• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Kuantil Menggunakan Lasso Untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Kuantil Menggunakan Lasso Untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN

STATISTICAL DOWNSCALING

DENGAN

REGRESI KUANTIL MENGGUNAKAN LASSO UNTUK

PENDUGAAN CURAH HUJAN EKSTRIM

DEWI SANTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil menggunakan LASSO untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Dewi Santri

G151130031

(4)

RINGKASAN

DEWI SANTRI. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil menggunakan LASSO untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.

Curah hujan ekstrim yang sering terjadi di Indonesia menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya yang berkaitan dengan bidang pertanian. Tanaman padi merupakan tanaman yang rentan terhadap kejadian ekstrim yaitu El-Nino dan La-Nina. Oleh karena itu pemodelan curah hujan diperlukan untuk meminimumkan dampak yang terjadi.

Model-model untuk menganalisa curah hujan sudah banyak diterapkan di antaranya global circulation model (GCM). Data luaran GCM adalah data hasil simulasi komputer yang memanfaatkan kaidah fisika, kondisi lautan, dan perubahan iklim pada atmosfer bumi dan dapat merepresentasikan unsur – unsur iklim pada masa lampau, saat ini dan di masa yang akan datang. Data luaran GCM masih berskala global, sehingga akan sulit untuk menjelaskan keragaman dalam skala lokal yang lebih rinci. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat akurasi prediksi curah hujan yang dihasilkan. Statistical Downscaling (SD) diyakini dapat menangani permasalahan tersebut. Metode ini menghubungkan antara data luaran GCM dan curah hujan untuk menduga perubahan pada skala lokal dengan menggunakan metode regresi.

Regresi kuantil merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis pola terjadinya curah hujan ekstrim. Regresi kuantil dapat mengukur efek peubah penjelas tidak hanya di pusat sebaran data, tetapi juga pada bagian atas atau bawah ekor sebaran. Kelebihan lain dari regresi kuantil adalah sangat efisien jika sisaan tidak menyebar normal dan kekar terhadap adanya pencilan.

Data luaran GCM yang memiliki multikolinearitas tidak dapat langsung diterapkan dalam model SD. Metode-metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas dalam SD antara lain metode analisis komponen utama (AKU), metode shrinkage seperti Least Absolute Shrinkage and Selection Operator (LASSO) dan ridge. Metode AKU paling sering digunakan dalam mereduksi dimensi data luaran GCM dan menangani masalah multikolinearitas. Metode shringkage selain dapat menghilangkan multikolinearitas juga dapat meminimumkan ragam penduga parameter dari model regresi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan SD menggunakan metode regresi kuantil dengan LASSO dan AKU serta memilih model SD terbaik dari kedua metode yang digunakan tersebut.

Peubah respon yang digunakan adalah data rata-rata curah hujan bulanan yang diperoleh dari 11 stasiun klimatologi di Kabupaten Indramayu pada tahun 1979-2008. Peubah prediktor (GCM) yang digunakan adalah data curah hujan bulanan Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) yang dikeluarkan oleh KNMI, Belanda pada tahun 1979 sampai dengan 2008 dengan posisi wilayah – 18.75o– 1.25oLS dan 101.25o– 116.25oBT. Analisis data yang dilakukan meliputi

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dugaan curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu dengan model SD menggunakan regresi kuantil dengan LASSO menghasilkan prediksi yang lebih konsisten terhadap berbagai selang waktu dugaan dibandingkan model yang menggunakan metode AKU. Model terbaik yang diperoleh berasal dari model yang dibangun oleh regresi kuantil dengan metode LASSO pada grid 6×6 yaitu model regresi kuantil linear. Model ini memiliki nilai quantile verification skill score (QVSS) paling tinggi dan nilai root mean square error of prediction (RMSEP) paling rendah diantara model-model yang lain. RMSEP model SD dengan LASSO pada grid 6×6 lebih rendah dibandingkan dengan model pada grid 8×8, sedangkan pada model AKU kedua grid memiliki nilai RMSEP yang hampir sama. Pendugaan curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu untuk satu tahun ke depan memberikan hasil dugaan terbaik dari semua periode analisis yang digunakan.

(6)

SUMMARY

DEWI SANTRI. Statistical Downscaling Modeling with Quantile Regression using LASSO to Estimate Extreme Rainfall. Supervised by AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.

Extreme rainfall that frequently occurs in Indonesia has negative impact. For example in agriculture, El Nino and La nina can damage rice plants that will reduce rice production. Therefore modeling extreme rainfall is needed to minimize the negative impact.

Global circulation model (GCM) has been widely applied to analize the extreme rainfall. The GCM data is a computer simulation result of a large number interaction of physics, chemistry, and dynamics of the earth’s atmosphere. GCM data can represent the past, present or future climate. However, GCM data has global scale and unable to provide reliable information at local scale. Statistical Downscaling (SD) has been developed in an attempt to bridge this scale gap. SD uses regression models to represent the link between GCM data and local rainfall.

Quantile regression is a method that can be used to analyze extreme rainfall. Quantile regression can measure the effect of explanatory variables not only in the center of the data, but also on the top or bottom of the distribution data. Quantile regression does not assume homogenous residual variance and normality of the error distribution.

GCM data which has multicolinearity can not be directly applied in SD model. The methods that can be used to overcome multicollinearity are principal component analysis (PCA) and shrinkage methods such as Least Absolute Shrinkage and Selection Operator (LASSO) and ridge. PCA is the most commonly used in SD modeling. PCA can reduce the dimension of GCM data and multicollinearity. Shringkage method can eliminate multicolinearity and minimize variance. The objectives of this study are modeling SD using quantile regression with LASSO and PCA to predict extreme rainfall in Indramayu and to choose the best SD model of both methods.

This research used the average monthly rainfall data from 11 climatological stations in Indramayu from 1979 to 2008 as independent variable and precipitation from GCM data as dependent variables. GCM data used is from Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) issued by KNMI, the Dutch from 1979 to 2008 with the position –18.75o – 1.25oS and 101.25o–116.25oE from the website http://www.climatexp.knmi.nl/. Training data starting from 1979 to 2007 and 2008 for testing data. Data analyzes were performed consisting of quantile regression modeling with LASSO penalty and quantile regression modeling with PCA.

(7)

the two size of grid. The estimation of extreme rainfall in Indramayu for one year ahead provides the best estimates compare to all periods of analysis used.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika

PEMODELAN

STATISTICAL DOWNSCALING

DENGAN

REGRESI KUANTIL MENGGUNAKAN LASSO UNTUK

PENDUGAAN CURAH HUJAN EKSTRIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil menggunakan LASSO untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim Nama : Dewi Santri

NIM : G151130031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Ketua

Dr Ir Anik Djuraidah, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika

Dr Ir Kusman Sadik, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil menggunakan LASSO untuk pendugaan curah hujan ekstrim.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta La Hafili dan Wa Nia yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga kakak tersayang beserta suami Rahmatia, SPd dan Saharudin, AMd serta keluarga besarku atas doa dan semangatnya.

Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Global circulation model (GCM) dan Statistical Downscaling (SD) 2

Regresi Kuantil 3

Least Absolute Shrinkage and Selection Operator (LASSO) 5

Validasi Silang 6

3 METODE 7

Data 7

Metode Analisis 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Deskripsi Data 10

Regresi Kuaantil dengan LASSO 11

Regresi Kuantil dengan Analisi Komponen Utama 14 Perbandingan SD Regresi Kuantil menggunakan LASSO dan Analisis

Komponen Utama 16

Validasi dan Uji Konsistensi Model LASSO 16

5 SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu 10 2 Nilai lambda optimum untuk masing-masing model 11 3 Perbandingan nilai RMSEP di setiap panjang data pendugaan model SD

dengan regresi kuantil menggunakan LASSO dan AKU 16 4 Nilai RMSEP dan korelasi di setiap panjang data pendugaan model SD

dengan regresi kuantil menggunakan LASSO 17

5 Nilai korelasi pendugaan model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO untuk pendugaan curah hujan ekstrim 1 tahun ke depan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi proses StatisticalDownscaling 3

2 Diagram alir metode analisis 9

3 Diagram kotak garis curah hujan Kabupaten Indramayu 11 4 Nilai QVSS dari keenam model yang menggunakan LASSO untuk grid

8×8 dan grid 6×6 12

5 Nilai RMSEP dari keenam model yang menggunakan LASSO untuk grid

8×8 dan grid 6×6 13

6 Nilai prediksi dari Model M4 untuk metode LASSO pada grid 8×8 13 7 Nilai prediksi dari Model M1 untuk metode LASSO pada grid 6×6 13 8 Nilai QVSS dari keenam model yang menggunakan AKU untuk grid 8×8

dan grid 6×6 14

9 Nilai RMSEP dari keenam model yang menggunakan AKU untuk grid

8×8 dan grid 6×6 14

10 Nilai prediksi dari Model M2 untuk metode AKU pada grid 8×8 15 11 Nilai prediksi dari Model M1 untuk metode AKU pada grid 6×6 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai λ dan CV untuk grid 8×8 21

2 Nilai λ dan CV untuk grid 6×6 21

3 Proporsi keragaman, proporsi kumulatif dan standar deviasi dari komponen utama model linear menggunakan AKU untuk grid 8×8 22 4 Proporsi keragaman, proporsi kumulatif dan standar deviasi dari

komponen utama model kuadrat menggunakan AKU untuk grid 8×8 22 5 Proporsi keragaman, proporsi kumulatif dan standar deviasi dari

komponen utama model linear menggunakan AKU untuk grid 6×6 22 6 Proporsi keragaman, proporsi kumulatif dan standar deviasi dari

(15)
(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi normalnya. Menurut BMKG (2008) curah hujan ekstrim adalah curah hujan di atas 400 mm/bulan atau di atas 100 mm/hari. Dampak negatif dari terjadinya curah hujan ekstrim salah satunya yang berkaitan dengan masalah di bidang pertanian misalnya terjadinya gagal panen. Pada tahun 2010 produksi padi mengalami penurunan akibat iklim ekstrim yaitu dari 1.58 juta ton di tahun 2009 menjadi sebesar 1.55 juta ton di tahun 2010 (BPS 2011). Hal ini menjadikan studi tentang perubahan iklim sangat diperlukan untuk meminimumkan kerugian yang mungkin terjadi.

Curah hujan merupakan kejadian kompleks yang melibatkan topografi dan interaksi antara laut, darat dan atmosfir sehingga mempersulit prediksi curah hujan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan model peramalan curah hujan yang akurat pada skala lokal dengan mempertimbangkan informasi tentang sirkulasi atmosfir global yang dapat diperoleh dari data luaran GCM (global circulation model). (Handayani, 2014)

GCM tersusun atas rangkaian model-model numerik yang merepresentasikan sejumlah komponen subsistem dari iklim bumi. GCM memiliki kemampuan untuk melakukan simulasi iklim secara skala besar. Model ini diyakini sebagai model penting dalam upaya memahami iklim di masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang (Wilby et al. 2009).

Data luaran GCM masih berskala global sehingga akan sulit untuk memperoleh informasi yang berskala lokal (kabupaten atau kota). Agar dapat menangani masalah tersebut diperlukan suatu metode untuk mentransformasi hasil simulasi GCM pada skala global ke skala lokal. Pendekatan statistical downscaling

(SD) diyakini dapat menangani permasalahan rendahnya akurasi prediksi curah hujan. Metode ini menghubungkan antara data luaran GCM dan curah hujan untuk menduga perubahan pada skala lokal dengan menggunakan model regresi. Informasi dari skala global dalam data luaran GCM akan diproyeksikan terhadap informasi skala lokal stasiun cuaca.

Metode regresi yang dapat digunakan untuk menganalisis data yang mengandung nilai ekstrim adalah regresi kuantil. Regresi kuantil tidak membutuhkan asumsi parametrik dan bermanfaat untuk menganalisis bagian tertentu dari suatu sebaran bersyarat (Buhai 2004). Kelebihan lain dari regresi kuantil adalah efisien jika sisaan tidak menyebar normal dan kekar terhadap pencilan. Hal tersebut membuat regresi kuantil banyak digunakan untuk memodelkan data yang mengandung nilai ekstrim.

Pada data luaran GCM terdapat multikolinearitas atau antar peubah GCM saling berkorelasi tinggi. Hal ini akan menyebabkan nilai dugaan parameter model regresi menjadi tidak tepat. Oleh karena itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi masalah multikolinearitas dalam data GCM tersebut.

(18)

2

(LASSO). Metode AKU merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode AKU dapat mereduksi dimensi dari GCM dan menangani masalah multikolinearitas. Metode shringkage selain dapat menghilangkan multikolinearitas juga dapat meminimumkan ragam penduga parameter dari model regresi. Kelebihan LASSO dibandingkan metode ridge adalah LASSO dapat menyusutkan koefisien penduga tepat nol sehingga dapat melakukan seleksi peubah sehingga model lebih sederhana dan saling bebas (Hastie et.al 1990).

Penelitian mengenai model SD dengan regresi kuantil sebelumnya telah banyak dilakukan, antara lain Djuraidah dan Wigena (2011) menggunakan regresi kuantil untuk mengeksplorasi curah hujan di Kabupaten Indramayu pada data yang mengandung pencilan. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa regresi kuantil dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi-kondisi ekstrim, baik ekstrim kering (kuantil ke-5) maupun ekstrim basah (kuantil ke-95). Mondiana (2012) mengkaji pemodelan curah hujan ekstrim dengan menggunakan regresi kuantil dengan reduksi peubah GCM menggunakan analisis komponen utama, namun model yang dihasilkan belum dapat mengakomodasi dengan baik pengaruh nonlinear. Keseluruhan dari penelitian tersebut menggunakan metode AKU dalam pemodelan SD.

