenai faktor produksi pada kegiatan produksi.

 Bersumber dari data pada masing-masing pembudidaya udang vaname yaitu data mengenai jumlah produksi atau keluaran yang dihasilkan dalam memproduksi udang vaname.

 Bersumber dari Badan Pusat Statistika dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang menggunakan instrumen data produksi udang vaname.

 Bersumber dari perpustakaan LSI IPB dan perpustakaan FEM IPB dengan instrumen yang digunakan ialah penelitian sebelumnya serta literatur yang relevan dengan topik efisiensi teknis dan faktor yang mempengaruhi produksi mengenai teori dan analisis yang digunakan sebagai landasan maupun gambaran dalam penelitian.

Metode Penentuan sampel

Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik non probabbility sampling dengan metode purposive sampling dengan jumlah total 35 responden pembudidaya udang vaname dari 53 pembudidaya udang vaname berdasarkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. Pemilihan responden dipilih secara sengaja dari keseluruhan pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang dan bersedia diwawancarai sebagai langkah dalam mengumpulkan data dari para responden.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan melakukan kegiatan pengumpulan data dengan menyesuaikan antara subjek yang akan dicari informasinya berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Beberapa teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah sebagai berikut.

 Wawancara dan diskusi untuk memperoleh informasi yang mendalam dalam memperoleh data yang sesuai dengan kondisi aktual dalam usaha udang vaname yaitu para pembudidya udang vaname di Kabupaten Rembang.

 Observasi atau pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat secara langsung proses atau kegiatan produksi terkait hal-hal yang sulit memperoleh informasi mendetail pada saat proses wawancara. Hal tersebut dilakukan untuk menggali informasi kegiatan produksi udang vaname secara mendetail dan spesifik.

(31)

19 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh baik berupa data primer maupun sekunder diolah dengan metode kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan data menggunakan metode kuantitatif dilakukan pada analisis penerimaan usahatani, penggunaan input usahatani beserta biayanya, pendapatan usahatani, serta analisis efisiensi pendapatan usahatan (R/C Rasio). Sementara itu, pengolahan data dengan menggunakan metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi gambaran umum kondisi para pembudidaya udang vaname di lokasi penelitian. Data primer yang telah diperoleh selanjutnya diolah menggunakan program Microsoft Excel

dan kalkulator.Hasil pengolahan data primer disajikan dalam tabel yang kemudian diinterpretasikan kemudian dilakukan pembahasan.

Analisis Usahatani

Analisis usahatani dilakukan pada keseluruhan pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang yang menjadi responden penelitian. Jumlah responden sebanyak 35 orang yang dipilih dengan maksud sudah pernah melakukan pemanenan pada kegiatan produksi udang vaname. Pengolahan dalam menganalisis usahatani dibedakan menjadi dua yaitu dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dengan cara kualitatif dilakukan untuk menggambarkan keragaan usahatani udang vaname, yaitu metode budidaya dan jenis-jenis input yang digunakan. Sedangkan pengolahan data dengan kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi biaya usahatani dengan R/C Rasio, yaitu membandingkan jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga dari hasil R/C Rasio akan ditentukan tidak hanya efisiensi, tetapi juga tingkat keberhasilan keuntungan usahatani yang dijalankan. Oleh karena itu, data yang dibutuhkan dalam analisis kuantitatif adalah data tentang penerimaan, jenis dan jumlah input yang digunakan, serta pengeluarannya.

Analisis penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usahatani udang vaname. Soekartawi (2002) memformulasikan penerimaan usahatani sebagaiperkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, atau dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y x Py keterangan:

TR = Penerimaan total usahatani (Rp/siklus produksi)

Y = Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg/siklus produksi)

Py = Harga jual produk y per unit (Rp/kg).

(32)

20

keluarga, sewa lahan, plastik mulsa, dan listrik. Sedangkan biaya tidak tunai udang vaname adalah asumsi biaya lahan diperhitungkan dan penyusutan alat-alat produksi.

