• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) di Indonesia periode tahun 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) di Indonesia periode tahun 2011-2013"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)

DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2011-2013

AHMAD FAUZI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia Periode Tahun 2011-2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AHMAD FAUZI. Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia Periode Tahun 2011-2013. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan RANTI WILIASIH.

Efisiensi merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja lembaga keuangan, termasuk BPRS dalam beroperasi mengelola input dan menghasilkan output. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nilai efisiensi BPRS di Indonesia dengan menggunakan metode stochastic frontier approach (SFA) dan konsep efisiensi keuntungan alternatif. Pemilihan konsep efisiensi keuntungan alternatif ditetapkan karena jenis pasar yang dihadapi BPRS diasumsikan dalam bentuk imperfect market dan adanya pengaruh perbedaan lokasi operasional. Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi 33 BPRS selama tahun 2011-2013. Hasil penelitian menunjukkan nilai efisiensi secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata yang kecil. Efisiensi rata-rata yang dihasilkan BPRS dari tahun 2011-2013 adalah 0.331, dengan nilai tertinggi sebesar 0.939 dan nilai terendah 0.008. Faktor lokasi operasional memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan yang dihasilkan BPRS di daerah yang memiliki pendapatan per kapita relatif tinggi dan berpengaruh positif terhadap BPRS di daerah yang pendapatan per kapita lebih rendah.

Kata kunci: Efisiensi, keuntungan alternatif, pendapatan per kapita, SFA

ABSTRACT

AHMAD FAUZI. Efficiency of the Islamic Rural Bank (BPRS) in Indonesia in Period 2011-2013. Supervised by SRI HARTOYO and RANTI WILIASIH. Efficiency is one of the parameters to measure the performance of financial institutions, including the Islamic Rural Bank (BPRS) in managing operational input and producing output. This study aims to identify the efficiency of BPRS in Indonesia by using stochastic frontier approach (SFA) with alternative profit efficiency concept. Alternative profit efficiency concept assumes that market type of Islamic rural bank is imperfect market and there is effect of differences in operational locations. This study measures the efficiensy level of 33 BPRS in 2011-2013. The results show that average value of efficiency is low. The average value of efficiency of BPRS from 2011-2013 is 0.331, with the highest value is 0.939 and the lowest value is 0.008. Location factor has negative effect on profit of BPRS in the location that has relatively high income per capita and has positive effect on profit of BPRS in the location that has lower income per capita.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

EFISIENSI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)

DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2011-2013

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia Periode Tahun 2011-2013

Nama : Ahmad Fauzi

NIM : H54100059

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Hartoyo Pembimbing I

Ranti Wiliasih, SP, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia Periode Tahun 2011-2013” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai efisiensi BPRS yang ada di Indonesia dengan metode stochastic frontier approach (SFA) dan konsep efisiensi keuntungan alternatif.

Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih untuk orang-orang yang terkasih kepada orang tua penulis Agussalim (Bapak) dan Syariah (Mamak), Ummy Reni Salma, Bunda Refliniza Darmawan, dan Ayah Irwan Firdaus, serta saudara penulis, Awalluddin, Ahmad Fadli, Aulia Rahman, Renny Fadillah, Ahmad Ghazali, Resty Febriani, dan keluarga lainnya atas segala teguran, doa, dan dukungan yang telah diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir Sri Hartoyo dan Ibu Ranti Wiliasih, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama hasil penelitian ini dan Bapak Dr. Jaenal Effendi sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi.

3. Bapak Dr. Irfan Syauqi Beik, yang telah bersedia mengarahkan serta memberi saran sebagai dosen pembimbing akademik bagi penulis, para dosen lainnya, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis

4. Teman-teman satu bimbingan yang saling mendukung, Fauziyah Adzimatinur, Ayu Frianka, dan Afanina Meithasari.

5. Teman-teman yang luar biasa, yaitu Riri Rekasiwi, Bani Rahmat Wijaya, Zulfi Mirza, Pramono Widagdo, Ardhi Evan, Qiyamuddin Robbani, Putri Eka Ayuni, Nur Azizah, Febrina Mirazdianti, Zikra Donald, Aldesta Nurika, Sari Khairunnisa, Willy Setya Perdana, Rizqi Eka Sukmayasa, dan Prawito Hudoro terima kasih atas bantuan serta dukungannya.

6. Penghargaan yang begitu indah kepada keluarga Ekonomi Syariah FEM IPB angkatan 47, 48 dan 49 atas kebersamaannya dan telah saling mengingatkan, mendukung, dan mendoakan dalam semua kegiatan, mohon maaf tidak dapat menyebutkan satu per satu.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Efisiensi ... 5

Fungsi Produksi ... 6

Pendekatan dalam Pengukuran Efisiensi ... 8

Stochastic Frontier Approach (SFA) ... 11

Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi ... 12

METODE PENELITIAN ... 14

Jenis dan Sumber Data ... 14

Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 14

Model Penelitian ... 15

Sampel Penelitian ... 17

Tahapan Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Analisis dan Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laporan Publikasi ... 19

Analisis Model Estimasi dan Variabel yang Memengaruhi Fungsi Profit ... 22

Hasil Nilai SFA dan Konsep Efisiensi Keuntungan Alternatif ... 24

SIMPULAN DAN SARAN... 27

Simpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 31

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah BPRS di Indonesia periode tahun 2009-2013 ... 2

2 Variabel dalam penelitian terdahulu dengan metode SFA ... 13

3 Pendapatan per kapita tahun 2011 di daerah A ... 18

4 Pendapatan per kapita Tahun 2011 di Daerah B ... 18

5 Perkembangan FDR dan ROA BPRS di Indonesia tahun 2009-2013 ... 20

6 Perbandingan nilai FDR dan ROA BPRS ... 20

7 Statistik deskriptif data ... 21

8 Hasil akhir maximum-likelihood estimator dengan pendekatan SFA ... 22

9 Nilai efisiensi BPRS di Indonesia periode tahun 2011-2013 ... 24

10 Frekuensi dan sebaran nilai efisiensi BPRS yang didapat ... 25

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Kontrak Intermediasi ... 3

2 Fungsi Produksi StochasticFrontier ... 7

3 Fungsi Derivatif Keuntungan dari Produksi ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data laporan keuangan BPRS dan nilai logaritma variabel ... 31

2 Hasil maximum-likelihood estimator ... 34

3 Nilai SFA sebagai nilai efisiensi dari BPRS ... 35

4 Identitas BPRS sampel ... 36

5 Hasil estimasi metode panel dengan pendekatan OLS ... 37

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data Statistik Perbankan Syariah pada bulan Oktober 2013 menyatakan bahwa total aset seluruh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang ada di Indonesia bernilai Rp 5 triliun atau hanya 2.5% dari keseluruhan total aset perbankan syariah Indonesia yang telah mencapai 235 triliun rupiah. Nilai tersebut tentunya masih rendah jika total aset BPRS tersebut dibandingkan dengan keseluruhan total aset perbankan syariah. Kontribusi BPRS tersebut menjadi nilai yang sangat kecil jika dibandingkan terhadap perbankan nasional, mengingat komposisi aset perbankan syariah Indonesia hanya sebesar 4.88% dari keseluruhan aset perbankan nasional.

Perkembangan BPRS perlu ditingkatkan dikarenakan peran BPRS yang begitu penting terhadap pertumbuhan unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan objek pembiayaan BPRS untuk menggerakkan perekonomian sektor riil. Pembiayaan yang diberikan oleh BPRS adalah salah satu sumber modal bagi UMKM yang jumlahnya pada tahun 2012 menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencapai 55.2 juta unit usaha atau memiliki proporsi sebesar 99.99% dari keseluruhan jenis unit usaha di Indonesia. Pertumbuhan BPRS dari segi aset atau jumlahnya tentunya mempengaruhi perkembangan UMKM yang masih menjadi unit usaha penyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia, sebesar 97.24 dari pangsa pasar tenaga kerja. Sehingga, kinerja BPRS perlu diperhatikan dan ditingkatkan untuk mendukung perkembangan ekonomi sektor riil melalui UMKM.

Zeller dan Meyer (2002) memperkenalkan konsep The Triangle of Microfinance sebagai indikator kinerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Tiga kategori dari indikator tersebut yaitu kesinambungan keuangan (Financial Sustainability), tingkat jangkauan (Outreach), dan dampak keberadaan LKM terhadap lingkungannya (Impact). Ketiga indikator tersebut idealnya dapat tercapai oleh LKM, walaupun pada kenyataannya tidaklah mudah untuk mencapai ketiganya secara bersamaan. Permasalahan tersebut juga dihadapi oleh BPRS yang merupakan salah satu LKM tersebut.

Indikator kesinambungan keuangan (Financial Sustainability) dapat diukur dengan melihat perkembangan penggunaan biaya dan nilai keuntungan yang dihasilkan oleh BPRS. Tingkat jangkauan (Outreach) dilihat berdasarkan perkembangan jumlah nasabah dan dana pihak ketiga yang dapat dikumpulkan oleh BPRS, serta seberapa luas wilayah kerja BPRS tersebut. Peran BPRS dalam pengembangan masyarakat dan sebagai sumber pembiayaan UMKM yang berada di wilayah kerjanya merupakan contoh dampak keberadaan BPRS terhadap lingkungan (Impact). Menurut Zeller dan Meyer (2002), selalu ada indikator yang dikorbankan untuk mencapai indikator yang lain (tradeoff) tetapi dengan pencapaian operasional yang sinergis diantara ketiganya, BPRS dapat dikatakan telah menerapkan konsep dengan baik.

(14)

2

mengalami perkembangan yang cukup baik, dari segi total pembiayaan, total DPK, dan jumlah BPRS yang ada di Indonesia sampai saat ini. Pada periode tahun 2008 sampai tahun 2013, perkembangan total pembiayaaan yang diberikan BPRS rata-rata meningkat sebesar 28% setiap tahunnya dan dana pihak ketiga (DPK) yang mampu dihimpun BPRS rata-rata meningkat sebesar 29% setiap tahunnya (Statistik Perbankan Syariah 2013) .

Jumlah seluruh BPRS di Indonesia yang terdaftar pada Bank Indonesia hingga tahun 2013 mencapai 160 unit BPRS dan telah memiliki 399 kantor. BPRS yang ada tersebar di Indonesia dengan jumlah yang tidak merata di setiap wilayahnya (Tabel 1). Penyebaran yang tidak merata tersebut dapat mengindikasikan perkembangan BPRS yang berbeda di masing-masing wilayah di Indonesia. Pada Tabel 1 terlihat bahwa perkembangan BPRS dari segi jumlahnya di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan di beberapa pulau lain yang ada di Indonesia.

Tabel 1 Jumlah BPRS di Indonesia Periode Tahun 2009-2013

No. Provinsi Periode

2009 2010 2011 2012 2013

1 Pulau Jawa 90 98 99 103 103

2 Pulau Sumatera 34 38 42 40 41

3 Pulau Sulawesi 7 7 7 7 8

4 Bali dan Nusa Tenggara 4 4 4 4 4

5 Pulau Kalimantan 2 2 2 2 2

6 Papua dan Maluku 1 1 1 2 2

Jumlah 138 150 155 158 160

Sumber : Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2013 (diolah)

Berdasarkan data yang ada pada Tabel 1 menggambarkan perbedaan distribusi BPRS di masing-masing daerah di Indonesia. Perbedaan tersebut dapat menjelaskan bahwa adanya tingkat kebutuhan akan lembaga keuangan yang berbeda di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah unit usaha yang berbeda di berbagai daerah di Indonesia terutama unit usaha yang beroperasi dalam sektor riil, seperti UMKM, menjadi salah satu penyebab adanya perbedaan tingkat kinerja pada BPRS yang berada di daerah tersebut karena potensi pengembangan pembiayaan dan penghimpunan dana BPRS yang berbeda.

(15)

Sumber: Iqbal dan Mirakhor (2008) Gambar 1: Bagan Kontrak Intermediasi

Pengawasan dan pengukuran tingkat kinerja dinilai perlu dilakukan dengan dasar untuk menjaga dan menganalisis pengembangan peran dan fungsi yang dapat diterapkan pada BPRS di Indonesia. Peran BPRS yang begitu penting untuk perkembangan unit usaha sektor riil di berbagai daerah dan fungsi BPRS sebagai salah satu lembaga intermediasi keuangan dengan berbagai kontrak seperti pada Gambar 1. Efisiensi merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja lembaga keuangan dalam beroperasi termasuk di dunia perbankan. Dalam penelitian Hadad, et al (2003) menyatakan bahwa efisiensi secara teoritis merupakan salah satu parameter kinerja keuangan. Kinerja yang dimaksud mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi berupa kemampuan menghasilkan output maksimal dengan input yang ada. Parameter ini salah satu pendukung dari keberlanjutan suatu lembaga keuangan dalam beroperasi. Jika merujuk kembali pada konsep tiga indikator kinerja, financial sustainability, outreach, dan impact diperlukan suatu sistem operasional yang efisien untuk mengindikasikan lembaga keuangan mampu beroperasi secara efisien pula (Paramita 2008).

Pengukuran efisiensi sebagai suatu parameter kinerja dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan tidak jarang terdapat perbedaan hasil penelitian dari tingkat efisiensi tersebut. Perbedaan yang terjadi dapat dikarenakan adanya pendekatan atau metode yang berbeda, seperti perbedaan metode yang digunakan (parametrik atau non parametrik) dan perbedaan konsep efisiensi. Konsep efisiensi sendiri terdiri 3 model, yaitu cost efficiency, profit (standard) efficiency, dan alternative profit efficiency (Berger dan Mester 1997). Pengukuran nilai efisiensi dari masing-masing BPRS tersebut dapat menggunakan salah satu metode parametrik yaitu stochastic frontier analysis (SFA) dengan konsep alternative profit efficiency. Model SFA dimodelkan dengan fungsi translog kemudian diestimasi regresi ordinary least square dan menggunakan maximum-likelihood estimator.

Perumusan Masalah

(16)

4

mendayagunakan potensi pembiayaan yang ada, khususnya UMKM yang berada di daerah operasionalnya sehingga terjalin hubungan yang saling menguntungkan diantara UMKM, BPRS, dan juga pemilik dana. Ketika BPRS tidak mampu untuk mengelola dengan baik potensi tersebut, tidak hanya BPRS yang akan terancam tidak beroperasi lagi, kepercayaan nasabah terhadap BPRS pun akan menurun dan tehambatnya perkembangan UMKM dikarenakan keterbatasan modal yang lebih lanjut mempengaruhi perkembangan ekonomi sektor riil.

Pembiayaan yang dibutuhkan UMKM ternyata memiliki share terhadap total pembiayaan UMKM yang berbeda di masing-masing daerah. Data net ekspansi kredit Bank Indonesia Desember 2013 menyatakan bahwa UMKM di pulau Jawa memiliki kebutuhan pembiayaan yang paling besar yaitu 53% dari total pembiayaan yang dibutuhkan, di pulau Sumatera memiliki share sebesar 20%, selanjutnya Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua memiliki jumlah share 26% terhadap total pembiayaan yang dibutuhkan, dan share sebesar 1% telah dipenuhi oleh bank asing yang ada di Indonesia. Potensi yang berbeda menjadi penggambaran dari distribusi BPRS yang tidak merata di Indonesia dan banyak tersebar di pulau Jawa dan Sumatera (Tabel 1), perbedaan tersebut mengasumsikan adanya pengaruh daerah operasional terhadap kinerja BPRS dalam mengelola input dan menghasilkan output berupa pembiayaan bagi UMKM atau unit usaha lainnya.

Kinerja BPRS tersebut tentunya perlu diukur untuk melihat pengelolaan dan mengarahkan BPRS beroperasi secara efisien. Efisiensi dapat diukur dengan pendekatan non-parametrik dan parametrik. Menurut Berger dan Mester (1997) pengukuran efisiensi yang melibatkan tingkat input dan output umumnya memiliki nilai yang beragam serta bersifat stochastic. Penggunaan metode parametrik yaitu stochastic frontier approach (SFA) diasumsikan salah satu pendekatan yang tepat untuk mengukur tingkat efisiensi BPRS di Indonesia. Metode SFA menggunakan batasan fungsi keuntungan (frontier profit) dalam membandingkan profit aktual dan maksimum yang dapat dicapai suatu BPRS dalam kegiatan operasionalnya. Konsep efisiensi keuntungan alternatif diterapkan karena tidak adanya ketentuan mengenai harga output yang dihasilkan dan jenis pasar yang dihadapi BPRS yang diasumsikan imperfect market. Pengukuran efisiensi membandingkan pengelolaan input dari masing-masing BPRS untuk memaksimalkan outputnya, baik BPRS yang berada di daerah yang sama ataupun berada di kelompok daerah yang berbeda.

Penjabaran dari berbagai hal di atas dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan yang akan ditelaah pada penelitian ini, yaitu :

1. Apakah kinerja BPRS yang ada di Indonesia telah efisien dengan metode SFA dan konsep efisiensi keuntungan alternatif?

2. Apakah perbedaan daerah operasional mempengaruhi nilai rata-rata efisiensi BPRS?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan berbagai data serta uraian yang telah dipaparkan tersebut, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

(17)

2. Menganalisis pengaruh perbedaan daerah operasional terhadap nilai rata-rata efisiensi BPRS

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat oleh beberapa pihak, diantaranya adalah:

1. Pihak BPRS yang diteliti dan BPRS lainnya, sebagai masukan dari operasional selama tahun 2011-2013 dan saran agar melengkapi data serta laporan yang dapat mempermudah dalam penelitian selanjutnya.

2. Pihak Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai bahan pertimbangan untuk segera menetapkan tingkat kesehatan keuangan BPRS dalam bentuk general assessment.

3. Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar untuk membantu tren positif pertumbuhan BPRS khususnya dan ekonomi syariah secara umum dalam perkembangannya di Indonesia.

4. Nasabah dan masyarakat, sebagai informasi tambahan dalam memilih bertransaksi di suatu BPRS dan diharapkan dapat menjadi acuan dalam penelitian lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada pengamatan perkembangan kinerja BPRS di Indonesia dengan melihat nilai keuntungan yang dihasilkan masing-masing BPRS. Hal ini dilakukan untuk menguji nilai kinerja keuangan BPRS berdasarkan nilai FDR dan ROA secara nasional yang dapat dikategorikan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Efisiensi

Pengukuran efisiensi dapat dikatakan sebagai perbandingan antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan oleh suatu lembaga keuangan di dunia perbankan ataupun perusahaan. Efisiensi telah menjadi fokus perhatian bagi lembaga keuangan dan perusahaan dalam meningkatan kinerjanya untuk menghasilkan laba yang lebih besar dengan peningkatan pendapatan dan menekan biaya-biaya yang digunakan (Wijayanto dan Sutarno, 2007). Hal tersebut yang menjadikan BPRS perlu memperhatikan efisiensi dari kegiatan operasional.

Konsep Efisiensi Menurut Islam

(18)

6

Surat Al Isra’ ayat 27 yang artinya sebagai berikut: sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Ayat di atas sangat menganjurkan manusia untuk tidak berprilaku boros, dalam hal ini kegiatan ekonomi, karena berprilaku boros tersebut tergolong saudara syaitan yang dinyatakan ingkar kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pengaplikasian ayat tersebut pada perusahaan atau lembaga keuangan dan BPRS, dapat diukur dengan melihat tingkat efisiensinya dalam menggunakan input yang ada untuk menghasilkan tingkat output maksimum tanpa adanya penghamburan sumber daya (input) yang dimiliki. Efisien dalam hal ini bukan berarti dengan menekan biaya serendah mungkin untuk menghasilkan output maksimal, sehingga melegalkan segala cara dan tindakan dalam pencapaian tersebut.

Fungsi Produksi

Pengelolaan input dan output suatu perusahaan ataupun lembaga keuangan dapat dengan melihat kegiatan produksi yang dilakukan. Produksi dapat digambarkan dalam suatu fungsi produksi, yang menggambarkan hubungan input yang digunakan terhadap output (barang atau jasa) yang dihasilkan. Fungsi produksi suatu perusahaan untuk menghasilkan barang tertentu, menurut Nicholson (2001) secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

q = f (K, L) (1)

variabel q menunjukkan jumlah maksimum barang yang akan diproduksi dengan kombinasi dari capital atau modal (K) dan labor atau input (L). Persamaan (1) ini dapat ditulis dalam bentuk fungsi Cobb-Douglas, yaitu :

q = AKαL (2)

lnq = lnA + αlnK + lnL (3) dimana A, α, dan β merupakan konstanta yang positif.

Penelitian yang dilakukan Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) menunjukkan bahwa fungsi stochastic frontier pengembangan fungsi produksi yang ditambahkan random error, vi, yang ditambahkan dalam variabel acak non-negatif, ui, yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

ln(yi) = xi + vi - ui ; i = 1, 2, . . .,N (4)

Fungsi produksi yang orisinil didefinisikan dalam fungsi ln(yi) = xi ,

sedangkan random error (vi) merupakan nilai untuk mengukur galat (error) dan faktor acak lainnya seperti cuaca, keberuntungan, dan sebagainya yang terdapat pada variabel output dengan efek kombinasi dari variabel-variabel input yang tidak terdefinisi dalam fungsi produksi. Variabel vi ini diasumsikan variabel bebas dan secara identik terdistribusi (independent-identically distributed/i.i.d) normal, dengan rataan bernilai nol dan ragamnya konstan, σv2 atau N(0, σv2). Random variabel (ui), merupakan variabel acak yang dan eksponensial atau variabel acak

setengah normal (half-normalrandomvariables).

(19)

model frontier, y=exp(xi ) digambarkan dengan asumsi yang berlaku yaitu diminishing return to scale dan hanya dipersempit dengan menggunakan dua bank, bank i dan bank j.

Sumber: Coelli, et al (2005)

Gambar 2: Fungsi Produksi StochasticFrontier

Berdasarkan Gambar 2 bank i memiliki tingkat input xi dan tingkat produksi

sebesar yi. Nilai input-output yang teramati ditandai dengan tanda x yang berada

diatas xi. Nilai dari stochastic frontier output bank i, yi*=exp(xi + vi), yang

ditandai dengan tanda x berada diatas fungsi produksi yang dikarenakan random error, vi, bernilai positif. Hal yang sama juga terjadi pada bank j, tingkat input

yang digunakan adalah pada xj dan tingkat output yang dapat dihasilkan adalah yj.

Selanjutnya, nilai stochastic frontier output dari bank j, yj*=exp(xj + vj), berada

dibawah fungsi produksi dikarenakan nilai random error, vj, bernilai negatif. Stochastic frontier output, yi* dan yj*, tidak teramati karena nilai vi dan vj yang juga tidak dapat teramati langsung. Nilai output yang didapat dari model stochastic frontier ini terlihat tidak stabil, sehingga tingkat output yang teramati dapat saja bernilai lebih besar jika efek random errors lebih besar dari efek inefisiensinya (yi > exp(xi ); jika vi > ui). Permasalahan yang muncul dalam

pendekatan stochastic frontier ini Schmidt (1976) dalam Coelli, et al (2005), berpendapat bahwa dapat saja melakukan estimasi dari standar error dan uji hipotesis dengan menggunakan metode maximum-likelihood.

(20)

8

Sumber: Nicholson (2001)

Gambar 3 Fungsi Derivatif Keuntungan dari Produksi

Kondisi pada Gambar 3 merupakan kondisi nilai output maksimum yang ternyata tidak menyatakan kondisi yang menggambarkan keuntungan yang maksimum. Kondisi output yang maksimum tidak dapat memastikan nilai keuntungan yang maksimum dikarenakan adanya pengaruh variabel lainnya dalam menghasilkan keuntungan, seperti harga output, harga input, atau lainnya. Fungsi produksi dapat diturunkan dalam bentuk fungsi keuntungan. Penurunan fungsi keuntungan dari persamaan (1) dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan berikut:

π = f (w, p, q) = Bwαp q eε (5)

ln π = ln B + α*ln w + *ln p + *ln q + ε (6) dimana π merupakan nilai keuntungan yang dihasilkan, w adalah harga input yang digunakan, p adalah harga output yang diterapkan, dan q merupakan nilai output yang mampu dihasilkan. B, α, , dan merupakan nilai konstanta. Variabel

ε merupakan galat (error) yang dihasilkan dari model, terdiri atas variabel acak dan inefisiensi. Variabel K dan L sebagai suatu input pada persamaan (1) dilebur dalam bentuk variabel output sehingga variabel q pada persamaan (5) telah mewakili kedua input tersebut. Fungsi keuntungan yang didapat mengalami modifikasi disaat digunakan dalam pengukuran efisiensi dengan didasarkan pendekatan keuntungan yang diterapkan.

Pendekatan dalam Pengukuran Efisiensi

(21)

Efisiensi Biaya (Cost Efficiency)

Konsep efisiensi yang didasarkan biaya ini mengukur biaya yang dipilih oleh lembaga keuangan merupakan best practice biayanya atau yang mendekati untuk menghasilkan tingkat output yang sama pada saat kondisi yang sama. Pengukuran efisiensi ini merupakan penurunan dari fungsi biaya yang didalamnya terdapat biaya-biaya variabelnya yang tersusun dari harga variabel input, jumlah variabel output dan tingkat input atau output yang fixed, faktor lingkungan dan random error. Fungsi biaya ini dapat ditulis sebagai berikut:

C = C(w,y,z,v,uc,εc) (7)

dimana C merupakan variabel cost, w adalah vektor dari harga variabel-variabel input, y adalah vektor dari jumlah variabel output, z melambangkan jumlah bersih dari input atau output, v adalah nilai untuk lingkungan atau pasar yang mungkin mempengaruhi performance, uc melambangkan adanya faktor inefisiensi yang dapat meningkatkan biaya diatas tingkat best-practice, εc melambangkan adanya random error.

Perkembangan lebih lanjut adalah dengan menyederhanakan fungsi biaya tersebut dengan logarithma natural :

C = f(w,y,z,v) + uc + εc (8)

lnC = f(w,y,z,v) + ln uc + ln εc (9)

beberapa bentuk fungsi dari w, y, z dan v dilambangkan dalam f. Pengasumsian objek adalah intitusi keuangan atau bank b , pengukuran efisiensi dari bank b (EFFb) yang merupakan estimasi biaya yang dibutuhkan bank b untuk memproduksi di tingkat output tertentu, tingkat efisiensi bank dapat diukur dengan membandingkan nilai tersebut terhadap nilai best-practice bank, Berger dan Mester (1997) menuliskan sebagai berikut:

(10)

Efisiensi Keuntungan Standar (Standard Profit Efficiency)

Efisiensi yang berdasarkan keuntungan standar dari lembaga keuangan ini mengukur kegiatan produksi yang memungkinkan tingkat profit maksimum yang dihasilkan dengan mempertimbangkan tingkat harga input dan harga output serta variabel lainnya. Dibandingkan dengan konsep efisiensi biaya, efisiensi keuntungan lebih baik dari konsep efisiensi biaya. Efisiensi keuntungan memperhitungkan inefisiensi dari kedua sisi yaitu sisi input dan sisi output, sedangkan efisiensi biaya lebih ditekankan pada sisi input (Berger dan Mester, 1997). Hal tersebut mengabaikan inefisiensi di sisi output yang dapat bernilai sama atau lebih besar dari inefisiensi input dalam konsep efisiensi biaya.

(22)

10

dimana π adalah menyatakan keuntungan dari institusi keuangan, θ merupakan suatu konstanta penambah yang membuat nilai keuntungan dari institusi keuangan positif (pengaruh bentuk logaritma natural terhadap fungsi), p adalah harga dari variabel output (interest/bagi hasil), ln επ menyatakan random error yang terjadi dan ln uπ adalah nilai inefisiensi yang terkandung dari keuntungan. Berger dan Mester (1997) mendefinisikan bahwa efisiensi keuntungan merupakan rasio antara nilai aktual keuntungan yang diestimasikan dan nilai keuntungan maksimum dalam kondisi paling efisien yang dapat dicapai oleh institusi tersebut. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:

(12) Nilai maksimum uπ duga merupakan nilai maksimum dari uπb di dalam sampel.

Efisiensi Keuntungan Alternatif (Alternative Profit Efficiency)

Penafsiran efisiensi keuntungan alternatif pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan efisiensi keuntungan standar. Akan tetapi, keuntungan alternatif ini dapat menjelaskan beberapa asumsi yang tidak ditemukan dalam konsep biaya atau keuntungan standar. Efisiensi disini mengukur usaha bank untuk dapat memperoleh keuntungan maksimum dengan dasar tingkat output yang lebih baik dari pada pendekatan harga output. Fungsi efisiensi keuntungan alternatif sama seperti fungsi keuntungan standar. Bentuk logaritma natural dari fungsi efisiensi keuntungan alternatif adalah :

ln (π + θ) = f(w,y,z,v) + ln uaπ+ ln εaπ (13) persamaan (12) merupakan fungsi yang identik dengan fungsi keuntungan standar (10) kecuali variabel y (menyatakan tingkat variabel output) yang menggantikan variabel p dari persamaan (10). Perubahan ini akan mempengaruhi nilai dari inefisiensi dan random error, ln uaπ dan ln εaπ.

Hal yang sama dengan efisiensi keuntungan standar, efisiensi keuntungan alternatif yang dapat dihitung dengan rasio dari nilai estimasi keuntungan aktual terhadap nilai estimasi keuntungan maksimum untuk pilihan best-practice oleh bank:

(14) Nilai maksimum uπ duga merupakan nilai maksimum dari uπb di dalam sampel. Nilai efisiensi dalam model yang menggunakan tingkat output ini akan terdapat perubahan dan lebih bervariasi dibandingkan penggunaan variabel tingkat harga output.

(23)

Stochastic Frontier Approach (SFA)

Pengukuran nilai efisiensi lembaga keuangan akan digunakan suatu frontier dalam pendekatan SFA. Penjelasan tentang frontier ini dapat dalam bentuk fungsi biaya, profit, atau hubungan produksi sejumlah input, output dan faktor lingkungan serta memperhitungkan adanya random error. Suatu bank dikatakan tidak efisien jika tingkat biaya dari sebuah bank lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat biaya bank frontier yang beroperasi pada tingkat kinerja terbaiknya (best practice). Aigner, Lovell, dan Schmidt (1977) mengemukakan fungsi stochastic frontier yang merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi.

SFA tersusun dari model error dimana inefisiensi diasumsikan terdistribusi asimetris atau half-normal sementara random error mengikuti distribusi simetris atau standard normal. Inefisiensi harus memiliki truncated distribusi (dapat dikendalikan) karena inefisiensi tidak bisa menjadi negatif. Inefisiensi yang diestimasi untuk berbagai perusahaan atau lembaga keuangan diambil dari rata-rata kondisi atau model dari distribusi inefisiensi, sehingga memberikan observasi error term (Berger dan Humphrey 1997)

Perbandingan SFA dan Pendekatan Efisiensi lainnya

Metode pengukuran efisiensi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik merupakan pendekatan statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data, dengan melihat data menyebar secara normal atau tidak. Pada umumnya jika data tidak menyebar normal, data seharusnya dikerjakan dengan metode statistik non-parametrik, atau dilakukan transformasi terlebih dahulu agar data mengikuti sebaran normal. SFA merupakan salah satu metode parametrik yang dapat digunakan.

Pendekatan non parametrik merupakan pendekatan yang tidak terlalu mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data, baik menyebar normal atau tidak, dengan asumsi adanya kontinuitas. Pengukuran efisiensi dengan pendekatan non parametrik dapat menggunakan metode data envelopment analysis (DEA) dan free disposal hull (FDH) yang pada umumnya mengasumsikan tidak adanya terjadi random error (Berger dan Humphrey 1997). Pemilihan SFA dalam penelitian ini dikarenakan penelusuran dari berbagai literatur yang menyatakan nilai yang dihasilkan SFA lebih beragam dibandingkan metode yang berdasarkan pendekatan non parametrik (DEA dan FDH). Pertimbangan lainnya adalah adanya konsistensi perhitungan menggunakan metode parametrik dengan menggunakan data tahunan dari bank tanpa mengelompokkan berdasarkan kategorinya (Hadad, et al 2003).

Estimasi Maximum-Likelihood

(24)

12

begitu signifikan dalam penggunaan kedua metode ini dalam mengestimasi parameter fungsi dari suatu stochastic frontier produksi. Estimator yang digunakan untuk menganalisis permodelan matematika dalam penelitian ini adalah maximum-likelihood terkait dengan penggunaan software Frontier 4.1 dan ketidakefisienan yang terjadi ketika menggunakan COLS sebagai estimator. Maximum-likelihood sendiri bertujuan mendapatkan model yang terbaik dalam fungsi stochastic frontier yang dihasilkan dengan mengasumsikan data menyebar normal yang tidak begitu diharuskan pada estimasi COLS.

Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi

Penelitian mengenai efisiensi kinerja lembaga keuangan atau perbankan banyak dilakukan di berbagai negara, baik di Indonesia maupun luar Indonesia. Penelitian efisiensi di luar negeri contohnya dilakukan oleh Berger dan Humprey (1997) melakukan penelitian terhadap 130 penelitian sebelumnya pada institusi keuangan di 21 negara Eropa yang menggunakan frontier efficiency analysis. Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengambil kesimpulan dan melakukan kritikan terhadap hasil empiris yang telah diperoleh dari penelitian sebelumnya. Hasil yang didapat dari penelitian ini diantaranya menjadi simpulan informasi dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti kebijakan pemerintah untuk menilai dampak deregulation, mergers, atau struktur pasar pada efisiensi. Hasil lainnya yang berguna untuk penelitian di masa mendatang adalah analisis frontier terdiri dari metode non parametrik dan parametrik dalam mengukur efisiensi institusi keuangan.

Pada penelitian yang diterapkan di Indonesia diantaranya yang dilakukan oleh Hadad, et al (2003) mengenai tingkat efisiensi biaya perbankan di Indonesia menggunakan 167 observasi cross section dan periode data bulanan dari Januari 1995 sampai Juni 2003. Hasil penelitian yang menggunakan metode parametrik SFA dan distribution free approach (DFA) berupa simpulan bahwa bank asing campuran merupakan kategori bank yang paling efisien dibanding jenis bank lain yang ada di Indonesia. Selain itu, kebijakan penggabungan bank (merger) tidak selalu membuat bank menjadi lebih efisien. Sampel pengamatan serta periode waktu dan efisiensi biaya yang digunakan sebagai konsep pendekatan menjadi suatu perbedaan dari penelitian yang selanjutnya dikembangkan ini.

Novarini (2007) melakukan penelitian efisiensi pada unit usaha syariah (UUS) yang dibedakan antara UUS dengan kepemilikan Bank Umum Pemerintah Nasional (BUPN) dan UUS dengan kepemilikan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN). Penelitian menggunakan data dari tiga UUS BUPN dan enam UUS BUSN selama periode 2005 sampai 2007. Penelitian ini dilakukan dengan metode SFA pendekatan konsep efisiensi alternatif keuntungan dan efisiensi BOPO. Hasil yang didapat adalah nilai rata-rata efisiensi yang tidak ada perbedaan antara yang dihasilkan UUS milik BUPN dan UUS milik BUSN, walaupun selama periode penelitian nilai efisiensinya berfluktuasi serta secara nominal aset UUS BUPN lebih besar daripada aset UUS BUSN. Waktu penelitian dan objek yang diteliti mejadi suatu yang membedakan dengan penelitian yang akan dikembangkan ini

(25)

pengukuran efisiensi tersebut. Pembandingan yang dilakukan adalah metode SFA (parametrik) dengan metode DEA (non-parametrik). Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan Paramitha (2008) yaitu dengan penggunaan metode analisis parametrik (SFA) menunjukkan bahwa nilai efisiensi rata-rata BPR di Indonesia pada tahun 2007 yaitu 0,812 dengan standar deviasi 0,110, dimana nilai efisiensi terendah yaitu 0,22 dan nilai efisiensi tertinggi yaitu 0,97. Sedangkan dengan menggunakan metode analisis non parametrik (DEA), nilai efisiensi rata-rata yaitu 0,089 dengan standar deviasi 0,067. Nilai efisiensi tertinggi sebesar satu dan nilai efisiensi terendah sebesar 0,002. Nilai efisiensi yang diperoleh berdasarkan perhitungan SFA lebih bervariasi dibandingkan nilai efisiensi yang diperoleh berdasarkan perhitungan DEA. Konsep pendekatan dalam penelitian adalah biaya dari BPR. Selain perbedaan konsep efisiensi yang digunakan, waktu serta BPR yang menjadi objek pengamatan juga merupakan hal yang membedakan dengan penelitian yang diterapkan saat ini.

Ascarya, et al (2009) juga melakukan penelitian untuk menganalisis tentang perbandingan tingkat efisiensi antara perbankan syariah dan perbankan konvensional di Indonesia menggunakan metode parametrik SFA dan DFA. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pada tahun 2002, nilai efisiensi perbankan konvensional (0.79) lebih tinggi dibandingkan perbankan syariah (0.77) kemudian tahun 2003 efisiensi perbankan syariah meningkat menjadi 0.84 dan efisiensi perbankan konvensional turun menjadi 0.76. Perbankan konvensional dan syariah mencapai nilai efisiensi tertinggi (1.00) di tahun 2004. Hasil nilai DFA menunjukkan bahwa perbankan konvensional (0.89) sedikit lebih efisiensi dibandingkan perbankan syariah (0.87). Perbedaan dari penelitian ini adalah periode waktu pengamatan dan sampel yang digunakan pada penelitian Ascarya, et al (2009) ini terfokus pada perbankan syariah secara umum (BUS dan UUS) diluar BPRS.

(26)

14

Sumber: Penelitian terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan terlihat bahwa bentuk fungsi yang digunakan adalah dalam bentuk transformasi logaritma dengan berbagai pendekatan konsep efisiensi. Secara umum penelitian ini fokus mengikuti dua dari beberapa penelitian yang dirujuk, yaitu penelitian yang dilakukan Novarini (2007) dan Ascarya et al (2009) tetapi tidak mengabaikan teori serta hasil yang dijabarkan dari beberapa penelitian sebelumnya. Selanjutnya, penelitian yang diterapkan saat ini menggunakan bentuk fungsi translog dengan konsep efisiensi keuntungan alternatif dan harga dana, harga tenaga kerja (input), piutang jual beli, serta pembiayaan bagi hasil (output) sebagai variabel yang digunakan.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari beberapa sumber, yaitu Statistik Perbankan Syariah dan juga website resmi Bank Indonesia berupa data statistik perkembangan BPRS serta laporan keuangan dari masing-masing BPRS yang diambil sebagai sampel penelitian. Data yang dianalisis adalah data laporan keuangan kuartal yang diolah menjadi data tahunan berupa laporan laba-rugi dan neraca BPRS tahun 2011 sampai 2013.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis data panel statis menggunakan pendekatan stochastic frontier dengan konsep alternatif keuntungan. Konsep efisiensi alternatif keuntungan ini akan memunculkan adanya fungsi frontier keuntungan seperti pada konsep efisiensi keuntungan standar. Pengaplikasian konsep efisiensi keuntungan alternatif dapat digunakan jika terdapat minimal salah satu dari empat asumsi, sebagai berikut:

1. Adanya perbedaan kualitas output yang tidak tercakup dalam model dan perbedaan dalam banking services yang tidak dapat diukur.

2. Tingkat output yang tidak sama dengan keberadaan bank kecil dan bank besar 3. Jenis pasar perbankan yang ada tidak bersifat persaingan sempurna (not

perfectly competitive/imperfect market)

4. Data mengenai harga output yang kemungkinan tidak akurat.

(27)

juga telah memenuhi salah satu asumsi yang menyebabkan digunakannya konsep efisiensi keuntungan alternatif.

Model yang ditetapkan juga ditambahkan variabel dummy untuk membandingkan tingkat efisiensi dengan memperhatikan faktor lokasi atau lingkungan BPRS. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan softwareMicrosoft Excel 2013, Eviews 6 dan Frontier 4.1.

Analisis Data Panel Statis

Analisis data panel merupakan penggabungan dua pendekatan analisis cross section (kerat lintang) dan time series (deret waktu). Model data panel memiliki dua keuntungan (Firdaus, 2011). Keuntungan pertama adalah kombinasi data cross section dan time series dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih banyak. Kedua, keuntungan yang lebih penting adalah mengurangi masalah identifikasi yang tidak dapat diatasi dalam data cross section dan time series.

Analisis lebih lanjut pada data panel adalah dengan menentukan pendekatan untuk membedakan ada atau tidaknya korelasi komponen error dengan peubah bebasnya (regresor). Analisis yang digunakan untuk mengestimasi model SFA dengan konsep keuntungan alternatif adalah dinyatakan dalam bentuk ordinary least square (OLS). Selanjutnya, diuji kembali untuk mendapatkan pendekatan analisis permodelan data panel yang tepat dengan penggunaan Chow Test dan Hausman Test. Model dengan pendekatan yang terbaik kemudian diestimasi menggunakan maximum-likelihood (ML). Setelah pemilihan pendekatan yang digunakan, tahapan selanjutnya adalah menguji hipotesis model dengan uji F, uji t dan uji asumsi dari model menggunakan uji autokorelasi, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.

Model Penelitian

Fungsi keuntungan dalam penelitian ini yang diambil berdasarkan penurunan persamaan (1), (6), dan (13) dengan penyesuaian variabel yang nilai output yang dihasilkan BPRS yang telah diperhitungkan dengan nilai input yang digunakan. ε yang menyatakan error term dan inefficiency.

Metode stochastic frontier approach (SFA), profit dari suatu bank dimodelkan untuk terdeviasi dari fungsi frontier profit yang juga merupakan fungsi deterministik produksi akan mengakibatkan adanya random noise dan inefisiensi. Bentuk fungsi dari persamaan dari profit ditransformasi dalam bentuk persamaan logaritma :

log (π+θ) = f(logQin, logPin) + log εn (16)

(28)

16

dijabarkan lagi menjadi model yang telah disesuaikan berdasarkan variabel yang didapat dari berbagai literatur dan data yang tersedia :

Log πnt = α + 1*logQ1nt + 2*logQ2nt + 3*logP1nt + 4*logP2nt +

5*D1+logunt + logvnt (17)

Keterangan :

π = total profit bersih BPRS (ribuan rupiah); n = (1, 2, ..., 33); t = (1, 2, 3)

Q1n = nilai piutang jual beli BPRS ke-n (ribuan rupiah)

Q2n = nilai pembiayaan BPRS ke-n (ribuan rupiah) P1n = harga dana di BPRS ke-n

P2n = price of labor BPRS ke-n

D1 = dummy atau pembeda daerah operasional BPRS

1 = daerah yang pendapatan per kapitanya kurang dari Rp10 juta 0 = daerah yang pendapatan per kapitanya lebih atau sebesar Rp10

yang merupakan variabel acak non negatif yang diasumsikan bersifat asimetrik atau setengah normal (half-normal) dan digunakan untuk mengukur tingkat inefisiensi teknis, selain itu juga dalam SFA selalu diasumsikan iid. N(0,v2). Nilai variabel random dan error ini akan diestimasi dengan menggunakan maximum-likelihood untuk menghilangkan noise yang terdapat dalam analisis stochastic frontier. Fungsi keuntungan BPRS pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel, yaitu:

1. Keuntungan

Keuntungan (π) BPRS yang merupakan variabel dependent dalam penelitian ini, nilainya adalah laba bersih atau kerugian yang dihasilkan oleh suatu BPRS pada periode tertentu yang telah dikurangi pengeluaran pajak dan zakat.

2. Variabel Harga (Pi; i=1,2)

Harga merupakan nilai yang ditetapkan oleh BPRS untuk menarik nasabah dan menentukan biaya operasionalnya, dalam bentuk rasio. Penelitian ini membagi dua variabel dari harga tersebut yaitu pertama, harga dana (P1)

adalah harga input (pembiayaan) yang berupa nilai bagi hasil dibagi dengan total dana pihak ketiga (DPK) bukan bank berupa tabungan dan deposito mudharabah. Kedua, price of labor (P2) merupakan nilai biaya yang

dikeluarkan BPRS dalam operasionalnya berupa harga tenaga kerja dari nilai biaya personalia dibagi total aktiva.

3. Kuantitas Output (Qi; i=1,2)

(29)

Q1 merupakan nilai output yang dihasilkan BPRS berupa piutang jual beli

dari transaksi murabahah, ijarah, dan istishna’. Variabel Q2 adalah nilai

output yang dihasilkan BPRS berupa pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).

4. Variabel Dummy (D1)

Variabel dummy ini melambangkan pengaruh perbedaan lokasi terhadap keuntungan yang dihasilkan oleh masing-masing BPRS. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok daerah operasional yang dibedakan berdasarkan tingkat pendapatan per kapita daerah sampel.

Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling (sengaja) dengan berbagai pertimbangan, seperti memenuhi batas minimal pengambilan jumlah sampel secara statistik yang dapat menggambarkan karakteristik populasi sebanyak 30 BPRS. Keterbatasan jumlah BPRS yang memiliki data lengkap menjadi suatu pertimbangan untuk mengambil jumlah BPRS yang diteliti. BPRS yang memiliki data laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2011 sampai 2013 hanya berkisar 100 BPRS dengan penyebaran yang tidak terdistribusi merata dan pengambilan sampel dengan jumlah 33 BPRS diasumsikan dapat menjadi representatif dari BPRS yang ada di Indonesia. Pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja untuk mewakilkan wilayah Indonesia sehingga sampel yang digunakan merupakan hasil pengambilan dari beberapa daerah yang meliputi wilayah bagian barat, tengah dan timur Indonesia. Daerah operasional yang dijadikan sampel berjumlah 26 daerah yang terdiri atas kota dan kabupaten. Secara merata setiap daerah sampel memiliki satu dan ada daerah yang memiliki dua dan tiga BPRS.

Identitas masing-masing BPRS dilambangkan dengan nomor Identitas (ID), yaitu BPRS ID1 sampai BPRS ID33, untuk mempermudah proses pengolahan data (Lampiran 4). Keseluruhan sampel kemudian dikategorikan dalam dua kelompok dengan suatu indikator ekonomi tertentu. Hal dilakukan untuk melihat pengaruh daerah operasional terhadap tingkat kinerja BPRS dalam menghasilkan keuntungan.

Pengelompokkan BPRS Berdasarkan Daerah Operasional

Penelitian ini membagi sampel BPRS yang diteliti tingkat efisiensinya dalam dua kelompok daerah. Pengelompokkan daerah didasarkan pada salah satu kriteria dasar yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yaitu indikator perekonomian masyarakat. Indikator perekonomian dilihat berdasarkan besar pendapatan per kapita kota dan kabupaten periode 2011. Indikator ini didasarkan pada kurang tepatnya besaran nilai PDRB sebagai pengelompokkan daerah karena kepadatan penduduk dan sumber daya di masing-masing daerah yang berbeda.

Kelompok Daerah A

(30)

18

ikatan ahli perencanaan (IAP) Indonesia. IAP menyatakan dalam penelitiannya tersebut bahwa ada 12 daerah dengan karakter tersebut atau kota besar di Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini menyimpulkan 13 daerah sebagai kota dan kabupaten yang tingkat perekonomiannya tinggi (Tabel 2). Pengelompokkan ini didasarkan pada pendapatan per kapita daerah yang tergolong dalam kelompok ini. Pendapatan per kapita tahun 2011 masing-masing daerah di kelompok daerah A memiliki nilai lebih dari 10 juta rupiah. Batas nilai didapat dari pembulatan nilai median pendapatan per kapita 26 daerah sampel yang didapat sebesar 9.7 juta rupiah. Pengambilan nilai median dikarenakan besarnya selisih antara pendapatan tertinggi dan terendah sehingga nilai rata-rata yang didapat akan terlalu tinggi. Daerah dengan nilai pendapatan per kapita diatas batas tersebut (> 10 juta rupiah) termasuk kelompok daerah A, dan daerah dengan nilai pendapatan per kapita diatas batas tersebut (< 10 juta rupiah) termasuk dalam kelompok daerah B.

Tabel 3 Indikator Pendapatan per kapita Tahun 2011 di Daerah A Kota didasarkan pada publikasi 183 daerah tertinggal oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia yang pada umumnya memiliki pendapatan per kapita kurang dari 10 juta rupiah.

(31)

Tahapan Penelitian

Penelitian efisiensi BPRS di Indonesia dengan 26 daerah operasional BPRS yang menggunakan metode SFA dan konsep efisiensi keuntungan alternatif ini memiliki beberapa tahap penelitian untuk mendapatkan hasil yang terbaik, diantaranya sebagai berikut:

1. Pengelompokkan daerah berdasarkan kategori yang telah ditetapkan, yaitu kelompok daerah A dan Kelompok daerah B.

2. Pengambilan data publikasi laporan keuangan dari masing-masing BPRS yang menjadi sampel penelitian secara purposive sampling pada media resmi miliki Bank Indonesia berdasarkan kelompok daerah dan kelengkapan data laporan keuangan dari BPRS yang ada dari setiap daerah operasional.

3. Pengolahan dan pengelompokkan data yang didapat berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam pengukuran efisiensi dengan menggunakan software Ms. Excel 2013

4. Melakukan transformasi data ke dalam bentuk logaritma basis 10 (log) dan sebelumnya nilai yang didapat dijadikan dalam nilai riil dengan mengalikannya terhadap nilai rata-rata indeks harga konsumen (IHK) pada tahun berjalan.

5. Melakukan analisis statistika dengan menggunakan software Frontier 4.1 untuk mendapatkan estimasi dari nilai efisiensi setiap BPRS per periode waktu dan secara keseluruhan periode pengamatan.

6. Menarik simpulan dari hasil yang didapat untuk memungkinkan memberikan saran dan masukan kepada pihak terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dan Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laporan Publikasi

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki karakteristik masing-masing yang dipengaruhi oleh daerah tempat operasionalnya. Perbedaan yang berkaitan dengan keberadaan daerah operasional tersebut dapat dilihat dari beberapa data yang dipublikasi oleh BPRS, seperti nilai financing to deposit ratio (FDR), dan return on asset (ROA). Nilai FDR dan ROA menggambarkan tingkat kesehatan dan kinerja yang dihitung dari internal BPRS, semakin tinggi nilainya mengindikasikan kinerja BPRS yang lebih baik.

Perkembangan BPRS di Indonesia

(32)

20

adanya faktor yang memengaruhi kinerja BPRS termasuk tingkat efisiensi BPRS itu sendiri.

Tabel 5 Perkembangan FDR dan ROA BPRS di Indonesia Tahun 2009-2013

Rasio Keuangan Periode

2009 2010 2011 2012 2013

ROA (dalam %) 5.00 3.49 2.67 2.70 2.97

FDR (dalam %) 126.89 128.84 127.71 124.18 124.71 Sumber: Data Statistik Perbankan Syariah 2013 (diolah)

Dilihat dari data yang ditampilkan Tabel 5, nilai ROA BPRS di Indonesia memiliki perkembangan yang fluktuatif dari periode tahun 2009 sampai 2013 dan relatif menurun pada tahun 2013 dibandingkan pada tahun 2009. Nilai FDR BPRS di Indonesia juga memiliki perkembangan yang fluktuatif dan relatif menurun dibanding tahun 2009.

Perbandingan Nilai FDR dan ROA BPRS

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi melalui Bank Indonesia, BPRS di Indonesia khususnya yang dijadikan sampel penelitian memiliki nilai FDR dan ROA yang beragam (Tabel 5). Perbandingan dilakukan untuk melihat kualitas nilai rasio keuangan yang menyatakan tingkat kesehatan BPRS secara keseluruhan dari masing-masing di daerah operasional. Perbandingan ini membangun hipotesis awal dalam melihat pengaruh perbedaan daerah operasional terhadap tingkat kinerja BPRS, kelompok daerah mana yang memiliki kualitas atau kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok daerah lainnya. Tabel 6 Perbandingan Nilai FDR dan ROA BPRS

Nilai Daerah A Daerah B Total

(33)

diartikan bahwa kualitas FDR yang dimiliki BPRS daerah B lebih baik dibandingkan BPRS di daerah A. Nilai rata-rata ROA BPRS di daerah A masih dibawah nilai ROA nasional tetapi nilai ROA BPRS di daerah B berada diatas nilai ROA nasional yang bernilai 2.97. Terlihat bahwa nilai ROA dari BPRS di daerah B lebih tinggi dibandingan BPRS di daerah A, dam nilai tersebut juga diperjelas dengan melihat nilai CV ROA dari kedua kelompok. BPRS di daerah B memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai CV ROA dari BPRS di daerah A, yang menyatakan kualitas ROA dari BPRS di daerah B yang lebih baik.

Analisis Berdasarkan Statistik Deskriptif Data Sampel

Data sampel yang diambil dari laporan keuangan BPRS di Indonesia menghasilkan beberapa nilai yang disesuaikan berdasarkan variabel yang digunakan dalam model. Nilai-nilai yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan dan dijelaskan secara garis besar dengan statistik deskriptif data yang terdapat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 tersebut menampilkan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata dari data yang digunakan.

(34)

22

Analisis Model Estimasi dan Variabel yang Memengaruhi Fungsi Profit

Estimasi metode data panel penelitian ini diolah dengan software Eviews 6. Pendekatan yang terbaik untuk pengolahan SFA adalah dengan ordinary least squared (OLS) atau pooled least squared (PLS), dikarenakan model mendekati bentuk singular matriks jika diolah dengan pendekatan fixed atau random effect model. Hasil estimasi Eviews 6 model OLS menghasilkan nilai R-squared sebesar 0.412 (Lampiran 5). Model estimasi tersebut akan digunakan untuk pengolahan selanjutnya pada software Frontier 4.1 untuk mencari nilai efisiensi yang dihasilkan setiap BPRS (Tabel 6). Nilai efisiensi juga diperkirakan dengan estimasi maximum-likelihood untuk technical effect dari model panel yang dipakai.

Tabel 8 Hasil Akhir Maximum-Likelihood Estimator dengan Pendekatan SFA

Variabel Koefisien t-ratio

Gamma 0.999 Standard-error of gamma = 0.000

*signifikan pada taraf nyata 5% (t-tabel = 1.986) Sumber: Frontier 4.1 (Lampiran 2)

Hasil Uji dari Model Estimasi Fungsi Profit

Penelitian ini menggunakan Eviews 6 untuk mengestimasikan bentuk model terbaik dari data yang diperoleh dan telah dilakukan pendekatan SFA. Model yang dihasilkan diuji kembali secara statistik untuk mendapatkan simpulan model estimasi yang dapat dipakai dalam perhitungan nilai efisiensi BPRS. Beberapa pengujian yang dilakukan pada pendekatan OLS adalah dengan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi hasil uji asumsi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Berdasarkan hasil uji model didapatkan bahwa model telah menyebar normal berdasarkan uji normalitas, karena nilai koefisien Jarque-Bera adalah 18.871 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan sebesar 0.05. Nilai statistik durbin watson yang dihasilkan adalah 1.627, dengan variabel bebas sebanyak lima dan jumlah observasi sebanyak 99 sehingga nilai tersebut berada diantara nilai tabel durbin watson, yaitu 1.568 – 1.779 dan menyimpulkan bahwa tidak ada autokolerasi dalam model. Uji multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai korelasi antar variabel dalam model. Hasil estimasi menyatakan nilai korelasi yang didapat kurang dari 0.80, sehingga penelitian ini tidak ada multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas pada model ini dilakukan dengan Uji Park yang menyatakan tidak ada terdapat heteroskedastisitas dalam data.

(35)

variabel yang digunakan dilihat dengan membandingkan t-ratio didapat dengan nilai sebaran t-tabel uji dua arah (variabel bebas lima dan 99 observasi) pada taraf nyata 5% yang memiliki nilai sebesar 1.986.

Variabel yang Memengaruhi Fungsi Profit

Variabel log Q1 (piutang jual beli) dalam model memberikan pengaruh yang

signifikan pada log π sebagai variabel dependen. Nilai t-ratio sebesar 3.626 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel pada taraf nyata 5%, yaitu 1.986 (uji t dua arah). Besaran pengaruh variabel log Q1 tersebut dapat dilihat pada nilai

koefisiennya yaitu 0.388 yang pengaruhnya positif terhadap nilai log π. Perubahan Q1 yang meningkat sebesar 1% akan meningkatkan nilai profit sebesar 0.39%

begitu juga sebaliknya, dengan asumsi ceteris paribus. Peningkatan nilai piutang jual beli (murabahah, istishna, dan lainnya) berdampak meningkatkan keuntungan yang dihasilkan oleh BPRS. Hal ini menggambarkan secara umum bahwa BPRS cenderung selalu meningkatkan pembiayaan dalam bentuk akad jual beli untuk meningkatkan keuntungan yang didapat.

Variabel log Q2 (pembiayaan bagi hasil) dalam model memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap log π sebagai variabel dependen. Nilai t-ratio sebesar 18.561 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel pada taraf nyata 5% (uji t dua arah). Besaran pengaruh variabel log Q2 tersebut dapat dilihat pada nilai

koefisiennya yaitu 0.135 yang pengaruhnya positif terhadap nilai log π. Perubahan Q2 yang meningkat sebesar 1% akan meningkatkan nilai profit sebesar 0.14%

begitu juga sebaliknya, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menyimpulkan bahwa peningkatan pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) berdampak meningkatkan keuntungan yang didapat BPRS. Pembiayaan yang mengandung bagi hasil akan cenderung ditingkatkan jumlahnya untuk meningkatkan total nilai bagi hasil kepada BPRS, sehingga peningkatan pendapatan yang diterima akan meningkatkan keuntungan BPRS.

