ANALISIS ATURAN PERDAGANGAN UNI EROPA DALAM
PEMBERANTASAN
ILLEGAL, UNREPORTED,
UNREGULATED FISHING
CUT SYARIFATTUL JANNAH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan Illegal Unreported Unregulated Fishing adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
ABSTRAK
CUT SYARIFATTUL JANNAH. Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan EKO SRI WIYONO.
Permasalahan isu global berupa Illegal, Unreported, Unregulated Fishing membuat Uni Eropa mengeluarkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah kegiatan IUU Fishing melalui jalur perdagangan. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi aturan-aturan yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008; 2) membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dengan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 beserta implementasinya dan; 3) merumuskan strategi antisipasi Council Regulation (EC) No. 1005/2008. Penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis normatif dan analisis yuridis komparatif untuk Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No. PER.13/MEN/2012, sedangkan untuk rekomendasi strategi menggunakan analisis SWOT. Hasil yang didapatkan adalah Permen KP No. PER.13/MEN/2012 belum seutuhnya efektif untuk menanggulangi Council Regulation (EC) No. 1005/2008. Strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi Council Regulation (EC) No. 1005/2008 adalah penguatan sistem pengawasan dengan meningkatkan SDM dan selalu mengadakan monitoring dan evaluasi, pembuatan sistem pendataan secara terpadu untuk Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan dari hulu ke hilir berbasis online juga menyinergiskan pemerintah dan pengusaha perikanan.
ABSTRACT
CUT SYARIFATTUL JANNAH. Analysis of European Commission trade rules in efforts to eradicate Illegal, Unreported, Unregulated Fishing. Supervised by AKHMAD SOLIHIN and EKO SRI WIYONO.
The problem of global issues such as Illegal, Unreported, Unregulated fishing make the European Commission issued a Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 september 2008 establishing a community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing. This regulation is intended to prevent IUU fishing activities through trade. Based on this issued the research was proposed to 1) identify the Council Regulation (EC) No.1005/2008; 2) compare the Council Regulation (EC) N0.1005/2008 with implementation Permen KP No. PER.13/MEN/2012; 3) formulate recommendations strategy for tuna trading to European Union market. This study uses normative juridical analysis and comparative juridical analysis to Council Regulation (EC) No. 1005/2008 and Permen No. PER.13/MEN/2012, while for the recommendation strategy was use SWOT analysis. The results of this study showed that Permen KP No. PER.13/MEN/2012 has not been entirely effective to overcame the Council Regulation (EC) No. 1005/2008. Strategies that can proposed in the face of Council Regulation (EC) No.1005/2008 are strengthening control system by increasing human resources and always conduct monitoring and evaluation, manufacture of integrated data system for Catch Certificate based online system and synergy of government and trader fish.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
ANALISIS ATURAN PERDAGANGAN UNI EROPA DALAM
PEMBERANTASAN
ILLEGAL, UNREPORTED,
UNREGULATED FISHING
CUT SYARIFATTUL JANNAH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan karunianya karya ilmiah ini bisa selesai.Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kebijakan perikanan tangkap, dengan judul Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Akhmad Solihin, SPi, MH dan Bapak Dr Eko Sri Wiyono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Budhi Hascaryo Iskandar selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing selama masuk ke departemen PSP
3. Bapak M Dahri Iskandar dan Bapak Iin Solihin selaku dosen penguji dan komisi pendidikan departemen PSP
4. Bapak Muhammad Fathoni dari Kementerian Kelautan Perikanan 5. Ibu Herlina dari pihak SHTI Pelabuhan Tanjung Benoa
6. Bapak Januar Abdullah dari pengelola data SHTI PPS Nizam Zachman Jakarta
7. Bapak Mustari Olii sebagai kepala SATKER PSDKP Benoa Bali
8. Bapak Garibaldi Marandita, SH sebagai Pengawas Perikanan PSDKP Jakarta 9. Bapak Dwi Agus sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Tuna Longline yang
telah membantu selama pengumpulan data;
10. Bapak Bachtiar Effendi dan Ibu Elvida Siregar selaku orang tua penulis, Brigadir Alfi Meizar, Bripda Novandra, Teuku Abdul Kholik, Eva Sri Budianti atas segala doa dan kasih sayangnya kepada penulis.
11. Keluarga PSP 48 dan Jakarta Community 48 yang selalu memberikan bantuan dan doa dalam pengerjaan karya ilmiah ini ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Penelitian Terdahulu 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Sumber Data 3
Metode Pengumpulan Data 4
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Keadaan Umum Pelabuhan Tanjung Benoa 7
Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman 7 Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan IUUFishing 7 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait Aturan Dagang Uni Eropa
dalam Pemberantasan IUU Fishing 9
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan
Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing 13
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 24
DAFTAR TABEL
1 Strategi SWOT 6
2 Peraturan yang harus diadopsi pemerintah Indonesia pada regulasi
nasional 9
3 Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 terhadap Council Regulation (EC) No. 1005/2008 10
4 Permasalahan dalam penerbitan SHTI 12
5 Permintaan verifikasi dari Uni Eropa 13
6 Analisis faktor kekuatan (Strengths) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa 14
7 Analisis faktor kelemahan (weaknesses) dalam strategi menghadapi
aturan perdagangan Uni Eropa 15
8 Analisis faktor peluang (opportunities) dalam strategi menghadapi
aturan perdagangan Uni Eropa 17
9 Analisis faktor ancaman (threats) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa 18
10 Hasil analisis dengan matriks SWOT 19
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil analisis SWOT 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eleminate illegal, unreported and unregulated fishing 24
2 Tahapan Analis SWOT 30
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing sudah menjadi isu penting dalam dunia perikanan tangkap. Kerugian yang disebabkan oleh kegiatan IUU berdampak pada lingkungan dan ekonomi. Berdasarkan data laporan FAO tahun 2014 menyebutkan bahwa hasil perikanan melalui kegiatan IUU Fishing dalam tingkat global mencapai 11 sampai 26 juta ton setiap tahunnya, dengan perkiraan nilai 10 sampai 23 miliar dolar Amerika Serikat (WWF 2014).
Ancaman terhadap aspek lingkungan berupa penurunan sumberdaya ikan merupakan salah satu dampak kegiatan IUU Fishing. FAO (2001) menjelaskan bahwa IUU Fishing telah merusak upaya konservasi sumberdaya ikan dan manajemen stok ikan yang berkelanjutan. Berdasarkan data The State of World Fisheries and Aquaculture (2008) pada tahun 2007 menyatakan bahwa estimasi sumberdaya ikan 2% dibawah tingkat eksploitasi, 18% pada tahap moderat yang artinya masih dapat ditingkatkan, 52% fully exploited, 19% overexploited, 8% deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus dan 1% yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi. FAO mencatat sekitar 30 persen hasil tangkapan ikan di dunia tergolong IUU Fishing (DKP Kutai Kertanegara 2014), sehingga keberadaan sumberdaya ikan akan terus menurun karena adanya kegiatan IUUFishing.
Dampak dari kegiatan IUU Fishing tersebut, mendorong kesadaran masyarakat global untuk menghapuskan kegiatan IUU Fishing. Implementasi dilakukan melalui berbagai pengawasan internasional berdasarkan kesepakatan internasional. Pengelolaan sumberdaya ikan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 dan beberapa instrumen hukum internasional lainnya yaitu, FAO Compliance Agreement 1993, UN Fish Stocks Agreement 1995, FAO Code Conduct Responsible Fisheries 1995, FAO International Plan of Action to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2001, FAO Model Scheme on Port State Measures 2005 dan FAO Agreement on Port State Measures2009 (Pandapotan 2014).
