• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS SISWA SMA MUHAMMADIYAH BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS SISWA SMA MUHAMMADIYAH BANTUL"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Muti’atu Nur Rahmatul Mawaddati

NPM: 20120720200

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu

Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Muti’atu Nur Rahmatul Mawaddati

NPM: 20120720200

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)

َنوُرَمْؤُ ي اَم َنوُلَعْفَ يَو ْمَُرَمَأ اَم َهللا َنوُصْعَ ي َ ٌداَدِش ٌظ ََِغ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

(5)

Tak lupa kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta yang selama ini telah menempa saya dalam

(6)

HALAMAN NOTA DINAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Kegunaan Penelitian ... 5

E. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.Tinjauan Pustaka ... 8

B.Kerangka Teori ... 10

1. Pola Asuh Orang Tua ... 10

a. Pengertian Pola Asuh ... 10

(7)

a. Pengertian Perilaku Agresif ... 18

b. Penyebab Perilaku Agresif ... 20

c. Ciri-Ciri Perilaku Agresif ... 24

3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Agresivitas Siswa ... 25

4. Kerangka Berpikir ... 26

5. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian... 29

B.Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel ... 29

C.Lokasi Penelitian ... 32

D.Populasi dan Sampel ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

G. Teknik Analisis Data... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Profil SMA Muhammadiyah Bantul ... 41

1. Letak Geografis ... 41

2. Sejarah Berdirinya ... 42

3. Letak/ Lokasi Sekolah ... 43

4. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ... 45

5. Struktur Organisasi Sekolah ... 47

6. Personil Sekolah ... 47

7. Peserta Didik ... 51

8. Orang Tua Peserta Didik ... 53

(8)

c. Uji Normalitas Data ... 61 2. Hasil Analisis Data ... 62 a. Hasil Penyebaran Kuesioner ... 62 b. Analisis Korelasi Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat

Agresivitas Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 77 3. Pembahasan ... 79

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 84 B.Saran ... 85 C.Kata Penutup ... 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(9)

Tabel 2: Kisi-Kisi Instrumen Variabel Agresivitas Siswa ... 32

Tabel 3: Populasi Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 34

Tabel 4: Sampel Penelitian Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 35

Tabel 5: Daftar Pendidik SMA Muhammadiyah Bantul... 48

Tabel 6: Daftar Tenaga Kependidikan ... 50

Tabel 7: Rombongan Belajar ... 52

Tabel 8: Jumlah Peserta Didik ... 52

Tabel 9: Pendidikan Orang Tua Siswa ... 53

Tabel 10: Pekerjaan Orang Tua ... 54

Tabel 11: Item Uji Validitas Variabel Pola Asuh ... 56

Tabel 12: Item Uji Validitas Variabel Agresivitas Siswa ... 58

Tabel 13: Uji Reliabilitas Variabel Pola Asuh ... 60

Tabel 14: Uji Reliabilitas Variabel Agresivitas Siswa ... 60

Tabel 15: Uji Normalitas Data ... 62

Tabel 16: Kriteria Pola Asuh Orang Tua ... 65

Gambar 17: Diagram Pola Asuh Otoriter ... 67

Gambar 18: Diagram Pola Asuh Demokratis ... 68

(10)

Gambar 23: Diagram Agresivitas Siswa ... 76

Tabel 24: Descriptive Statistics ... 78

(11)
(12)

xiv

SMA Muhammadiyah Bantul.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian adalah kelas XI yang berjumlah 136 siswa, dengan pengambilan sampel dengan random sampling

sebanyak 27 siswa. Data dikumpulkan dengan kuesioner model skala Likert. Uji validitas instrumen menggunakan rumus product moment Pearson, sedangkan uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi sederhana dengan rumus Pearson product moment correlation.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah rata-rata baik dengan pola asuh demokratis, sedangkan tingkat agresivitas siswa cenderung tinggi. Hasil uji hipotesa menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa dengan rhitung (0, 036) lebih kecil (<) dari rtabel

(0, 3809).

(13)

Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada

para orang tua. Tumbuh dan kembang anak tergantung dari sesuatu yang

diberikan atau diajarkan oleh orang tua mereka. Sejak awal kelahirannya,

anak sudah memiliki warisan-warisan alami; yaitu pembawaan

psikho-fisis herediter. Warisan tersebut diperoleh dari orang tua dan anak tidak

dapat meminta atau menolak (Kartono, 1982: 19). Dalam perkembangan

selanjutnya, anak mendapatkan pengaruh dari keluarga dan juga

lingkungannya. Keluarga merupakan salah satu dari tempat yang

waktunya sering dihabiskan anak-anak di sana. Keadaan antara keluarga

satu dengan yang lainnya beraneka ragam. Hal tersebut dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak-anak di sekolah, baik di

dalam atau di luar kelas. Di dalam keluarga, orang tua yang memiliki

peran yang sangat besar bagi anak tersebut. Peran orang tua bagi anak

sangat dominan, hal yang penting di antaranya adalah pola asuhan yang

diberikan oleh orang tua. Hal tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan

perilaku anak. Namun, tidak semua orang tua mengetahui pola asuh yang

tepat bagi anak mereka.

Menurut Diana Baumrind (1971) seorang ahli pola asuh

terkemuka, orang tua memiliki empat bentuk utama gaya pengasuhan.

(14)

otoritatif (authoritative parenting), pola asuh mengabaikan (neglectful

parenting), pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting) (Santrock,

2009: 100-101). Bermacam-macamnya pola asuh orang tua tersebut dapat

memberikan dampak yang akan melekat pada diri anak, baik perkataan

maupun perilaku mereka. Dampak tersebut dapat dilihat juga dari

kepribadian anak dan cara mereka berinteraksi sosial. Idealnya, jika pola

asuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya tepat, maka anak akan

tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik.

Kurang tepatnya pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak

dapat menimbulkan dampak yang negatif. Salah satu dampak tersebut

adalah dapat menyebabkan anak memiliki tingkat agresivitas yang tinggi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata agresif, salah satunya dapat

diartikan sebagai suatu perilaku kasar. Perilaku ini dapat dilihat dari

perlakuan seorang anak kepada orang lain, misalnya saja ketika anak

berada di sekolah bersama teman-temannya.

Setiap anak memiliki berbagai tingkat agresivitasnya

masing-masing. Sikap agresif pada siswa dapat dilakukan dengan bentuk

perbuatan maupun kata-kata. Dapat dijumpai di tengah masyarakat ketika

terdapat anak-anak yang mudah tersulut emosinya kemudian berkelahi

dengan teman sebayanya maupun berkata kasar ketika seorang anak

tersebut merasa tersinggung. Menurut Dayaksini dan Hudainah, salah satu

faktor yang mempengaruhi agresi adalah kekuasaan dan kepatuhan.

(15)

asuh orang tua, khususnya pola asuh authoritarian (Dayaksini: 2003).

Sedangkan Hurlock menyatakan bahwa setiap orang tua menerapkan pola

sikap dan perilaku yang berbeda terhadap anak. Oleh karena itu tidak

menutup kemungkinan jika anak juga mempersepsikan pola asuh orang

tua mereka berbeda satu dengan yang lain. Anak yang mempersepsikan

pola asuh orang tuanya dengan tingkat otoriter yang tinggi akan lebih

cenderung berperilaku agresif.

