SKRIPSI
Oleh:
Muti’atu Nur Rahmatul Mawaddati
NPM: 20120720200
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu
Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
Muti’atu Nur Rahmatul Mawaddati
NPM: 20120720200
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
َنوُرَمْؤُ ي اَم َنوُلَعْفَ يَو ْمَُرَمَأ اَم َهللا َنوُصْعَ ي َ ٌداَدِش ٌظ ََِغ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
Tak lupa kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta yang selama ini telah menempa saya dalam
HALAMAN NOTA DINAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
ABSTRAK ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 5
D.Kegunaan Penelitian ... 5
E. Sistematika Pembahasan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.Tinjauan Pustaka ... 8
B.Kerangka Teori ... 10
1. Pola Asuh Orang Tua ... 10
a. Pengertian Pola Asuh ... 10
a. Pengertian Perilaku Agresif ... 18
b. Penyebab Perilaku Agresif ... 20
c. Ciri-Ciri Perilaku Agresif ... 24
3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Agresivitas Siswa ... 25
4. Kerangka Berpikir ... 26
5. Hipotesis ... 27
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian... 29
B.Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel ... 29
C.Lokasi Penelitian ... 32
D.Populasi dan Sampel ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
G. Teknik Analisis Data... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Profil SMA Muhammadiyah Bantul ... 41
1. Letak Geografis ... 41
2. Sejarah Berdirinya ... 42
3. Letak/ Lokasi Sekolah ... 43
4. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ... 45
5. Struktur Organisasi Sekolah ... 47
6. Personil Sekolah ... 47
7. Peserta Didik ... 51
8. Orang Tua Peserta Didik ... 53
c. Uji Normalitas Data ... 61 2. Hasil Analisis Data ... 62 a. Hasil Penyebaran Kuesioner ... 62 b. Analisis Korelasi Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat
Agresivitas Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 77 3. Pembahasan ... 79
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 84 B.Saran ... 85 C.Kata Penutup ... 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel 2: Kisi-Kisi Instrumen Variabel Agresivitas Siswa ... 32
Tabel 3: Populasi Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 34
Tabel 4: Sampel Penelitian Siswa SMA Muhammadiyah Bantul ... 35
Tabel 5: Daftar Pendidik SMA Muhammadiyah Bantul... 48
Tabel 6: Daftar Tenaga Kependidikan ... 50
Tabel 7: Rombongan Belajar ... 52
Tabel 8: Jumlah Peserta Didik ... 52
Tabel 9: Pendidikan Orang Tua Siswa ... 53
Tabel 10: Pekerjaan Orang Tua ... 54
Tabel 11: Item Uji Validitas Variabel Pola Asuh ... 56
Tabel 12: Item Uji Validitas Variabel Agresivitas Siswa ... 58
Tabel 13: Uji Reliabilitas Variabel Pola Asuh ... 60
Tabel 14: Uji Reliabilitas Variabel Agresivitas Siswa ... 60
Tabel 15: Uji Normalitas Data ... 62
Tabel 16: Kriteria Pola Asuh Orang Tua ... 65
Gambar 17: Diagram Pola Asuh Otoriter ... 67
Gambar 18: Diagram Pola Asuh Demokratis ... 68
Gambar 23: Diagram Agresivitas Siswa ... 76
Tabel 24: Descriptive Statistics ... 78
xiv
SMA Muhammadiyah Bantul.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian adalah kelas XI yang berjumlah 136 siswa, dengan pengambilan sampel dengan random sampling
sebanyak 27 siswa. Data dikumpulkan dengan kuesioner model skala Likert. Uji validitas instrumen menggunakan rumus product moment Pearson, sedangkan uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi sederhana dengan rumus Pearson product moment correlation.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah rata-rata baik dengan pola asuh demokratis, sedangkan tingkat agresivitas siswa cenderung tinggi. Hasil uji hipotesa menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa dengan rhitung (0, 036) lebih kecil (<) dari rtabel
(0, 3809).
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada
para orang tua. Tumbuh dan kembang anak tergantung dari sesuatu yang
diberikan atau diajarkan oleh orang tua mereka. Sejak awal kelahirannya,
anak sudah memiliki warisan-warisan alami; yaitu pembawaan
psikho-fisis herediter. Warisan tersebut diperoleh dari orang tua dan anak tidak
dapat meminta atau menolak (Kartono, 1982: 19). Dalam perkembangan
selanjutnya, anak mendapatkan pengaruh dari keluarga dan juga
lingkungannya. Keluarga merupakan salah satu dari tempat yang
waktunya sering dihabiskan anak-anak di sana. Keadaan antara keluarga
satu dengan yang lainnya beraneka ragam. Hal tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak-anak di sekolah, baik di
dalam atau di luar kelas. Di dalam keluarga, orang tua yang memiliki
peran yang sangat besar bagi anak tersebut. Peran orang tua bagi anak
sangat dominan, hal yang penting di antaranya adalah pola asuhan yang
diberikan oleh orang tua. Hal tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan
perilaku anak. Namun, tidak semua orang tua mengetahui pola asuh yang
tepat bagi anak mereka.
Menurut Diana Baumrind (1971) seorang ahli pola asuh
terkemuka, orang tua memiliki empat bentuk utama gaya pengasuhan.
otoritatif (authoritative parenting), pola asuh mengabaikan (neglectful
parenting), pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting) (Santrock,
2009: 100-101). Bermacam-macamnya pola asuh orang tua tersebut dapat
memberikan dampak yang akan melekat pada diri anak, baik perkataan
maupun perilaku mereka. Dampak tersebut dapat dilihat juga dari
kepribadian anak dan cara mereka berinteraksi sosial. Idealnya, jika pola
asuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya tepat, maka anak akan
tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik.
Kurang tepatnya pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak
dapat menimbulkan dampak yang negatif. Salah satu dampak tersebut
adalah dapat menyebabkan anak memiliki tingkat agresivitas yang tinggi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata agresif, salah satunya dapat
diartikan sebagai suatu perilaku kasar. Perilaku ini dapat dilihat dari
perlakuan seorang anak kepada orang lain, misalnya saja ketika anak
berada di sekolah bersama teman-temannya.
