BRUTO (PDRB), PENGANGGURAN, JUMLAH PENDUDUK DAN
PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN
(Studi Kasus Kabupaten/ Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007-2013)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
NONIK DIAH AYU SUGESTI 20120430109
FAKULTAS EKONOMI
THE INFLUENCE OF GDP, POPULATION AND INVESTMENT TO THE POVERTY
(Study In The Regency/City Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2006-2014)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
Nonik Diah Ayu Sugesti 20120430109
FAKULTAS EKONOMI
Dengan ini saya,
Nama : Nonik Diah Ayu Sugesti
Nomor Mahasiswa : 20120430109
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), JUMLAH PENDUDUK DAN INVESTASI TERHADAP KEMISKINAN (Studi Kasus Kabupaten/ Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006-2014)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, Materai, 6.000,-
ANTARAMU DAN ORANG-ORANG YANG DIBERI ILMU PENGETAHUAN BEBERAPA DERAJAT”
(Q.S AL MUJADALAH AYAT 11)
“BARANG SIAPA YANG BERTAQWA KEPADA ALLAH NISCAYA DIA AKAN MENGADAKAN BAGINYA JALAN KELUAR”.
(Q.S ATH THALAQ AYAT 2)
“DIALAH YANG TELAH MENURUNKAN KETENANGAN KE DALAM HATI ORANG-ORNAG MUKMIN SUPAYA KEIMANAN MEREKA BERTAMBAH DI
SAMPING KEIMANAN MEREKA (YANG TELAH ADA). DAN KEPUNYAAN ALLAHLAH TENTARA LANGIT DAN BUMI DAN ADALAH ALLAH MAHA
MENGETAHUI DAN MAHA BIJAKSANA” (AL-QUR’AN SURAT AL-FATH: 48)
Kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada saya, sehingga saya diberi kesehatan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada ayahku tercinta Bapak Sugiyono, yang telah memberikan dukungan, semangat serta doa hingga terselesainya skripsi ini.
Kepada Alm.Ibu Ramini, terimakasih atas segala jasamu ibu, walau kita terpisah ruang dan waktu aku yakin doa mu selalu bersamaku.
Untuk Afik Kurniawan dan malaikat kecilku Daffino N.A kalian yang selalu memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Untuk Adik-adikku tersayang Nunung dan Bima,
terimakasih atas doa dan semangat yang kalian berikan Untuk teman seperjuanganku, Fatma, Eta, Vira,
terimakasih atas support yang kalian berikan dalam menempuh skripsi ini bersama.
Kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi 2012 yang
telah memberikan dukungan dan menempuh jalan bersama dalam menyelesaikan skripsi ini.
skripsi yang berjudul “PENGARUH PDRB, JUMLAH PENDUDUK DAN INVESTASI TERHADAP KEMISKINAN (Studi kasus : di Kabupaten/Kota
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan yang baik yang menjadikan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Agus Tri Basuki, SE., MSi. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ikhlas dan selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Nano Prawoto, SE.,MSi. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.
5. Seluruh bapak/ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, selama penulis kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Sugiyono) dan Alm.Ibu (Ramini) yang menyelesaikan skripsi ini.
untuk kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk teman seperjuangan Fatma, Eta, Vira, terimakasih atas semua semangat dan arahan yang kalian berikan.
10.Teman-teman KKN 115 yang memberiku semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11.Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan, dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
Segala kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan demi penyempurnaan berikutnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisiNya, aamiin.
Yogyakarta, April 2016
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
INTISARI ...viii
ABSTRACK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah... 12
C. Rumusan Masalah ... 12
D. Tujuan Penelitian ... 13
E. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
A. Landasan Teori ... 15
1. Kemiskinan... 15
a. Definisi Kemiskinan... 15
b. Ukuran Kemiskinan ... 15
c. Teori Kemiskina ... 18
2. Hubungan PDRB dengan Kemiskinan ... 20
3. Hubungan Jumlah Penduduk dengan Kemiskinan ... 22
C. Kerangka Pemikiran ... 28
D. Hipotesa... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Obyek Penelitian ... 31
B. Jenis Data ... 31
C. Sumber Data………. 31
D. Teknik Pengumpulan Data ... 32
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33
F. Uji Kualitas Data……….. 34
G. Metode Analisis Data ... .. 35
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 54
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 54
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65
A. Hasil Penelitian ... 65
B. Pembahasan ... 75
BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 79
A. Simpulan ... 79
B. Saran ... 80
C. Keterbatasan Penelitian ... 81 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin Di Yogyakarta ... 5
Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Di Yogyakarta ... 8
Tabel 1.5 Jumlah PDRB Di Yogyakarta ... 9
Tabel 1.6 Jumlah Investasi (PMDN) Di Yogyakarta ... 10
Tabel 4.1 kondisi geografis kota yogyakarta ... 55
Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Di Yogyakarta ... 58
Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah PDRB Di Yogyakarta ... 61
Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Di Yogyakarta ... 63
Tabel 4.6 Perkembangan Jumlah Investasi (PMDN) Di Yogyakarta… ... .. 64
Tabel 5.1 Uji Heterokedastisitas Dengan Uji Park ... 65
Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinearitas ……… 66
Tabel 5.3 Uji Chow……… 67
Tabel 5.4 Uji Hausment………. 68
Tabel 5.5 Hasil Estimasi Fixed Effect……… 69
Gambar 1.1 Lingkaran setan kemiskinan ... 20
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran ... 29
Gambar 3.1 Kerangka pemikiran data panel ... 42
The research aims to analyze the influence of product domestic regional
bruto, population and investment to the of proverty in special region of Yogyakarta.
