• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN

SRAGEN

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan di dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Dibimbing oleh HANDIAN PURWAWANGSA

Hutan rakyat sertifikasi yaitu hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat dengan sitem pengelolaan secara lestari dan disahkan oleh lembaga ekolabel. Sertifikasi hutan telah dilaksanakan di hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen pada tahun 2009. Tujuan penelitian ini yaitu membandingkan secara finansial usaha pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara petani hutan rakyat yang mendapat bantuan dari APBD dan biaya sendiri/swadaya. Selain itu untuk mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan. Pengelolaan hutan rakyat APBD dan swadaya daur panen 10 ataupun 20 tahun layak diusahakan sebab memiliki nilai NPV > 0, Nilai BCR > 1 dan IRR > suku bunga. Hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun dinilai paling menguntungkan dibanding lainya yang memiliki nilai NPV sebesar Rp. 97 546 135. Petani merasa belum adanya perubahan secara khusus dari adanya sertifikasi hutan jika ditinjau dari segi ekonomi, namun petani merasa adanya perubahan lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya setelah adanya sertifikasi hutan.

Kata kunci: analisis finansial, hutan rakyat, sertifikasi dan persepsi

ABSTRACT

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Financial analysiz in community forest certification in Sambirejo distrik Sragen. Supervised by HANDIAN PURWAWANGSA.

Certification community forest is managed forests by communities with sustainable management system and approved by international ecolabel. Forest certification have implemented in different community forests, District Sambirejo, Sragen in 2009. The purpose of this study is comparing financially Jati business management of forest certification between community forest farmer who get the assist from local government budget and private effort community forest, as well as to identify farmer’s perceptions toward the influence of forest certification. Local government budget community forest management and private effort community forest either 10 or 20 year cycle are equally viable because it has a value of NPV > 0, BCR values > 1 and IRR > interest rates. Local government budget community forest management of 20 years cycle is considered the most profitable than others who have a NPV value of Rp. 97 546 135 million. Farmers feel the absence of changes specifically from the forest certification if in terms of economic aspect , but farmers feel the better environmental changes for forest people center after the forest certification.

(5)

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN HUTAN

RAKYAT SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO

KABUPATEN SRAGEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen

Nama : Dian Iswahyudi Tri Hartono

NIM : E14100038

Disetujui oleh

Handian Purwawangsa, S Hut MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada bapak Handian Purwawangsa, S Hut, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa dan dukungan selama penelitian ini berjalan. Terima kasih kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen yang telah membantu selama proses pengambilan data. Terima kasih kepada Pak Hardo, Pak Hasan dan Pak Agus yang telah membantu dalam proses pengambilan data di setiap desa. Terima kasih kepada teman seperjuangan di MNH 47, Fahutan 47 dan Kost Villa Merah yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini bisa bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Sasaran Penelitian 3

Jenis Data 3

Metode Pengumpulan Sampel 3

Metode Pengolahan dan Analisis Data 4

Analisis Finansial 4

Analisis Sensitivitas 5

Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan 5

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Responden 6

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 8

Hasil Analisis Finansial 10

Hasil Analisis Sensitivitas 12

Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah

Sertifikasi 13

Persepsi Masyarakat 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

SIMPULAN 15

SARAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data penelitian 3

2 6Karakteristik responden menurut umur 6

3 Distribusi responden menurut pendidikan 7

4 Jumlah anggota keluarga responden 7

5 Mata pencaharian responden 8

6 Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat

swadaya 10

7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur

panen 10 dan 20 tahun 12

8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi 13 9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah sertifikasi hutan 14 10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi 14

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar peta lokasi penelitian 2

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 17

2 Biaya pengelolaan hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 dan 20

tahun 20

3 Biaya pengelolaan hutan rakyat swadaya dengan daur panen 10 dan 20

tahun 20

4 Cash flow hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun 21

5 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun 22

6 Cashflow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun 23

7 Lanjutan cash flow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun 24 8 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun 25 9 Lanjutan cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun 26

10 Dokumentasi penelitian 27

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu semakin hari semakin meningkat baik untuk konsumsi lokal maupun untuk ekspor. Berdasarkan data dari Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pehutanan Sosial (BPDASPS 2013) kebutuhan kayu nasional tercatat sebesar 43 juta m³/tahun. Potensi kayu rakyat cukup besar, diperkirakan standing stock mencapai 125 juta m³/tahun dengan potensi siap panen ±20 juta m³/tahun, sehingga kontribusi hutan rakyat sebesar 47% dari kebutuhan kayu nasional. Luasan hutan rakyat yang ada di Indonesia semakin bertambah, khususnya di Pulau Jawa yang ikut meningkat pesat. Berdasarkan data statistik BPDASPS (2013) perkembangan luasan hutan rakyat tahun 2008-2013 di Provinsi Jawa Tengah seluas 100 538 ha, sedangkan untuk luasan hutan rakyat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) di Kecamatan Sambirejo sebesar 1 404 ha.

Selain memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga memberikan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja produktif dan mampu menstimulir usaha produktif lainya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat. Hal tersebut memotivasi para petani hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo untuk melakukan kegiatan pengelolaan jati di hutan rakyatnya dengan cara yang baik dan benar yang dilakukan dengan mengikuti sertifikasi hutan rakyat pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2004, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan Forest Stewardship Counsil (FSC) telah mengeluarkan dua sertifikat untuk hutan rakyat di Indonesia yaitu hutan rakyat di Desa Selopuro dan hutan rakyat di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri. Adanya sertifikasi ini diharapkan mampu memberikan dukungan bagi kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu untuk mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional maupun internasional (Hinrich et al. 2008). Penelitian ini secara khusus membahas sertifikasi hutan rakyat di Indonesia. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dari segi pendanaan hutan rakyat dengan bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan hutan rakyat dengan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi manfaat yang diterima oleh masyarakat dengan adanya sertifikasi hutan.