Perilaku agresif yang dapat terjadi salah satunya pada siswa yang

duduk di tingkat sekolah menengah. Agresivitas yang dilakukan di usia

tersebut dapat terjadi di arena sekolah maupun di lingkungan pergaulan

mereka. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat agresivitas yang

dimiliki siswa, di antaranya adalah lingkungan rumah, masyarakat dan

juga sekolah. Hal tersebut salah satunya didapatkan dari wawancara salah

seorang guru bahasa Arab di SMA Muhammadiyah Bantul. Wawancara

tersebut dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2016. Guru tersebut

menuturkan bahwa:

Terdapat beberapa perilaku yang menunjukkan agresivitas siswa. Perilaku tersebut di antaranya dapat berupa siswa melawan guru ketika diingatkan, kedisiplinan siswa menurun, penentangan terhadap peraturan yang telah dibuat oleh pihak sekolah. Ketika di luar arena sekolah, terdapat siswa yang mengikuti tawuran antar sekolah ketika terdapat ajang kompetisi olah raga seperti sepak bola dan voli.

Selain wawancara dengan guru bahasa Arab, wawancara kepada

guru BK sekolah juga dilakukan. Wawancara ini dilaksanakan pada

(16)

Perilaku anak-anak beranekan ragam. Terdapat anak-anak yang patuh disamping terdapat juga anak-anak yang lebih susah diatur. Perilaku anak-anak tersebut di antaranya seperti suka membolos ketika jam pelajaran berlangsung, berbicara dengan nada tinggi hingga berteriak-teriak, kurang memperhatikan ketika guru sedang menerangkan pelajaran di kelas dan sulit untuk diajak sholat berjama’ah di masjid. Guru BK juga menuturkan bahwa latar belakang keluarga siswa di SMA Muhammadiyah Bantul beraneka ragam, mulai dari siswa dengan orang tua yang “broken home”, anak tunggal hingga terdapat juga siswa yang tidak tinggal dengan orang tua kandungnya.

Di samping itu, dalam catatan BK 2016 terdata bahwa rata-rata

keterlambatan siswa SMA Muhammadiyah Bantul dari kelas X-XII

sebanyak 20 siswa perhari dengan alasan yang beraneka macam.

Kemudian juga contoh pada siswa kelas XI, dari satu kelas yang terdiri

dari 15 siswa, terdapat 2 orang siswa yang membolos. Selanjutnya terdapat

beberapa siswa yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah dan dalam

kurun waktu bulan Juli sampai September 2016, terjadi satu kasus

perkelahian antar siswa karena kesalahpahaman. Namun, permasalahannya

sudah dapat diselesaikan (Catatan BK 2016).

Dampak dari berbagai pola asuh orang tua terhadap tingkat

agresivitas anak dapat diketahui dari penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya. Salah satunya pada penelitian yang dilakukan oleh Aisyah.

Dalam penelitian tersebut, Aisyah (2010: 1) menyimpukan bahwa setiap

pola asuh memberikan sumbangan terhadap perilaku agresif. Sumbangan

tersebut dapat negatif maupun positif. Pada masing-masing pola asuh

terdapat sisi kelemahan dan kekuatannya. Berkaitan dengan hal tersebut,

(17)

menerapkan pola asuh yang sangat sedikit atau bahkan tidak dapat memicu

potensi perilaku agresif pada anak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dikaji lebih dalam

terkait hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa

SMA Muhammadiyah Bantul. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa

kelas XI SMA Muhammadiyah Bantul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah Bantul?

2. Bagaimana tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul?

3. Adakah hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa

SMA Muhammadiyah Bantul?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Mengetahui pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah Bantul.

2. Mengetahui tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul.

3. Mengkaji hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas

(18)

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran

dalam bidang ilmu pendidikan Islam.

2. Kegunaan Praktis

Bagi Lembaga Pendidikan:

1.) Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan

kualitas lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik

yang ada di dalamnya, dan penentu kebijakan dalam lembaga

pendidikan, serta pemerintah secara umum. Dalam hal ini

adalah SMA Muhammadiyah Bantul.

2.) Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di

Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan

dan masyarakat yang ada.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini tercakup dalam V BAB:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan dan sitematika pembahasan.

(19)

Memuat uraian tentang tinjauan pustaka terdahulu terkait dengan

penelitian lain mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat

agresivitas siswa. Serta kerangaka teori yang relevan dan terkait dengan

tema hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa.

BAB III: METODE PENELITIAN

Memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan peneliti

beserta justifikasi/ alasannya, jenis penelitian, desain, lokasi, populasi dan

sampel, metode pengumpulan data, definisi konsep dan variabel, serta

analisis data yang digunakan pada penelitian tentang hubungan pola asuh

orang tua dengan tingkat agresivitas siswa.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan hubungan

pola asuh orang tua dan tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah

Bantul. Dapat dilihat mana yang lebih tepat antara hipotesa awal atau

hipotesa akhirnnya. Pembahasan dalam penelitian ini dibantu dengan

menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS)

versi 16.

BAB V: PENUTUP

Berisi kesimpulan, saran-saran atau rekomendasi bagi peneliti

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait dengan pola asuh dan tingkat agresivitas sudah

banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah penelitian

Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh

Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Siswa Madrasah Tsanawiyah

Negeri I Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menghasilkan

kesimpulan diperoleh rhitung sebesar -0,512 yang artinya menunjukkan

bahwa terdapat korelasi negatif (berlawanan arah) antara pola asuh orang

tua dengan perilaku agresif pada siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah

Negeri I Pontianak. Apabila pola asuh yang diberikan orang tua semakin

baik, maka semakin rendah perilaku agresif anak. Bagitu pula sebaliknya,

apabila pola asuh yang diberikan orang tua tidak baik maka semakin

meningkat pula perilaku agresif anak.

Demikian juga penelitian milik Yunita Anggaraningtyas, Salamah

Lilik dan Arista Adi Nugroho (2013) tentang Hubungan antara Koping

Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku

Agresi pada Remaja yang Dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya

pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Metode

pengambilan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala

(21)

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara koping stres dan

persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresif pada

remaja oleh konformitas teman sebaya.

Demikian juga penelitian A.M. Diponegoro dan Muhammad Abdul

Malik (2013) tentang Hubungan Pola Asuh Otoritatif, Kontrol Diri,

Keterampilan Komunikasi dengan Agresivitas Siswa Kelas X SMA N 4

Yogyakarta. Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

menggunakan skala agresivitas, skala pola asuh otoritatif, skala kontrol

diri dan skala keterampilan komunikasi yang disusun sendiri. Model skala

yang digunakan adalah skala likert. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa terdapat korelasi antara pola asuh otoritatif, kontrol diri dan

keterampilan komunikasi secara bersama-sama terhadap agresivitas.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, selain pola asuh orang tua

yang menjadi variabel yang dihubungkan, terdapat variabel lain yang

ditambah seperti koping stres, kontrol diri, dan keterampilan komunikasi.

Sedangkan pada penelitian ini fokus pada hubungan pola asuh orang tua

dengan tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul. Pada

penelitian sebelumnya yang jumlah variabelnya sama dengan penelitian

ini, yakni Korelasi Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada

Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri I Pontianak objek penelitiannya

adalah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedangkan penelitian

(22)

B. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini terdapat teori-teori dan konsep-konsep yang

relevan dengan pola asuh orang tua dan agresivitas.

1. Pola asuh orang tua

a. Pengertian pola asuh orang tua

Hasan Langgulung mengatakan yang dikutip oleh M.

Chabib Thoha dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam

bahwa pola asuh merupakan sebuah cara terbaik yang dapat

dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai wujud rasa

tanggung jawab kepada anak. Mendidik anak merupakan tanggung

jawab orang tua yang primer karena anak merupakan buah cinta

dari kedua orang tuanya dalam sebuah keluarga. Keluarga

merupakan elemen terkecil dalam masyarakat yang berperan

sebagai institusi sosial terpenting dan merupakan unit sosial utama

dengan melalui individu-individu yang dipersiapkan nilai hidup

dan kebudayaan yang utama (Chabib Thoha, 1996: 109-110).

