• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara hidroponik pada beberapa komposisi media tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara hidroponik pada beberapa komposisi media tanam"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI

(

Vetiveria zizanioides

L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA

BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

ARINI FALAHIYAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

iv

ABSTRAK

ARINI FALAHIYAH. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah pada elevasi 240 m di atas permukaan laut (dpl), dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas 2 percobaan: (1) tanaman tanpa pemotongan akar, (2) tanaman dengan pemotongan akar. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu komposisi media tanam (v/v) yang terdiri atas 3 taraf: 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman akar wangi yang ditanam pada media campuran (arang sekam:styrofoam) menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik.

Kata kunci: arang sekam, komposisi media, styrofoam

ABSTRACT

Nash) in a hydroponic system. The research was started from December 2013 to February 2014 and conducted in a greenhouse of the Cikabayan Bawah with elevation of 240 meters above sea level. The research implemented the randomized block design (RBD) with 2 experiments: (1) uncutted root plants, (2) cutted root plants. A single factor used in the research is the growing media composition (v/v) that consists of 3 levels: 100% charcoal husk, charcoal husk:styrofoam (2:1), and charcoal husk:styrofoam (1:1). The results showed that the growing media composition significantly affected the height plants, fresh and dry matter weight of the uncutted root plants, the roots length of the cutted root plants. These research showed that the vetiver growing in the mixed materials (charcoal husk:styrofoam) has a better growth than the one growing in the single materials.

(5)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI

(

Vetiveria zizanioides

L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA

BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

ARINI FALAHIYAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis, Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, Anggi Nindita, SP MSi dan Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi, Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan selama melaksanakan studi, PT Indesso Aroma yang telah mendanai penelitian ini, orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberikan motivasi, Staf Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Teknisi Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Mbak Ulya Zulfa, Siti Aisyah RS, Azmida Ana Shofiana, Amanda Sari Widyanti, Fitro Adi Cahyo, dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian, serta teman-teman-teman-teman CSS MoRA IPB 47, Edelweiss AGH 47, Keluarga Besar CSS MoRA.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi 2

Budidaya Akar Wangi 3

Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2 4

Hidroponik 5

Arang Sekam dan Styrofoam 5

METODE 6

Bahan 6

Alat 6

Lokasi dan Waktu 6

Prosedur Percobaan 7

Pengamatan 8

Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Penelitian 9

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi 12

Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi 14 Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 20

(10)

x

DAFTAR TABEL

1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi 3

2 Persyaratan mutu minyak akar wangi 4

3 Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya

akar wangi secara hidroponik 9

4 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada

umur 48 MSP 12

5 Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP 13 6 Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil,

karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa

pemotongan akar pada 48 MSP 14

7 Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP 15

DAFTAR GAMBAR

1 Intensitas radiasi matahari selama penelitian 10

2 Suhu rata-rata harian rumah kaca 10

3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan

pemotongan akar 11

4 Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan

oleh panah merah 16

5 Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah

kuning) 16

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting. Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, pembasmi dan pencegah serangga, juga berfungsi sebagai pengikat karena mempunyai daya fiksasi yang cukup kuat sehingga bau minyak akar wangi dapat bertahan lama (Kabupaten Garut 2011). Indonesia merupakan salah satu negara pemasok minyak akar wangi dunia yang cukup besar dengan sentra produksi di Kabupaten Garut, sekitar 89% dari produksi akar wangi Indonesia dihasilkan di Garut (Jariyah dan Supangat 2008). Luas areal tanaman akar wangi Kabupaten Garut adalah seluas 2 500 ha (Kabupaten Garut 2011).

