• Tidak ada hasil yang ditemukan

AUDIT KESELAMATAN LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Kronggahan sampai Simpang Monumen Jogja Kembali)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AUDIT KESELAMATAN LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Kronggahan sampai Simpang Monumen Jogja Kembali)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus : Simpang Kronggahan sampai Simpang Monumen Jogja Kembali)

Disusun Oleh :

ANGKI YUDHA MAHARDIKA NIM: 20110110002

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

(2)

vi

Halaman Motto dan Persembahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

Intisari ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Batasan Masalah ... 4

F. Keaslian Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan ... 6

B. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas ... 7

C. Data Kecelakaan ... 7

D. Faktor Penyebab Kecelakaan ... 8

E. Audit Keselamatan Jalan ... 9

F. Pendekatan dalam Penanganan Kecelakaan ... 10

G. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 12

(3)

vii

C. Petunjuk Keselamatan dalam Desain Geometrik ... 18

1. Penampang Melintang Jalan ... 18

2. Badan Jalan ... 20

3. Jarak Pandangan ... 21

4. Alinemen Horizontal dan Vertikal ... 23

D. Angka Kecelakaan dan Lokasi Berbahaya ... 25

1. Penurunan Angka Kecelakaan ... 25

2. Daerah Rawan Kecelakaan ... 26

E. Tipe dan Karakteristik Kecelakaan ... 27

F. Strategi Peningkatan Keselamatan ... 29

1. Strategi Peningkatan Keselamatan ... 29

2. Prinsip-Prinsip Peningkatan Keselamatan Jalan ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian ... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

1. Lokasi Penelitian ... 33

2. Waktu Penelitian ... 33

C. Jenis Data ... 33

1. Data Primer ... 33

2. Data Sekunder ... 34

D. Alat Penelitian ... 34

E. Pelaksanaan Penelitian... 34

F. Cara Analisis Data ... 35

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Kecelakaan ... 36

(4)

viii

5. Jenis Kelamin Korban Kecelakaan ... 41

6. Usua Korban Kecelakaan ... 41

B. Analisis Geometrik Jalan ... 43

1. Data Geometrik Jalan ... 43

2. Jarak Pandang... 44

C. Audit Keselamatan Jalan ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

(5)

ix

Gambar 5.1 Jumlah Kecelakaan di Daerah Studi .. ... 37

Gambar 5.2 Jumlah Korban Kecelakaan di Daerah Studi ... 37

Gambar 5.3 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab ... 38

Gambar 5.4 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Proses Kejadian ... 39

Gambar 5.5 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Jenis Tabrakan ... 40

Gambar 5.6 Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan ... 41

Gambar 5.7 Jenis Kelamin yang Terlibat Kecelakaan ... 42

Gambar 5.8 Usia Korban Kecelakaan ... 43

Gambar 5.9 Foto Keadaan Pelebaran Badan Jalan Sebelum Memasuki Underpass Jombor ... 52

Gambar 5.10 Foto Keadaan Drainase yang Kurang Terawat ... 53

Gambar 5.11 Foto Keadaan Drainase yang Kurang Terawat ... 53

Gambar 5.12 Foto Keadaan Saluran Drainase yang Tertutup Plat Beton ... 54

Gambar 5.13 Foto Kendaraan yang Parkir di Bahu Jalan ... 54

Gambar 5.14 Foto Keadaan Tempat Pemberhentian Kendaraan ... 55

Gambar 5.15 Foto Keadaan Bahu Jalan yang Digunakan Untuk Parkir Kendaraan ... 58

Gambar 5.16 Foto Keadaan Bahu Jalan yang Digunakan Untuk Warung Makan ... 58

Gambar 5.17 Zebra Cross ... 63

Gambar 5.18 Pemberhentian Bus atau Kendaraan Berupa Teluk ... 65

Gambar 5.19 Pemberhentian Bus atau Kendaraan Berupa Halte Terintegrasi 65

Gambar 5.20 Foto Penunjuk Arah ... 72

(6)

x

Tabel 5.2 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab ... 38

Tabel 5.3 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Tipe Kecelakaan ... 39

Tabel 5.4 Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan ... 40

Tabel 5.5 Jenis Kelamin Korban Kecelakaan ... 41

Tabel 5.6 Usia Korban Kecelakaan Terbanyak ... 42

Tabel 5.7 Jarak Pandang Minimum ... 44

Tabel 5.8 Daftar Periksa Kondisi Umum ... 50

Tabel 5.9 Perbandingan Indikasi Kata Ya dan Tidak ... 55

Tabel 5.10 Daftar Periksa Alinyemen Jalan ... 56

Tabel 5.11 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak ... 59

Tabel 5.12 Daftar Periksa lajur Tambahan atau Lajur untuk Putar Arah ... 59

Tabel 5.13 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 60

Tabel 5.14 Daftar Periksa Lalu Lintas Tak Bermotor ... 61

Tabel 5.15 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 63

Tabel 5.16 Daftar Periksa Pemberhentian Bus atau Kendaraan ... 64

Tabel 5.17 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 66

Tabel 5.18 Daftar Periksa Kondisi Penerangan ... 66

Tabel 5.19 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 67

Tabel 5.20 Daftar Periksa Rambu dan Marka Jalan ... 68

Tabel 5.21 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 70

Tabel 5.22 Daftar Periksa Bangunan Pelengkap Jalan... 70

Tabel 5.23 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 72

Tabel 5.24 Daftar Periksa Kondisi Permukaan Jalan ... 72

Tabel 5.25 Perbandingan Antara Indikasi Kata Ya dan Tidak... 74

(7)

xi

(8)
(9)

xi

seringnya terjadi kecelakaan pada ruas jalan ini, maka perlu dilakukan analisis terhadap penyebab kecelakaan lalu lintas. Audit Keselamatan Jalan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi situasi yang beresiko tinggi atau potensi terjadinya kecelakaan.Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah mengidentifikasi penyebab kecelakaan pada daerah studi, mengevaluasi keadaan geometrik jalan yang ada pada daerah studi, melakukan Audit atau menganalisis penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan Arteri Utara (Ringroad) dan memastikan bahwa persyaratan keselamatan jalan untuk semua pengguna jalan sudah dipertimbangkan.

Metode Penelitian ini memiliki alur yang dimulai dengan studi pustaka mengenai jalan yang akan diaudit, dilanjutkan survei dan pengambilan data. Data yang digunakan merupakan data primer yang terdiri dari hasil survei fasilitas lalulintas, spot speed,checklist audit keselamatan lalulintas, dan data geometrik jalan. Untuk data sekunder didapatkan dari Satuan lalu Lintas POLRES Sleman berupa data : tingkat kecelakaan daerah studi, jumlah kecelakaan berdasarkan faktor penyebab, jumlah kejadian berdasarkan tipe kecelakaan, jenis kendaraan yang terlibat, jenis kelamin yang terlibat, serta usia korban. Setelah semua data didapat akan direkapitulasi dan dianalisis. Selanjutnya didapatkan kesimpulan sebagai mana apa yang menjadi tujuan penelitian.

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata yang memiliki ikon Tugu Pal Putih. Kota yang mempunyai julukan Kota Gudeg ini mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Kota Yogyakarta juga merupakan daerah strategis karena menjadi salah satu kota penghubung pada jalur Selatan Pulau Jawa. Namun seiring berjalannya waktu, tingkat kepadatan yang ditimbulkan ini tidak berimbang dengan luas wilayah dan panjang jalan yang dimiliki.

Keselamatan lalu lintas merupakan salah satu bagian yang penting dalam rekayasa lalu lintas untuk mencapai tujuan teknik lalu lintas yang aman, nyaman dan ekonomis. Identifikasi penyebab kecelakaan yang dilakukan dapat mengurangi tingginya tingkat kecelakaan dalam berlalu lintas. Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Jumlah korban yang cukup besar akan memberikan dampak ekonomi (kerugian materi) dan sosial yang tidak sedikit.

(11)

kecelakaan lalu lintas. Audit Keselamatan Jalan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi situasi yang beresiko tinggi atau potensi terjadinya kecelakaan.