Terdapat beberapa pendapat dari para ilmuan terkait dengan

pola asuh, di antaranya menurut Kohn (1971), pola asuh diartikan

sebagai sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak. Sikap ini

terlihat di antaranya dari cara orang tua memberikan peraturan

kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang

tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian

(23)

asuh merupakan upaya atau cara orang tua mendidik anak baik

secara langsung maupun tidak langsung (Chabib Thoha, 1996:

110).

Mendidik secara langsung berupa betuk-betuk asuhan orang

tua yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian,

kecerdasan dan keterampilan. Hal ini dapat berupa perintah,

larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah

sebagai alat pendidikan. Dari situasi-situasi tersebut diharapkan

dari diri anak muncul efek-intruksional yang merupakan

respon-respon anak terhadap aktivitas pendidikan itu. Sedangkan

pendidikan tidak langsung berupa contoh kehidupan sehari-hari

yang meliputi tutur kata, adat kebiasaan, pola hidup, hubungan

antara orang tua dengan keluarga, masyarakat dan hubungan suami

istri. Secara tidak sengaja, dari hal-hal tersebut telah membentuk

situasi agar anak selalu bercermin dari kehidupan sehari-hari orang

tuanya (Chabib Thoha, 1996: 110).

Diana Baumrind (Omrod, 2010: 94) memberikan definisi

bahwa pola asuh merupakan cara orang tua membesarkan anak

dengan memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan,

mendidik anak serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam

kehidupan sehari-hari. Baumrind juga menjelaskan bahwa ada

beberapa bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada

(24)

belakang kehidupan orang tua yang berbeda-beda akan mewarnai

pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak-anaknya

sehingga dampak yang diterima anak akan berbeda-beda pula

dalam pembentukan tingkah laku mereka (Rozali, 2015: 446).

Kemudian Baumrind (Widiana, dkk, 2006) mengatakan

bahwa pola asuh memiliki empat aspek yang diterapkan oleh orang

tua dalam pengasuhannya, yaitu:

1.) Kendali dari orang tua (parental control)

2.) Tuntutan terhadap tingkah laku matang (parental maturity

demands)

3.) Komunikasi antara orang tua dan anak (parent-child

communication)

4.) Cara pengasuhan atau pemeliharaan orang tua terhadap anak

(parental nurturance) (Rozali, 2015: 446).

b. Bentuk-bentuk pola asuh

Terdapat beberapa pendapat terkait pembagian pola asuh, ada

yang membagi menjadi empat seperti Diana Baumrind (1971).

Namun juga ada yang membagi pola asuh orang tua menjadi tiga,

yakni Hourlock (1973). Bentuk-bentuk pola asuh tersebut yakni:

1.) Otoriter (Authoritarian)

Pola asuh authoritarian merupakan cara orang tua

mengasuh anak dengan menetapkan standar perilaku bagi

(25)

Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan serta

mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standar tingkah

laku yang ditetapkan orang tua. Dalam pola pengasuhan ini

orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol anak tapi

kurang memiliki kedekatan dan komunikasi berpusat pada

orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses

memberi menerima dengan anaknya. Mereka menuntut

anaknya dengan cara mengekang dan memaksa anak untuk

bertindak seperti yang mereka inginkan.

Pola asuh ini ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

menggunakkan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa

anak untuk berperilaku seperti orang tua, kebebasan untuk

bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Orang tua jarang

mengajak anak untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran,

orang tua menganggap bahwa sikapnya sudah benar sehingga

tidak perlu dipertimbangkan kembali dengan anak. Pola asuh

ini juga dicirikan dengan penggunaan hukuman yang keras,

lebih banyak menggunakan hukuman badan, orang tua

mengatur segala keperluan anak dengan aturan yang ketat dan

masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia

dewasa (Chabib Thoha, 1996: 111).

(26)

2.) Demokratis (Authoritative)

Pada pola asuh ini orang tua mengasuh anaknya dengan

penuh cinta dan dukungan atau responsif terhadap sesuatu

yang dilakukan anak. Orang tua membuat aturan jelas dan

konsisten serta menerapkan standar tingkah laku terhadap

perilaku anak. Peraturan yang diterapkan orang tua disertai

dengan penjelasan dan penalaran kepada anak terkait alasan

suatu peraturan dibuat dan alasan bahwa anak diharapkan

untuk bertingkah laku tertentu. Orang tua authoritative juga

melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, memperoleh

kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengikut

sertakan anak dalam diskusi serta mereka juga mengarahkan

aktivitas anak secara rasional, menghargai minat anak dan

menghargai keputusan anak agar mandiri. Orang tua yang

membesarkan anaknya dengan pola asuh authoritative dapat

menghasilkan anak dengan kemampuan yang lebih kompeten

dalam bersosialisasi, bahagia, lebih bertanggung jawab,

percaya diri, adaptif, kreatif mandiri, memiliki rasa ingin tahu

yang besar, peka dan terbiasa melakukan problem solving

(Omrod, 2010: 94).

Pada pola asuh ini, terlihat pengakuan orang tua terhadap

kemampuan anak dan mereka diberi kesempatan untuk tidak

(27)

peluang kebebasan kepada anak untuk dapat memilih sesuatu

yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya,

dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut

kehidupan anak itu sendiri. Kesempatan untuk

mengembangkan kontrol internal diberikan kepada anak

sehingga sedikit demi sedikit anak dapat berlatih untuk

bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Anak dilibatkan dan

diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur

hidupnya (Chabib Thoha, 1996: 111).

Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz El Qussy, bagi orang tua

tidak semua hal dapat ditolerir bagi anak, karena dalam hal-hal

tertentu orang tua dapat ikut campur tangan. Di antara hal-hal

tersebut adalah:

a.)Saat anak berada dalam keadaan yang membahayakan

hidup atau keselamatannya.

b.)Hal-hal terlarang untuk anak dengan tanpa alasan-alasan

yang jelas.

c.)Permainan yang terasa menyenangkan bagi anak namun

dapat menyebabkan keruhnya suasana maupun dapat

menganggu ketenangan umum.

Selain itu, hal-hal yang bersifat prinsip seperti pilihan

agama, pilihan nilai hidup yang sifatnya universal dan

(28)

belum memiliki wawasan yang cukup mengenai hal

tersebut. Oleh karena itu, tidak semua materi pendidikan

agama harus diajarkan secara demokratik kepada anak.

Dalam kisah Luqman, pendidikan aqidah islamiyah anak

diajarkan secara dogmatis (Chabib Thoha, 1996: 112).

3.) Permisif (Permissive)

Pada pola pengasuhan permisif orang tua hanya membuat

sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kuasa

untuk mencapai tujuan pengasuhan anak (Widiana, dkk, 2006).

Pola asuh permisif dibagi menjadi dua yakni permisif yang

mengabaikan dan permisif yang menuruti. Permisif yang

mengabaikan yaitu gaya pengasuhan orang tua yang sangat

tidak terlibat dalam kehidupan anak, dan permisif yang

menuruti yaitu gaya pengasuhan orang tua yang sangat terlibat

dengan anak. Namun, tidak terlalu menuntut atau mengontrol

mereka serta orang tua membiarkan anak melakukan apa yang

mereka inginkan (Rozali, 2015: 448).

Menurut Berk orang tua pemisif menerapkan sedikit sekali

disiplin dan sekalipun mereka menerapkan disiplin kepada

anak, mereka bersikap tidak konsisten dalam penerapan.

Mereka memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak

untuk berbuat semaunya dan anak tidak dituntut untuk belajar

(29)

rumah. Orang tua memperbolehkan anak untuk mengatur dan

membuat keputusan bagi diri sendiri, meskipun anak tersebut

belum siap untuk itu. Selain itu orang tua juga bersikap tidak

menghukum dan memiliki pengharapan dan standar yang

rendah terhadap perilaku anak.

