• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Media Log Dan Ranting Jabon (Anthocephalus Cadamba) Untuk Kultivasi Jamur Kuping, Jamur Tiram Dan Lentinus Serta Komposisi Kimia Jamur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Media Log Dan Ranting Jabon (Anthocephalus Cadamba) Untuk Kultivasi Jamur Kuping, Jamur Tiram Dan Lentinus Serta Komposisi Kimia Jamur"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI MEDIA

LOG

DAN RANTING JABON (

Anthocephalus

cadamba

) UNTUK KULTIVASI JAMUR KUPING

,

TIRAM

DAN

LENTINUS

SERTA KOMPOSISI KIMIA JAMUR

RISMA ANGGRAENI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan Lentinus serta Komposisi Kimia Jamur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

RISMA ANGGRAENI. Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, jamur Tiram dan Lentinus serta Komposisi Kimia Jamur. Dibimbing oleh ELIS NINA HERLIYANA dan HANIFAH NURYANI LIOE.

Log dan ranting kayu jabon (Anthocephalus cadamba) dapat menjadi alternatif substrat yang potensial untuk budidaya jamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi log dan ranting jabon sebagai substrat untuk kultivasi jamur serta menganalisis komposisi kimia tubuh buah jamur. Isolat jamur yang digunakan adalah dua isolat jamur kuping (Auricularia sp.) yaitu jamur kuping cokelat (KPC) dan jamur kuping merah (KPM); dua isolat jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yaitu jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO); dan satu isolat jamur Lentinus (LE). Tahapan kultivasi dalam penelitian ini yaitu pembuatan substrat, pembibitan, perawatan dan pengamatan pertumbuhan jamur. Tahapan analisis yaitu analisis komponen gizi berupa protein, serat kasar, lemak, dan kabohidrat; serta analisis bioaktif berupa β-glukan dan vitamin B3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa log

dan ranting jabon berpotensi menjadi substrat yang baik untuk kultivasi jamur kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus. Efisiensi Biologi pada jenis jamur kuping dengan substrat ranting jabon (117.6–143.5%) lebih besar dibandingkan Efisiensi Biologi pada substrat log jabon (27.4–31.6%). Hasil analisis komponen kimia tubuh buah jamur menunjukkan bahwa jamur kuping mengandung β-glukan tertinggi yaitu 45-46% basis kering. Jamur tiram mengandung vitamin B3 relatif tinggi yaitu

282.3 mg/100g jamur kering. Jamur Lentinus mengandung protein, serat kasar, kandungan lemak dan karbohidrat total tertinggi berdasarkan berat basah dengan nilai berturut-turut yaitu 5.4, 3.9, 0.4, dan 17.7%.

(6)

ABSTRACT

RISMA ANGGRAENI. The Potential of Logs and Twigs of Jabon (Anthocephalus Cadamba) for The Cultivation of Ear Mushroom, Oyster Mushroom and Lentinus mushroom, with their Chemical Composition. Supervised by ELIS NINA HERLIYANA dan HANIFAH NURYANI LIOE.

Logs and twigs of jabon (Anthocephalus cadamba) can be a potential alternative substrates for mushroom cultivation. The objectives of this research are to analize the potential of logs and twigs of jabon as a substrate for mushroom cultivation and to analize the chemical composition of mushroom fruiting bodies. The mushroom isolates there were: two isolates of ear mushroom (Auricularia sp.), brown ear mushroom (KPC) and red ear mushroom (KPM); two isolates of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus), white oyster mushroom (TR) and gray oyster mushroom (HO); and one isolat of Lentinus mushroom (LE). The stages of cultivation were substrate preparation, spawning, maintenance and monitoring of mushroom growth. The stages of analysis were nutrient composition analysis such as protein, dietary fiber, fat and carbohydrate; and bioactive analysis such as β-glucan and vitamin B3. The results showed that the logs and twigs of jabon had great

potential as a substrate for ear mushroom, oyster mushroom, and Lentinus cultivation. Biological Efficiency (EB) of ear mushroom with jabon twigs substrates (117.6–143.5%) was higher than Biological Efficiency of ear mushroom with jabon logs substrates (27.4–31.6%). The results of chemical component analysis on mushroom fruiting bodies showed that ear mushroom had the highest content of β-glucan (45-46% on dry based); oyster mushroom had the highest content of vitamin B3 282.3 mg/100g of dried mushrooms;

Lentinus mushroom had the highest content of protein, dietary fiber, fat and total carbohydrates concentration on wet based with values as following were 5.4, 3.9, 0.4 and 17.7%.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

POTENSI MEDIA

LOG

DAN RANTING JABON (

Anthocephalus

cadamba

) UNTUK KULTIVASI JAMUR KUPING

,

TIRAM

DAN

LENTINUS

SERTA KOMPOSISI KIMIA JAMUR

RISMA ANGGRAENI

SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan Lentinus serta

Komposisi Kimia Jamur Nama : Risma Anggraeni

NIM : E44110051

Disetujui oleh

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi Pembimbing I

Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirrobil‘alamin puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan kehendak-Nya sehingga karya ilmiah

ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga November 2014 ini ialah jamur, dengan judul Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan Lentinus serta Komposisi Kimia Jamur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi dan Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing, membantu, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis hingga saat ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pak Engkus, Staf Laboratorium Penyakit Hutan Tutin Suryatin BScF, Ai Rosah Aisyah, S.Hut. MSi, dan Bu Encah atas segala bantuannya.

Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Bapak Muhammad Nur Cahyadi dan Ibu Rohmatillah yang telah sabar dalam membesarkan, mendidik dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta perjuangan, pengorbanan dan doa-doa beliau untuk anak-anaknya. Penulis ucapkan terima kasih kepada adik-adikku, Rismawan Nur Hidayat dan Aditya Kesyar Ramdhan Nugraha yang telah menjadi penyemangat hidup. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mendukung dan mendoakan dengan sepenuh hati.

Penulis juga berterimakasih kepada Fitri Andriani yang telah banyak membantu dalam penelitian selama ini dan rela berjuang bersama hingga saat ini. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Hanif Fataroh, Fauziyyah, Ade Syarifah, teman-teman Silvikultur 48, teman-teman Laboratorium Patologi Hutan, Prime time grup, Al-Iffah’ers, Puzzle Family, Komunitas Agro Inovasi, SOFI, Surplus seekers, keluarga besar LDK Al-Hurriyyah serta DKM Ibaadurrahman yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa dan bantuannya yang telah mendukung penulis untuk melakukan penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Tempat dan Waktu 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Fase Vegetatif dan Generatif Pertumbuhan Jamur 6 Pengaruh Media, Jenis dan Interaksi Terhadap Pertumbuhan Jamur 10 Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis 10 Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur 14 Hasil Analisis Komponen Kimia Tubuh Buah Jamur 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi perlakuan komposisi substrat dan isolat 5 2 Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan 8

3 Presentase C/N media log sisa kultivasi 9

4 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur 10 5 Karakter morfologi jamur tertinggi pada tiap jenis isolat 10 6 Hasil analisis komponen kimia jamur kuping cokelat, jamur kuping

merah, jamur tiram, jamur tiram abu dan jamur Lentinus 16

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan miselium isolat jamur pada perlakuan substrat 6 2

3 4

Nilai rata-rata Efisiensi Biologi pada tiap perlakuan

Perbedaan karakter morfologi dan pertumbuhan pada tiap jenis jamur dan pada tiap perlakuan

7 Kontaminan Trichoderma sp. dan Stemonitis sp. fase plasmodium 14 8 Serangan penyakit lendir Stemonitis sp. dan Physarium spp. serta

jamur kontaminan Cuprinus sp. pada substrat log dan ranting 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi hasil lama waktu panen jamur 20

2 Nilai uji lanjut Tukey lama waktu panen jamur 22 3 Rekapitulasi bobot tubuh buah jamur per panen 23 4 Nilai uji lanjut Tukey bobot tubuh buah jamur 25 5 Rekapitulasi diameter tubuh buah per panen 26 6 Nilai uji lanjut Tukey diameter tubuh buah jamur 28 7 Rekapitulasi jumlah tubuh buah jamur per panen 29 8 Nilai uji lanjut Tukey jumlah tubuh buah jamur 31

9 Rekapitulasi panjang tangkai per panen 32

10 Nilai uji lanjut Tukey panjang tangkai 34

11 Rekapitulasi diameter tangkai per panen 35

12 Nilai uji lanjut Tukey diameter tangkai 37

13 Rekapitulasi nilai Efisiensi Biologi 38

14 Nilai uji lanjut Tukey Efisiensi Biologi 40

15 Hasil analisis proksimat tubuh buah segar 41

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb mix) merupakan salah satu kayu yang mulai dikenal di industri penggergajian kayu rakyat. Banyaknya penggergajian kayu jabon menghasilkan banyak limbah kayu jabon, seperti serbuk gergajian kayu, sisa log (kayu utuh) dan ranting yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Sisa log dan ranting hasil pemangkasan, umumnya hanya digunakan untuk kayu bakar dan nilai guna dalam pemanfaatan limbah log dan ranting jabon relatif rendah. Sehingga diperlukan alternatif untuk meningkatkan nilai guna log dan ranting jabon, seperti halnya limbah serbuk gergajian kayu jabon, kini mulai dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai media kultivasi jamur.