Audit keselamatan jalan (Road Safety Audit) atau disingkat RSA adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang pada umumnya terjadi karena berbagai faktor penyebab secara bersama-sama, yakni : manusia, kondisi jalan, kondisi kendaraan, cuaca, dan pandangan terhalang. Manusia sebagai faktor dominan penyebab kecelakaan lalu lintas, walaupun sebenarnya kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab kecelakaan lalu lintas sehingga untuk mencegah tindakan-tindakan yang membahayakan keselamatan lalu lintas. Jalan perlu dilengkapi dengan berbagai kelengkapan jalan guna membantu mengatur arus lalu lintas, yakni : marka jalan, jalur pemisah, lampu lalu lintas, dan pagar pengaman. Alinyemen jalan, baik horizontal maupun vertikal, sangat mempengaruhi kelancaran arus lalu lintas atau bahkan dapat membahayakan keselamatan lalu lintas.

B. Rumusan Masalah

(12)

mengevaluasi permasalahan yang terjadi serta geometrik jalan sepanjang ruas daerah studi, serta situasi yang beresiko tinggi sehingga situasi tersebut dapat ditangani atau dihilangkan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik kecelakaan pada daerah studi.

2. Mengevaluasi potensi permasalahan pada jalan yang telah beroperasi terhadap keselamatan jalan.

3. Mengevaluasi potensi permasalahan geometrik jalan di sepanjang ruas Jalan Arteri Utara (Ringroad) pada simpang Kronggahan sampai simpang Monjali.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari Audit Keselamatan Jalan pada ruas jalan Arteri Utara Yogyakarta (Ringroad) ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dalam penyusunan pedoman audit keselamatan jalan yang berorientasi pada keselamatan jalan.

2. Mengurangi kemungkinan tingkat kecelakaan pada ruas jalan arteri, khususnya pada daerah studi.

(13)

4. Sebagai input dari kebijakan di dalam mengambil keputusan terhadap Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) khususnya pada ruas jalan Arteri Utara Yogyakarta (Ringroad).

E.Batasan Masalah

Untuk membatasi lingkup permasalahan sehingga pembahasan tidak melenceng dari tujuan penelitian, maka diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Audit yang dilakukan hanya pada ruas rawan kecelakaan yang dilakukan berdasarkan data kecelakaan di jalan Arteri Utara Yogyakarta (Ringroad) selama periode 5 tahun terakhir dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

2. Pengindentifikasi keselamatan jalan dilakukan hanya pada lokasi rawan kecelakaan.

3. Penelitian ini hanya terbatas pada geometrik jalan dan keberadaan fasilitas perambuan, marka jalan, serta lampu penerangan jalan, yang berpotensi penyebab terjadinya kecelakaan.

(14)

F. Keaslian Penelitian

Tugas Akhir dengan judul “ Audit Keselamatan Jalan studi kasus pada ruas jalan Arteri Utara Yogyakarta (Ringroad) belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis dengan studi kasus berbeda yang pernah dilakukan adalah:

(15)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan Jalan

Warpani (2002) mengatakan bahwa tujuan utama upaya pengendalian lalu lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep sampai dengan selamat adalah upaya menghindarkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Berbagai upaya rekayasa lalu lintas, selain bertujuan melancarkan arus lalu lintas, yang utama adalah menjamin keselamatan berlalu lintas.

Fachrurozy (1996) mengatakan bahwa keselamatan lalu lintas merupakan tujuan dari manajemen lalu lintas, yaitu keamanan, kenyamanan, keekonomisan dalam transportasi orang atau barang. Keselamatan lalu lintas sangat terkait pada proses pengembangan suatu perencana dan perancangan jalan raya. Suatu perencanaan dan perancangan yang baik, yang memenuhi standar akan membuahkan hasil dengan minimnya kejadian kecelakaan pada suatu lokasi jalan raya, dan ini berarti suatu perbaikan keselamatan bagi para pemakai jalan.

(16)

B. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Abubakar (1996) mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan serangkaian kejadian, yang pada akhirnya sesaat sebelumnya terjadi kecelakaan didahului oleh gagalnya pemakai jalan dalam mengantisipasi keadaan sekelilingnya termasuk dirinya sendiri dan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan terjadinya korban atau kerugian harta benda. Dalam peristiwa kecelakaan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga apabila terdapat cukup bukti ada unsur kesengajaan maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagai kasus kecelakaan.

Oglesby dan Hiks (1982) menyatakan kecelakaan kendaraan bermotor, seperti halnya seluruh kecelakaan lainnya, adalah kejadian yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan. Pada umumnya ini terjadi sangat cepat. Selain itu, tabrakan adalah puncak rangkaian kejadian yang naas.

C. Data Kecelakaan

(17)

Pignataro (1993) mengatakan bahwa perekaman kecelakaan yang lengkap sangat penting untuk menganalisis kecelakaan dan mencegah kecelakaan dari segi rekayasa.

D. Faktor Penyebab Kecelakaan

Pada umumnya penyebab terjadinya kecelakaan dimungkinkan karena empat faktor, yaitu kendaraan, jalan, lingkungan, dan manusia. Warpani (2002) menyatakan kecelakaan lalu lintas yang mengancam keselamatan lalu lintas pada umumnya terjadi karena berbagai faktor penyebab secara bersama–sama, yaitu manusia, kondisi jalan, kondisi kendaraan, cuaca serta pandangan yang terhalang, namun kesalahan pengemudi merupakan factor utama dalam banyak kejadian kecelakaan lalu lintas angkutan jalan.

Hobs (1995) menyatakan terjadinya suatu kecelakaan tidak selalu ditimbulkan oleh satu sebab tetapi oleh kombinasi berbagai efek dari sejumlah kelemahan atau gangguan yang berkaitan dengan pemakai, kendaraannya dan tata letak jalan. Kondisi lingkungan juga penting, misalnya permukaan jalan, dan juga jelas bahwa cuaca dan waktu juga berpengaruh.

(18)

Faktor-faktor penyebab kecelakaan selanjutnya dikelompokkan menjadi empat faktor utama yaitu : manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan.

Oglesby dan Hiks (1998) mengatakan bahwa lalu lintas ditimbulkan oleh adanya pergerakan dan alat–alat angkutnya karena ada kebutuhan perpindahan manusia dan barang, unsur–unsur sistem transportasi adalah semua elemen yang dapat berpengaruh terhadap lalu lintas. Unsur–unsur dalam sistem transportasi meliputi : pemakai jalan (road user), kendaraan (vehicle), jalan (road), lingkungan (environment).

E. Audit Keselamatan Jalan

Jordan (1998), mengatakan bahwa audit keselamatan jalan raya merupakan sebuah proses untuk menguji proyek jalan raya atau lalu lintas tertentu dengan menggunakan tim independen, berkualitas dan berpengalaman yang secara formal melaporkan hasil audit tentang permasalahan keselamatan proyek tersebut. Audit juga merupakan sebuah tinjauan ulang secara profesional, baik pada tahap studi kelayakan, konsep perencanaan, perancangan detail konstruksi, pra konstruksi, maupun pada pemeriksaan jaringan jalan raya yang ada. Dengan menggunakan prinsip–prinsip keselamatan yang telah diketahui.

Departement of public work highway, philipines (1999), menyatakan

(19)

membenahi kekurangan keamanan sebelum pemakai jalan mengalami kecelakaan. Audit keselamatan jalan memiliki keunggulan bukan hanya sebagai rancangan perbaikan keamanan jalan raya namun juga mengembangkan standar desain untuk menghasilkan jalan raya yang lebih aman.

Haryanto (2002), mengatakan bahwa audit keselamatan jalan merupakan proses formal dimana perencanaan, desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan jalan diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk mengidentifikasi adanya bentuk yang tidak aman. Road Safety Audit merupakan elemen penting dalam pencegahan kecelakaan di jalan, tanpa mengabaikan kebutuhan akan elemen manusia dan kendaraan dalam program tersebut, Road Safety Audit berfokus pada lingkungan jalan dan rekayasa yang berkaitan

dengannya. Audit keselamatan jalan berfokus pada pencegahan kecelakaan sebelum terjadi dari pada mengalokasikan kesalahan dan kompensasi setelah kejadian. Efek keselamatan dari proyek jalan besar sering kali meluas ke jaringan jalan di sekitarnya dan efek tersebut dapat menguntungkan atau merugikan dari segi keselamatan jalan.

F. Pendekatan dalam Penanganan Kecelakaan

Munawar (1999), mengatakan bahwa penanganan kecelakaan lalu lintas dapat dikategorikan menjadi :

1. Tahapan sebelum kejadian

(20)

undang–undang lalu lintas yang berlaku dan tata tertib berlalu lintas. Bagi pengguna jalan, upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kesadaran hukum dan sopan santun dalam berlalu lintas.

2. Tahapan pada waktu kejadian

Disini dituntut kesiagapan aparat, baik dari kepolisian maupun dari kesehatan (rumah sakit/ambulans) untuk mencapai lokasi kejadian tepat pada waktunya.

