• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS

TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

AMALIA ARDIYANTI. Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO.

Masalah anemia zat gizi besi (AGB) adalah masalah kurang zat gizi mikro terbesar di dunia saat ini. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu strategi terbaik untuk meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsumsi pangan, menganalisa tingkat konsumsi pangan, dan mengestimasi asupan zat besi dan zat gizi lain dari pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB. Penelitian dilakukan di Asrama Putri TPB IPB pada bulan April - Mei 2014. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study dengan jumlah contoh 100 mahasiswi TPB IPB berusia 17-20 tahun. Rata-rata asupan zat besi contoh adalah 5.71 ± 2.68 mg, dengan tingkat kecukupan sebesar 21.96%. Rata-rata kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap asupan zat besi contoh adalah 0.85 mg atau 14.8% dari konsumsi total. Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh contoh adalah roti (47%), yang paling sering, dan paling banyak dikonsumsi adalah kue kering/biskuit dengan frekuensi dikonsumsi hampir setiap hari (rata-rata 25.74  39.88) (38.9  144.7 g/kap/hari).

Kata kunci: anemia, asupan, mahasiswi, terigu, zat besi

ABSTRACT

AMALIA ARDIYANTI. Estimation Iron Intake from Wheat Flour Based Foods among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural University. Supervised by DRAJAT MARTIANTO.

Nowadays, iron deficiency anemia (IDA) is a major micronutrient problem deficiency in the world. Fortification is the best strategy to increase iron intake through food based approached. Research purposes were to identify food consumption, to evaluate nutrients adequacy levels, and to estimate iron intake and other nutrients based on wheat flour compulsorily fortified with iron and other nutrients among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural University. The research was conducted at Dormitory of Bogor Agricultural University during April to May 2014. This is a cross-sectional study with 100 sample size of female students aged 17-20 years. The study found that average of iron intake was 5.71 ± 2.68 mg with adequacy level of iron was 21.96%. The average iron contribution of various wheat flour based foods to total iron intake was 0.85 mg or 14.8% of the total intake. Type of wheat flour based food that mostly preffered consumed by subjects is bread (47%), most often consumed, and the most widely consumed was cookies/biscuits which was consumed every day (on average 25.74  39.88) (38.9 ± 144.7 g/person/day).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS

TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB

Nama : Amalia Ardiyanti NIM : I14100091

Disetujui oleh

Dr Ir Drajat Martianto, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan, antara lain:

1. Bapak Dr Ir Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi yang tidak pernah bosan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis. 2. Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar

sekaligus penguji skripsi yang sabar dalam memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

3. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Mamah Juminah dan Papah Kusnardi, adik-adik tersayang Dewi Suci Ariyani dan Ananda Raihan Adyatma yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, memberi doa, kasih sayang, dan motivasi yang tiada henti. Semoga ini menjadi persembahan terbaik untuk keluarga.

4. Mas Abdullah Marzuqi sebagai kekasih dan sahabat terbaik yang luar biasa senantiasa selalu memberikan kasih tulus dan menyemangati penulis setiap saat.

5. Keluarga besar di Tegal atas segala doa dan bantuan yang tercurahkan selama ini.

6. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa dan segenap motivasi selama pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

7. Teman-teman Asrama Putri Darmaga, Lorong 3 Asrama A1, Kelas B10 TPB atas kepedulian dan semangat kalian yang tak pernah berkurang. 8. Teman-teman seperjuangan Gizi Masyaratakat Institut Pertanian Bogor

(IPB) angkatan 47 atas kebersamaan yang manis.

9. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu atas bantuan dan dukungannya hingga karya ilmiah ini selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Penarikan Contoh 6

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Contoh 10

Pengetahuan Gizi 12

Pola Konsumsi Pangan 14

Konsumsi Pangan Olahan Terigu 14

Preferensi dan alasan contoh 15

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi 18

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 20

Kontribusi Konsumsi Pangan Olahan Terigu 21

Uji Hubungan Antar Variabel 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data primer dan sekunder dalam penelitian 7

2 Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu 8

3 AKG bagi perempuan Indonesia tahun 2013 8

4 Sebaran usia contoh 10

5 Besar keluarga contoh 10

6 Sebaran contoh berdasarkan sumber biaya pendidikan 11

7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan 11

8 Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan 12

9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi 13 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi. 13

11 Konsumsi pangan olahan terigu contoh 15

12 Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan 17 13 Asupan zat besi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi 19 14 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan

protein 20

15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi 21 16 Kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap kecukupan gizi

contoh 21

17 Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan asupan rata-rata zat besi

dari pangan olahan terigu 22

18 Hasil uji hubungan kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat

kecukupan zat besi contoh 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 5

2 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan

terigu 15

3 Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan terigu

yang disukai 16

4 Sebaran contoh berdasarkan pilihan utama pangan pokok pada berbagai

keadaan 16

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan pangan untuk mempertahankan hidup dan melakukan aktivitas sehari-hari. Tubuh manusia memerlukan pangan yang beraneka ragam untuk dapat memenuhi kebutuhan zat gizi seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Karbohidrat adalah zat gizi yang menjadi sumber utama energi dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai pangan pokok. Sumber pangan yang menjadi sumber utama karbohidrat adalah beras, jagung, ubi, dan sagu. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan demikian, terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap manusia merupakan hal yang mutlak. Hal ini terkait pada jumlah populasi yang setiap tahun cenderung meningkat, maka kebutuhan pangan suatu bangsa pun akan mengalami peningkatan. Harga pangan yang semakin melambung menuntut setiap manusia untuk dapat memilih dan memperoleh bahan pangan yang aman dan bergizi dengan harga terjangkau agar asupan zat gizi dalam tubuh terpenuhi. Zat gizi yang kurang ataupun lebih dari kebutuhan akan berpotensi menimbulkan masalah gizi.

Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat kekurangan maupun kelebihan zat gizi. Salah satu masalah gizi akibat kekurangan zat gizi adalah anemia. Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Pengelompokan anemia untuk remaja putri (<12 g/dl) dikategorikan sebagai anemia. Anemia pada umumnya disebabkan kekurangan zat besi sehingga sering disebut anemia zat gizi besi (Supriyono 2012).

Masalah anemia zat gizi besi adalah masalah kurang zat gizi mikro terbesar di dunia saat ini. Anemia berkontribusi terhadap kematian ibu sebesar 20% (WHO 2011). Berdasarkan Anggraeni (2004) prevalensi anemia defisiensi zat besi pada mahasiswi TPB IPB mencapai 48.1%. Prevalensi ini tinggi pada remaja putri karena pada masa ini sedang terjadi puncak pertumbuhan dan mengalami menstruasi sehingga banyak zat besi yang terbuang. Cara mengatasi anemia zat gizi besi yaitu dengan mengonsumsi pangan tinggi zat besi. Salah satu peran pemerintah yaitu fortifikasi pangan dapat membantu mengatasi anemia zat gizi besi.