Akar wangi termasuk komoditi ekspor yang memiliki pangsa pasar tingkat dunia dengan harga cukup tinggi (Ditjenbun 2011). Volume ekspor Indonesia saat ini mencapai 80 ton atau memasok 25% dari kebutuhan minyak akar wangi dunia yang mencapai 300 ton tahun-1 (Al Hanief et al. 2013). Masalahnya adalah produktivitas dan mutu minyak akar wangi di Indonesia masih rendah. Produktivitas dan mutu minyak akar wangi sangat ditentukan oleh bahan tanaman, kondisi agroekologi tempat budi daya, cara budi daya dan penanganan pascapanen (Seswita dan Hadipoentyanti 2010). Produktivitas tanaman akar wangi saat ini baru mencapai 11–12 ton akar segar ha-1 dengan rendemen hanya 1.5%, angka ini masih bisa ditingkatkan menjadi 20 ton akar segar ha-1 dengan rendemen 4% melalui berbagai teknologi (Emmyzar et al. 2006). Teknologi budi daya yang tepat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini, terutama saat pemanenan. Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan hasil dan mutu akar wangi.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh teknik budi daya secara hidroponik yang tepat untuk tanaman akar wangi, sehingga memudahkan proses pemanenan, menghasilkan produksi akar dan minyak serta kadar vetiverol yang tinggi.

Penelitian ini secara khusus bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.

Hipotesis

Terdapat pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi

Tanaman akar wangi termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan yang berasal dari India, Afrika bagian Tropika, dan Asia Tenggara. Akar wangi termasuk rumput menahun, yang membentuk rumpun yang besar, padat, dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, dan bisa tumbuh hingga ketinggian 1–3 m, dengan diameter 2–8 mm. Daun akar wangi berbentuk pita berwarna hijau, pipih, kaku dengan permukaan bawah daun licin, dan tidak mengandung minyak. Batang tegak dan kaku, dapat berdiri pada kedalaman air mengalir yang relatif dalam. Warna batangnya putih, dengan ruas-ruas di sekeliling batang. Bunga akar wangi tumbuh di ujung batang dan memiliki bulir, bentuknya menyerupai padi namun berduri, berwarna putih kotor. Akarnya bercabang-cabang, tidak memiliki stolon atau rhizome, sistem akar serabut dalam, berwarna kuning, serta beraroma harum. Kedalaman akar bisa mencapai 3–4 m pada tahun pertama. Sistem akar yang dalam ini membuat tanaman akar wangi toleran terhadap kekeringan yang ekstrim, tahan oleh arus air yang kuat, dan sangat efisien dalam menyerap nutrisi terlarut seperti N, P, dan logam berat (Truong et al. 2008; Bappebti 2012; Puslitbangbun 2013).

(13)

3 terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan logam berat serta toleran terhadap cekaman air dan cepat tumbuh setelah keadaan lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010; Chomchalow 2011)

Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi

Sumber: Truong et al. 2008

Budidaya Akar Wangi

Tanaman akar wangi dapat ditanam setiap saat di sepanjang tahun, tetapi waktu terbaik adalah ketika musim penghujan atau awal musim hujan. Akar wangi diperbanyak dengan cara vegetatif dengan anakan yang diperoleh dengan memisahkan rumpun utama sebagai bibit. Awalnya pertumbuhan lambat, namun akan berkembang cepat sejak akar terbentuk. Pertumbuhan tanaman akar wangi 5 cm per hari selama lebih dari 60 hari dan telah diukur di Malaysia (Islam et al. 2008). Metode perbanyakan vegetatif lainnya di antaranya kultur jaringan, ratooning, tunas lateral, dan anakan.

Pemeliharaan tanaman akar wangi di antaranya penyulaman, dilakukan sekitar 2–3 minggu setelah tanam pada tanaman yang loyo atau mati. Penyiangan bertujuan mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma sebagai tempat persembunyian dan untuk memutus daur hidup hama. Pembumbunan bertujuan menjaga aerasi dan drainase tetap baik. Penyiraman sekaligus pemupukan untuk menyuplai hara. Pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur ± 6 bulan. Pemangkasan daun yang dilakukan setiap 6 bulan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan perakaran, satu rumpun tanaman akan membentuk anakan sehingga akarnya akan terdiri dari akar‐akar kecil yang banyak (Kabupaten Garut 2011).

Kondisi/karakteristik Adaptasi

Tanah Tanah agak liat.

Topografi Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat menyebabkan kelebihan air.

Nutrisi Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P, toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn.