Menurut Suratiyah (2002), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat memberikan manfaat. Nilai penyusutan dapat dihitung berdasarkan metode garis lurus sebagai berikut:

Biaya Penyusutan =

Pengeluaran total (biaya total) merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut :

TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan

Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani udang vaname. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara semua penerimaan (revenue) dan biaya total, baik biaya total yang bersifat tunai maupun tidak tunai, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002):

Π = TR – TC keterangan:

Π = Pendapatan usahatani (Rp/ siklus produksi) TR = Penerimaan total usahatani (Rp/ siklus produksi) TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/ siklus produksi). Analisis Efisiensi Biaya Usahatani

Nilai pendapatan usahatani belum mencerminkan efisiensi usahatani berdasarkan pendapatannya. Terdapat beberapa analisis yang bisa dilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi pendapatan usahatani udang vaname, salah satunya adalah dengan menganalisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) menunjukkan penerimaan yang diperoleh pembudidaya dari setiap rupiah pengeluaran yang dikeluarkan untuk usahatani udang vaname sebagai manfaat. Pernyataan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Hernanto 1996):

R/C rasio =

Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasil analisis R/C rasio tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai R/C rasio > 1, maka berarti usahatani menghasilkan keuntungan 2. Jika nilai R/C rasio = 1, maka berarti usahatani berada pada titik impas,

yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian. 3. Jika nilai R/C rasio < 1, maka berarti usahatani mengalami kerugian.

(33)

21 menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (lebih besar dari Rp1.00). Sebaliknya, nilai R/C rasio < 1 berarti usahatani tidak efisien, karena setiap biaya sebesar Rp1.00 yang dikeluarkan untuk usahatani udang vaname akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan (lebih kecil dari Rp1.00). Kemudian nilai R/C = 1 berarti usahatani berada dalam titik impas, karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani udang vaname akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan pengeluaran (cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani udang vaname dan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Total penerimaan diperoleh dari penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjumlahan antara pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (yang diperhitungkan).

Return to Labor dan Return to Capital

Menurut Soekartawi et al. (1984), perhitungan return to labor dan return to capital merupakan patokan yang baik untuk menilai penampilan usahatani. Jika hasil return to labor lebih tinggi daripada upah rata-rata maka keputusan petani responden sudah tepat untuk mengusahakan usahatani bayam daripada menjadi buruh tani. Perhitungan return to labor pada penelitian ini adalah fokus pada tenaga kerja keluarga (family labour) dan dijabarkan dalam rumus :

Selain itu, jika return to capital lebih tinggi daripada suku bunga kredit yang berlaku maka pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya di sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di bank. Perhitungan return to capital ini dijabarkan dalam rumus :

Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Uji Beda Biaya Total dan Pendapatan Atas Biaya Total Budidaya Udang Vaname

(34)

22

dan pendapatan atas biaya total pembudidaya udang vaname dalam masa pembesaran kurang dari 80 hari, antara 81 hingga 90 hari, dan lebih dari 90 hari berbeda nyata. Uji beda menggunakan uji Kruskal –Wallis untuk tiga kelompok bebas dan tidak terdistribusi normal (Lind et al. 2008). Pengujian beda ini menggunakan tingkat signifikansi (taraf nyata) sebesar 10 persen.

1) Uji beda biaya total pembudidaya dengan masa pembesaran kurang dari 80 hari, antara 81 hingga 90 hari, dan lebih dari 90 hari.

 Hipotesis

: Biaya<80 = Biaya 81-90 = Biaya >90 : Biaya<80 ≠ Biaya 81-90 ≠ Biaya >90

 Daerah kritis

Jika nilai chi-square hitung > chi-square tabel : Tolak Jika nilai chi-square hitung < chi-square tabel : Terima

 Keputusan uji

Apabila tolak terdapat perbedaan secara signifikan rata-rata biaya total antara masa pembesaran kurang dari80 hari, antara 81 hingga 90 hari, dan lebih dari 90 hari pada taraf nyata α.

2) Uji beda pendapatan atas biaya total pembudidaya dengan masa pembesaran kurang dari 80 hari, antara 81 hingga 90 hari, dan lebih dari 90 hari.