International Plan of Action IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing) merupakan salah satu instrumen internasional dalam penanggungalangan IUUFishing. IPOA-IUU Fishing memiliki beberapa langkah-langkah dalam rangka penanggulangan IUU Fishing yang bersifat sukarela (not legally binding). Pendekatan dalam langkah-langkah pencegahan IUU Fishing yaitu, tanggung jawab negara bendera (flag state), tindakan negara pantai (coastal state), tindakan negara pelabuhan (port state) dan perdagangan internasional (trade measures).
2
tangkapan ikan di negara asalnya. Penelusuran tersebut lebih jelasnya mengatur mengenai skema sertifikasi hasil tangkapan ikan, sehingga bisa dilakukan tindak pencegahan terhadap kegiatan IUU Fishing.
Berdasarkan data BPS (2012) komposisi komoditas utama ekspor perikanan Indonesia ke UE pada tahun 2012 adalah Tuna Tongkol Cakalang (32%), ikan lainnya (32%), dan udang (19%). Nilai ekspor secara berurut adalah 123 juta US dolar, 78 juta US Dolar dan 111 juta US dolar. Karena semakin ketatnya persyaratan ekspor berupa Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke negara-negara UE pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar 14,87% dan 3,05%.
Guna memenuhi persyaratan yang diminta oleh Uni Eropa, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan (SHTI). Namun demikian implementasi peraturan tersebut hingga saat ini belum teruji. Sehingga penelitian tentang implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 penting untuk dilakukan, agar mengetahui terpenuhinya persyaratan yang tercantum pada Council Regulation No.1005/2008 didalam Permen KP No. PER.13/MEN/2012.
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dan Bali, tepatnya di Pelabuhan
Ramalia (2012) meneliti mengenai Analisis Praktik Perikanan IUU Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Berdasarkan IPOA-IUU Fishing terdapat 4 pendekatan dalam langkah-langkah pencegahan IUU Fishing yaitu, tanggung jawab negara bendera, tindakan negara pantai, tindakan negara pelabuhan dan perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan ramalia adalah pendekatan tindakan negara pelabuhan. Penelitian ini fokus pada peran negara pelabuhan dalam upaya menangani IUU Fishing sesuai dengan dokumen perjanjian yang dirancang oleh Food and Agriculture Organization mengenai Port State Measures (PSM) Agreement.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi aturan-aturan yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 sebagai aturan perdagangan Uni Eropa dalam pemberantasan IUU Fishing
2. Membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008, Permen KP No. PER.13/MEN/2012 dan pelaksanaan di lapangan
3. Merumuskan strategi antisipasi Council Regulation (EC) No. 1005/2008.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan mengenai aturan perdagangan Uni Eropa dalam pemberantasan IUU Fishing
2. Memberikan penjelasan mengenai implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012
3. Memberikan rekomendasi perbaikan kepada pemerintah terkait Permen KP No. PER.13/MEN/2012
4. Memberikan pengetahuan kepada nelayan dan perusahaan penangkapan terkait jebakan IUU Fishing melalui sistem perdagangan
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 di Pelabuhan Tanjung Benoa, Bali. Penelitian dilanjutkan di Jakarta yang meliputi, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman pada bulan Februari 2015.
Sumber Data
4
sendiri yakni Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No. PER.13/MEN/2012.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Metode survei adalah memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. Metode survei membedah serta mengenal masalah-masalah serta mendapat pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung (Nazir, 2003). Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dari suatu populasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Penelitian survei menggunakan kuesioner sebagai alat bantu dalam proses wawancara dengan responden yang sudah ditentukan. Aspek yang diteliti yaitu implementasi Permen KP No.PER.13/MEN/2012 di Pelabuhan Tanjung Benoa, Bali dan Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman, Jakarta. Kemudian aspek yang diteliti lebih lanjut adalah kendala dan permasalahan pada Permen KP No.PER.13/MEN/2012, meliputi kelengkapan SHTI, permasalahan ekspor ke Eropa dan keefektifan Permen KP NO.PER.13/MEN/2012.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling yakni responden telah ditentukan dengan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian dimana sampel yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 6 responden yakni, 1 orang dari Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan, 1 orang dari pihak PPS Nizam Zachman, 1 orang dari pihak PSDKP Jakarta, 1 orang dari pihak Pelabuhan Tanjung Benoa, 1 orang dari pihak PSDKP Benoa dan 1 orang pada Asosiasi Tuna Longline yang mewakili pengusaha perikanan penangkapan tuna.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis. Alat analisis yuridis sendiri terbagi menjadi 3 yaitu yuridis normatif, yuridis komparatif dan yuridis empiris. Untuk menganalisis konten dari Council Regulation (EC) No. 1005/2008 menggunakan analisis yuridis normatif, kemudian untuk membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dengan Permen KP NO.PER.13/MEN/2012 menggunakan analisis yuridis komparatif. Pelaksanaan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 di lokasi penelitian menggunakan analisis yuridis empiris. Analisis data lain yang digunakan yaitu analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunies, and Threaths) dimana analisis ini digunakan sebagai rekomendasi perbaikan agar terhindar dari jebakan IUU Fishing yang mengakibatkan kerugian secara ekonomi dibidang perdagangan.
Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing
5 pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Secara operasional penelitian yuridis normatif dilakukan dengan penelitian kepustakaan.
Analisis yuridis normatif dalam penilitian ini dilakukan dengan cara peraturan yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dikelompokan terlebih dahulu. Peraturan tersebut diidentifikasi lebih lanjut mengenai hal-hal penting yang harus ditaati oleh pihak eksportir atau negara asal yakni Indonesia. Data tersebut akan disusun menjadi sebuah tabel yang telah disederhanakan yang berisi daftar peraturan yang wajib dimiliki pihak eksportir.
Membandingkan Aturan Perdagangan Uni Eropa dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Untuk membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dengan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 digunakan alat analisis yuridis komparatif. Analisis yuridis komparatif dalam hal ini membandingkan antara hukum internasional yang berlaku dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Hal-hal penting yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dibandingkan dengan Permen KP No PER.13/MEN/2012.
Kemudian untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai implementasi Permen KP No PER.13/MEN/2012 yang terjadi dilapangan yakni di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman dan Pelabuhan Tanjung Benoa menggunakan analisis yuridis empiris. Menurut Bahder Nasution (2008) ilmu hukum empiris lebih menekankan pada segi observasi. Hal ini berkaitan dengan sifat obyektif dan empiris dari ilmu hukum itu sendiri, termasuk mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku di masyarakat, dimana hal tersebut harus diamati dan dibuktikan secara terbuka. Selanjutnya data dari kedua analisis tersebut dijadikan berupa tabel perbandingan antara Council Regulation (EC) No. 1005/2008, Permen KP No. Per.13/MEN/2012 dan fakta yang terjadi dilapangan.
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing
Penyusun strategi perdagangan tangkap di Indonesia dilakukan dengan analisis SWOT. Alat analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunies, and Threaths) digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada dalam aturan Uni Eropa terkait pemberantasan IUU Fishing, kemudian menetapkan rekomendasi perbaikan strategi kebijakan kepada pemerintah agar terhindar dari jebakan IUU Fishing. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat dipakai dalam menyusun faktor-faktor strategis suatu instansi berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
6
Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang, perusahaan atau organisasi dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada. Penjelasan tentang faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan (Strenghts). Kekuatan yang akan menjadi landasan untuk pengambilan keputusan
2) Kelemahan (Weaknesses). Kelemahan yang dimiliki yang kemudian akan menjadi acuan untuk memperbaiki kinerja
3) Peluang (Opportunities). Peluang yang dimiliki yang bersifat dapat menguntungkan dan dapat dipergunakan
4) Ancaman (Threats). Ancaman yang terdapat dari luar yang dapat mempengaruhi faktor internal
Tahap analisis SWOT (Rangkuti 1997):
1. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal 2. Penentuan strategi
Tabel 1 Strategi SWOT EFAS
IFAS Oppurtunities (O) Threats (T)
Strong (S)
Strategi SO
Memanfaatkan seluruh kekuaatan untuk mendapatkan peluang
Strategi ST
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman
Weakness (W)
Strategi WO
Meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang
yang ada
Strategi WT
Melakukan pertahanan dimana meminimalkan
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Pelabuhan Tanjung Benoa
Pelabuhan Benoa terletak di Kabupaten Badung, Provinsi Bali pada posisi 115o12 30 BT dan 08o44’ 22 LS tepatnya di Teluk Benoa. Pelabuhan ini mulai pertama kali dibuka dan diusahakan sejak tahun 1924 pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Dalam perkembangannya, pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan umum yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia III, BUMN dibawah Kementerian Perhubungan. Pelabuhan Benoa tidak berada di bawah regulasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Industri perikanan hanya salah satu dari beberapa kegiatan maritim yang ditampung di Pelabuhan Benoa.