(14)

4

Umur panen sangat menentukan rendemen dan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan. Sistem perakaran akar wangi mengalami perkembangan penuh setelah berumur 24 bulan (Mulyono et al. 2012). Tanaman akar wangi dipanen rata-rata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten Garut 2011). Pemanenan akar wangi dilakukan dengan cara membongkar akarnya, tanah dicangkul sehingga akar tidak terputus, kemudian akar dipotong di bawah bonggolnya dan dibersihkan. Penanganan pascapanen akar wangi harus dilakukan dengan baik sebelum dilakukan proses penyulingan. Penanganan pascapanen yang baik dapat meningkatkan rendemen dan memperbaiki mutu minyak akar wangi. Penanganan pascapanen yang perlu dilakukan sebelum proses penyulingan akar wangi meliputi pembersihan, pencucian, pengeringan, pemisahan bonggol, dan pengecilan ukuran (perajangan) akar (Mulyono et al. 2012).

Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012). Penyulingan dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan air dan uap (dikukus) (Kabupaten Garut 2011). Mutu minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya penyulingan, bau gosong yang ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi (DAI 2009). Mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 06-2386-2006 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

1.2 Warna - Kuning muda–coklat kemerahan

1.3 Bau - Khas akar wangi

2 Bobot jenis 20 °C/20 °C - 0.980–1.003 3 Indeks bias pada 20 °C - 1.520–1.530

4 Kelarutan dalam etanol 95% - 1:1 jernih, seterusnya jernih

5 Bilangan asam - 10–35

6 Bilangan ester - 5–26

7 Bilangan ester setelah asetilasi - 100–150

8 Vetiverol total % Minimum 50

Sumber: SNI 06-2386-2006

Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2

(15)

5 pendek, perakaran kasar, kandungan minyak atsiri 1.5 ± 0.63%. Kadar vetiverol akar wangi varietas Verina 2 adalah 55.48 ± 3.17% dengan produksi akar basah 10.64 ± 4.52 ton ha-1, produktivitas akar kering tertinggi 3.85 ton ha-1, produktivitas minyak 60.46 kg ha-1, dan kadar vetiverol di atas standar sebesar 55.48%. Daerah pengembangan varietas Verina 2 direkomendasikan di dataran tinggi dan penggunaan produk untuk kerajinan anyaman dan pengusir serangga (Ditjenbun 2011).

Hidroponik

Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi tanaman. Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keadaaan mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa, dan rockwool (Suhardiyanto 2011).

Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.

Arang Sekam dan Styrofoam

Media tanam sistem hidroponik dapat berupa media organik, anorganik, atau campuran keduanya. Arang sekam merupakan media organik yang memiliki porositas paling besar dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu, hal ini sesuai dengan sifat arang sekam yang poros dan berongga sehingga mampu menahan air lebih besar. Arang sekam mampu menahan air lebih banyak selama lebih dari 24 jam, dan memiliki pH netral 7.2 (Juliana 2011). Kandungan C organik dan N total pada arang sekam masing-masing 7.51% dan 0.49% (Nurbaity et al. 2011). Porositas, kemampuan pori-pori bahan memegang air, WHC yang tinggi pada arang sekam dapat meningkatkan rasio C/N komposisi bahan yang berguna sebagai penyokong nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dalam biofilter (Juliana 2011).

(16)

6

untuk media tanam antara 25% sampai 50% (Reed 2007). Styrofoam sulit mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang, sehingga penggunaan styrofoam sebagai media tanam dapat mengurangi limbah non pertanian.

METODE

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah 48 tanaman akar wangi varietas Verina 2 dengan umur tanaman 10 bulan yang telah ditanam pada penelitian sebelumnya. Bibit akar wangi yang digunakan berasal dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Bahan lain yang digunakan adalah arang sekam, styrofoam, air bersih, tali rafia, plastik, furadan, dan larutan hara. Larutan hara dengan konsentrasi 400 ppm terdiri atas pupuk stok A berupa Ca(NO3)2·4H2O dan NaFeEDTA, pupuk stok B berupa (NH4)2SO4,

MgSO4·7H2O, K2HPO4, (NH4)6Mo7O2·4H2O, Na2B4O7·10H2O, H3BO3,

CuSO4·H2O, MnSO4·3H2O, Na2MoO4·2H2O, dan ZnSO4H2O. Komposisi hara

dalam larutan hara (ppm) yaitu N (102.5 ppm), P2O5 (31.9 ppm), K2O (80.6 ppm),

Ca (118.9 ppm), Mg (45.5 ppm), S (83.2 ppm), Fe (5 ppm), Mn (1.3 ppm), Zn (0.3 ppm), Cu (0.1 ppm), Mo (0.3 ppm), dan B (1 ppm).