This research uses secondary data from 2006 until 2014 which obtained from the
central Bureau of Statistic. Analyze tool used in this study is the pooled regression.
The results showed (1) the gross regional domestic product variabel effect
negative and significant to the proverty.(2) the population variabel effect positive
and signifikan to the proverty (3) the investment variabel effect negative and not
significant to the priverty.
Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, dan investasi terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan data skunder dari Badan Pusat Statistik dengan periode pengamaan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2014. Penelitian ini menggunakan anat analisis regresi data panel.
Hasil penelitian menunjukkan: 1.Variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2. Variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, 3. Variabel investasi berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuannya adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, dimana pada tahun 2015 proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan harus dikurangi hingga 50 persen dari kondisi tahun 1990. Kemiskinan merupakan ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (BPS,2014).
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat, fenomena sosial yang telah ada dan berkembang sejalan dengan peradaban manusia. kemiskinan merupakan kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo,1995). Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga seringkali semakin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi.
kemiskinan muncul karena perbedaan kualitas sumber daya manusia, dimana kualitas sumber daya manusia yang rendah maka produktifitas yang dihasilkan juga rendah, kemiskinan muncul karena adanya perbedaan akses modal (Kuncoro, 2000).
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang tingkat kemiskinanya cukup tinggi. Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP (Purchasing Power Parity) 1,55 dolar AS per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan, dapat dikatagorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan.
masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah untuk dapat berkembang guna mendapatkan tingkat kesejahteraan yang layak. Dalam agenda mendukung mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pemerintah telah menerbitkan peraturan presiden Nomor 15 tahun 2010, tentang percepatan penanggulangan kemiskinan.
Tabel 1.1
Presentase Penduduk Miskin Di Indonesia ( Kemiskinan Relative Dan Kemiskinan Absolut) Tahun 2009-2014
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kemiskinan Relatif (% dari
populasi)
14.2 13.3 12.5 11.7 11.5 11
Kemiskinan Absolut (dalam
jutaan)
33 31 30 29 29 28
Koefisien Gini/
Rasio Gini 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 -
Sumber : Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta
44.125 per hari dan buruh bangunan naik 2,08% menjadi Rp 75.961 per hari, sedangkan harga kebutuhan pokok turun 3-15 %.
Pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti standar hidup masih sangat rendah. Namun jika menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1,25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase tabel akan terlihat tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Menurut Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50,6% dari jumlah penduduk pada tahun 2009.
Tabel 1.2
Presentase Penduduk Miskin di Pulau Jawa (%) Tahun 2008-2014
Provinsi Tingkat Kemiskinan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 rata-rata
DKI Jakarta 4.29 3.62 3.48 3.75 2.69 4.51 4.51 3.83 Jawa Barat 13.01 11.96 11.27 10.65 10.09 13.31 10.88 11.59 Jawa Tengah 19.23 17.72 16.56 15.76 15.34 19.77 15.35 17.10
DIY 18.32 17.23 16.83 16.08 16.05 19.9 16.88 17.32
Jawa Timur 18.51 16.68 15.26 14.23 13.4 18.16 15.92 16.02 Banten 8.15 7.64 7.16 6.32 5.85 8.2 7.18 7.21 Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia
tinggi se-Jawa dimana persentase rata-rata penduduk miskin kota dan desa di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 17.32% dari data keseluruhan tingkat kemiskinan dari tahun 2008-2014.
Tingginya angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta disebabkan karena pertumbuhan sektor perekonomian yang cenderung padat modal dan dikuasai investor tertentu, sehingga tidak sedikit para pelaku usaha kecil yang gulung tikar karena kalah dalam persaingan pasar.
Tabel 1.3
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (ribu jiwa)
Tahun 2010-2014
Kabupaten
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kulon Progo 90.000 92.800 92.400 86.500 84.670 Bantul 146.900 159.400 158.800 156.600 153.490 Gunung Kidul 148.700 157.100 156.500 152.400 148.390 Sleman 117.000 117.300 116.800 110.800 110.440 Yogyakarta 37.800 37.700 37.600 35.600 35.600
Provinsi DIY 540.400 564.300 562.100 541.900 531.590
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 2011 sebesar 157.100 ribu jiwa mengalami penunan menjadi 148.390 ribu jiwa pada tahun 2014.
Walapun Daerah Kabupaten Gunung Kidul mengalami penurunan kemiskinan akan tetapi Daerah Kabupaten Gunung Kidul menjadi Kabupaten tertinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hendra (2013), tingginya angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta karena dipicu oleh beberapa aspek seperti aspek kehidupan masyakarat yang menyebabkan tingginya kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, ketiadaan usaha produktif meliputi keterampilan dan daerah yang kurang produktif serta ketiadaan modal
target penekanan angka kemiskinan yaitu berada di level 13,44 hingga 12,78 persen.
Kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi suatu wilayah. Kuantitas sumber daya manusia dapat dilihat dari jumlah penduduknya. Perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran (Sadono Sukirno,1997).
Tabel 1.4
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta (ribu jiwa)
Tahun 2010-2014
Kabupaten Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kulon Progo 388.205 390.207 393.221 403.203 405.222 Bantul 911.503 921.263 927.958 947.066 968.632 Gunung
Kidul 675.382 677.998 684.740 700.192 698.825 Sleman 1.093.110 1.107.304 1.114.833 1.141.684 1.163970 Yogyakarta 388.627 390.553 394.012 402.709 400.467
Provinsi
DIY 3.457.491 3.487.325 3.514.762 3.594.854 3.671.160
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa Jumlah Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2014 mengalami peningkatan secara berkala. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2010 yang menunjukan persentase sebesar 3.457.491 ribu jiwa meningkat pada tahun 2014, sebesar 3.671.160ribu jiwa.
