• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Fa/cataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Fa/cataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KULTIVASI EMPAT ISOLAT JAMUR TIRAM (

Pleurotus

)

PADA SUBSTRAT SENGON (

Falcataria moluccana

) DAN

JABON (

Anthocephalus cadamba

) SERTA ANALISIS

KOMPOSISI KIMIA JAMUR

FITRI ANDRIANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(3)

ABSTRAK

FITRI ANDRIANI. Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur. Dibimbing oleh ELIS NINA HERLIYANA dan HANIFAH NURYANI LIOE.

Salah satu alternatif media untuk kultivasi jamur tiram (Pleurotus sp.) adalah dengan menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai media tumbuh jamur. Ketersediaan serbuk gergajian kayu sengon (Falcataria moluccana L Nielsen) yang tidak merata, maka diperlukan alternatif serbuk gergajian lain, yaitu menggunakan serbuk gergajian kayu jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kultivasi jamur tiram menggunakan media serbuk gergajian kayu dari dua jenis kayu, yaitu sengon dan jabon. Tahapan dalam penelitian ini yaitu pembuatan substrat, pembibitan, perawatan dan pengamatan perkembangan jamur, serta analisis komposisi kimia jamur. Pada penelitian ini bobot per media baglog yaitu 250 g sebanyak tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis P. ostreatus var. Floridae TR pada baglog sengon menghasilkan total bobot basah tubuh buah paling tinggi yaitu 47.7 g. Nilai efisiensi biologi (EB) pada perlakuan baglog sengon dengan jenis P. ostreatus var. Floridae TR hampir dua kali lebih besar dibanding EB pada perlakuan baglog jabon dengan jenis jamur yang sama. Serbuk gergajian jabon memiliki potensi untuk media kultivasi jamur tiram sehingga dapat menjadi alternatif pengganti serbuk gergajian kayu sengon. Jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi karena mengandung protein di atas 20% basis kering dan karbohidrat yang sebagian besar merupakan β-glukan di atas 20% basis kering. Kandungan vitamin B3 jamur tiram putih sebesar 282.28 mg/100g, sedangkan vitamin D-nya tidak terdeteksi. Kandungan β-glukan tertinggi terdapat pada P. ostreatus var. Floridae TR sebesar 32.35 g/100g (32.35%) jamur kering. Komponen β-glukan pada Pleurotus sp. dapat dimanfaatkan sebagai suplemen makanan yang telah dikenal berfungsi sebagai prebiotik, tumor, anti-oksidatif, anti-inflamasi, dan imunomodulasi.

(4)

ABSTRACT

FITRI ANDRIANI. Cultivation of Four Oyster Mushroom (Pleurotus) Isolates on Sengon (Falcataria moluccana) and Jabon (Anthocephalus cadamba) Substrate and the Analysis of its Mushroom Chemical Composition. Supervised by ELIS NINA HERLIYANA and HANIFAH NURYANI LIOE.

One of alternative media for oyster mushroom (Pleurotus sp.) cultivation is using wood sawdust. This research was aimed to analize the potency of oyster mushroom cultivation using sawdust media from two species which are Sengon (Falcataria moluccana) and Jabon (Anthocephalus cadamba). The result showed that total wet mass of mushroom in the sengon baglog species code P. ostreatus var. Floridae TR was 47.7 g. Biology efficiency (BE) on the Sengon baglog coded P. ostreatus var. Floridae TR was higher than Jabon baglog coded EB with the same mushroom species. In this research, the weight of baglog media was 250 g with three repetitions. Jabon baglog has a potency as cultivation media for oyster mushroom so it could be utilized to subtitute Sengon baglog. Oyster mushroom is nutritions food containing protein more than 20% dry basis and functional carbohydrate (β-glucan more than 20%). The content of vitamin B3 in oyster mushroom was 282.28 mg/100g, while for vitamin D was not detected. The highest β-glucan content was in the oyster mushroom coded P. ostreatus var. Floridae TR 32.35 g/100g dried mushroom. β-Glucan in Pleurotus sp has been commonly used as a food suplement for prebiotic, tumor, oxidant, anti-inflammation and imunomodulation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

KULTIVASI EMPAT ISOLAT JAMUR TIRAM (

Pleurotus

)

PADA SUBSTRAT SENGON (

Falcataria moluccana

) DAN

JABON (

Anthocephalus cadamba

) SERTA ANALISIS

KOMPOSISI KIMIA JAMUR

FITRI ANDRIANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 hingga September 2014 ini ialah jamur, dengan judul Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi dan Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing, membantu, mengarahkan, dan memberi saran. Ucapan terima kasih penulis berikan pula kepada Bapak Engkus yang banyak membantu dalam proses berjalannya penelitian, staf Laboratorium Penyakit Hutan Ibu Tutyn Suryatin, BScF, Ai Rosah Aisah, S Hut MSi, dan Bu Encah. Kepada seluruh staf PT Saraswanti Indo Genetech (SIG) dan Laboratorium Jasa Analisis Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan penulis ucapkan terima kasih atas jasanya.