Orang tua permisif tetap menyayangi anaknya, memberikan

lingkungan rumah yang penuh cinta dan dukungan tetapi

mereka juga membiarkan anak membuat berbagai keputusan

mengenai diri mereka sendiri (Omrod, 2010: 95). Anak yang

diasuh dalam pola asuh seperti ini akan menjadi anak yang

tidak kompeten dalam sosialisasi, tidak peka, loss control,

sehingga dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang

sangat agresif dan tidak patuh (Rozali, 2015: 448).

Ciri-ciri pola asuh permisif ini dapat terlihat dari cara orang

tua yang mendidik anak secara bebas, orang tua menganggap

anak sebagai orang dewasa atau muda, anak diberikan

kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang ia

kehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, di

samping orang tua juga tidak memberikan bimbingan yang

cukup berarti bagi anaknya. Orang tua sudah menganggap

benar apa yang dilakukan anak dan tidak perlu mendapatkan

teguran, arahan ataupun bimbingan (Chabib Thoha, 1996:

(30)

2. Agresivitas

a. Pengertian Perilaku Agresif

Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia merupakan

tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan seseorang

terhadap sesamanya. Di dalam tindakan agresi terkandung maksud

untuk membahayakan atau mencederai orang lain.

Menurut Sadock dan Sadock (2003), perilaku agresif dapat

menimbulkan pencederaan fisikal maupun pencederaan nonfisikal.

Contoh pencederaan nonfisikal yakni agresi verbal (agresi lewat

kata-kata tajam menyakitkan). Contoh lain dari agresi yang

bahayanya tidak timbul secara langsung adalah pemaksaan,

intimidasi (penekanan) dan pengucilan atau pengasingan sosial

(Anantasari, 2006: 63).

Myer (2012) mendefinisikan agresivitas sebagai perilaku

fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang atau

menyebabkan kerusakan pada benda. Hal senada juga diungkapkan

oleh Baron (2003) mengemukakan agresi adalah tingkah laku yang

diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin

menghindari perlakuan semacam itu. Definisi dari Baron ini

mencakup empat faktor tingkah laku, yaitu: tujuan untuk melukai

atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku, individu yang

menjadi korban dan ketidak inginan si korban menerima tingkah

(31)

dilakukakan secara fisik maupun mental. Dengan demikian dapat

dilihat dan diamati, karena memiliki bentuk yang jelas, yaitu

bentuk fisik (pukulan, tendangan) dan verbal (cacian, hujatan,

makian) (Diponegoro, 2013: 344-345).

Agresif dapat didefinisikan juga sebagai suatu tindakan

yang memiliki maksud dan tujuan untuk melukai orang atau objek

lain dan hal itu dilakukan dengan kesengajaan (Sears, dkk., 2000:

4). Seorang ahli mengatakan bahwa agresivitas bukan sekadar

agresif yang berbentuk fisik yang bermanifestasi dengan cara

menendang, memukul, atau menghajar saja, tetapi ada

kriteria-kriteria tertentu yang dipakai untuk memahami dan mengerti

bahwa sesuatu itu merupakan agresivitas atau bukan (Mappiere,

2002: 88).

Bentuk-bentuk agresivitas yang diarahkan keluar maupun

ke dalam merupakan gejala umum tingkah laku agresif, hal ini

dapat diarahkan keluar maupun ke dalam diri seseorang seperti

bertindak kasar sehingga menyakiti orang lain, berkelahi, membuat

onar di sekolah, mengolok-olok secara berlebihan, mengabaikan

perintah dan melanggar peraturan (Diponegoro, 2013: 345).

Agresivitas juga melibatkan setiap bentuk penyiksaan

psikologis atau emosional seperti mempermalukan, menakut-nakuti

atau mengancam (Breskwell dikutip Berkowitz, 2003). Penjelasan

(32)

Namun pada dasarnya mereka memiliki kesamaan pendapat bahwa

agresif adalah tingkah laku seseorang untuk menyerang, menyakiti,

dan melukai orang lain atau objek secara fisik maupun psikis.

Suatu unsur penting dari agresi yang harus ada yaitu adanya tujuan

atau kesengajaan dalam melakukannya (Diponegoro, 2013: 345).

Dari berbagai teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa

agresivitas adalah perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk

menyakiti orang atau menyebabkan kerusakan pada benda.

b. Penyebab Perilaku Agresif

Penyebab perilaku agresif dapat digolongkan menjadi enam

faktor berikut ini:

1.) Faktor-Faktor Psikologis

Menurut beberapa ahli, perilaku agresif merupakan perilaku

naluriah yang dimiliki seseorang. Sigmund Freud mengatakan

bahwa dalam diri manusia terdapat naluri kematian yakni

energi yang tertuju untuk pengerusakan atau pengakhiran

kehidupan, di samping manusia memiliki naluri kehidupan.

Dalam pandangannya, perilaku agresi terutama berakar dalam

naluri kematian yang diarahkan kepada luar diri sendiri yakni

kepada orang lain. Sedangkan menurut Konrad Lorenz, agresi

yang menimbulkan bahaya fisikal terhadap orang lain berakar

(33)

Di samping sebagai perilaku naluriah, agresi merupakan

perilaku yang dipelajari. Menurut Albert Bandura, akar dari

perilaku agresif tersebut berasal dari respon-respon agresif

yang dipelajari manusia lewat pengalaman-pengalamannya di

masa lampau. Di dalam pembelajaran perilaku agresif, terlibat

pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong

perwujudan perilaku agresif (Anantasari, 2006: 64).

2.) Faktor-Faktor Sosial

Terdapat beberapa faktor-faktor sosial yang dapat

menimbulkan perilaku agresif, di antaranya yakni:

(a.)Frustasi: menurut hipotesis frustasi-agresi dari John

Dollard, frustasi dapat mengakari agresi. Namun tidak

setiap anak atau orang yang mengalami frustasi bermuara

kepada agresi. Terdapat variasi yang luas yang sehubungan

dengan reaksi yang bisa muncul dari anak atau orang yang

mengalami frustasi. Reaksi lain yang timbul dapat berupa

penarikan diri dan depresi.

(b.)Provokasi langsung: terdapat bukti-bukti yang

mengindikasikan bahwa pencederaan fisikal dan ejekan

verbal dari orang lain dapat memicu perlaku agresif.

(c.)Pengaruh tontonan perilaku agresif di televisi: semakin

banyak seorang anak menonton kekerasan melalui televisi,

(34)

tontonan kekerasan melalui televisi bersifat kumulatif, yang

berarti bahwa semakin panjang paparan tontonan kekerasan

dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkatkan

perilaku agresif (Anantasari, 2006: 64).

3.) Faktor-Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang diantaranya meliputi, pengaruh

polusi udara, kebisingan dan kepadatan jumlah penduduk dapat

melandasi pemicu perilaku agresif (Anantasari, 2006: 65).

4.) Faktor-Faktor Situasional

Hal yang termasuk ke dalam faktor ini diantaranya adalah

rasa sakit atau nyeri yang dialami oleh seseorang. Kemudian

mendorongnya untuk melampiaskan ke dalam perilaku agresif

(Anantasari, 2006: 65).

5.) Faktor-Faktor Biologis

Penyelidikan para peneliti yang berkaitan antara cedera

kepala dan perilaku kekerasan mengindikasikan bahwa

kombinasi cedera fisik dan cedera kepala yang pernah dialami

seseorang dapat turut melandasi pelampiasan perilaku agresif

(Anantasari, 2006: 65).

6.) Faktor-Faktor Genetik

Pengaruh faktor genetik yakni seorang pria yang memiliki

kromosom XYY dapat berpeluang besar memunculkan

(35)

Sikap agresif secara internal dipengaruhi oleh faktor antara

lain (Diponegoro, 2013: 346):

(a.)Kepribadian: kepribadian seorang individu dibentuk oleh

lingkungan dengan belajar sosial sehingga konsep diri,

kontrol diri dan regulasi diri sangat banyak dipengaruhi

oleh lingkungan individu tumbuh dan berkembang.