 Hipotesis

: Pendapatan<80 = Pendapatan 81-90 = Pendapatan >90 : pendapatan<80 ≠ pendapatan81-90 ≠ pendapatan >90

 Daerah kritis

Jika nilai chi-square hitung > chi-square tabel : Tolak Jika nilai chi-square hitung < chi-square tabel : Terima

 Keputusan uji

Apabila tolak terdapat perbedaan secara signifikan rata-rata pendapatan atas biaya total antara masa pembesaran kurang dari80 hari, antara 81 hingga 90 hari, dan lebih dari 90 hari pada taraf nyata α.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Keadaan Geografi dan Administratif

Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari Kabupaen Rembang ke ibukota provinsi adalah 110 kilometer, sedangkan jarak ke ibukota negara adalah 597 kilometer. Batas wilayah administratif Kabupaten Rembang sebagai berikut :

Utara : Laut Jawa

Timur : Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Tuban) Selatan : Kabupaten Blora

(35)

23 Luas wilayah Kabupaten Rembang mencapai 101 408 hektar merupakan wilayah kabupaten yang cukup luas dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Tengah. Sebagian besar (46.93%) wilayah Kabupaten Rembang merupakan dataran rendah yang terletak di bagian utara Kabupaten Rembang. Kondisi topografi Kabupaten Rembang sangat lengkap yaitu daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Daerah pantai sepanjang Laut Jawa yang berada di wilayah utara Kabupaten Rembang merupakan wailyah yang cocok untuk pembesaran udang vaname karena memiliki ketinggian 1-2 meter dari permukaan laut. Kondisi tanah di wilayah Kabupaten Rembang merupakan tanah grumosol sebesar 32 persen yang cocok untuk tambak udang vaname. (Sudrajat 2010)

Keadaan Demografi

Mayoritas penduduk di lokasi penelitian pada enam kecamatan di Kabupaten Rembang bekerja pada sektor pertanian yaitu sebanyak 30 158 jiwa. Selanjutnya sebanyak 23 937 jiwa bekerja pada sektor wiraswata dan nelayan sebanyak 11 399 jiwa. Pembudidaya udang vaname termasuk ke dalam kelompok petani yang merupakan pekerjaan yang mayoritas dilakukan oleh warga di Kabupaten Rembang. Jumlah penduduk di lokasi penelitian yang bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah Penduduk yang Bekerja di Lokasi Penelitian Tahun 2014 Kecamatan

Sumber : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2014)

Budidaya Udang Vaname Persiapan Tambak

Media pembesaran udang vaname yang diupayakan oleh keseluruhan responden di tempat penelitian yaitu Kabupaten Rembang adalah tambak. Tambak merupakan kolam yang berada dekat dengan laut yang bertujuan untuk kemudahan mengakses air laut sebagai media pembesaran. Persiapan tambak diawali dengan membentuk kolam sesuai dengan kebutuhan. Penggalian tanah dapat dilakukan secara manual dengan alat cangkul ataupun dengan alat berat berupa ekskavator.

(36)

24

Dalam masa pengeringan tanah ini, diperlukan juga kapur (gamping) dalam prosesnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ph dari tanah agar berada di atas 6.5. Selain itu digunakan juga samponin agar dapat membantu membunuh bakteri patogen yang ada sehingga masa pengeringan dapat berlangsung lebih singkat. Setelah tambak sudah cukup kering, tahap penyiapan selanjutnya adalah dengan memasang plastik mulsa ataupun terpal jika diperlukan. Fungsi dari plastik mulsa dan terpal adalah untuk membatasi pergerakan udang agar tidak menembus tambak.

Tambak yang sudah kering berarti sudah siap untuk dimasuki air. Air yang dimasukkan kedalam kolam diperiksa terlebih dahulu kualitas air agar benih udang yang dimasukkan dapat dengan mudah beradaptasi. Ketinggian air berkisar antara 70-120 centi meter. Hal tersebut bertujuan agar udang mampu bergerak dengan ruang yang cukup sehingga pertumbuhannya optimal.

Penebaran Benih

Penebaran benih diawali dengan menghidupkan kincir yang terdapat di kolam dengan tujuan menyiapkan oksigen agar benih mampu beradaptasi. Penebaran benih idealnya dilakukan ketika sore hari atau pagi hari ketika suhu air tidak terlalu panas. Hal tersebut dilakukan agar benih udang vaname tidak membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi. Kadar oksigen yang cukup dan suhu air yang dapat dikendalikan menunjang kehidupan pada benih udang vaname. Masa Pembesaran Benih Udang Vaname

Pembesaran benih udang vaname diawali dengan tahap pemberian pakan pada benih. Pemberian pakan dilakukan 3-5 kali sehari disesuaikan dengan kebutuhan udang. Pengecekan kebutuhan pakan udang vaname dapat dilihat dengan alat anco yang dilihat setiap 3-5 jam setelah pemberian pakan. Jika pakan masih tersisa cukup banyak, maka belum diperlukan penambahan dosis pakan.