Perumusan Masalah

(12)

2

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya.

2. Mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan rakyat.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk :

1. Memberikan informasi mengenai perbedaan pengelolaan jati di hutan rakyat APBD dan hutan rakyat swadaya dari segi finansial.

2. Memberikan informasi mengenai manfaat yang diterima oleh petani dari sebelum dan setelah adanya sertifikasi hutan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi penelitian

(13)

3 Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014 di hutan rakyat sertifikasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian adalah petani hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani, dan melakukan observasi lapang. Data yang dibutuhkan dari kegiatan wawancara meliputi:

Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian

Jenis data Klasifikasi data Rincian data Keterangan

Data primer Identitas responden -Nama responden

Wawancara dengan petani -Umur

-Jenis kelamin

-Jumlah keluarga Potensi lahan -Luas kepemilikan

-Jenis pohon

-Jumlah pohon Biaya produksi -Biaya persiapan lahan

-Biaya pengadaan bibit

-Biaya pemeliharaan -Biaya pengadaan alat

-Biaya pemanenan Persepsi petani

Data sekunder Data demografi -Luas desa Kelompok tani

Metode Pengumpulan Sampel

(14)

4

Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Finansial

Indikator untuk mengetahui manfaat secara finansial adalah sebagai berikut: 1. Net Present Value (NPV)

Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai NPV > 0, atau positif. Formula dari NPV sebagai berikut (Gittinger 2008):

NPV = Bt−Ct

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

n = umur ekonomis dalam perusahaan i = suku bunga yang berlaku

2. Benefit Cost Rasio (BCR)

Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai BCR > 1, apabila BCR < 1 maka usaha tidak layak, dan jika BCR = 1 maka usaha tidak mengalami keuntungan atau kerugian (Gittinger 2008):

BCR =

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

n = umur ekonomis dalam perusahaan i = suku bunga yang berlaku

3. Internal Rate of Return (IRR)

Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai IRR ≥ suku bunga. Formula untuk menentukan IRR adalah sebagai berikut (Gittinger 2008): NPV(+) = NPV bernilai positif NPV(-) = NPV bernilai negatif

(15)

5 Analisis Sensitivitas

Menurut Nugroho (2013) analisis sensitivitas merupakan suatu teknis analisis yang menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap adanya pengaruh-pengaruh. Untuk menguji sensitivitas terhadap kepekaan hasil, analisis dibuat dua skenario. Adapun skenario yang bisa dibuat yaitu :

1. Apabila terjadi kenaikan biaya total produksi kayu dipasaran sebesar 10%. 2. Apabila terjadi penurunan harga kayu dipasaran sebesar 10%.

Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan

Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tingkat suku bunga untuk kredit usaha rakyat di Bank Jawa Tengah adalah 14% pada tahun 2014 (Bank Jateng 2014).

2. Satuan yang digunakan adalah Rupiah/ha/tahun.

3. Sumber modal utamanya adalah modal yang dikeluarkan sendiri.

4. Umur untuk perhitungan finansial menggunakan skenario daur penen selama 10 tahun dan 20 tahun.

5. Pendapatan dari penjualan kayu dan penjualan palawija dihitung sesuai dengan periode panen.

6. Harga jual kayu jati diperoleh dari wawancara dengan petani dan tengkulak dengan asumsi harga sama, tergantung diameter kayu yang dijual.

Analisis Deskriptif

Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007. Kemudian pengidentifikasian dilakukan dengan cara analisis deskriptif. Komponen yang disajikan yaitu terkait karakteristik responden yang meliputi umur responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian responden. Selain itu data yang diidentifikasi adalah kondisi hutan rakyat sertifikasi dan belum sertifikasi serta persepsi petani setelah adanya sertifikasi hutan rakyat.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Kecamatan Sambirejo

(16)

6

Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat

Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Sambirejo bermata pencaharian sebagai petani. Jumlah penduduk yang tercatat sampai akhir Juni 2007 adalah 27 777 jiwa, dengan rincian Laki-laki 13 696 dan Perempuan 14 081. Secara otomatis semua warga menjadi anggota Perkumpulan Kelompok Hutan Lestari (PHKL), yang memiliki hak sama dalam pengambilan keputusan atas kelestarian hutan di lingkunganya. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kayu jati adalah sarana untuk menunjukkan jati diri sehingga harus dilindungi. Pemeliharaan tanaman jati juga bertujuan untuk tabungan masa depan, menghadapi kebutuhan mendesak dalam jumlah besar. Kesulitan mengakses ke layanan perbankan menjadi pola penanaman kekayaan dalam bentuk tanaman kayu jati dan mahoni menjadi pilihan yang mudah dilakukan sekaligus menambah perbesaran dari tahun ke tahun (Persepsi 2009).

Profil Ringkas Unit Manajemen

Forest Management Unit (FMU) Wana Rejo Asri (Waras) Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen merupakan Gabungan Kelompok Hutan Lestari (GKHL) dari 8 desa (Sukorejo, Jambeyan, Sambi, Dawung, Sambirejo, Kadipiro, Musuk, Jetis). Anggota dari GKHL Waras memiliki jumlah anggota sebanyak 9 362 KK, dan luas lahan hutan 1 404.1 Ha (Pekarangan 826.5 Ha, Tegalan 577. 56 Ha). Jenis tanaman yang banyak di tanam di daerah in yaitu Jati, Mahoni, Akasia, Sengon dan di bawah tegakan ada Kunir, Jahe, Garut, Uwi dan Gembili (Persepsi 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik dan penggarap hutan rakyat di enam desa yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Jumlah responden sebanyak 30 orang, dengan rincian sebanyak 28 orang laki-laki dan sebanyak 2 orang perempuan yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan umur

Umur N (responden) Persentase (%)

31-40 2 6.7

41-50 7 23.3

51-60 9 30.0

61-70 7 23.3

≥70 5 16.7

Jumlah 30 100

Keterangan :

(17)

7 Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas petani hutan rakyat sebanyak (30%) berada pada selang umur 51-60 tahun, sedangkan sebanyak (23.3%) petani hutan rakyat berada pada selang umur 61-70 tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) usia produktif yaitu usia yang berada diatas 15 tahun dan kurang dari 64 tahun, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif untuk mengelola hutan yang dimilikinya. Berdasarkan wawancara dengan petani, rendahnya jumlah petani pengelola hutan rakyat yang berada pada selang umur 30-40 tahun dikarenakan dalam usia tersebut mayoritas masyarakat lebih tertarik dalam perkerjaan lain seperti dagang, menjadi buruh pabrik atau juga sebagai buruh bangunan dibandingkan dengan menjadi petani hutan rakyat.

Tabel 3 Distribusi responden menurut pendidikan

Tingkat pendidikan N(responden) Persentase (%)

Tidak Bersekolah 5 16.7

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas berpendidikan rendah (40%), lulusan Sekolah Dasar atau Sekolah Rakyat untuk istilah dulu. Sedangkan yang lulusan perguruan tinggi hanya terdapat satu orang (3.3%). Berdasarkan wawancara di lapangan dengan petani, rendahnya tingkat pendidikan responden dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan responden yang harus dilakukan responden selama usia sekolah. Selain itu aksesibilitas menuju sekolah lanjutan yang sebagian besar hanya berada di pusat kecamatan.

Tabel 4 Jumlah anggota keluarga responden

Jumlah anggota keluarga N (responden) Persentase (%)

(18)

8

Tabel 5 Mata pencaharian responden

Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan N (responden) Persentase (%)

Petani sawah Petani Hutan Rakyat 14 46.7

Dagang 1 3.3

Buruh 1 3.3

Ternak 2 6.7

Wirausaha Jamur 2 6.7

Rias Pengantin 1 3.3

Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan N (responden) Persentase (%)

Perangkat Desa Petani Hutan Rakyat 7 23.3

PNS + Pensiunan PNS Petani Hutan Rakyat 2 6.7

Jumlah 30 100

Keterangan :

N = jumlah responden

Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas mata pencaharian responden yaitu sebagai petani (46.7%) atau sebanyak 14 orang. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (2000) budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang utama bagi masyarakat pedesaan jawa pada umumnya. Jika kondisi alam memungkinkan, pilihan utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Responden pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani sawah karena di Kecamatan Sambirejo masih banyak lahan sawah dan pengairan untuk irigasi sawah juga memadai.

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo meliputi pengelolaan tanaman pokok (kayu) dan pemanfaatan tanaman bawah tegakan (palawija). Adapun kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani secara garis besar adalah sebagai berikut:

Kayu

Pembibitan atau Persemaian

Pembibitan dilakukan pada tahun ke-nol dari kegiatan pengelolaan. Bibit yang digunakan berasal dari anakan alami. Pembibitan dilakukan di lahan petani masing-masing. Hal ini karena di Kecamatan Sambirejo belum memiliki areal khusus untuk persemaian.

Penanaman

Kegiatan penanaman biasanya dilakukan di musim penghujan. Penanaman pada umumnya dilakukan pada tahun 2003-2004 saat ada kegiatan Gerhan. Tinggi bibit yang terpilih kurang lebih yaitu 30-40 cm. Jumlah bibit disesuaikan dengan ketersediaan bibit di lahan.

Pemeliharaan

(19)

9 pemupukan dan penyiangan. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dan pupuk kimia (urea). Waktu penyiangan biasanya pada musim kemarau dengan melakukan pembersihan rumput. Namun tidak semua petani hutan rakyat melakukan hal tersebut.

Penjarangan

Kegiatan penjarangan di hutan rakyat sampai saat ini belum dilakukan, petani masih beranggapan bahwa mengurangi tanaman yang sudah ditanam merupakan hal yang sayang untuk dilakukan, atau “eman” dalam bahasa jawa, karena kesadaran akan sistem silvikultur yang masih rendah. Masyarakat beranggapan bahwa tanaman akan dijarangi jika tanaman itu sudah bisa dijual. Penebangan

Penebangan dilakukan oleh masyarakat dengan dasar tebang butuh. Kebutuhan yang paling banyak adalah kebutuhan untuk anaknya yang baru masuk sekolah, musim hajatan atau kebutuhan-kebutuhan mendadak lainya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fakultas Kehutanan IPB (2000) bahwa faktor yang mempengaruhi petani dalam menebang pohon yaitu desakan kebutuhan ekonomi diantaranya yaitu biaya sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya hari raya dan konsumsi. Tanaman yang ditebang rata-rata memiliki lingkar keliling 70-100 cm. Namun ada juga yang kurang dari diameter tersebut jika dalam kondisi terdesak harus ditebang.

Pengangkutan

Kegiatan pengangkutan kayu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli baik biaya maupun tenaga. Biasanya pembeli membeli kayu dalam bentuk kayu berdiri lalu mereka kumpulkan di rumah-rumah mereka atau tempat yang sudah mereka sediakan secara khusus.

Pemasaran

Kayu dibeli dengan kesepakatan antara petani pemilik dan pembeli dengan bentuk gelondongan. Pembeli dan petani pemilik melakukan transaksi langsung dengan sistem pembayaran secara tunai. Pembeli merupakan orang yang berasal dari daerah setempat, sehingga petani tidak perlu memasarkanya sendiri hasil kayu yang akan dijualnya.

Palawija Pola budi daya

Budidaya palawija biasanya menghasilkan dua kali panen selama setahun dengan pola palawija-palawija-bero/tidak ditanami. Penanaman tanaman palawija hanya dilakukan sampai tahun ke-tiga pengelolaan. Tanaman palawija yang biasa ditanam yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong, ubi, dll. Sebagian bibit berasal dari bibit sendiri, namun ada juga bibit yang diperoleh dari cara mengusahakan ke tetangga atau membeli ke pasar.

Penanaman

Penanaman biasanya dilakukan pada awal dan akhir musim penghujan (November/Desember dan April/Mei) pada lahan di sela-sela tanaman kayu. Penanaman dikerjakan dengan tenaga sendiri oleh anggota keluarga jadi tenaga kerja untuk membantu proses penanaman.

Pemanenan dan pemasaran

(20)

10

dikumpulkan di rumah kemudian langsung di beli oleh tengkulak. Selain itu, sebagian hasil panen ada yang dikeringkan untuk digunakan sendiri dan dijual ke pasar.

Analisis Finansial

Analisis finansial yaitu analisis suatu proyek yang dilihat dari sudut pandang orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek. Aspek finansial digunakan untuk mengetahui perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan suatu proyek dalam jangka waktu tertentu (Muhammad 2004).

Informasi terkait dengan biaya-biaya selama pengelolaan berlangsung diperluan dalam perhitungan analisis finansial. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo antara lain biaya untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengadaan bibit kayu jati, pengadaan bibit palawija, persiapan lahan, pengadaan alat, pemupukan tanaman dan penyemprotan tanaman.

Pendapatan diperoleh petani dari hasil penjualan kayu dan palawija. Rincian biaya pengelolaan digunakan untuk menghitung kelayakan usaha pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dengan tingkat suku bunga sebesar 14%. Perbandingan perhitungan dilakukan pada empat sistem pengelolaan yang berbeda, diantaranya yaitu hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 tahun, APBD daur panen 20 tahun, Swadaya daur panen 10 tahun dan Swadaya daur panen 20 tahun. Hasil perhitungan analisis finansial dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat

(21)

11 dengan daur panen 20 tahun memiliki nilai NPV tertinggi dibanding ketiga sistem pengelolaan lainya yaitu sebesar Rp 97 546 135 atau dengan kata lain setiap tahunya kegiatan pengelolaan jati di hutan rakyat dengan sistem ini menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4 877 307. Besarnya keuntungan yang diperoleh dalam sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun dikarenakan masa panen kayu yang cukup lama sehingga diameter kayu yang ditebang cukup besar. Selain itu dikarenakan bibit kayu jati yang ditanam diperoleh dari sumbangan Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian bibit.

Nilai NPV terendah berada pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun. Berdasarkan perhitungan analisis finansial, diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 47 890 763 dalam waktu pengusahaan 10 tahun. Dengan kata lain usaha ini mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 4 789 076 tiap tahunya. Jika dilihat dari pendapatan yang diperoleh tiap tahunya, diantara hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun dan hutan rakyat daur panen 10 tahun tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh. Namun jika ditinjau dari segi ekologi, sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun lebih memberikan manfaat ekologi yang baik jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan swadaya daur panen 10 tahun. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo layak diusahakan karena masing-masing memiliki nilai NPV > 0. Menurut (Gittinger 2008) suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai NPV > 0, atau positif.

Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat terhadap biaya adalah rasio yang diperoleh dari nilai sekarang arus manfaat yang dibagi oleh nilai sekarang arus biaya. Nilai mutlak BCR akan berbeda tergantung kepada tingkat suku bunga yang dipilih. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin rendah nilai BCR yang dihasilkan, dan jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, BCR yang dihasilkan akan kurang dari 1 (Gittinger 2008).

Berdasarkan perhitungan analisis finansial dengan tingkat suku bunga sebesar 14%, didapatkan nilai BCR tertinggi yaitu pada sitem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun yaitu sebesar 14.4. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan selama pengusahaan relatif kecil sehinga biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar 14.4 rupiah, lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga sistem pengelolaan yang lain. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo memiliki nilai BCR > 1, sehingga usaha ini dikatakan layak untuk diusahakan lebih lanjut.

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) tingkat pengembalian internal yaitu tingkat diskonto yang membuat manfaat sekarang neto dari arus manfaat neto tambahan atau arus uang tambahan sama dengan nol. Tingkat tersebut adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya operasional dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal ( Gittinger 2008).

(22)

12

terkecil yaitu pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun yaitu sebesar 39%. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo memiliki nilai tingkat pengembalian internal (IRR) > tingkat suku bunga. Menurut (Gittinger 2008) usaha dikatakan layak jika memiliki nilai IRR > tingkat suku bunga. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keempat sistem pengelolaan hutan rakyat yang ada layak untuk diusahakan lebih lanjut.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas yaitu cara meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 2008). Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan uji kepekaan untuk keempat sistem pengelolaan hutan rakyat yang ada di Kecamatan Sambirejo terhadap kemungkinan adanya perubahan biaya pengelolaan dan harga jual produk. Uji kepekaan dilakukan jika terjadi kenaikan biaya pengelolaan sebesar 10% dan jika terjadi penurunan harga jual produk sebesar 10%. Penentuan nilai perubahan disesuaikan dengan nilai inflasi terbesar di Indonesia pada tahun 2014, serta untuk mempermudah dalam proses perhitungan. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur panen 10 tahun & 20 tahun

Jenis Pengelolaan

Kondisi Persen perubahan (%)

(23)

13 dari penjualan produk lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan. Sehingga dengan kenaikan biaya sebesar 10%, tidak begitu berpengaruh terhadap perhitungan analisis finansialnya. Menurut Nugroho (2013), apabila terjadi perubahan kondisi meskipun sedikit, dan kondisi tersebut dapat merubah nilai NPV, maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut peka terhadap perubahan kondisi yang terjadi.

Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah Sertifikasi

Untuk mengetahui pengaruh dari adanya sertifikasi yang dilaksanakan di hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen dilakukan skenario perhitungan terhadap penjualan kayu sebelum dan setelah adanya sertifikasi. Cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengelompokkan tahun penjualan kayu sebelum sertifikasi tahun (2007-2009) dengan diameter sama dan data penjualan setelah sertifikasi (2012-2014) dengan tahun dan diameter yang sama. Analisis dengan jangka waktu selama tiga tahun dengan tingkat bunga 14%. Untuk hasil perbedaan penjualan kayunya disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi

NPV 10-15 cm NPV 20-25 cm

Sebelum 14 251 375 50 531 094

Sesudah 15 263 832 55 762 123

Persentase Perubahan 7% 10%

Sumber : Data diolah

Tabel 8 menunjukan besarnya nilai NPV untuk penjualan kayu hutan rakyat sebelum dan setelah sertifikasi. Perbedaan penjualan sebelum dan setelah sertifikasi untuk kayu berdiameter 10-15 cm sebesar 7%, sedangkan untuk kayu berdiameter 20-25 cm sebesar 10%. Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) di Kelompok Tani Wana Rejo Asri, kenaikan harga (premium price) yang direncanakan yaitu sebesar 15 sampai 30 %. Berdasarkan wawancara, petani di Kecamatan Sambirejo beranggapan bahwa harga sebelum dan setelah adanya sertifikasi sama saja sehingga mereka belum merasakan adanya perubahan harga secara signifikan sesuai dengan yang mereka inginkan (premium price). Perubahan diatas dianggap wajar karena adanya perubahan tahun jual. Petani masih mengikuti harga yang ditawarkan oleh tengkulak sehingga petani belum bisa memainkan harga.

(24)

14

karena kekurangan modal, dan tidak adanya pembeli kayu sertifikasi akhir-akhir ini.

Persepsi Masyarakat

Menurut Khalwani (2008) persepsi yaitu pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyektif yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat mereka berada sehingga dapat menentukan tindakanya. Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah adanya sertifikasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah adanya sertifikasi hutan

Kondisi hutan rakyat setelah sertifikasi Jumlah responden Persentase

Lahan yang tadinya kosong, sekarang tertanami

dengan pohon-pohon yang hijau. 6 20%

Terjaganya cadangan air di masing-masing desa

dan DAS yang membaik 5 17%

Kondisi satwa liar lebih terjaga, semakin bertambah

dan tingkat erosi berkurang. 8 27%

Tegakan semakin bagus jika dibanding

sebelumnya, menjadi lebih tertata. 11 37%

Sumber: Data primer

Tabel 9 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap kondisi hutan rakyatnya setelah adanya sertifikasi hutan. Mayoritas petani memiliki persepsi positif terhadap kondisi hutanya setelah adanya sertifikasi hutan. Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa tegakan di lahanya semakin bagus jika dibandingkan sebelumnya, tegakan lebih tertata dan udara disekitarnya menjadi lebih sejuk. Selanjutnya sebanyak 27% responden beranggapan kondisi satwa liar lebih terjaga dilihat dari bertambahnya populasi, dan tingkat erosi berkurang. Sebanyak 20% responden lainya beranggapan bahwa lahan yang tadinya kosong, kini mulai nampak lebih hijau dan sebanyak 17% responden beranggapan bahwa mereka memiliki cadangan air untuk mengisi sumur-sumur meraka dan terpeliharanya Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan baik. Hasil pengamatan di lapangan, dengan adanya sungai-sungai, bendungan air dan sumur yang terpelihara dengan baik ini digunakan masyarakat untuk mengairi sawah-sawah di lahan yang dimilikinya sehingga masyarakat tidak begitu sulit dalam kebutuhan air untuk sawahnya.

Tabel 10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi

Manfaat setelah adanya sertifikasi hutan Jumlah responden Presentase

Secara khusus manfaat belum ada, namun

dampak lingkungan semakin membaik. 23 77%

Lahan lebih memiliki nilai sebab ada tanaman

kayu diatasnya. 3 10%

Manfaat ekonomi menigkat jika dilihat dari

penjualan kayunya. 2 7%

Sering mendapat sumbangan bibit dan sering

mendapatkan kunjungan. 2 7%

(25)

15 Tabel 10 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap apa yang mereka rasakan selama pengelolaan hutan rakyat sebelum dan setelah adanya sertifikasi hutan. Sebanyak 77% petani menganggap adanya sertifikasi hutan belum memberikan manfaat ekonomi secara signifikan bagi pendapatan mereka. Hal ini juga dirasakan oleh petani di daerah lain. Menurut Daniyati (2009) di Selopuro dan Sumberejo, meskipun sertifikat Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari (PHBML) LEI sudah diberikan, namun respon pasar terhadap kayu rakyat belum bisa diharapkan. Pada umumnya posisi tawar petani masih rendah jika dibandingkan dengan pihak lain yang lebih mantap secara kelembagaan. Selain itu, permasalahan terbesar yang melingkupi pengelolaan hutan rakyat yaitu kemampuan untuk melihat peluang pasar secara cermat dan akses harga kayu di pasaran.

Pada kasus ini, petani di desa-desa yang berada di Kecamatan Sambirejo menjual kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada tengkulak yang ada di daerah sekitarnya. Petani belum memiliki akses pasar selain ke tengkulak yang membeli dengan cara mendatangi secara langsung. Namun disamping itu, sertifikasi hutan memberikan dampak positif terhadap petani. Sebesar 77% petani beranggapan bahwa ada perubahan yang baik terhadap lingkungannya dan lahan lebih memiliki nilai. Selain itu, setelah adanya sertifikasi mereka sering mendapat kunjungan dari luar dan sering ditawarkan sumbangan bibit pohon.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Hutan rakyat dengan jenis pengelolaan APBD dan swadaya daur panen 10 maupun 20 tahun di Kecamatan Sambirejo menghasilkan nilai NPV, BCR dan IRR yang berbeda. Nilai NPV terbesar yaitu pada hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun sebesar Rp. 97 546 135 dan yang memiliki nilai NPV terkecil yaitu hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun sebesar Rp. 47 890 763. 2. Keempat sistem pengelolaan ini layak untuk diusahakan karena telah mencapai

batas kriteria layak diantaranya NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > suku bunga. 3. Petani merasa belum ada perubahan secara khusus akan adanya sertifikasi

hutan jika ditinjau dari segi ekonomi namun petani merasa adanya perubahan lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya setelah adanya sertifikasi hutan.

SARAN

(26)

16

DAFTAR PUSTAKA

Bank Jateng. 2014. Suku Bunga Kredit Usaha rakyat. [internet]. [diakses 18 Agustus 2014]. Tersedia dari : http://bankjateng.co.id/content.php?query= menu&kat= content&id_ content =34.

[BPDASPS] Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2013. Data Statistik Ditjen BPDASPS. Jakarta (ID) : Kementrian Kehutanan. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk 2000-2025. [internet].

[diakses 20 Juli 2014]. Tersedia dari: http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=92 0&Itemid=936.

Daniyati E. 2009. Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo Provinsi DI. Yogyakarta) [Tesis]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Perannya Dalam Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Bogor (ID) : Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM).

Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Sutomo S dan Mangiri K, penerjemah. Jakarta (ID) :Universitas Indonesia-Press. Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture. Edisi ke-2.

Hinrich A, Muhtaman, D R dan Irianto N. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat di Indonesia. Jakarta (ID) : GTZ.

Khalwani M K. 2008. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Setempat Terhadap Program Hutan Rakyat GN-RHL (Kasus di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg dan Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Muhammad R. 2004. Sistem Pengelolaan dan Manfat Ekonomi hutan Rakyat di Cianjur Selatan (Studi Kasus di Kecamatan Cibinong dan Sindang Barang) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Nugroho B. 2013. Ekonomi Keteknikan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB. [PERSEPSI] Perhimpunan untuk dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 2009.

Dokumen Pengajuan Sertifikasi Hutan Rakyat Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Klaten (ID) : PERSEPSI.

Puspitaloka D. 2013. Analisis Kelembagaan dan Dampak Penerapan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) Terhadap Petani Hutan Rakyat di Kabupaten Wonogiri. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Wawancara ini dilakukan hanya untuk kepentingan penelitian sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jawaban dari hasil wawancara akan dirahasiakan. Terima kasih atas perhatian dan waktu yang telah anda berikan untuk menjawab pertanyaan dari wawancara ini. Semoga apa yang anda berikan dapat bermanfaat.

Data umum petani Keikut sertaan dalam program kelompok tani: (iya/tidak)*... Lamanya ikut program kelompok tani: ... Kepemilikan hutan rakyat

1. Berapa luas lahan yang bapak miliki?

Jawaban: ... 2. Bagaimana status kepemilikan lahannya?

a. sendiri b.sewa c. lainnya... 3. Sejak kapan bapak mengelola hutan rakyat ini?

Jawaban: ... 4. Berapa jumlah tenaga kerja untuk mengelola lahan bapak? Bagaimana pembagian

kerjanya?

Jawaban: ………...

5. Apa tujuan bapak membangun hutan rakyat?

Jawaban: ... 6. Adakah masalah yang bapak hadapi dalam mengelola hutan rakyat yang bapak

miliki?

Jawaban: ... 7. Bagaimana status usaha hutan rakyat yang bapak kelola?

a. Penggarap c. Petani Pemilik.

(28)

18

8. Apakah ada perizinan dan pengaturan pajak dalam kegiatan; a. Memungut hasil dari hutan

b. Menjual hasil dari hutan rakyat c. Pemanfaatan

9. Jika ada, berapa besarnya biaya perizinan dan pengaturan pajak? a. Memungut hasil hutan dari hutan rakyat

b. Menjual hasil dari hutan rakyat c. Pemanfaatan

10. Kemana proses perizinan dapat diperoleh?

Jawaban: ... Produksi Kayu

1. Sudah berapa tahun bapak menanam pohon pada lahan bapak?

Jawaban: ... 2. Jenis pohon apa yang bapak tanam pada lahan bapak?

Jawaban: ... 3. Mengapa bapak memilih jenis tersebut untuk ditanam dilahan bapak?

Jawaban: ... 4. Darimana bapak memperoleh bibit tersebut?

a. Pembibitan sendiri b. Membeli c. Lainya 5. Apa saja alat yang diperlukan untuk menanam?

Jawaban: ... 6. Apakah alat-alat tersebut milik bapak sendiri?

Jawaban: ... 7. Apakah dasar bapak dalam melakukan penebangan pada hutan rakyat yang

bapak miliki?

Jawaban: ... 8. Berapa banyak bapak menebang pohon selama satu tahun?

Jawaban: ... 9. Dalam bentuk apa bapak menjual hasil kayu hutan rakyat yang bapak

miliki

a. Pohon berdiri

b. Ditebang dan dijual dalam bentuk log/kayu bulat?

c. Ditebang dan diolah secara borongan dan dijual dalam bentuk olahan? 10. Selama ini sudah berapa kali panen di hutan rakyat yang bapak miliki?

Jawaban: ... 13. Berapa harga jual kayu dari hutan rakyat bapak?

Jawaban: ... 14. Bagaimana sistem pembayaran yang biasanya dilakukan?

a. Bayar dimuka

(29)

19 15. Berapa biaya yang digunakan untuk pembelian bibit yang akan bapak tanam?

Bagaimana periode pembelianya?

Jawaban: ... 16. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk pembelian pupuk? Bagaimana

periode pembelianya?

Jawaban: ... 17. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk pembersihan lahan? Bagaimana

periode pembersihanya?

Jawaban: ... 18. Berapa biaya untuk pembuatan lubang tanam?

Jawaban: ... 19. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk penanaman setiap pohon?

Jawaban: ... 20. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman di hutan rakyat

bapak (pemupukan, pengolahan tanah) Bagaimana periode pemeliharaanya? Jawaban: ... 21. Berap biaya yang bapak keluarkan untuk upah tenaga kerja? Bagaimana

sistem dan periode pembayaranya?

Jawaban: ... 22. Berapa biaya yang bapak keluarkan untuk kegiatan pemberantasan hama dan

penyalit? Bagaimana periode kegiatan pemberantasan hamanya?

Jawaban: ... 23. Berapa biaya yang bapak keluarkan kegiatan pemanenan?

Jawaban: ... 24. Berapa biaya untuk penebangan tiap pohonya?

Jawaban: ... 25. Berapa biaya upah untuk chainsawman setiap kali panen?

Jawaban: ... 26. Adakah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk? Jika ada berapa

biayanya?

Jawaban: ... 27. Biaya biaya ynag bapak keluarkan untuk pengangkutan kayu?

Jawaban: ... 28. Berapa Biaya yang bapak keluarkan untuk sertifikasi hutan?

Jawaban: ... 29. Apa saja kendala yang bapak alami dalam proses sertifikasi?

Jawaban: ... 30. Bagaimanakah kondisi hutan rakyat bapak setelah dilakukan sertifikasi?

Jawaban: ... 31. Apakah ada manfaat untuk bapak setelah adanya sertifikasi?

(30)

20

Lampiran 2 Biaya pengelolaan hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 dan 20 tahun

Lampiran 3 Biaya pengelolaan hutan rakyat swadaya dengan daur panen 10 dan 20 tahun

Uraian Harga

Satuan (Rp)

Keterangan

(per Ha) Pertanaman Kebutuhan

Jumlah

(Rp) Pengeluaran Waktu

Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) 123 140 123 140 t0-t10/t0-t20

(31)

21

Lampiran 4 Cash flow hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun

Uraian Tahun ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 177 000 000

Panen Palawija 0 3 724 341 3 724 341 3 724 341 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 3 724 341 3 724 341 3 724 341 0 0 0 0 0 0 177 000 000

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685 87 685

Bibit Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 500 000 500 000 500 000

Persiapan Lahan 230.691 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 100 000 100 000 100 000 100 000 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 80 000 80 000 80 000 80 000 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 90 000 90 000 90 000 90 000 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 1 271 400 1 271 400 1 271 400 1 271 400 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 220 403 220 403 220 403 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PENGELUARAN 1.859.776 2.349.488 2.349.488 2.349.488 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685

NPV = Rp. 48.822.977

BCR = 7,5 IRR = 59%

(32)

22

Lampiran 5 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun

Uraian Tahun ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 177.000.000

Panen Palawija 0 3.518.833 3.518.833 3.518.833 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 3.518.833 3.518.833 3.518.833 0 0 0 0 0 0 177.000.000

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

Bibit Kayu Jati 442.500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 500.000 500.000 500.000

Persiapan Lahan 280.393 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 100.000 100.000 100.000 100.000 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 80.000 80.000 80.000 80.000 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 90.000 90.000 90.000 90.000 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 1.234.600 1.234.600 1.234.600 1.234.600 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 162.143 162.143 162.143 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL

PENGELUARAN 2.350.633 2.289.883 2.289.883 2.289.883 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

NPV = Rp. 47.890.763

BCR = 7 IRR = 48%

(33)

23

Lampiran 6 Cashflow hutan rakyat APBD daur 20 tahun

Uraian Tahun ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Panen Palawija 0 3.724.341 3.724.341 3.724.341 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 3.724.341 3.724.341 3.724.341 0 0 0 0 0 0 0

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685

Bibit Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 500.000 500.000 500.000 0 0 0 0 0 0 0

Persiapan Lahan 230.691 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 100.000 100.000 100.000 100.000 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 80.000 80.000 80.000 80.000 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 90.000 90.000 90.000 90.000 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 1.271.400 1.271.400 1.271.400 1.271.400 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 220.403 220.403 220.403 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PENGELUARAN 1.859.776 2.349.488 2.349.488 2.349.488 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685

(34)

24

Lampiran 7 Lanjutan cash flow hutan rakyat APBD daur 20 tahun

Uraian

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.327.500.000

Panen Palawija 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.327.500.000

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685

Bibit Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Persiapan Lahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PENGELUARAN 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685 87.685

NPV = Rp. 97.546.135

BCR = 13,7 IRR = 39%

(35)

25

Lampiran 8 Cash flow hutan rakyat swadaya daur 20 tahun

Uraian Tahun ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Panen Palawija 0 3.518.833 3.518.833 3.518.833 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 3.518.833 3.518.833 3.518.833 0 0 0 0 0 0 0

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

Bibit Kayu Jati 442.500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 500.000 500.000 500.000 0 0 0 0 0 0 0

Persiapan Lahan 280.393 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 100.000 100.000 100.000 100.000 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 80.000 80.000 80.000 80.000 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 90.000 90.000 90.000 90.000 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 1.234.600 1.234.600 1.234.600 0 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 162.143 162.143 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PENGELUARAN 2.350.633 2.289.883 2.289.883 893.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

(36)

26

Lampiran 9 Lanjutan cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun

Uraian

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

A. pemasukan

Panen Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.327.500.000

Panen Palawija 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PEMASUKAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.327.500.000

B. pengeluaran

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

Bibit Kayu Jati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bibit Palawija 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Persiapan Lahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengadaan Alat

1. Cangkul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Sabit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Garbu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pemupukan tanaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Penyemprotan tanaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL PENGELUARAN 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140 123.140

NPV = Rp. 97.506.797

BCR = 14,4 IRR = 33%

(37)

27 Lampiran 10 Dokumentasi penelitian

Hutan Rakyat Desa Sambi 2014. Hutan Rakyat Desa Kadipiro 2014

Dokumen-dokumen sertifikasi hutan rakyat Kayu tebangan hutan rakyat Desa Jetis

Kegiatan wawancara dengan petani hutan rakyat Desa Sambirejo

Sertifikat pengelolaan hutan lestari oleh LEI tahun 2009

Kegiatan wawancara dengan petani hutan rakyat Desa Sambirejo

Kegiatan wawancara dengan petani hutan rakyat Desa Kadipiro

(38)

28

RIWAWAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Dian Iswahyudi Tri Hartono, dilahirkan di Sragen pada tanggal 9 Desember 1991 sebagai putra ketiga dari pasangan Edy Suhartono dan Ibu Sulasmi. Penulis melalui jenjang pendidikan mulai dari TK Pertiwi II Bendungan (1997-1998), SD Negeri Bendungan 1 (1998-2004), SMP Negeri 2 Sragen (2004-2007) dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sragen, yang kemudian lulus seleksi untuk masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Forest Management Student Club (FMSC) divisi PSDM periode (2012-2013), Organisasi Mahasiswa Daerah Sragen (OMDA PMSB) dan Team Basket Fakultas Kehutanan IPB. Beberapa penghargaan pernah diraih oleh di bidang non akademik selama perkuliahan diantaranya pernah menjadi juara 1 tim bola basket dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2013, Juara 1 tim bola basket dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI)tahun 2014 dan menjadi tim pelatih basket Fakultas Kehutanan IPB tahun 2014 awal hingga sekarang.

Gambar

Gambar 1 Lokasi Desa Penelitian
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian
Tabel 2  Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 3  Distribusi responden menurut pendidikan
+5

Referensi

Dokumen terkait

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

dari Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maupun yang ber- sumber dari Swasta Nasional. Peran pihak swasta untuk menanam modalnya pada bidang perikanan

Materi penelitian terdiri dari 180 ekor Kambing Saburai betina yang terdapat di Kecamatan Gisting dan Sumberejo yang merupakan wilayah sumber bibit kambing

Pada sampel ASI perah A dengan hasil kadar protein awal lebih rendah dibandingkan dengan setelah dilakukan penyimpanan pada freezer dan lemari pendingin dapat

Selama tahun 1834 tidak ada usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh pasukan Belanda untuk menaklukkan Bonjol, markas besar pasukan Padri, kecuali pertempuran

Berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial saling terkait dan menunjang satu sama lain. Sehingga dibutuhkan suatu instrumen kebijakan yang dapat menyeimbangkan

I am pleased to inform you that in accordance with current Canadian Government policy, the undisbursed portion of the Loan will now be made available to the

Motivasi menabung pada lembaga keuangan akan timbul pada diri seseorang sebagai akibat pemenuhan kebutuhan yang berorientasi masa depan serta pemenuhan kebutuhan yang