Setiap anak memiliki berbagai tingkat agresivitasnya
masing-masing. Sikap agresif pada siswa dapat dilakukan dengan bentuk
perbuatan maupun kata-kata. Dapat dijumpai di tengah masyarakat ketika
terdapat anak-anak yang mudah tersulut emosinya kemudian berkelahi
dengan teman sebayanya maupun berkata kasar ketika seorang anak
tersebut merasa tersinggung. Menurut Dayaksini dan Hudainah, salah satu
faktor yang mempengaruhi agresi adalah kekuasaan dan kepatuhan.
asuh orang tua, khususnya pola asuh authoritarian (Dayaksini: 2003).
Sedangkan Hurlock menyatakan bahwa setiap orang tua menerapkan pola
sikap dan perilaku yang berbeda terhadap anak. Oleh karena itu tidak
menutup kemungkinan jika anak juga mempersepsikan pola asuh orang
tua mereka berbeda satu dengan yang lain. Anak yang mempersepsikan
pola asuh orang tuanya dengan tingkat otoriter yang tinggi akan lebih
cenderung berperilaku agresif.
Perilaku agresif yang dapat terjadi salah satunya pada siswa yang
duduk di tingkat sekolah menengah. Agresivitas yang dilakukan di usia
tersebut dapat terjadi di arena sekolah maupun di lingkungan pergaulan
mereka. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat agresivitas yang
dimiliki siswa, di antaranya adalah lingkungan rumah, masyarakat dan
juga sekolah. Hal tersebut salah satunya didapatkan dari wawancara salah
seorang guru bahasa Arab di SMA Muhammadiyah Bantul. Wawancara
tersebut dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2016. Guru tersebut
menuturkan bahwa:
Terdapat beberapa perilaku yang menunjukkan agresivitas siswa. Perilaku tersebut di antaranya dapat berupa siswa melawan guru ketika diingatkan, kedisiplinan siswa menurun, penentangan terhadap peraturan yang telah dibuat oleh pihak sekolah. Ketika di luar arena sekolah, terdapat siswa yang mengikuti tawuran antar sekolah ketika terdapat ajang kompetisi olah raga seperti sepak bola dan voli.
Selain wawancara dengan guru bahasa Arab, wawancara kepada
guru BK sekolah juga dilakukan. Wawancara ini dilaksanakan pada
Perilaku anak-anak beranekan ragam. Terdapat anak-anak yang patuh disamping terdapat juga anak-anak yang lebih susah diatur. Perilaku anak-anak tersebut di antaranya seperti suka membolos ketika jam pelajaran berlangsung, berbicara dengan nada tinggi hingga berteriak-teriak, kurang memperhatikan ketika guru sedang menerangkan pelajaran di kelas dan sulit untuk diajak sholat berjama’ah di masjid. Guru BK juga menuturkan bahwa latar belakang keluarga siswa di SMA Muhammadiyah Bantul beraneka ragam, mulai dari siswa dengan orang tua yang “broken home”, anak tunggal hingga terdapat juga siswa yang tidak tinggal dengan orang tua kandungnya.
Di samping itu, dalam catatan BK 2016 terdata bahwa rata-rata
keterlambatan siswa SMA Muhammadiyah Bantul dari kelas X-XII
sebanyak 20 siswa perhari dengan alasan yang beraneka macam.
Kemudian juga contoh pada siswa kelas XI, dari satu kelas yang terdiri
dari 15 siswa, terdapat 2 orang siswa yang membolos. Selanjutnya terdapat
beberapa siswa yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah dan dalam
kurun waktu bulan Juli sampai September 2016, terjadi satu kasus
perkelahian antar siswa karena kesalahpahaman. Namun, permasalahannya
sudah dapat diselesaikan (Catatan BK 2016).
Dampak dari berbagai pola asuh orang tua terhadap tingkat
agresivitas anak dapat diketahui dari penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Salah satunya pada penelitian yang dilakukan oleh Aisyah.
Dalam penelitian tersebut, Aisyah (2010: 1) menyimpukan bahwa setiap
pola asuh memberikan sumbangan terhadap perilaku agresif. Sumbangan
tersebut dapat negatif maupun positif. Pada masing-masing pola asuh
terdapat sisi kelemahan dan kekuatannya. Berkaitan dengan hal tersebut,
menerapkan pola asuh yang sangat sedikit atau bahkan tidak dapat memicu
potensi perilaku agresif pada anak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dikaji lebih dalam
terkait hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa
SMA Muhammadiyah Bantul. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa
kelas XI SMA Muhammadiyah Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah Bantul?
2. Bagaimana tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul?
3. Adakah hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa
SMA Muhammadiyah Bantul?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Mengetahui pola asuh orang tua siswa SMA Muhammadiyah Bantul.
2. Mengetahui tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul.
3. Mengkaji hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran
dalam bidang ilmu pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis
Bagi Lembaga Pendidikan:
1.) Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik
yang ada di dalamnya, dan penentu kebijakan dalam lembaga
pendidikan, serta pemerintah secara umum. Dalam hal ini
adalah SMA Muhammadiyah Bantul.
2.) Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan
dan masyarakat yang ada.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini tercakup dalam V BAB:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan dan sitematika pembahasan.
Memuat uraian tentang tinjauan pustaka terdahulu terkait dengan
penelitian lain mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat
agresivitas siswa. Serta kerangaka teori yang relevan dan terkait dengan
tema hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa.
BAB III: METODE PENELITIAN
Memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan peneliti
beserta justifikasi/ alasannya, jenis penelitian, desain, lokasi, populasi dan
sampel, metode pengumpulan data, definisi konsep dan variabel, serta
analisis data yang digunakan pada penelitian tentang hubungan pola asuh
orang tua dengan tingkat agresivitas siswa.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan hubungan
pola asuh orang tua dan tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah
Bantul. Dapat dilihat mana yang lebih tepat antara hipotesa awal atau
hipotesa akhirnnya. Pembahasan dalam penelitian ini dibantu dengan
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS)
versi 16.