Pemodelan SD pada penelitian ini menggunakan regresi kuantil dengan LASSO. Penambahan penalti LASSO dalam model regresi kuantil membuat analisis SD menjadi lebih sederhana karena pemodelan SD dan penanganan multikolinearitas data luaran GCM dapat dilakukan dalam satu kali tahapan. Selain itu LASSO juga dapat secara simultan melakukan reduksi dimensi data luaran GCM dan mengontrol ragam penduga koefisien pada regresi kuantil.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini. yaitu :

1. Menentukan model curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan statistical downscaling menggunakan metode regresi kuantil dengan LASSO dan AKU.

2. Menentukan model SD terbaik antara model yang menggunakan metode LASSO dan AKU.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Global Circulation Model (GCM) dan Statistical Downscaling (SD)

Global circulation model (GCM) merupakan alat terpenting dalam memahami sistem iklim karena mampu memberikan informasi tentang pergeseran iklim dari masa lampau sekarang dan di masa yang akan datang. GCM berskala besar (global) atau memiliki resolusi yang rendah sehingga belum memperhitungkan fenomena pada skala kecil (lokal). GCM membuat simulasi peubah-peubah iklim global pada setiap grid (berukuran ±2,5° atau ±300 km2) setiap lapisan (layer) atmosfir, yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi pola-pola iklim dalam jangka waktu tahunan (Wigena 2006).

(19)

3 ditentukan oleh suatu proses fisika yang sangat rumit, sensitif, dan nonlinier yang tidak dapat dimodelkan oleh GCM (Stockdale et al. 1998).

Gambar 1 Ilustrasi proses StatisticalDownscaling (Sutikno 2008)

Model SD adalah suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfir global (hasil GCM) dengan unsur-unsur iklim lokal. Pemilihan peubah-peubah prediktor dan penentuan domain (lokasi dan jumlah grid) merupakan faktor kritis yang akan mempengaruhi kestabilan peramalan (Wilby dan Wigley 2000). Model ini juga memerlukan data deret waktu yang homogen dalam berbagai perubahan iklim. Model SD memberikan hasil yang baik dengan syarat berikut: (1) Hubungan erat antara respon dengan prediktor yang menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik, (2) Peubah prediktor disimulasi baik oleh GCM, dan (3) Hubungan antara respon dengan prediktor tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim (Busuioc et al.

2001). Bentuk umum model SD, yaitu :

� = ���

dengan,

� : peubah iklim lokal (curah hujan)

��� : peubah luaran GCM (presipitasi) : banyaknya waktu (bulanan) : banyaknya grid domain GCM

Regresi Kuantil

(20)

4

regresi dengan pendekatan memisahkan atau membagi data menjadi kuantil-kuantil tertentu yang kemungkinan memiliki nilai dugaan yang berbeda (Sari 2015)

Regresi kuantil meminimumkan galat mutlak terboboti dan menduga model dengan menggunakan fungsi kuantil bersyarat pada suatu sebaran data. Metode regresi kuantil tidak membutuhkan asumsi parametrik dan regresi kuantil sangat bermanfaat untuk menganalisis bagian tertentu dari suatu sebaran bersyarat (Buhai 2004). Keuntungan utama dari regresi kuantil adalah efisien jika sisaan tidak menyebar normal dan kekar terhadap adanya pencilan.

Untuk peubah acak dengan fungsi sebaran peluang

� =

kuantil ke-� dari didefenisikan sebagai fungsi invers � = �nf⁡{ , � �} dengan � , , sebagai contoh median adalah .5

Untuk contoh acak berukuran � dari peubah acak = , … , , median contoh adalah penduga yang meminimumkan jumlah mutlak galat yaitu

m�n ∑| − �|

=

seperti halnya median contoh, metode ini bisa dikembangkan untuk model regresi kuantil

= �′� + �

dengan = , … , ′ adalah vektor respon berukuran � × , � = , … , adalah matriks peubah penjelas berukuran � × � , � = � , … , � ′ adalah vektor parameter berukuran � × , dan � = � , … , � ′ adalah vektor galat berukuran

� × . Regresi disebut sebagai regresi median yang merupakan perluasan dari median contoh. Penduga koefisien pada model regresi merupakan solusi dari minimisasi fungsi

m�n ∑| − ′�|

=

Hubungan fungsional antara peubah respon dengan peubah penjelas pada regresi kuantil merupakan hubungan fungsional antara kuantil bersyarat peubah respon dengan peubah penjelas yang membentuk fungsi linier yaitu �| = =

′� � . Menurut Koenker (2005), penduga regresi kuantil ke-� untuk �⁡�⁡ , merupakan solusi dari masalah minimisasi fungsi

m�n [∑�{ | �}�| − ′�|+ ∑�{ | − � | − ′�|

�< �′�} ] (3)

(21)

5 Pendugaan dalam regresi kuantil diperoleh dengan menyelesaikan masalah pemrograman linier. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pendugaan parameter regresi kuantil adalah metode simpleks.

Chen dan Wei (2005) mengemukakan tahapan dalam metode simpleks sebagai berikut :

misalkan �⁡ = [ − �′�]+, �⁡ = [�′� − ]+, ∅ = [�]+, dan � = [−�]+dengan

⁡ = , , , ′, X merupakan matriks peubah penjelas dan [ ]+ adalah bagian yang tidak negatif dari z.

Untuk kasus regresi median, pendekatan simpleks menyelesaikan masalah

m�n ∑| − �′�| =

dapat diselesaikan dengan

:

m�n { ′� +�| = �� + � − �}

max ′ , dengan kendala �′ , yang dapat disederhanakan menjadi

max⁡ ′ | � =

Jika ′ = + , � = � , maka rumusan menjadi

max ′{ ′ |� = �}

Untuk regresi kuantil, masalah minimisasi adalah

m�n�∑ �� − �′� =

dan analog dengan tahapan sebelumnya, rumusan masalah menjadi

max�⁡ ′ | � = − � �

Penilaian kebaikan model dilakukan dengan menghitung Quantile Verification Skill Score (QVSS). QVSS didefinisikan sebagai berikut :

��� = −∑= ��| − �̂� | ��| − � | =

dengan merupakan kuantil ke-� dari . Nilai QVSS berada pada selang [0,1]. Nilai QVSS yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa model memiliki kemampuan ramalan yang baik dan jika nilai QVSS yang mendekati 0 mengindikasi model memiliki kemampuan ramalan yang kurang baik.