3. Tahapan sesudah kejadian

Diperlukan kejelian dari aparat/instansi yang berwenang untuk meneliti/melihat sebab – sebab kejadian, agar dapat disusun suatu strategi perbaikan guna pengurangan kecelakaan.

(21)

sedang berjalan. Data historis inilah kunci dari program penanganan kecelakaan lalu lintas.

Kementrian Transportasi Thailand (1997), telah mengusahakan untuk mengurangi tabrakan di jalan raya, melalui pengembangan metode yang mengarah pada pembangunan master plan keamanan jalan. Diusulkan Sembilan program aktifitas untuk diimplementasi selama periode lima tahun, program itu adalah : 1) ekonomi keamanan jalan raya, 2) kebijakan dan organisasi pemberlakuan legalisasi dan hukum, 3) analisis dan riset kecelakaan, 4) pelaku dan ijin mengemudi, 5) pendidikan dan lalu lintas di sekolah, 6) system informasi, 7) keamanan kendaraan, 8) perbaikan jalan, 9) perawatan darurat korban kecelakaan.

G. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

(22)

Hasil Penelitian Mulyadi (2011) di Jalan Sutoyo Tanah Patah Kota Bengkulu, menyatakan bahwa jumlah korban terbanyak adalah luka ringan sebanyak 19 orang. Faktor penyebab terbanyak yaitu faktor manusia sebanyak 19 kejadian . Jenis tabrakan terbanyak adalah Re (Rear End), yaitu kendaraan yang menabrak kendaraan lain yang bergerak searah, kecuali pada jalur yang sama (sebanyak 17 kejadian). Pada lokasi ditemukan beberapa indikasi penyebab terjadinya kecelakaan, yaitu : tidak adanya pemberhentian bus, sehingga perkerasan jalan digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan penumpang dan menjadi tempat parkir kendaraan. Tidak adanya fasilitas pejalan kaki, sehingga banyak pejalan kaki menggunakan perkerasan jalan untuk aktivitas pejalan kaki, serta minimnya fasilitas penyeberangan. Tidak adanya rambu peringatan mengurangi kecepatan.

(23)

Hasil Penelitian R. Wisnu M. Nur (2015) di Jalan Magelang-Yogyakarta Km 7-10 Mungkid, Magelang, menunjukkan bahwa pada tahun 2010 sampai 2013 jumlah kecelakaan sebanyak 87 kejadian. Korban meninggal dunia sebanyak 6 orang, luka berat 16 orang, dan luka ringan 107 orang. Faktor penyebab kecelakaan yaitu, faktor manusia sebanyak 52 kejadian, kendaraan sebanyak 32 kejadian, dan lingkungan sebanyak 3 kejadian. Tipe kecelakaan yaitu tipe KDK (Kecelakaan Tanpa Membelok Dua Kendaraan) sebanyak 51 kejadian dan jenis tabrakan adalah Re (Rear End) sebanyak 43 kejadian. Pada lokasi ditemukan beberapa indikasi penyebab terjadinya kecelakaan, yaitu : bahu jalan digunakan untuk parkir dan tempat berjualan. Marka jalan banyak yang pudar. Drainasi kurang perawatan dan pengecekan berkala. Jika musim hujan, pada km 8,1 terdapat genangan air sehingga mengganggu lalu lintas dan menyebabkan kecelakaan.

(24)

15 BAB III LANDASAN TEORI

A. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Fungsional

Untuk dapat mewujudkan peranan penting jalan sesuai Undang – Undang No. 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka jalan perlu mendapat penanganan yang sesuai fungsi dan klasifikasinya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 menyebutkan berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Fungsi jalan sebagaimana dimaksud terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Jalan – jalan primer mempunyai perbedaan dengan jalan – jalan lainnya, dalam hal kelebihannya untuk dilalui, memberkan pelayanan lalu lintas untuk jarak jauh. Oleh karena itu, jalan – jalan primer membutuhkan perencanaan yang berbeda dengan jalan – jalan sekunder. Jaringan jalan primer terjalin dalam hubungan hirarki disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional.

(25)

a. Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dan kota jenjang kedua.

b. Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

c. Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau dibawah kota jenjang ketiga sampai dengan persil.

2. Klasifikasi Perencanaan

Di dalam perencanaan geometrik jalan perkotaan, klasifikasi perencanaan jalan dibagi ke dalam dua tipe yang berbeda dan beberapa kelas (klasifikasi perencanaan) yang ditentukan karakteristik lalu lintas dan volumenya (Bina Marga, 1992).

(26)

dilakukan sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk, pertemuan antara jalan tipe ini dapat menggunakan lampu lalu lintas atau tanpa lampu.

Perencanaan geometrik secara tipikal dari kelas – kelas perencanaan jalan di Indonesia, seperti telah disebutkan di atas harus memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26, tahun 1985, dan telah dijabarkan secara jelas dalam Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, (1992).

B. Karakteristik Geometrik Jalan

Karakteristik geometrik jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), meliputi :

1. Tipe jalan : Berbagai tipe jalan mempunyai kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, jalan satu arah.

2. Lebar jalur lalu lintas : kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lajur bebas lalu lintas.

3. Kereb : kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar sangat berpengaruh terhadap hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan dengan kereb yang lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kereb atau bahu.

(27)

mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan, seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya. 5. Median : median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. 6. Alinemen jalan : lengkung horisontal dengan jari – jari kecil mengurangi

kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan dengan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas didaerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan.

C. Petunjuk Keselamatan dalam Desain Geometrik

Di dalam desain elemen geometri ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Undang – Undang No 22/2009), antara lain :

1. Penampang Melintang Jalan

Penampang melintang jalan adalah proyeksi/potongan melintang tegak lurus sumbu jalan. Menurut Undang – undang No 22/2009, dalam potongan melintang dapat dilihat bagian – bagian jalan :

a. Ruang Manfaat Jalan

Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) : adalah suatu daerah yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan landai dan ambang pengaman.

(28)

paling luar dari ruang manfaat jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan jaringan jalan.

b. Ruang Milik Jalan

Ruang Milik Jalan (RUMIJA) : meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan ruang milik jalan dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan dikemudian hari.

c. Ruang Pengawasan Jalan

Ruang pengawasan jalan (RUWASJA) : merupakan ruang tertentu yang terletak diluar ruang milik jalan, yang penggunaannya diawasi oleh Penyelenggara jalan, dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan, dalam hal ini tidak cukup luasnya ruang milik jalan.

(29)

dibuat untuk superelevasi pada tikungan, terutama untuk tikungan putar balik, tikungan melalui persimpangan dan interchange serta efek tikungan pada turunan tajam.

2. Badan Jalan

Badan jalan terdiri atas : a. Jalur lalu lintas

Digunakan untuk lewat kendaraan, bisa terdiri dari beberapa lajur tergantung volume lalu lintas yang akan ditampung.

b. Bahu jalan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan badan jalan : 1) Permukaan jalan

Diusahakan selalu rata, tidak licin, tidak kasar, tahan terhadap cuaca. 2) Kemiringan melintang

Untuk memberikan kemungkinan drainase permukaan jalan, air yang jatuh diatas permukaan jalan segera mungkin dialirkan kesaluran samping, kemiringan diusahakan sekecil mungkin tetapi tujuannya dapat tercapai, berkisar antara 1,5% - 3%, 5%-6% aspal/semen belum menggunakan bahan pengikat.

(30)

Keamanan yang dimaksud menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan tahun 1997, yaitu jalan yang sesuai dengan ketentuan lebar minimum maupun lebar ideal. Seperti pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Lebar Lajur Jalan Ideal

FUNGSI KELAS LEBAR LAJUR

IDEAL (m)

Arteri I

II, IIIA

3,75 3,50

Kolektor IIIA, IIIB 3,00

Lokal IIIC 3,00

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997

b) Kenyamanan

Ditentukan oleh rasa lega yang dialami oleh pengemudi. Rasa ini terutama dapat diukur/dialami pada waktu keadaan kritis, misalnya saat berpapasan dengan kendaraan lain, memasuki jembatan sempit rasa lega akan tetap apabila pada daerah kritis tersedia kebebasan yang cukup.

c) Batas ukuran maksimum kendaraan

Kendaraan yang berukuran besar adalah truk yang sejenis dengan lebar normal 2,25 m dengan batas maksimum 2,5 m, untuk lebar kendaraan perlu mempertimbangkan lebar kendaraan standar.

(31)

Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi sangat tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukannya.