Jamur merupakan salah satu organisme yang tidak dapat menyediakan makanannya sendiri. Jamur menyerap zat-zat makanan dalam proses pelapukan (Muchroji 2004). Jamur kayu memiliki enzim ligninase yang dapat membantu miselium dalam mengubah makromolekul karbohidrat menjadi molekul gula yang lebih sederhana. Jamur banyak ditemukan tumbuh pada media kayu secara liar. Media kayu yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa, dapat menjadi media bagi jamur kayu seperti jamur kuping (Auricularia sp.), jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan Lentinus sp..

Jamur kuping dan jamur tiram merupakan beberapa jenis jamur pangan yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan negara lainnya seperti Jepang, Korea, Taiwan, Philipina, Amerika dan negara-negara Eropa (Darma 2000). Jamur Lentinus dikenal juga sebagai jamur edibel liar dan potensial untuk dikembangkan dalam budidaya jamur. Salah satu syarat dalam budidaya jamur sebagai penentu keberhasilan pertumbuhan tubuh buah jamur adalah ketepatan dalam pemilihan media tanam untuk kultivasi jamur (Wibowo 1999).

Mahmud (2014) menyatakan bahwa total bobot basah jamur kuping pada log dan ranting jabon lebih tinggi dibandingkan total bobot basah jamur kuping pada log dan ranting kayu industri lain seperti sengon (Falcataria moluccana) dan jati (Tectona grandis). Pada penelitian ini diduga log dan ranting jabon juga berpotensi sebagai media kultivasi jamur tiram dan jamur Lentinus sp..

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi log dan ranting jabon untuk kultivasi dua isolat jamur kuping (Auricularia sp.) yaitu jamur kuping cokelat (KPC) dan jamur kuping merah (KPM); kultivasi dua isolat jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yaitu jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO); dan kultivasi satu isolat jamur Lentinus sp. (LE). Tujuan penelitian ini juga untuk menganalisis komposisi kimia tubuh buah masing-masing jenis jamur tersebut.

Manfaat Penelitian

(14)

jamur yang diujikan, sehingga potensi ini dapat mendorong masyarakat dalam melakukan budidaya jamur dengan menggunakan substrat yang efisien dan efektif. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi jamur sebagai alternatif bahan baku pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga masyarakat diharapkan dapat melakukan inovasi dalam pengembangan budidaya jamur, pengolahan dan pemanfaatnnya.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, yaitu bulan Mei – November 2014. Lokasi penelitian yaitu Rumah Jamur Hegarmanah, Gunung Batu, Bogor, dan Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah log (batang kayu) dan ranting kayu jabon. Bahan untuk membuat baglog yaitu serbuk gergaji kayu jabon, dedak, gips (CaSO4), kapur (CaCO3), molase dan air. Bahan yang digunakan dalam

proses sterilisasi yaitu alkohol 70% dan spirtus. Lima isolat bibit jamur keturunan ketiga (F3) yang digunakan untuk kultivasi antara lain: jamur kuping cokelat (KPC), jamur kuping merah (KPM), jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO) dan satu isolat jamur Lentinus (LE) Serta seperangkat bahan analisis komponen kimianya.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk kultivasi jamur adalah LAF (Lamine Air Flow), bunsen, kompor, drum/tong, sudip, gergaji, gunting, pisau, karet gelang, kapas, dan plastik PP (Poly Propilen). Peralatan yang digunakan dalam pengamatan adalah spidol, thermometer dry and wet, timbangan analitik, label, kamera, penggaris, alat tulis, alat hitung,dan tally sheet. Seperangkat alat analisis komponen kimia jamur adalah: tanur dalam pengukuran kadar abu; oven dalam pengukuran kadar air; destilator Kjeldhal dalam pengukuran kadar protein; ekstraktor Soxhlet dalam pengukuran kadar lemak; spektrofotometer dalam pengukuran beta glukan, yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan HPLC dalam pengukuran kandungan vitamin dilakukan di Laboratorium PT Saraswanti Indo Genetech, Bogor.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Media Kultivasi Log dan Ranting Kayu

(15)

EB = bobot basah tubuh buah jamur segar X 100% bobot kering substrat

dengan diameter log. Setelah itu ditimbang bobotnya. Semua tahapan dilakukan secara berhati-hati untuk mengurangi kontaminasi pada log dan ranting kayu jabon. Kemudian log dan ranting kayu jabon tersebut direndam selama tujuh hari. Bobot log dan ranting ditimbang kembali untuk diketahui kadar air setelah perendaman. Selanjutnya log dan ranting ditiriskan, dibungkus dengan plastik PP, kemudian disterilisasi dalam drum menggunakan uap panas untuk pasteurisasi selama 36 jam, dalam suhu 90-100°C.

Inokulasi

Bibit jamur yang digunakan diperoleh dari koleksi Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bibit yang digunakan berumur 23 hari. Inokulasi atau pembibitan dilakukan secara aseptik. Ruang pembibitan harus tertutup dan sebelumnya telah disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% ke seluruh ruangan kemudian didiamkan selama satu hari. Proses inokulasi dilakukan dengan cara menaburkan bibit jamur yang diujikan sebanyak 100 gram per sampel ke seluruh permukaan log dan ranting hingga merata. Penaburan bibit dilakukan didekat api, untuk meminimalisir kontaminasi. Selanjutnya media tersebut ditutup kembali dengan diberi kapas pada bagian ujung plastik lalu diikat menggunakan karet. Media yang sudah diinokulasi tersebut disimpan di ruang inkubasi hingga miselium memenuhi seluruh permukaan media dan diamati fase vegetatifnya. Bagan alir prosedur kultivasi dapat dilihat pada Lampiran 19.

Pemeliharaan dan Pengamatan

Fase vegetatif, media disimpan dalam ruang inkubasi, kemudian saat memasuki fase reproduktif media dipindahkan ke dalam kumbung jamur. Kondisi lingkungan diamati dengan mencatat suhu dan kelembaban setiap pagi, siang dan sore hari. Pemeliharaan dilakukan dengan perendaman, log dan ranting direndam di dalam ember plastik berukuran 60x25 cm dan baskom plastik berukuran 120x20 cm yang berisi air. Air bekas rendaman diganti secara rutin yaitu tiga kali sehari serta media dibersihkan dari hama dan cendawan kontaminasi dengan cara pencucian. Pengamatan dilakukan selama fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif diamati saat hari pertama inkubasi hingga seluruh media penuh oleh miselium atau full growth mycelium.

Pengamatan yang dilakukan adalah lama fase vegetatif, serta kontaminasi cendawan. Fase reproduktif diamati sejak plastik sebagai pembungkus media dibuka hingga substrat habis. Pengamatan dilakukan terhadap hasil panen. Hasil panen yang diukur berupa waktu panen, total bobot basah tubuh buah, jumlah tubuh buah, diameter tudung, panjang tangkai, diameter tangkai, jumlah panen, lama fase reproduktif, nilai Efisiensi Biologi dan bobot substrat setelah masa panen habis. Nilai EB 100% memiliki arti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot kering substrat (Madan et al. 1987 dalam Mahmud 2014).

Rumus mengukur nilai Efisiensi Biologi (EB) :

Analisis Komposisi Kimia

(16)

komponen gizi dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas-IPB. Analisis bioaktif dilakukan di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB ( LDITP-IPB) dan analisis vitamin dilakukan di Laboratorium PT Saraswanti Indo Genetech (SIG), Bogor.

Analisis komposisi gizi tubuh buah jamur meliputi analisis energi total dengan kalkulasi dari analisis proksimat, yaitu: 1) analisis kadar air dan kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri (SNI 1992); 2) analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldhal (SNI 1992); 3) analisis lemak total dilakukan dengan metode Soxhlet (SNI 1992); 4) analisis karbohidrat total dilakukan dengan metode by difference (AOAC 2012) dan; 5) analisis serat dilakukan dengan metode Gravimetri (AOAC 2012). Analisis bioaktif tubuh buah jamur meliputi: 6) analisis β-glukan dilakukan dengan metode spektofotometri dan; 7) analisis vitamin B3

dengan metode HPLC yang dikembangkan secara internal berdasarkan metode SNI 2891/1992 oleh PT SIG.