BAB V: PENUTUP
Berisi kesimpulan, saran-saran atau rekomendasi bagi peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka
Penelitian terkait dengan pola asuh dan tingkat agresivitas sudah
banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah penelitian
Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh
Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Siswa Madrasah Tsanawiyah
Negeri I Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan diperoleh rhitung sebesar -0,512 yang artinya menunjukkan
bahwa terdapat korelasi negatif (berlawanan arah) antara pola asuh orang
tua dengan perilaku agresif pada siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah
Negeri I Pontianak. Apabila pola asuh yang diberikan orang tua semakin
baik, maka semakin rendah perilaku agresif anak. Bagitu pula sebaliknya,
apabila pola asuh yang diberikan orang tua tidak baik maka semakin
meningkat pula perilaku agresif anak.
Demikian juga penelitian milik Yunita Anggaraningtyas, Salamah
Lilik dan Arista Adi Nugroho (2013) tentang Hubungan antara Koping
Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku
Agresi pada Remaja yang Dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya
pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Metode
pengambilan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara koping stres dan
persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresif pada
remaja oleh konformitas teman sebaya.
Demikian juga penelitian A.M. Diponegoro dan Muhammad Abdul
Malik (2013) tentang Hubungan Pola Asuh Otoritatif, Kontrol Diri,
Keterampilan Komunikasi dengan Agresivitas Siswa Kelas X SMA N 4
Yogyakarta. Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala agresivitas, skala pola asuh otoritatif, skala kontrol
diri dan skala keterampilan komunikasi yang disusun sendiri. Model skala
yang digunakan adalah skala likert. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat korelasi antara pola asuh otoritatif, kontrol diri dan
keterampilan komunikasi secara bersama-sama terhadap agresivitas.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, selain pola asuh orang tua
yang menjadi variabel yang dihubungkan, terdapat variabel lain yang
ditambah seperti koping stres, kontrol diri, dan keterampilan komunikasi.
Sedangkan pada penelitian ini fokus pada hubungan pola asuh orang tua
dengan tingkat agresivitas siswa SMA Muhammadiyah Bantul. Pada
penelitian sebelumnya yang jumlah variabelnya sama dengan penelitian
ini, yakni Korelasi Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada
Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri I Pontianak objek penelitiannya
adalah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedangkan penelitian
B. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini terdapat teori-teori dan konsep-konsep yang
relevan dengan pola asuh orang tua dan agresivitas.
1. Pola asuh orang tua
a. Pengertian pola asuh orang tua
Hasan Langgulung mengatakan yang dikutip oleh M.
Chabib Thoha dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam
bahwa pola asuh merupakan sebuah cara terbaik yang dapat
dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai wujud rasa
tanggung jawab kepada anak. Mendidik anak merupakan tanggung
jawab orang tua yang primer karena anak merupakan buah cinta
dari kedua orang tuanya dalam sebuah keluarga. Keluarga
merupakan elemen terkecil dalam masyarakat yang berperan
sebagai institusi sosial terpenting dan merupakan unit sosial utama
dengan melalui individu-individu yang dipersiapkan nilai hidup
dan kebudayaan yang utama (Chabib Thoha, 1996: 109-110).
Terdapat beberapa pendapat dari para ilmuan terkait dengan
pola asuh, di antaranya menurut Kohn (1971), pola asuh diartikan
sebagai sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak. Sikap ini
terlihat di antaranya dari cara orang tua memberikan peraturan
kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang
tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian
asuh merupakan upaya atau cara orang tua mendidik anak baik
secara langsung maupun tidak langsung (Chabib Thoha, 1996:
110).
Mendidik secara langsung berupa betuk-betuk asuhan orang
tua yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian,
kecerdasan dan keterampilan. Hal ini dapat berupa perintah,
larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah
sebagai alat pendidikan. Dari situasi-situasi tersebut diharapkan
dari diri anak muncul efek-intruksional yang merupakan
respon-respon anak terhadap aktivitas pendidikan itu. Sedangkan
pendidikan tidak langsung berupa contoh kehidupan sehari-hari
yang meliputi tutur kata, adat kebiasaan, pola hidup, hubungan
antara orang tua dengan keluarga, masyarakat dan hubungan suami
istri. Secara tidak sengaja, dari hal-hal tersebut telah membentuk
situasi agar anak selalu bercermin dari kehidupan sehari-hari orang
tuanya (Chabib Thoha, 1996: 110).
Diana Baumrind (Omrod, 2010: 94) memberikan definisi
bahwa pola asuh merupakan cara orang tua membesarkan anak
dengan memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan,
mendidik anak serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam
kehidupan sehari-hari. Baumrind juga menjelaskan bahwa ada
beberapa bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada
belakang kehidupan orang tua yang berbeda-beda akan mewarnai
pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak-anaknya
sehingga dampak yang diterima anak akan berbeda-beda pula
dalam pembentukan tingkah laku mereka (Rozali, 2015: 446).
Kemudian Baumrind (Widiana, dkk, 2006) mengatakan
bahwa pola asuh memiliki empat aspek yang diterapkan oleh orang
tua dalam pengasuhannya, yaitu:
1.) Kendali dari orang tua (parental control)
2.) Tuntutan terhadap tingkah laku matang (parental maturity
demands)
3.) Komunikasi antara orang tua dan anak (parent-child
communication)
4.) Cara pengasuhan atau pemeliharaan orang tua terhadap anak
(parental nurturance) (Rozali, 2015: 446).
b. Bentuk-bentuk pola asuh
Terdapat beberapa pendapat terkait pembagian pola asuh, ada
yang membagi menjadi empat seperti Diana Baumrind (1971).
Namun juga ada yang membagi pola asuh orang tua menjadi tiga,
yakni Hourlock (1973). Bentuk-bentuk pola asuh tersebut yakni:
1.) Otoriter (Authoritarian)
Pola asuh authoritarian merupakan cara orang tua
mengasuh anak dengan menetapkan standar perilaku bagi
Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan serta
mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standar tingkah
laku yang ditetapkan orang tua. Dalam pola pengasuhan ini
orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol anak tapi
kurang memiliki kedekatan dan komunikasi berpusat pada
orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses
memberi menerima dengan anaknya. Mereka menuntut
anaknya dengan cara mengekang dan memaksa anak untuk
bertindak seperti yang mereka inginkan.