Tabel 1.5
Jumlah PDRB Menurut (Menurut Harga Konstan 2000) Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2009-2014
Kabupaten
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kulon
Progo 1.781.227 1.869.338 1.963.028 2.062.182 2.152.377 Bantul 3.967.928 4.177.201 4.400.313 4.645.476 4.884.897 Gunung
Kidul 3.330.080 3.474.288 3.642.562 3.825.350 3.999.012 Sleman 6.373.200 6.704.100 7.069.229 7.471.898 7.876.347 Yogyakarta 5.505.942 5.816.568 6.151.679 6.498.900 6.843.306
Provinsi
DIY 21.044.042 22.129.707 23.309.218 24.567.476 25.755.939
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pada tabel di atas nilai PDRB atas harga konstan periode tahun 2010-2014 mengalami kenaikan yang signifikan dimana nilai PDRB pada tahun 2010 sebesar 21.044.042 milyar terus mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebesar 25.755.939 hal ini berarti membuktikan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan.
secara otomatis kersejahteraan masyarakat juga akan meningkat hal itu menyebabkan akan berkurangnya angka kemiskinan.
Tabel 1.6
Investasi (PMDN) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah)
Kabupaten
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kulon Progo 756176.29 34017.51 34017.51 34017.51 378473.81 Bantul 962340.32 189255.75 191257.09 241023.19 253292.29 Gunung Kidul 96951.57 35502.56 35502.56 35502.56 35502.56 Sleman 34017.50 1218958.35 1242033.29 1242243.39 1349718.39 Yogyakarta 35440.18 835409.57 1303134.16 1311867.84 1551559.24
Provinsi DIY 1884925.9 2313143.7 1565153.60 2864654.4 3568546.20 Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel di atas menunjukkan jumlah investasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 1884925.9 milyar berfluktuatif menurumeningkat pada tahun 2014 menjadi 3568546.20 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurun karena tingkat investasi cenderung meningkat sehingga pengangguran berkulang pertumbuhan ekonomi cenderung naik.
memiliki peranan terbesar dalam perekonomian DIY tahun 2013 adalah hotel, restoran dan perdagangan yang terkait yakni sebesar 20,75%. Sementara sektor yang diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti industri pengolahan dan pertanian masing-masing hanya 14,45 dan 12,99% (BPS, 2013).
Provinsi Daerah Istimewa merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya dan sebagai kota pelajar yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari kawasan wisata, perdagangan, maupun sumber daya, sehingga berpotensi menghasilkan PDRB yang cukup besar, maupun jumlah penduduk dan tingakat pendidikan tidaklah sama pada masing-masing daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perbedaan kondisi ini ikut menentukan dalam rencana pengambangan daerah.
Dapat diketahui kemiskinan lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan pedesaan, pertama, krisis cenderung memeberi pengaruh buruk kepada beberapa sektor ekonomi untuk wilayah perkotaan, seperti kontruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan, kedua penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produk mereka sendiri.
Regional Bruto (PDRB), Jumlah Penduduk dan Investasi Terhadap
Kemiskinan: Studi Kasus Kabupaten/ Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2007-2013)”
B.Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan serta adanya keterbatasan kemampuan sumber daya peneliti, maka perlu adanya batasan-batasan agar permasalahan yang diberikan lebih terarah dan mudah dimengerti. Adapun pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah PDRB, Jumlah Penduduk dan Investasi.
2. Data yang digunakan adalah data tahunan yaitu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 yakni terdiri atas:
a. Kemiskinan
b. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) c. Jumlah penduduk
d. Investasi
C.Rumusan Masalah
1. Seberapa besar pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terhadap kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Seberapa besar pengaruh Investasi terhadap kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk terhadap tingkat
kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh Investasi terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
E.Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu kajian ilmiah untuk mengetahui pengaruh PDRB, Jumlah Penduduk dan Investasi terhadap tingkat kemiskinan Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah informasi dalam dunia perekonomian Indonesia khususnya di bidang ekonomi.
15
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Pengertian dan Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Kemiskinan bersifat multidimensional, artinya kebutuhan manusia itu bermacam-macam sehingga kemiskinan memiliki banyak aspek. Dari aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik dan pengetahuan, serta keterampilan. Sedangkan dari aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi, dimensi-dimensi kemiskian tersebut termanifestasi dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yag kurang baik dan tingkat pendidikan yang rendah (Sukirno, 2006).
a. Ukuran Kemiskinan
Garis kemiskinan adalah besarnya nilai rupiah perkapita setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan yang dibutuhkan oleh seseorang individu untuk tetap berada pada kehidupan yang layak (BPS, 2010). Untuk mengukur garis kemiskinan dapat dilihat berdasarkan (BPS,2006): Penduduk miskin
kebutuhan non makanan atau setara dengan Rp 120.000per orang per bulan
2) Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makanan atau setara Rp 150.000 per orang per bulan Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan 3) Memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 samapai
2300 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makananatau setara Rp 170.000 per bulan per bulan, dimana garis kemiskinan disetarakan.
Kemiskinan dapat diukur dari tingkat pendapatan yang dimiliki seseorang atau keluarga dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar yang minimum yang biasa digunakan sebagai pembatas antara miskin dan tidak miskin (Arsyad, 1999), sedangkan kemiskinan mempunyai pengertian yang luas akan tetapi ada 2 macam ukuran yang dapat di gunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan pada suatu daerah, yaitu :
1) Kemiskianan Absolut
absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya.
2) Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah di bandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.
Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu sebagai berikut:
a) Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
pembangunan, kemiskinan ini umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang.
c) Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku atau budaya tradisi yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.
b. Rumah tangga miskin
Bila diasumsikan rumah tangga memiliki jumlah anggota rata-rata 4 orang, maka batas garis kemiskinan rumah tangga adalah:
1. Rumah tangga dikatakan sangat miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar sebesarnya sebesar 4 kali Rp 120.000 = Rp 480.000 rumah tangga perbulan.
2. Rumah tangga dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi kebutuhan dasar hanya mencapai 4 kali Rp 150.000 = Rp 600.000 per bulan tangga per bulan, tetapi di atas Rp 480.000.
3. Rumah tangga dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 kali Rp 175.000 = Rp 700.000 per rumah tangga per bulan, tetapi diatas Rp 600.000.
c. Teori Kemiskinan
kepemilikan sumber daya yang menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal yang kurang sehingga menghambat produktifitas.
Sumber: Nurkse dalam Mudrajad Kuncoro (1997)
Gambar 2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan (Viciou circle of poverty)
2. Hubungan Antar Variabel
1) Hubungan PDRB terhadap Kemiskinan
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu .
Penurunan kemiskinan di Indonesia dapat di pengaruhi oleh tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB rill) dan faktor lain yang
ketidaksempurnaan pasar, keterbelakangan,
kekurangan modal
produktifitas rendah
pendapatan rendah tabungan rendah
mendukung seperti investasi melalui penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh swasta dan pemerintah, dalam perkembangan teknologi yang semakin inovatif dan produktif, serta pertumbuhan penduduk melalui peningkatan modal manusia yang berkualitas.
Menurut Sukirno (2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang. Menurut Kuncoro (2010 : 32-33), PDRB merupakan idikator pertumbuhan ekonomi yaitu suatu proses kenaikan output nasional suatu periode sebelumnya.
2) Hubungan Jumlah penduduk Terhadap Kemiskinan
Menurut Sadono Sukirno (1997), perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran.
Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan Negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih besar jika dibandingkan dengan Negara dengan jumlah penduduk sedikit. Banyak teori dan pendapat para ahli yang meyakini adanya hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan. Salah satunya adalah Thomas Robert Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam penderitaan manusia.
jumlah penduduk miskin. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan jumlah penduduk miskin
3) Hubungan Investasi Terhadap Kemiskinan
Investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses produksi. Investasi memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999).
Investasi berperan dalam mengurangi kemiskinan dalam hal ini ketika investasi tinggi maka akan menambah lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
2. Penelitian Terdahulu
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
No Penulisan Dan Tahun
Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
Provinsi Bali baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui variabel intervening yaitu
pengangguran.
3. Kerangka Penelitian
Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan kerangka pikir penelitian yang menjadi dasar sekaligus alur berpikir dalam melihat pengaruh variabel yang menentukan kemiskinan. Selanjutnya Informasi mengenai kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini sebagai berikut.
Gambar 2.2
Skema kerangka Pemikiran
PDRB (-)
Jumlah Penduduk (+)
Investasi (-)
Dari gambar diatas, penulis ingin mengkaji dan menguji apakah PDRB, jumlah penduduk, investasi berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Untuk mengujinya penelitian ini menggunakan analisis regresi Data Panel.
4. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu peryataan yang bersifat sementara tentang adanya suatu hubungan tertentu antara variable-variabel yang digunakan. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Diduga variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Diduga variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
31
METODE PENELITIAN
A.Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah laporan seluruh Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul periode 2006 sampai dengan 2014, khususnya PDRB, jumlah penduduk dan investasi seluruh Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
B.Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di ambil dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Data bersifat time series dengan periode 2006-2014. Data yang diperlukan dalam penelitian adalah:
a. Kemiskinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014 b. PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014
c. Jumlah Penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014 d. Investasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014.
C.Sumber Data
PDRB, jumlah penduduk, Investasi dalam kurun waktu sembilan tahun, dan sumber lain seperti internet dan studi kepustakaan.
D.Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara porpose sampling yaitu populasi yang dijadikan sampel yang representative sesuai kriteria yang telah di tentukan
Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu sampel gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section)di kabupaten/Kota dari tahun 2006-2014. Sedangkan secara analisis dijelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan uji panel
Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut:
a. Studi dokumentasi, yaitu suatu cara untuk memperoleh data informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pada penlitian dengan melihat kembali laporan-laporan tertulis, baik berupa angka ataupun keterangan.
Data-data ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran dalam melakukan penelitian.
E.Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari Variabel Dependen (Y) adalah kemiskinan, Variabel Independen (X1) adalah PDRB, Variabel Independen (X2) adalah Jumlah Penduduk, Variabel Independen (X3) adalah investasi, seluruh Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
a. Kemiskinan
Penduduk miskin adalah jumlah keseluruhan populasi dengan pengeluaran per kapita berada di bawah ambang batas tertentu yang dinyatakan sebagai garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran perkapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak (BPS, 2014).
b. PDRB
c. Jumlah Penduduk
Merupakan jumlah individu yang terdaftar resmi dan bertempat tinggal pada wilayah tertentu dalam periode tertentu yang dibuktikan dengan kepemilikan identitas resmi dari instansi terkait. Satuan jumlah penduduk yang digunakan dalam persamaan regresi adalah ratusan ribu, data diambil dari data BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014.
d. Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran yang dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri (Sukirno,2004). Data investasi yang diambil adalah data PMDN ( Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan satuan milyar rupiah, data diambil dari data BPS (Badan Pusat Statistik) Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2014.