Kemampuan individu mengontrol dirinya sendiri juga

dipengaruhi oleh budaya di lingkungannya.

(b.)Hubungan interpersonal: hubungan ini mencakup

keterampilan berkomunikasi, seorang individu yang

memiliki keterampilan komunikasi yang kurang baik akan

memicu agresivitas dalam hubungan dengan orang lain,

sebaliknya bila memiliki keterampilan berkomunikasi yang

baik maka akan mengakibatkan agresivitas yang rendah.

Frustasi adalah kondisi individu yang tidak dapat

mencapai keinginan atau gagal mencapai tujuan yang

diinginkan atau mengalami hambatan dalam kebebasan

bertindak. Menurut Dollar Miller (Sarwono, 1996) agresi

dipicu oleh frustasi merupakan pelampiasan perasaan

frustasi.

Menurut Schneiders (Widyaningrum, 1998) rasa

bersalah dan agresi sangat berhubungan karena rasa

(36)

berperilaku agresif untuk mendapatkan hukuman dengan

hukuman tersebut dapat mengurangi rasa bersalah dalam

dirinya.

(c.)Usia dan Jenis Kelamin, dijelaskan oleh Hessel (Hurlock,

1996) remaja usia 14 tahun memasuki masa perubahan

yang rawan dan mudah marah sering tidak memperhatikan

norma dan mudah melakukan perilaku agresif.

c. Ciri-Ciri Perilaku Agresif

Terdapat ciri-ciri perilaku agresif yang perlu diperhatikan, yaitu:

a.) Menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain atau

objek-objek penggantinya.

Perilaku agresif yang dilakukan oleh anak hampir pasti

menimbulkan bahaya berupa rasa sakit yang dialami oleh

dirinya sendiri maupun orang lain. Rasa sakit tersebut dapat

berupa rasa sakit pada fisik (pemukulan, dilempar benda keras

dan sebagainya) dan rasa sakit pada psikisnya (diancam, diberi

umpatan dan sebagainya).

b.) Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya

Perilaku agresif terutama yang bersifat ke luar, pada

umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak diinginkan

oleh organisme yang menjadi sasarannya.

(37)

Pada umumnya, perilaku agresif selalu dikaitan dengan

pelanggaran terhadap norma sosial. Di dalam lingkungan

sosial, masyarakat akan menganggap sebuah perilaku menjadi

agresif ketika dikaitkan dengan pelanggaran norma sosial,

misalnya melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak

bersalah (Anantasari, 2006: 90-92).

3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Agresivitas Siswa

Keluarga merupakan wahana yang paling berperan dalam

menentukan anak memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Teknik

yang dilakukakan oleh orang tua di dalam menanggapi apa yang

dilakukan oleh orang tua dapat membentuk atau melatih kepribadian

mereka. Cara-cara yang tidak efektif dilakukan orang tua dan

cenderung destruktif di antaranya adalah ketika orang tua lebih banyak

menggunakan hukuman fisik pada anak dan memberikan disiplin yang

tidak konsisten. Sebagai contohnya, terkadang untuk perilaku tertentu

anak dihukum secara keras tetapi kadang dibiarkan saja atau yang lebih

parah lagi dianggap lucu; menonjolkan kekuasaan orang tua dan

menunjukkan sikap benci pada anak.

Cara-cara yang dilakukan orang tua yang kurang tepat seperti di

atas cenderung tidak mengupayakan alternatif-alternatif yang lebih

dapat diterima, bahkan malah menjadi model agresif bagi anak. Di

samping itu, kebutuhan kasih sayang terhadap anak menjadi kurang

(38)

termasuk orang tuanya. Hal seperti ini dapat menyebabkan anak

semakin tidak mau mematuhi orang tuanya. Semakin keras disiplin

yang diterapkan orang tua, anak semakin melanggarnya. Interaksi

semacam ini kemudian dapat mempengaruhi iklim keluarga yang

penuh permusuhan dan dapat memicu tindakan agresi

anggota-anggotanya. Agresivitas pada anak dapat berkembang dari keluarga,

tetapi keluarga juga dapat mengontrol agresivitas mereka. Tugas dan

fungsi orang tua adalah melatih anak untuk mengontrol diri dan tidak

mengembangkan agresivitasnya (Anantasari, 2006: 107-108).

C. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini ingin dibuktikan bahwa terdapat hubungan

antara pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa SMA

Muhammadiyah Bantul. Penelitian ini didasari oleh kerangka pikir sebagai

berikut:

Keluarga merupakan tempat yang paling berpengaruh di dalam

membentuk perilaku anak. Di dalam keluarga tersebut pola asuh orang tua

yang beraneka ragam dapat menentukan sikap yang dilakukan anak di

dalam pergaulan mereka. Hal ini dapat dilihat salah satunya dari perilaku

anak di sekolah maupun ketika anak bergaul dengan teman-temannya.

Salah satu perilaku yang dapat terjadi pada anak adalah memiliki tingkat

agresivitas yang tinggi. Kasus yang terjadi di sekolah misalnya, anak

(39)

dengan guru, bahkan terdapat sebagian siswa yang terlibat dalam tawuran

antar sekolah karena persoalan sepele.

Hal-hal yang terjadi tersebut tidak bisa dipisahkan dari peran pola

asuh yang diterima oleh anak di dalam keluarganya. Anak-anak yang

memiliki agresivitas yang tinggi bisa disebabkan karena keluarga yang

broken home, orang tua yang kurang memperhatikan anak, atau bahkan

orang tua yang terlalu mengekang anak sehingga anak menjadi

memberontak dan sebagainya. Jika di dalam keluarga pola asuh yang

diberikan oleh orang tua sudah tepat, maka secara ideal anak tidak akan

memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan jika

terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat agresivitas anak.

Namun yang dapat berpengaruh besar di dalamnya adalah berasal dari cara

orang tua menerapkan pola asuh pada anaknya.

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu statemen tentatif tentang parameter

populasi atau tentang distribusi populasi. Hipotesis dapat saja benar

maupun salah dan hipotesa selalu terbuka terhadap kecurigaan. Hipotesis

ini akan diuji dengan menggunakan teknik pengujian tersendiri sehingga

pada akhirnya dapat diambil sebuah kesimpulan terkait dengan diterima

atau ditolaknya hipotesa tersebut (Nazir, 1988: 328-329).

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Ha: Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat

(40)

b. Ho: Tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan

(41)

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) dengan

menggunakan metoda statistika untuk mengolahnya. Pada dasarnya,

pendekatan ini dilakukan untuk penelitian inferensial dengan tujuan untuk

pengujian hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu

probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metoda

kuantitatif akan diperoleh signifikasi hubungan antar variabel yang diteliti

(Saifuddin, 2001: 5). Pertimbangan menggunakan metode dan pendekatan

tersebut karena penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan keadaan

dari variabel atau gejala-gejala yang diteliti kebenarannya, berdasarkan

fakta-fakta yang ditemui di SMA Muhammadiyah Bantul. Bentuk

penelitian dalam ini adalah studi hubungan atau korelasional.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu pola asuh

orang tua dan tingkat agresivitas anak. Berikut akan dijelaskan definisi

konseptual dan operasional dari kedua variabel tersebut.

a. Pola asuh orang tua

Pola asuh merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Variabel

(42)

atau berefek pada outcome. Variabel ini juga dikenal dengan istilah

variabel treatment, manipulated, antecedent atau predictor (Creswell,

2016: 70).