Alat

Peralatan yang digunakan adalah polybag berukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm, kontainer kapasitas 90 L untuk menampung larutan hara stok A dan stok B, kontainer kapasitas 120 L untuk menampung larutan hara penyiraman manual yang telah diencerkan, termometer (°C) untuk mengukur suhu di dalam rumah kaca, spectrophotometer UV-VIS untuk analisis kandungan klorofil, gelas ukur plastik, label, alat tulis, timbangan analitik, meteran, gunting, ember, oven, dan penggaris.

Lokasi dan Waktu

(17)

7 Prosedur Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan pada tanaman akar wangi umur 10 bulan setelah perlakuan (BSP). Penelitian sebelumnya melakukan penelitian perlakuan komposisi media tanam pada tanaman akar wangi dan melakukan pengamatan dari umur tanaman 1 minggu setelah perlakuan (MSP) hingga 20 MSP atau 5 BSP. Penelitian sebelumnya melakukan pemanenan akar pada sebagian tanaman akar wangi saat umur tanaman 5 BSP, kemudian ditanam kembali pada media tanam sesuai perlakuan awal. Tanaman akar wangi yang belum dipanen akarnya (tanaman tanpa pemotongan akar) dan tanaman yang telah dipanen akarnya (tanaman dengan pemotongan akar) diamati pertumbuhan dan produksinya pada penelitian ini dari umur tanaman 10 BSP atau 40 MSP hingga 48 MSP.

Pelaksanaan penelitian diawali dengan menyiapkan larutan hara stok A dan stok B dalam kontainer kapasitas 90 L. Larutan hara stok A dan B kemudian diambil masing-masing 1.5 L dan diencerkan sampai 120 L dalam kontainer kapasitas 120 L untuk diaplikasikan pada tanaman. Tanaman akar wangi yang digunakan untuk penelitian adalah tanaman dengan umur 10 bulan yang ditanam di polybag ukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm. Tajuk tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar sebelumnya dipangkas setinggi 30 cm diukur dari bagian tanaman yang muncul di atas media sampai rumpun tertinggi, pemangkasan bertujuan untuk memudahkan pengamatan serta memperbaiki perakaran dan pertumbuhan tajuk.

Perlakuan komposisi media tanam telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Volume polybag yang diisi media tanam adalah 70 L. Perlakuan komposisi media tanam 100% arang sekam (v/v) dilakukan dengan mengisi polybag dengan 70 L arang sekam, perlakuan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) dengan mengisi polybag dengan 46.67 L arang sekam dan 23.33 L styrofoam, sedangkan perlakuan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) dengan cara mengisi polybag dengan 35 L arang sekam dan 35 L styrofoam.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman secara rutin sekaligus aplikasi larutan hara (fertigasi) secara manual dengan frekuensi siram 2 kali hari-1 dengan volume siram 1 L siram-1polybag-1 pada pukul 07.30 WIB dan 16.00 WIB. Penyiangan gulma yang tumbuh dengan mencabut secara manual, membuang daun-daun yang telah kering, serta pengendalian hama dengan menggunakan furadan, disebar dalam tiap polybag.

(18)

8

Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap parameter agronomi dan parameter fisiologi. Pengamatan data lingkungan dilakukan terhadap parameter suhu lingkungan rumah kaca.

Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan diamati setiap minggu dari umur tanaman 40 MSP sampai 48 MSP. Pengamatan bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar, jumlah akar besar, jumlah akar kecil, jumlah akar total, dan bobot basah akar dilakukan pada 48 MSP atau saat panen. Pengamatan pada setiap parameter dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tanaman dari pangkal tanaman (pada permukaan media) sampai ujung rumpun tanaman tertinggi. 2. Jumlah daun (helai), dilakukan dengan menghitung daun yang sudah

terbuka sempurna.

3. Jumlah anakan, dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang tumbuh. 4. Bobot basah tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk sebelum dioven

menggunakan timbangan analitik.

5. Bobot kering tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk setelah dioven selama 24 jam pada suhu 80 °C menggunakan timbangan analitik.