Pelabuhan Benoa memiliki 5 zona yaitu: zona terminal, zona perikanan, zona perkantoran bisnis maritim, zona pariwisata/marina dan fasilitas umum. Lokasi zona perikanan memiliki area dermaga kapal sebagai pusat/pangkalan pendaratan kapal tuna longline, pabrik pengolahan ikan, dan lokasi beberapa perusahaan jasa cold storage. Zona perikanan pada pelabuhan Tanjung Benoa sendiri dibawah naungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan, Bali.
Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) mulai dibangun pada tahun 1980 dan diresmikan pertama kali pada tanggal 17 Juli 1984 dengan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ), selanjutnya sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04/MEN/2004 tentang perubahan nama, maka nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ).
PPS Nizam Zachman Jakarta berlokasi di Muara Baru (Teluk Jakarta), Desa/Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35/AL.003/PHB-82, posisi PPSNZJ pada koordinat :
a. 106° – 48 –15 dan 06° –06 –18 S b. 106° –47 –54 dan 06° –06 –20 S c. 106° – 48 –14 dan 06° –05 –32 S d. 106° –47 –15 dan 06° –05 –34 S
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mempunyai fungsi sebagai pemerintahan dan pengusahaan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (PPS Nizam Zachman).
Analisis Yuridis Normatif Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing
8
Uni Eropa untuk memberantas penangkapan ikan ilegal adalah peraturan untuk mencegah, menangkal dan menghapuskan IUU fishing yaitu Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Peraturan ini berdampak pada semua negara non-Uni Eropa yang memperdagangkan produk perikanan dengan Uni Eropa.
Adapun 10 peraturan yang ditetapkan pada Council Regulation (European Commission) No. 1005/2008 harus ketahui oleh setiap negara yang akan melaksanakan ekspor menuju Uni Eropa yaitu aturan yang berlaku untuk inspeksi kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa, skema sertifikasi hasil tangkapan, komunitas sistem kesiagaan, daftar kapal komunitas IUU, daftar negara ketiga yang tidak bekerjasama, tindakan darurat, warga negara Uni Eropa, sanksi, penangkapan dilaut dan gotong royong. 10 peraturan yang ditetapkan pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dapat dilihat penjabarannya pada Lampiran 1.
Berdasarkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 (Lampiran 1) maka ada beberapa peraturan yang harus diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Peraturan pertama yaitu pasal mengenai aturan yang berlaku untuk inspeksi kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa. Berdasarkan hal tersebut hal yang harus diadopsi adalah mengenai pemberitahuan sebelumnya, karena dalam pasal tersebut dijelaskan mengenai seluruh aktivitas perikanan tangkap. Mengenai hal lainnya dalam peraturan pasal tersebut hanya berupa tata cara yang harus dipatuhi selanjutnya sesudah melakukan pemberitahuan sebelumnya.
Pasal selanjutnya yang harus dipatuhi mengenai skema sertifikasi hasil tangkapan. Berdasarkan pasal tersebut hal yang harus diadopsi adalah mengenai konsenterasi produk karena menjelaskan deskripsi produk, kemudian hal skema sertifikasi hasil tangkapan dan sarana tranportasi yang menjelaskan mengenai sertifikasi hasil tangkapan berlaku untuk semua produk impor, ekspor dan re-ekspor. Menganai hal impor yang terdiri dari kiriman campuran dimana hal tersebut menjelaskan mengenai setiap kiriman harus disertai dengan masing-masing satu sertifikat hasil tangkapan per kiriman. Peran berbagai pihak juga merupakan hal yang harus diadopsi begitu juga mengenai prosedur sertifikasi yang telah disetujui oleh Uni Eropa.
Skema Regional Fisheries Management Organization (RFMO) dalam hal yang diatur dalam pasal skema sertifikasi hasil tangkapan juga harus diadopsi karena hal tersebut mengatur pula mengenai regulasi dengan hal diluar perdagangan. Selanjutnya mengenai hal penggunaan sistem penelusuran elektronik dibawah kendali negara ketiga dimana hal ini akan memudahkan dalam memvalidasi sertifikat hasil tangkapan. Pasal selanjutnya yang harus diadopsi adalah mengenai daftar kapal komunitas IUU fishing, karena apabila kapal tersebut dicurigai sebagai kapal IUU fishing dan tedapat dalam daftar IUU fishing RFMO maka Uni Eropa akan langsung menolaknya.
9
Tabel 2 Peraturan yang harus diadopsi pemerintah Indonesia pada regulasi nasional
Aturan Hal
1. Aturan yang berlaku
untuk inspeksi kapal negara ketiga dan
b. Skema sertifikasi hasil tangkapan dan saran transportasi
c. Impor yang terdiri dari kiriman campuran d. Hubungan dengan skema sertifikasi lainnya e. Penggunaan sarana elektronik
f. Skema sertifikat hasil tangkapan yang disederhanakan untuk produk perikanan dengan spesifikasi karakter tangkapan yang diperoleh oleh kapal-kapal kecil
g. Peran berbagai pihak yang terlibat dalam skema sertifikasi
h. Prosedur Sertifikasi
i. Skema RFMO yang diakui
j. Penggunaan sistem penelusuran elektronik dibawah kendali negara ketiga atau peraturan khusus antara negara ketiga dengan Komisi Eropa
k. Cara pengisian sertifikat hasil tangkapan dan pernyataan pengolahan
3. Daftar Kapal
Komunitas IUU
Perbandingan Aturan Dagang Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Memenuhi persyaratan perdagangan hasil perikanan ke Uni Eropa dan dalam rangka mencegah, mengurangi dan memberantas kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, pemerintah menetapkan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI). Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi sertifikat, kewenangan penerbitan, syarat dan tata cara penerbitan SHTI. Sertifikat yang dimaksud adalah SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI Impor. Sertifikasi hasil tangkapan ikan digunakan untuk mengetahui sumber penangkapan tidak berasal dari penangkapan yang bersifat IUU.
10
pengertian dari SHTI, kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai tujuan yaitu untuk memperlancar kegiatan ekspor dan memberantas kegiatan IUU fishing. Selanjutnya pada bab II menjelaskan mengenai penjelasan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) dan tujuan penerbitannya. SHTI digunakan sebagai kelengkapan dokumen, baik itu SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI-Impor. Bab ini menjelaskan juga mengenai penggunaan SHTI terhadap kapal dibawah 20 Gross Tonnage yang menggunakan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan.