1.) Definisi Konseptual

Berdasarkan pendapat dari para ahli yaitu Hasan Langgulung,

Kohn dan Diana Baumrind pola asuh merupakan salah satu upaya

yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak baik secara

langsung maupun tidak langsung sebagai wujud tanggung jawab

orang tua terhadap anak.

2.) Definisi Operasional

Orang tua melakukan salah satu upaya dalam mendidik anak

baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai wujud

tanggung jawab orang tua terhadap anak.

Tabel. 1

Kisi-Kisi Instrmen Variabel Pola Asuh Orang tua

Dimensi Indikator Item Soal Total

Favorable Unfavorable

Demokratis a. Membuat aturan yang disertai

16, 17, 18, 19, 20

(43)

dengan

Permisif a. Tidak banyak terlibat dalam

Agresivitas merupakan variabel terikat dalam penelitian ini.

Variabel terikat merupakan variabel yang bergantung pada variabel

bebas. Variabel terikat ini merupakan outcome atau hasil dari variabel

bebas. Istilah lain untuk variabel terikat adalah variabel criterion,

outcome, effect atau response (Creswell, 2016: 70).

1.) Definisi Konseptual

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yakni Sadock, Myer,

Baron, Diponegoro dan Malik, agresivitas merupakan perilaku

seseorang (siswa) baik secara fisik maupun verbal yang bertujuan

(44)

2.) Definisi Operasional

Seseorang (siswa) yang berperilaku baik secara fisik maupun

verbal yang bertujuan menyakiti orang lain atau menyebabkan

kerusakan benda.

Tabel. 2

Kisi-Kisi Instrumen Variabel Agresivitas Siswa

Dimensi Indikator Item Soal Total

Favorable Unfavorable

Verbal a. Melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti orang lain

b. Mencemooh orang lain dengan kata-kata secara sengaja

Non-Verbal a. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik

b. Berbuat onar di lingkungan sekolah/ masyarakat

c. Tidak disiplin di sekolah

23, 25, 26

Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah Bantul dengan

pertimbangan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang

(45)

D. Populasi dan Sampel

a. Populasi Penelitian

Populasi merupakan kumpulan dari individu dengan kualitas atau

ciri-ciri yang telah ditetapkan. Sebuah populasi dengan jumlah

individu tertentu dinamakan populasi finit sedangkan jika jumlah

individu dalam kelompok tidak memiliki jumlah yang tetap, ataupun

jumlahnya tidak terhingga, dinamakan infinit.

Terkait dengan keterangan mengenai populasi dapat dikumpulkan

dengan dua cara. Pertama, tiap unit populasi dihitung. Cara ini disebut

sebagi sensus atau complete enumeration. Kedua,

perhitungan-perhitungan dilakukan hanya pada bagian unit populasi saja.

Keterangan diambil dari “wakil” populasi atau disebut juga sebagai

sampel. Teknik ini dinamakan survei sampel (sample survey) atau

sample enumeration (Nazir, 1988: 325).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa SMA

Muhammadiyah Bantul kelas XI angkatan tahun 2016/ 2017

dikarenakan kelas XI merupakan pertengahan jenjang di dalam

tingkatan Sekolah Menengah Atas. Kelas XI mempunyai enam kelas

yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPS 1, XI IPS 2, XI IPS 3

(46)

Tabel. 3

Populasi Siswa SMA Muhammadiyah Bantul

No. Kelas Populasi

Sampel merupakan bagian dari populasi. Survei sampel merupakan

suatu prosedur dengan hanya menggunakan sebagian dari populasi saja

yang diambil dan digunakan dalam menentukan sifat dan ciri yang

dikehendaki dari populasi (Nazir, 1988: 325).

Sampel yang dipilih sebagai landasan penyimpulan harus dapat

mewakili atau representatif untuk populasinya. Salah satu cara terbaik

untuk memperoleh sampel seperti itu adalah teknik random sampling.

Dasar pokok dari random sampling adalah bahwa semua anggota

populasi mempunyai peluang yang sama untuk dimasukkan menjadi

anggota sampel (Hadi, 1979: 303).

Apabila subyeknya kurang dari 100, sebagai patokannya lebih baik

diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Namun jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara

10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

(47)

2.) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal

ini menyangkut banyak sedikitnya data.

3.) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk

penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar,

hasilnya akan lebih baik (Arikunto, 1993: 107).

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini

mengambil sampel dengan prosentase sebesar 20 % sehingga

jumlah siswa yang dijadikan sampel sebanyak 27 responden.

Tabel. 4

Sampel Penelitian Siswa SMA Muhammadiyah Bantul

No. Kelas Populasi Sampel (20 %)

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

metode ilmiah yang bertujuan untuk menguji hipotesa yang telah

dirumuskan. Data yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan.

Validitas dari data dapat ditingkatkan jika alat pengukur serta kualitas dari

pengambil datanya sendiri cukup valid.

Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar

(48)

metode mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin

dipecahkan. Masalah berfungsi memberi arah dan mempengaruhi metode

pengumpulan data (Nazir, 1988: 211).

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:

a. Angket/ Kuisioner

Angket/ kuisioner merupakan teknik pengumpulan data melalui

formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk

mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang

diperlukan oleh peneliti (Mardalis, 1993: 67). Dalam penelitian ini

angket akan diberikan secara langsung pada responden yang

berjumlah 27 siswa.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

skala likert. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai

titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa

pernyataan atau pertanyaan (Sugiono, 2015: 93).

Di dalam angket yang disebarkan, sudah tersedia pernyataan

yang disertai dengan pilihan jawabannya dan responden tinggal

memilih jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Jawaban yang

disediakan mempunyai rentang skor 1-5 yaitu: 1 berarti sangat

rendah, 2 berarti rendah, 3 berarti sedang, 4 berarti tinggi, 5 berarti

(49)

item untuk variabel pola asuh orang tua dan 40 item untuk variabel

tingkat agresivitas. Pada setiap soal disediakan lima alternatif

jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), kurang

setuju (KS), tidak setuju (TS) dengan skoring untuk item soal

favorable SS = 5, S = 4, N = 3, KS = 2, TS = 1 dan untuk item

unfavorable SS = 1, S = 2, N = 3, KS = 4, TS = 5.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan

melalui bercakap-cakap atau bertatap muka dengan orang yang

dapat memberikan keterangan pada si peneliti. Wawancara ini

dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui

observasi (Mardalis, 1993: 64).

Wawancara ditujukan kepada guru mata pelajaran dan guru BK

yang mengerti kondisi siswa SMA Muhammadiyah Bantul.

c. Dokumentasi

Dengan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 2010: 274).

Dokumen yang digunakan dalam penelitan ini adalah dokumen

mengenai gambaran umum tentang sekolah SMA Muhammadiyah

(50)

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Alat ukur atau instrumen di dalam penelitian harus melalui uji

validitas dan uji reliabilitas. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid

apabila mampu mengukur sesuatu yang diinginkan dan dapat mengungkap

data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2010: 211).

Instrumen dapat dikatakan baik jika mampu mengungkap data yang dapat

dipercaya. Uji reliabilitas menunjuk pada tingkat kehandalan sebuah

instrumen.

Uji validitas instrumen dapat menggunakan koefisien korelasi yang

dikemukakan oleh Pearson. Kemudian penghitungannya dapat dibantu

dengan program SPSS. Rumus korelasi Pearson sebagai berikut

(Masrukhin, 2007: 123):

rxy = –

Keterangan:

rxy = angka indeks (koefisien) korelasi antara variabel X dan Y

Ʃ XY = jumlah perkalian masing-masing skor variabel X dan Y

Ʃ X = jumlah masing-masing skor variabel X

Ʃ Y = jumlah masing-masing skor variabel Y

Ʃ X2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel X

Ʃ Y2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel Y

N = jumlah kasus (number of cases)

Sedangkan uji reliabilitas instrumen dapat menggunakan rumus

(51)

soal. Uji reliabilitas instrumen dibantu juga dengan menggunakan program

SPSS. Rumus Spearman-Brown sebagai berikut:

r 11 = 2 x r ½ ½

( 1 + r ½ ½ )

Keterangan:

r 11 = reliabilitas instrumen

r ½ ½ = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasional antara dua

belahan instrumen (Arikunto, 2013: 223).

G. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik

analisis korelasional yang merupakan teknik analisis mengenai hubungan

antara dua variabel atau lebih. Tujuannya adalah mencari bukti ada atau

tidak adanya hubungan, menjawab pertanyaan (lemah, cukup, kuat),

memperoleh kejelasan dan kepastian (signifikan atau tidak) (Masrukhin,

2007: 121). Proses penghitungan data dibantu dengan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS), aturan dalam penyimpulan data

pada analisis ini sama dengan aturan penyimpulan dalam data analisis

komparatif, yakni dengan melihat signifikansi. Jika sig > 0,5, korelasi

dinyatakan tidak signifikan.

Rumus yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini

adalah rumus korelasi product-moment (Masrukhin, 2007: 123):

rxy = –

(52)

Keterangan:

rxy = angka indeks (koefisien) korelasi antara variabel X dan Y

Ʃ XY = jumlah perkalian masing-masing skor variabel X dan Y

Ʃ X = jumlah masing-masing skor variabel X

Ʃ Y = jumlah masing-masing skor variabel Y

Ʃ X2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel X

Ʃ Y2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel Y

N = jumlah kasus (number of cases)

Di dalam penelitian, untuk mengidentifikasi tinggi rendahnya

koefisien korelasi atau menginterpretasikan koefisien korelasi digunakan

pedoman sebagai berikut (Hadi, 1989: 135):

X = ½ (skor tertinggi + skor terendah)

SDi = 1/6 (skor tertinggi – skor terendah)

Untuk kategori tinggi = (X + 1 Sdi) – (X + 3 SDi)

Untuk kategori sedang = (X – 1 SDi) – (X + 1 SDi)

(53)

1. Letak Geografis

Keberadaan sebuah sekolah di tengah lingkungan masyarakat

mempunyai nilai yang signifikan dalam upaya pembentukkan akhlak serta

mengembangkan potensi peserta didik dalam masyarakat. Sekolah tidak

hanya mempunyai fungsi sebagai tempat untuk proses belajar mengajar,

tetapi bisa berfungsi seperti kampung kecil. Kampung tersebut terdapat

beberapa macam aktivitas yang dilaksanakan, misalnya: mulai dari

kadesnya yaitu seorang kepala sekolah sampai rakyatnya yaitu para siswa.

Agar orang lain dapat lebih mudah mengetahui dan menjangkau lokasi

tersebut maka diperlukan sebuah denah atau peta lokasi yang di dalamnya

dicantumkan nama, tempat atau lokasi sekolah tersebut.

Begitu juga dengan keberadaan SMA Muhammadiyah Bantul ini

yang keberadaannya juga sangat diperlukan oleh masyarakat terutama

untuk mengetahui tentang di mana letak lokasi sekolah tersebut berada.

Selengkapnya akan kami terangkan letak geografis tentang keberadaan

SMA Muhammadiyah Bantul sebagai berikut:

a. Sebelah Utara dibatasi oleh gedung resort Bantul.

b. SebelahTimur dibatasi jalan gang (jalan kecil), rumah penduduk dan

(54)

c. Sebelah Selatan dibatasi oleh jalan raya Urip Sumoharjo.

d. Sebelah Barat dibatasi oleh sawah dan Toko Pantes.

Sedangkan alamat lengkap dari keberadaan SMA Muhammadiyah

Bantul sendiri berada di Selatan kota Bantul yaitu jalan Urip Sumoharjo

no. 4A Bantul 55711, yang berjarak kurang lebih 10 km ke arah selatan

Kota Yogyakarta. Keberadaan gedung tersebut menempati tanah milik

yayasan Muhammadiyah Majelis Pendidikandan Kebudayaan. Dahulunya

adalah bekas persawahan penduduk yang telah dibeli oleh yayasan.

Sedangkan seluruh bangunan yang ada menjadi milik sekolah secara

penuh untuk dikelola dan dirawat secara baik-baik.

2. Sejarah Berdirinya

Didorong oleh keadaan ekonomi, politik dan sosial saat itu yang

kurang kondusif, sehingga dunia pendidikan belum sepenuhnya mampu

disediakan oleh pemerintah. Maka berkumpullah tokoh–tokoh

Muhammadiyah Cabang Bantul. Saat itu membahas untuk menyatukan

tekad membantu pemerintah dalam menyediakan sarana pendidikan.

Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang maka disepakati untuk

mendirikan Sekolah Menengah Atas yang kemudian dikenal dengan SMA

Muhammadiyah Bantul.

SMA Muhammadiyah Bantul berdiri pada tangga l1 Agustus 1964

(55)

pengajaran Cabang Bantul Nomor: 067/BP/1964 tertanggal 20 Juni 1964.

Kemudian dikukuhkan lagi dengan keluarnya Piagam pendirian

Perguruan Muhammadiyah Nomor: 2979/M.614/DIY.04/1977 tertanggal

17 Ramadhan 1397 bertepatan dengan 1 September 1977.

SMA Muhammadiyah Bantul terdaftar pada Majelis Pendidikan

Pengajaran dan Kebudayaan :

Pusat Nomor : 2979 / M.614 / DIY.64 / 1977

Wilayah Nomor : 103 / M.028 / 1.64 / 1977

Daerah Nomor : 01 / C.Piag. / 1977

Diperbaharui oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 0258 / II.A1 / 1.d / 2000

tertanggal 9 Dzulhijjah 1420 H / 15 Maret 2000 M.

3. Letak/ Lokasi Sekolah

SMA Muhammadiyah Bantul terletak di tempat yang strategis, di

kawasan pusat Kota Bantul, Jalan Urip Sumoharjo 04 A Bantul, kode pos

55711, tepatnya pada koordinat LS -70,53”.27,8’. BT 1100.19”.38,6’

telepon (0274) 367575, website: www.sma-muhiba.sch.id, Dusun

Badegan, Desa Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Provinsi

(56)

Adapun batas-batas lokasi SMA Muhammadiyah Bantul sebagai

berikut. Sebelah Utara dan Timur berupa rumah-rumah penduduk,

sebelah Barat kompleks Kantor Kepolisian Resort Bantul dan pertokoan,

sedangkan sebelah Selatan adalah Jalan Urip Sumoharjo yang di

seberangnya berderet Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul, SPBU

Gose Bantul dan pusat perbelanjaan.

SMA Muhammadiyah Bantul terletak di atas tanah seluas 9052

m2. Bangunan berupa ruang-ruang pembelajaran dan pendukung berlantai

satu, dua dan tiga seluas 4794 m2, masjid seluas 432 m2, lapangan olah

raga seluas 1920 m2, halaman dan lain-lain seluas 2720 m2.

4. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

a. Visi

Visi SMA Muhammadiyah Bantul “Menjadi Sekolah Unggul Pilihan Umat”.

b. Misi

1. Mewujudkan sekolah yang “terdepan” (tertib, demokratis,

professional, agamis dan nyaman).

2. Melaksanakan pembelajaran yang intensif, kreatif, dan inovatif.

3. Mengembangkan potensi olah raga, seni dan life skill.

4. Membentuk kader Muhammadiyah yang tangguh dan

(57)

5. Melaksanakan pendidikan berwawasan lingkungan yang sehat.

6. Mewujudkan sekolah bebas narkoba.

c. Tujuan Sekolah

1. Terwujudnya sekolah yang “terdepan” (tertib, demokratis,

professional, agamis dan nyaman).