Pola asuh ini ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
menggunakkan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa
anak untuk berperilaku seperti orang tua, kebebasan untuk
bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Orang tua jarang
mengajak anak untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran,
orang tua menganggap bahwa sikapnya sudah benar sehingga
tidak perlu dipertimbangkan kembali dengan anak. Pola asuh
ini juga dicirikan dengan penggunaan hukuman yang keras,
lebih banyak menggunakan hukuman badan, orang tua
mengatur segala keperluan anak dengan aturan yang ketat dan
masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia
dewasa (Chabib Thoha, 1996: 111).
2.) Demokratis (Authoritative)
Pada pola asuh ini orang tua mengasuh anaknya dengan
penuh cinta dan dukungan atau responsif terhadap sesuatu
yang dilakukan anak. Orang tua membuat aturan jelas dan
konsisten serta menerapkan standar tingkah laku terhadap
perilaku anak. Peraturan yang diterapkan orang tua disertai
dengan penjelasan dan penalaran kepada anak terkait alasan
suatu peraturan dibuat dan alasan bahwa anak diharapkan
untuk bertingkah laku tertentu. Orang tua authoritative juga
melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengikut
sertakan anak dalam diskusi serta mereka juga mengarahkan
aktivitas anak secara rasional, menghargai minat anak dan
menghargai keputusan anak agar mandiri. Orang tua yang
membesarkan anaknya dengan pola asuh authoritative dapat
menghasilkan anak dengan kemampuan yang lebih kompeten
dalam bersosialisasi, bahagia, lebih bertanggung jawab,
percaya diri, adaptif, kreatif mandiri, memiliki rasa ingin tahu
yang besar, peka dan terbiasa melakukan problem solving
(Omrod, 2010: 94).
Pada pola asuh ini, terlihat pengakuan orang tua terhadap
kemampuan anak dan mereka diberi kesempatan untuk tidak
peluang kebebasan kepada anak untuk dapat memilih sesuatu
yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya,
dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut
kehidupan anak itu sendiri. Kesempatan untuk
mengembangkan kontrol internal diberikan kepada anak
sehingga sedikit demi sedikit anak dapat berlatih untuk
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Anak dilibatkan dan
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur
hidupnya (Chabib Thoha, 1996: 111).
Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz El Qussy, bagi orang tua
tidak semua hal dapat ditolerir bagi anak, karena dalam hal-hal
tertentu orang tua dapat ikut campur tangan. Di antara hal-hal
tersebut adalah:
a.)Saat anak berada dalam keadaan yang membahayakan
hidup atau keselamatannya.
b.)Hal-hal terlarang untuk anak dengan tanpa alasan-alasan
yang jelas.
c.)Permainan yang terasa menyenangkan bagi anak namun
dapat menyebabkan keruhnya suasana maupun dapat
menganggu ketenangan umum.
Selain itu, hal-hal yang bersifat prinsip seperti pilihan
agama, pilihan nilai hidup yang sifatnya universal dan
belum memiliki wawasan yang cukup mengenai hal
tersebut. Oleh karena itu, tidak semua materi pendidikan
agama harus diajarkan secara demokratik kepada anak.
Dalam kisah Luqman, pendidikan aqidah islamiyah anak
diajarkan secara dogmatis (Chabib Thoha, 1996: 112).
3.) Permisif (Permissive)
Pada pola pengasuhan permisif orang tua hanya membuat
sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kuasa
untuk mencapai tujuan pengasuhan anak (Widiana, dkk, 2006).
Pola asuh permisif dibagi menjadi dua yakni permisif yang
mengabaikan dan permisif yang menuruti. Permisif yang
mengabaikan yaitu gaya pengasuhan orang tua yang sangat
tidak terlibat dalam kehidupan anak, dan permisif yang
menuruti yaitu gaya pengasuhan orang tua yang sangat terlibat
dengan anak. Namun, tidak terlalu menuntut atau mengontrol
mereka serta orang tua membiarkan anak melakukan apa yang
mereka inginkan (Rozali, 2015: 448).
Menurut Berk orang tua pemisif menerapkan sedikit sekali
disiplin dan sekalipun mereka menerapkan disiplin kepada
anak, mereka bersikap tidak konsisten dalam penerapan.
Mereka memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak
untuk berbuat semaunya dan anak tidak dituntut untuk belajar
rumah. Orang tua memperbolehkan anak untuk mengatur dan
membuat keputusan bagi diri sendiri, meskipun anak tersebut
belum siap untuk itu. Selain itu orang tua juga bersikap tidak
menghukum dan memiliki pengharapan dan standar yang
rendah terhadap perilaku anak.
Orang tua permisif tetap menyayangi anaknya, memberikan
lingkungan rumah yang penuh cinta dan dukungan tetapi
mereka juga membiarkan anak membuat berbagai keputusan
mengenai diri mereka sendiri (Omrod, 2010: 95). Anak yang
diasuh dalam pola asuh seperti ini akan menjadi anak yang
tidak kompeten dalam sosialisasi, tidak peka, loss control,
sehingga dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang
sangat agresif dan tidak patuh (Rozali, 2015: 448).
Ciri-ciri pola asuh permisif ini dapat terlihat dari cara orang
tua yang mendidik anak secara bebas, orang tua menganggap
anak sebagai orang dewasa atau muda, anak diberikan
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang ia
kehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, di
samping orang tua juga tidak memberikan bimbingan yang
cukup berarti bagi anaknya. Orang tua sudah menganggap
benar apa yang dilakukan anak dan tidak perlu mendapatkan
teguran, arahan ataupun bimbingan (Chabib Thoha, 1996:
2. Agresivitas
a. Pengertian Perilaku Agresif
Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia merupakan
tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan seseorang
terhadap sesamanya. Di dalam tindakan agresi terkandung maksud
untuk membahayakan atau mencederai orang lain.
Menurut Sadock dan Sadock (2003), perilaku agresif dapat
menimbulkan pencederaan fisikal maupun pencederaan nonfisikal.
Contoh pencederaan nonfisikal yakni agresi verbal (agresi lewat
kata-kata tajam menyakitkan). Contoh lain dari agresi yang
bahayanya tidak timbul secara langsung adalah pemaksaan,
intimidasi (penekanan) dan pengucilan atau pengasingan sosial
(Anantasari, 2006: 63).