Bab III menjelaskan mengenai kewenangan penerbitan SHTI. Kewenangan penerbitan ditugaskan kepada otoritas kompeten yaitu Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, namun dalam pelaksanaan otoritas kompeten mendelagasikan otoritas kompeten lokal. Otoritas kompeten lokal yang dimaksud adalah kepala pelabuhan sebagai unit pelaksana teknis. Dalam hal pelaksanaan otoritas kompeten bekerjasama dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran dan juga Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Bab IV mengatur mengenai syarat dan tata cara penerbitan SHTI yaitu mengenai persyaratan dalam pembuatan SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI Impor. Bab V mengatur mengenai pembinaan dan pelaporan dimana dijelaskan mengenai peran berbagai pihak dalam penerbitan SHTI. Peran Direktur Jenderal Perikanan Tangkap melakukan pembinaan kepada otoritas kompeten lokal. Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan kepada pengawas perikanan dalam penerbitan laporan hasil verifikasi pendaratan ikan. Kemudian Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melakukan pembinaan kepada UP, Eksportir, Importir dan pemilik kapal yang membuat SHTI.
Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) hampir seutuhnya sudah memenuhi persyaratan yang terdapat pada CouncilRegulation (EC) No. 1005/2008 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 terhadap Council
Regulation (EC) No. 1005/2008 Council Regulation (EC) No.
1005/2008
Permen KP No. PER.13/MEN/2012
1. Aturan yang berlaku untuk inspeksi kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa
Pemberitahuan Sebelumnya SHTI-Lembar awal 2. Skema Sertifikasi hasil tangkapan
Konsenterasi produk Terdapat pada SHTI Lembar awal dan SHTI Lembar Turunan
Skema sertifikasi hasil tangkapan dan sarana transportasi
11
Untuk produk ekspor sertifikat lainnya tidak diatur oleh Permen KP No. PER.13/MEN/2012, namun untuk produk re-ekspor diatur pada SHTI Impor pada Pasal 16 BAB IV.
Penggunaan sarana elektronik Sudah ada namun belum optimal
Skema sertifikat hasil tangkapan yang disederhanakan untuk produk perikanan dengan spesifikasi karakter tangkapan yang diperoleh oleh kapal-kapal kecil
Diatur pada Bab II Pasal 5 Poin 2 yang tentang SHTI Lembar Turunan Yang Disederhanakan untuk hasil
tangkapan ikan yang berasal dari kapal ukuran sampai dengan 20 GT Peran berbagai pihak yang terlibat
dalam skema sertifikasi
Diatur pada BAB III mengenai
kewenangan penerbit SHTI dan BAB V mengenai pembinaan dan pelaporan
Prosedur Sertifikasi Terdapat contoh sertifikasi hasil tangkapan ikan pada lampiran agar tidak terjadi pemalsuan dokumen
Skema RFMO yang diakui Tidak ada penjelasan
Penggunaan sistem penelusuran elektronik dibawah kendali negara ketiga atau peraturan khusus antara negara ketiga dengan komisi Eropa
Tidak ada
Cara pengisian sertifikat hasil tangkapan dan pernyataan pengolahan
Terdapat pada bab IV mengenai syarat dan tata cara penerbitan SHTI. Namun mengenai pernyataan pengolahan tidak ada.
12
Tabel 4 Permasalahan dalam penerbitan SHTI
Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI Permasalahan
1. SHTI lembar awal
Draft SHTI Lembar Awal tidak ada permasalahan
Foto kopi identitas pemohon tidak ada permasalahan
Fotokopi surat tanda bukti lapor kedatangan kapal
tidak ada permasalahan
Fotokopi surat izin penangkapan ikan tidak ada permasalahan Laporan hasil verifikasi pendaratan
ikan
muatan kapal ikan yang tidak seutuhnya diperiksa
pada saat aktivitas pendaratan masih ada
pengawas perikanan yang tidak
ditempat
masih terdapat kapal yang vessel
monitoring system (VMS) nya mati target spesies banyak yang tidak sesuai
mendaratkan hasil tangkapan pada pelabuhan yang ditetapkan sebagai otoritas kompeten lokal
tidak ada permasalahan
2. SHTI-Lembar Turunan
fotokopi SHTI-Lembar Awal Perusahaan/eksportir kecil banyak yang
tidak mendapatkan SHTI-Lembar Awal dari hasil pembelian ikan kepada kapal penangkapan
draft SHTI-Lembar Turunan Tidak ada permasalahan
fotokopi Identitas Pemohon Tidak ada permasalahan
bukti pembelian ikan Tidak ada permasalahan
packing list invoice dari perusahaan Tidak ada permasalahan surat jalan pengiriman barang dari
perusahaan
Tidak ada permasalahan
3. SHTI-Lembar Turunan Yang
Disederhanakan
Draft SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan
Tidak ada permasalahan
Fotokopi identitas pemohon Tidak ada permasalahan
Bukti pembelian ikan Tidak ada permasalahan
Packing list invoice dari perusahaan Tidak ada permasalahan Surat jalan pengiriman barang dari
perusahaan
Tidak ada permasalahan
Laporan hasil verifikasi pendaratan ikan
pada saat aktivitas pendaratan masih ada
pengawas perikanan yang tidak
ditempat
13 Tabel 4 Lanjutan
Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI Permasalahan
SKPI bagi kapal penangkap ikan
yang mendaratkan ikan hasil
tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum yang tidak
ditetapkan sebagai Otoritas
Kompeten Lokal
tidak ada permasalahan
Akibat dari permasalahan yang terjadi banyak permintaan verifikasi dari negara-negara Uni Eropa terkait SHTI. Permintaan verifikasi yang sering terjadi yakni kapal yang tidak terdaftar di RFMO, kegiatan transhipment, keabsahan tanda-tangan, rincian daerah penangkapan ikan, permintaan dokumen pendukung (SIPI, log book, record VMS), dan keaslian SHTI. Permintaan verifikasi dari Uni Eropa setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan banyaknya dugaan kegiatan IUU fishing di Indonesia. Jumlah permintaan verifikasi dari Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Permintaan verifikasi dari Uni Eropa
Tahun Jumlah permintaan verifikasi
2010 1
2011 6
2012 9
2013 30
2014 215
Sumber: Direktorat Jenderal P2HP KKP
Permintaan verifikasi dikirimkan melalui Direktur Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP). Kemudian Direktur Pemasaran Luar Negeri DJP2HP melanjutkan kepada pihak Otoritas Kompeten yakni Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), DJPT melanjutkan kepada Otoritas Kompeten Lokal yakni Pelabuhan Perikanan. Permintaan verifikasi ini juga menimbulkan masalah baru yaitu birokrasisangat rumit karena membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut dapat menjadi permasalahan karena waktu klarifikasi yang diberikan hanya 14 hari. Jika batas waktu lebih dari yang diberikan maka produk akan dihancurkan langsung ditempat.
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing
Faktor Internal
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan penelusuran data sekunder, beberapa faktor diidentifikasi sebagai kekuatan dalam kegiatan ekspor tuna. Kekuatan-kekuatan tersebut mencakup:
14
Pemerintah menetapkan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan. SHTI digunakan sebagai kelengkapan dokumen ekspor untuk hasil tangkapan ikan di laut yang berasal dari kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing. Hal ini menjadi faktor kekuatan utama terkait SHTI.
b. Penerapan database sharing system untuk SHTI-Lembar Awal
Penerapan database sharing system yang sudah mulai berjalan untuk pembuatan SHTI mempermudah sistem pengawasan dan penelusuran pembuatan SHTI. Database sharing system yang sejauh ini sudah dilakukan adalah untuk SHTI-Lembar awal. Menggunakan bantuan teknologi ini menjadi suatu kekuatan bagi pemerintah dalam menjalankan sistem perdagangan. c. Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melalui pihak Pelabuhan Perikanan turut pula mengadakan sosialisasi mengenai Council Regulation (EC) No.1005/2008 dan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 kepada pihak pengusaha penangkapan maupun perusahaan yang akan melakukan ekspor kepada pihak Uni Eropa. Hal ini menjadikan sosialisasi sebagai salah satu faktor kekuatan dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa.
d. Kesadaran pihak pengusaha maupun eksportir akan pentingnya SHTI
Kesadaran ini membuat banyak pihak pengusaha penangkapan dan eksportir mengikuti regulasi yang diatur oleh pemerintah. Kesadaran oleh pihak pengusaha penangkapan maupun eksportir turut menjadi faktor kekuatan. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor kekuatan (Strengths) pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 6 menunjukan hasil analisis berdasarkan faktor kekuatan (Strengths) yang merupakan faktor internal
.