(16)

2

Standar Nasional Indonesia (SNI) mewajibkan tepung terigu difortifikasi dengan zat besi, seng, vitamin B1, dan vitamin B2 pada tahun 2001. Penetapan pemberlakuan SNI tepung terigu ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/7/2008 tentang pemberlakuan SNI tepung terigu sebagai bahan makanan secara wajib. Perkembangan produk olahan berbasis tepung terigu juga semakin banyak berkembang, namun konsumsi zat besi pada terigu yang difortifikasi perlu dilihat lagi penyebaran konsumsinya.

Kandungan zat gizi tepung terigu berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (2010) lebih tinggi dibandingkan dengan pangan pokok lainnya. Tepung terigu memiliki kandungan karbohidrat 365 kkal, protein 8.9 gram, lemak 1.3 gram, zat besi 1.2 mg dalam 100 gram, sedangkan beras memiliki kandungan karbohidrat 360 kkal, protein 6.8 gram, lemak 0.7 gram, zat besi 0.8 mg dalam 100 gram. Berdasarkan jumlah zat besi yang terkandung dalam 100 gram tepung terigu dapat memenuhi sekitar 5% kecukupan zat besi harian mahasiswi usia 16-21 tahun berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013. Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, 2005 dan 2008 menunjukkan kecenderungan penurunan konsumsi beras yaitu 115.5 kg per kapita pada tahun 2002 menurun menjadi 105.2 kg per kapita pada tahun 2005 dan 104.9 kg per kapita pada tahun 2008. Konsumsi jagung juga mengalami penurunan dari 3.4 kg per kapita pada tahun 2002 menjadi 2.9 kg per kapita pada tahun 2008. Menurut Ariani (2010) terjadi peningkatan konsumsi pangan olahan terigu dari 8.5 kg per kapita pada tahun 2002 menjadi 11.2 kg per kapita pada tahun 2008.

Konsumsi tepung terigu dan produk turunannya rata-rata mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Deptan 2009). Hal ini didorong oleh kebijakan orde baru yang memperbolehkan impor gandum menjadi tepung terigu sehingga harga tepung terigu tergolong murah, 50% lebih rendah dari harga internasional (Ariani 2010) dan kebijakan yang memberi kemudahan bagi produsen pengolahan terigu. Pengolahan terigu yang mudah dan cepat disajikan dengan berbagai variasi olahan juga meningkatkan konsumsi terhadap terigu (Hardinsyah dan Amalia 2007). Karena kepraktisannya maka pangan olahan terigu banyak dikonsumsi khalayak masyarakat yang mempunyai aktivitas padat dan waktu yang terbatas. Sebagian besar mahasiswi TPB IPB memiliki aktivitas yang cukup padat. Padatnya aktivitas sehari-hari mahasiswi TPB IPB yang bertempat tinggal di Asrama membuat perilaku mahasiswa cenderung memilih hal-hal yang serba instan dan praktis, termasuk dalam memilih makanan. Mahasiswi dengan rutinitas yang padat seringkali melupakan pola hidup yang sehat seperti pola makan yang tidak teratur, konsumsi makanan yang tidak seimbang dan tidak aman. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aktivitas yang padat dan status sosial ekonomi.

(17)

3

komponen utama selain pendidikan dan pendapatan (Bappenas 2009) sehingga kesehatan dan gizi sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Kemudahan pelayanan kesehatan dan pemenuhan zat gizi yang sesuai menjadi hal utama untuk dapat memajukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.

Kegiatan dan aktivitas fisik mahasiswi yang cukup padat dapat meningkatkan kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Kecukupan asupan zat gizi dalam tubuh meliputi zat gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein) dan zat gizi mikro (mineral dan vitamin). Zat besi merupakan salah satu zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Zat besi harus diperoleh dari luar tubuh, baik berupa makanan maupun suplemen (Almatsier 2004). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian mengenai Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Hingga saat ini, pola konsumsi pangan berbasis terigu dan perkiraan kontribusi zat gizi dari fortifikasi belum banyak diungkap melalui studi. Studi ini bermaksud menganalisis pola konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada golongan tertentu yaitu mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Mahasiswi TPB IPB mempunyai latar belakang sosial ekonomi yang beragam. Jenis pangan berbasis tepung terigu banyak beredar di pasaran, namun jenis-jenis pangan tersebut dikonsumsi dengan memperhatikan kebiasaan makan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilihat sebaran jenis pangan olahan berbasis tepung terigu yang sering dikonsumsi oleh mahasiswi TPB IPB. Hal ini karena pangan berbasis tepung terigu merupakan bahan substitusi yang paling dekat dengan beras, praktis, dan harga terjangkau sehingga dijadikan alternatif pengganti pangan pokok.

Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan diatas, maka studi ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja jenis pangan berbasis tepung terigu yang biasa dikonsumsi oleh mahasiswi TPB IPB?

2. Berapa dan bagaimana kontribusi jumlah konsumsi pangan berbasis tepung terigu terhadap kecukupan zat besi dan zat gizi lain mahasiswi TPB IPB?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah memperkirakan asupan zat besi dan zat gizi lain dari pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

(18)

4

3. Menganalisis kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap tingkat kecukupan zat besi dan zat gizi contoh.

4. Melakukan estimasi asupan zat besi dan zat gizi lain dari pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB angkatan 50 (tahun ajaran 2013/2014).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang estimasi konsumsi dan evaluasi asupan zat besi dari pangan berbasis tepung terigu pada mahasiswi TPB IPB angkatan 50 (tahun ajaran 2013/2014) sebagai salah satu instrumen evaluasi fortifikasi terigu.

Kerangka Pemikiran

Pangan dan gizi merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Ketersediaan pangan dan keadaan sosial ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan suatu kelompok atau individu. Kebutuhan pangan suatu wilayah selain dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk. Konsumsi pangan dan intik zat gizi yang baik akan mempengaruhi tingkat kecukupan gizi suatu kelompok atau individu yang selanjutnya berpengaruh pada masyarakat tersebut.

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/ letih, dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen. Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan, menurunnya asupan makanan, berkurangnya penyerapan dan penggunaan besi, kehilangan darah, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Tepung terigu merupakan salah satu bahan makanan yang difortifikasi zat besi di Indonesia. Estimasi dibuat adalah dalam rangka memberi masukan bagi para pengambil kebijakan.

Fortifikasi terigu dilakukan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi masalah defisiensi zat gizi mikro, khususnya penyebab anemia zat gizi besi (AGB) pada masyarakat terutama pada golongan menengah ke bawah. Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia yang didominasi oleh beras, bahkan selama beberapa waktu beras telah menjadi pangan pokok tunggal, telah bergeser dengan hadirnya terigu menjadi makanan pokok kedua. Konsumsi terigu yang menyaingi konsumsi beras ini perlu dikaji lebih lanjut dari aspek pelaku konsumsi. Salah satu kajian yang perlu dilakukan adalah konsumsi terigu pada berbagai kelompok umur, termasuk mahasiswa yang banyak menghabiskan waktu dan melakukan konsumsi di luar rumah serta berorientasi pada kepraktisan penyajian makanan.

(19)

5

olahan terigu. Uang saku, preferensi, ketersediaan, nilai sosial, dan kepraktisan pangan pokok lainnya selain terigu akan mempengaruhi pola konsumsi pangan terigu. Pola konsumsi pangan olahan terigu akan mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi harian contoh khususnya untuk kecukupan zat gizi mikro yang difortifikasi pada terigu.