Myer (2012) mendefinisikan agresivitas sebagai perilaku
fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang atau
menyebabkan kerusakan pada benda. Hal senada juga diungkapkan
oleh Baron (2003) mengemukakan agresi adalah tingkah laku yang
diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin
menghindari perlakuan semacam itu. Definisi dari Baron ini
mencakup empat faktor tingkah laku, yaitu: tujuan untuk melukai
atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku, individu yang
menjadi korban dan ketidak inginan si korban menerima tingkah
dilakukakan secara fisik maupun mental. Dengan demikian dapat
dilihat dan diamati, karena memiliki bentuk yang jelas, yaitu
bentuk fisik (pukulan, tendangan) dan verbal (cacian, hujatan,
makian) (Diponegoro, 2013: 344-345).
Agresif dapat didefinisikan juga sebagai suatu tindakan
yang memiliki maksud dan tujuan untuk melukai orang atau objek
lain dan hal itu dilakukan dengan kesengajaan (Sears, dkk., 2000:
4). Seorang ahli mengatakan bahwa agresivitas bukan sekadar
agresif yang berbentuk fisik yang bermanifestasi dengan cara
menendang, memukul, atau menghajar saja, tetapi ada
kriteria-kriteria tertentu yang dipakai untuk memahami dan mengerti
bahwa sesuatu itu merupakan agresivitas atau bukan (Mappiere,
2002: 88).
Bentuk-bentuk agresivitas yang diarahkan keluar maupun
ke dalam merupakan gejala umum tingkah laku agresif, hal ini
dapat diarahkan keluar maupun ke dalam diri seseorang seperti
bertindak kasar sehingga menyakiti orang lain, berkelahi, membuat
onar di sekolah, mengolok-olok secara berlebihan, mengabaikan
perintah dan melanggar peraturan (Diponegoro, 2013: 345).
Agresivitas juga melibatkan setiap bentuk penyiksaan
psikologis atau emosional seperti mempermalukan, menakut-nakuti
atau mengancam (Breskwell dikutip Berkowitz, 2003). Penjelasan
Namun pada dasarnya mereka memiliki kesamaan pendapat bahwa
agresif adalah tingkah laku seseorang untuk menyerang, menyakiti,
dan melukai orang lain atau objek secara fisik maupun psikis.
Suatu unsur penting dari agresi yang harus ada yaitu adanya tujuan
atau kesengajaan dalam melakukannya (Diponegoro, 2013: 345).
Dari berbagai teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa
agresivitas adalah perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk
menyakiti orang atau menyebabkan kerusakan pada benda.
b. Penyebab Perilaku Agresif
Penyebab perilaku agresif dapat digolongkan menjadi enam
faktor berikut ini:
1.) Faktor-Faktor Psikologis
Menurut beberapa ahli, perilaku agresif merupakan perilaku
naluriah yang dimiliki seseorang. Sigmund Freud mengatakan
bahwa dalam diri manusia terdapat naluri kematian yakni
energi yang tertuju untuk pengerusakan atau pengakhiran
kehidupan, di samping manusia memiliki naluri kehidupan.
Dalam pandangannya, perilaku agresi terutama berakar dalam
naluri kematian yang diarahkan kepada luar diri sendiri yakni
kepada orang lain. Sedangkan menurut Konrad Lorenz, agresi
yang menimbulkan bahaya fisikal terhadap orang lain berakar
Di samping sebagai perilaku naluriah, agresi merupakan
perilaku yang dipelajari. Menurut Albert Bandura, akar dari
perilaku agresif tersebut berasal dari respon-respon agresif
yang dipelajari manusia lewat pengalaman-pengalamannya di
masa lampau. Di dalam pembelajaran perilaku agresif, terlibat
pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong
perwujudan perilaku agresif (Anantasari, 2006: 64).
2.) Faktor-Faktor Sosial
Terdapat beberapa faktor-faktor sosial yang dapat
menimbulkan perilaku agresif, di antaranya yakni:
(a.)Frustasi: menurut hipotesis frustasi-agresi dari John
Dollard, frustasi dapat mengakari agresi. Namun tidak
setiap anak atau orang yang mengalami frustasi bermuara
kepada agresi. Terdapat variasi yang luas yang sehubungan
dengan reaksi yang bisa muncul dari anak atau orang yang
mengalami frustasi. Reaksi lain yang timbul dapat berupa
penarikan diri dan depresi.
(b.)Provokasi langsung: terdapat bukti-bukti yang
mengindikasikan bahwa pencederaan fisikal dan ejekan
verbal dari orang lain dapat memicu perlaku agresif.
(c.)Pengaruh tontonan perilaku agresif di televisi: semakin
banyak seorang anak menonton kekerasan melalui televisi,
tontonan kekerasan melalui televisi bersifat kumulatif, yang
berarti bahwa semakin panjang paparan tontonan kekerasan
dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkatkan
perilaku agresif (Anantasari, 2006: 64).
3.) Faktor-Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang diantaranya meliputi, pengaruh
polusi udara, kebisingan dan kepadatan jumlah penduduk dapat
melandasi pemicu perilaku agresif (Anantasari, 2006: 65).
4.) Faktor-Faktor Situasional
Hal yang termasuk ke dalam faktor ini diantaranya adalah
rasa sakit atau nyeri yang dialami oleh seseorang. Kemudian
mendorongnya untuk melampiaskan ke dalam perilaku agresif
(Anantasari, 2006: 65).
5.) Faktor-Faktor Biologis
Penyelidikan para peneliti yang berkaitan antara cedera
kepala dan perilaku kekerasan mengindikasikan bahwa
kombinasi cedera fisik dan cedera kepala yang pernah dialami
seseorang dapat turut melandasi pelampiasan perilaku agresif
(Anantasari, 2006: 65).
6.) Faktor-Faktor Genetik
Pengaruh faktor genetik yakni seorang pria yang memiliki
kromosom XYY dapat berpeluang besar memunculkan
Sikap agresif secara internal dipengaruhi oleh faktor antara
lain (Diponegoro, 2013: 346):
(a.)Kepribadian: kepribadian seorang individu dibentuk oleh
lingkungan dengan belajar sosial sehingga konsep diri,
kontrol diri dan regulasi diri sangat banyak dipengaruhi
oleh lingkungan individu tumbuh dan berkembang.