Guna jarak pandangan :

a. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan berhenti, pejalan kaki atau hewan pada lajur lainnya.

b. Memberikan kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan menggunakan lajur disebelahnya.

c. Menambah efisien jalan, volume pelayanan dapat maksimal. d. Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan

rambu – rambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan.

Dibedakan atas :

1) Jarak pandangan henti : jarak pandangan yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraannya.

(32)

Pemerolehan kriteria jarak pandang perlu diperiksa secara menyeluruh dengan memperhitungkan efek alinemen horizontal dan vertikal, gangguan kemiringan dan lansekap.

4. Alinemen Horizontal dan Vertikal

Efek keselamatan dari standar umum alinemen horizontal dan vertikal perlu dinilai dengan seksama. Auditor akan mencari konsistensi dan kesesuaian dengan harapan pengemudi menghindari pembatasan jarak pandang dan area perkerasan yang tersembunyi (yang dapat terjadi dari gabungan yang tidak memuaskan antara alinemen horizontal dan vertikal), adanya tanjakan/turunan yang panjang dan kebutuhan akan lajur untuk penyusulan atau lajur tambahan lainnya. Lokasi persimpangan, pulau lalu lintas, ram jalan masuk dan jalan keluar, area gabungan dan bagian selip merupakan bentuk – bentuk lain dimana jarak pandang yang baik bersifat penting dan dimana gabungan antara alinemen horizontal dan vertikal perlu dipertimbangkan (Audit Keselamatan Jalan, 2002).

Tikungan jalan raya cenderung merupakan lokasi dengan resiko bahaya yang lebih besar bagi kendaraan bermotor dan terjadinya kecelakaan cenderung meningkat sesuai dengan menurunnya radius tikungan. Resiko bahaya khususnya bersifat akut bagi tikungan pada akhir bagian jalan yang lurus dan panjang.

(33)

pendekatan lurus ke tikungan. Dalam menilai hal ini, adanya batas kecepatan yang dapat diterapkan di lokasi tersebut.

b. Hindari perubahan tiba – tiba pada standar alinemen horizontal, dan juga variasi yang jauh berbeda pada radius tikungan dari satu tikungan ke tikungan yang lain.

c. Pada jalan pedesaan yang rata/berbukit lebih ditujukan untuk alinemen curvilinear dari pada serangkaian tikungan yang di hubungkan dengan bagian lurus yang panjang. Hal ini cenderung mengatasi kelelahan pengemudi. d. Pada jalan 2 lajur 2 arah, desain untuk mencoba mengoptimalkan kesempatan

menyusul. Pada desain alinemen vertikal, hal ini kadang kala berarti mengadopsi tikungan vertikal yang lebih pendek, antara kemiringan yang lebih panjang dari pada menggunakan tikungan vertikal panjang yang ekuivalen dengan atau kurang dari jarak pandang menyusul.

e. Hindari pengaturan roller coater pada alinemen vertikal, terutama situasi dimana pandangan pengemudi pada perkerasan di depan tersembunyi hanya sementara. Serupa dengan hal tersebut, kombinasi alinemen horizontal dan vertikal yang menghasilkan area perkerasan tersembunyi yang tidak terduga yang dapat menyesatkan pemahaman pengemudi terhadap arah rute didepan, hendaknya dihindari. Aspek – aspek tersebut paling baik diidentifikasi dengan gambar perspektif atau model komputer 3D pada lokasi – lokasi kritis.

(34)

dengan nilai tinggi. Kombinasi ini cenderung meningkatkan resiko bahaya bagi kendaraan yang belok (akibat superelevasi yang kurang atau merugikan) terutama kendaraan dengan pusat gravitasi yang tinggi.

D. Angka Kecelakaan dan Lokasi Berbahaya 1. Penurunan Angka Kecelakaan

Direktorat jenderal perhubungan darat membuat empat pendekatan penanganan jalan yang ekonomis yang sudah terkenal dalam mereduksi angka kecelakaan adalah sebagai berikut :

a. Lokasi tunggal yaitu penanganan pada lokasi atau ruas pada jalan dimana kecelakaan terjadi berulang – ulang.

b. Aksi masa yaitu penanganan yang umum terhadap lokasi – lokasi dengan faktor penyebab yang sudah umum.

c. Aksi rute yaitu penanganan terhadap jalan – jalan dengan tipe atau kelas tertentu dimana tingkat kecelakaan diatas rata – rata.

d. Aksi kawasan yaitu penanganan terpadu pada suatu daerah dimana tingkat kecelakaannya diatas batas tertentu, khususnya berkaitan dengan kecelakaan yang tersebar dan biasanya diareal pemukiman/perkotaan. Suatu teknik pengurangan kecepatan kendaraan dan upaya melengkapi lingkungan yang lebih aman merupakan suatu teknik yang sering dilakukan.

(35)

kaidah perencanaan dan perancangan jalan yang memenuhi standar peraturan yang berlaku dan memenuhi kriteria keselamatan jalan.

2. Daerah Rawan Kecelakaan

Daerah rawan kecelakaan dikelompokkan menjadi tiga (Anonim, 1994 dalam Dharma, 2003) yaitu :

a. Tapak rawan kecelakaan (Hazardous Sites)

Site (tapak) adalah lokasi – lokasi tertentu yang meliputi : pertemuan jalan, acces point, ruas jalan yang pendek.

Berdasarkan panjangnya tapak rawan kecelakaan ada dua yaitu : 1. Black spot : 0,03 km – 0,5 km

2. Black section : 0,5 km – 2,5 km Kriteria penentuan Hazardous sites :

1. Jumlah kecelakaan (kecelakaan/km) untuk periode waktu tertentu melebihi suatu nilai tertentu.

2. Tingkat kecelakaan (perkendaraan tiap km) untuk periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu.

3. Tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis yang diturunkan dari analisis statistik.

b. Rute rawan kecelakaan (Hazardous Routes)

Panjang rute rawan kecelakaan biasanya ditetapkan lebih dari 1 km. Kriteria yang dipakai dalam penentuan rawan kecelakaan adalah :

(36)

2. Jumlah kecelakaan per km melebihi suatu nilai tertentu dengan mengabaikan variasi volume kendaraan.

3. Tingkat kecelakaan (per kendaraan km) melebihi suatu nilai tertentu.

c. Wilayah rawan kecelakaan (Hazardous Areas)

Luas wilayah rawan kecelakaan biasanya ditetapkan berkisar 5 km. Kriteria yang dipakai dalam menentukan wilayah rawan kecelakaan : 1. Jumlah kecelakaan per km per tahun dengan mengabaikan variasi

panjang jalan dan variasi volume lalu lintas.

2. Jumlah kecelakaan per penduduk dengan mengabaikan variasi panjang jalan dan variasi volume lalu lintas.

3. Jumlah kecelakaan per km jalan dengan mengabaikan volume lalu lintas.

4. Jumlah kecelakaan per kendaraan yang dimiliki oleh penduduk didaerah tersebut.

E. Tipe dan Karakteristik Kecelakaan

(37)

Secara garis besar pengelompokkan kecelakaan lalu lintas menurut proses kejadiannya adalah sebagai berikut :

1. Kecelakaan kendaraan tunggal, yaitu peristiwa kecelakaan yang terdiri dari satu kendaraan.

2. Kecelakaan pejalan kaki, yaitu peristiwa kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki.

3. Kecelakaan membelok dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat gerakan membelok dan melibatkan hanya dua kendaraan.

4. Kecelakaan membelok lebih dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi saat melakukan gerakan membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan.

5. Kecelakaan tanpa gerakan membelok, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat berjalan lurus atau kecelakaan terjadi tanpa ada gerakan membelok.

Secara garis besar karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan dengan dasar yang seragam (Yasa Weda, 2001)

1. Angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, tidak arah berlawanan, kecuali pada sudut kanan.

2. Rear – End (Re), kendaraan menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah, kecuali pada jalur yang sama.

(38)

4. Head On (Ho), tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada arah yang berlawanan (tidak sideswipe).

5. Backing, tabrakan secara mundur, serta jenis tabrakan lainnya.

Berdasarkan tingkat keparahan korban, PP No, 43 tahun 1993 maka korban kecelakaan lalu lintas dikelompokkan menjadi :

1. Korban mati, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas, terhitung paling lambat 30 hari setelah kejadian.

2. Korban luka berat, adalah korban yang lukanya menderita cacat tetap, atau yang harus dirawat dalam jangka waktu 30 hari setelah kejadian.