6. Panjang akar (cm), dilakukan dengan mengukur akar dari pangkal sampai ujung akar dengan menggunakan meteran.

7. Jumlah akar besar (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar berdasarkan ukuran akar dengan diameter  3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier.

8. Jumlah akar kecil (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar berdasarkan ukuran akar dengan diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier.

9. Jumlah akar total (buah), jumlah akar total yang dihitung berdasarkan penjumlahan akar besar dan akar kecil.

10. Bobot basah akar (g), dilakukan dengan menimbang akar basah yang telah dipisahkan dari tajuknya dengan menggunakan timbangan analitik

Parameter fisiologi yaitu pengamatan kandungan klorofil daun, dilakukan dengan mengambil sampel daun pada setiap tanaman sepanjang 20 cm kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan pada termos yang sebelumnya telah diberi es untuk mencegah penguapan, selanjutnya dilakukan analisis kandungan klorofil daun (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), karotenoid, dan antosianin dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-VIS.

Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer (°C) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008):

Trata-rata harian = ((2 T07.30) + T13.30 + T17.30) / 4

Keterangan :

T07.30 = suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB

T13.30 = suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB

(19)

9

Analisis Data

Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal. Faktor perlakuan adalah komposisi media tanam yang terdiri atas 3 taraf yaitu 100% arang sekam (v/v), arang sekam:styrofoam (2:1 v/v), dan arang sekam:styrofoam (1:1 v/v). Percobaan terdiri atas 2 kondisi tanaman (2 percobaan) yaitu tanaman tanpa pemotongan akar (6 ulangan) dan tanaman dengan pemotongan akar (10 ulangan). Seluruh tanaman baik percobaan pertama maupun kedua ditanam pada 3 komposisi media tanam yang berbeda, sehingga secara keseluruhan terdapat 48 tanaman.

Tabel 3 Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya

(20)

10

hari 29.9 °C, suhu siang hari 41.8 °C, dan suhu sore hari 23.7 °C. Suhu rata-rata harian rumah kaca selama penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Suhu rata-rata harian rumah kaca

Intensitas radiasi matahari dan suhu rata-rata harian selama penelitian cukup tinggi, namun kondisi lingkungan di rumah kaca ini tidak menyebabkan pertumbuhan tanaman akar wangi terganggu. Tanaman akar wangi merupakan tanaman yang toleran terhadap variasi iklim ekstrim seperti kekeringan berkepanjangan, tergenang, dan suhu ekstrim dari -14 °C sampai 55 °C (Truong et al. 2008), sehingga tanaman akar wangi masih dapat tumbuh dengan baik. Menurut penelitian Dudai et al. (2006), tanaman akar wangi pada percobaan di rumah kaca dengan kondisi yang terkendali ditemukan bahwa secara umum menunjukkan bahwa suhu minimum 21 °C dan suhu maksimum 29 °C secara signifikan meningkatkan tinggi tanaman akar wangi.

(21)

11

Gambar 3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan pemotongan akar

(22)

12

bahkan menurun (Gambar 3). Hal ini kemungkinan tanaman mulai memasuki fase penuaan. Menurunnya jumlah anakan diduga disebabkan oleh fase pertumbuhan yang mulai ke arah fase generatif dan lebih kepada proses pembentukan minyak (Rosman et al. 2013). Menurut Harjadi (1996) tanaman seperti padi memerlukan suatu dominansi fase vegetatif selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama masa akhir hidupnya, di mana yang pertama kehilangan dominansinya secara berangsur-angsur.

Komposisi media tanam pada penelitian ini menunjukkan pengaruh nyata terhadap parameter agronomi pada tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, serta panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar (Tabel 4). Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter fisiologis, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun pada tanaman dengan pemotongan akar.

Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada

(23)

13 media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 5).

Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada perlakuan komposisi media tanam 100% arang sekam nyata lebih rendah dibandingkan dengan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1). Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada media tanam 100% arang sekam rata-rata 125.7 cm, nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pada komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut tingginya 143.0 cm dan 150.7 cm. Hasil ini berbeda pada tanaman dengan pemotongan akar. Tinggi tanaman akar wangi pada perlakuan komposisi media tanam yang berbeda tidak berbeda nyata pada media tanam 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut tingginya adalah 113 cm, 122.3 cm, dan 113.1 cm.