Penelitian ini akan melihat bagaimana peran pangan olahan terigu sebagai makanan dalam menu harian mahasiswi. Dari keseluruhan total konsumsi pangan olahan terigu akan dilihat persentasenya terhadap angka kecukupan gizi (AKG) dan tingkat kecukupan gizi dari zat gizi yang difortifikasi pada terigu.

Keterangan:

Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis:

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Konsumsi pangan

Konsumsi pangan lain Konsumsi pangan olahan terigu

AGB

Intake zat besi

Suplementasi Fortifikasi

(20)

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sosio demografi dan konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada mahasiswi TPB IPB yang diteliti dalam sekali waktu pengukuran. Penetapan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa di perguruan tinggi tersebut terdapat populasi mahasiswi yang mengonsumsi pangan berbasis tepung terigu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2014 di Asrama Putri TPB IPB.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi merupakan unit pengukuran outcome yang mempunyai kriteria tertentu. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasi. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa TPB IPB tahun ajaran 2013/2014. 2. Mahasiswa berstatus aktif.

3. Mahasiswa bersedia menjadi contoh

Penarikan contoh dilakukan secara secara acak sederhana (simple random sampling) karena sampel yang diteliti relatif homogen. Jumlah mahasiswi TPB IPB secara keseluruhan adalah 2162 orang, yang terdiri dari mahasiswi jalur SNMPTN, SBMPTN, PIN, BUD, UTM, Mahasiswi Internasional, dan Adik Papua-Kalbar. Total contoh pada penelitian ini adalah 100 orang. Jumlah contoh minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Setiawan 2007).

Keterangan:

n = Jumlah contoh N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(21)

7

Adapun variabel karakteristik contoh yang digunakanyaitu usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, semester yang sedang ditempuh saat penelitian berlangsung, alamat asal, alamat sekarang, pengeluaran perbulan, dan sumber penghasilan perbulan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Variabel konsumsi pangan berbasis tepung terigu contoh diperoleh melalui metode FFQ. Metode FFQ dipilih karena bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan berbasis tepung terigu contoh. Metode FFQ dilakukan pencatatan frekuensi penggunaan pangan yang biasa dikonsumsi dalam periode tertentu (harian, mingguan atau bulanan) dan juga jenis pangan berbasis tepung terigu yang ditanyakan pada FFQ tidak terlalu banyak sehingga tidak membosankan baik bagi pengumpul data maupun contoh sehingga akurasi yang didapatkan baik.

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait untuk menunjang analisa data primer yang dihasilkan pada penelitian ini. Data sekunder yang digunakan yaitu letak geografis lokasi penelitian, jumlah mahasiswi TPB IPB. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Data konsumsi pangan contoh dikumpulkan dengan metode recall 1x24 jam yang dilakukan selama dua hari (hari kuliah dan hari libur) dan food frequency questionnaire (FFQ). Pangan yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah semua jenis pangan yang dikonsumsi oleh contoh saat dilakukan recall. Koreksi yang dilakukan terhadap jumlah pangan yang dikonsumsi menggunakan nutrisurvey 2007.

Tabel 1 Data primer dan sekunder dalam penelitian

Jenis data Sumber Cara pengumpulan

Data primer :

a. Karakteristik sosial

demografi keluarga (besar keluarga, pendapatan, pengeluaran, usia)

Contoh Menggunakan alat kuesioner

b. Konsumsi pangan mahasiswi (konsumsi terigu dan pangan olahannya)

Contoh Wawancara langsung dengan menggunakan metode food recall 1 x 24 jam selama dua hari (hari kuliah dan hari libur) dan FFQ

(22)

8

Program for Social Science (SPSS) versi 16for Windows. Proses pengolahan data meliputi entry, coding, editing, dan analisis data yang didapat. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistik. Adapun jenis uji yang digunakan adalah uji beda t-test dan uji korelasi Spearman. Langkah awal yang dilakukan adalah memasukkan data (entry) ke komputer sesuai dengan kebutuhan analisis kemudian dilakukan pengkodean (coding) pada data tersebut agar lebih mudah. Langkah selanjutnya adalah mengedit kembali (editing) mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui.

Data konsumsi pangan berbasis tepung terigu meliputi konsumsi dalam bentuk pangan olahan terigu yang dilakukan konversi terlebih dahulu ke wujud asal terigu dengan menggunakan faktor konversi berdasarkan acuan pangan olahan terigu dari Susenas (Hardinsyah dan Amalia 2007).

Tabel 2 Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu

No Pangan olahan Persentase terigu (%)

1 Tepung terigu 1.00

Konsumsi pangan olahan berbasis terigu dihitung dan ditentukan kontribusinya terhadap pemenuhan angka kecukupan gizi harian contoh. Kecukupan zat gizi harian yang diperhatikan meliputi zat besi dan zat gizi lain. Penentuan kontribusi konsumsi pangan berbasis tepung terigu akan dilakukan dengan mengacu pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Angka kecukupan untuk masing-masing individu akan dikoreksi kembali dengan berat badan mahasiswi. Besaran kontribusi tepung terigu adalah perbandingan antara zat gizi yang dikonsumsi dari tepung terigu dengan kecukupan zat gizi harian individu.

Tabel 3 AKG bagi perempuan Indonesia tahun 2013 Umur

Contoh adalah mahasiswi TPB IPB berstatus aktif pada tahun ajaran 2013/2014.

(23)

9

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

Keadaan sosial ekonomi adalah keadaan contoh yang meliputi asal daerah dan suku bangsa, pekerjaan, dan pendidikan orang tua, pendapatan, pengeluaran untuk pangan dan non pangan.

Pendapatan adalah sejumlah uang yang diterima contoh baik dari orang tua atau wali, keluarga, beasiswa maupun hasil usaha sendiri dalam rupiah perbulan.

Pengeluaran untuk pangan dan non pangan adalah semua biaya yang dikeluarkan contoh dari penerimaan untuk memperoleh komoditas pangan dan non pangan dalam rupiah per bulan. Pengeluaran pangan meliputi nasi, lauk pauk, sayur, buah, susu, teh, gula, makanan jajanan, dan minuman. Pengeluaran non pangan meliputi perumahan, transportasi, pendidikan, pakaian, kesehatan, rekreasi, tabungan, dan lain-lain.

Kebiasaan makan adalah cara contoh memilih dan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang meliputi frekuensi makan per hari, frekuensi konsumsi jenis menu makanan, frekuensi konsumsi jenis bahan pangan, makanan kesukaan, dan makanan pantangan.

Pangan olahan terigu adalah semua jenis pangan mengandung terigu baik sebagai sumber utama atau bahan pendukung yang terdapat dalam susunan yang meliputi mie basah, mie instan, makaroni, roti tawar, roti manis, kue kering/biskuit, kue basah, makanan gorengan, mie bakso, dan makanan ringan yang dikonsumsi contoh.

Asupan zat gizi adalah banyaknya zat gizi yang dikonsumsi (meliputi energi, protein, vitamin B1, vitamin B2, zat besi, dan seng).