6. Uji Kualitas Data
1. Uji Multikolienaritas
a) Nilai R² yang dihasilkan dari hasil estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat sedikit.
b) Tolerance and variance inflation (VIF). VIF mencoba melihat bagaimana varian dari suatu penaksiran meningkat seandainya ada multikolinearitas dalam suatu model empiris. Misalkan R² dari hasil estimasi regresi secara parsial mendekati satu, maka VIF akan mempunyai nilai tak hingga. Dengan demikian nilai kolinearitas meningkat maka varian dari penaksiran akan meningkat dalam limit yang tak terhingga.
Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model, salah satunya adalah dengan melihat koefisien korelasi hasil output komputer. Jika terdapat koefisien korelasi lebih besar |0.9| maka terdapat gejala multikolinearitas. 2. Heteroedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainya. Deteksi adanya heterokedastisitas adalah:
a) Signifikan korelasi > 0,05 berarti bebas dari heterokedastisitas b) Signifikan korelasi < 0,05 berarti terkena heterokedastisitas.
F. Metode Analisis Data
merupakan data panel. Umumnya pendugaan parameter dalam analisis regresi dengan data cross section dilakukan menggunakan pendugaan metode kuadrat terkecil atau disebut Ordinary Least Square (OLS).
Data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Menurut Agus Widarjono (2009) penggunaan data panel dalam sebuah observasi mempunyai beberapa keuntungan yang diperoleh. Pertama, data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan lebih menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel (omitted-variabel).
Menurut Wibisono (2005) keunggulan regresi data panel antara lain: pertama, panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu. Kedua, kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model prilaku lebih kompleks. Ketiga, data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, dan kolinearitas (multiko) antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/ df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. Dan keenam, data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu (Agus T.B. dan Imamudin Y, 2015).
a. Model Regresi Data Panel
Model regresi panel dari judul di atas sebagai berikut ini: Y = α + b1X1it + b2X2it + e Keterangan:
Y = variabel dependen
α = konstanta
X1 = variabel independen 1 X2 = variabel independen 2
t = waktu i = perusahaan 1) Penentuan Model Estimasi
Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:
a. Common Effect Model atau Pooled Least Square (PLS)
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada model ini tidak diperhatikan dimensi waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.
b. Fixed Effect Model (FE)
c. Random Effect Model (RE)
Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model Random Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error terms masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunakan model Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS) .
Untuk memilih model yang paling tepat terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Uji Statistik F (Uji Chow)
Untuk mengetahui model mana yang lebih baik dalam pengujian data panel, bisa dilakukan dengan penambahan variabel dummy sehingga dapat diketahui bahwa intersepnya berbeda dapat diuji dengan uji Statistik F. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan metode Fixed Effect lebih baik dari regresi model data panel tanpa variabel dummy atau metode Common Effect.
Hipotesis nul pada uji ini adalah bahwa intersep sama, atau dengan kata lain model yang tepat untuk regresi data panel adalah Common Effect, dan hipotesis alternatifnya adalah intersep tidak sama atau model yang tepat untuk regresi data panel adalah Fixed Effect.
k untuk denumerator. m merupakan merupakan jumlah restriksi atau pembatasan di dalam model tanpa variabel dummy. Jumlah restriksi adalah jumlah individu dikurang satu. nmerupakan jumlah observasi dan k merupakan jumlah parameter dalam model Fixed Effect.
Jumlah observasi (n) adalah jumlah individu dikali dengan jumlah periode, sedangkan jumlah parameter dalam model Fixed Effect (k) adalah jumlah variabel ditambah jumlah individu. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F kritis maka hipotesis nul ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari F kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah modelCommon Effect.
b. Uji Hausman
Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi-Squares dengan derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebas. Hipotesis nulnya adalah bahwa model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nul ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect. c. Uji Lagrange Multiplier
Menurut Widarjono (2007), untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik dari model Common Effect digunakan Lagrange Multiplier (LM). Uji Signifikansi Random Effect ini dikembangkan oleh Breusch-Pagan. Pengujian didasarkan pada nilai residual dari metode Common Effect.
Uji LM ini didasarkan pada distribusi Chi-Squares dengan derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel independen. Hipotesis nulnya adalah bahwa model yang tepat untuk regresi data panel adalah Common Effect, dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat untuk regresi data panel adalah Random Effect.
adalah model Random Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai LM hitung lebih kecil dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Common Effect.
Sumber: Agus T.B. dan Imamudin Y, 2015
GAMBAR 3.1
Kerangka Pemikiran Normalitas
Obyek Penelitian
Variabel Dependen (Y) Variabel Independen (X)
Pemilihan Model Regresi Panel
Uji Hausman Uji Langrange Multiplier
Uji Chow
Fixed Effect Random Effect
Common Effect
Model Estimas Data Panel
Heteroskedatisitas Multikolinierit
Uji Asumsi Klasik
Autokorelasi
Uji Signifikasi
Uji F Uji t Adjusted R2
2) Teknik Penaksiran Model
Pada penelitian ekonomi, seorang peneliti sering menghadapi kendala data. Apabila regresi diestimasi dengan data runtut waktu, observasi tidak mencukupi. Jika regresi diestimasi dengan data lintas sektoral terlalu sedikit untuk menghasilkan estimasi yang efisien. Salah satu solusi untuk menghasilkan estimasi yang efisien adalah dengan menggunakan model regresi data panel. Data panel (pooling data) yaitu suatu model yang menggabungkan observasi lintas sektoral dan data runtut waktu. Tujuannya supaya jumlah observasinya meningkat. Apabila observasi meningkat maka akan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas dan kemudian akan memperbaiki efisiensi estimasi ekonometri (Insukindro, 2001).