Kemampuan individu mengontrol dirinya sendiri juga
dipengaruhi oleh budaya di lingkungannya.
(b.)Hubungan interpersonal: hubungan ini mencakup
keterampilan berkomunikasi, seorang individu yang
memiliki keterampilan komunikasi yang kurang baik akan
memicu agresivitas dalam hubungan dengan orang lain,
sebaliknya bila memiliki keterampilan berkomunikasi yang
baik maka akan mengakibatkan agresivitas yang rendah.
Frustasi adalah kondisi individu yang tidak dapat
mencapai keinginan atau gagal mencapai tujuan yang
diinginkan atau mengalami hambatan dalam kebebasan
bertindak. Menurut Dollar Miller (Sarwono, 1996) agresi
dipicu oleh frustasi merupakan pelampiasan perasaan
frustasi.
Menurut Schneiders (Widyaningrum, 1998) rasa
bersalah dan agresi sangat berhubungan karena rasa
berperilaku agresif untuk mendapatkan hukuman dengan
hukuman tersebut dapat mengurangi rasa bersalah dalam
dirinya.
(c.)Usia dan Jenis Kelamin, dijelaskan oleh Hessel (Hurlock,
1996) remaja usia 14 tahun memasuki masa perubahan
yang rawan dan mudah marah sering tidak memperhatikan
norma dan mudah melakukan perilaku agresif.
c. Ciri-Ciri Perilaku Agresif
Terdapat ciri-ciri perilaku agresif yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.) Menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain atau
objek-objek penggantinya.
Perilaku agresif yang dilakukan oleh anak hampir pasti
menimbulkan bahaya berupa rasa sakit yang dialami oleh
dirinya sendiri maupun orang lain. Rasa sakit tersebut dapat
berupa rasa sakit pada fisik (pemukulan, dilempar benda keras
dan sebagainya) dan rasa sakit pada psikisnya (diancam, diberi
umpatan dan sebagainya).
b.) Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya
Perilaku agresif terutama yang bersifat ke luar, pada
umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak diinginkan
oleh organisme yang menjadi sasarannya.
Pada umumnya, perilaku agresif selalu dikaitan dengan
pelanggaran terhadap norma sosial. Di dalam lingkungan
sosial, masyarakat akan menganggap sebuah perilaku menjadi
agresif ketika dikaitkan dengan pelanggaran norma sosial,
misalnya melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak
bersalah (Anantasari, 2006: 90-92).
3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Agresivitas Siswa
Keluarga merupakan wahana yang paling berperan dalam
menentukan anak memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Teknik
yang dilakukakan oleh orang tua di dalam menanggapi apa yang
dilakukan oleh orang tua dapat membentuk atau melatih kepribadian
mereka. Cara-cara yang tidak efektif dilakukan orang tua dan
cenderung destruktif di antaranya adalah ketika orang tua lebih banyak
menggunakan hukuman fisik pada anak dan memberikan disiplin yang
tidak konsisten. Sebagai contohnya, terkadang untuk perilaku tertentu
anak dihukum secara keras tetapi kadang dibiarkan saja atau yang lebih
parah lagi dianggap lucu; menonjolkan kekuasaan orang tua dan
menunjukkan sikap benci pada anak.
Cara-cara yang dilakukan orang tua yang kurang tepat seperti di
atas cenderung tidak mengupayakan alternatif-alternatif yang lebih
dapat diterima, bahkan malah menjadi model agresif bagi anak. Di
samping itu, kebutuhan kasih sayang terhadap anak menjadi kurang
termasuk orang tuanya. Hal seperti ini dapat menyebabkan anak
semakin tidak mau mematuhi orang tuanya. Semakin keras disiplin
yang diterapkan orang tua, anak semakin melanggarnya. Interaksi
semacam ini kemudian dapat mempengaruhi iklim keluarga yang
penuh permusuhan dan dapat memicu tindakan agresi
anggota-anggotanya. Agresivitas pada anak dapat berkembang dari keluarga,
tetapi keluarga juga dapat mengontrol agresivitas mereka. Tugas dan
fungsi orang tua adalah melatih anak untuk mengontrol diri dan tidak
mengembangkan agresivitasnya (Anantasari, 2006: 107-108).
C. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini ingin dibuktikan bahwa terdapat hubungan
antara pola asuh orang tua dengan tingkat agresivitas siswa SMA
Muhammadiyah Bantul. Penelitian ini didasari oleh kerangka pikir sebagai
berikut:
Keluarga merupakan tempat yang paling berpengaruh di dalam
membentuk perilaku anak. Di dalam keluarga tersebut pola asuh orang tua
yang beraneka ragam dapat menentukan sikap yang dilakukan anak di
dalam pergaulan mereka. Hal ini dapat dilihat salah satunya dari perilaku
anak di sekolah maupun ketika anak bergaul dengan teman-temannya.
Salah satu perilaku yang dapat terjadi pada anak adalah memiliki tingkat
agresivitas yang tinggi. Kasus yang terjadi di sekolah misalnya, anak
dengan guru, bahkan terdapat sebagian siswa yang terlibat dalam tawuran
antar sekolah karena persoalan sepele.
Hal-hal yang terjadi tersebut tidak bisa dipisahkan dari peran pola
asuh yang diterima oleh anak di dalam keluarganya. Anak-anak yang
memiliki agresivitas yang tinggi bisa disebabkan karena keluarga yang
broken home, orang tua yang kurang memperhatikan anak, atau bahkan
orang tua yang terlalu mengekang anak sehingga anak menjadi
memberontak dan sebagainya. Jika di dalam keluarga pola asuh yang
diberikan oleh orang tua sudah tepat, maka secara ideal anak tidak akan
memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan jika
terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat agresivitas anak.
Namun yang dapat berpengaruh besar di dalamnya adalah berasal dari cara
orang tua menerapkan pola asuh pada anaknya.
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu statemen tentatif tentang parameter
populasi atau tentang distribusi populasi. Hipotesis dapat saja benar
maupun salah dan hipotesa selalu terbuka terhadap kecurigaan. Hipotesis
ini akan diuji dengan menggunakan teknik pengujian tersendiri sehingga
pada akhirnya dapat diambil sebuah kesimpulan terkait dengan diterima
atau ditolaknya hipotesa tersebut (Nazir, 1988: 328-329).