Setelah udang berumur 60 hari, dosis pemberian pakan mulai meningkat. Pada usia ini udang perlu ditambahkan suplemen makanan. Suplemen makanan dapat berupa Nufak, Super PS, ataupun Super NB. Tujuan penambahan suplemen ini adalah untuk meningkatkan nafsu makan dari udang vaname agar mampu mencapai ukuran yang optimal.

(37)

25 Pemanenan

Tahap terakhir pembesaran udang vaname adalah pemanenan. Panen harus mempertimbangkan aspek harga, pertumbuuhan udang, dan kesehatan udang. Dalam kegiatan panen ini diawali dengan tidak menggati air selama 2-4 hari agar dengan tujuan agar udang tidak mengalami moulting (pergantian kulit) sehingga berat udang tidak berkurang. Pemanenan udang dapat menggunakan jala yang ditebar ataupun dengan menyaring udang ke pintu air. Setelah udang diangkat, dilakukan penimbangan dan selanjutnya menyimpan udang ke dalam cold storage yang telah disiapkan oleh pembeli. Pemanenan udang sebaiknya dilakukan pada malam hari agar kualitas udang tidak rusak ketika terkena sinar matahari.

Karakteristik responden

Karakteristik responden diklasifikasikan berdasarkan usia, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal (penyuluhan), pengalaman usahatani, modal, dan status kepemilikan tambak. Keragaan karakteristik tersebut diduga akan mempengaruhi keputusan petani (pembudidaya) dalam melaksanakan kegiatan produksi.

Usia pembudidaya di lokasi penelitian yaitu Kabupaten Rembang berada diantara usia 28-66 tahun. Berdasarkan distribusi usia petani pada Tabel 8 terlihat bahwa sebagian besar pembudidaya responden yang melakukan budidaya udang vaname adalah pembudidaya yang berusia kurang dari sama dengan 50 tahun (60 persen). Sebanyak 40 persen lainnya berusia lebih dari 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh pembudidaya responden berada dalam usia produktif di Kabupaten Rembang yaitu 19-60 tahun. Pembudidaya responden dengan usia produktif umumnya memiliki kinerja yang lebih baik secara fisik sehingga kinerja dalam berproduksi dapat lebih optimal. Data mengenai sebaran umur responden dapat dilhat pada tabel 7 .

Tabel 7 Karakterisitik responden berdasarkan umur

Kelompok usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

21-30 2 5.71

31-40 6 17.14

41-50 13 37.15

51-60 11 34.29

>60 2 5.71

Total 35 100

(38)

26

Pertama dan Sekolah Menengah Atas masing-masing sebesar 20.00 persen dan 25.71 persen. Sementara untuk responden dengan lulusan Diploma 2 dan S1 masing-masing sebesar 5.71 persen dan 17.14 persen.

Tabel 8 Karakterisitik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Lulusan SD 11 31.43

Selain pendidikan formal, pendidikan non-formal seperti penyuluhan juga sangat penting dan berpengaruh dalam mengembangkan pengetahuan pembudidaya udang vaname mengenai informasi teraktual dan perkembangan teknologi produksi yang ada. Penyuluhan diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang dan juga oleh beberapa Perusahaan yang bergerak dalam industri udang vaname seperti pembenihan, pembuatan pakan, dan pengolahan. Ketidakikutsertaan pembudidaya yang menjadi responden dikarenakan mayoritas pembudidaya memiliki keinginan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai budidaya udang vaname kepada pembudidaya yang telah memiliki pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 15 orang (42.86%) pembudidaya responden telah mengikuti penyuluhan. Sedangkan 20 orang pembudidaya responden (57.14%) belum pernah mengikuti penyuluhan. Sebaran pembudidaya responden yang pernah mengikuti penyuluhan terdapat di Tabel 9. Tabel 9 Karakterisitik responden berdasarkan keikutsertaan dalam penyuluhan

Pernah Mengikuti

Pengalaman responden dalam membudidayakan udang vaname sangat beragam. Pengalaman menunjukkan semakin sering pembudidaya melakukan kegiatan produksi pembesaran udang vaname. Sebaran mengenai pengalaman membudidayan udang vaname dapat dijelaskan dalam Tabel10.