Ucapan terima kasih penulis kepada beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan dukungan secara finansial dan dukungan moral kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Aden Hidayat dan Ibu Ayi Koswara yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh cinta kasih sayang, Eva Mulyani, Rusli fadly, Agus Wahyudi serta kepada seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Risma Anggraini yang telah menjadi rekan dan membantu selama penelitian berlangsung hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada M Iqbal Maulana,Vivi Wiedayanti, Ersya Mulya Ningrum, Karina Demastiti, Roisatuz Zakiyah, dan Sulistiowati telah banyak direpotkan baik untuk soal akomodasi selama penelitian, telah menemani, memberikan dorongan, dan terus menyemangati untuk segera menyelesaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman Silvikultur 48 atas kebersamaan, semangat, dan bantuannya dalam berbagai hal.

Penulis ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak yang mungkin tidak disebutkan, yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian dan dalam menyusun karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram 5

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis 8

Hasil Analisis Komposisi Kimia 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi perlakuan 3

2 Fase vegetatif, fase reproduktif, dan jumlah panen jamur tiram 6

3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah jamur tiram 7

4 Perbandingan nilai EB jamur tiram 7

5 Kondisi optimal karakter reproduktif jenis jamur tiram 8

6 Kondisi optimal karakter morfologi jenis jamur tiram 11

7 Hasil analisis komposisi kimia jamur tiram per g/100g jamur kering 12

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata diameter tudung buah 9

2 Rata-rata panjang tangkai 9

3 Rata-rata diameter tangkai 10

4 Rata-rata jumlah tangkai 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Suhu dan kelembaban fase vegetative 16 2 Suhu dan Kelembaban fase generatif ... 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan menyimpan banyak jenis jamur yang tumbuh secara alami. Beberapa jenis jamur tidak beracun dan dapat dimakan oleh manusia. Menurut Suriawiria (2002), jamur memiliki potensi yang sangat tinggi di bidang pertanian, kehutanan, industri, lingkungan, bahan makan, dan sebagai bahan berkhasiat obat. Berbagai jenis jamur kayu, termasuk jamur tiram, telah banyak dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahannya.

Jamur Pleurotus diklasifikasikan oleh beberapa peneliti, menurut Alexopoulos et al. (1996) dan Chang and Miles et al. (1989) dalam Herliyana (2014) ke dalam Kingdom Fungi, Filum Basidiomycota, Subfilum Agarimycotina, Kelas Agaricomycetes, Subkelas Agaricomycetidae, Ordo Agaricales, Famili Pleurotaceae, Genus Pleurotus, Spesies Pleurotus ostreatus. Jamur tiram mempunyai karakteristik hifa yang bersekat, membentuk tubuh buah, membentuk sambungan apit (clamp connection) dan berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Reproduksi dicirikan oleh adanya peleburan dua inti dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami dan meiosis. Alat kelamin jantan dan betina tidak dapat dibedakan (Kaul 1997 dalam Febianti 2015). Jamur tiram merupakan salah satu jamur pelapuk kayu yang mengandung kandungan β-glukan yang tinggi yaitu sebesar 6.7 g/100 g, atau 6.7% dari berat basah tubuh buah, yang memiliki anti-tumor, anti-oksidatif, kegiatan anti-inflamasi dan imunomodulasi (Febianti 2014).

Budidaya atau kultivasi jamur di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik, karena kondisi alam dan lingkungan di Indonesia sangat mendukung untuk kultivasi jamur (Jaelani 2008 dalam Mahmud 2014). Menurut data FAO Statistics dalam Achmad (2012), negara importir jamur di dunia, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Jerman dan Belanda. Bahkan Indonesia (2009) ternyata masih mengimpor jamur sebanyak 879 ton, maka perlu adanya peningkatan jumlah produksi jamur tiram untuk memenuhi kebutuhan jamur terutama di dalam negeri.

Kayu sengon (Falcataria moluccana L. Nielsen) merupakan kayu daun lebar yang mempunyai warna kayu teras hampir putih sampai coklat muda dan warna kayu gubalnya tidak berbeda dengan warna kayu terasnya, mempunyai tekstur kayu yang agak kasar dan merata, dan keawetanyya digolongkan sebagai kayu kelas IV-V (Martawijaya et al. 1989). Media tanam yang umumnya digunakan untuk budidaya jamur tiram adalah serbuk gergajian kayu sengon yang diketahui untuk penanaman jamur tiram (Syafiih 2015). Kayu jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) termasuk kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai terang, dan termasuk dalam kelas awet V.