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Ha: Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat
b. Ho: Tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) dengan
menggunakan metoda statistika untuk mengolahnya. Pada dasarnya,
pendekatan ini dilakukan untuk penelitian inferensial dengan tujuan untuk
pengujian hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu
probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metoda
kuantitatif akan diperoleh signifikasi hubungan antar variabel yang diteliti
(Saifuddin, 2001: 5). Pertimbangan menggunakan metode dan pendekatan
tersebut karena penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan keadaan
dari variabel atau gejala-gejala yang diteliti kebenarannya, berdasarkan
fakta-fakta yang ditemui di SMA Muhammadiyah Bantul. Bentuk
penelitian dalam ini adalah studi hubungan atau korelasional.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu pola asuh
orang tua dan tingkat agresivitas anak. Berikut akan dijelaskan definisi
konseptual dan operasional dari kedua variabel tersebut.
a. Pola asuh orang tua
Pola asuh merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Variabel
atau berefek pada outcome. Variabel ini juga dikenal dengan istilah
variabel treatment, manipulated, antecedent atau predictor (Creswell,
2016: 70).
1.) Definisi Konseptual
Berdasarkan pendapat dari para ahli yaitu Hasan Langgulung,
Kohn dan Diana Baumrind pola asuh merupakan salah satu upaya
yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak baik secara
langsung maupun tidak langsung sebagai wujud tanggung jawab
orang tua terhadap anak.
2.) Definisi Operasional
Orang tua melakukan salah satu upaya dalam mendidik anak
baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai wujud
tanggung jawab orang tua terhadap anak.
Tabel. 1
Kisi-Kisi Instrmen Variabel Pola Asuh Orang tua
Dimensi Indikator Item Soal Total
Favorable Unfavorable
Demokratis a. Membuat aturan yang disertai
16, 17, 18, 19, 20
dengan
Permisif a. Tidak banyak terlibat dalam
Agresivitas merupakan variabel terikat dalam penelitian ini.
Variabel terikat merupakan variabel yang bergantung pada variabel
bebas. Variabel terikat ini merupakan outcome atau hasil dari variabel
bebas. Istilah lain untuk variabel terikat adalah variabel criterion,
outcome, effect atau response (Creswell, 2016: 70).
1.) Definisi Konseptual
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yakni Sadock, Myer,
Baron, Diponegoro dan Malik, agresivitas merupakan perilaku
seseorang (siswa) baik secara fisik maupun verbal yang bertujuan
2.) Definisi Operasional
Seseorang (siswa) yang berperilaku baik secara fisik maupun
verbal yang bertujuan menyakiti orang lain atau menyebabkan
kerusakan benda.
Tabel. 2
Kisi-Kisi Instrumen Variabel Agresivitas Siswa
Dimensi Indikator Item Soal Total
Favorable Unfavorable
Verbal a. Melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti orang lain
b. Mencemooh orang lain dengan kata-kata secara sengaja
Non-Verbal a. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik
b. Berbuat onar di lingkungan sekolah/ masyarakat
c. Tidak disiplin di sekolah
23, 25, 26
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah Bantul dengan
pertimbangan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang
D. Populasi dan Sampel
a. Populasi Penelitian
Populasi merupakan kumpulan dari individu dengan kualitas atau
ciri-ciri yang telah ditetapkan. Sebuah populasi dengan jumlah
individu tertentu dinamakan populasi finit sedangkan jika jumlah
individu dalam kelompok tidak memiliki jumlah yang tetap, ataupun
jumlahnya tidak terhingga, dinamakan infinit.
Terkait dengan keterangan mengenai populasi dapat dikumpulkan
dengan dua cara. Pertama, tiap unit populasi dihitung. Cara ini disebut
sebagi sensus atau complete enumeration. Kedua,
perhitungan-perhitungan dilakukan hanya pada bagian unit populasi saja.
Keterangan diambil dari “wakil” populasi atau disebut juga sebagai
sampel. Teknik ini dinamakan survei sampel (sample survey) atau
sample enumeration (Nazir, 1988: 325).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa SMA
Muhammadiyah Bantul kelas XI angkatan tahun 2016/ 2017
dikarenakan kelas XI merupakan pertengahan jenjang di dalam
tingkatan Sekolah Menengah Atas. Kelas XI mempunyai enam kelas
yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPS 1, XI IPS 2, XI IPS 3
Tabel. 3
Populasi Siswa SMA Muhammadiyah Bantul
No. Kelas Populasi
Sampel merupakan bagian dari populasi. Survei sampel merupakan
suatu prosedur dengan hanya menggunakan sebagian dari populasi saja
yang diambil dan digunakan dalam menentukan sifat dan ciri yang
dikehendaki dari populasi (Nazir, 1988: 325).
Sampel yang dipilih sebagai landasan penyimpulan harus dapat
mewakili atau representatif untuk populasinya. Salah satu cara terbaik
untuk memperoleh sampel seperti itu adalah teknik random sampling.
Dasar pokok dari random sampling adalah bahwa semua anggota
populasi mempunyai peluang yang sama untuk dimasukkan menjadi
anggota sampel (Hadi, 1979: 303).
Apabila subyeknya kurang dari 100, sebagai patokannya lebih baik
diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Namun jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara
10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
2.) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal
ini menyangkut banyak sedikitnya data.
3.) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk
penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar,
hasilnya akan lebih baik (Arikunto, 1993: 107).
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini
mengambil sampel dengan prosentase sebesar 20 % sehingga
jumlah siswa yang dijadikan sampel sebanyak 27 responden.
Tabel. 4
Sampel Penelitian Siswa SMA Muhammadiyah Bantul
No. Kelas Populasi Sampel (20 %)
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
metode ilmiah yang bertujuan untuk menguji hipotesa yang telah
dirumuskan. Data yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan.
Validitas dari data dapat ditingkatkan jika alat pengukur serta kualitas dari
pengambil datanya sendiri cukup valid.
Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar
metode mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin
dipecahkan. Masalah berfungsi memberi arah dan mempengaruhi metode
pengumpulan data (Nazir, 1988: 211).