Hal yang diungkap oleh Baltagi (Puji dalam Irawan, 2012), ada beberapa kelebihan penggunaan data panel yaitu:
1. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap unit. 2. Penggunaan data panel lebih informatif, mengurangi kolinieritas antar variabel,
meningkatkan derajat kebebasan dan kebih efisien.
3. Data panel cocok utnuk digunakan karena menggambarkan adanya dinamika perubahan.
4. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin dihasilkan dalam agregasi.
kecil digunakan alat regresi dengan model data panel. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengalisis data panel. Pendekatann Fixed Effect dan Random Effect. Sebelum model estimasi dengan model yang tepat, terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi apakah Fixed Effect dan Random Effect atau keduanya memberikan hasil yang sama.
Metode GLS (Generated Least Square) dipilih dalam penelitian ini karena adanya nilai lebih yang dimiliki oleh GLS dibanding OLS dalam mengestimasi parameter regresi. Gujarati (2003) menyebutkan bahwa metode OLS yang umum mengasumsikan bahwa varians variabel adalah heterogen, pada kenyataannya variasi pada data pooling cenderung heterogen. Metode GLS sudah memperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variabel independen secara eksplisit sehingga metode ini mampu menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased estimator).
Dari beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka dapat dibuat model penelitan sebagai berikut:
Yit = 0+ 1X1it+ 2X2it + 3X3it t +ε
Yang kemudian di transformasikan kedalam persamaan logaritma, yaitu : LogYit = 0+ Log 1X1it+ Log 2X2it + Log 3X3it +ε
Keterangan :
Log Yit = Kemiskinan
Log β1234 = Koefisien variabel 1,2,3
Log X1 = PDRB
Log X2 = Jumlah Penduduk Log X3 = Investasi
i = Kabupaten/ Kota
t = Periode Waktu ke-t
ε = Error Term
Dalam menguji spesifikasi model pada penelitian, penulis menggunakan beberapa metode :
1. Uji Hausman
Uji Spesifikasi Hausman membandingkan model fixed effect dan random di bawah hipotesis nol yang berarti bahwa efek individual tidak berkorelasi dengan regresi dalam model (Hausman dalam Venia, 2014). Jika tes Hausman tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p > 0,05), itu mencerminkan bahwa efek random estimator tidak aman bebas dari bias, dan karena itu lebih dianjurkan kepada estimasi fixed effect disukai daripada efek estimator tetap.
2. Uji Chow Test
Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah:
Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan membandingkan perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung lebih besar (>) dari F table maka Ho di tolak yang berarti model yang digunakan adalah Cammon Effect Model (Widarjono, 2009). Perhitungan F statistic didapat dari uji chow dengan rumus (Baltagi, 2005):
F =
(SSE −SSE ) (n−1)
SSE (nt−n−k)
Dimana :
SSE1 = Sum Square Error dari model Common Effect SSE2 = Sum Square Error dari model Fixed Effect n = Jumlah perusahaan (cross section) nt = Jumlah cross section x jumlah time series k = Jumlah variable independen
sedangkan variable F table didapat dari :
� − � = {�: (� −1,�� − � − }
Dimana :
a = tingkat signifikan yang dipakai n = jumlah perusahaan (cross section) nt = jumlah cross section x time series k = jumlah variable independen
3) Pengujian Asumsi Klasik (Multikolinearitas dan Heteroskedastisitas).
pendeteksian apakah model tersebut menyimpang dari asumsi klasik atau tidak, deteksi tersebut terdiri dari:
a) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi kolinier dari variabel yang lainnnya. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam regresi ini ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakna terdapat problem multikolinieritas. Salah satu cara mendeteksi adanya multikolinieritas yaitu :
R2 cukup tinggi (0,7 – 0,1), tetapi uji-t untuk masing-masing koefisien regresi nya tidak signifikan.
Tingginya R2 merupakan syarat yang cukup (sufficent) akan tetapi bukan syarat yang perlu (necessary) untuk terjadinya multikolinearitas, sebab pada R2 yang rendah < 0,5 bisa juga terjadi multikolineraritas.
- Meregresikan variabel independen X dengan variabel-variabel independen yang lain, kemudian di hitung R2 nya dengan uji F;
- Jika F* > F tabel berarti H0 di tolak, ada multikolinearitas - Jika F* < F tabel berarti H0 di terima, tidak ada multikolinearitas
Untuk mengatasi masalah multikolinieritas, satu variabel independen yang memiliki korelasi dengan variabel independen lain harus dihapus. Dalam hal metode GLS, model ini sudah diantisipasi dari multikolienaritas.
b) Uji Heterokedastisitas
Suatu model regresi dikatakan terkena heterokedastisitas apabila terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dan satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas.
Adanya sifat heteroskedastisitas ini dapat membuat penaksiran dalam model bersifat tidak efisien. Umumnya masalah heteroskedastisitas lebih biasa terjadi pada data cross section dibandingkan dengan time series (Gujarati, 1978).
Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam model, penulis menggunakan uji park yang sering digunakan dalam beberapa referensi. Dalam metodenya, Park menyarankan suatu bentuk fungsi spesifik diantara varian kesalahan σ�� dan variabel bebas yang dinyatakan sebagai berikut :
σ��= αX�
Karena varian kesalahan (σ��) tidak teramati, maka digunakan e� sebagai
penggantinya. Sehingga persamaan menjadi:
Ln e� = α + Ln Xi + vi ………...………(3) Apabila koefisien parameter dari persamaan regresi tersebut
signifikan secara statistik, berarti didalam data terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak signifikan, maka asumsi homokedastisitas pada data dapat diterima. (Park dalam Sumodiningrat, 2010).