Metode β-glukan

Analisis β-glukan dilakukan dengan metode Spektofotometri yakni mengukur total glukan dan α-glukan dengan alat vortex dan sentrifuse, lalu di hitung selisih antara total glukan dan alfa glukan untuk mengetahui β-glukan pada jamur yang dianalisis. Analisis dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.

Berikut rumus untuk menentukan β-glukan dan α-glukan α -Glukan (%w/w) = ΔE x F/W x 90

= (Abs sampel – Abs blanko) x 100/Abs Std x 90 W (sampel mg)

β-Glukan (%w/w) = (Total Glukan) –( α-Glukan)

Analisis Rasio Carbon dan Nitrogen (C/N)

Analisis kandungan C/N rasio dilakukan di Laboratorium Pengukuran Karbon dan Nitrogen, Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Analisis C/N dilakukan untuk menguji kadar karbon dan nitrogen yang terdapat pada substrat jamur yang digunakan uji C-Organik Metode Mobius dan uji Nitrogen Total.

Uji C-Organik Metode Mobius : sejumlah kompos ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah diketahui bobotnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven pengering pada suhu 105ºC selama 24 jam. Cawan ditimbang kembali

untuk mengetahui bobot kering log. Lalu cawan dimasukkan ke dalam muffle pada suhu 700ºC selama 2 jam. Kemudian bobot dicatat setelah dipanaskan dan bobot yang hilang dihitung untuk menentukan bahan organik.

%Carbon =

%C-organik =

bobot setelah pemanasan 105ºC – bobot setelah pemanasan 700ºC x 100%

bobot setelah pemanasan 105ºC – bobot kering

(17)

Uji Nitrogen Total : Sampel kompos yang telah halus ditimbang dengan teliti 0.3 gram dan ditambahkan 1 gram campuran selenium serta 5 ml H2SO4 pekat. Sampel

tersebut didestruksi sampai sempurna pada suhu 350ºC hingga diperoleh cairan jernih kuning kehijauan kemudian ditunggu sampai dingin. Hasil destruksi dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih. Hasil tersebut ditambahkan 100 ml air bebas ion dan sedikit batu didih. Kemudian disiapkan penampung 10 ml asam borat 4% dalam erlenmeyer 250 ml yang telah dibubuhi 3 tetes indikator Conway. Setelah itu didestilasikan dengan menambahkan 20 ml NaOH 50%. Destilasi dikatakan selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer penampung sudah mencapai 100 ml. Destilat tersebut dititrasi dengan HCl 0.1 N hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu). Blanko dilakukan sebagai koreksi. % N=

Rancangan Percobaan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial yaitu media substrat dan varietas. Faktor media substrat memiliki dua taraf yaitu log dan ranting. Faktor jenis jamur yaitu jamur kuping cokelat (KPC), jamur kuping merah (KPM), jamur tiram putih (TR), Jamur tiram abu (HO) dan jamur Lentinus (LE). Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Model persamaan umum pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Cijk

dimana :

Yij = Nilai pengamatan untuk pengaruh perlakuan media taraf ke-i,

pengaruhperlakuan varietas taraf ke-j, dan ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan media pada taraf ke-i

Bj = Pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j

ABij = Pengaruh interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan varietas

Cijk = Pengaruh galat pada faktor perlakuan media taraf ke-i, faktor

perlakuan varietas taraf ke-j dan ulangan ke- k I = Taraf media substrat (log & ranting)

J = Taraf varietas (KPC), (KPM), (TR), (HO), (LE) K = Ulangan (1,2,3)

Tabel 1 Kombinasi perlakuan komposisi substrat dan isolat

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fase Vegetatif dan Generatif Pertumbuhan Jamur

Jamur memiliki dua fase dalam siklus hidupnya yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif adalah waktu inkubasi dari awal inokulasi hingga kantong penuh dengan miselium (full growth mycelium) (Herliyana et al. 2008). Pembentukan miselium merupakan fase awal perkembangan jamur sebelum terbentuknya pin head atau calon bakal buah jamur yang disebut fase reproduktif. Pertumbuhan miselium merupakan hasil perpaduan hifa dan asosiasi antara hifa dan substrat (Chang dan Miles 2004).

Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan secara visual. Fase vegetatif yang diamati adalah lama waktu full growth mycelium. Kecepatan pergerakan miselium ini dipengaruhi oleh perlakuan pada setia media tumbuh (substrat) (Mahmud 2014). Pada pengamatan media log dan ranting, perbedaan genetika jenis jamur yang mempengaruhi pertumbuhan miselium tidak diketahui, karena waktu inkubasi terhadap media log dan ranting diseragamkan, yaitu selama enam minggu. Penyeragaman waktu dilakukan untuk meyakinkan bahwa miselium sudah masuk sampai ke dalam kayu (Mahmud 2014). Sedangkan pada serbuk gergajian kayu jabon yang digunakan sebagai kontrol, tidak dilakukan penyeragaman waktu inkubasi, sehingga kecepatan pertumbuhan miselium antar jenis jamur dapat terlihat. Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan miselium dipengaruhi oleh genetika jenis jamur. Perbedaan kecepatan miselium dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai rata-rata waktu full growth mycelium berturut-turut semakin cepat yaitu jenis jamur kuping 21 hari, jenis tiram 16 hari dan jenis Lentinus 9 hari.

Gambar 1 Pertumbuhan miselium isolat jamur pada perlakuan substrat Keterangan: KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu, LE=Lentinus.

Selain itu, kecepatan pertumbuhan miselium juga dipengaruhi oleh jenis substrat yang digunakan. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada substrat log dan ranting jabon, waktu yang dibutuhkan untuk full growth mycelium lebih lama (45-60 hari) dibandingkan dengan lama waktu full growth mycelium pada kontrol yaitu 9-21 hari. Lamanya waktu full growth mycelium diduga karena log dan ranting berupa kayu utuh yang padat. Bentuk substrat yang pada menyebabkan miselium

(19)

sulit untuk menyebar ke seluruh permukaan. Sedangkan pada kontrol, substrat jamur berupa serbuk dengan banyak celah. Celah pada subtrat digunakan sebagai jalan masuk bagi miselium untuk bergerak menyebar ke seluruh permukaan substrat secara cepat. Selain itu, kecepatan penyebaran ini juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi media. Pada substrat log dan ranting jabon, miselium hanya memanfaatkan kandungan lignin, hemiselulosa dan selulosa yang terdapat di dalam kayu untuk pertumbuhannya. Sedangkan pada substrat kontrol diberikan tambahan nutrisi berupa dedak, kapur (CaCO3), molase dan gips. Parjimo dan Andoko (2007) dalam

Seswati et al. (2013) menyatakan bahwa dedak mampu mempercepat pertumbuhan miselium dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur. Penambahan dedak dalam media serbuk gergaji dapat meningkatkan nutrisi media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon (C), serta nitrogen (N). Penambahan kapur berguna untuk meningkatkan pH menjadi netral. Berdasarkan pengujian pH substrat kontrol menunjukkan bahwa nilai pH substrat kontrol sebesar 6.7. Achmad et al. (2011) dalam Seswati et al. (2013) menyatakan bahwa pH netral sebesar 6.5-7 merupakan pH terbaik untuk pertumbuhan jamur yang optimal. Sehingga kadar pH substrat dan penambahan nutrisi seperti dedak, kapur, molase, dan gips dapat mempengaruhi kecepatan miselium dan pertumbuhan tubuh buah jamur.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah suhu, cahaya, kelembaban, waktu dan oksigen (Suriawira 2002). Pengamatan suhu ruang inkubasi pada fase vegetatif adalah antara 26-31ºC (rata-rata 29.33ºC) dan kelembaban udara antara 60-91% (rata-rata 70%). Pada jamur kuping suhu terbaik untuk pertumbuhan miseliumnya adalah 28ºC dan dapat tumbuh pada suhu antara 20-30ºC, miselium jamur kuping tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 12ºC dan diatas 35ºC (Chang dan Quimio 1982 dalam Mahmud 2014). Kelembaban ideal yang dibutuhkan berkisar 80-90% (Cahyana dan muchroji 2002). Pada fase vegetatif jamur tiram memerlukan suhu antara 24-29ºC, kelembaban 90-100% dan cahaya 500-1000 lux. Jamur tiram tumbuh pada kisaran suhu 21-28ºC dengan kelembaban 90-95% (Suriawira 2002). Intensitas cahaya yang diperlukan sekitar 10% (Achmad et al. 2012). Suhu yang mendukung, miselium dapat tumbuh dengan cepat lalu bercabang-cabang dan memenuhi media tumbuh jamur, selanjutnya akan membentuk primodia atau pin head yaitu gumpalan-gumpalan kecil seperti sampul benang.