(12)

2

semakin banyaknya masyarakat yang menanam jabon secara luas, namun belum diketahui potensinya untuk media jamur tiram.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini menganilisis potensi kultivasi empat isolat jamur tiram yaitu tiram putih TR (Pleurotus ostreatus var. floridae), tiram biru TB (Pleurotus ostreatus var. colombinus), tiram pink EB9 (Pleurotus djamor), dan tiram abu-abu HO (Pleurotus ostreatus) menggunakan serbuk gergajian kayu sengon dan serbuk gergajian kayu jabon. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis komposisi kimia tubuh buah jamur tiram.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kultivasi jamur tiram menggunakan baglog dan komposisi kimia tubuh buah jamur tiram. Informasi ini diharapkan dapat mendorong pengembangan kultivasi jamur tiram Indonesia.

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilakukan selama 4 bulan, yaitu pada bulan Mei 2014 – September 2014. Lokasi penelitian yaitu Kumbung Jamur Hegarmanah, Gunung Batu, Bogor, dan Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah LAF (Laminar Air Flow), bunsen, kompor, thermometer dry and wet, oven, botol, plastik polypropylene (PP), sudip, rak, tali rapia, wadah, sprayer, ember, pengaduk, spidol permanen, alat penyiram, timbangan analitik, kertas pH indikator, label, penggaris, pisau, gelas ukur, sekop, gunting, alat tulis, alat hitung, kamera, drum besar, karet gelang, cincin baglog, kapas, software Ms. Word, Ms. Excel, dan tally sheet. Seperangkat alat analisis proksimat (alat destruksi dan destilasi Kjeldahl, oven tanur, dan alat ekstraksi Soxhlet) di laboratorium PAU-IPB. Alat analisis β-glukan (spektrofotometer) di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (LDITP-IPB). Alat analisis vitamin B3 dan D (HPLC) di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech-Bogor.

(13)

3

Perlakuan

Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis substrat yang digunakan adalah serbuk gergajian kayu jabon (JB) dan serbuk gergajian kayu sengon (SG). Jenis isolat yang digunakan adalah tiram putih (P. ostreatus var. floridae TR), tiram biru (P. ostreatus var. colombinus TB), tiram pink (P. Djamor EB9), dan tiram abu-abu asal Hongkong (P. ostreatus HO). Keempat isolat tersebut adalah koleksi Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi di Laboratorium patologi hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan-IPB.

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu.

Prosedur Penelitian

Pengamatan Fase Vegetatif dan Reproduktif

Pembuatan Media. Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan komposisinya. Perbandingan komposisi media baku adalah 82.5% sebuk gergaji sengon, 15% dedak padi, 1.5% gips (CaSO4), 1% kapur (CaCO3) dan air secukupnya (Herliyana et al. 2008). Bahan-bahan tersebut disebut substrat sengon baru (SSB). Pada penelitian ini, bobot per media baglog yaitu 250 g sebanyak 3 ulangan. Bahan-bahan tersebut dicampur sesuai komposisinya, diaduk hingga rata dan tidak ada bahan yang menggumpal. Kemudian ditambahkan air yang sudah diberi molase sebanyak 10%. Air ditambahkan ke dalam campuran bahan-bahan secukupnya, hingga kelembaban media mencapai lebih kurang 50%. Bahan yang sudah tercampur kemudian dikomposkan selama satu hari. Selanjutnya, bahan-bahan tersebut dibuat menjadi baglog atau dikemas dengan plastik PP. Baglog adalah substrat jamur dalam kantung, merupakan modifikasi dari budidaya jamur dengan log kayu. Pada mulut baglog diberi cincin dan kapas, ditutup dengan kertas, kemudian diikat dengan karet gelang. Media baglog selanjutnya dikukus dalam drum untuk pasteurisasi selama 8 jam, dalam suhu 80˚ - 100˚C.

(14)

4

Perawatan dan Pengamatan. Baglog jamur tiram disimpan dalam ruang inkubasi selama fase vegetatif, dan dalam kumbung jamur selama fase reproduktif. Kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban diamati dan dicatat saat pagi, siang dan sore hari. Pemeliharaan berupa baglog disiram dengan sprayer pada pagi dan sore hari, dibersihkan dari debu dan kotoran, serta baglog yang terkontaminasi dibuang. Pengamatan dilakukan selama fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif diamati dari saat hari pertama inkubasi hingga seluruh baglog penuh oleh miselium atau full growth mycelium. Pengukuran yang dilakukan adalah tinggi miselium, lama fase vegetatif, serta hama dan penyakit yang menyerang. Fase reproduktif diamati dari sejak baglog dibuka untuk pertumbuhan tubuh buah hingga panen terakhir. Pengukuran yang dilakukan adalah hasil panen berupa total bobot basah, nilai Efisiensi Biologi (EB), diameter tudung buah, jumlah tangkai, panjang tangkai buah, diameter tangkai buah, jumlah panen, serta lama fase reproduktif. Jika nilai EB adalah 100% berarti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot kering substrat (Madan et al. 1987).