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak adanya heteroskedastisitas. Dalam hal metode GLS, model ini sudah diantisipasi dari heterokedastisitas. Deteksi adanya heteroskedastisitas:
- Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang terartur (bergelombang, melebat kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.
- Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.
4) Uji Statistik Analisis Regresi
a) Uji Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi diantara 0 dan 1 (0 < R2 <1), nilai (R2 ) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel independen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi model dependen (Gujarati, 2003).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel dependen, (R2 ) pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti nilai R2 , nilai adjusted R2 dapat naik dapat turun apabila satu variabel independen ditambahkan dalam model. Pengujian ini pada intinya adalah mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.
b) Uji F-Statistik
a. H0: 1 = 2=0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
b. Ha: 1≠ 2≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen.
c) Uji t-Statisik (Uji Parsial)
Uji t dilakukan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Uji t mengunakan hipotesis sebagai berikut (Gujarati, 2003) :
Hipotesis 1
Uji t untuk variabel PDRB
H0: 1 = 0 (tidak ada hubungan linier antara PDRB dengan kemiskinan) H1: 1 < 0 (ada pengaruh negatif PDRB dengan penyerapan kemiskinan) Bila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Hipotesis 2
Uji t untuk variabel Jumlah Penduduk
H1: 1 < 0 (ada pengaruh negatif jumlah penduduk dengan kemiskinan) Bila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima
Hipotesis 3
Uji t untuk variable Investasi
H0: 2 = 0 (tidak ada hubungan linier antara Investasi dengan kemiskinan) H1: 1 < 0 (ada pengaruh negatif antara Investasi dengan kemiskinan) Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Adapun rumus untuk mendapatkan t hitung adalah sebagai berikut:
t hitung = (bi – b)/sbi Dimana:
bi = koefisien variabel independen ke-i b = nilai hipotesis nol
sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut:
- Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya salah satu variabel bebas (independent) tidak mempengaruhi variabel terikat (dependent) secara signifikan.
54
GAMBARAN UMUM
A. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta
GAMBAR 4.1
Peta Daerah Istimewa Yogyakarta B.Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa Tengah yang meliputi :
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas satu kota dan empat kabupaten dengan 78 kecamatan dan 438 desa/kabupaten, dengan perincian
Tabel 4.1
Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta
Kabupaten/Kota Luas Area (km²)
Kecamatan Kelurahan/Desa
Kota Yogyakarta 32,50 14 45
Kab. Bantul 506,85 17 75
Kab. Kulonprogo 586,27 12 88
Kab. GunungKidul 1.485,36 18 144
Kab. Sleman 574,82 17 86
DIY 3.185,80 78 438
` Sumber : Statistik Indonesia, 2013
Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 70°33´-8°12´ Lintang selatan dan 110°00´-110°50´ Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2 atau 0,17% dari luas Indonesia. Sebagian besar Daerah Istimewa Yogyakarta atau sebesar 65,65% wilayahnya terletak pada ketinggian 100-499 m dari permukaan laut, 28,84% wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 m, 5,04% wilayah dengan ketinggian 500-999 m dan 0,47% wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m. Berdasarkan satuan filiologi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas :
2) Satan Gunung Berapi Merapi, seluas ±582,81 km², ketinggian 80-2,911 m, terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga daratan fluvial gunung merapi, meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kaupaten Banul serta termasuk bentang alam vulkanik.
3) Daratan rendah antara pegunungan selatan dan pegunungan Kulonprogo seluas ±215,62km², ketinggian 0-80 m merupakan batang alam fluvial yang didominasi oleh dataran Alluvial. Membentang di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai kabupaten Kulonprogo hingga kabupaten Bantul, yang berbatasan dengan pegunungan seribu. Daerah ini merupakan daerah yang subur. Bentang alam marine dan aeolin yang merupakan satuan wilayah pantai yang terbentang dari Kabupaten Kulon Progo sampai Bantul. Khususnya pantai Parangtritis, terkenal dengan laboratoriun alamnya berupa gumuk pasir. Pegunungan Kulon Progo dan dataran rendah selatan seluas ± 706,25 km² ketinggian 0-572 m terletak di Kabupaten Kulon Progo.
C.Perkembangan Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta
aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi, dimensi-dimensi kemiskian tersebut termanifestasi dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yag kurang baik dan tingkat pendidikan yang rendah (Sukirno, 2006).
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya dan sebagai kota pelajar yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari kawasan wisata, perdagangan, maupun sumber daya, sehingga berpotensi menghasilkan PDRB yang cukup besar, maupun jumlah penduduk dan tingakat pendidikan tidaklah sama pada masing-masing daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perbedaan kondisi ini ikut menentukan dalam rencana pengambangan daerah, akan tetapi di balik pesonanya yang luar biasa diam-diam menyimpan masalah kependudukan yang parah.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (ribu jiwa)Tahun 2006-2014
Tahun K.progo Bantul G.Kidul Sleman Yogya DIY
2006 106.120 178.160 194.440 128.090 45.180 651.990 2007 103.820 169.320 192.070 125.350 42.930 633.490 2008 97.920 164.330 173.520 125.050 48.110 608.930 2009 89.910 158.520 163.670 117.530 45.290 574.920 2010 90.000 146.900 148.700 117.000 37.800 540.400 2011 92.800 159.400 157.100 117.300 37.700 564.300 2012 92.400 158.800 156.500 116.800 37.600 562.100 2013 86.500 156.600 152.400 110.800 35.600 541.900 2014 84.670 153.490 148.390 110.440 35.600 532.590
Rata-rata 93.793 160.613 165.199 118.707 40.646 578.958
Sumber : Badan Pusat Statistik, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sedangkan di kabupaten Bantul jumlah kemiskinanya sebesar 178.160 ribu jiwa pada tahun 2006 dan terus mengalami penurunan sebesar 153.490 ribu jiwa pada tahun 2014 dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 160.613 ribu jiwa. Selain itu di Kabupaten Sleman jumlah kemiskinanya sebesar 128.090 ribu jiwa pada tahun 2006 mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 110.440 ribu jiwa dengan rata-rata jumlah kemiskinan sebesar 118.707. Dan di Kota Yogyakarta pada tahun 2006 jumlah kemiskinanya sebesar 45.180 mengalami penurunan pada tahun2014 sebesar 35.600 ribu jiwa dengan rata-rata jumlah kemiskianan sebesar 40.646 ribu jiwa.