(20)

Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh bagi pertumbuhan tubuh buah jamur. Suriawira (2002) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, waktu yang diperlukan dari miselium sampai terbentuk tubuh buah rata-rata satu sampai dua bulan. Variabel pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi kemampuan jamur dalam tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif. Jamur dapat berkembang dengan optimal pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan Perlakuan Lama waktu panen

Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Tukey dari nilai rataan jumlah panen terhadap nilai lama waktu panen dan bobot tubuh buah. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5% ; KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu, LE=Lentinus; L= Log, R=Ranting, K=kontrol (serbuk jabon).

Hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lama waktu panen pada perlakuan L KPM memiliki nilai rata-rata yang berbeda nyata yaitu 12.4 hari dan bobot basah tubuh buah pada perlakuan L TR memiliki nilai rata-rata yang berbeda nyata yaitu 21.4 gram. Nilai lama waktu panen dan bobot basah tubuh buah jamur yang berbeda nyata pada tiap perlakuan log menunjukkan bahwa waktu panen dan bobot tubuh buah jamur dipengaruhi oleh jenis substrat jamur. Substrat jamur berupa log memberikan pengaruh karena log memiliki cadangan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan bentuk substrat lainnya. Cadangan nutrisi ini dapat menghasilkan waktu panen yang panjang dan bobot basah tubuh buah yang lebih besar. Febianti (2015) menyatakan bahwa semakin lama kandungan nutrisi pada media tumbuh (substrat) akan semakin berkurang.

(21)

Gambar 2 Nilai rata-rata efisiensi biologi pada tiap perlakuan

Keterangan: Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%; KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu,LE=Lentinus.

Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata EB yang terbesar adalah pada perlakuan R KPC yaitu sebesar 103.1-143.2%. Nilai EB pada perlakuan R KPC memiliki nilai yang berbeda nyata dibandingkan dengan jenis media dan jenis jamur lainnya. Nilai EB lebih dari 100% menunjukkan bahwa kultivasi jamur kuping pada ranting memiliki keuntungan secara ekonomi. Sehingga, berpotensi untuk dikembangkan dalam budidaya. Sedangkan nilai EB pada subsrat kontrol dan log memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai yang tidak berbeda nyata pada kontrol diduga karena pada substrat kontrol masa panen jamur telah habis dan substrat sudah tidak dapat menghasilkan jamur lagi. Sedangkan nilai yang tidak berbeda nyata pada perlakuan log diduga karena persebaran miselium belum maksimal dan masih sebatas di permukaan, sehingga jamur masih memungkinkan untuk tumbuh kembali. Namun waktu yang dibutuhkan relatif lama untuk membentuk dan memaksimalkan pertumbuhan jamur karena nutrisi yang terserap pada media log belum maksimal.

Dugaan tersebut dianalisis melalui uji kandungan C/N pada log sisa kultivasi karena nilai kandungan C/N dapat menunjukkan tingkat pelapukan yang terjadi. Semakin tinggi nilai C maka tingkat pelapukan yang terjadi semakin rendah. Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil nilai kandungan C/N pada log sisa kultivasi relatif tinggi, karena nutrisi yang diserap jamur masih sedikit dan menyebabkan pertumbuhan jamur belum maksimal. Berdasarkan penelitian lain disebutkan bahwa log jabon tanpa perlakuan memiliki nilai kandungan C-organik sebesar 54.56% dan N-total sebesar 0.77% dengan nilai C/N sebesar 70.86% (Komarayati et al.2014). LE=Lentinus; L= Log, R=Ranting, K=kontrol (serbuk jabon).

(22)

Hasil nilai C/N yang tinggi dari 70.86% menunjukkan bahwa masa pakai substrat log masih cukup panjang. Sehingga, jumlah panen pada log diduga dapat melebihi jumlah panen yang dihasilkan selama penelitian berlangsung.

Pengaruh Media, Jenis dan Interaksi Terhadap Pertumbuhan Jamur

Hasil analisis sidik ragam menyatakan bahwa faktor media jamur, jenis jamur dan interaksi antara media dan jenis jamur hampir secara keseluruhan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jamur yaitu total bobot basah, lama waktu panen, jumlah tubuh buah, diameter tubuh buah dan Efisiensi Biologi (Tabel 4).

Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur Pengaruh

Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah nilai F hitung: *perlakuan berbeda sangat nyata pada taraf 5%; th: perlakuan tidak berpengaruh.

Hasil total bobot basah, lama waktu panen, jumlah tubuh buah, diameter tubuh buah dan Efisiensi Biologi menunjukkan bahwa bentuk dan sifat media, lingkungan (fisik, kimia, biologi) dan jenis mempengaruhi pertumbuhan jamur baik secara vegetatif maupun reproduktif (Suriawira 2002).

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis

Pengamatan morfologi pada masing-masing jenis diamati secara visual. Jenis jamur yang dikultivasi memiliki karakter morfologi yang berbeda. Karakter morfologi yang diamati dan diukur antara lain diameter tudung buah, panjang tangkai, diameter tangkai, bentuk, warna dan tekstur tubuh buah. Karakter morfologi paling besar nilainya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakter morfologi jamur tertinggi pada tiap jenis isolat Perlakuan Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Tukey dari nilai rataan jumlah panen. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%; KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu, LE=Lentinus, L= Log, R=Ranting, K=kontrol (serbuk jabon).

(23)

Perlakuan L KPM memiliki nilai diameter tudung jamur yang berbeda nyata yaitu sebesar 4.6 cm. Nilai diameter tudung jamur pada perlakuan L LEmemiliki nilai yang paling tinggi dan berbeda nyata yaitu sebesar 9.5 cm. Berdasarkan analisis uji lanjut Tukey menghasilkan jumlah tubuh buah pada perlakuan substrat log dengan jenis jamur kuping memiliki nilai terbesar dan berbeda nyata yaitu sebesar 8.6-10.4 cm. Sedangkan, pada perlakuan substrat log dengan jamur Lentinus memiliki nilai rata-rata terkecil yang berbeda nyata dengan jenis jamur kuping yaitu sebesar 0.3 cm. Jumlah tubuh buah jamur Lentinus memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan jumlah tubuh buah jamur kuping (Gambar 3).

Gambar 3 Perbedaan karakter morfologi dan pertumbuhan pada tiap jenis jamur dan pada tiap perlakuan. Keterangan: 1) Jamur Kuping

2) Jamur Tiram 3) Jamur Lentinus (a) Kontrol (b) Log (c) Ranting Kartika et al. (1995) menyatakan bahwa ukuran suatu tubuh buah dipengaruhi oleh banyaknya tubuh buah yang terbentuk, semakin sedikit tubuh buah maka tubuh buah akan semakin tebal/lebar. Hasil jumlah tubuh buah jamur disebabkan oleh penyerapan nutrisi dari media tanam yang berbeda-beda pada setiap tubuh buah (Mahmud 2014). Sehingga, diduga bahwa nutrisi yang diserap oleh jamur Lentinus pada substat digunakan untuk perkembangan tubuh buah. Sedangkan, jenis jamur kuping menggunakan nutrisinya untuk menumbuhkan tubuh buah lebih banyak.

Setiap jenis jamur memiliki ciri-ciri khusus sebagai pembeda. Perbedaan jenis jamur kuping yang diuji dapat dilihat pada Gambar 4. Umumnya jamur kuping

1a 1b 1c

2a

3a

2b

3b

2c

(24)

memiliki warna tubuh buah cokelat hingga cokelat kehitaman tangkai buah jamur kuping pendek dan menempel pada substrat (Ahmad et al. 2013), tubuhnya berlekuk-lekuk dan bagian tepinya bergelombang (Utoyo 2010). Tubuh buah jamur kuping dalam keadaan basah bersifat kenyal (glatinous), licin, dan lentur sedangkan saat dalam keadaan kering akan berubah menjadi melengkung dan kaku (Ahmad et al. 2013). jamur kuping yang sudah dapat dipanen memiliki ciri di bagian pinggir tudung buah jamur sudah tidak melekuk ke dalam dan mekar. Berdasarkan pengamatan visual terhadap jamur kuping merah dan jamur kuping cokelat didapatkan bahwa jamur kuping merah memiliki warna cokelat yang lebih gelap atau cokelat kehitaman dibandingkan jamur kuping cokelat yang memiliki warna cokelat terang. Selain itu, jamur kuping merah memiliki bentuk tubuh buah yang tidak beraturan dan lebih kaku dibandingkan bentuk jamur kuping cokelat yang beraturan dan lebih lentur (Gambar 4).