Untuk mengukur nilai efisiensi biologi (EB) digunakan rumus :

EB = bobot basah tubuh buah jamur segar X 100% (Madan et al. 1987) Bobot kering substrat

Analisis Komposisi Kimia (Gizi, Bioaktif) Tubuh Buah Jamur Tiram

Analisis komposisi kimia tubuh buah jamur tiram dilakukan di PT Saraswanti Indo Genetech (SIG) dan di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB (LDITP-IPB).

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram

Fase Vegetatif dan Fase Reproduktif

Jamur tiram memiliki dua fase hidup, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif adalah waktu inokulasi sampai kantong penuh dengan miselium (full growth misellium). Fase reproduktif adalah setelah selesai fase vegetatif sampai dengan jamur muncul tubuh buah (Herliyana et al. 2008). Pertumbuhan miselium merupakan hasil perpaduan dari hifa dan asosiasi antara hifa dengan substrat (Chang dan Miles 2004). Fase vegetatif jamur tiram rata-rata berlangsung 3–20 hari. Hampir semua jenis jamur tiram pada baglog jabon (18 hari) mempunyai fase vegetatif lebih cepat dibanding baglog sengon. Perlakuan paling lama yaitu pada jenis jamur tiram putih dengan baglog yang berasal dari serbuk sengon, yaitu 22 hari. Perbedaan waktu tersebut diduga karena pengaruh ukuran media baglog, walaupun berat setiap baglog sama tetapi tinggi dari masing-masing baglog berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh kadar air pada substrat. Media yang dibuat dari serbuk gergajian jabon lebih lembab atau memiliki kadar air lebih tinggi dibanding dengan media yang dibuat dari serbuk gergajian kayu sengon.

Setiap fase pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu suhu, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya (Suriawiria 2002) dalam Febianti (2014). Pada saat pertumbuhan miselium, jamur tidak memerlukan cahaya (Sunarmi dan Saparinto 2013), maka ruang inkubasi dibuat tertutup. Suhu ruang tumbuh (fase reproduktif) saat penelitian berkisar antara 26–31˚C dan kelembaban 60–91%, sedangkan pada ruang tumbuh vegetatif suhu berkisar antara 26–30°C dan kelembaban 49–80%. Selama fase vegetatif jamur tiram memerlukan suhu antara 24–29˚C, kelembaban 90–100%, dan cahaya 500–1000 lux (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Jamur tiram tumbuh pada kisaran suhu 10–40°C dengan pertumbuhan optimum pada kisaran suhu 25–35°C (Syafiih 2015). Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10% (Achmad et al. 2011)

Menurut Suriawiria (2002), waktu yang diperlukan untuk tiap stadium atau tingkatan daur hidup jamur bervariasi, tergantung pada bentuk dan sifat media atau substrat tempat tumbuh, lingkungan (fisik, kimia, dan biologi), dan jenis atau strain jamur. Dalam keadaan normal, waktu yang diperlukan dari miselium sampai terbentuk tubuh buah rata-rata satu sampai dua bulan. Variabel pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi kemampuan jamur dalam tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif (Nurul 2013).

(16)

6

Tabel 2 Fase vegetatif, fase reproduktif, dan jumlah panen jamur tiram Perlakuan

Keterangan: I, II, III, IV,V,VI = panen ke-...; Fase vegetatif: terhitung mulai inokulasi bibit sampai kolonisasi penuh; *=tidak ada panen lagi. JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu. Angka dalam kurung merupakan ulangan.

Lama total fase reproduktif tiap perlakuan bervariasi selama 92 hari. Perlakuan yang paling lama fase reproduktifnya (92 hari) adalah pada perlakuan SG TR [1], yaitu dengan komposisi baglog sengon dan bibit jamur tiram putih. Jumlah panen paling banyak yaitu pada perlakuan SG TR (3) sebanyak 6 kali (Tabel 1).

(17)

7 semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya nutrisi dalam baglog (Febianti 2014).

Tabel 3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah jamur tiram Perlakuan

Bobot total panen per kantong

substrat (gram) Bobot totalpanen dari

3 ulangan (gram)

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu.