Zat besi adalah mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewanyaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh dewasa.

Angka kecukupan gizi mahasiswa adalah rata-rata jumlah zat gizi harian (meliputi energi, protein, vitamin B1, vitamin B2, asam folat, zat besi, dan seng) yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan gizi contoh sesuai kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologisnya, berdasarkan acuan Angka Kecukupan Gizi (AKG) hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2013.

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh Usia

Contoh yang diambil pada penelitian ini merupakan mahasiswi TPB IPB berjumlah 100 orang. Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 17 hingga 20 tahun (Tabel 4). Berdasarkan kisaran usia tersebut bahwa mahasiswi TPB IPB berada dalam batasan remaja lanjut (Briawan 2008) yang memiliki periode perkembangan paling optimal dibandingkan dengan periode kehidupan lainnya.

Tabel 4 Sebaran usia contoh

Usia (tahun) n Persentase (%)

17 5 5.0

18 43 43.0

19 50 50.0

20 2 2.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 18.49 ± 0.63

p 0.000

Rata-rata usia contoh adalah 18.49 ± 0.63 tahun. Jumlah contoh terbesar terdapat pada usia 19 tahun (50%), sedangkan jumlah contoh terkecil berada pada usia 20 tahun (2%). Menurut laporan TPB dalam Angka (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar usia mahasiswa TPB IPB adalah 18 tahun. Hal ini sesuai dengan rata-rata contoh.

Besar Keluarga

Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dapat dikategorikan menjadi

keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5 ─ 6 orang), dan keluarga besar

(≥ 7 orang). Besar keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 8 orang dengan rata-rata 4.83 ± 1.41 orang dan termasuk dalam kategori keluarga sedang. Hal ini sedikit lebih besar dengan rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia pada tahun 2004 yaitu sebesar 4.09. Sebagian besar jumlah anggota keluarga contoh berada dalam kategori keluarga kecil (45.0%) (Tabel 5).

Tabel 5 Besar keluarga contoh

Besar keluarga n Persentase (%)

Kecil 45 45.0

Sedang 43 43.0

Besar 12 12.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 4.83 ± 1.41

(25)

11

Semakin besar keluarga maka makanan untuk setiap orang akan berkurang, namun dalam penelitian ini besar keluarga tidak menjadi faktor utama yang berpengaruh besar terhadap konsumsi pangan mahasiswi. Hal ini karena mahasiswi yang menjadi contoh dalam penelitian ini sebagian besar mendapatkan uang saku dari beasiswa dan sebagian lagi mendapatkan uang saku dari orang tua yang diduga berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan orang tuanya tergolong menengah ke atas karena hampir setengah dari contoh biaya pendidikan maupun biaya hidup diperoleh sepenuhnya dari orang tua.

Biaya Pendidikan

Sebagian besar biaya pendidikan contoh diperoleh dari beasiswa. Jumlah contoh yang memperoleh beasiswa sebanyak 55 orang (55.0%) (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan sumber biaya pendidikan

Biaya pendidikan n Persentase (%)

Beasiswa 55 55.0

Orangtua 45 45.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 50 ± 7.07

P 0.000

Uang Saku

Uang saku contoh adalah jumlah uang saku yang diterima oleh contoh untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama sebulan dengan satuan rupiah (Rp). Uang saku dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari uang yang diterima dari orangtua, beasiswa, atau sumber lainnya. Uang saku yang diterima contoh per bulan tidak termasuk uang yang digunakan untuk membayar SPP dan sewa kamar. Batas interval uang saku per bulan pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus statistik interval kelas menurut Slamet (1993). Rata-rata uang saku contoh sebesar Rp840 750 ± 319 517.77. Sebagian besar contoh penelitian mendapatkan uang saku antara Rp500 001 ─ 1 000 000 per bulan (81.0%) (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan

Uang saku (Rp) n Persentase (%)

≤ 500 000 9 9.0

500 001 ─ 1 000 000 81 81.0

> 1 000 000 10 10.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 840 750 ± 319 517.77

P 0.000

(26)

12

pangan maupun non pangan setiap tahun semakin tinggi. Menurut Martianto dan Ariani (2004) bahwa tingkat pendapatan seseorang memiliki pengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi.

Alokasi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan

Pengeluaran pangan adalah jumlah pengeluaran yang berasal dari uang saku digunakan untuk membeli kebutuhan pangan dalam sebulan. Batas interval alokasi pengeluaran pangan pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus statistik interval kelas menurut Slamet (1993). Sebanyak 94.0% contoh memiliki pengeluaran pangan diatas Rp350 000 dengan rata-rata pengeluaran pangan contoh adalah Rp522 600 ± 127 901.64 (Tabel 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran uang saku sebagian besar digunakan untuk membeli pangan. Hasil penelitian ini lebih besar daripada hasil penelitian Fani (2013) yaitu sebanyak Rp499 294. Menurut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengeluaran pangan yang tinggi tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi.

Tabel 8 Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan

Pengeluaran pangan (Rp) n Persentase (%)

≤ 350 000 6 6.0

> 350 000 94 94.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 522 600 ± 127 901.64

P 0.006

Pengeluaran non pangan adalah jumlah pengeluaran berasal dari uang saku yang digunakan untuk membeli kebutuhan selain pangan dalam sebulan. Rata-rata pengeluaran non pangan contoh adalah Rp237 500±198 750.52. Berdasarkan uji beda Paired Samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara pengeluaran pangan dan non pangan (p < 0.05).

Pengetahuan Gizi

(27)

13

(< 60%), sedang (60─80%), dan tinggi (80%). Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi (Tabel 10).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi

No Pengetahuan gizi Total (%)

Terigu dan pangan pokon non terigu

1 Pengetahuan tentang terigu 44.7

2 Jenis zat gizi yang terkandung dalam terigu 38.0

3 Tiga jenis pangan pokok 92.3

4 Kandungan gizi pada terigu lebih tinggi dari pangan pokok lainnya

14.7 Fortifikasi dan fortifikasi terigu

5 Pengetahuan terkait fortifikasi 30.3

6 Program fortifikasi 28.7

7 Zat gizi yang difortifikasi pada terigu 18.3

8 Alasan fortifikasi pada terigu perlu dilakukan 19.0 Zat Besi

9 Pengetahuan tentang zat besi 34.0

10 Fungsi zat besi bagi tubuh 36.0

11 Jenis makanan sumber zat besi 67.3

12 Penyakit yang ditimbulkan akibat kurang zat besi 64.7 Anemia

13 Pengetahuan tentang anemia 58.3

14 Penyebab anemia 52.0

15 Gejala anemia 65.7

16 Cara menanggulangi anemia 57.7

17 Alasan anemia paling banyak terjadi pada remaja perempuan

46.7

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi.

Pengetahuan Gizi n Persentase (%)

Kurang 75 75.0

Sedang 21 21.0

Baik 4 4.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 45.20 ± 19.76

p 0.735

(28)

14

pengetahuan mahasiswa terkait gizi masih tergolong rendah karena kurangnya keinginan mahasiswa dalam mencari informasi terkait gizi dan sosialisasi terkait gizi yang kurang di lingkungan mahasiswa.

Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1998 dalam Lusiana 2007). Pola konsumsi seseorang terkait dengan kebiasaan makan yang dilakukannya. Pola konsumsi pangan merupakan kebiasaan seseorang atau sekelompok orang di wilayah tertentu dalam mengkonsumsi makanan atau jenis makanan sebagai refleksi keadaan lingkungan, sosial dan budaya masyarakat (Junaidi 1997 dalam Cahyaningsih 2008). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jenis pangan, frekuensi, dan banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi (Basri 2011). Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia didominasi oleh beras (Rahmi 2008). Menurut Ariani (2010) perubahan pola hidup masyarakat telah bergeser dari pangan non terigu ke pangan terigu beserta produk turunannya.

Konsumsi Pangan Olahan Terigu

Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, 2005, dan 2008 menunjukkan kecenderungan penurunan konsumsi beras. Namun, pada tahun yang sama terjadi peningkatan konsumsi pangan olahan terigu dari 8.5 kg per kapita pada tahun 2002 menjadi 11.2 kg per kapita pada tahun 2008 (Ariani 2010). Menurut Deptan (2009) menyatakan bahwa konsumsi tepung terigu dan produk turunannya rata-rata mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sawit (2003) bahwa di Indonesia, pada kelompok rendah dan menengah, beralihnya pangan dari non terigu ke terigu atau produk olahannya begitu cepat dibandingkan di negara-negara Asia.

Konsumsi pangan olahan terigu contoh pada penelitian ini didapatkan melalui metode food frequency. Data jenis dan jumlah pangan olahan terigu yang dikonsumsi oleh contoh (Tabel 11). Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jenis pangan olahan terigu yang paling sering dikonsumsi adalah kue kering/biskuit dengan frekuensi hampir dikonsumsi setiap hari (rata-rata 25.74±39.88). Hasil tersebut sejalan dengan data survei nasional yang diperoleh bahwa sebanyak 13.4% (usia > 10 tahun) mengonsumsi biskuit setiap hari (FFI 2014). Hal ini diduga karena contoh sering menyetok kue kering/biskuit. Faktor utama yang mendorong contoh lebih memilih kue kering/biskuit yang distok karena faktor kepraktisan dan daya tahan relatif lama dibandingkan dengan pangan olahan lainnya.

(29)

15

olahan yang tinggi konsumsinya adalah gorengan dan mie instan. Tingkat konsumsi jenis pangan olahan terigu yang paling rendah yaitu makaroni. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hardinsyah dan Amalia (2007) yang menyatakan bahwa pangan olahan terigu yang paling rendah adalah makaroni (0.2 g/kap/hr) dengan laju pertumbuhan yang bervariasi. Namun, konsumsi pangan olahan terigu paling tinggi dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hardinsyah dan Amalia (2007) yang menyatakan bahwa pangan olahan terigu yang paling banyak dikonsumsi adalah mie instan (10.7 g/kap/hr) dan gorengan (10.6 g/kap/hr).

Tabel 11 Konsumsi pangan olahan terigu contoh

Jenis pangan

Menurut Assael (1992) menyatakan bahwa preferensi adalah derajat kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi pada penelitian ini diukur dengan melihat kepentingan berbagai atribut pada pangan pokok olahan seperti pangan olahan terigu yang paling disukai, pilihan utama pangan pokok saat ada uang, saat sibuk, saat santai, berada di kampus, berada di lingkungan asrama, dan berada di luar kampus. Ketersediaan suatu pangan dapat mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang (Gibney et al. 2008). Alasan contoh memilih pangan pokok dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu ketersediaan, suka, praktis, dan gengsi. Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap pangan olahan terigu (Gambar 2).

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan terigu

Roti Mie instan Gorengan Donat Kue Lainnya

(30)

16

Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh contoh adalah roti (47.0%). Hal ini terlihat pada tingginya total persentase kesukaan pada roti dibandingkan dengan pangan olahan terigu lainnya. Roti disukai karena memiliki cita rasa dan tekstur yang khas, serta memiliki daya simpan yang relatif lama (Farida 2001).

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner contoh yang sebagian besar memilih roti sebagai pangan olahan terigu yang disukai karena enak. Hal ini sesuai dengan penelitian Farida (2001) yang menemukan bahwa prioritas utama dalam pembelian roti oleh konsumen adalah rasa. Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan terigu yang disukai (Gambar 3).

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan terigu yang disukai

(31)

17

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pangan olahan berbahan dasar beras lebih diprioritaskan oleh contoh saat mempunyai uang. Makanan pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras (Rahmi 2008). Adapun alasan contoh dalam memilih beras sebagai pilihan utama pangan pokok saat contoh mempunyai uang karena suka dan ketersediaan (Tabel 12). Hal ini karena contoh tinggal di asrama yang tidak disediakan fasilitas dapur, sehingga contoh membeli makanan yang tersedia di sekitar asrama maupun kampus.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan

Alasan prioritas Persentase (%)

Beras Jagung Umbi Terigu

Saat ada uang

Ketersediaan 42.8 0.0 20.0 38.7

Suka 49.2 100.0 80.0 41.9

Praktis 18.5 0.0 0.0 19.4

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

Sibuk

Ketersediaan 13.3 0.0 0.0 2.5

Suka 6.7 0.0 25.0 7.5

Praktis 80.0 100.0 75.0 90.0

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

Santai

Ketersediaan 18.0 0.0 9.1 38.9

Suka 74.4 100.0 81.8 50.0

Praktis 7.7 0.0 9.1 11.1

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di kampus

Ketersediaan 54.6 0.0 0.0 38.2

Suka 20.4 0.0 0.0 30.9

Praktis 25.0 0.0 100.0 30.9

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di lingkungan asrama

Ketersediaan 67.1 0.0 0.0 69.2

Suka 27.1 0.0 100.0 23.1

Praktis 5.9 0.0 0.0 7.7

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di luar asrama

Ketersediaan 63.0 16.7 0.0 2.8

Suka 35.2 66.7 75.0 61.1

Praktis 1.8 0.0 25.0 30.6

Gengsi 0.0 16.7 0.0 9.1

(32)

18

karena pangan olahan terigu merupakan sajian pangan yang instan, sehingga sejalan dengan pola hidup mahasiswa yang mengutamakan kepraktisan (Tabel 12). Menurut Erfan (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang praktis dapat membuat waktu yang digunakan lebih efisien.

Selama menjalani aktivitas kampus yang padat, ada saatnya mahasiswa membutuhkan waktu santai untuk rehat sejenak dari rutinitas. Singkatnya waktu santai yang dilewati oleh mahasiswa membuat sebagian besar mahasiswa memilih mengkonsumsi pangan pokok berbahan dasar beras, lalu disusul dengan terigu. Alasan mahasiswa memilih pangan pokok ini saat santai adalah karena suka (Tabel 12). Hal ini mengacu pada pernyataan Rahmi (2008) bahwa makanan pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras.