Gambar 4 Morfologi jamur kuping pada tiap perlakuan

Jamur tiram memiliki ciri-ciri tubuh buah berwarna putih sampai putih kekuningan. Tudungnya seperti tiram, pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan (gills), memiliki tangkai yang berukuran lebih panjang dibandingkan dengan jamur kuping. Tangkai tidak berada tepat di tengah melainkan menyamping (Chang dan Miles 1989). Jamur tiram memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah jamur tiram putih (P. ostreatus var. floridae) TR dan jamur tiram abu (P. ostreatus) HO. Jenis-jenis jamur tiram dapat diidentifikasi melalui warna pileus. Herliyana (2014) menyatakan bahwa warna pileus merupakan ciri yang penting pada tingkat spesifik dan intraspesifik. Pada jenis tertentu jamur tiram mengalami perubahan warna tubuh buah. Pada isolat yang dikultivasi dilakukan pengamatan visual terhadap perubahan warna. Warna pileus umumnya adalah putih keruh-cokelat, ada juga yang berwarna abu-abu dan merah muda (pink). Hasil pengamatan pada penelitian ini diketahui bahwa pada saat fase awal pembentukan tubuh buah. Isolat P. ostreatus var. floridae TR memiliki tudung berwarna putih, oleh sebab itu disebut jamur tiram putih. Sedangkan, isolat P. ostreatus HO memiliki tudung buah berwarna abu-abu, oleh sebab itu disebut tiram abu (Gambar 5).

(25)

Gambar 5 Jenis jamur tiram a) tiram putih b) tiram abu

Hasil pengamatan terhadap warna tudung pada jamur tiram putih dan tiram abu ini sesuai dengan pernyataan Djarijah dan Djarijah (2001) bahwa jamur tiram putih P. ostreatus var. floridae TR memiliki tudung berwarna putih susu atau putih kekuning-kuningan. P. Ostreatus HO memiliki warna tubuh buah putih kekuning-kekuningan sampai putih keabu-abuan (Suriawira 2002).

Jamur Lentinus secara alami umumnya ditemukan tumbuh pada pokok kayu yang telah mati dari berapa spesies yang berkayu keras (Chang dan Miles 1987 dalam Rosa et al. 2013). Jamur ini dilaporkan terdapat enam jenis yang telah diteliti dan dipublikasian tetapi hanya satu jenis yang berasal dari daerah tropis (Kamerun) yaitu Lentinus squarrosulus. Jenis Lentinus lainnya adalah Lentinus edodes, Lentinus trabeum, Lentinus lepideus, Lentinus adhaerens dan Lentinus degener berasal dari daerah subtropis (Rosa et al. 2013). Hasil laporan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa literatur dan budidaya yang dilakukan terhadap jamur Lentinus ini masih terbatas. Sudirman (2005) menyatakan bahwa banyak jenis jamur Lentinus yang dapat dimakan diantaranya adalah Lentinus sajor-caju dan Lentinus squarrosullus. Jamur dan Lentinus spp. ini diketahui edibel ketika masih muda dengan rasa hambar (Herliyana 2014). Di Indonesia ditemukan jenis Lentinus tuberregium (Delmas 1989 dalam Rosa et al. 2013) dan Lentinus badius yang dikonsumsi oleh masyarakat Papua Barat (Sudirman 2000).

Bentuk morfologi dan perkembangan tubuh buah dari beberapa spesies Lentinus dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada substrat gergajian (Rosa et al. 2013). Hasil pengamatan pada fase vegetatif jamur Lentinus yaitu jamur ini memiliki miselium yang berwarna putih pekat. Miselium dapat memenuhi substrat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan miselium jenis jamur lainnya. Pada fase reproduktif, miselium yang berwarna putih berubah menjadi kehitaman dan substrat menjadi keras dan kompak serta bobot substrat menjadi lebih ringan (Gambar 6). Hal ini diduga bahwa hal tersebut merupakan salah satu proses yang terjadi pada jamur Lentinus untuk menghasilkan tubuh buahnya.

Gambar 6 Morfologi jamur Lentinus a)miselium b) tubuh buah jamur Manjunathan dan Kaviyarasan (2010) dalam Rosa et al. (2013) melaporkan bahwa Lentinus spp. mengandung senyawa lentinan yang dapat mematikan sel-sel

a b

(26)

yang terinfeksi virus HIV pada penderitanya. Lamanya pembentukan tubuh buah jamur Lentinus diduga karena kandungan lentinan yang terdapat didalamnya.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi secara visual, diketahui jenis Lentinus ini memiliki warna tubuh buah putih kekuning-kuningan hingga kecokelatan. Tubuh buah tipis dan kaku serta liat, berbentuk seperti corong dangkal hingga dalam, tepinya bergelombang dan lamela tubuh buah jamur pendek, halus dan sangat rapat. Tangkai tubuh buah berbentuk silindris dengan diameter rata-rata 1.1 cm, dan tinggi rata-rata 2.5 cm. Tangkai ini menjadi penopang tudung yang melekat pada bagian sentral. Herliyana (2014) menyatakan bahwa Lentinus spp. memiliki tudung buah seperti payung dan kipas atau pileus, permukaan bagian tengah berlekuk, di tengah sedikit berbulu, berwarna cokelat hingga krem dengan bintik-bintik teratur berwarna abu-abu atau hitam, diameter tudung 3-8 cm, konsistensi lunak (yang masih muda) dan kenyal (yang sudah tua), berdaging putih, kenyal dan elastis, spasi antar lamela dekat dan sangat rapat dengan jumlah lamela 50-200 lamela per tudung, warna lamela putih hingga krem, dan tangkai berada di sisi, tidak di tengah (eksentrik), padat, panjang, halus dan berbulu, panjang tangkai 1-4 cm dan diameter 0.5-1.2 cm.

Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur

Hama dan penyakit menjadi salah satu kendala yang menghambat atau menurunkan hasil produktifitas kultivasi jamur. Munculnya hama dan penyakit dipengaruhi oleh kurangnya perawatan terhadap media jamur maupun ruang tumbuh, sehingga hama dan penyakit mampu menyerang media dan tubuh buahjamur. Selama pengamatan ditemukan hama berupa kutu putih, ulat jengkal, kecoa, kepik dan laba-laba yang menyerang tubuh buah. Sedangkan hama yang ditemukan pada media (baglog) adalah kutu, hal ini diduga karena masa penggunaan baglog yang sudah lama. Pada media log dan ranting ditemukan sarang semut, larva dan rayap. Nurjayanti dan Martawijaya (2011) dalam Mahmud (2014) menyatakan bahwa kandungan nutrisi pada media yang menyebabkan kemunculan hama. Hama rayap memakan zat selulosa yang terkandung didalam kayu sehingga sulit dilakukan pengendaliannya (Utoyo 2010).

Selain hama, media dan tubuh buah juga dapat terserang oleh penyakit. Penyakit pada jamur disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya virus, bakteri, fungi dan kapang (Utoyo 2010). Jamur parasit merupakan salah satu kontaminan yang ditemukan pada media substrat maupun tubuh buah, kontaminan ini menyebabkan kerusakan pada bagian yang terserang.

Trichoderma spp. dan Stimonitis sp. fase plasmodium ini merupakan jenis jamur parasit penyebab kontaminan yang banyak ditemukan pada tiap jenis media perlakuan (Gambar 7).

Gambar 7 Kontaminan a) Trichoderma spp. pada baglog b) Stemonitis sp. pada fase plasmodium.

(27)

Trichoderma spp. menghasilkan zat beracun dan enzim hidrolitik yang dapat mematikan miselium jamur dan dapat menurunkan hasil panen jamur (Achmad et al. 2012). Bakteri juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab bagi substrat maupun tubuh buah jamur. Stemonitis sp. dan Physarium spp. merupakan penyakit jamur lendir yang disebabkan oleh jamur lendir yang terdapat pada substrat dan tubuh buah jamur. Pada fase plasmodium, Stemonitis sp. ditemukan pada tubuh buah jamur dalam bentuk seperti jaring-jaring berwarna jingga. Berdasarkan pengamatan, penyakit jamur lendir memiliki penyebaran yang sangat cepat dan dapat menular pada media maupun tubuh buah laninnya. Herliyana (2014) menyatakan bahwa plasmodium akan berkembang menjadi plasmodium dewasa dan kemudian membentuk tubuh buah dan spora hasil reproduksi seksual (Gambar 8a dan 8b). Selain itu pada substrat log juga tumbuh jamur kontaminan yaitu jamur Coprinus sp. (Gambar 8c).