Least Absolute Shrinkage and Selection Operator (LASSO)

Metode Least Absolute Shrinkage and Selection Operator (LASSO) diperkenalkan pertama kali oleh Tibshirani pada tahun 1996. LASSO adalah metode penalti alternatif dari metode kuadrat terkecil yang berfungsi dalam penyeleksian peubah dan menghindari masalah overfitting.

Penduga koefisien LASSO � � juga dapat ditulis dalam persamaan

(22)

6

�̂ � = m�n ∑= ( − � − ∑�= �) + � ∑ |� |�=

Sedangkan pada penduga regresi kuantil ke-� untuk �⁡�⁡ , setelah ditambahkan penalti LASSO dapat ditulis sebagai berikut

m�n ∑= �� − �′� + � ∑ |� |�= (5) dengan � adalah parameter penalti (regularizer) yang mengontrol besarnya penyusutan. Salah satu cara untuk mencari nilai � yang optimal adalah dengan menggunakan metode cross validation (CV). Nilai � yang optimal adalah � dengan nilai CV terkecil. Jika � = , maka maka penduga LASSO memberikan hasil yang sama dengan penduga kuadrat terkecil. Jika � dinaikkan, maka nilai mutlak dugaan koefisiennya menjadi semakin kecil menuju nol untuk � menuju tak hingga dan memungkinkan beberapa koefisien tepat nol, sehingga dapat berfungsi sebagai seleksi peubah.

Least Angle Regression (LAR) merupakan suatu metode regresi yang algoritmanya dapat dimodifikasi menjadi algoritma komputasi untuk metode LASSO. Modifikasi dari LAR untuk LASSO menghasilkan efisiensi algoritma dalam menduga koefisien LASSO dengan komputasi yang lebih cepat dibandingkan pemrograman kuadratik. Algoritma LAR untuk melakukan pendugaan koefisien dari LASSO adalah sebagai berikut (Hastie et al. 1990): 1. Membakukan peubah bebas sehingga memiliki nilai tengah nol dan ragam satu.

Dimulai dengan sisaan �⁡ = ⁡ − ̅, dan � , � , …⁡, � = ⁡. Pembakuan ini dimaksudkan agar dapat membandingkan dugaan koefisien regresi yang memiliki ragam yang berbeda dalam suatu model.

2. Mencari peubah bebas yang paling berkorelasi dengan �.

3. Mengubah nilai � dari 0 bergerak menuju koefisien kuadrat terkecil , � , sampai kompetitor ⁡yang lain memiliki korelasi yang cukup dengan sisaan akibat .

4. Mengubah nilai � dan � bergerak ke arah koefisien kuadrat terkecil bersama dari sisaan sekarang dengan ( , ) sampai kompetitor yang lain memiliki korelasi yang cukup dengan sisaan akibat ( , )

5. Jika koefisien bukan nol mencapai nilai nol, keluarkan peubah tersebut dari gugus peubah aktif dan hitung kembali arah kuadrat terkecil bersama.

6. Mengulang langkah nomor 4 sampai semua � peubah bebas dimasukkan. Setelah min � − , � ⁡langkah, solusi model penuh untuk kuadrat terkecil diperoleh.

Validasi Silang

Setiap metode regulasi memiliki koefisien penalti yang berfungsi untuk mengontrol jumlah regulasi yang ada. Hal ini juga dapat menentukan seberapa baik model yang terbentuk. Terdapat beberapa metode pemilihan model terbaik yang dapat digunakan antara lain nilai Cp Mallows, validasi silang atau Cross Validation

(23)

7 Salah satu metode tipe validasi silang adalah k-fold. Pada metode ini semua data dibagi secara acak ke dalam k bagian atau folds dengan � = , . . . , . Fold ke-k digunake-kan sebagai validasi (testing) dan sisanya digunakan untuk membangun model (training), iterasi ini berulang sampai K kali. Pada saat = � metode ini disebut validasi silang leave-one-out.

Prosedur dari validasi silang k-fold adalah sebagai berikut:

1. Bagi data set { , … , �} secara acak menjadi k- fold yang sama besar, � , … , � 2. Untuk � = , . . . , :

 Gunakan , , � � sebagai data training dan , , � � sebagai data testing.

 Untuk masing-masing parameter � {� , … , � }, hitung nilai �̂− pada data training serta hitung jumlah sisaan pada data testing:

� = ∑ − �̂�− ⁡ ��

3. Untuk setiap nilai �, hitung rata-rata sisaan dari semua fold,

�� � = �∑ �= = �∑ ∑ − �̂�− ⁡

Data luaran GCM yang digunakan adalah data presipitasi bulanan Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) yang dikeluarkan oleh KNMI. Belanda dari situs web http://www.climatexp.knmi.nl/ pada tahun 1979 sampai dengan 2008 dengan posisi wilayah –18.75o – 1.25oLS dan 101.25o – 116.25oBT. Data curah hujan lokal yang digunakan adalah data rata-rata curah hujan di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat yang diukur dari 11 stasiun klimatologi yakni stasiun Karang Anyar, Pusakanegara, Tulang Kacang, Juntinyuat, Losarang, Dempet, Indramayu, Krangkeng, Sukadana, Karangkendal dan Gegesik.

Metode Analisis

1. Eksplorasi Data

a. Mendeskripsikan data curah hujan di Kabupaten Indramayu dengan statistika deskriptif

b. Mengidentifikasi data curah hujan ekstrim dengan diagram kotak garis, data curah hujan yang berada di luar kotak garis merupakan curah hujan ekstrim. c. Membagi data curah hujan di Kabupaten Indramayu menjadi dua yaitu curah

hujan tahun 1979 sampai tahun 2007 sebagai data training dan curah hujan tahun 2008 sebagai data testing.

(24)

8

a. Memilih nilai koefisien penalti (�) yang optimum dengan menggunakan metode cross validation (CV), nilai lambda dengan nilai CV terkecil merupakan nilai lambda optimum.

b. Memodelkan data curah hujan di Kabupaten Indramayu dengan data luaran GCM dengan menggunakan nilai lambda optimum.

3. Pemodelan SD menggunakan regresi kuantil dengan AKU

a. Mereduksi dimensi peubah penjelas (data GCM) yang bersesuaian dengan curah hujan ekstrim menggunakan analisis komponen utama (AKU)

b. Memodelkan regresi kuantil dengan peubah respon curah hujan di Indramayu dan peubah prediktor skor KU.

4. Validasi dan Uji Konsistensi Model

a. Menghitung nilai root mean square error of prediction (RMSEP) aktual, yang berarti model yang dibentuk semakin akurat dalam menghasilkan nilai dugaan

b. Menghitung nilai korelasi antara curah hujan ekstrim dengan nilai dugaan

menggunakan formula

(25)

9

Gambar 2 Diagram alir metode analisis

Jumlah model yang akan dibangun pada penelitian ini sebanyak 6 model yang terdiri dari:

1. M1 adalah model regresi kuantil linear

2. M2 model regresi kuantil linear dengan tambahan peubah boneka pada setiap bulan

3. M3 model regresi kuantil linear dengan tambahan peubah boneka untuk empat bulanan. Model ini didasarkan pada penelitian Sutikno (2008) yang mengatakan bahwa curah hujan dibagi dalam 4 kelompok bulan yakni bulan basah (Januari, Februari, Desember), kelompok bulan peralihan bulan basah ke bulan kering (Maret,April dan Mei), kelompok bulan kering (Juni, Juli dan Agustus) dan kelompok bulan peralihan bulan kering ke bulan basah (September, Oktober dan November) sehingga untuk menampung informasi tersebut bisa ditambahkan peubah boneka dalam model sesuai dengan kelompok bulan yang ada.

4. M4 model regresi kuantil kuadratik, model ini didasari oleh penelitian Djuraidah dan Wigena (2011) yang mengatakan curah hujan bulanan di Indramayu memiliki pola kuadratik.

5. M5 model regresi kuantil kuadratik dengan penambahan peubah boneka untuk setiap bulan.

(26)

10

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Deskripsi data curah hujan bulanan untuk Kabupaten Indramayu perlu dilakukan sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang digunakan untuk analisis berikutnya. Tabel 1 menunjukkan deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu. Menurut Haryoko (2004), musim kemarau mulai pada bulan April - September dan musim hujan berada antara Oktober – Maret. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa bulan-bulan yang termasuk dalam musim hujan rata-rata memiliki curah hujan yang relatif tinggi akan tetapi terjadi pergeseran musim dimana musim hujan baru terjadi pada bulan November yang seharusnya sudah terjadi pada bulan Oktober. Pergeseran juga terjadi pada musim kemarau yakni pada bulan April yang seharusnya tidak terjadi curah hujan yang tinggi ternyata memiliki curah hujan yang tinggi. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan intensitas 308.8 mm. Simpangan baku tertinggi terjadi pada bulan januari yaitu 126.3 mm yang menunjukkan bahwa pada bulan january memiliki tingkat keragaman curah hujan yang tinggi. Koefisien kemiringan untuk semua bulan lebih dari nol yang menandakan bahwa sebaran data pengamatan tidak normal dan menjulur ke kanan, artinya nilai rata-rata lebih besar dari median dan modus. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat curah hujan ekstrim pada data data pengamatan.

Tabel 1 Deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu Bulan Rataan Simpangan Baku Minimum Maksimum kemiringan

Jan 308.8 126.3 78.7 582.6 0.53

(27)

11 monsoon adalah angin yang sangat mempengaruhi pola cuaca di daerah tropis dan berkaitan dengan musim hujan dan musim kemarau.

Des

Gambar 3 Diagram kotak garis curah hujan Kabupaten Indramayu

Regresi Kuantil dengan LASSO

Korelasi tertinggi antar peubah GCM adalah sebesar 0.99 yang terletak pada grid 75 dan grid 65 di mana kedua grid ini saling berdekatan. Semakin dekat letak antar grid maka akan memiliki korelasi yang semakin tinggi dan sebaliknya semakin jauh letak antar grid maka korelasinya akan semakin kecil.

Kendala yang sering dihadapi oleh peneliti adalah tentang penetuan luasan grid dari data GCM. Terlalu sempit luasan grid/domain yang digunakan akan mengurangi informasi pengaruh global/regional. Sebaliknya, luasan grid yang terlalu luas menyebabkan informasi lokal akan berkurang (Sutikno 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini juga akan dicobakan jumlah grid yang lebih kecil dari grid 8×8 yaitu 6×6 grid. Hasil prediksi dari kedua jumlah grid tersebut dibandingkan untuk mengetahui jumlah grid mana yang memiliki tingkat ketepatan prediksi yang lebih baik.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai lambda optimum dari LASSO dengan menggunakan metode validasi silang. Nilai lambda optimum yang diperoleh untuk Model M1 yaitu sebesar 0.35 dengan nilai CV sebesar 38.75. Tabel 2 adalah nilai lambda optimum dari LASSO pada masing-masing model pada kedua ukuran luasan grid.

Tabel 2 Nilai lambda optimum untuk masing-masing model Model Lambda optimum

(28)

12

Pemodelan data dilakukan dengan menggunakan nilai lamda optimum dari masing-masing model dan akan dihitung nilai QVSS dan RMSEP dari tiap model. Gambar 4 menunjukkan bahwa untuk grid 8×8 nilai QVSS tertinggi ada pada Model M4 (kuantil kuadratik), model dengan nilai QVSS tertinggi adalah model terbaik. Nilai RMSEP dari Model M4 dapat dilihat pada gambar 5 yaitu 71.85 untuk kuantil ke 75, 103.88 untuk kuantil ke 90 dan 135.56 untuk kuantil 95. Nilai RMSEP ini relatif kecil jika dibandingkan dengan model lainnya. Sedangkan pada grid 6×6 model M1 memiliki nilai QVSS tertinggi (Gambar 4) dan memiliki nilai RMSEP terendah, sehingga diperoleh model terbaik adalah Model M4 pada grid 8×8 dan M1 pada grid 6×6. Diketahui kedua model tersebut merupakan model yang tidak memiliki peubah boneka. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan peubah boneka atau pengelompokan bulan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebaikan hasil prediksi. Hal ini juga terjadi pada penelitian Mondiana (2012) dimana model terbaik yang didapatkan adalah model tanpa peubah boneka. Secara grafis juga dapat dilihat pada gambar 5 bahwa nilai RMSEP model pada grid 6×6 cenderung lebih kecil dibandingkan model pada grid 8×8 sehingga dapat dikatakan bahwa grid 6×6 memiliki ketepatan prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan model pada grid 8×8.

Prediksi curah hujan untuk tahun 2008 dilakukan dengan menggunakan model terbaik. Gambar 6 adalah hasil prediksi curah hujan oleh model M4 dengan jumlah grid 8×8 . Pada Model M4 dapat dilihat bahwa curah hujan ekstrim pada bulan februari dapat diprediksi dengan baik oleh Model M4 pada kuantil ke 95. Bulan Februari merupakan intensitas curah hujan tertinggi yang terjadi di tahun 2008 dengan nilai 439 mm/bulan. Nilai ini dapat diestimasi dengan baik oleh prediksi pada kuantil ke-90 yakni 429.177 mm/bulan. Model M1 juga dapat menduga curah hujan pada bulan Januari dan Maret dengan baik. Secara umum, untuk bulan-bulan yang berada di musim kemarau (April-September), nilai prediksi pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 lebih tinggi dari nilai aktual, namun mampu mengikuti pola curah hujan aktual dengan baik. Hal yang sama terjadi pada model terbaik yang menggunakan grid 6×6 (Model M1) pada gambar 7 dimana curah hujan pada bulan januari dan maret dapat diprediksi dengan baik oleh Model M1 pada kuantil ke 90.

(29)

13

Gambar 5 Nilai RMSEP keenam model yang menggunakan LASSO untuk grid 8×8 dan grid 6×6

Gambar 6 Nilai prediksi dari Model M4 untuk metode LASSO pada grid 8×8

Gambar 7 Nilai prediksi dari Model M1 untuk metode LASSO pada grid 6×6 0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

Cura

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

(30)

14

Regresi Kuantil dengan Analisis Komponen Utama

Langkah pertama yang dilakukan sebelum memodelkan regresi kuantil adalah melakukan reduksi dimensi GCM dengan menggunakan AKU. Pemilihan jumlah komponen utama yang digunakan dengan menggunakan kriteria ragam kumulatif dari komponen utama (KU). Jumlah KU yang terpilih adalah KU dengan ragam kumulatif yang lebih dari 95%. Sama halnya dengan metode LASSO kriteria pemilihan model terbaik pada metode AKU juga menggunakan nilai QVSS, model dengan nilai QVSS tertinggi merupakan model terbaik. Gambar 8 menunjukkan nilai QVSS masing-masing model untuk jumlah grid 8×8 dan grid 6×6. Pada jumlah grid 8×8 model terbaik ada pada Model M5 sedangkan pada jumlah grid 6×6 model terbaik ada pada Model M1. Gambar 9 juga menunjukkan bahwa RMSEP antara model yang menggunakan grid 8×8 dan grid 6×6 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga tidak bisa diketahui jumlah grid yang paling baik untuk model yang menggunakan metode AKU.

Gambar 8 Nilai QVSS dari enam model yang menggunakan AKU untuk grid 8×8 dan grid 6×6

(31)

15

Prediksi curah hujan untuk tahun 2008 dengan menggunakan model terbaik. Gambar 10 adalah hasil prediksi curah hujan untuk model dengan jumlah grid 8×8 (Model M2) dan gambar 11 untuk hasil prediksi curah hujan model yang menggunakan grid 6×6 (Model M1). Dapat dilihat pada gambar 10 bahwa prediksi M2 menunjukkan pola yang sedikit berbeda dari curah hujan sebenarnya dimana prediksi bulan Februari lebih rendah dari bulan Januari. M1 pada grid 6×6 menunjukkan pola prediksi yang lrbih baik dari M2 pada grid 8 × 8 dimana M1 dapat mengkuti pola data aktual dengan baik. M1 juga dapat menduga curah hujan pada bulan Januari, Februari dan Maret dengan baik.

Gambar 10 Nilai prediksi dari Model M2 untuk metode AKU pada grid 8×8

Gambar 11 Nilai prediksi dari Model M1 untuk metode AKU pada grid 6×6 0

jan feb mar apr mei jun jul agu sept okt Nov Des

Cura

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

(32)

16

Perbandingan SD Regresi Kuantil menggunakan LASSO dan Analisis Komponen Utama

Perbandingkan hasil prediksi dari model SD yang menggunakan metode LASSO dan yang menggunakan metode AKU dapat dilihat dari nilai RMSEP. Menurut Hastie et all (1990), pada dasarnya ketepatan hasil prediksi yang diperoleh dari regresi LASSO dan AKU saling berkompetisi. Salah satu kelebihan metode LASSO dibandingkan AKU terletak pada model yang dihasilkan dimana model yang menggunalan LASSO lebih sederhana dan mudah diinterpretasi. Acharjee (2013) juga membandingkan regresi LASSO dan AKU dengan menggunakan kriteria RMSEP dimana diketahui bahwa regresi LASSO memiliki nilai RMSEP yang lebih rendah dibandingkan dengan regresi AKU. Pada kasus ini diketahui bahwa nilai RMSEP model yang menggunakan metode LASSO dan AKU tidak berbeda signifikan atau cenderung sama. Tabel 3 adalah perbandingan nilai RMSEP dari kedua metode untuk panjang data yang berbeda. Dapat diketahui bahwa nilai RMSEP dari LASSO khususnya pada kuantil 90 memiliki standar deviasi yang kecil, hal ini menunjukkan bahwa model LASSO khususnya model pada kuantil ke 90 memiliki hasil prediksi yang lebih konsisten dibandingkan dengan model yang menggunakan metode AKU.

Tabel 3 Perbandingan nilai RMSEP di setiap panjang data pendugaan model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO dan AKU

Data 1979-2003 2004-2008 106.32 141.30 116.37 136.53

Standar deviasi 6.82 11.35 10.26 10.28

Validasi dan Uji Konsistensi Model LASSO

Validasi adalah tahapan untuk memperoleh gambaran tentang keakuratan dugaan model tersebut. Tabel 4 menunjukan bahwa semakin panjang data yang akan diduga maka akan menghasilkan nilai RMSEP yang semakin besar pula dan nilai korelasi data curah hujan aktual dan curah hujan prediksi akan semakin mengecil, meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO yang memberikan nilai RMSEP terkecil, sekaligus nilai korelasi terbesar pada pendugaan data curah hujan ekstrim untuk 1 tahun ke depan.

(33)

17 ekstrim di Kabupaten Indramayu untuk 1 tahun ke depan karena memiliki korelasi yang tinggi serta nilai RMSE dan RMSEP yang rendah. Namun, perlu diperhitungkan lagi kekonsistenan model yang dihasilkan tersebut untuk setiap waktu pendugaan yang berbeda.

Tabel 4 Nilai RMSEP dan korelasi di setiap panjang data pendugaan model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO

Data

Konsistensi model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO dapat diketahui dari hasil pendugaan yang konsisten pada berbagai waktu pendugaan. Model SD akan memberikan hasil yang baik jika hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim, atau model SD tetap konsisten dalam pendugaannya pada waktu-waktu yang berbeda (Wigena 2006). Nilai korelasi untuk setiap data historis yang tercantum pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Nilai korelasi pendugaan model SD dengan regresi kuantil menggunakan LASSO untuk pendugaan curah hujan ekstrim 1 tahun ke depan

Data Historis Data Dugaan Kuantil ke - � Korelasi

(34)

18

Berdasarkan hasil di atas diperoleh nilai simpangan baku dari nilai korelasi pada setiap waktu pendugaan untuk masing-masing kuantil yang sangat kecil yaitu sebesar 0.04 untuk kuantil ke 75, 0.02 untuk kuantil ke 90 dan 0.03 untuk kuantil ke 95 yang menunjukkan bahwa model yang dihasilkan dapat dikatakan cukup konsisten dalam menghasilkan nilai dugaan 1 tahun ke depan.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu, dapat disimpulkan bahwa :

1. Curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu pada bulan basah Januari dan Maret dapat diprediksi baik dengan model yang menggunakan metode LASSO pada kuantil ke 90 sedangkan pada bulan-bulan lainnya nilai prediksi curah hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai aktualnya tetapi model yang didapatkan dapat mengikuti pola data curah hujan yang sebenarnya. 2. Berdasarkan kriteria RMSEP model yang menggunakan metode LASSO untuk

jumlah grid 6×6 menghasilkan nilai prediksi yang lebih baik dibandingkan grid 8×8 sedangkan untuk model yang menggunakan metode AKU tidak ada perbedaan nilai prediksi antara kedua jumlah grid.

3. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil menggunakan LASSO untuk data curah hujan di Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai prediksi yang lebih konsisten terhadap perubahan waktu jika dibandingkan dengan model regresi komponen utama berdasarkan kriteria RMSEP

Saran

Pada penelitian ini, statistical downscaling dengan regresi kuantil menggunakan metode shringkage LASSO untuk penelitian selanjutnya dapat dicobakan pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil menggunakan metode shringkage RIDGE untuk mengetahui perbandingan prediksi dari kedua metode tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Acharjee A, Finkers R, Visser RGF, Maliepaard C. 2013. Comparison of regularized regression methods for omics data. Metabolomics 3:126.

(35)

19 [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Perubahan Iklim

dan Dampaknya di Indonesia.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Indramayu dalam Angka 2011. Indramayu : BPS Kabupaten Indramayu.

Bremnes J.B. 2004. Probabilistic forecast of prepicipitation in terms of quantile using NWP model output.Monthly Weather Review. 338-347.

Buhai S. 2004. Quantile regression overview and selected application. Ad Astra.

4:1-17

Busuoic A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance of statistical downscaling models in GCM validation and regional climate change estiamates: application for Swedish precipitation. International Journal Climatology. 557-558.

Chen C, Wei Y. 2005. Computational Issues on Quantile Regression. The Indian Journal of Statistics. 67:299-417.

Djuraidah A, Wigena AH. 2011. Regresi kuantil untuk eksplorasi pola curah hujan di Kabupaten Indramayu. Jurnal Ilmu Dasar. 12(1): 50 – 56.

Draper NR, Smith H. 1981. Applied Regression Analysis. Ed ke-2. John Wiley and Sons, Inc.

Haryoko U. 2004. Pendekatan reduksi dimensi luaran GCM untuk penyusunan model SD [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Handayani L. 2014. Statistical downscaling dengan model aditif terampat untuk pendugaan curah hujan ekstrim [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hastie T, Tibshirani R, Friedman J. 1990. The Elements of Statistical Learning. Ed

ke-2. London (GB): Springer.

Koenker R, W Bassett, Gilbert Jr .1978. Regression quantiles econometric society.

Econometrica. 46(1):33–50.

Koenker R. 2005. Quantile Regression. New York: Cambridge University Press. Li Y, Zhu J. 2008. L1 – norm quantile regression. J Comp Graph Stat. 17(1):1-23

Mondiana YQ. 2012. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil untuk pendugaan curah hujan ekstrim [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Pribadi HY. 2012. Variabilitas curah hujan dan pergeseran musim di wilayah Banten sehubungan dengan variasi suhu muka laut perairan Indonesia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Sari WJ. 2015. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil komponen utama fungsional untuk prediksi curah hujan ekstrim [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Stockdale TN, Busalacchi AJ, Harrison DE, Seager R. 1998. Ocean modeling for ENSO. Journal of Geophysical research. 103:14325-14355.

Sutikno. 2008. Statistical downscaling luaran GCM dan pemanfaatannya untuk peramalan produksi padi, [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Tareghian R, Rasmussen P. 2013. Statistical downscaling of precpitation using

quantile regression. Journal of Hydrology. 122-135.

(36)

20

Wilby RL, Wigley TML. 2000. Precipitation predictors for downscaling: observed and general circulation model relationships. Journal of Climatology. 20: 641-661.

(37)
(38)

22

Lampiran 2 (lanjutan)

No model M1 model M2 model M3 model M4 model M5 model M6

λ CV λ CV λ CV λ CV λ CV λ CV

18 4.77 44.05 0.71 37.85 3.37 42.99 2.20 37.66 2.17 36.41 2.20 38.32

19 5.24 43.23 0.78 37.86 3.69 44.24 2.42 37.85 2.39 36.66 2.42 38.51

20 21.14 37.92 0.86 38.01 21.63 37.92 2.65 37.84 2.62 36.28 2.65 38.50

Lampiran 3 Proporsi keragaman. proporsi kumulatif dan Nilai Eigen dari komponen utama model linear menggunakan AKU untuk grid 8×8

Komponen Nilai Eigen Proporsi Keragaman Proporsi Kumulatif

Lampiran 4 Proporsi keragaman. proporsi kumulatif dan Nilai Eigen dari komponen utama model kuadrat menggunakan AKU untuk grid 8×8 Komponen Nilai Eigen Proporsi Keragaman Proporsi Kumulatif

1 9.06 0.64 0.64

Lampiran 5 Proporsi keragaman. proporsi kumulatif dan Nilai Eigen dari komponen utama model linear menggunakan AKU untuk grid 6×6 Komponen Nilai Eigen Proporsi Keragaman Proporsi Kumulatif

(39)

23

Lampiran 5 (Lanjutan)

Komponen Nilai Eigen Proporsi Keragaman Proporsi Kumulatif

7 0.20 0.00 0.99

8 0.19 0.00 0.99

9 0.17 0.00 1.00

10 0.16 0.00 1.00

Lampiran 6 Proporsi keragaman. proporsi kumulatif dan Nilai Eigen dari komponen utama model kuadrat menggunakan LASSO untuk grid 6×6

Komponen Nilai Eigen Proporsi Keragaman Proporsi Kumulatif

1 7.86 0.86 0.86

Lampiran 7 Penduga parameter model M1 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(40)

24

Lampiran 7 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

0.75 0.90 0.95 0.75 0.90 0.95

Lampiran 8 Penduga parameter model M2 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(41)

25

Lampiran 8 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

0.75 0.90 0.95 0.75 0.90 0.95

Lampiran 9 Penduga parameter model M3 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(42)

26

Lampran 9 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

0.75 0.90 0.95 0.75 0.90 0.95

Lampiran 10 Penduga parameter model M4 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(43)

27

Lampiran 10 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(44)

28

Lampiran 11 Penduga parameter model M5 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(45)

29

Lampiran 11 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

0.75 0.90 0.95 0.75 0.90 0.95

Lampiran 12 Penduga parameter model M6 metode LASSO untuk grid 8×8

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(46)

30

Lampiran 12 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(47)

31

Lampiran 12 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 13 Penduga parameter model M1 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(48)

32

Lampiran 14 Penduga parameter model M2 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 15 Penduga parameter model M3 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(49)

33

Lampiran 15 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 16 Penduga parameter model M4 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(50)

34

Lampiran 16 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 17 Penduga parameter Model M5 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(51)

35

Lampiran 17 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 18 Penduga parameter model M6 metode LASSO untuk grid 6×6

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

(52)

36

Lampiran 18 (Lanjutan)

Parameter Kuantil Parameter Kuantil

75 90 95 75 90 95

Lampiran 19 Penduga parameter model M1 metode AKU untuk grid 8×8

Parameter Kuantil

75 90 95

(Intercept) 155.42 200.81 242.32 xComp.1 -5.68 -6.26 -6.83 xComp.2 10.52 12.63 15.19 xComp.3 -3.04 -2.36 -5.81 xComp.4 -3.18 -5.73 -11.39

Lampiran 20 Penduga parameter model M2 metode AKU untuk grid 8×8 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 186.85 280.15 258.51

(53)

37

Lampiran 20 (Lanjutan)

Parameter Kuantil

75 90 75

D11 7.22 40.46 20.53

Lampiran 21 Penduga parameter model M3 metode AKU untuk grid 8×8 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 174.29 225.73 279.05 KU 1 -7.03 -7.66 -9.08

Lampiran 22 Penduga parameter model M4 metode AKU untuk grid 8×8 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 159.01 201.60 232.89 KU 1 -0.54 -0.63 -0.67

Lampiran 23 Penduga parameter model M5 metode AKU untuk grid 8×8 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 166.71 271.50 277.83

(54)

38

Lampiran 23 (Lanjutan)

Parameter Kuantil

Lampiran 24 Penduga parameter model M6 metode AKU untuk grid 8×8 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 187.52 224.54 319.47 KU 1 -0.73 -0.68 -0.94

Lampiran 25 Penduga parameter model M1 metode AKU untuk grid 6×6

Parameter Kuantil

75 90 95

(Intercept) 160.44 206.74 230.94 xComp.1 -6.70 -7.84 -8.24 xComp.2 18.53 22.42 22.68 xComp.3 -15.17 -19.99 -24.07

xComp.4 -9.11 -0.41 0.03

Lampiran 26 Penduga parameter model M2 metode AKU untuk grid 6×6 Parameter Kuantil

75 90 75

(55)

39

Lampiran 26 (Lanjutan)

Parameter Kuantil

Lampiran 27 Penduga parameter model M3 metode AKU untuk grid 6×6 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 191.27 252.83 284.45 KU 1 -8.51 -9.18 -9.10

Lampiran 28 Penduga parameter model M4 metode AKU untuk grid 6×6 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 156.88 210.22 237.89 KU 1 -0.63 -0.70 -0.69

KU 2 0.68 0.86 1.06

KU 3 1.59 2.08 2.44

Lampiran 29 Penduga parameter model M5 metode AKU untuk grid 6×6 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 154.88 214.80 224.24

(56)

40

Lampiran 29 (Lanjutan)

Parameter Kuantil

Lampiran 30 Penduga parameter model M6 metode AKU untuk grid 6×6 Parameter Kuantil

75 90 75

(Intercept) 207.65 259.38 295.09 KU 1 -0.80 -0.87 -0.92

Lampiran 31 Nilai QVSS dan RMSEP model yang menggunakan LASSO

(57)

41

Lampiran 32 Nilai QVSS dan RMSEP model yang menggunakan AKU

model kuantil QVSS RMSEP

grid 8×8 grid 6×6 grid 8×8 grid 6×6 1

75 0.43 0.55 78.93 66.47

90 0.53 0.69 101.80 91.70

95 0.66 0.71 131.40 110.46

2

75 0.49 0.42 69.02 77.83

90 0.65 0.56 111.47 110.95

95 0.62 0.57 125.33 130.27

3

75 0.42 0.58 78.93 63.74

90 0.58 0.66 101.80 89.46

95 0.67 0.71 131.40 114.70

4

75 0.50 0.57 75.74 61.63

90 0.49 0.69 101.37 95.02

95 0.69 0.69 123.29 122.06

5

75 0.52 0.52 65.77 65.86

90 0.63 0.51 112.52 105.56

95 0.62 0.69 121.48 126.22

6

75 0.54 0.58 68.82 64.92

90 0.54 0.68 104.41 96.29

(58)

42

Lampiran 33 Nilai prediksi masing-masing model untuk metode LASSO grid 8×8

a) Prediksi dari model M1 d) Prediksi dari model M4

b) Prediksi dari model M2 e) Prediksi dari model M5

(59)

43

Lampiran 34 Nilai prediksi masing-masing model untuk metode AKU grid 8×8

a) Prediksi dari model M1 d Prediksi dari model M4

b) Prediksi dari model M2 e) Prediksi dari model M5

(60)

44

Lampiran 35 Nilai prediksi masing-masing model untuk metode LASSO untuk grid 6×6

a) Prediksi dari model M1 d) Prediksi dari model 4

b) Prediksi dari model M2 e) Prediksi dari model M5

(61)

45

Lampiran 36 Nilai prediksi masing-masing model untuk metode AKU untuk grid 6×6

a) Prediksi dari model M1 d) Prediksi dari model M4

b) Prediksi dari model M2 e) Prediksi dari model M5

(62)

46

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Raha pada tanggal 24 Oktober 1990, sebagai anak kedua dari pasangan La Hafili dan Wa Nia. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 1 Lawa Program IPA, lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Statistika Universitas Hasanuddin, Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 2012.

Kesempatan untuk melanjutkan program master (S2) pada program studi Statistika, Sekolah Pascasarjana IPB, diperoleh pada tahun 2013 dengan program Beasiswa Pendidikan Dalam Negeri (BPPDN) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti).

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi proses Statistical Downscaling (Sutikno 2008)
Gambar 2 Diagram alir metode analisis
Tabel 1 Deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu
Gambar 3 Diagram kotak garis curah hujan Kabupaten Indramayu
+6

Referensi

Dokumen terkait

Catatan: Untuk komponen struktur yang besar dan masif (dimana dengan menggunakan rumus luas tulangan minimum di atas maka akan menghasilkan tulangan minimum yang sangat boros

Untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan (SKH), penulis melakukan penelitian dan membuat suatu karya tulis dengan judul “ Respon Imun Anak Babi

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah danga n melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan, Diklat dan

nikmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Langsung dengan Media Picture Power Point dalam Pembelajaran Pola Kalimat ” sebagai

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijadikan dasar penelitian adalah bagaimana jenis

Untuk menjelaskan konsep geografi regional, Association of American Geographers and National Council for Geographic Education (1984) menjabarkan konsep ini kedalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk CSR ( Corporate Social Responsibility) sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan tidak semata-mata bersifat filantrofis

Selain itu, pada umumnya seni tari baik tari tradisi maupun tari kreasi sudah pasti memiliki penyajian tari dan makna gerak masing-masing yang berbeda antara satu dengan