Nilai efisiensi biologi merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan satu- satuan media untuk menghasilkan satuan berat tubuh buah jamur (Widiastuti dan Panji 2008). Nilai Efisiensi Biologi dapat dihitung berdasarkan bobot total panen jamur yang dihasilkan dibagi bobot kering media baglog (Chang 1982 dalam Kartika 1992). Hasil analisis menunjukkan perlakuan pada JB TR memiliki nilai EB rata-rata paling besar dengan nilai 59.2 % (Tabel 4). Nilai EB rata-rata paling kecil adalah pada perlakuan SG HO dengan nilai 9.98 % diduga karena ada beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan menurut Suriawiria (2002) tiap fase pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu, suhu, kelembaban relatif, waktu kandungan CO2, dan cahaya. Pada saat dilakukan penelitian yaitu pada bulan Mei sampai September masuk bulan kering sehingga baik suhu dan kelembabannya kurang. Selain itu faktor isolat pun mempengaruhi karena isolat yang tidak pernah dirawat atau terlalu lama disimpan bisa mempengaruhi hasil panen jamur.

Tabel 4 Perbandingan nilai EB jamur tiram Perlakuan

(18)

8

Tabel 5 Kondisi optimal karakter reproduktif jenis jamur tiram

Perlakuan

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu.

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis

Menurut Chang dan Miles (1989), jamur tiram putih (P. ostreatus) memiliki ciri-ciri tubuh buah berwarna putih atau putih kekuningan, tudung buah atau pileus berbentuk seperti tiram dengan bagian atas lebih lebar, bagian bawah agak runcing, dan bentuknya seperti lidah. pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan seperti insang (gills), ada yang bertangkai dan ada pula yang tidak/pendek, serta penempelan tangkai biasanya tidak tepat di tengah melainkan menyamping. Warna tudung buah jamur tiram putih bergantung pada intensitas cahaya, jika intensitasnya rendah maka warna tudungnya akan menjadi pucat (Chang dan Miles 2004).

Menurut Herliyana (2007) jamur P. djamor EB9 mempunyai ciri-ciri tudung seperti tiram, bentuk kipas,warna merah muda (pink)-putih keruh, tekstur daging lunak, tebal dan bergelombang, dan jejak spora berwarna merah muda, diameter terkecil – terbesar 1.4–2.8cm dan 3–4 cm, panjang tangkai 1.45–2 cm, diameter tangkai 0.38–1.2 cm. Jamur tiram biru P. ostreatus var.colombinus memiliki ciri-ciri mirip dengan jamur tiram lainnya hanya ketika tudung buah berukuran kecil warna biru keabuan.

Rata-rata Diameter Tudung Jamur

(19)

9

Gambar 1 Rata-rata diameter tudung buah. Rata-rata Panjang Tangkai Jamur

Menurut Djarijah dan Djarijah (2001), tangkai Pleurotus sp. berkisar antara 2-6 cm. Kisaran tersebut sesuai dengan hasil pengukuran penelitian terhadap panjang tangkai tertinggi memiliki rata-rata 5.3 cm perlakuan (SG HO) dan terendah 1.7 cm perlakuan (JB EB9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maulana (2012) bahwa panjang tangkai jamur berkisar antara 3-10 cm.

Gambar 2 Rata-rata panjang tangkai.

TR= Tiram putih TB= Tiram biru EB9= Tiram pink HO= Tiram abu-abu TRM= Tiram minimal TBM= Tiram biru minimal EB9M= Tiram pink minimal HOM= Tiram HO minimal

(20)

10

Rata-rata Diameter Tangkai Jamur

Lebar tangkai tertinggi memiliki rata-rata 3.1 cm (SG EB9) dan terendah 1.3 cm (SG TB ).

Gambar 3 Rata-rata diameter tangkai. Jumlah Tangkai Jamur

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada P.ostreatus HO mempunyai jumlah tangkai tertinggi memiliki rata-rata 31.0. Keberhasilan budidaya Pleurotus sp. dalam pertumbuhan ditentukan oleh kualitas media tanam, proses budidaya, faktor lingkungan dan kualitas bibit yang digunakan. Selain itu, faktor lain seperti persiapan bahan baku media termasuk kualitas serbuk kayu yang akan digunakan, pencampuran bahan-bahan tambahan, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman hingga penanganan pada saat masa panen dan pascapanen juga mempengarahui keberhasilan (Kushendraini 2003). Pada pertumbuhan dan perkembangan Pleurotus sp. dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, kandungan O2 dan CO2, imbangan C/N, mineral jumlah substrat dan populasi awal inokulum. Produktivitas jamur dapat dilihat dari parameter rata-rata diameter tudung buah, rata intensitas periode panen, rata total bobot segar badan buah, dan rata-rata masa panen (Alan et al. 2013).

(21)

11

Gambar 4 Rata-rata jumlah tangkai. Tabel 6 Kondisi optimal karakter morfologi jenis jamur tiram

Perlakuan Rata-rata

diameter tudung jamur

(cm)

Rata-rata panjang tangkai

jamur (cm)

Rata-rata diameter tangkai (cm)

Rata-rata jumlah tangkai

TR JB (7.3) SG (4.3) SG (1.9) JB (9.4)

TB SG (8.1) SG (3.4) JB (2.5) SG (9.3)

EB9 SG (7.8) SG (2.2) SG (3.1) JB (14.3)

HO JB (10.0) SG (5.3) JB (2.8) JB (31.0)

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu.

Hasil Analisis Komposisi Kimia

Jamur tiram memiliki kandungan nutrisi yang berguna bagi manusia. Menurut Chang dan Buswell (1996), bahwa jamur pangan tidak hanya lezat, tetapi juga berkhasiat karena kandungan nutrisi yang tinggi dan mempunyai khasiat obat seperti anti kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan anti diabetes. Jamur tiram bermanfaat untuk menekan kolesterol jahat dalam darah, menyerap kelebihan kadar gula dalam darah dan menyeimbangkan metabolisme tubuh (suriawiria 1986).

Untuk mengetahui nutrisi dalam jamur tiram, maka dilakukan analisis komposisi kimia. Komposisi kimia jamur tiram terdiri atas komposisi proksimat (kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat, dan serat kasar), vitamin tidak larut air (vitamin D), vitamin larut air (vitamin B3), dan β-glukan. Hasil analisis komposisi kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

(22)

12

Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia jamur tiram per g/100g jamur kering*

Jenis

*Hasil analisis merupakan rata-rata dari dua ulangan analisis; **TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu; ***ND, not detected,tidak terdeteksi

Analisis komposisi kimia keempat jamur tiram menunjukkan bahwa kadar air yang tinggi terdapat pada P. djamor EB9 10.44 g/100g (10.44 %) diikuti oleh kadar abu paling tinggi yaitu P. ostreatus var. Floridae TR 9.75% sesuai dengan pernyataan Mutakin (2006) yaitu kadar abu pada P. ostreatus 6.1–9.8 %. Kadar protein paling tinggi dimiliki oleh jenis P. ostreatus var. Floridae TR 26.46% hasil ini sesuai dengan penelitian Syafiih (2015) jamur tiram putih mengandung protein sebesar 19–35%, lebih tinggi daripada yang dipaparkan oleh Febianti (2014), yaitu 2.7%. Hal ini dikarenakan dalam penelitian Febianti (2014) media yang digunakan adalah limbah substrat jamur sedangkan pada penelitian ini yang digunakan adalah media yang masih baru. Kadar lemak paling tinggi diperoleh pada P. ostreatus var. Floridae TR yaitu sebesar 2.41%. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding yang dipaparkan oleh Mutakin (2006), yaitu 1.6–2.2%. Serat kasar tertinggi terdapat pada jenis P. djamor EB9 8.05%, sedangkan karbohidrat tertinggi terdapat pada jenis P. ostreatus HO 49.99%. Kandungan vitamin B3 pada P. ostreatus var. Floridae TR yaitu 282.28 mg/100g, sedangkan untuk vitamin D tidak terdeteksi (ND = not detected) (Tabel 7). Dengan demikian, jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi karena mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Jamur mengandung karbohidrat jenis β-glukan diatas 20% basis kering.

Kandungan senyawa aktif jamur tiram berupa β-glukan. β-glukan merupakan serat pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam pencernaan manusia (Kassie et al. 2008), namun dapat dicerna oleh mikroorganisme dalam kolon manusia sehingga disebut prebiotik. suatu jenis polisakarida rantai panjang yang banyak terdapat pada dinding sel fungi, ragi, beberapa bakteri dan tanaman (Brown dan Gordon 2003 dalam Maji et al. 2013). Senyawa β-glukan pada Pleurotus sp. telah banyak digunakan sebagai suplemen makanan, salah satunya sebagai prebiotik (Synytsya et al. 2009 dalam Anisah (2014). Disebutkan oleh FDA dalam Widyastuti et al. (2011) dan Chang et al. (1996) bahwa β-glukan memiliki fungsi sebagai anti-tumor, anti-oksidatif, anti-inflamasi, dan imunomodulasi.

(23)