Tabel 6 Analisis faktor kekuatan (Strengths) dalam strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa
No Kekuatan Bobot Skala Skor
1 Adanya Permen KP NO. PER.13/MEN/2012
sebagai landasan hukum terkait SHTI
0,1630 3,8833 0,6250
2 Penerapan database sharing system untuk
SHTI-Lembar Awal
0,1567 3,5000 0,5483
3 Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir 0,1419 3,3333 0,4731
4 Kesadaran pihak pengusaha maupun eksportir
akan pentingnya SHTI
0,1479 3,5000 0,5176
TOTAL 2,164
15 yang selalu diusahakan jelas dan tepat. Faktor terakhir adalah Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir dengan nilai 0,4731
Aspek-aspek kelemahan mencakup: a. Sistem pengawasan yang belum efektif
Permasalahan pengawasan juga turut menjadi salah satu kekurangan dalam sistem perdagangan ke Uni Eropa. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pengawasan baik itu merupakan muatan kapal yang tidak diperiksa seutuhnya, kurangnya sumberdaya manusia dalam pengawasan saat aktivitas pendaratan ikan dan permasalahan dalam tracking VMS. Pengawasan yang belum efektif tersebut menjadi kelemahan bagi Pemerintah dalam upaya pemberantasan IUU Fishing yang tertera dalam Permen KP No. PER.13/MEN/2012.
b. Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran
Semenjak berlakunya Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang SHTI belum ada sanksi yang jelas dari Pemerintah mengenai pelanggaran. Pelanggaran sudah banyak terjadi baik itu terdapatnya data VMS dimana VMS pada kapal tersebut mati, maupun berupa pelanggaran pemalsuan dokumen. Hal tersebut tentunya akan sangat merugikan pemerintah dalam upaya penertiban pembuatan SHTI. Sanksi yang belum jelas ini tentunya menjadi faktor internal kelemahan pemerintah.
c. Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI
Penerbitan SHTI yang sangat banyak baik itu SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI Impor, membutuhkan banyak sumberdaya manusia dalam pengerjaannya. Penerbitan SHTI juga harus cepat karena banyak pihak pengusaha yang selalu mendadak dalam penerbitan SHTI. Sehingga jumlah SDM yang dibutuhkan juga banyak, mengingat perusahaan penangkapan dan eksportir juga berjumlah banyak. Kurangnya SDM juga menjadi faktor kelemahan bagi Pemerintah. d. Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih terpusat di Jakarta
Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang merupakan surat keterangan yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa juga masih terdapat kekurangan. Hal ini bisa dilihat dimana pembuatan SHTI-Lembar Turunan masih terpusat di Jakarta, karena basis perusahaan masih terpusat di Jakarta. Namun tentunya hal tersebut menyulitkan bagi eksportir yang berada di daerah. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor internal dalam kelemahan dalam sistem perdagangan ke Uni Eropa.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor kelemahan (weaknesses) pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 7 menunjukan hasil analisis berdasarkan faktor kelemahan (weaknesses) yang merupakan faktor internal.
Tabel 7 Analisis faktor kelemahan (weaknesses) dalam strategi menghadapi aturan perdaganganUni Eropa
No Kelemahan Bobot Skala Skor
16
Tabel 7 Lanjutan
No Kelemahan Bobot Skala Skor
2 Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran 0,1106 2,8333 0,3134
3 Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI 0,0978 2,3333 0,2282
4 Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih
terpusat di Jakarta
0,0587 1,3333 0,0769
Total 0,9917
Kelemahan utama dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa adalah Sistem pengawasan yang belum efektif dengan nilai sebesar 0,3732. Pengawasan mengenai kesesuaian alat tangkap dengan hasil tangkapan, ZEE area penangkapan, VMS posisi, Data Logbook kapal penangkapan ikan masih menjadi kasus yang selalu mendapat notifikasi dari pihak Uni Eropa. Faktor kedua adalah Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran dengan nilai sebesar 0,3134. Pelanggaran yang terjadi sampai saat ini belum ada sanksi yang jelas seperti kapal yang VMS nya mati, sehingga perlu adanya perhatian khusus. Faktor ketiga adalah Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI dengan nilai 0,2282. Hal ini disebabkan karena SDM yang sudah bisa menggunakan teknologi sangat terbatas, ditambah jumlah SDM sekarang dinilai masih kurang. Faktor terakhir adalah Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih terpusat di Jakarta dengan nilai sebesar 0,0769. Hal ini disebabkan masih kurangnya penggunaan teknologi berupa database sharing system dan SDM yang bisa menggunakan teknologi dengan baik.
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunity) yang terdapat mencakup:
a. Bantuan dari Uni Eropa dalam pembuatan regulasi dan tata cara SHTI
Upaya yang dilakukan Uni Eropa melalui perdagangan dalam pemberantasan IUU fishing melalui Council Regulation (EC) No.1005/2008 tidak serta merta membuat Uni Eropa melepas kewajiban. Uni Eropa turut memberikan saran dalam pembuatan regulasi mengenai SHTI. Hal tersebut dilakukan dengan mengirimkan agen dan menjelaskan kembali data yang wajib terdapat didalam SHTI. Hal itu dapat dijadikan sebuah peluang apabila terdapat kekurangan dalam Permen KP No. PER.13/MEN.2012 baik dalam regulasinya maupun implementasinya.
b. Peningkatan SDM pihak pengawasan perikanan dan pihak SHTI
Upaya peningkatan SDM juga bisa menjadi salah satu peluang. Peluang yang dimaksud adalah Peningkatan SDM pada pihak pengawasan dan pihak pembuatan SHTI. Jumlah SDM yang lebih banyak, tentunya akan memudahkan proses pengawasan dimana proses pendaratan ikan tidak hanya terjadi dalam satu waktu di Pelabuhan Perikanan. Begitupun dengan peningkatan SDM pada pihak pembuatan SHTI, hal tersebut tentunya membantu mempercepat proses pengiriman dokumen dan pengiriman barang. c. Database sharing system untuk daerah terkait pembuatan SHTI-Lembar
Turunan
17 SHTI-Lembar Turunan ini tentunya menjadi suatu peluang lebih bagi pemerintah.
d. Pemotongan birokrasi dalam proses verifikasi
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor peluang (opportunities) pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 8 menunjukan hasil analisis berdasarkan faktor peluang (opportunities) yang merupakan faktor eksternal.
Tabel 8 Analisis faktor peluang (opportunities) dalam strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa
No Peluang Bobot Skala Skor
1 Bantuan dari Uni Eropa dalam pembuatan
regulasi dan tata cara SHTI
0,1014 2,3333 0,2366
2 Peningkatan SDM pihak pengawasan perikanan
dan pihak SHTI
0,1561 3,5000 0,5463
3 Database sharing system untuk daerah terkait
pembuatan SHTI-Lembar Turunan
0,1179 2,6667 0,3145
4 Pemotongan birokrasi dalam proses verifikasi 0,1022 2,3333 0,2385
Total 1,0974
Faktor utama yang menjadi peluang adalah Peningkatan SDM pihak pengawasan perikanan dan pihak SHTI dengan nilai sebesar 0,5463. Berdasarkan hal tersebut harus adanya peningkatan jumlah SDM dalam PSDKP maupun DJPT yang membawahi langsung pengawasan dan SHTI. Faktor peluang kedua adalah Database sharing system untuk daerah terkait pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang bernilai sebesar 0,3145. Hal itu merujuk perlu adanya teknologi pula untuk SHTI-Lembar Turunan sehingga tidak perlu ke Pelabuhan Perikanan besar untuk mendapatkannya. Faktor peluang ketiga adalah pemotongan birokrasi dalam proses verifikasi dengan nilai 0,2385. Faktor peluang terakhir adalah Bantuan dari Uni Eropa dalam pembuatan regulasi dan tata cara SHTI.
Aspek-aspek ancaman mencakup: a. Kapal yang tidak terdaftar di RFMO
Kapal yang belum terdaftar di RFMO untuk menangkap di laut lepas, akan menjadikan kapal tersebut masuk dalam kapal komunitas IUU. Sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa adalah penolakan langsung. Hal tersebut tentunya dapat menjadi sebuah ancaman bagi komoditas ekpor tersebut karena dapat mengalami kerugian.
b. Sistem Syahbandar yang tidak berjalan dengan baik
18
c. Demurrage bagi kapal yang mendapat notifikasi
Komoditas ekspor yang sudah akan didaratkan namun terdapat notifikasi juga merupakan sebuah ancaman. Kerugian finansial berupa demurrage akan berlangsung hinngga proses verifikasi telah dilaksanakan
d. Penyitaan barang oleh pihak Uni Eropa
Ancaman yang berkaitan dengan proses verfikasi adalah penyitaan barang. Penyitaan dilakukan apabila pihak pemerintah tidak melakukan verifikasi selama 14 hari, barang tersebut akan langsung dihancurkan oleh pihak Uni Eropa.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor ancaman (threats) pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 9 menunjukan hasil analisis berdasarkan faktor ancaman (threats) yang merupakan faktor eksternal. Tabel 9 Analisis faktor ancaman (threats) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa
No Ancaman Bobot Skala Skor
1 Kapal yang tidak terdaftar di RFMO 0,1468 3,3333 -0,4894
2 Sistem Syahbandar yang tidak berjalan dengan
baik
0,1294 2,8333 -0,3667
3 Demurrage bagi kapal yang mendapat notifikasi 0,1086 2,5000 -0,2714
4 Penyitaan barang oleh pihak Uni Eropa 0,1376 3,1667 -0,4356
TOTAL -1,5630
Faktor utama yang menjadi ancaman adalah kapal yang tidak terdaftar di RFMO dengan nilai -0,4894. Walaupun sebuah kapal sudah melakukan semua regulasi dengan benar jika tidak terdaftar di RFMO maka kapal itu akan dianggap melakukan IUU. Faktor ancaman kedua adalah penyitaan barang dari Uni Eropa dengan nilai -0,4356. Berdasarkan hasil wawancara, Uni Eropa bukan negara yang mengizinkan pengembalian barang namun pemusnahan ditempat, sehingga perlu adanya pencegahan sedini mungkin. Faktor ancaman ketiga adalah Sistem Syahbandar yang tidak berjalan dengan baik dengan nilai -0,3667. Berdasarkan hal tersebut harus adanya monitoring dan evaluasi sistem kesyahbandaran. Faktor keempat adalah Demurrage bagi kapal yang mendapat notifikasi dengan nilai -0,2714. Semakin lama kapal bersandar maka biaya demurrage akan terus bertambah. Sehingga proses verifikasi harus segera dilaksanakan jika mendapat notifikasi dari Uni Eropa, agar tidak merugikan pengusaha maupun eksportir.
Strategi dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa
19
Tabel 10 Hasil analisis dengan matriks SWOT IFAS
EFAS
Kekuatan (Strengths)
S1. Adanya Permen KP No. PER.13/MEN/2012 sebagai landasan hukum terkait SHTI;
S2. Penerapan database sharing system untuk
SHTI-Lembar Awal;
S3. Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir;
S4. Kesadaran pihak pengusaha maupun eksportir akan pentingnya SHTI
Kelemahan (Weaknesses)
W1. Sistem pengawasan yang belum efektif; W2. Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran; W3. Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI;
W4.Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih terpusat di Jakarta
Peluang (Opportunities)
O1.Bantuan dari Uni Eropa dalam
pembuatan regulasi dan tata cara SHTI; O2.Peningkatan SDM pihak pengawasan
perikanan dan pihak SHTI;
O3.Database sharing system untuk daerah terkait pembuatan SHTI-Lembar Turunan;
O4.Pemotongan birokrasi dalam proses
verifikasi
SO
SO1.Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM(S1,S2,S3,O2,O3,O4)
SO2. Sosialiasasi secara berkala terkait SHTI kepada pengusaha bersama pihak UNI Eropa (S1,S3,S4,O1)
SO3.Peningkatan kualitas program database
sharing system berbasis online untuk proses verifikasi (S1,S2,O1,O3,O4)
WO
WO1. Monitoring dan Evaluasi terhadap kinerja pengawas berdasarkan notifikasi dari Uni Eropa (W1,W2,O1,O2)
WO2. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM (W1,W3,W4,O2,O3)
WO3. Peningkatan kualitas program database sharing
system berbasis online untuk proses verifikasi (W4,O3,O4)
Ancaman (Threats)
T1.Kapal yang tidak terdaftar di RFMO;
T2.Sistem Syahbandar yang tidak
berjalandengan baik;
T3.Demurrage bagi kapal yang mendapat notifikasi
T4.Penyitaan barang oleh pihak Uni Eropa
ST
ST1. Penguatan sistem pengawasan dengan meningkatkan SDM dan selalu mengadakan monitoring dan evaluasi (S1,T1,T2)
ST2. Pembuatan sistem pendataan secara terpadu
untuk SHTI dari hulu ke hilir berbasis online
(S1,S2,T1,T2,T3,T4)
ST3. Mensinergiskan pemerintah dan pengusaha (S1,S3,S4,T1,T2,T3,T4)
WT
WT1.Monitoring dan Evaluasi terhadap kinerja pengawas (W1,W2,T1,T2)
WT2.Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM
(W1,W2,W3,W4,T2)
WT3.Mensinergiskan pemerintah dan
pengusaha(W1,T1,T2,T3,T4)
WT4.Peningkatan kualitas program database sharing
20
Berdasarkan Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9 nilai-nilai yang telah diolah dibuat untuk dijadikan grafik hasil analisis SWOT. Total nilai IFAS yang merupakan selisih antara kekuatan dan kelemahan yaitu sebesar 1,1723. Total nilai EFAS yang merupakan selisih antara peluang dan ancaman bernilai -1,5630. Hal tersebut menandakan bahwa nilai IFAS positif yang berarti faktor kekuatan lebih besar daripada faktor kelemahan, sedangkan nilai EFAS negatif yang berarti faktor ancaman lebih besar daripada faktor peluang. Dari hasil grafik tersebut dapat diperoleh strategi apa yang bisa digunakan dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa. Grafik hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar1Grafik Hasil analisis SWOT
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa strategi yang dapat digunakan berada pada kuadran 2. Kuadran ini berarti bahwa kekuatan yang dimiliki besar namun terdapat ancaman yang juga besar. Rekomendasi strategi yang dapat digunakan adalah strategi ST (Strengths-Threats), yaitu:
1. Penguatan sistem pengawasan dengan meningkatkan SDM dan selalu mengadakan monitoring dan evaluasi
a. Penambahan SDM pengawasan
Permasalahan berupa kurangnya SDM pengawasan sangat berpengaruh dalam sistem SHTI. Berdasarkan Permen KP No. PER.17/MEN/2014 tentang pelaksanaan tugas pengawas perikanan, tugas pengawas perikanan belum seutuhnya sempurna. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya notifikasi mengenai keabsahan SIPI/SIKPI, kesesuaian alat tangkap dan hasil tangkapan, kesesuaian jenis dan jumlah ikan yang diangkut, kesesuaian daerah penangkapan ikan, penerapan log book. Banyaknya tugas yang diemban oleh pengawas perikanan tersebut tidak seimbang dengan jumlah SDM yang berada dilapangan.
Solusi untuk permasalahan kurangnya SDM adalah dengan meningkatkan jumlah SDM pengawasan. Penambahan SDM pengawasan
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
-2 -1 0 1 2 3
S
W
O
21 tentunya akan sangat membantu meningkatkan kinerja pengawasan terutama pada bidang perikanan tangkap yang berkaitan dengan SHTI.
b. Monitoring dan Evaluasi terhadap kinerja pengawas perikanan
Banyaknya notifikasi dari Uni Eropa terkait keabsahan dokumen Surat Izin Penangkapan Ikan, kesesuaian alat tangkap dan hasil tangkapan, FAO Area, area ZEE melakukan penangkapan, posisi VMS, data Log book. Hal tersebut sangat berkaitan dengan tugas pengawas perikanan. Sehingga dari permasalahan tersebut harus selalu diadakan monitoring efektifitas kinerja pengawas secara berkala.
Solusi atas permasalahan ini juga berupa evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diketahui cara mengurangi notifikasi dari Uni Eropa. Pelatihan SDM pengawas perikanan juga bisa dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan. Pelatihan dapat diberikan berupa panduan pelaksanaan teknis secara berkala, menyesuaikan dengan perubahan Undang-Undang yang berlaku.
2. Pembuatan sistem pendataan secara terpadu untuk SHTI dari hulu ke hilir berbasis online
Kerugian yang terjadi berupa demurrage bahkan hingga penyitaan merupakan suatu hal yang terjadi akibat sulitnya penelusuran dokumen. Sistem pendataan yang masih hanya bisa diakses oleh pihak DJPT selaku otoritas kompeten menyulitkan penelusuran dokumen. Sistem penulusuran yang berlaku hingga saat ini yaitu notifikasi yang dikirim oleh negara anggota Uni Eropa melalui direktur pemasaran luar negeri DJP2HP, kemudian dikirm ke DJPT selaku otoritas kompeten lalu yang terakhir ke pihak pelabuhan selaku otoritas kompeten lokal.
Solusi atas hal ini adalah dengan membuat sistem pendataan secara terpadu berbasis online. Pendataan yang dibutuhkan sesuai dengan syarat yang dibutuhkan untuk pembuatan SHTI. Pendataan terpadu ini dimulai dari pengisian data dari pihak pengawas perikanan, kemudian pihak pengusaha, setelah itu dikelola oleh pihak SHTI. Sehingga jika terjadi notifikasi terkait suatu hal, bisa langsung ditelusuri oleh pihak pemasaran luar negeri DJP2HP secara online.
3. Mensinergiskan pemerintah dan pengusaha
Kerugian yang terjadi terhadap pengusaha juga akan berdampak kepada pemerintah. Hal tersebut dikarenakan apabila sudah terjadi pelanggaran yang bersifat kumulatif dari suatu negara, maka negara anggota Uni Eropa akan melakukan penolakan terhadap perdagangan hasil tangkapan ikan dari pihak negara pengekspor. Sehingga perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan pengusaha.
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dan tujuan ingin dicapai dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat 10 peraturan yang terdapat dalam Council Regulation (EC) No. 1005/2008. Peraturan yang seharusnya diadopsi pemerintah Indonesia ada 3 hal yaitu, aturan yang berlaku untuk inspeksi kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa, skema Sertifikasi Hasil Tangkapan (Catch Certificate) dan daftar kapal komunitas IUU fishing.
2. Implementasi Permen KP NO. PER.13/MEN/2012 terhadap Council Regulation (EC) No.1005/2008 sudah mengadopsi mengenai hal inspeksi kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa, skema Sertifikasi Hasil Tangkapan dan daftar kapal komunitas IUU fishing, namun belum ada hal mengenai skema RFMO yang diakui dan penggunaan sistem penelusuran elektronik dibawah kendali negara ketiga atau peraturan khusus anatara negara ketiga dengan Komisi Eropa. Implementasi di lapangan masih terdapat banyak kekurangan terutama dalam hal pengawasan.
3. Strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi Council Regulation (EC) No. 1005/2008 adalah penguatan sistem pengawasan dengan meningkatkan SDM dan selalu mengadakan monitoring dan evaluasi, pembuatan sistem pendataan secara terpadu untuk SHTI dari hulu ke hilir berbasis online dan mensinergiskan pemerintah dan pengusaha.
Saran
Berdasarkan pada kajian ini beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: 1. Sistem pengawasan yang lebih efektif
2. Peningkatan kerjasama antara pengusaha perikanan dengan pemerintah dalam sebuah forum agar bisa terus memenuhi persyaratan perdagangan Uni Eropa
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Export Statistics Of Fisheries Product By Commodity, Province And Port Of Export 2012. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan
Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kertanegara. 2014. Dampak Globalisasi terhadap perikanan di Indonesia.
http://dkp.kutaikartanegarakab.go.id/berita.php?id=68 [11 Mei 2015]
http://www.djpt.kkp.go.id/index.php/profil/c/16/PELABUHAN-23
PERIKANAN-SAMUDERA-NIZAM-ZACHMAN-JAKARTA/?category_id=11 [19 Januari 2015]
Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan Perikanan. 2015. Permintaan Verifikasi dari Uni Eropa. Jakarta: KKP
Nasution, B. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: CV. Mandar Maju Nazir, M. 2003. Metode Penelitian Cetakan ke-V. Jakarta: Ghalia Indonesia Sianipar, Pandapotan. 2014. Aspek Legal Instrumen Hukum
InternasionalImplementasi Pengawasan SumberdayaPerikanan. http://djpsdkp.kkp.go.id/index.php/arsip/c/137/ASPEK-LEGAL
INSTRUMEN-HUKUM-INTERNASIONAL-IMPLEMENTASI-PENGAWASAN-SUMBERDAYA-PERIKANAN/?category_id=14 [11 Mei 2015]
Peraturan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan No. 10/PER-DJPSDKP/2014 Tentang Petunjuk Teknis Verifikasi Pendaratan Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan
Kementerian Kelautan Perikanan. 2012. Buku Statistik Perikanan dan Kelautan 2012. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soekanto,S dan Mamudji,S. 1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers
FAO Fisheries and Aquaculture Department. 2008. The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2008. http://www.fao.org/fishery/sofia/en [11 Mei 2015]
UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan
24
LAMPIRAN
Lampiran 1 Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eleminate illegal, unreported and unregulated fishing
Aturan Hal Keterangan
Aturan yang memberitahukan kepada otoritas yang berwenang dari negara anggota Uni Eropa yang ditunjuk fasilitas pelabuhannya untuk digunakan setidaknya selama 3 hari kerja. Pemberitahuan sebelumnya untuk pendaratan harus membawa informasi berupa, identifikasi kapal, nama pelabuhan yang ditunjuk dan tujuan pendaratan, otoritas perikanan atau otoritas pengangkutan, tanggal melakukan penangkapan, perkiraan waktu kedatangan di pelabuhan, jumlah spesies dan hasil tangkapan, zona penangkapan dan jumlah yang akan didaratakan
2. Transhipment Semua operasi Transhipment di perairan Uni Eropa dilarang dan hanya bisa dilakukan dipelabuhan yang telah ditunjuk. Diluar komunitas kapal pemangkapan ikan negara anggota Uni Eropa, dilarang melakukan transhipment kecuali kapal pengangkut ikan yang sudah terdaftar di RFMO. Selain itu setiap transhipment harus tercatat didalam sertifikat hasil tangkapan.