Tabel 5 Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP

Media tanam yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%.

Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun, baik pada percobaan 1 (tanaman tanpa pemotongan akar) maupun percobaan 2 (tanaman dengan pemotongan akar). Bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman tanpa pemotongan akar pada media tanam 100% arang sekam menunjukkan hasil berturut-turut 381.7 g dan 86.7 g, sedangkan pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 550.0 g dan 127.7 g, dan pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 548.7 g dan 129.7 g. Hasil ini menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman pada media tanam 100% arang sekam pada tanaman tanpa pemotongan akar nyata lebih rendah dibandingkan dengan media tanam arang sekam:styrofoam.

(24)

14

tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam campuran. Media tanam campuran digunakan untuk mengurangi beban media yang berat, mengurangi biaya, serta untuk sterilisasi media. Media tanam campuran juga harus mengandung setidaknya 25% dari bahan kasar (pasir, perlit, styrofoam, dan lain-lain) untuk memungkinkan drainase dan aerasi yang memadai (Reed 2007). Styrofoam yang ditambahkan ke media dalam bentuk butiran-butiran kecil bertujuan untuk meningkatkan aerasi dan drainase. Kekurangan dari styrofoam adalah butiran-butirannya dapat berpindah ke bagian atas media dan dapat mengganggu jika tersebar oleh air atau angin.

Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam yang terdiri dari substrat organik dan anorganik. Penelitian Graceson et al. (2014) menunjukkan bahwa penambahan substrat anorganik mengubah sifat fisik media. Substrat anorganik cenderung meningkatkan pertumbuhan fisik tanaman, kapasitas menahan air, porositas media, tetapi kepadatan massa media menurun. Hasil ini juga bisa berbeda tergantung jenis substrat dan rasio massa.

Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi

Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin tanaman akar wangi pada 48 MSP (Tabel 6). Kandungan klorofil total pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan rata-rata 1.8 mg g-1 daun segar. Hasil ini sesuai dengan penelitian Maffei et al. (1995) bahwa total kandungan klorofil dari ekstrak mentah akar wangi berkisar 1.6–2 mg g-1 daun segar, dengan nilai rata-rata 1.8 mg g-1 daun segar.

Tabel 6 Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP

yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

(25)

15 berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Curtis dan Clark 1950 dalam Hendriyani dan Setiari 2009). Penambahan larutan nutrisi pada media tanam diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, sehingga sintesis klorofil dapat berjalan baik.

Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan karotenoid dan antosianin pada tanaman akar wangi. Kandungan karotenoid dan antosianin pada semua perlakuan komposisi media tanam pada tanaman percobaan 1 maupun tanaman percobaan 2 rata-rata 0.3 mg g-1 daun segar dan 0.3 µmol g-1 daun segar. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan dalam daun akar wangi paling banyak adalah klorofil, dan kandungan paling sedikit adalah antosianin.

Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi

Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar, dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah lainnya baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanpa pemotongan akar (Tabel 7). Tanaman dengan pemotongan akar mengalami regenerasi dan pemanjangan pada sistem perakarannya untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menyuplai kebutuhan hara tanaman. Panjang akar pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) pada tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan panjang akar rata-rata 120.6 cm, nilai ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan panjang akar pada media tanam arang sekam 100% dan arang sekam:styrofoam (2:1) yang berturut-turut panjangnya 91.4 cm dan 98.6 cm.

Tabel 7 Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP

Media tanam menggumpal di dasar polybag.

(26)

16

(2003), distribusi akar dalam media wadah dapat dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel media. Media dengan kapasitas memegang air yang tinggi dan aerasi rendah dapat mengakibatkan konsentrasi akar di bagian atas wadah, terutama jika media di bagian bawah wadah tetap jenuh dalam waktu lama.

Jumlah akar besar, akar kecil, dan akar total tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan komposisi media tanam baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Proporsi jumlah akar paling banyak adalah akar kecil (diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier) kemudian jumlah akar besar (diameter  3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier). Secara visual keragaan akar besar dan akar kecil dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan oleh panah merah

Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah akar tanaman pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) menghasilkan bobot basah akar tertinggi pada tanaman tanpa pemotongan akar yaitu 348.7 g, sedangkan pada tanaman dengan pemotongan akar bobot basah akar tertinggi pada media tanam 100% arang sekam yaitu 82.7 g.