3. Korban luka ringan, adalah korban selain yang mati dan korban luka berat.

F. Strategi Peningkatan Keselamatan 1. Strategi Peningkatan Keselamatan

Downing dan Iskandar (1998) memperkenalkan suatu bentuk pemecahan terpadu yang dikenal dengan istilah 3-E yaitu, rekayasa (engineering), pendidikan (education), pengawasan (enforcement), serta 2-E tambahan evaluasi (evaluation), dan dukungan (encouragement).

Untuk merealisasikan usaha multi disiplin tersebut, disyaratkan adanya: a. Sistem pendataan dan analisis terpadu yang berlaku secara nasional. b. Rencana induk lalu lintas jalan pada tingkat nasional yang ditetapkan

(39)

c. Lembaga yang mengkoordinasikan tingkat nasional dan lokal disertai kewenangan dan sumber daya, diperlukan untuk mengimplementasikan rencana tersebut.

d. Sumber daya manusia terlatih dalam bidang rekayasa keselamatan jalan.

e. Evaluasi program berikut umpan balik terhadap program nasional. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang positif dalam mereduksi angka kecelakaan, misalnya dengan adanya rencana keselamatan jalan nasional dan sistem informasi kecelakaan lalu lintas yang dikenal dengan sistem pengelolaan data kecelakaan lalu lintas.

2. Prinsip – Prinsip Peningkatan Keselamatan Jalan

Untuk mendorong negara – negara yang sedang berkembang didalam upaya peningkatan jalan, dengan melakukan pendekatan pencegahan dan pengurangan kecelakaan, TRL bekerja sama dengan Ross Patnership, menyusun pendekatan bagi perancang dan perencana jalan (TRL/Ross, 1991). Disamping itu Puslitbang Jalan bekerja sama dengan TRL telah mengembangkan perangkat lunak sistem 3L (Lahta Laka Lantas). Dalam rangka mendukung penerapan pendekatan yang sistematik di Indonesia. 3. Pencegahan Kecelakaan Melalui Perbaikan Perencanaan dan Desain

(40)

pejalan kaki, bus khususnya pada jalan – jalan dilingkungan pemukiman baik didalam maupun diluar kota.

Tingginya kecelakaan yang terjadi diluar kota pada tata guna lahan pemukiman berkaitan dengan pengembangan daerah terbangun disepanjang jalan. Kondisi seperti ini sangat ideal untuk mempraktikan perencanaan dan desain berorientasi keselamatan. Untuk itu perlu beberapa strategi penting yang dapat diterapkan, antara lain :

a. Cocokkan fungsi, desain dan pengguna jalan dengan klasifikasi jalan sesuai dengan hirarki.

(41)

32 BAB IV

METODE PENELITIAAN

A. Tahapan Penelitian

[image:41.595.104.518.208.723.2]

Tahapan penelitian yang dilakukan mengikuti bagan alir pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitiaan

Lengkap

Studi Pustaka

Pelaksanaan dan Pengumpulan Data

Data Primer:

Survei langsung pada daerah studi:

a. Fasilitas Lalu lintas

b. Spot speed

c. Checklist AKJ ( Audit Keselamatan Jalan) d. Data geometrik jalan

Data Sekunder

Data kecelakaan lalu lintas :

a. Tingkat kecelakaan di daerah studi

b. Jumlah kecelakaan berdasarkan faktor penyebab

c. Jumlah kejadian berdasarkan tipe kecelakaan

d. Jenis kendaraan yang terlibat e. Jenis kelamin yang terlibat

kecelakaan

f. Jumlah usia korban terbanyak

Analisis Data dan Pembahasan a. Menentukan Karakteristik

kecelakaan

b. Mengindentifikasi elemen-elemen geometrik jalan

c. Melakukan audit dan analisis

Kesimpulan dan saran Survei Pendahuluan

Rekapitulasi Data Mulai

Selesai

(42)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian Audit Keselamatan Jalan dilakukan pada satu jalan yang merupakan daerah rawan kecelakaan di Yogyakarta, yaitu pada ruas jalan Arteri Utara ( Ringroad ), Sleman, antara simpang Kronggahan dan simpang Monjali seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 berikut:

[image:42.595.106.514.257.473.2]

STA 0+000 sampai 2+200

Gambar 4.2 Denah Lokasi Penelitian 2. Waktu Penelitian

Survei/pengamatan di lapangan dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 13 Juni 2015. Untuk pelaksanaan spot speed dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 14 Juni 2015 di titik rawan kecelakaan pada pukul 08.00-17.00.

C. Jenis Data

Untuk mengetahui permasalahan audit keselamatan jalan pada ruas jalan Arteri Utara ( Ringroad ), data yang dibutuhkan terdiri dari:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang melalui pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang diperoleh adalah:

a. Fasilitas Lalu Lintas

Keterangan :

1,2,3,4 : Lokasi Penelitian

X : Lokasi Pengambilan Data Spot-Speed

X 2 3 4

1

Simpang Kronggahan Simpang Jombor Simpang Monjali

MONJALI

UTY

U

(43)

b. Spot Speed

c. Checklist Audit Keselamatan Jalan d. Data Geometrik jalan

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait yaitu Bagian Lakalantas POLRES Sleman, Data tersebut berupa :

a. Tingkat kecelakaan di daerah studi

b. Jumlah kecelakaan berdasarkan faktor penyebab c. Jumlah kejadian berdasarkan tipe kecelakaan d. Jenis kendaraan yang terlibat

e. Jenis kelamin yang terlibat f. Jumlah usia korban terbanyak

D. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Alat untuk pengukuran : pita ukur/meteran untuk mengukur panjang jalan dan lebar jalan pada lokasi penelitian.

2. Stopwatch untuk survei kecepatan sesaat.

3. Formulir pemeriksaan keselamatan, untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan keselamatan jalan, berupa kelompok pemeriksaan persoalan-persoalan, yang dimulai dari persoalan umum hingga persoalan yang lebih khusus dan rinci.

4. Kamera foto, untuk pengambilan gambar dan lokasi lalulintas di lokasi yang diteliti.

E. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian untuk mendapatkan data primer: 1. Fasilitas lalulintas

(44)

2. Spot speed

Digunakan untuk mengetahui kecepatan sesaat pada daerah studi pada jarak tertentu dalam kurun waktu 1 hari. Spot speed dilakukan di daerah yang rawan kecelakaan. Untuk penelitian spot speed dilakukan pada sta 0+600 di depan kampus UTY.

3. Checklist Audit Keselamatan Jalan

Melakukan analisis langsung pada kondisi jalan di daerah studi. Analisis akan difokuskan pada hasil temuan yang berindikasi jawaban Tidak (T) sertai identifikasi bagian-bagian jalan dan fasilitas pendukung lainnya.

4. Data geometrik jalan

Data didapat dengan melakukan peninjauan/pengukuran langsung pada daerah studi untuk mendapatkan lebar jalan, lebar bahu jalan, lebar perkerasan jalan dan fasilitas U-turn.

F. Cara Analisis Data

Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan dipahami. Dari data yang telah terkumpul akhirnya dilakukan perhitungan data dan analisis.

1 Data tentang jumlah kecelakaan, jumlah kecelakaan berdasarkan faktor penyebab, jumlah kecelakaan berdasarkan jenis kelamin, jumlah korban kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat dan tipe kecelakaan diolah dan kemudian dibuat grafik.

(45)

36 BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Kecelakaan 1. Jumlah Kecelakaan dan Jumlah Korban Kecelakaan

Data dari Kepolisian Resort Sleman, kecelakaan lalu lintas yang terhitung dari tahun 2010 -2014 pada ruas jalan Arteri Utara (Ringroad) adalah sebanyak 130 kejadian. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1, Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.

Tabel 5.1. Jumlah Kecelakaan dan Jumlah Korban Kecelakaan

No Tahun Jumlah kejadian

Jumlah Korban

MD LB LR

1 2010 32 1 10 44

2 2011 26 1 15 24

3 2012 27 1 6 35

4 2013 19 0 1 23

5 2014 26 3 2 36

Jumlah 130 6 34 162

Sumber : Satlantas POLRES Sleman, 2015

Keterangan

(46)
[image:46.595.141.491.106.502.2]

Gambar 5.1. Jumlah Kecelakaan di Daerah Studi

Gambar 5.2 Jumlah korban kecelakaan di daerah studi

Dari Tabel 5.1. dapat diambil kesimpulan bahwa korban kecelakaan paling banyak mengalami luka ringan yaitu sebanyak 162 orang.

2. Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab

Korban kecelakaan dapat dibedakan menurut faktor penyebab, seperti: manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan. Daftar jumlah korban berdasarkan faktor penyebab dari tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 5.2.dan Gambar 5.3.

0 5 10 15 20 25 30 35

2010 2011 2012 2013 2014

Ju

m

lah

K

ec

el

akaan

Tahun

Jumlah Kecelakaan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2010 2011 2012 2013 2014

J

um

la

h

Kec

e

la

k

a

a

n

Tahun

(47)

Tabel 5.2 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab

Faktor Penyebab 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah %

Manusia 27 22 26 20 21 116 89,2

Kendaraan 1 1 4 1 3 10 7,6

Jalan dan

Lingkungan 1 2 0 0 1 4 3,2

Jumlah 29 25 30 21 25 130 100

[image:47.595.111.515.255.456.2]

Sumber : Satlantas POLRES Sleman, 2015

Gambar 5.3. Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab

Dari Tabel 5.2 dapat diambil kesimpulan bahwa faktor penyebab kecelakaan terbesar adalah faktor manusia sebanyak 116 kejadian.

3. Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Tipe Kecelakaan

Tipe kecelakaan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan proses kejadian dan jenis tabrakan. Dari data yang didapat di Kepolisian Resort Sleman pada tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 5.3, Gambar 5.4 dan Gambar 5.5

0 5 10 15 20 25 30

2010 2011 2012 2013 2014

J

um

la

h

Kec

e

la

k

a

a

n

(48)
[image:48.595.145.483.328.691.2]

Tabel 5.3 Jumlah Kejadian Berdasarkan Tipe Kecelakaan

No Tahun

Tipe Kecelakaan

Proses Kejadian Jenis Tabrakan

KT KPK KMDK KMLDK KDK KLDK Ra Re Ss Ho Ba

1 2010 2 0 8 0 18 1 11 2 15 2 0

2 2011 3 2 2 0 15 4 6 5 9 1 0

3 2012 1 2 2 0 20 2 7 10 4 3 0

4 2013 3 3 0 0 12 0 2 6 4 0 0

5 2014 1 2 6 0 15 0 4 7 9 1 0

Jumlah 10 9 18 0 80 7 30 30 41 7 0

Sumber : Satlantas POLRES Sleman, 2015

Keterangan

KT : Kecelakaan Tunggal

KPK : Kecelakaan Pejalan Kaki

KMDK : Kecelakaan Membelok Dua Kendaraan

KMLDK : Kecelakaan Membelok Lebih Dari Dua Kendaraan KDK : Kecelakaan Tanpa Gerakan Membelok Dua Kendaraan KLDK : Kecelakaan Tanpa Gerakan Membelok Lebih Dari Dua

Kendaraan

Ra : Angle

Re : Rear-end

Ss : Sideswipe

Ho : Head On

Ba : Backing

Gambar 5.4 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Proses Kejadian 0

5 10 15 20 25

2010 2011 2012 2013 2014

Jum

lah

K

ec

elaka

an

(49)
[image:49.595.154.474.107.318.2]

Gambar 5.5. Jumlah kecelakaan Berdasarkan Jenis Tabrakan

Dari Tabel 5.3dapat disimpulkan bahwa berdasarkan proses kejadian, kecelakaan disebabkan karena Kecelakaan Tanpa Gerakan Membelok Dua Kendaraan ( KDK ) sebanyak 80 kejadian, sedangkan berdasarkan jenis tabrakan yang terbanyak adalah Sideswipe sebanyak 41 kejadian.

4. Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan

Dari banyaknya jumlah kecelakaan yang ada diruas di daerah studi terdapat berbagai jenis kendaraan yang terlibat kecelakaan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Gambar 5.6.

Tabel 5.4 Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan

No Tahun Jenis Kendaraan

HV LV MC UM

1 2010 5 6 48 0

2 2011 2 6 42 1

3 2012 5 8 35 1

4 2013 4 4 20 0

5 2014 6 5 27 0

Jumlah 22 29 172 2

Sumber : Satlantas POLRES Sleman,2015 Keterangan

HV : Kendaraan Berat ( truk berat, truk ringan, bus besar, bus sedang) LV : Kendaraan Ringan ( sedan, jeep, pick up)

MC : Sepeda motor

UM : Kendaraan Tak Bermotor 0

5 10 15 20

2010 2011 2012 2013 2014

J

um

la

h

Kec

e

la

k

a

a

n

Tahun

[image:49.595.136.492.525.744.2]
(50)

Gamabar 5.6. Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan

Dari Tabel 5.4 dapat diambil kesimpulan bahwa jenis kendaraan terbanyak yang terlibat kecelakaan adalah sepeda motor sebanyak 172 kendaraan.

5. Jenis Kelamin Korban Kecelakaan

Jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Gambar 5.7. Tabel 5.5. Jenis Kelamin yang Terlibat Kecelakaan

No Tahun Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

1 2010 32 41

2 2011 17 31

3 2012 18 27

4 2013 10 15

5 2014 17 22

Jumlah 94 136

Sumber : Satlantas POLRES Sleman, 2015

0 10 20 30 40 50 60

2010 2011 2012 2013 2014

J

u

mla

h

K

e

c

e

la

k

a

a

n

Tahun

HV LV MC UM

(51)

Gambar 5.7 Jenis Kelamin yang Terlibat Kecelakaan

Dari Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa laki-laki lebih sering terlibat dalam kecelakaan yaitu sebanyak 136 orang (antara tahun 2010 hingga tahun 2014). 6. Usia Korban Kecelakaan

Usia korban kecelakaan dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.8. Tabel 5.6 Usia Korban Kecelakaan Terbanyak

No Usia 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

1 < 10 3 2 1 0 1 7

2 11 - 20 10 10 10 3 11 44

3 21 - 30 20 10 12 10 13 65

4 31 - 40 12 10 6 4 8 40

5 41 - 50 10 4 7 2 2 25

6 51 - 60 6 3 1 5 1 16

7 > 60 3 2 3 1 2 11

Sumber : Satlantas POLRES Sleman, 2015

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

2010 2011 2012 2013 2014

J

um

la

h

Korba

n

Tahun

(52)
[image:52.595.158.522.111.327.2]

Gambar 5.8 Usia Korban Kecelakaan

Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa usia antara 21-30 tahun lebih sering terlibat dalam kecelakaan yaitu sebanyak 65 orang (antara tahun 2010 hingga tahun 2014).

B. Analisis Geometrik Jalan 1. Data geometrik Jalan

a. Jalan Arteri Utara (Ringroad) termasuk jalan provinsi yang berfungsi sebagai jalan Arteri.

b. Kelas jalan adalah kelas II dengan kecepatan rencana 80 km/jam sesuai Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 tentang Batasan Kecepatan Rencana.

c. Tipe jalan adalah 4 jalur dan 2 lajur dengan lebar jalur lambat masing-masing 4 m dan lebar jalur cepat masing-masing-masing-masing 7 meter, tanpa trotoar.

d. Lebar bahu jalan pada daerah yang di tinjau bervariasi. Bahu jalan banyak digunakan untuk tempat parkir dan untuk berjualan pedagang kaki lima.

0 5 10 15 20 25

2010 2011 2012 2013 2014

Ju

m

lah

Kor

b

an

Tahun

(53)

e. Tata guna lahan disebelah kiri dan kanan adalah berupa pemukiman dan kios atau warung.