Penyebab munculnya jamur kontaminan diduga karena media yang kurang steril dan kondisi ruangan yang lembab dapat memicu pertumbuhan jenis kontaminan tersebut. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya penularan pada jenis media maupun tubuh buah lainnya adalah dengan cara memisahkan media yang terserang jamur ke tempat lain.

Gambar 8 Serangan penyakit jamur lendir a) Stemonitis sp. pada baglog b) Physarium Spp. pada ranting c) jamur kontaminan (Coprinus sp.) pada log

Suriawira (2002) menyatakan bahwa jamur kontaminan dapat menyebabkan substrat menjadi busuk dan jamur tidak dapat tumbuh. Pemeliharaan yang dilakukan pada baglog yaitu dengan cara memisahkan atau membuang baglog yang terserang jamur kontaminan. Sedangkan pada log dan ranting dapat dilakukan dengan cara mencuci log dan ranting dengan air mengalir.

Hasil Analisis Komponen Kimia Tubuh Buah Jamur

Jamur kuping dan jamur tiram merupakan jenis jamur pangan yang kandungan gizinya telah banyak diketahui oleh masyarakat. Jamur kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus memiliki kandungan gizi dan kandungan komponen fungsional. Jamur kuping mengandung senyawa lentinon dan retiran yang berkhasiat untuk kesehatan, yakni mencegah penyakit darah tinggi, menurunkan kolesterol darah, menambah vitalitas dan daya tahan tubuh serta mencegah tumor dan kanker (Chang et al. 1993 dalam Mahmud 2014).

Berdasarkan hasil analisis komponen kimia yang dilakukan, tiap jamur memiliki kandungan gizi dan komponen kimia fungsional yang dominan yaitu β -glukan yang bermanfaat bagi tubuh (Tabel 6).

(28)

Tabel 6 Hasil analisis komponen kimia jamur kuping cokelat, jamur kuping merah, jamur tiram, jamur tiram abu dan jamur Lentinus

parameter unit Hasil

KPC KPM TR HO LE

Kadar Air* % 81.12 82.25 92.77 82.15 71.03

Kadar Abu* % 0.54 0.53 0.71 1.66 1.56

Lemak Total* % 0.12 0.18 0.2 0.38 0.41

Protein* % 1.55 1.53 1.63 5.01 5.39

Serat Kasar* % 2.04 1.11 0.44 1.19 3.88

Karbohidrat Total* % 14.64 14.41 4.25 9.51 17.73

β-glukan** % 45.85 46.02 32.35 23.71 32.15

vitamin C*** ppm ND - - -

-Vitamin D*** ppm - - ND -

-Vitamin B2*** mg/100g 0.14 - - -

-Vitamin B3*** mg/100g 40.32 - 282.28 -

-Keterangan : (*): %basis basah, (**):% basis kering, (***): % dari jamur kering (Kadar air 7.4-7.6%), (ND) : Not Detected, tidak terdeteksi.

Jenis jamur kuping memiliki kandungan β-glukan paling besar yaitu berkisar antara 45.85 – 46.02% basis kering. β-glukan merupakan homopolimer glukosa yang diikat melalui ikatan β-1-3 dan α-(1-6)-glukosida (Ha et al. 2002 dalam Nurfajarwati 2006). Kandungan β-glukan memiliki berbagai aktivitas biologis sebagai antitumor, antioksidan, antikolesterol, anti-aging, dan peningkat sistem imun (Lee et al. 2001). Selain itu senyawa β-glukan juga dimanfaatkan sebagai zat aditif atau bahan tambahan pangan dalam industri makanan. Kandungan β-glukan dapat diproduksi oleh beberapa bakteri atau pun dapat diekstraksi dari sumber lain seperti khamir, tanaman gandum dan jamur tertentu setelah proses fermentasi. Di Jepang kandungan β-glukan digunakan untuk memperbaiki tekstur berbagai makanan seperti mie, sosis, selai, jeli dan dadih kedelai (Sutherland 1999). Scmidl dan Labuza (2000) dalam Sugito (2012) menyatakan bahwa kandungan β-glukan pada sorgum sebesar 1.03% berat kering. Pada gandum oats menghasilkan β-glukan dengan kadar 10-20% (Lee et al. 2009). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua jenis jamur kuping, jenis jamur tiram dan jamur Lentinus, jenis jamur kuping memiliki kadar kandungan β-glukan lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan β-glukan pada sorgumdan oats.

Jamur tiram mengandung vitamin B3 tertinggi yaitu sebesar 282.28 mg/100g

jamur kering dengan kadar air 7.4-7.6%. Vitamin B3 (niacin) merupakan salah satu

vitamin yang larut dalam air (Rusdiana 2004), biasanya vitamin B3 terkandung

dalam daging, udang, dada ayam, ikan tuna, salmon, ayam kalkun dan tofu. Vitamin B3 memiliki banyak fungsi metabolisme termasuk sistem pencernaan, kulit dan

saraf. Selain itu, vitamin B3 juga dapat membantu tubuh manusia untuk mengubah

makanan menjadi gula yang digunakan untuk memproduksi energi (Lawrance 2015). Kekurangan niacin dapat memperlambat proses metabolisme tubuh dan menyebabkan penyakit pellagra yang ditandai dengan diare, dermatitis dan gangguan kulit, demensia, radangan mulut dan lidah serta gejala lainnya yang dapat berakibat fatal jika tidak lekas diobati (Lawrance 2015).

(29)

gizi pada jenis jamur lainnya yakni kandungan lemak sebesar 0.41%, protein 5.39%, serat kasar 3.88% dan karbohidrat 17.73% basis basah. Rosa et al. (2013) menyatakan bahwa jamur Lentinus umum dikonsumsi sebagai makanan atau digunakan untuk produksi enzim. Selain itu, berperan sebagai obat-obatan yang berkhasiat sebagai antibakteri, antifungi, antikarsinogenik, antikanker dan antivirus. Dengan demikian jenis jamur kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus memiliki potensi yang besar untuk menjadi bahan pangan substitusi yang murah dan mudah didapatkan serta dapat dikembangkan dalam industri makanan maupun diekstrak menjadi bahan baku pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa log dan ranting jabon memiliki potensi yang besar untuk kultivasi jamur kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus. Potensi terbesar kultivasi log dan ranting dengan komposisi jenis jamur kuping. Jamur kuping dengan perlakuan media log dan ranting menghasilkan nilai Efisiensi Biologi terbesar yaitu 103.1-143.2%.

Hasil analisis komponen kimia tubuh buah jamur diperoleh sebagai berikut: jamur kuping memiliki kandungan β-glukan terbesar yaitu 45-46% basis kering. Jamur tiram memiliki kandungan vitamin B3 yang relatif besar yaitu sebesar 282.3

mg/100g jamur kering dengan kadar air 7.4-7.6%. Jamur Lentinus memiliki kandungan gizi terbesar yaitu kandungan protein, serat pangan, kandungan lemak dan karbohidrat total berturut-turut adalah 5.4, 3.9, 0.4 dan 17.7% tertinggi, berdasarkan berat basah. Hal ini menunjukkan bahwa jamur kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang pangan dan bidang kesehatan karena mempunyai kandungan gizi dan kandungan senyawa kimia fungsional yaitu β-glukan dan vitamin B3 relatif tinggi dibandingkan

sumber pangan lain.

Saran

(30)

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method 2011.25: Insoluble, soluble, and total dietary fiber in foods. Di dalam: Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Enzymatic-gravinetric-liquid chromatography. Maryland (US): AOAC International. 2(32): 31-34. [AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method

966.16: Sodium in fruits and fruit products. Di dalam: Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Flame spectrophotometric method. Maryland (US) : AOAC International. 2(37): 8.

[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method 986.25: Proximate analysis of milk-based infant formula. Di dalam: Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Maryland (US) : AOAC International. 2 (50):18.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.

Achmad, Mugiono, Arlianti T, Azmi C. 2012. Panduan Lengkap Jamur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Cahyana YA, Muchroji. 2002. Budidaya Jamur Kuping. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Chang ST, Miles PG. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. Florida (US): CRC Press, Inc.

Chang ST, Miles PG. 2004. Mushroom Nutraceuticals. Journal of Microbiology and Biotechnology.12(4): 73-76.

Darma IGKT.2000. Budidaya Jamur Kuping (Auricularia auricula [Hook] Underw.) dalam Tegakan Hutan pada Substrat Log Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 6(1): 25-32.

Djarijah NM dan Djarijah AS.2001. Jamur Tiram Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Febianti M. 2014. Pemanfaatan Limbah Substrat Jamur Tiram dan Penambahan Sumber Nutrisi pada Budidaya Jamur Tiram Putih [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas kehutanan, IPB.

Herliyana EN. 2007. Potensi Lignolitik Jamur Pelapuk Kayu Kelompok Pleurotus [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, IPB.

Herliyana EN, Nandika D, Ahmad, Sudiman LL, Wirarti AB. 2008. Biodegradasi Substart Gergajian Kayu Sengon oleh Jamur Kelompok Pleurotus Asal Bogor. Jurnal Tropikal dan Ilmu Teknologi Kayu. 6(2): 75-84.

Herliyana EN. 2014. Biodiversitas dan Potensi Cendawan di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.

Kartika L, Yustina MPD, Pudyastuti YMPD, Gunawan AW. 1995. Campuran Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan Tongkol Jagung Sebagai Media untuk Budidaya Jamur Tiram Putih. Hayati. 2: 23-27.

Komarayati S, Gusmailina, Pari G. 2014. Pengaruh Arang dan Cuka kayu Terhadap Peningkatakan Pertumbuhan dan Simpanan Karbon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 32(4): 313-328.

(31)

Lee JN, Lee DY, Ji IH, Kim GE, Hye NK, Shon J, Kim S, Kim CW. 2001. Purification of Soluble β-glukan with Immuno-enhancing Activity from The Cell Wall of Yeast. Joernal Bioscience, Biotechnology and Agrochemistry. 65: 837-841.

Lee S, Inglett GE, Palmquist D, Warner K. 2009. Flavor and Texture Attribute of Foods Containing β-glukan-rich Hydrocolloids from Oats. LWT- Food Science and Technology. 42(1): 350-357. doi:10.106/j.lwt.2008.04.004. Mahmud AA.2014.Analisis Kultivasi Jamur Kuping (Auricularia sp.) Pada Log

Kayu dan Ranting Sengon, Jabon dan Jati [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Muchroji CYA. 2004. Budidaya Jamur Kuping. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mutakin J. 2006. Uji kultivasi dan Efisiensi Biologi Jamur Tiram (Pleurotus spp.)

Liar dan Budidaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Noor I.2010. Isolasi dan Karakteristik β-glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Metode Spetrokopi UV-Visibel dan FTIR [Skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Sains dan Teknologi UIN.

Nurfajarwati W. 2006. Produksi β-glukan dari Saccharomyces cerevisiae dengan Variasi Sumber Nitrogen [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ilmu Matematika dan Pengetahuan Alam, IPB.

Rosa Y, Sudirman LI, Hazra F. 2013. Telaah Fisiologi Lentinus spp. dengan Reaksi Oksidasi pada Medium Agar Asamgalat, Agar Asamtanat, dan Agar Tirosin. Jurnal Peneliti Sains,16(1).

Rusdiana. 2004. Vitamin. Medan (ID) : Fakultas Kedokteran, USU.

Seswati R, Nurmiati dan Periadnadi. 2013. Pengaruh Pengaturan Keasaman Media Serbuk Gergaji Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Cokelat (Pleurotus cystidiosus O.K.Miller.). Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2(1):31-36.

Sudirman LI, Adijuwana H 2000. Tropical Lentinus as a Source of Antimicrobial. Abstract Asian Mycological Congres; Hongkong SAR, 9-13 Jul 2000. Hlm 27.

Sudirman LI. 2005. Deteksi Senyawa Antimikrob yang Diisolasi dari Beberapa Lentinus Tropis dengan Metode Bioautografi. Hayati.12(2): 67-72.

Sugito. 2012. Aktivitas Antioksidan Biologis Sorgum dan Jewawut serta Aplikasinya pada Pencegahan Penyakit Degeneratif. Jurnal Pembangunan Manusia. 6(1).

Sunarmi YI dan Saparinto C. 2010. Usaha 6 Jenis Jamur Skala Rumah Tangga. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Suriawira U. 2012. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Sutherland SJ et al, 1999. Biotechnology of Microbial Exopolysaccharides.

Cambridge (US): Cambridge University Press.

Utoyo N. 2010. Bertanam Jamur Kuping di Lahan Sempit. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka

(32)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi hasil lama waktu panen

(33)

R HO 1 45 95 8 14 - - - 117

2 45 92 - - - 92

3 45 103 - - - 103

Rataan 45 96.7 2.7 4.7 - - - 104

R EK 1 60 55 - - - 55

2 60 - - - -

3 60 - - - -

Rataan 60 18.3 - - - 18.3

K KPC 1 32 25 27 62 - - - 114

2 32 62 51 - - - 113

3 32 25 - - - 25

Rataan 32 37.3 26 20.7 - - - 84

K KPM 1 21 25 27 62 - - - 114

2 21 25 27 62 - - - 114

3 21 25 27 - - - 52

Rataan 21 25 27 41.3 - - - 93.3

K TR 1 3- 34 7 - - - 41

2 37 51 4 3 - - - 58

3 37 53 2 - - - 55

Rataan 34.7 46 4.3 1 - - - 51.3

K HO 1 9 25 - - - 25

2 9 25 - - - 25

3 21 - - - -

Rataan 13 16.7 - - - 16.7

K LE 1 9 72 - - - 72

2 9 72 - - - 72

3 9 77 35 - - - 112

(34)

Lampiran 2 Nilai uji lanjut Tukey lama waktu panen jamur Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 9.3 abc

K KPM 3 10.4 ab

K TR 3 5.7 abc

K HO 3 1.9 bc

K LE 3 8.5 abc

L KPC 3 11.7 ab

L KPM 3 12.4 a

L TR 3 10.7 ab

L HO 3 0.0 c

L LE 3 8.5 abc

R KPC 3 11.8 ab

R KPM 3 8.3 abc

R TR 3 11.1 ab

R HO 3 11.6 ab

(35)

Lampiran 3 Rekapitulasi bobot tubuh buah jamur per panen

Perlakuan Ulangan

Bobot Total panen per kantong substrat (gram)

(36)

K KPC 1 67 22 16 - - - 105

2 23 37 - - - 60

3 66 - - - 66

Rataan 52 19.7 5.3 - - - 77

K KPM 1 57 30 26 - - - 113

2 28 30 7 - - - 65

3 20 30 - - - 50

Rataan 35 30 11 - - - 76

K TR 1 39 30 - - - 69

2 73 31 4 - - - 108

3 24 26 - - - 50

Rataan 45.3 29 1.3 - - - 75.7

K HO 1 32 - - - 32

2 44 - - - 44

3 - - - -

Rataan 25.3 - - - 25.3

K LE 1 16 - - - 16

2 6 - - - 6

3 6 3 - - - 9

(37)

Lampiran 4 Nilai uji lanjut Tukey bobot tubuh buah jamur Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 8.6 abc

K KPM 3 8.4 abc

K TR 3 8.4 abc

K HO 3 2.8 c

K LE 3 1.1 c

L KPC 3 20.1 ab

L KPM 3 17.3 ab

L TR 3 21.4 a

L HO 3 0.0 c

L LE 3 2.1 c

R KPC 3 18.5 ab

R KPM 3 11.9 abc

R TR 3 7.5 bc

R HO 3 2.6 c

(38)
(39)

R EK 1 10 - - - 11

2 - - - -

3 - - - -

Rataan 3.3 - - - 3.7

K KPC 1 3.9 5 3.8 - - - 12.7

2 4.3 3.5 - - - 7.8

3 5.2 - - - 5.2

Rataan 4.5 2.8 1.3 - - - 8.6

K KPM 1 4.3 5.8 3 - - - 13.1

2 4.3 4.8 4 - - - 13.1

3 4 6.4 - - - - 10.4

Rataan 4.2 5.7 2.3 - - - 12.2

K TR 1 5.6 4.8 - - - 10.4

2 5.4 3.5 2 - - - 10.9

3 7.3 3.1 - - - 10.4

Rataan 6.1 3.8 0.7 - - - 10.6

K HO 1 3 - - - 3

2 4.5 - - - 4.5

3 - - - - - - -

Rataan 2.5 - - - 2.5

K LE 1 72 - - - 72

2 72 - - - - - 72

3 77 35 - - - 112

Rataan 73.7 11.7 - - - 85.3

(40)

Lampiran 6 Nilai uji lanjut Tukey diameter tubuh buah jamur Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 1.0 cd

K KPM 3 1.4 cd

K TR 3 1.2 cd

K HO 3 0.3d

K LE 3 9.5a

L KPC 3 3.8 bc

L KPM 3 4.6 b

L TR 3 2.2 bcd

L HO 3 0.0 d

L LE 3 1.2cd

R KPC 3 3.8 bc

R KPM 3 2.9 bcd

R TR 3 1.7bcd

R HO 3 0.8cd

(41)
(42)

R EK 1 1 - - - 1

2 - - - - 3 - - - - Rataan 0.3 - - - 0.3 K KPC 1 12 3 6 - - - 21

2 3 8 - - - 11

3 12 - - - 12

Rataan 9 3.7 2 - - - 14.7 K KPM 1 10 4 14 - - - 28

2 11 10 4 - - - 25

3 6 11 - - - - 17

Rataan 9 8.3 6 - - - 23.3 K TR 1 2 4 - - - 6

2 5 8 3 - - - 16

3 3 7 - - - - 10

Rataan 3.3 6.3 1 - - - 10.7 K HO 1 15 - - - 15

2 9 - - - 9

3 - - - - - - - Rataan 8 - - - 8

K LE 1 2 - - - 2

2 2 - - - - - 2

3 1 2 - - - - 3

Rataan 1.7 0.7 - - - 2.3

(43)

Lampiran 8 Nilai uji lanjut Tukey jumlah tubuh buah jamur Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 1.6 b

K KPM 3 2.6 b

K TR 3 1.2 b

K HO 3 0.9 b

K LE 3 0.3 b

L KPC 3 10.4 a

L KPM 3 8.6 a

L TR 3 2.0 b

L HO 3 0.0 c

L LE 3 0.3 b

R KPC 3 8.3 a

R KPM 3 2.9 b

R TR 3 1.3 b

R HO 3 0.6 b

(44)
(45)

R EK 1 2.5 - - - 11

2 - - - -

3 - - - -

Rataan 0.8 - - - 3.7

K KPC 1 2.5 1 0.5 - - - 1.5

2 0.2 1.5 - - - 1.7

3 12 - - - 12

Rataan 6.1 0.8 0.2 - - - 5.1

K KPM 1 4 - 3 - - - 7

2 6.5 0.5 - - - 7

3 2.5 1 - - - - 3.5

Rataan 4.3 0.5 1 - - - 5.8

K TR 1 3.5 3.5 - - - 7

2 2.4 3.7 2 - - - 8.1

3 3 2 - - - 5

Rataan 3.0 3.1 0.7 - - - 6.7

K HO 1 2 - - - 2

2 2.5 - - - - - 2.5

3 - - - - - - -

Rataan 1.5 - - - 1.5

K LE 1 1.5 - - - 1.5

2 2 - - - - - 2

3 0.7 0.5 - - - 1.2

Rataan 1.4 0.2 - - - 1.6

(46)

Lampiran 10 Nilai uji lanjut Tukey panjang tangkai Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 0.6 abcd K KPM 3 0.6 abcd K TR 3 0.7 abcd

K HO 3 0.2 bcd

K LE 3 0.2 bcd

L KPC 3 1.2 ab L KPM 3 1.3 a

L TR 3 1.4 a

L HO 3 0.0 d

L LE 3 0.2 bcd R KPC 3 1.1 abc

R KPM 3 0.6 abcd

R TR 3 1.1 abc

R HO 3 0.8 abcd

(47)
(48)

R EK 1 0.5 - - - 11

2 - - - -

3 - - - -

Rataan 0.2 - - - 3.7

K KPC 1 8 1 4 - - - 13

2 0.3 1 0.7 - - - 2

3 5 - - - 5

Rataan 4.4 0.7 1.6 - - - 6.7

K KPM 1 7 4 1 - - - 12

2 3.2 2.5 1.5 - - - 7.2

3 6 2.5 0 - - - 8.5

Rataan 5.4 3 0.8 - - - 9.2

K TR 1 1.5 2 0 - - - 3.5

2 1.5 2 1.5 - - - 5

3 1.5 1.7 0 - - - 3.2

Rataan 1.5 1.9 0.5 - - - 3.9

K HO 1 4 - - - 4

2 4.5 - - - 4.5

3 - - - - - - -

Rataan 2.8 - - - 2.8

K LE 1 1 - - - 1

2 1.6 - - - - - 1.6

3 0.6 1 - - - 1.6

Rataan 1.1 0.3 - - - 1.4

(49)

Lampiran 12 Nilai uji lanjut Tukey diameter tangkai Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 0.7 abcd

K KPM 3 1.0 ab

K TR 3 0.4 abcd

K HO 3 0.3 bcd K LE 3 0.2 cd L KPC 3 0.9 abc L KPM 3 1.1 a

L TR 3 0.6 abcd

L HO 3 0.0 d

L LE 3 0.1 d

R KPC 3 0.6 abcd R KPM 3 0.6 abcd

R TR 3 0.3 bcd

R HO 3 0.1 cd

(50)

Lampiran 13 Rekapitulasi nilai Efisiensi Biologi

Perlakuan Ulangan Efisiensi Biologi (%)

(51)

3 0

Rataan 1.6

K KPC 1 10

2 10.7

3 37.5

Rataan 19.4

K KPM 1 16.4

2 16.3

3 14.9

Rataan 15.9

K TR 1 10.8

2 14.4

3 12.5

Rataan 12.6

K HO 1 20

2 20

3 0

Rataan 13.3

K LE 1 12.9

2 4.2

3 4

Rataan 7.0

(52)

Lampiran 14 Nilai uji lanjut Tukey Efisiensi Biologi

Perlakuan Ulangan (kali) Rataan (gram)

K KPC 3 19.4 b

K KPM 3 15.9 b

K TR 3 12.6 b

K HO 3 13.3 b K LE 3 7.0 b L KPC 3 31.6 b L KPM 3 27.4 b

L TR 3 31.4 b L HO 3 0.0 b L LE 3 4.3 b R KPC 3 103.1 a R KPM 3 143.2 a

(53)

Lampiran 15 Hasil analisis proksimat tubuh buah segar

No Kode Kadar air Abu Lemak Protein Serat

kasar Karbohidrat

TOTAL 60% 105% (%)

1 JB HO 92.98 92.09 11.20 0.86 0.08 1.54 0.53 4.01 2 SG HO 76.40 74.57 7.20 2.14 0.43 7.41 1.39 12.23

3 L HO - - - -

4 R HO 77.36 76.05 5.49 1.97 0.63 6.09 1.66 12.29 rataan 82.25 80.90 7.96 1.66 0.38 5.01 1.19 9.51

5 JB TR 94.39 94.11 4.69 0.66 0.16 1.09 0.33 3.37 6 SG TR 91.71 90.96 8.35 0.82 0.12 2.07 0.38 4.90 7 L TR 93.76 93.22 7.92 0.69 0.31 1.52 0.42 3.30 8 R TR 91.23 90.32 9.37 0.68 0.20 1.85 0.61 5.43 rataan 92.77 92.15 7.58 0.71 0.20 1.63 0.44 4.25

9 JB KPC 82.74 80.99 9.19 0.50 0.18 1.48 2.15 12.95 10 SG KPC 76.09 80.43 9.62 0.65 0.13 2.23 2.98 17.92 11 L KPC 83.49 82.49 5.69 0.49 0.03 1.36 1.69 12.94 12 R KPC 82.16 81.19 5.16 0.51 0.14 1.13 1.33 14.73 rataan 81.12 81.28 7.42 0.54 0.12 1.55 2.04 14.64 13 JB KPM 81.13 79.16 9.46 0.53 0.27 1.65 1.22 15.20 14 SG KPM 82.77 81.13 6.03 0.53 0.26 1.68 0.74 14.02 15 L KPM 81.46 80.37 5.56 0.52 0.06 1.47 1.21 15.28 16 R KPM 83.64 82.61 5.93 0.53 0.12 1.32 1.26 13.13 rataan 82.25 80.82 6.75 0.53 0.18 1.53 1.11 14.41

(54)

Lampiran 16 Hasil perhitungan analisis proksimat dalam 100 g jamur segar

No Kode

Berat

kering Abu Lemak Protein Serat

kasar Karbohidrat

(g) (%)

1 JB HO 7.02 12.25 1.14 21.94 7.55 57.12 2 SG HO 23.60 9.07 1.82 31.40 5.89 51.82 3 L HO

Gambar

Gambar 2 Nilai rata-rata efisiensi biologi pada tiap perlakuan
Tabel 5 Karakter morfologi jamur tertinggi pada tiap jenis isolat
Gambar 3 Perbedaan karakter morfologi dan pertumbuhan pada tiap jenis
Gambar 7 Kontaminan a)  Trichoderma spp. pada baglog b) Stemonitis sp. pada
+2

Referensi

Dokumen terkait