(36)

24

sebaliknya, dengan asumsi ceteris paribus. Variabel P2 berdampak meningkatkan

nilai keuntungan BPRS jika nilainya diturunkan.

Variabel D1 (pengaruh lokasi) dalam model memberikan tidak berpengaruh

signifikan terhadap log π sebagai variabel dependen dilihat dari nilai t-ratio sebesar 0.071 yang kecil dibanding nilai t-tabel pada taraf nyata 5% (uji t dua arah). Signifikannya pengaruh D1 tersebut dapat menyatakan adanya pengaruh lokasi BPRS dalam pendekatan SFA yang dilakukan. Koefisien D1 sebesar 0.019

untuk pengaruhnya yang positif terhadap nilai keuntungan yang dihasilkan BPRS di daerah B. Nilai koefisien tersebut diinterpretasikan bahwa BPRS yang beroperasi di daerah A atau daerah yang pendapatan per kapita lebih tinggi memiliki pengaruh yang menurunkan keuntungan BPRS, dan memiliki pengaruh meningkatkan keuntungan bagi BPRS yang berada di daerah B.

Hasil Nilai SFA dan Konsep Efisiensi Keuntungan Alternatif

Efisiensi yang dihitung dalam penelitian ini merupakan nilai efisiensi BPRS menggunakan input (alokasi biaya) dan menghasilkan keuntungan selama periode satu tahun. Periode yang diteliti adalah tahun 2011 sampai tahun 2013. Rentang nilai efisiensi dengan konsep keuntungan alternatif sama seperti rentang nilai hasil pendekatan SFA konsep biaya dan keuntungan standar. Rentang nilai efisiensi yang didapat adalah diantara nol dan satu. Semakin mendekati satu maka BPRS memiliki kinerja yang semakin efisien dan nilai yang lebih kecil mengindikasikan kinerja BPRS yang semakin tidak efisien.

Kategori Hasil Pengukuran Nilai Efisiensi BPRS

Pengukuran efisiensi dilakukan menggunakan software Frontier 4.1 yang mengestimasi nilai technical effect efficiency dari model panel. Frontier 4.1 mengukur efisiensi BPRS dengan mempertimbangkan maximum-likelihood yang secara langsung terprogram dalam software tersebut. Nilai efisiensi akan secara langsung dihasilkan berdasarkan cross-section dan timeperiode yang ada.

Keseluruhan hasil olahan menunjukan tingkat efisiensi yang tergolong kecil dari BPRS yang diteliti, baik itu BPRS yang tergolong dalam kelompok daerah A dan daerah B. Data yang menyatakan hasil olahan tersebut dalam penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Nilai SFA Efisiensi Tertinggi, Terendah, dan Rata-rata BPRS di Indonesia Periode Tahun 2011-2013

Periode Nilai Efisiensi Kelompok

Daerah A Daerah B

2011 Tertinggi 0.99846 0.93765

Terendah 0.00870 0.04563

Rata-rata 0.35434 0.38065

2012 Tertinggi 0.92765 0.88214

Terendah 0.00248 0.00270

Rata-rata 0.18386 0.38932

2013 Tertinggi 0.99925 0.99801

(37)

Rata-rata 0.27350 0.44230 Sumber: Olahan Frontier 4.1 (lampiran)

Hasil olahan yang didapat dari Tabel 9 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 secara keseluruhan nilai efisiensi tertinggi dihasilkan oleh BPRS yang berada di kelompok daerah A yaitu 0.99846 dan nilai efisiensi terendah dihasilkan oleh BPRS di kelompok daerah A yaitu 0.00870. Pada periode selanjutnya, di tahun 2012 nilai efisiensi BPRS tertinggi masih dihasilkan oleh BPRS yang berada di kelompok daerah A yaitu 0.92765 dan efisiensi terendah adalah BPRS di kelompok daerah daerah A yaitu 0.00248. Pada periode tahun 2013, BPRS di daerah A menghasilkan nilai efisiensi tertinggi yaitu 0.99925 dan nilai BPRS terendah dihasilkan BPRS yang ada di kelompok daerah A yaitu 0.00015. Dilihat data yang ditampilkan pada Tabel 9 nilai rata-rata BPRS di daerah A memiliki perkembangan yang fluktuatif dari tahun 2011 sampai 2013 dan relatif menurun dibandingkan nilai rata efisiensi yang dihasilkan pada tahun 2011. Nilai rata-rata efisiensi yang dihasilkan BPRS di daerah B memiliki tren yang positif (meningkat) perkembangannya dari tahun 2011 sampai 2013. Perbandingan dua nilai rata-rata efisiensi yang dihasilkan oleh BPRS di masing-masing daerah sesuai dengan kualitas nilai rasio keuangan yang dibandingkan pada Tabel 6 yang menyatakan BPRS di daerah B lebih baik kualitas kinerjanya dibandingkan BPRS di daerah A yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi.

Nilai Efisiensi yang Dihasilkan dengan Metode SFA

Hasil pengolahan yang telah dilakukan dengan metode SFA dan konsep efisiensi keuntungan alternatif dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai efisiensi yang didapat pada Tabel 10 dikelompokkan berdasarkan selang tertentu dengan tujuan melihat frekuensi dan sebaran nilai efisiensi BPRS. Data dari Tabel 10 memperlihatkan jumlah BPRS dengan selang nilai efisiensi tertentu.

Tabel 10 Frekuensi dan Sebaran Nilai Efisiensi BPRS Nilai Efisiensi Frekuensi Persentase

(38)

26

yang lebih baik dibandingkan nilai rata-rata efisiensi yang dihasilkan BPRS di daerah berpendapatan per kapita lebih tinggi dari daerah lainnya.

Hasil pengolahan menunjukkan nilai efisiensi BPRS yang didapat masih tergolong rendah, dengan banyaknya frekuensi nilai pada selang 0.000-0.500 yaitu 27 BPRS (Tabel 10). Sebaran nilai efisiensi yang rendah ini mengindikasikan adanya inefisiensi yang dialami BPRS dalam menghasilkan keuntungan. Inefisiensi ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :

1. Berdasarkan tabulasi data laporan keuangan BPRS, data yang didapat banyak BPRS yang bernilai nol pada variabel Q2 (tidak melakukan pembiayaan yang mengandung bagi hasil). Selain itu, banyak BPRS yang melaporkan kerugian dalam operasionalnya selama waktu penelitian. Hal ini cenderung mempengaruhi nilai secara menyeluruh dari nilai efisiensi yang dihasilkan.

2. Persaingan antar lembaga keuangan yang dihadapi oleh BPRS menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Daya saing suatu BPRS tentunya dipengaruhi oleh keberadaan BPRS lainnya di daerah yang sama, selain itu suatu BPRS juga menghadapi intervensi baitul maal wa tamwil (BMT), koperasi syariah atau konvensional, dan bank syariah yang turut mengambil pasar mikro di daerah tersebut. Kondisi persaingan ini diramaikan oleh keberadaan BPR atau bank konvensional.

3. Pengestimasian secara statistik data menyatakan data menyebar normal, namun nilai sum-squared residual yang tinggi (sebesar 394.467) cenderung mempengaruhi tingginya nilai inefisiensi dan random effect pada pendekatan SFA. Nilai R-squared pada estimasi awal OLS memiliki nilai rendah yang nilai tersebut melambangkan ragam regresi yang digunakan dalam model, sehingga ketika nilai R-squared memiliki nilai yang tinggi (mendekati satu) diasumsikan nilai efisiensi cenderung lebih tinggi. R-squared mempengaruhi nilai sum-squared pada Frontier 4.1.

Gambar

Tabel 1 Jumlah BPRS di Indonesia Periode Tahun 2009-2013
Gambar 1: Bagan Kontrak Intermediasi
Gambar 2: Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Gambar 3 Fungsi Derivatif Keuntungan dari Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

sesuatu. Mereka senantiasa menilai negatif kemampuan dirinya sendirisehingga mendorong timbulnya perasaan beratdan tidak menyenangkan. Pada tingkatan SMP, yakni

Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana frekuensi dan tingkat modalitas yang terdapat pada teks pidato Prabowo dengan menggunakan teori Saragih dengan pendekatan Linguistik

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Sistem Informasi Akademik dengan SMS

[r]

hubungan pola komunikasi pada keluarga, dengan tingkat depresi pada Lansia..

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla yang Maha Mengatur hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul

It is recommended that HTML documents (and XHTML documents without an XML declaration) also include a meta element that specifies the content type and character encoding for