Penelitian menunjukkan saat pemanenan tanaman akar wangi pada media campuran arang sekam:styrofoam akar tanaman dapat menembus media styrofoam (dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini merupakan salah satu kekurangan penggunaan media tanam styrofoam, karena mengakibatkan kesulitan saat pemanenan akar. Styrofoam yang menempel pada akar harus dibersihkan terlebih dahulu, hal tersebut membutuhkan waktu serta menambah biaya tenaga kerja.

(27)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi berdasarkan karakter tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar dan panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar. Media tanam campuran arang sekam:styrofoam menunjukkan pertumbuhan tanaman akar wangi yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Kekurangan penggunaan styrofoam dalam campuran media tanam adalah butiran styrofoam dapat ditembus dan menempel pada akar. Teknik budi daya secara hidroponik dengan menggunakan media tanam arang sekam dan styrofoam secara umum dapat menunjang pertumbuhan tanaman akar wangi dengan baik.

Saran

Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menggunakan polybag atau wadah dengan ukuran yang lebih besar dan panjang, agar pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi dapat ditunjang dengan baik dan tidak menggumpal di dasar polybag.

DAFTAR PUSTAKA

Al Hanief MM, Al Mushawwir H, Mahfud. 2013. Ekstraksi minyak atsiri dari akar wangi menggunakan metode steam–hydro distilation dan hydro distilation dengan pemanas microwave. Jurnal Teknik POMITS. 2(2):219-223.

[Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Java vetiver rootoil (akar wangi). Buletin Kontrak Berjangka [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada: http://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/ 1040.html.

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Kemasan polistirena foam (styrofoam). Info POM. 9(5):1-3.

Chomchalow N. 2011. Vetiver research, development and applications in Thailand. AU J.T. 14(4):268-274.

[DAI] Dewan Atsiri Indonesia. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Rizal M, Rusli MS, Mulyadi A, editor. Jakarta (ID): Dewan Atsiri Indonesia.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Potensi besar minyak ada pada akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-176-potensi-besar-minyak-atsiri-ada-pada-akar-wangi.html.

(28)

18

Environmental Management. 81(2006):63-71.doi:10.1016/j.jenvman.2005. 10.014.

Emmyzar, Ferry Y, Daswir. 2006. Prospek pengembangan tanaman akar wangi. Perkembangan Teknologi TRO. 18(1):1-11.

Graceson A, Hare M, Hall N, Monaghan J. 2014. Use of inorganic substrates and composted green waste in growing media for green roofs. Biosystem Engineering. 124(2014):1-7.

Handoko I, Impron I. 2008. Modul Klimatologi, Suhu Udara. Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB.

Harjadi MM SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Hendriyani IS, Setiari N. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J Sains & Mat. 17(3):145-150.

Ingram DL, Henley RW, Yeager TH. Growth media for container grown ornamental plants. BUL 241 [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada: miami-dade.ifas.ufl.edu/agriculture/CCH/media.pdf.

Islam MP, Bhuiyan Md KH, Hossain MZ. 2008. Vetiver grass as a potential resource for rural development in Bangladesh. Agricultural Engineering International: The CIGR Ejournal. 10(5):1-18.

Jariyah NA, Supangat AB. 2008. Dilema penanaman akar wangi Vetivera zizanoides L. Nash di Kabupaten Garut. Info Hutan. 5(3):261-272.

Jones J, Jones B. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for the Soiless Grower. Florida (US): CRC Pr.

Juliana M. 2011. Karakteristik fisik dan kimia kompos bokashi, arang sekam, dan arang kayu terhadap penyerapan gas amoniak (NH3) [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Kabupaten Garut. 2011. Peluang investasi minyak akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/ ekonomi/investasi/akar_wangi.pdf.

Maffei M, Scannerini S, Berta G, Mucciarelli M. 1995. Photosynthetic enzyme activities in Vetiveria zizanioides cultivated in temperate climates. Biochemical Systematics and Ecology. 23(1):27-32.

Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi produksi minyak akar wangi melalui teknologi penyulingan dengan tekanan uap bertahap. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1):35-47.