2. Terwujudnya peserta didik yang cerdas dan berprestasi di

bidang akademik.

3. Terwujudnya peserta didik yang berprestasi di bidang olah

raga, seni dan kecakapan hidup (life skill).

4. Terbentuknya peserta didik yang mampu baca al-Qur’an dan

berkepribadian islami sebagai kader persyarikatan yang

tangguh.

5. Terwujudnya peserta didik yang peduli terhadap lingkungan.

6. Terwujudnya sekolah bebas narkoba.

d. Strategi untuk Mencapai Tujuan Sekolah adalah:

1. Melaksanakan sosialisasi program sekolah kepada semua

warga sekolah dan stake holder pendidikan.

2. Melaksanakan pembelajaran yang berprinsip “mendidik

dengan hati”.

3. Menciptakan budaya islami dan budaya tertib dengan 5T (tertib

masuk, KBM, administrasi, ibadah dan pakaian) di lingkungan

(58)

4. Menciptakan rasa kebersamaan dan iklim kerja yang kondusif.

5. Mengintensifkan pembelajaran ekstrakurikuler dan

berpartisipasi dalam berbagai lomba.

6. Melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan.

7. Menyelenggarakan pelatihan/ pembinaan kader dan mengikut

sertakan peserta didik dalam berbagai kegiatan persyarikatan.

8. Menciptakan lingkungan sekolah yang sejuk, bersih, sehat dan

bebas asap rokok.

9. Melaksanakan evaluasi pembelajaran secara periodik,

berkesinambungan dan akuntabel.

10.Mengintensifkan bimbingan bidang keagamaan (salat fardu

dan salat duha, baca al-Qur’an, berinfak, bertausiah dan

sebagainya).

11.Melaksanakan gerakan pencegahan dan pemberantasan

narkoba, obat-obat terlarang dan menciptakan sekolah yang

(59)

5. Struktur Organisasi Sekolah

6. Personil Sekolah

a. Pendidik

SMA Muhammadiyah Bantul memiliki pendidik sebanyak 36

orang, dengan jenjang pendidikan pasca sarjana (S2) 2 orang, Sarjana

(S1) 32 orang dan sarjana muda 20 orang, terdiri atas PNS 19 orang,

GTY 8 orang, dan GTT 9 orang; guru tersertifikasi 26 orang dan 10

(60)

Tabel. 5

Daftar Pendidik SMA Muhammadiyah Bantul

No Nama Status Pendidikan Mapel yg diampu Sertifikat

1

Drs. HUMAN SAPTAPUTRA, M.Pd

PNS S.2 Matematika Sudah

2 Drs. SUPARJONO PNS S.1 Biologi Sudah

3 Dra. Hj. MURNIYATI PNS S.1 Bhs Indonesia Sudah

4 Dra. Hj. SRI SURYANINGSIH PNS S.1 Bhs Inggris Sudah

5 Dra. RIEN ASTIANA PNS S.1 Kimia Sudah

6 Dra. Hj. WAHYUNINGSIH PNS S.1 Kimia Sudah

7 Hj. MURTINI, S.Pd PNS S.1 BK Sudah

8 Drs. H. SUNGKONO PNS S.1 Sosiologi Sudah

9 SRI KARTINI, S.Pd. PNS S.1 Sejarah Sudah

10 MUGIYONO, S.Pd PNS S.1 BK Sudah

11 SAMSUL ARIFIN, S.Pd PNS S.1 Penjas OR Sudah

12 SISWANTI, S.Pd PNS S.1 Bhs Indonesia Sudah

(61)

14 NGADIMIN, S.Pd PNS S.1 Seni Budaya Sudah

15 Drs. SUPRIYANTA, M.Pd PNS S.2 Fisika Sudah

16 HARJITO, S.Pd PNS S.1 Geografi Sudah

17 Dra. Hj. RUMHAYATI PNS S.1 Pkn Sudah

18 Dra. SRI SUWARNI PNS S.1 Matematika Sudah

19 SUEDI, S.Pd PNS S.1 Ekonomi Sudah

20 Drs. SUBARJO GTY S.1 Ekonomi Tidak

21 Drs. WIDADI GTY S.1 Geografi Sudah

22 SIGIT NURYANTA GTY S.1 Fisika Belum

23 Drs. MUHAMMAD ASROWI GTY D 3 PAI Sudah

24

DWI SUMARIYANTO, S.Kom

GTY S.1 TIK Sudah

25 BAYU SUPRIYANTA, SE GTY S.1 Seni Musik Belum

26 BURHANI, S.Pd GTY S.1 Bhs Inggris Sudah

27 TITIK ISMIYATI, S.Pd GTY S.1 Biologi Sudah

28

Drs. M.SYAHRO HADIPUTRO

GTT S.1 PAI Sudah

(62)

30 ANITA DWI ASTUTI, S.Pd GTT S.1 BKK Belum

SMA Muhammadiyah Bantul memiliki tenaga kependidikan

sebanyak 14 orang dengan status PTT.

Tabel. 6

Daftar Tenaga Kependidikan

No Nama Jabatan Pendidikan Status Pegawai

1 MUHARI HANAFI Ka TU SPG 1980 PTT

2 SUKARJO Bendahara SMA 1979 PTT

3 SUWARSO TU SMA 1974 PTT

(63)

5 MUKHLIS Laboran SMA 1984 PTT

6 SARIJAN TU SMEA 1981 PTT

7 MUH ZUHDI MUNAWIR TU SMA 1983 PTT

8 SAYIDATUN HASANAH TU SMK 2000 PTT

9 SUPARMAN Pesuruh SR 1962 PTT

10 JUMAR Pesuruh SD 1988 PTT

11 NOTO LEGOWO Pesuruh SMP PTT

12 ARISMAN Pesuruh SMP PTT

13 ROKHANIYATI, A.Md Petugasperpus D3 Perpus SMA PTT

14 SUKARTIJA Satpam SMP PTT

7. Peserta Didik

Dalam lima tahun terakhir SMA Muhammadiyah Bantul memiliki

(64)
(65)

2014 / 2015 108 43 62 44 52 309

2015 / 2016

8. Orang Tua Peserta Didik

Orang tua peserta didik SMA Muhammadiyah Bantul sebagian

besar bermata pencaharian sebagai buruh serabutan dan berpendidikan

(66)

Tabel. 10 Pekerjaan Orang Tua

Tahun

Pelajaran

Pekerjaan orang tua

Jumlah Buruh Petani PNS TNI/Polri Pedagang

2011 /

2012

163 45 17 6 96 337

2012 /

2013

187 29 12 4 77 309

2013 /

2014

166 30 14 4 71 285

2014 /

2015

93 70 31 5 110 309

2015 /

2016

9. Sarana dan Prasarana

Beberapa fasilitas pembelajaran yang terdapat di SMA Muhammadiyah

Gambar

Tabel. 1 Kisi-Kisi Instrmen Variabel Pola Asuh Orang tua
Tabel. 2
Tabel. 3
Tabel. 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan ada hubungan positif antara persepsi pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi belajar. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X

Penelitian Tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Remaja.. Penyesuaian diri dan pola asuh orang tua yang memiliki anak

bersifat hangat. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada

Hasil penelitian diuji dengan Pearson Correlation dan menunjukkan hasil pada pola asuh orang tua mayoritas merupakan pola asuh demokratis sebanyak 66 responden (82,5%)

Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi terhadap pola asuh orang tua otoriter dengan agresivitas pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara pola asuh anak oleh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2012) mengenai pola asuh orang tua pada siswa SMA Theresiana Salatiga dimana secara

Hasil analisis data yang didapat dari empat tipe pola asuh orang tua, disimpulkan bahwa pola asuh demokratis memiliki hubungan positif yang signifikan dengan prestasi belajar siswa pada