Tabel 10 Karakterisitik responden berdasarkan pengalaman membudidayakan udang vaname

(39)

27 sebanyak 2 orang telah membudidayakan udang vaname lebih dari 10 tahun (5.71%).

Mayoritas responden memiliki pegetahuan budidaya udang vaname didapatkan dari pembudidaya yang sudah memiliki pengalaman. Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa mereka membudidayakan udang vaname berdasarkan ilmu yang bersifat praktis dari pembudidaya yang telah memiliki pengalaman.

Tambak merupakan media pembesaran udang vaname yang digunakan oleh pembudidaya di Kabupaten Rembang. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi dari budidaya udang vaname adalah luasan tambak. Semakin luas tambak yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya diharapkan mampu memberikan keuntungan yang lebih dari budidaya udang vaname. Semakin luas tambak yang digunakan menuntut suatu sistem manajemen agar mampu memberikan keuntungan yang semakin baik. Keragaman luasan tambak pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel .

Tabel 11 Karakterisitik responden berdasarkan luas tambak yang diusahakan Luas Tambak yang Dimiliki Jumlah (orang) Persentase (%)

< 5000 14 40

>5000 dan ≤ 10000 7 20

≥ 10000 14 40

Total 35 100

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebesar 40 persen dari keseluruhan responden menggunakan tambak seluas kuran dari 5 000 Meter persegi. Hal yang sama ditemukan pada responden yang menggunakan tambak seluas lebih dari 10 000 meter persegi. Sebanyak 14 orang atau 40 persen dari keseluruhan responden menggunakan tambak yang luasnya lebih dari 10 000 meter persegi. Sedangkan sisanya sebanyak 7 orang memiliki tambak sebagai media budidaya udang vaname seluas lebih dari 5 000 meter persegi dan kurang dari 10 000 meter persegi. Pembudidaya udang vaname di Kabupaten Rembang cenderung berani untuk melakukan budidaya udang vaname pada tambak yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan pembudidaya sudah memperhitungkan mengenai pembiayaan dan pendapatan yang akan diperoleh dari budidaya udang vaname.

Modal sebagai sumber dana bagi para pembudidaya secara keseluruhan didapatkan dari pribadi masing-masing pembudidaya. Namun ada beberapa pembudidaya yang mendapatkan juga bantuan pinjaman dana untuk produksi udang vaname. Bank BRI dan BPR menjadi lembaga keuangan yang memberikan pinjaman dana kepada 24 orang pembudidaya responden di Kabupaten Rembang. Sebanyak 11 orang pembudidaya responden belum mendapatkan pinjaman dana selama melakukan budidaya udang vaname. Sebaran responden yang mendapatkan pinjaman dana tercantum dalam Tabel 12 .

Gambar

Tabel 5 Produksi Udang Vaname di Kabupaten Rembang per tri wulan tahun
Gambar 1 Produktivitas Udang Vaname di enam kecamatan Kabupaten
Gambar 4Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Budidaya
Tabel 6 Jumlah Penduduk yang Bekerja di Lokasi Penelitian Tahun 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan validasi yang dilakukan oleh 2 dosen ahli kinematika, dan 2 guru fisika dengan menggunakan lembar validasi, diperoleh data hasil validasi terhadap

Yang pertama adalah menurut Peter Drucker, Beliau mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi

bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga

Permasalahan yang ada dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah kurangnya pemahaman terhadap tujuan sekolah, kurangnya kemampuan (skill) kepala sekolah dalam

Metode Analisis data yang dipakai adalah berupa metode analisa dengan regresi yaitu berdasarkan tujuan penelitian serta menggunakan skala pengukuran data untuk setiap

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gumulec (2013), penggunaan antipsikotik generasi pertama/tipikal menggunakan haloperidol secara signifikan dapat

Elektroforegram hasil PCR sampel kode 798 menggunakan tiga pasang primer (inhA, rpoB, dan katG) dibandingkan dengan sampel kode K menggunakan empat pasang primer

BAB IV.. yang berada pada wilayah perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Riau dan dilewati oleh Jalur Lintas Tengah Sumatera. Kabupaten Dharmasraya