2. Jarak Pandang

Jarak pandang adalah panjang bagian suatu jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.

a. Jarak pandang henti

Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, dimana jarak yang dilintasi kendaraan sejak saat pengemudi melihat suatu obyek yang menyebabkan dia harus berhenti sampai saat rem di injak dan jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak penggunaan rem dimulai. Jarak pandang henti minimum untuk kecepatan tertentu dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut :

Tabel 5.7 Jarak Pandang Minimum

Kecepatan Rencana (km/jam)

Kecepatan Jalan (km/jam)

Koefisien Gesek (f)

Jarak Pandang

Henti Rencana (m)

30 37 0,4 25-30

40 36 0,375 40-45

50 45 0,35 55-65

60 54 0,33 75-85

70 63 0,31 95-110

80 72 0,3 120-140

100 90 0,28 175-210

120 108 0,28 240-285

(54)

1) Perhitungan berdasarkan kecepatan rencana yaitu 80 km/jam, waktu sadar (t) untuk perencanaan 2,5 detik dan koefisien gesek (f) dari Tabel 5.7 adalah 0,3

2) Perhitungan berdasarkan kecepatan operasional

a) Arah Barat –Timur (simpang Kronggahan-simpang Monjali) Dari perhitungan spot speed didapat kecepatan operasinonal 60,75 km/jam dengan waktu sadar antara 0,5-4 detik (diambil 2,5 detik) dan koefiesien gesek (f) adalah 0,3 (dari Tabel 5.7)

b) Arah Timur –Barat (simpang Monjali-simpang Kronggahan) Dari perhitungan spot speed didapat kecepatan operasional 62,07 km/jam dengan waktu sadar antara 0,5-4 detik (diambil 2,5 detik) dan koefiesien gesek (f) adalah 0,3 (dari Tabel 5.7)

(55)

Dari ketiga perhitungan di atas dapat disimpulkan jarak pandang henti rencana adalah 139,59 meter dan jarak pandang henti operasional untuk arah simpang Kronggahan-simpang Monjali 90,65 meter dan arah simpang Monjali-simpang Kronggahan 93,70 meter. Hal ini berarti jarak pandang henti di jalan aman, karena jarak pandang henti operasional lebih kecil dari jarak pandang henti rencana.

b. Jarak Pandang Menyiap

Jarak pandang menyiap adalah panjang bagian suatu jalan yang diperlukan oleh pengemudi suatu kendaraan untuk melakukan gerakan menyiap kendaraan lain yang lebih lambat danaman.

1) Perhitungan berdasarkan kecepatan rencana yaitu 80 km/jam perbedaaan kecepatan yang menyiap dan disiap (m) yaitu 15 km/jam.

( )

(56)

2) Perhitungan berdasarkan kecepatan operasional

a) Arah Barat –Timur (simpang Kronggahan-simpang Monjali) Dari perhitungan spot speed didapat kecepatan operasional 60,75 km/jam

( )

( )

=

(57)

b) Arah Timur –Barat (simpang Monjali-simpang Kronggahan) Dari perhitungan spot speed didapat kecepatan operasional 62,07 km/jam

( )

( )

(58)

Dari ketiga perhitungan di atas dapat disimpulkan yaitu jarak pandang menyiap rencana adalah 497,53 m, jarak pandang menyiap operasional untuk arah simpang Kronggahan-simpang Monjali adalah 348,105 m dan jarak pandang menyiap dan arah simpang Monjali-simpang Kronggahan adalah 357,61 m. Hal ini berarti jarak pandang menyiap di jalan aman karena jarak pandang menyiap di jalan nilainya lebih kecil dari jarak pandang menyiap rencana.

C. Audit Keselamatan Jalan

Dengan tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Audit Keselamatan Jalan. Audit keselamatan jalan merupakan bagian dari strategi pencegahan kecelakaan lalu lintas dengan suatu pendekatan perhatian terhadap kondisi desain geometri, bangunan pelengkap jalan, fasiltas pendukung jalan yang berpotensi mengakibatkan konflik lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas melalui suatu konsep pemeriksaan jalan yang komprehensif, sistematis dan independen.

Analisis hasil temuan yang ada di lokasi penelitian, membuat kesimpulan dan saran. Analisis akan difokuskan pada hasil temuan yang berindikasi jawaban Tidak (T) serta identifikasi bagian−bagian desain jalan dan fasilitas pendukung

(59)

Tabel 5.8. Daftar Periksa Kondisi Umum Daftar Periksa 1 Kondisi Umum Fokus Pemeriksaan Ya (Y)/

Tidak (T) Keterangan

1.1 Kelas / Fungsi

Jalan

Apakah kelas dan fungsi sudah memenuhi standar?

Y

Lebar jalur jalan eksisting Lebar jalur tidak

berubah,tapi lebar bahu jalan yang berubah

Lebar lajur jalan eksisting Lebar lajur tidak

berubah Kemiringan melintang jalan

eksisting 2%-3 % 1.2 Median / Separator 1.2 Lanjutan

Apakah ruas jalan eksisting memiliki median?

Y

Apakah median jalan sesuai desain standar?

Y

Apakah median jalan eksisting ditinggikan?

Y Karena adanya

penambahan/overlay pada sta 0+000-0+800. Selain sta tersebut tidak

ada penambahan ketinggian median.

Apakah median jalan dilengkapi dengan barrier?

T

Jika menggunakan barrier berupa guardrail, apakah tinggi dan kekuatannya sesuai standar?

-

Lebar median eksisting Median 140 cm

Apakah desain separator sesuai standar?

Y

Lebar separator eksisting Separator 40 cm

1.3 Bahu Jalan

Lebar bahu jalan eksisting sesuai standar?

Apakah posisi bahu jalan sama rata dengan permukaan jalan?

T

Apakah posisi bahu jalan lebih rendah dari permukaan jalan?

Y

(60)

dan pada kanan jalan 1 meter, pada sta 1+000

sampai 1+400 lebar

bahu menyempit 1.4

Tinggi Kerb

Median Median 1,40 m

Separator Separator 0,4 m

Trotoar Tidak ada trotoar

1.5 Drainase

Apakah dimensi dan desain drainase sesuai standar?

Y

Lebar drainase 0,40 meter

1.6 Kecepatan

Apakah desain kecepatan sesuai dengan desain kelas dan fungsi jalan?

Y

Kecepatan rencana 80 km/jam

Kecepatan operasional (B−T) 60,75 km/jam

Kecepatan operasional (T−B) 59,586 km/jam

1.7 Lansekap Apakah terdapat tanaman/pohon dipinggir jalan? Y

Apakah mengganggu jarak pandang?

T

1.8 Parkir

Apakah tersedia fasilitas parkir di trotoar/bahu jalan/badan jalan (sebutkan dikolom keterangan)?

T

1.9 Tempat Pemberhentian

Apakah terdapat lokasi pemberhentian

kendaraan/bus/pangkalan kendaraan?

Y

Apakah mengganggu jarak pandang?

T

Sumber : Hasil Temuan di Ruas Jalan Arteri Utara ( Ringroad ), 2015.

Dari Hasil pemeriksaan berdasarkan Tabel 5.8. maka dapat dianalisis dengan difokuskan pada jawaban T dan identifikasi pada bagian desain jalan yang tidak memenuhi standar.

1. Lebar Jalur dan Lajur

(61)
[image:61.595.212.449.249.451.2]

Arteri Utara (ringroad) memiki lebar badan jalan 11 meter berdasakan dari pengukuran dan pada km 0+900 terjadi pelebaran badan jalan dikarenakan akan memasuki fly-over dan under-pass Jombor. Setelah STA 1+800 lebar badan jalan kembali seperti semula, yaitu 11 meter.

Gambar 5.9. Foto keadaan pelebaran badan jalan sebelum memasuki Underpass Jombor

2. Saluran Drainase

(62)
[image:62.595.224.419.110.372.2]

Gambar 5.10. Foto keadaan saluran Drainase yang kurang terawat

[image:62.595.228.417.404.635.2]
(63)
[image:63.595.223.421.110.375.2]

Gambar 5.12. Foto keadaan saluran Drainase yang tertutup plat beton

3. Parkir

Dalam pengamatan tidak ada kendaraan yang parkir di badan jalan, tetapi pada STA 0+300 bahu jalan digunakan untuk parkir kendaraan berat yang sedang diperbaiki dan hal ini dapat menyebabkan kecelakaan dikarenakan sedikit celah antara badan jalan dan bahu jalan yang dipakai untuk parkir.

[image:63.595.246.415.594.722.2]
(64)

4. Tempat Pemberhentian

[image:64.595.244.419.195.431.2]

Terdapat tempat pemberhentian untuk kendaraan angkutan maupun kendaraan lain untuk berhenti.

Gambar 5.14. Foto keadaan tempat pemberhentian kendaraan.

Perbandingan antara indikasi jawaban Ya dan Tidak dapat dilihat pada Tabel 5.9

Tabel 5.9 perbandingan antara indikasi kata Ya dan Tidak Daftar

Periksa

Perbandingan Ya/Tidak

Ya Tidak Keterangan

Jumlah Persen Jumlah Persen Kondisi

Umum

10 66,67% 5 33,33% Kolom yang tidak

diisi karena tidak adanya fasilitas

atau sudah

memenuhi standar serta tidak mengalami

(65)

Tabel 5.10. Daftar Periksa Alinyemen Jalan

Daftar Periksa 2

Alinyemen Jalan

Fokus Pemeriksaan Ya (Y)/

Tidak (T)

Keterangan

2.1 Jarak Pandang

Apakah jarak pandang memadai untuk kecepatan lalu lintas yang digunakan pada rute tersebut?