Prioritas utama mahasiswa dalam memilih pangan pokok ketika berada di kampus mayoritas memilih pangan pokok olahan berbahan dasar terigu. Hal ini karena saat di kampus kondisi mahasiswa tidak mempunyai banyak waktu luang, sehingga hal ini menjadi salah satu alasan mahasiswa untuk memilih pangan olahan berbahan dasar terigu (Tabel 12).

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi

Data konsumsi pangan contoh dikumpulkan dengan metode recall 1 x 24 jam yang dilakukan selama dua hari yaitu satu hari kuliah dan satu hari libur. Pemilihan hari kuliah dan hari libur dilakukan untuk mencerminkan rata-rata konsumsi pangan contoh yang kemungkinan ada perbedaan pada hari kuliah dan hari libur. Metode recall dilakukan minimal 2 kali recall 1 x 24 jam tidak berturut-turut agar dapat menghasilkan gambaran asupan gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar terkait asupan harian individu (Supariasa et al. 2001).

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringn tubuh (Almatsier 2004). Kekurangan zat besi dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya anemia gizi besi (iron deficiency anemia/ IDA). Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan, menurunnya konsumsi makanan, berkurangnya penyerapan dan gangguan besi, kehilangan darah, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Wirakusumah 2006).

(33)

19

diserap dalam tubuh yaitu dalam bentuk fero. Estimasi banyaknya senyawa zat besi dalam sehari yang telah terbukti meningkatkan status zat besi diantaranya NaFeEDTA, fero sulfat, fero fumarat, dan besi elektrolit (WHO 2014). Fero banyak terkandung dalam bahan pangan hewani yang mengandung besi heme, sedangkan pada pangan nabati mengandung besi non heme yang sulit untuk diserap oleh tubuh (Florence & Setright 1994). Hasil tersebut (Tabel 15) diduga karena contoh lebih banyak mengonsumsi zat besi yang berasal dari pangan nabati (besi non heme). Konsumsi pangan yang tinggi zat besi merupakan cara mengatasi anemia zat gizi besi. Salah satu peran pemerintah yaitu fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu strategi terbaik untuk meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan. Standar Nasional Indonesia (SNI) mewajibkan tepung terigu difortifikasi dengan vitamin B1 min 2.5mg/kg, vitamin B2 min 4mg/kg, asam folat min 2mg/kg, zat besi min 50mg/kg, dan seng 30mg/kg (SNI 2009).

Serangkaian penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas fortifikasi tepung terigu di Indonesia. Penelitian Sandjaja pada tahun 2008 menunjukkan bahwa konsumsi harian terigu yang telah difortifikasi tidak ada hubungan yang signifikan dengan prevalensi anemia. Penelitian lain terkait efektivitas fortifikasi tepung terigu dilakukan oleh Kendrick pada tahun 2013 yang diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara alokasi pengeluaran pangan olahan terigu dengan prevalensi anemia. Hal ini karena senyawa zat besi yang digunakan dalam fortifikasi menggunakan zat besi yang mempunyai bioavailabilitas rendah. Hingga saat ini SNI belum menentukan bentuk senyawa standar zat besi yang harus digunakan dalam fortifikasi. Pentingnya ketentuan fortifikasi yang direkomendasikan oleh WHO perlu diterapkan di Indonesia. Fortifikasi terigu harus menggunakan salah satu senyawa besi yang efektif untuk digunakan sebagai fortifikan yaitu besi fumarat atau besi sulfat. Hal ini mengindikasikan bahwa SNI tepung terigu yang berlaku saat ini harus diperbarui (FFI 2014).

Energi dalam tubuh dibutuhkan untuk memelihara fungsi dasar tubuh (Soekirman 2000). Fungsi tubuh dapat terganggu jika kekurangan maupun kelebihan energi. Oleh karena itu, kebutuhan energi yang cukup diperlukan agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik. Adapun peran penting protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembangun, berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati, dan mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon (Sediaoetama 2006).

(34)

20

Rata-rata asupan energi dan protein contoh adalah 1537 ± 544.30 kkal dan 45.7 ± 19.48 g. Rata-rata asupan energi dan protein contoh lebih rendah dari rata-rata kecukupan energi yang harus terpenuhi oleh contoh. Vitamin dan mineral termasuk zat gizi mikro yang penting bagi tubuh. Rata-rata asupan vitamin B1 dan vitamin B2 contoh adalah 0.43 ± 0.18 mg dan 0.60 ± 0.27 mg. Rata-rata asupan asam folat dan seng contoh adalah 98.11 ± 52.81 µg, dan 5.57 ± 2.54 mg.

Hasil uji beda Paired Samples t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan energi, protein, zat besi, dan seng pada hari kuliah dengan hari libur (p>0.05). Berdasarkan uji beda Paired Samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara asupan vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat pada hari kuliah dengan hari libur (p<0.05). Hal ini diduga karena jenis pangan lauk pauk seperti protein hewani yang dikonsumsi contoh berbeda pada hari kuliah dan hari libur. Rata-rata asupan zat besi pada hari kuliah adalah 5.67±2.94 mg, sedangkan pada hari libur 5.81±3.68 mg. Berdasarkan uji beda Paired Samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan zat besi hari kuliah dan hari libur (p>0.05).

Tingkat Kecukupan Zat Besi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan gizi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara asupan gizi aktual dengan kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG (2013) yang telah dikoreksi dengan berat badan mahasiswi. Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi lima kategori yaitu defisit berat (TKG <70%), defisit sedang (TKG 70-79%), defisit ringan (TKG 80-89%), normal (TKG 90-119%),

dan berlebih (TKG ≥120%) (Depkes 1996). Sebaran contoh berdasarkan

klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein

Klasifikasi TKG Energi Protein

n % n %

Defisit tingkat berat 46 46.0 38 38.0

Defisit tingkat sedang 16 16.0 15 15.0

Defisit tingkat ringan 9 9.0 10 10.0

Normal 25 25.0 21 21.0

Berlebih 4 4.0 16 16.0

Total 100 100.0 100 100.0

Rata-rata±SD 74.66±28.20 84.61±38.31

P 0.615 0.227

(35)

21

singkat menjadi alasan contoh sering melewatkan sarapan dan makan siang serta cenderung memilih makanan yang praktis. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Fani (2013) bahwa alasan remaja melewatkan waktu sarapan yaitu karena padatnya aktivitas. Kekurangan energi terjadi apabila energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan (Almatsier 2009).

Tingkat kecukupan zat gizi mikro dibedakan menjadi dua kategori yaitu kurang (TKG <77%) dan cukup (TKG ≥77%) (Gibson 2005). Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi mikro (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi Klasifikasi

39.13±16.70 44.241±20.61 24.53±13.20 21.96±10.30 48.14±24.34

P 0.622 0.900 0.017 0.324 0.062

Tabel 15 menunjukkan rata-rata tingkat kecukupan rata-rata vitamin B1 adalah 39.13±16.70%, sedangkan untuk rata-rata tingkat kecukupan rata-rata vitamin B2 sebesar 44.24±20.61%. Rata-rata tingkat kecukupan rata-rata asam folat adalah 24.53±13.20%, sedangkan untuk rata tingkat kecukupan rata-rata zat besi sebesar 21.96±10.30%. Rata-rata-rata tingkat kecukupan rata-rata-rata-rata seng adalah 48.14±24.34%. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi mikro contoh tergolong kurang. Hal ini disebabkan oleh konsumsi pangan contoh masih belum seimbang dan dibawah kebutuhan.