Walapun Daerah Kabupaten Gunung Kidul mengalami penurunan kemiskinan akan tetapi Daerah Kabupaten Gunung Kidul menjadi Kabupaten tertinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hendra (2013), tingginya angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta karena dipicu oleh beberapa aspek seperti aspek kehidupan masyakarat yang menyebabkan tingginya kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, ketiadaan usaha produktif meliputi keterampilan dan daerah yang kurang produktif serta ketiadaan modal
yang efektif untuk menurunkan angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain (1) PDRB ; (2) Jumlah Penduduk, dan (3) investasi.
D.Devinisi Variabel Yang Mempengaruhi Kemiskinan
1. PDRB
Pendapatan nasional adalah nilai produksi barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam suatu periode. Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekomnomi yang dicapai pada satu tahun. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaranPDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah (BPS, 2013)
Tabel 4.3
Jumlah PDRB Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta (milyar) Tahun 2006-2014
Tahun K.progo Bantul G.Kidul Sleman Yogyakarta DIY
2006 1.524.848 3.299.646 2.830.583 5.309.059 4.572.504 17.536.640 2007 1.587.630 3.448.949 2.941.288 5.553.593 4.776.401 18.307.861 2008 1.662.370 3.618.060 3.070.298 5.838.246 5.021.149 19.210.123 2009 1.728.304 3.779.948 3.199.316 6.099.557 5.244.851 20.051.976 2010 1.781.227 3.967.928 3.330.080 6.373.200 5.505.942 20.959.377 2011 1.869.338 4.177.201 3.474.288 6.704.100 5.816.568 22.041.495 2012 1.963.028 4.400.313 3.642.562 7.069.229 6.151.679 23.226.811 2013 2.062.182 4.645.476 3.825.350 7.471.898 6.498.900 24.503.806 2014 2.152.377 4.884.897 3.999.012 7.876.347 6.843.306 25.755.939
Rata-rata 1.814.589 4.024.713 3.368.086 6.477.248 5.603.478
21.288.114
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Jumlah Penduduk
Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan Negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih besar jika dibandingkan dengan Negara dengan jumlah penduduk sedikit. Banyak teori dan pendapat para ahli yang meyakini adanya hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan. Salah satunya adalah Thomas Robert Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam
Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta (ribu jiwa)
Tahun 20010-2014
Tahun K.progo Bantul G.Kidul Sleman Yogyakarta DIY
2006 374.142 884.086 683.443 1.013.178 445.258 3.400.107 2007 374.445 896.994 685.210 1.026.767 451.118 3.434.534 2008 374.783 909.812 686.772 1.040.220 456.915 3.468.502 2009 387.493 899.312 675.474 1.074.673 389.685 3.426.637 2010 388.205 911.503 675.382 1.093.110 388.627 3.456.827 2011 390.207 921.263 677.998 1.107.304 390.553 3.487.325 2012 393.221 927.958 684.740 1.114.833 394.012 3.514.764 2013 403.203 947.066 700.192 1.141.684 402.709 3.594.854 2014 405.222 968.632 698.825 1.163.970 400.467 3.637.116
Rata-rata 387.880 918.514 685.337 1.086.193 413.260 3.491.185
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel jumlah penduduk tahun 2006 yang menunjukan persentase sebesar 3.400.107 ribu jiwa meningkat pada tahun 2014, tahunya adalah sebesar 3.491.185 ribu jiwa, selain itu pertumbuhan penduduk tertinggi adalah di kabupaten sleman dengan rata-rata pertumbuhan penduduknya sebesar 1.086.193 ribu jiwa sedangkan jumlah pertumbuhan penduduk terkecil adalah kabupaten Kulonprogo sebesar 387.880 ribu jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dapat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan penduduk.
3. Investasi
industry dengan investasi yang besar, di bawah ini dapat dilihat jumlah investasi dalam negeri yang masuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 4.5
Jumlah Investasi (PMDN) dalam milyar Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2009-2013 (Juta Rupiah)
Tahun K.progo Bantul G.Kidul Sleman Yogyakarta DIY
2006 28559.36 86951.57 28559.36 921970.4 1087811.52 2153852.16 2007 28559.36 86951.57 28559.36 921970.4 744466.29 1810506.93 2008 28559.36 86951.57 19586.29 926863 744466.29 1806426.46 2009 28559.36 96951.57 29074.37 983463 744466.29 1882514.54 2010 756176.29 962340.3 96951.57 34017.5 35440.18 1884925.86 2011 34017.51 189255.8 35502.56 1218958 835409.57 2313143.74 2012 34017.51 191257.1 35502.56 1242033 1303134.16 2805944.61 2013 34017.51 241023.2 35502.56 1242243 1311867.84 2864654.49 2014 378473.81 253292.3 35502.56 1349718 1551559.24 3568546.29
Rata-rata 150104.45 243886.1 38304.58 982359.7 928735.71 2343390.56
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta