• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Minyak Serai Wangi (Cymbopogon Nardus L. Rendle) Terhadap Pertumbuhan Microsporum Canis Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Minyak Serai Wangi (Cymbopogon Nardus L. Rendle) Terhadap Pertumbuhan Microsporum Canis Secara In Vitro"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MINYAK SERAI WANGI (

Cymbopogon nardus

L.

Rendle) TERHADAP PERTUMBUHAN

Microsporum canis

SECARA

IN VITRO

PUTI PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) terhadap Pertumbuhan Microsporum canis secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PUTI PUSPITASARI. Pengaruh Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) terhadap Pertumbuhan Microsporum canis secara In Vitro. Dibimbing oleh AGUSTIN INDRAWATI.

Dermatofitosis merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum menyerang manusia, hewan kesayangan, dan ternak. Penyakit ini secara luas menyebar ke seluruh dunia dengan berbagai tingkat keparahan. Dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus diantaranya Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum. Penularan sesama hewan, tingginya biaya pengobatan, sulitnya pengendalian penyakit, dan dampak yang diberikan kepada masyarakat menjelaskan pentingnya penyakit ini. Pengembangan pengobatan antifungal yang lebih efektif dan tidak terlalu bersifat toksik sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari pengaruh minyak serai wangi terhadap infeksi dermatofita yang disebabkan Microsporum canis. Pengujian kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram. Uji daya hambat minyak serai wangi terhadap pertumbuhan koloni Microsporum canis yang dilakukan dengan tiga kali ulangan menghasilkan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 15.67 mm, 16.67 mm, dan 13.33 mm.

Kata kunci: in vitro, Microsporum canis, minyak serai wangi.

ABSTRACT

PUTI PUSPITASARI. The Effect of Citronella Oil (Cymbopogon nardus L. Rendle) against Microsporum canis In Vitro. Supervised by AGUSTIN INDRAWATI

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENGARUH MINYAK SERAI WANGI (

Cymbopogon nardus

l.

Rendle) TERHADAP PERTUMBUHAN

Microsporum canis

SECARA

IN VITRO

PUTI PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Pengaruh Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) terhadap Pertumbuhan Microsporum canis secara In Vitro dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Agustin Indrawati, Mbiomed selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr Drh Joko Pamungkas, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa FKH IPB. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Pak Ismet dan Ibu Esih di Lab Mikologi FKH IPB yang telah banyak membantu penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman satu penelitian (Rinasti Rida Pangesti) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada keluarga Acromion 47 dan sahabat-sahabat terbaik Arlita Sariningrum, Pika Sati Suryani, Rahmayani, dan Asfi Royhani Latifah yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di IPB, khususnya kepada Deva Krisna Kadarani, Ninditya Anggie Wiyani Putri dan Galang Laila Mubaraq yang telah banyak membantu dalam proses mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Dermatofitosis 2

Microsporum canis 3

Serai Wangi 3

Minyak Atsiri 5

BAHAN DAN METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Metodologi 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

RIWAYAT HIDUP 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Diskripsi jenis tanaman serai wangi 5

2 Daya hambat antifungal terhadap pertumbuhan Microsporum canis

secara in vitro 9

3 Daya hambat minyak serai wangi terhadap pertumbuhan Microsporum

canis secara in vitro 10

DAFTAR GAMBAR

1 Gambaran makroskopis dan mikroskopis Microsporum canis 3 2 Tanaman serai wangi setelah berumur 4 hingga 5 tahun 4 3 Gambaran makroskopis Microsporum canis pada media DSA 8

4 Gambaran mikroskopis Microsporum canis 8

5 Zona hambat oleh clotrimazol, mikonazol, dan ketokonazol terhadap pertumbuhan Microsporum canis secara in vitro 9 6 Hasil pengujian minyak serai wangi terhadap pertumbuhan

Microsporum canis dengan metode difusi cakram 9

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh dermatofita. Penyakit ini dianggap sebagai zoonosis yang paling umum menyerang manusia. Dermatofita dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan afinitasnya terhadap hospes. Zoophilic sebagai dermatofita yang secara normal ditemukan di hewan, banyak diantaranya yang bisa ditularkan ke manusia. Anthropophilic yang secara normal ditemukan di manusia dan geophilic yang berada di tanah.

Semua hewan yang telah didomestikasi peka terhadap kapang dermatofita. Microsporum canis merupakan spesies yang paling umum menyerang anjing dan kucing. Trichophyton verrucosum merupakan spesies yang penting pada sapi, kambing, dan domba. T. equinum banyak menyerang kuda, M. nanum banyak menyerang babi, dan T. gallinae umumnya menyerang unggas (Quinn et al. 2006).

Kucing adalah hewan kesayangan utama yang bertindak sebagai sumber penularan dermatofita. Hal ini mungkin dikarenakan tingginya prevalensi infeksi tersebut pada kucing jika dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya dan kedekatan interaksi antara kucing dengan manusia. Transmisi atau penularan dari hewan lain bisa saja terjadi terutama berasal dari hewan yang terinfeksi secara klinis. Lesio yang ditimbulkan umumnya ditandai dengan kebotakan yang berbentuk lingkaran pada daerah kepala dan muka. Lesio dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya (CFSPH 2005).

Dermatofitosis dapat pulih dengan sendirinya dan memakan waktu sekitar dua sampai tiga bulan pada hewan yang sehat namun tingginya potensi penularan penyakit ini membuat pengobatan terhadap dermatofitosis sangat dianjurkan. Pengobatan secara topikal seperti mikonazol, enilkonazol, dan lime sulfur merupakan terapi yang paling umum digunakan.

Daun dan tangkai serai wangi mengandung minyak atsiri sehingga dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama citronella oil. Bahan aktif utama yang terkandung di dalamnya ialah senyawa aldehid (sitronelal) sebesar 30 hingga 45% dan senyawa alkohol (sitronelol dan geraniol) sebesar 55% hingga 65% (Kardinan 2005). Menurut Hammer (2011) senyawa geraniol memiliki aktivitas antimikrobial dan antifungal termasuk dermatofita Microsporum. Adanya geraniol serta bahan aktif lainnya dalam serai wangi diharapkan mampu menghambat aktivitas M. canis sebagai agen dermatofitosis.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh minyak serai wangi terhadap infeksi dermatofita yang disebabkan kapang dari spesies Microsporum canis secara in vitro.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh minyak serai wangi terhadap pertumbuhan kapang Microsporum canis secara in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA

Dermatofitosis

Dermatofitosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kelompok kapang dermatofita meliputi genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Kelompok kapang ini bersifat keratinofilik, menyerang lapisan superfisial tubuh seperti kulit, rambut, dan kuku. Microsporum dan Trichophyton umumnya menyerang hewan dan manusia, sedangkan Epidermophyton hanya menyerang manusia (CFSPH 2005).

Famili : Arthrodermataceae

Genus : Microsporum, Trichophyton, Epidermophyton

(13)

3

Microsporum canis

Kedudukan taksonomi Microsporum canis menurut Hakim (2009): Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Onygenales

Famili : Arthrodermataceae Genus : Microsporum Spesies : Microsporum canis

Microsporum canis merupakan kelompok kapang yang juga diketahui sebagai dermatofita penyebab dermatofitosis (ringworm) pada anjing dan kucing. M. canis umumnya ditemukan di iklim yang lembab dan hangat. Menurut Kurniati (2008) gambaran mikroskopis spesies ini memiliki multiseluler makrokonidia dengan dinding yang tebal dan kasar. Bentuk menyerupai tong dengan bagian apikal yang tidak simetris dan memiliki panjang 10-150 µm yang terdiri dari 6-15 sel. Pertumbuhan koloni pada media kultur setelah empat hari akan membentuk kapas putih di permukaan biakan dengan batas luar berwarna kuning dan pada bagian bawah akan terlihat warna kuning tua hingga orange (Gambar 1). Mikroorganisme ini memperoleh energi dari keratin yang terdapat pada kuku, rambut, dan kulit dengan menyekresi keratinolytic protease (Descamps et al. 2002).

M. canis memiliki konidium berbentuk silinder. Konidium merupakan sel reproduksi aseksual atau bentuk jamak dari konidia. M. canis termasuk ke dalam Ascomycota dengan fase seksual (telemorf) (Gandjar dan Sjamsuridzal 2006).

Gambar 1 Gambaran makroskopis dan mikroskopis Microsporum canis

Serai Wangi

Serai wangi memiliki nama latin Cymbopogon nardus, tetapi ada juga yang menyebutnya dengan Andropogon nardus. Tanaman dari keluarga Graminae ini merupakan herba menahun dengan tinggi 50-100 cm. Panjang daunnya mencapai 1 m dengan lebar 1.5 cm (Gambar 2). Tanaman ini secara tradisional digunakan sebagai obat dan rempah. Tidak jarang masyarakat menggunakan akar serai wangi sebagai obat demam (Kardinan 2005).

Kedudukan taksonomi tanaman serai wangi menurut Santoso (2007): Kingdom : Plantae

(14)

4

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales

Famili : Graminae/Poaceae Genus : Cymbopogon

Species : Cymbopogon nardus L. Rendle

\ Gambar 2 Tanaman serai wangi setelah berumur 4 hingga 5 tahun

Tanaman serai wangi di Indonesia umumnya dapat dipilah menjadi dua jenis yaitu Mahapengiri dan Lenabatu. Tabel 1 menunjukkan diskripsi kedua jenis serai wangi ini (Santoso 2007).

Kandungan minyak atsiri serai wangi sebesar 0.5% hingga 1.5% dan sisanya merupakan limbah padat (ampas bahan baku) beserta air sisa penyulingan. Dalam limbah tersebut diperkirakan masih mengandung senyawa volatil dan non-volatil seperti terpen-terpen yang dapat digunakan sebagai insektisida atau pewangi ruangan. Selama ini limbah padat penyulingan baru dimanfaatkan sebagai bahan bakar penyulingan atau pupuk organik (Usmiati et al. 2005).

(15)

5 Ginanjar (2008) mengatakan bahwa minyak atsiri serai wangi mengandung bahan aktif diantaranya geraniol, metil heptaton, terpen-terpen, terpen-alkohol, asam organik, dan sitronelal.

Tabel 1 Diskripsi jenis tanaman serai wangi di Indonesia

No. Uraian Mahapengiri Lenabatu

1 Daun berwarna hijau kebiruan

dan kasar pada kedua

pinggirnya 3

3 Agronomi Menghendaki pemeliharaan dan

tanah yang lebih baik minyaknya lebih unggul yaitu keras dan wangi. Warna minyak antara tidak berwarna sampai kuning muda antara kuning sampai cokelat muda

Senyawa sitronelal berperan sebagai bahan insektisida yang bersifat antifeedant dan repellent (pengusir dan penghambat serangga), demikian halnya dengan terpen yang diduga memiliki pengaruh terhadap perkembangbiakan serangga (Usmiati et al. 2005). Senyawa aktif yang mempunyai potensi besar sebagai antifungal menurut Nurmansyah (2010) adalah sitronelal, linalool, geraniol, sitral, dan terpen.

Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu jenis minyak nabati dengan banyak manfaat. Karakteristik fisiknya berupa cairan yang dapat disimpan dalam suhu ruang. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang, akar, atau rimpang. Salah satu ciri utama minyak atsiri yaitu mudah menguap dan beraroma khas. Karena itu minyak ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan wewangian dan kosmetika.

(16)

6

bidang pertanian beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai pestisida alami (Rusli 2010).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2013 hingga Januari 2014.

Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, wadah plastik, cawan Petri, ose, pembakar Bunsen, pipet tetes, pipet ukur, inkubator, mesin sentrifugasi, mikroskop, gelas objek dan penutup, batang pengaduk kaca, pinset, mikropipet, tabung reaksi, pervorator, dan kamera.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak serai wangi yang diproduksi oleh PT Eagle Indo Pharma, biakan Microsporum canis yang diperoleh dari Laboratorium Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, media Dermatophyte Selective Agar (DSA), sabun pencuci tangan, alkohol 70%, yeast extract 5 gram, gentamicin (40 mg/ml) 0.65 ml, dan air destilata 1000 ml.

Metodologi Kultur Microsporum canis

(17)

7

Penghitungan Mikroorganisme

Suspensi endapan yang berisi makrokonidia dan mikrokonidia dihitung jumlah selnya mengunakan counting chamber. Suspensi endapan diencerkan sampai 1000x, lalu setiap suspensi endapan ditanam pada agar DSA untuk melihat pertumbuhan kapang. Suspensi endapan dengan pengenceran 100x memiliki jumlah koloni 100–150 koloni per cawan. Selanjutnya suspensi endapan ini akan digunakan sebagai suspensi pengujian selanjutnya (Gholib dan Eni 2007).

Pengujian Antifungal dan Minyak Serai Wangi dengan Metode Difusi Cakram

Suspensi endapan kapang dengan pengenceran 100x ditanam dengan cara digoreskan ke media DSA. Kertas saring yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1 cm dicelupkan masing-masing ke dalam larutan antifungal yang akan diuji yaitu ketokonazol 2%, mikonazol 2%, dan clotrimazol 1% sebanyak 0.006 ml (Suganda et al. 2013). Ketiga cakram ini diletakkan di atas media DSA dengan jarak segitiga sama sisi. Metode ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Pengujian minyak serai wangi menggunakan metode yang sama dengan clotrimazol 1% sebagai kontrol positif, dan akuades sebagai kontrol negatif. Pengamatan Hasil

Pengamatan hasil dilakukan dengan cara observasi pertumbuhan koloni dan zona bening di sekitar cakram. Cakram dengan clotrimazol 1% dan akuades dijadikan acuan untuk melihat daya kerja dari minyak serai wangi. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dan pengukuran dilakukan pada hari ke tujuh. Daerah bening yang terlihat di sekeliling cakram menandakan adanya aktivitas pada sampel (Gholib dan Eni 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(18)

8

Gambar 3 Gambaran makroskopis Microsporum canis pada media DSA

Gambar 4 Gambaran mikroskopis Microsporum canis. Pembesaran 400x.

Campbell et al. (2013) mengatakan bahwa jenis kapang lain yang dapat menjadi diagnosa pembanding berdasarkan penampilan makroskopis koloni kapang diantaranya Trichophyton erinacei yang memiliki warna kuning lebih terang dan putih pada bagian belakang media tanam sedangkan koloni Microsporum spp. lainnya memiliki pinggiran yang gundul. M. equinum dan M. distortum memiliki perbedaan secara mikroskopis pada ukuran makrokonidia yang lebih kecil.

Penghitungan mikroorganisme yang dilakukan dengan menghitung jumlah makrokonidia dan mikrokonidia pada kapang berumur tujuh hari yang dibiakkan di cawan berdiameter ± 5 cm didapatkan 1 650 makrokonidia/ml dan 16 650 mikrokonidia/ml. Kurniati (2008) menyatakan M. canis membentuk makrokonidia lebih banyak daripada mikrokonidia. Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan pengamatan mikrokonidia dan makrokonidia dilakukan menggunakan mikroskop cahaya yang kurang dapat membedakan struktur antara makrokonidia, mikrokonidia, arthrospore dan makrokonidia muda (Mihali et al. 2012).

Pengujian antifungal menggunakan clotrimazol, mikonazol dan ketokonazol menunjukkan hasil yang bervariasi terhadap pertumbuhan M. canis (Gambar 5). Diameter zona bening yang terbentuk pada clotrimazol, mikonazol, dan ketokonazol berturut-turut sebesar 37.0 mm, 18.5 mm, dan 12.5 mm (Tabel 2). Berdasarkan pengujian ini maka kontrol positif yang dipilih untuk pengujian selanjutnya ialah clotrimazol yang memiliki zona hambat terbesar.

(19)

9

Clotrimazol Mikonazol Ketokonazol

Gambar 5 Zona hambat oleh clotrimazol, mikonazol, dan ketokonazol terhadap pertumbuhan Microsporum canis secara in vitro

Tabel 2 Daya hambat antifungal terhadap pertumbuhan Microsporum canis secara in vitro

Zat yang diuji Diameter zona hambat (mm)

Rata-rata

1 2 3

Clotrimazol

Mikonazol

Ketokonazol

38,8

18,8

14

37,8

17,8

12,2

34,4

18,8

11,4

37,0

18,5

12,5

Gambar 6 Hasil pengujian minyak serai wangi terhadap pertumbuhan Microsporum canis dengan metode difusi cakram. (a) cakram dengan minyak serai wangi, (b) cakram dengan akuades, dan (c) cakram dengan clotrimazol 1%.

(20)

10

petri ketiga sebesar 13.33 mm. Pengukuran diameter daya hambat dihitung setelah tujuh hari diinkubasi pada suhu berkisar antara 20-23 oC.

Tabel 3 Daya hambat minyak serai wangi terhadap pertumbuhan Microsporum canis secara in vitro

Cawan Diameter (mm)

Clotrimazol 1% Minyak serai wangi Akuades

1

Metode difusi cakram (disk diffusion method) dalam melihat interaksi antara essential oil atau komponennya dengan antimycotic memiliki beberapa keuntungan dan kerugian (Amber et al. 2010). Keuntungan metode ini diantaranya mudah dilakukan dalam jumlah besar dengan periode yang singkat dan memungkinkan untuk memanfaatkan disk yang tersedia secara komersial dengan kandungan antimycotic yang akan meningkatkan akurasi penyerapan antimycotic ke dalam disk. Kerugian yang mungkin terjadi ialah adanya evaporasi dari minyak dalam disk yang dapat mengubah hasil, difusi minyak ke dalam media yang bervariasi sehingga memungkinkan adanya perubahan hasil, dan belum adanya studi mengenai pengaruh waktu terhadap interaksi yang terjadi.

Sitronelal dan geraniol merupakan senyawa yang bersifat antifungal. Keduanya termasuk kelompok terpenoid yang tergolong monoterpen yang mampu menekan pertumbuhan kapang patogen. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat proses metabolisme kapang sehingga akan mengganggu pertumbuhan kapang. Komponen kimia minyak atsiri yang bersifat antifungal mampu menembus dinding sel kapang. Dengan demikian akan terjadi gangguan proses metabolisme di dalam sel sehingga akan mengganggu pertumbuhan sel, dan pada konsentrasi tertentu akan berakibat kematian sel kapang (Knobloch et al. 1989).

Terpenen atau terpenoid juga merupakan senyawa aktif yang dapat menyerang kapang (Rana et al. 1997). Hammer (2011) menyebutkan bahwa terpen termasuk ke dalam komponen minyak atsiri dengan aktivitas antimikrobial paling aktif. Adanya aktivitas tersebut dimungkinkan karena sebagian gugus alkohol yang membentuk senyawa terpen.

(21)

11 kebocoran intraseluler, dan berakhir dengan kematian sel. Mekanisme tersebut berhubungan dengan tingkat kelarutan komponen minyak dalam membran mikroorganisme dan gangguan fungsi yang terkait .

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak serai wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) memiliki daya hambat secara in vitro terhadap pertumbuhan kapang Microsporum canis sebagai agen penyebab dermatofitosis.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar dilakukan pengujian secara in vivo. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat efektivitas dari minyak serai wangi secara langsung sebagai obat alternatif terhadap infeksi dermatofitosis.

DAFTAR PUSTAKA

Amber K, Aijaz A, Immaculata X, Luqman KA, Nikhat M. 2010. Anticandidal effect of Ocimum sanctum essential oil and its synergy with fluconazole and ketoconazole. Phytomedicine. 17(12):921-925.

Campbell KC, Johnson EM, Warnock DW. 2013. Identification of Pathogenic Fungi. Ed ke-2. United Kingdom (GB): Wiley Blackwell.

[CFSPH] Center for Food Security and Public Health. 2005. Dermatophytosis. Ringworm, Tinea, Dermatomycosis. Iowa (US): College of Veterinary Medicine Iowa State University.

Descamps F, Brouta F, Monod M, Zaugg C, Baar D, Losson B. 2002. Isolation of a Microsporum canis gene family encoding three subtilisin-like proteases expressed in vivo. J Invest Dermatol. 119:830–835.

Gandjar I, Sjamsuridzal W. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta (ID): Veteriner. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner. hlm 877-884. Ginanjar G. 2008. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan tentang Demam

Berdarah. Yogyakarta (ID): Bentang Pustaka.

(22)

12

Trichophyton rubrum [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Hammer KA, Carson CF, Thormar H. 2011. Lipid and Essential Oils as Antimicrobial Agents. United Kingdom (GB): Wiley.

Harmita, Radji M. 2006. Analisis Hayati. Ed ke-3. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Knobloch KA, Pauli A, Iberl B, Weigand H, Weis N. 1989. Antibacterial and antifungal properties of essential oil components. J Ess Oil. 1:119-128. Kurniati CR. 2008. Etiopatogenesis dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan dan

Kelamin. 20:243-250.

Mihali CV, Buruiana A, Turcus V, Covaci A, Ardelean A. 2012. Comparative studies of morphology and ultrastructure in two common species of dermatophytes: Microsporum canis and Microsporum gypseum. J Annals of RSCB. 17(1):1-5.

Nurmansyah. 2010. Efektivitas minyak serai wangi dan fraksi sitronelal terhadap pertumbuhan jamur Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Bul Littro. 21(1):43-52.

Quinn PJ, Markey BK, Leonard FC, Fitzpatrick ES, Fanning S, Hartigan PJ. 2006. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Oxford (GB): Blackwell Publ. antifungal ekstrak etanol daun Allamanda cathartica L. dan Allamanda neriifolia H. J Bahan Alam Indones. 2(3):1412-2855.

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 September 1992 dari ayah Azwardi dan ibu Hartini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal dimulai dari TK Kemala Bhayangkari 27 pada tahun 1997, SD Kemala Bhayangkari 3 pada tahun 1998, SMP Negeri 41 Jakarta pada tahun 2004, dan melanjutkan ke SMA Negeri 28 Jakarta pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 2  Tanaman serai wangi setelah berumur 4 hingga 5 tahun
Gambar 3  Gambaran makroskopis Microsporum canis pada media DSA
Gambar 5  Zona hambat oleh clotrimazol, mikonazol, dan ketokonazol terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi serai wangi dan lemon yang digunakan dalam permen keras berpengaruh pada kandungan gula reduksi, sakarosa, vitamin C, minyak atsiri, namun tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya daya antibakteri minyak serai wangi Jawa dan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa terhadap pertumbuhan

Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pengambilan minyak serai wangi ( Citronella oil ) dari daun dan batang serai wangi dengan metode distilasi uap dan

Berdasarkan uji daya proteksi dari kelima formulasi gel antinyamuk minyak atsiri batang sereh wangi yang dilakukan semua formula memiliki daya proteksi yang baik

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa F0 (formula gel tanpa penambahan ekstrak serai wangi), F1 (formula gel ekstrak serai wangi 1%) dan F2 (formula gel

Kombinasi ketokonazol dengan minyak atsiri sereh wangi ( Cymbopogon nardus (L) Rendle) memiliki efek sinergis secara invitro dalam menghambat pertumbuhan jamur

Selain itu dalam penelitian ini juga dipelajari parameter yang berpengaruh terhadap yield dan kualitas dari minyak atsiri dari serai wangi yang diperoleh dengan menggunakan

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek fumigan minyak atsiri serai wangi Cymbopogon nardus dan serai dapur Cymbopogon citratus terhadap hama kumbang tepung