Y Lokasi tidak

tersedia tetapi

banyak yang

berhenti dibahu

jalan Apakah jarak pandang yang

diberikan pada rute memutar arah , penyeberangan, pejalan

kaki, sepeda, dsb cukup

memadai? Y 2.2 Kecepatan Rencana Jika Tidak:

a) Apakah ada rambu

peringatan?

b) Apakah ada rambu batas

kecepatan?

c) Apakah ada rambu kecepatan

untuk kurva khusus?

Y 2.3 Pengharapan Pengemudi 2.3 Lanjutan

Apakah ada ruas−ruas jalan

yang tidak membingungkan? Contoh:

a) Apakah jalan jelas

terdefinisi?

b) Apakah perkerasan yang

rusak telah diganti atau diperbaiki?

c) Apakah marka dari

perkerasan yang lama telah

diganti sebagaimana

mestinya?

d) Apakah lampu jalan dan

garis pohon sesuai dengan alinyemen jalan?

Y

2.4 Lajur Mendahului

Apakah tersedia lokasi

overtaking yang memadai?

Y

Apakah lebar jalur untuk

mendahului memadai?

Y

Apakah tersedia marka dan rambu yang memadai untuk

mendahului pada lokasi

tersebut?

- Tidak tersedia

2.5 Lajur Pendakian

Bila lokasi pada ruas jalan yang mendaki, apakah ada lajur khusus untuk kendaraan berat dan bus?

(66)

Lanjutan 2.5 Lajur Pendakian

Apakah panjang dan lebar lajur memadai?

- Tidak tersedia

Apakah panjang dan kemiringan lajur memadai?

- Tidak tersedia

Apakah tersedia marka dan rambu yang memadai untuk

mendahului pada lokasi

tersebut?

- Tidak tersedia

2.6 Lebar Jalan

Apakah semua lebar lajur, lebar

perkerasan, lebar jembatan

konsisten dan tidak ada

penyempitan?

T

2.7 Bahu Jalan

Apakah lebar bahu jalan telah memadai ( dapat dilalui untuk

kendaraan yang mengalami

kerusakan atau dalam kondisi darurat)?

Y

Apakah bahu jalan dapat dilalui oleh kendaraan dan pemakai jalan?

T

Apakah persilangan bahu jalan mencukupi untuk drainase yang tepat tersedia?

Y

Sumber : Hasil Temuan di Ruas Jalan Arteri Utara ( Ringroad ), 2015.

Dari hasil pemeriksaan berdasarkan Tabel 5.10. maka dapat dianalisis dengan difokuskan pada jawaban T dan identifikasi pada bagian desain jalan yang tidak memenuhi standar

1. Pengharapan Pengemudi

Marka jalan dari perkerasan yang lama dapat diganti sebagaimana mestinya, karena hanya sebagian marka jalan yang jelas dan rambu lalu lintas yang kurang.

2. Bahu Jalan

(67)
[image:67.595.249.420.196.324.2]

meter pada STA 0+200. Sedang untuk bagian selatan, memiliki bahu jalan terlebar pada STA yang sama yaitu 2,1 meter. Pada bahu jalan banyak digunakan untuk parkir kendaraan dan warung makan.

Gambar 5.15. Foto keadaan bahu jalan yang digunakn untuk parkir kendaraan

Gambar 5.16. Foto keadaan bahu jalan yang digunakn untuk warung makan

3. Lebar Jalan

[image:67.595.246.424.350.510.2]
(68)

4. Ruang Bebas Samping

Pada jalan Arteri Utara ( Ringroad ) masih terdapat warung bensin, pamfet-pamflet toko dan bangunan kaki lima serta bengkel kendarann berat, hal ini masih menggangu pengguna jalan dan jarak pandang.

[image:68.595.106.517.487.757.2]

Perbandingan antara indikasi jawaban Ya dan Tidak dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Perbandingan antara Indikasi Kata Ya dan Tidak

Daftar Periksa Perbandingan Ya/Tidak

Ya Tidak Keterangan

Jumlah Persen Jumlah Persen

Alinyemen Jalan

8 72,73 % 3 27,27 % Kolom percepatan

sudah memadi dan

kolom pendakian

tidak diisi karena tidak tersedia

Sumber : Hasil Analisis dari hasil temuan pada lokasi pengamatan, 2015.

Tabel 5.12. Daftar Periksa Lajur Tambahan atau Lajur untuk Putar Arah

Daftar Periksa 4

Lajur Tambahan/Lajur Untuk Putar Arah

Fokus Pemeriksaan Ya (Y)/

Tidak (T)

Keterangan

4.1 Lebar Lajur

Apakah lebar lajur tambahan mencukupi untuk pergerakan belok atau putar arah?

- Tidak ada lajur

tambahan untuk

putar arah

4.2 Marka dan persimpangan

Apakah marka jalan dan tanda peringatan mencukupi?

Y

4.3 Rambu

Apakah tersedia

rambu−rambu dan marka

jalan?

Y

Apakah penempatannya

sesuai dengan desain standar?

Y

Apakah tersedia rambu peringatan sebelumnya mendekati persimpangan dan daerah rawan kecelakaan? (misalnya 500m, 100m, sebelumnya)?

(69)

4.4 Jarak Pandang

Apakah pergerakan belok

kanan dengan panjang

auxiliary lane telah sesuai?

Y

Apakah jarak pandang henti telah dipenuhi oleh bagian

belakang kendaraan yang

akan berbelok?

Y

Apakah jarak pandang henti telah dipenuhi untuk keluar masuk kendaraan?

Y

Sumber : Hasil Temuan di Ruas Jalan Arteri Utara ( Ringroad ), 2015.

Dari hasil pemeriksaan berdasarkan Tabel 5.12. maka dapat dianalisis dengan difokuskan pada jawaban T dan identifikasi pada bagian desain jalan yang tidak memenuhi standar.

1. Lajur Tambahan

Pada lokasi tidak terdapat lajur tambahan, padahal untuk saat ini lajur tambahan sangat diperlukan untuk kemudahan memutar arah sehingga dapat mengurangi kecelakaan dan mengurangi angka kecelakaan.

2. Rambu

Rambu peringatan ketika mendekati persimpangan tidak tersedia, dan rambu untuk mengurangi kecepatan juga tidak ada.

Perbandingan antara indikasi jawaban Ya dan Tidak dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Perbandingan anatar Indikasi Kata Ya dan Tidak

Daftar Periksa Perbandingan Ya/Tidak

Ya Tidak Keterangan

Jumlah Persen Jumlah Persen

Lajur Tambahan/Lajur

Putar Arah

6 85,71 % 1 14,29 % Pada lebar lajur

tidak ada karena tidak tersedia

(70)

Tabel 5.14. Daftar Periksa Lalu Lintas Tak Bermotor

Daftar Periksa 5

Lalu Lintas Tak Bermotor

Fokus Pemeriksaan Ya (Y)/

Tidak (T)

Keterangan

5.1 Lintasan Penyeberangan

Apakah tersedia jalur/lajur

lintasan yang cukup

memadai serta peyeberangan untuk pejalan kaki?

Y

Apakah jal

Gambar

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitiaan
Gambar 4.2 Denah Lokasi Penelitian
Gambar 5.2 Jumlah korban kecelakaan di daerah studi
Gambar 5.3. Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Faktor Penyebab
+7

Referensi

Dokumen terkait

permasalahan yang sudah disusun dosen dalam kelompok kecil - Diskusi kelas - Mahasiswa mengikuti tes formatif Hasil tes formatif (perorangan) - Keaktifan dalam diskusi

sensual, yang biasa disebut dengan kesenangan, kebahagiian jenis ini sering dipandang sebagai satu-satunya kebahagiaan$ &amp;leh karena itu sering keluar ungkapan “kalau

Ada cara yang lebih baik untuk mengamankan filetext agar sulit diketahui oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan yaitu dengan cara mengenkripsi (encrypt) pesan

Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan

Skripsi yang berjudul “faktor –faktor yang berhubungan dengan pemahaman perawat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial luka pasca bedah di ruang perawatan II dan III

Implementasi sistem, penulis melakukan implementasi dengan cara mengambil data dari sumber sistem, melakukan normalisasi data, pemindahan data ke arsitektur

Pada penelitian ini, tools yang digunakan adalah Pentaho Business Intelligence Suite, dan dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan sistem

Kegiatan Belajar PETA KONSEP Jaringan Hewan Jaringan Embrional Epitel pipih berlapis Epitel pipih berlapis banyak Epitel kubus berlapis tunggal Epitel kubus berlapis