Kontribusi Konsumsi Pangan Olahan Terigu

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan adalah AKG tahun 2013 yang ditetapkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG).

(36)

22

Penentuan kontribusi konsumsi pangan olahan terigu mengacu pada rata-rata AKG masing-masing contoh. Kontribusi pangan olahan terigu dihitung dari jumlah zat gizi rata-rata konsumsi pangan olahan terigu contoh dengan rata-rata kecukupan gizi per kapita. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa kontribusi zat besi yang berasal dari konsumsi pangan olahan terigu contoh adalah sebesar 14.8%. Hal ini menunjukkan bahwa pangan olahan terigu menjadi bagian pola konsumsi pangan contoh dalam penelitian ini. Kontribusi terigu terhadap kecukupan zat gizi mikro yang tertinggi adalah vitamin B1 dan zat besi.

Uji Hubungan Antar Variabel

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Asupan Rata-Rata Zat Besi dari Pangan Olahan Terigu

Hubungan antara karakteristik contoh yaitu uang saku contoh, pengeluaran pangan per bulan, dan pengetahuan gizi contoh diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman (Tabel 17).

Tabel 17 Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu

Variabel Asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu

P R

Uang saku 0.690 0.040

Pengeluaran pangan 0.750 -0.032

Pengetahuan gizi 0.697 0.039

Tabel 17 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku contoh dengan dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu, karena rata-rata contoh memperoleh uang saku beragam. Namun, ketersediaan pangan yang relatif homogen diduga jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi contoh relatif sama.

Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengeluaran pangan per bulan contoh dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu. Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Kendrick (2013) dalam FFI (2014) bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara konsumsi terigu menurut kelompok pengeluaran dengan prevalensi anemia.

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi seseorang belum tentu memiliki asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu yang tinggi juga dan sebaliknya.

Hubungan Kontribusi Pangan Olahan Terigu dengan Tingkat Kecukupan Zat Besi Contoh

(37)

23

tingkat kecukupan zat besi contoh. Menurut Hurrel et al. (2010) menyatakan bahwa upaya saat ini terkait program fortifikasi terigu diharapkan telah memberikan sedikit dampak terhadap tingkat kecukupan zat besi.

Tabel 18 Hasil uji hubungan kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat kecukupan zat besi contoh

Variabel Tingkat kecukupan zat besi contoh

P r

Kontribusi pangan olahan terigu 0.000 0.526**

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis pangan olahan terigu yang dikonsumsi contoh yaitu mie basah, mie instan, makaroni, roti tawar, roti manis, kue kering/biskuit, kue basah, gorengan, mie bakso, dan makanan ringan. Jenis pangan olahan terigu yang paling disukai adalah roti, namun yang paling sering dikonsumsi adalah kue kering/biskuit dengan frekuensi dikonsumsi hampir setiap hari (rata-rata 25.7439.88) dengan rata-rata berat 38.9144.7g/kap/hari. Rata-rata asupan zat besi contoh masih belum memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. Kontribusi zat besi yang berasal dari konsumsi pangan olahan terigu contoh adalah sebesar 14.95%. Kontribusi terigu terhadap kecukupan zat gizi mikro yang tertinggi adalah vitamin B1 dan zat besi.

Saran

Perlu ditingkatkan asupan zat besi karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan zat besi contoh tergolong defisit. Dengan alokasi pengeluaran pangan yang tergolong cukup, disarankan sebaiknya mahasiswa memilih makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik. Untuk itu diperlukan pendidikan gizi bagi mahasiswa di TPB.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

(38)

24

Ariani M. 2010. Diversifikasi konsumsi pangan pokok mendukung swasembada beras. Di dalam: Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. ISBN: 978-979-8940-29-3.

Assael H. 1992. Customer Behavior and Marketing. Boston (US): Action.

Bappenas. 2009. Peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan yang lebih berkualitas [Internet]. [diunduh 2014 Feb 8]. Tersedia pada:

http://www.bappenas.go.id/files/5413/5270/1901/bab-28kesehatan-berkualitas__20090202212311__1757__27.pdf

Basri A F. 2011. Faktor yang berhubungan dengan anemia ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-bau Provinsi Selawesi Tenggara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2012. Roadmap Diversivikasi Pangan 2011-2015. Jakarta (ID): Kementan.

Briawan D. 2008. Efikasi suplemen besi multivitamin terhadap perbaikan status besi remaja wanita [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. SNI 3751. Jakarta (ID): BSN.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Analisis Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Deptan.

Erfan M. 2010. Analisis proses keputusan pembelian mie instan orang tua murid dan faktor-faktor yang mempengaruhi murid sekolah dasar dalam mengkonsumsi mie instan (kasus sekolah alam Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fani I. 2013. Asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Farida E. 2001. Preferensi konsumen terhadap produk roti dan implikasinya bagi PT. Pangan Rahmat Buana [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [FFI] Food Fortification Initiative. 2014. Wheat Flour Fortification in Indonesia.

Assessment Report by the Flour Fortification Initiative.

Florence dan Setright. 1994. The Handbook of Preventive Medicine. Australia (AU): Kingsclear Books.

Gibney et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): EGC.

Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University Press. Newyork: 625.

(39)

25

Hurrel et al. 2010. Revised recommendations for iron fortification of wheat flour and an evaluation of the expected impact of current national wheat flour fortification programs. Food and Nutrition Bulletin.Vol.31:1.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lusiana SA. 2007. Usia menarche, konsumsi pangan, dan status gizi anak perempuan sekolah dasar di Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. November 2007 2 (3): 26-35.

Martianto D dan Ariani M. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Di dalam: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 17-19 Mei. Jakarta (ID): LIPI. [Menkes] Menteri Kesehatan RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Menkes RI.

Rahmi F. 2008. Biaya dan manfaat pengelolaan hama di gudang beras (kajian pengelolaan hama di gudang Perum Bulog Dirve DKI Jakarta Sunter) [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Sawit. 2003. Kebijakan gandum/ terigu: harus mampu menumbuhkembangkan industri pangan dalam negeri. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 1 (2): 100-109. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sebayang AN. 2012. Gambaran pola konsumsi makanan mahasiswa di Universitas Indonesia tahun 2012. [Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat.

Setiawan N. 2007. Penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dan tabel Krejcie-Morgan: telaah konsep dan aplikasinya [makalah]. Unpad (ID): Universitas Padjadjaran.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabora Publisher.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Depdiknas.

Story et al. 2002. Individual and environmental influences on adolescent eating behavior. Journal American Diet Association 102 (3 suppl): S40b

Suhardjo. 1989. Sosio Bidang Gizi. Bogor (ID): Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.

(40)

26

Susilo A. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan mahasiswa putri yang anemia dan non anemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[TPB IPB] Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. 2013. TPB dalam Angka. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[WHO] World Health Organization. 2011. Iron deficiency anemia [Internet].

[diunduh 2014 Mar 14]. Tersedia pada:

http://www.who.int/nutrition/topics/ida/en/.