13 secara umum adalah 12%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian, kadar β -glukan dalam jamur tiram lebih besar daripada kadar β-glukan pada gandum barley dan gandum oat apabila dihitung pada kadar air yang sama. Dengan demikian jamur tiram putih berpotensi sebagai sumber β-glukan. Untuk keperluan ini β-glukan dapat di isolasi dari jamur Pleurotus seperti yang diteliti oleh Noor (2010) dan Maji et al. (2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menggunakan 2 jenis media (serbuk gergajian kayu sengon dan serbuk gergajian kayu jabon) serta 4 jenis jamur ( tiram putih, tiram pink, tiram biru, dan tiram abu-abu) menunjukkan bahwa hasil total bobot basah tubuh buah dan nilai Efisiensi biologi (EB) paling tinggi pada baglog sengon, jamur jenis P. ostreatus var. floridae 47.4 g dan nilai EB 41.9%. Perlakuan paling cepat fase vegetatifnya adalah pada baglog jabon dengan jenis jamur P. ostreatus var. floridae , P. ostreatus var. colombinus, dan P. djamor yaitu 18 hari. Rata-rata diameter tudung jamur dan jumlah tangkai tertinggi yaitu 10.0 cm dan 31.0 pada jenis P. ostreatus pada baglog jabon. Baglog jabon memiliki potensi untuk media kultivasi jamur tiram sehingga dapat menjadi alternatif pengganti serbuk gergaji kayu sengon. Jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi karena mengandung protein di atas 20% basis kering dan bahan pangan fungsional karena mengandung β-glukan di atas 20% basis kering. Kandungan vitamin larut air B3 juga relatif tinggi (282.28 mg/100g), sedangkan vitamin larut lemak D tidak terdeteksi. Kandungan β-glukan tertinggi yaitu terdapat pada tiram jenis P. ostreatus var. floridae sebesar 32.35 g/100g (32.35%) jamur kering dengan kadar air 7%.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam kultivasi jamur tiram. Perlu penenlitian lebih lanjut untuk lebih mengetahui pengaruh media terhadap pertumbuhan jamur tiram. Diperlukan waktu pengamatan penelitian lebih lama untuk selanjutnya, agar dapat melakukan panen lebih banyak sehingga terlihat jelas pengaruh terhadap media tanam. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk jenis media dari kayu yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

14

[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method 966.16: Sodium in fruits and fruit products. Di dalam: Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2. Flame spectrophotometric method. Maryland (US) : AOAC International. Chapt 37 hlm 8.

[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method 986.25: Proximate analysis of milk-based infant formula. Di dalam: Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2.Maryland (US) : AOAC International. Chapt 50 hlm 18.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu sengon dan bagas tebu. J. produksi Tanaman. 1(2):17-24.

Alexopoulus CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introductory Mycology, Ed ke-4. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Ana AF. 2014. Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair Terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Chang ST, Buswell JA. Mushroom Nutraceuticals. 1996. J. Microbiology and Biotechnology. 12(4):73-76.

Chang ST, Miles PG. 2004. Mushrooms: Cultivation, Nutritional Value, Medicinal Effect, and Environmental Impact. Florida (US): CRC Press. Chang ST, Miles PG. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. Florida (US): CRC Press.

Dickin E, Steele K, Frost G, Edward-Jones G, Wright D. 2011. Effect of genotype, environment and agronomic management on β-glucan concentration of naked barley grain intended for health food use. J. of Cereal Science. 54(1):44-52.doi: 10.106/j.jcs.2011.02.009.

Djarijah NM & Djarijah AS. 2001. Jamur Tiram Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Febianti M. 2014. Pemanfaatan Limbah Substrat Jamur Tiram dan Penambahan Sumber Nutrisis Pada Budidaya Jamur Tiram Putih [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Herliyana EN. 2014. Biodiversitas Cendawan dan Potensinya di Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr.

Herliyana EN, D. Nandika, Ahmad, LL. Sudirman, AB. Witarto. 2008. Biodegradasi substrat gergajian kayu sengon oleh jamur kelompok Pleurotus asal Bogor. J. Trop. Wood Sci. Tecnol. 6(2):75–84.

Herliyana EN. 2007. Potensi Ligninolitik Jamur Pelapuk Kayu Kelompok Pleurotus [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(25)

15 jagung [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kushendrarini P. 2003. Analisis budidaya untuk peningkatan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Lee S, Inglett GE, Palmquist D, Warner K. 2009. Flavor and texture attributes of foods containing β-glucan-rich hydrocolloids from oats. LWT – Food Science and Technology. 42(1):350–357.doi: 10.106/j.lwt.2008.04.004. Madan M, Vasudevan P, Sarma S. 1987. Cultivation of Pleurotus sajor-saju on

Different Wastes. J Biological Wastes 22:241–250.

Mahmud AA. 2014. Analisis kultivasi jamur kuping (Auricularia sp.) pada log kayu dan ranting sengon, jabon dan jati [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Maji PK, Sen IK, Devi KSP, Maiti TK, Sikdar SR, Islam SS. 2013. Structural characterization of a biologically active glucan isolated from a hybrid mushroom strain pfle I v of Pleurotus florida and Lentinula edodes. Bioactive Carbohydrates and Dietary Fibre. 2:73-83.doi:10.1016/j.bcdf.2013.09.002.

Maulana ESY. 2012. Panen Jamur Tiap Musim Panduan Lengkap Bisnis dan Budi Daya Jamur Tiram. Yogyakarta: lily Publisher

Megazyme. 2008. Mushroom and yeast beta-glucan assay procedure K-YBGL 04/2008. Ir: Megazyme International Ireland Ltd.

Mutakin J. 2006. Uji kultivasi dan efisiensi biologi jamur tiram (Pleurotus spp.) liar dan budidaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Noor I. 2010. Isolasi dan karakterisasi β-Glukan dari tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan metode spektroskopi UV-Visibel dan FITR [skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Syarif Hidayatullah.

Nurul H, Lilik S, Ellis N. 2013.Studi pertumbuhan dan hasil produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh jerami padi dan serbuk gergaji. J. Produksi Tanaman. 1(1):47–53.

Suriawiria U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Syafiih A. 2015. Efektivitas media kultur dengan penambahan serbuk gergajian

dan sumber nutrisi terhadap pertumbuhan miselia Pleurotus ostreatus [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Widiastuti H, Gunawan AW. 1991. Pemanfaatan limbah pabrik kertas sebagai campuran medium dalam budidaya jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Seminar Ilmiah dan Kongres Biologi Nasional X; 1991 Sep 24-26; Bogor, Indonesia.

Widiastuti H, Panji T. 2008. Produksi dan kualitas jamr tiram (Pleurotus ostreatus) pada beberapa konsentrasi limbah sludge pabrik kertas. Menara Perkebunan. 76(2):104-106.

(26)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Suhu dan kelembaban fase vegetative

No Suhu °C Kelembaban %

1 27 70

2 29 54

3 29 54

4 30 68

5 30 54

6 30 60

7 30 64

(27)

17

Lampiran 2 Suhu dan Kelembaban fase generatif

No

Pagi Siang Sore

Suhu °C Kelembaban

% Suhu °C

Kelembaban

% Suhu °C

Kelembaban %

1 29 85 30 70 29 67

2 28 86 30 70 30 68

3 28 89 30 49 29 73

4 27 62 31 64 30 72

5 29 74 31 54 31 68

6 29 56 30 68 29 79

7 29 75 31 70 26 84

(28)

18

Lampiran 3 Dokumentasi 4 jenis jamur

Tiram biru Tiram pink

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang tanggal 24 Maret 1994 dari pasangan Bapak Aden Hidayat dan Ibu Ayi Koswara. Anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Pandeglang. Pada tahun 2011 melanjutkan di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, melalui jalur (SNMPTN).

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam organisasi kampus dan kepanitiaan. Kepanitiaan yang pernah diikuti yaitupanitia Masa Perkenalan Departemen Silvikultur (2013), panitia Silvikultur Cup (2014), panitia Tree Grower Community in Action (2013) dan (2014), panitia Bina Corps Rimbawan (2013), panitia Ekspedisi Flora dan Studi Ilmiah (2014). Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Profesi Tree Grower Community (2011-2014), Rumah Harapan BEM KM IPB (2012-2013), sebagai bendahara dari lembaga struktural Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet Fakultas Kehutanan IPB, dan penyiar di Agri FM IPB.

Penulis mengikuti beberapa praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Papandayan-Sancang Timur pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2014, dan Praktek Kerja Profesi pada tahun 2015.

Gambar

Tabel 2  Fase vegetatif, fase reproduktif, dan jumlah panen jamur tiram
Tabel 3  Nilai rata-rata total panen tubuh buah jamur tiram
Gambar 3 Rata-rata diameter tangkai.
Gambar 4 Rata-rata jumlah tangkai.

Referensi

Dokumen terkait

hal negatif yang saya dapatkan adalah saya tidak berkonsentrasi dalam pembelajaran karena masih dalam keadaan mengantuk yang sebabkan saya kurang tidur dan kurang darah, hal

untuk mengetahui Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance yang terdiri dari Ukuran Dewan Direksi, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial,

Berdasarkan hasil validasi yang melibatkan empat validator, yakni ahli pembelajaran, ahli asesmen, dan dua praktisi menunjukan bahwa asesmen penugasan menulis teks

Tujuan selanjutnya yaitu melakukan re-design pada mesin eksiting dengan melihat aspek kemudahan dalam perakitan atau pembongkaran , menggunakan metode Boothroyd

Dari pernyataan informan di atas dapat diuraikan bahwa apakah sarana dan prasarana dapat membantu dalam meningkatkan kinerja layanan di perpustakaanmerasa

Hasil analisis absolute lateral static menunjukkan pipa bawah laut tidak stabil secara lateral pada kondisi instalasi dan operasi karena berat terendam aktual lebih kecil dari

Berdasarkan hasil analisis, alternatif metode perbaikan/perkuatan struktur dapat dilakukan dengan metode perkuatan concrete jacketing menggunakan mutu beton pembungkus 20,97

Setelah dilakukan kajian secara mendalam, hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pendidik menurut al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 1-10 dalam tafsir al-Misbah dan