3. Otoritas memasuki pelabuhan
25 disita.Kapal yang terdaftar dalam komunitas kapal IUU tidak diizinkan masuk kedalam pelabuhan.
4. Catatan pendaratan dan operasi transhipment
Sebelum melakukan pendaratan kapten kapal perikanan mengisi formulir deklarasi yang berisi mengenai kuantitas produk perikanan yang akan didaratkan atau diangkut dan tanggal maupun lokasi penangkapan.
5. Inspeksi kapal penangkap ikan
Setiap negara anggota Uni Eropa akan melakukan inspeksi minimal 5% dari keseluruhan pendaratan kapal negara ketiga dan menggunakan tolak ukur manajemen resiko. Kapal yang diperiksa adalah kapal yang tidak ada pemberitahuan sebelumnya, sertifikat penangkapan belum tervalidasi, kapal terlihat melakukan IUU, kapal yang dilaporkan dibawah komunitas sistem kesiagaan, kapal yang teridentifikasi oleh Uni Eropa melakukan IUU dan kapal yang terdaftar di daftar kapal IUU yang diadopsi dari RFMO.
6. Pelanggaran Tidak akan ada perizinan untuk mendaratkan kepada kapal yang hasil inspeksinya menunjukan bahwa kapal tersebut melakukan kegiatan IUU. Uni Eropa akan melakukan tindakan pelaporan kepada negara bendera kapal perikanan tersebut untuk ditindak lanjuti dengan hukum nasional yang berlaku.
Skema Sertifikasi hasil tangkapan
1. Tujuan Memastikan penelusuran dari mulai penangkapan, pengolahan, pemasaran dan transportasi.
2. Konsenterasi produk
Identifikasi dan deskripsi produk dalam sertifikat hasil tangkapan, negara ketiga menggunakan kode negara sendiri (berdasarkan kode HS) sebagai pihak yang berwenang Uni
26
kandungan hasil perikanan namun tidak diklasifikasikan.
4. Konsenterasi alur perdagangan
Peraturan IUU berlaku untuk seluruh perdagangan produk perikanan laut, diproses atau tidak, berasal dari kapal penangkapan ikan negara ketiga dan diekspor ke Uni Eropa menggunakan transportasi. Peraturan tersebut juga berlaku untuk kapal penangkapan ikan dari Uni Eropa yang akan diekspor ke negara ketiga. Peraturan IUU juga berlaku untuk semua kegiatan re-ekspor
5. Skema sertifikasi hasil tangkapan
dan sarana
transportasi
Skema sertifikasi hasil tangkapan berlaku untuk semua produk perikanan baik impor,ekspor dan re-eskpor, terlepas dari sarana transportasi.
Terkait penelusuran, skema sertifikasi juga berlaku untuk kejadian dimana negara bendera tidak melakukan ekspor langsung, melainkan ada negara ketiga lain yang melakukan ekspor menuju Uni Eropa. Hal itu harus disertai sertifikat hasil tangkapan yang tervalidasi dan dokumentasi bahwa produk tidak mengalamioperasi lain kecuali bongkar,reload atau operasi lain agar menjaga produk tetap baik.
7. Impor yang terdiri dari kiriman campuran
Setiap kiriman harus disertai dengan masing-masing satu sertifikat hasil tangkapan per kiriman. Jika yang menangkap adalah kapal-kapal kecil maka sertifikat hasil tangkapan yang disederhanakan berlaku.
Undang-undang lain dengan sistem sertifikasi bagi perdagangan, termasuk produk perikanan seperti regulasi kesehatan atau aturan asal, tetap ada tanpa mempengaruhi regulasi IUU dan begitupun sebaliknya.
10. Penggunaan sarana elektronik
27
Untuk validasi kapal-kapal kecil dapat menggunakan skema sertifikasi hasil tangkapan yang disederhanakan. Dengan kriteria panjang kurang dari 12 meter tanpa towed gear, panjang kurang dari 8 meter dengan menggunakan towed gear, tanpa suprastruktur dan kurang dari 20 GT.
12. Peran berbagai terkait skema sertifikasi hasil tangkapan. Peran yang dimulai dari pengawasan hasil tangkapan hingga pihak yang memvalidasi skema sertifikasi hasil tangkapan. Kemudian menjelaskan peran negara anggota Uni Eropa dan peran komisi Eropa.
13. Prosedur Sertifikasi
Bentuk sertifikat hasil tangkapan yang dikirimkan harus sesuai dengan contoh sertifikat yang sudah dikirim sebelumnya oleh pihak yang berwenang dari negara ketiga. Selain itu sertifikat harus divalidasi oleh otoritas negara bendera yang kompeten. Kontrol dan verifikasi akan dilakukan oleh negara anggota Uni ekspor dan terkait validasi dokumen sesuai dengan skema dokumentasi penangkapan yang diadopsi dari RFMO dan memenuhi persyaratan regulasi IUU yang diterima untuk spesies yang bersangkutan. Skema yang ditentukan yakni Council Regulation No 1035/2001 of 22 may
28
Subbab ini menjelaskan mengenai isi dari sertifikat hasil tangkapan sekaligus pernyataan pengolahan. Sertifikat hasil tangkapan berisi informasi rinci menganai penangkapan dan ekspor, yang harus divalidasi oleh otoritas kompeten dari negara bendera 17. Aliran sertifikasi
hasil tangkapan
Eksportir bertanggung jawab penuh untuk menyerahkan sertifikat hasil tangkapan yang berisi seluruh informasi yang dibutuhkan.
Komunitas sistem kesiagaan
Komunitas berguna untuk berbagi informasi pada operator dan kapal perikanan yang diduga melakukan kegiatan IUU. Pemberitahuan dilakukan lebih awal kepada negara ketiga. Pemberitahuan ini bermanfaat karena akan menghindari keterlibatan dalam IUU Fishing. tersebut akan dilaporkan kepada negara bendera, apabila negara bendera tidak bisa melakukan sanksi maka upaya yang dilakukan Uni Eropa adalah dengan menghalangi kapal mendapatkan keuntungan yakni dengan menolaknya. diberikan hukuman tersebut oleh Uni Eropa, Komisi Eropa akan melakukan prosedur identifikasi, verifikasi dan komunikasi. Setelah itu negara bendera diberi kesempatan untuk mengambil tindakan dan mengklarifikasi, jika tidak ada tindakan makan negara tersebut akan langsung dijadikan negara ketiga yang tidak bekerja sama.
Tindakan Darurat
29 konservasi dan manajemen yang mengacu pada RFMO, langkah ini berlaku tidak lebih dari 6 bulan. Tindakan yang dimaksud adalah penolakan kapal perikanan untuk masuk ke pelabuhan Uni Eropa, larangan beroperasi bersama dengan kapal Uni Eropa dan larangan kapal Uni Eropa menangkap ikan di perairan negara bendera.
Warga Negara Uni Eropa
Apabila ada warga negara Uni Eropa yang melakukan tindakan IUU maka akan berlaku EC No.1006/2008, hal itu juga berlaku untuk importir yang memperoleh produk perikanan yang diperoleh dari kegiatan IUU.
Sanksi Sanksi akan diberikan kepada negara
bendera apabila melakukan 5 pelanggaran serius dan 8 kali pelanggaran berulang dalam jangka waktu 5 tahun melalui penolakan dibidang perdagangan.
Penampakan dilaut
Penampakan kapal penangkapan ikan yang terlibat dalam kegiatan IUU, akan dilaporkan pihak Uni Eropa kepada negara bendera. Selanjutnya akan dilakukan penyelidikan bersama-sama yang hasilnya akan dikomunikasikan kepada RFMO untuk tindakan lebih lanjut.
Gotong-royong Pelaksanaan kerjasama yang