[WHO] World Health Organization. 2014. Recommendations on Wheat and Maize Flour Fortification. Meeting Report: Interim Consensus Statement. Geneva (CH): WHO.

(41)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

INSTITUT PERTANIAN BOGOR KUESIONER PENELITIAN

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Perkenalkan nama saya Amalia Ardiyanti, mahasiswi program regular Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi

tentang “Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada

Mahasiswi TPB IPB.” Untuk itu, saya mohon kesediaan teman-teman untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Jawaban teman-teman akan terjaga kerahasiaannya dan tidak seorangpun akan mengetahuinya karena data yang akan ditampilkan merupakan data kumulatif dari seluruh sampel yang diambil.

Jika teman-teman bersedia, dimohon untuk menandatangani pernyataan di bawah ini.

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

Tertanda,

(...)

Setelah menandatangani pernyataan di atas, saya mohon kesediaan teman-teman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jujur, tanpa bantuan orang lain dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

(42)

28

A.Sheet: Identitas Responden No Sampel A1 : ...

Nama A2 : .../ No. Hp:... Usia A3 : ...

BB (kg)/ TB (cm) A4 : ... Jurusan A5 : ... Alamat Asal A6 : Jalan ... A7 : No ... A8 : RT/RW...

A9 : Kelurahan . ... A10 : Kota ...

Gedung Asrama A11 : ... Beasiswa A12 : ... Tanggal Wawancara A13 : ... Nama Enumerator A14 : ...

B. Sheet: Karakteristik Responden

Jumlah anggota keluarga, termasuk Anda B1 : ... orang Anak ke- B2 : ...

Sumber pendapatan per bulan B3 : Rp...

Orang tua/wali B4 : Rp...

Beasiswa B5 : Rp...

Bekerja sambilan B6 :Rp...

Pengeluaran per bulan B7 : Rp...

Transportasi B8 : Rp...

Biaya asrama B9 : Rp...

Konsumsi B10 : Rp...

Kebutuhan kuliah B11 : Rp...

Lain—lain (sebutkan) B12 : Rp... C. Sheet : Konsumsi Pangan Individu I. Pola Konsumsi Pangan Pokok

1. Apa jenis produk (makanan) olahan terigu yang paling Anda sukai? ………... Alasan: ………... 2. Bila Anda punya uang saku/jajan pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan

dasar apa yang anda konsumsi/beli sebagai pilihan utama? a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

(43)

29

3. Bila Anda sedang sibuk, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

4. Bila Anda sedang santai, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

5. Bila Anda sedang berada di kampus, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama? a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

6. Bila Anda sedang berada di lingkungan asrama, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama? a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

7. Bila Anda sedang berada di luar asrama, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………... Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

(44)

30

II. Pengetahuan tentang terigu dan pangan pokok non terigu

1. Apa yang Anda ketahui tentang terigu?... ... 2. Sebutkan kandungan zat gizi pada terigu yang Anda ketahui!... ... 3. Sebutkan 3 pangan pokok yang Anda ketahui!... 4. Menurut Anda, tinggi mana kandungan gizi pada terigu dengan pangan

pokok yang Anda sebutkan pada pertanyaan no.4?Mengapa?... ...

III. Pengetahuan tentang fortifikasi dan fortifikasi terigu

1. Apa yang dimaksud dengan fortifikasi?... ... 2. Program fortifikasi apa yang Anda ketahui?... ... 3. Sebutkan zat gizi apa saja yang difortifikasi pada terigu!... ... 4. Mengapa perlu dilakukan fortifikasi pada terigu?... ...

IV. Pengetahuan tentang zat besi

1. Apakah zat besi itu?... ... 2. Apa fungsi zat besi bagi tubuh?... ... 3. Sebutkan 3 jenis makanan sumber zat besi!... ... 4. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penyakit...

V. Pengetahuan tentang anemia

1. Apakah anemia itu?... ... 2. Apa penyebab anemia?... ... 3. Apa gejala anemia yang Anda ketahui?... ... 4. Bagaimana cara menanggulangi anemia?...

... 5. Mengapa anemia paling banyak terjadi pada perempuan, khususnya

(45)

31

FOOD RECALL

2x24 jam

No. Responden...

Hari Kuliah

Waktu Nama

makanan

Jenis bahan makanan

Banyaknya yang

dimakan (matang) Asal pangan

*)

URT Berat

(g)

Pagi (06.00-10.00)

Selingan pagi

(10.00-12.00)

Siang (12.00-15.00)

Selingan sore

(15.00-18.00)

Malam

(18.00-21.00)

Keterangan:

(46)

32

No. Responden...

Hari Libur

Waktu Nama

makanan

Jenis bahan makanan

Banyaknya yang

dimakan (matang) Asal pangan

*)

URT Berat

(g)

Pagi (06.00-10.00)

Selingan pagi

(10.00-12.00)

Siang (12.00-15.00)

Selingan sore

(15.00-18.00)

Malam

(18.00-21.00)

Keterangan:

(47)

33

Pola Konsumsi Pangan Pokok (food frequency quitionaire)

No Jenis Pangan/Makanan

Frekuensi konsumsi dalam sebulan terakhir(tuliskan dengan

angka)

Rata-rata konsumsi setiap

kali makan Hari Minggu Bulan URT* Gram

A Pangan olahan Terigu

1.Mie basah 2.Mie Instan

2.1 Mie rebus 2.2 Mie goreng 3.Makaroni 4.Roti tawar 5.Roti Manis

6.Kue Kering/Biskuit 6.1 Wafer

6.2 Biskuit marie 6.3Malkis/crackers 6.4 Biskuit krim 6.5 Cookies 7.Kue Basah

7.1 Lapis 7.2 Donat 7.3 Papais

8.Makanan Gorengan 9.Mie bakso

10.Makanan ringan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Data primer dan sekunder dalam penelitian
Tabel 2 Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu
Tabel 4 Sebaran usia contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan kalsium, magnesium dan zat besi dengan kejadian dismenore primer pada siswi di SMK

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI BESI, ASAM FOLAT, VITAMIN B 12 DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PELAJAR PUTRI SMK MUHAMMADIYAH 4 SURAKARTA.. Pendahuluan :

Penelitian ini bertujuan untuk menilai konsumsi pangan, asupan gizi, mutu gizi konsumsi pangan (MGP), skor pola pangan harapan (PPH), dan korelasi antara skor PPH dan

Penelitian ini bertujuan untuk hubungan pengeluaran rumah tangga, asupan protein, dan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pekerja tambang pasir tradisional

I GAMBARAN PENGETAHUAN GIZI, ASUPAN PROTEIN, ASUPAN ZAT BESI DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 8 KENDARI Tugas Akhir Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

59 Lampiran 7 MASTER TABEL PENGOLAHAN DATA PENGETAHUAN GIZI, ASUPAN PROTEIN, ASUPAN ZAT BESI DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 8 KENDARI No nama Umur tahun Kelas

vi PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Saya menyatakan dengan kesungguhannya bahwa skripsi dengan judul: HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT GIZI BESI, VITAMIN C, KONSUMSI TEH, PENGETAHUAN GIZI