Nurbaity A, Setiawan A, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum. Agrinimal. 1(1):1-6.

[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2013. Varietas unggul hasil inovasi perkebunan: akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 29]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3826.

Reed D Wm. 2007. Soil and soilless growing media. Horticulture Workshops, Plant Propagation, Soil and Soilles Growing Media, Simple Soil and Water Testing [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada: http://generalhorticulture.tamu.edu/hort604/workshopmex07/propsoilwater workshop.htm.

(29)

19 Rosman R, Trisilawati O, Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor, dan

kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri. 19(1)33-40.

Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University Press.

Seswita D, Hadipoentyanti E. 2010. Pemanfaatan plasma nutfah akar wangi dalam memperoleh varietas unggul. Perkembangan Teknologi TRO. 22(1):27-30. Suhardiyanto H. 2011. Teknologi hidroponik untuk budi daya tanaman. Di dalam:

Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.

Truong P, Van TT, Pinners E. 2008. The Vetiver System for Agriculture. Texas (US): The Vetiver Network International.

(30)

20

Lampiran 1 Deskripsi varietas Verina 2

Tahun : 2012

Asal : Garut

Bentuk habitus : Merumbai

Panjang daun (cm) : 121.67 ± 20.44

Lebar daun (cm) : 1.11 ± 0.09

Tebal daun (cm) : 0.47 ± 0.09

Warna daun : Kuning kehijauan

Tinggi tanaman (cm) : 144.60 ± 26.81 Diameter rumpun (cm) : 53.69 ± 9.36

Jumlah anakan : 81.03 ± 25.78

Bobot bonggol (kg) : 0.97 ± 0.32

Warna batang : Yellow green 145 B

Perakaran : Kasar

Panjang akar (cm) : 67.63 ± 10.83

Kadar minyak (%) : 1.5 ± 0.63

Kadar vetiverol (%) : 55.48 ± 3.17 Potensi hasil (ton ha-1) : ± 4.52

Bobot basah akar per rumpun (g) : 379.02 ± 161.44 Bobot kering akar per rumpun (g) : 137.31 ± 70.94 Produktivitas akar basah (ton ha-1) : 10.64 ± 4.52 Produktivitas akar kering (ton ha-1) : 3.84 ± 1.99 Produktivitas minyak (kg ha-1) : 60.46

Rekomendasi daerah pengembangan : Dataran tinggi

Status : Komersial

SK No : 582/Kpts/SR.120/2/2012

(31)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Lamongan pada tanggal 16 September 1992 dari pasangan Ahmad Fadlol (Alm.) dan Siti Aminah. Penulis adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan studi di Madrasah Aliyah (MA) Tarbiyatut Tholabah Lamongan Jawa Timur, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama Republik Indonesia melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian.

Gambar

Tabel 2  Persyaratan mutu minyak akar wangi
Gambar 2  Suhu rata-rata harian rumah kaca
Gambar 3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman,
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada
+2

Referensi

Dokumen terkait

Nota seorang ahli hukum Belanda yang khusus mempelajari adopsi memberikan rumusan bahwa : “adopsi adalah suatu lembaga hukum yang dapat memindahkan seorang ke dalam

Berdasarkan analisis data pada uji statistik tersebut maka terdapat perbedaan efektivitas antara antiseptik chlorexidine glukonat dengan phenoxylethanol dalam

Berkenaan dengan hal tersebut, saya mohon bantuan adik-adik untuk memberikan jawaban atas pernyataan yang terdapat dalam angket ini sesuai dengan kondisi adik-adik dalam

Hal tersebut berbeda apabila karyawan notaris memberikan kesaksian di persidangan dalam kedudukannya sebagai saksi instrumentair, maka karyawan notaris bertanggung

Perencanaan program dilaksanakan mulai dari juli tahun 2005 dimana SMAN CMBBS sudah beroperasional dengan system boarding dengan menetapkan program yang

Terdapat perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Astutik (2015) yang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) berdasarkan analisis kurikulum, proses pembelajaran sains-kimia SMP menuntut adanya pendekatan kontekstual yang

melalui regresi dikonfirmasi bahwa kesadaran merek dominan mempengaruhi ekuitas merek di kalangan muda konsumen Pizza hut Hasilnya menunjukkan hubungan mediasi antara