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:
a. Angket/ Kuisioner
Angket/ kuisioner merupakan teknik pengumpulan data melalui
formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk
mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang
diperlukan oleh peneliti (Mardalis, 1993: 67). Dalam penelitian ini
angket akan diberikan secara langsung pada responden yang
berjumlah 27 siswa.
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala likert. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan (Sugiono, 2015: 93).
Di dalam angket yang disebarkan, sudah tersedia pernyataan
yang disertai dengan pilihan jawabannya dan responden tinggal
memilih jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Jawaban yang
disediakan mempunyai rentang skor 1-5 yaitu: 1 berarti sangat
rendah, 2 berarti rendah, 3 berarti sedang, 4 berarti tinggi, 5 berarti
item untuk variabel pola asuh orang tua dan 40 item untuk variabel
tingkat agresivitas. Pada setiap soal disediakan lima alternatif
jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), kurang
setuju (KS), tidak setuju (TS) dengan skoring untuk item soal
favorable SS = 5, S = 4, N = 3, KS = 2, TS = 1 dan untuk item
unfavorable SS = 1, S = 2, N = 3, KS = 4, TS = 5.
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan
melalui bercakap-cakap atau bertatap muka dengan orang yang
dapat memberikan keterangan pada si peneliti. Wawancara ini
dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui
observasi (Mardalis, 1993: 64).
Wawancara ditujukan kepada guru mata pelajaran dan guru BK
yang mengerti kondisi siswa SMA Muhammadiyah Bantul.
c. Dokumentasi
Dengan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya
(Arikunto, 2010: 274).
Dokumen yang digunakan dalam penelitan ini adalah dokumen
mengenai gambaran umum tentang sekolah SMA Muhammadiyah
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Alat ukur atau instrumen di dalam penelitian harus melalui uji
validitas dan uji reliabilitas. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid
apabila mampu mengukur sesuatu yang diinginkan dan dapat mengungkap
data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2010: 211).
Instrumen dapat dikatakan baik jika mampu mengungkap data yang dapat
dipercaya. Uji reliabilitas menunjuk pada tingkat kehandalan sebuah
instrumen.
Uji validitas instrumen dapat menggunakan koefisien korelasi yang
dikemukakan oleh Pearson. Kemudian penghitungannya dapat dibantu
dengan program SPSS. Rumus korelasi Pearson sebagai berikut
(Masrukhin, 2007: 123):
rxy = –
Keterangan:
rxy = angka indeks (koefisien) korelasi antara variabel X dan Y
Ʃ XY = jumlah perkalian masing-masing skor variabel X dan Y
Ʃ X = jumlah masing-masing skor variabel X
Ʃ Y = jumlah masing-masing skor variabel Y
Ʃ X2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel X
Ʃ Y2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel Y
N = jumlah kasus (number of cases)
Sedangkan uji reliabilitas instrumen dapat menggunakan rumus
soal. Uji reliabilitas instrumen dibantu juga dengan menggunakan program
SPSS. Rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
r 11 = 2 x r ½ ½
( 1 + r ½ ½ )
Keterangan:
r 11 = reliabilitas instrumen
r ½ ½ = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasional antara dua
belahan instrumen (Arikunto, 2013: 223).
G. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik
analisis korelasional yang merupakan teknik analisis mengenai hubungan
antara dua variabel atau lebih. Tujuannya adalah mencari bukti ada atau
tidak adanya hubungan, menjawab pertanyaan (lemah, cukup, kuat),
memperoleh kejelasan dan kepastian (signifikan atau tidak) (Masrukhin,
2007: 121). Proses penghitungan data dibantu dengan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS), aturan dalam penyimpulan data
pada analisis ini sama dengan aturan penyimpulan dalam data analisis
komparatif, yakni dengan melihat signifikansi. Jika sig > 0,5, korelasi
dinyatakan tidak signifikan.
Rumus yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
adalah rumus korelasi product-moment (Masrukhin, 2007: 123):
rxy = –
Keterangan:
rxy = angka indeks (koefisien) korelasi antara variabel X dan Y
Ʃ XY = jumlah perkalian masing-masing skor variabel X dan Y
Ʃ X = jumlah masing-masing skor variabel X
Ʃ Y = jumlah masing-masing skor variabel Y
Ʃ X2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel X
Ʃ Y2 = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel Y
N = jumlah kasus (number of cases)
Di dalam penelitian, untuk mengidentifikasi tinggi rendahnya
koefisien korelasi atau menginterpretasikan koefisien korelasi digunakan
pedoman sebagai berikut (Hadi, 1989: 135):
X = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
SDi = 1/6 (skor tertinggi – skor terendah)
Untuk kategori tinggi = (X + 1 Sdi) – (X + 3 SDi)
Untuk kategori sedang = (X – 1 SDi) – (X + 1 SDi)
1. Letak Geografis
Keberadaan sebuah sekolah di tengah lingkungan masyarakat
mempunyai nilai yang signifikan dalam upaya pembentukkan akhlak serta
mengembangkan potensi peserta didik dalam masyarakat. Sekolah tidak
hanya mempunyai fungsi sebagai tempat untuk proses belajar mengajar,
tetapi bisa berfungsi seperti kampung kecil. Kampung tersebut terdapat
beberapa macam aktivitas yang dilaksanakan, misalnya: mulai dari
kadesnya yaitu seorang kepala sekolah sampai rakyatnya yaitu para siswa.
Agar orang lain dapat lebih mudah mengetahui dan menjangkau lokasi
tersebut maka diperlukan sebuah denah atau peta lokasi yang di dalamnya
dicantumkan nama, tempat atau lokasi sekolah tersebut.
Begitu juga dengan keberadaan SMA Muhammadiyah Bantul ini
yang keberadaannya juga sangat diperlukan oleh masyarakat terutama
untuk mengetahui tentang di mana letak lokasi sekolah tersebut berada.
Selengkapnya akan kami terangkan letak geografis tentang keberadaan
SMA Muhammadiyah Bantul sebagai berikut:
a. Sebelah Utara dibatasi oleh gedung resort Bantul.
b. SebelahTimur dibatasi jalan gang (jalan kecil), rumah penduduk dan
c. Sebelah Selatan dibatasi oleh jalan raya Urip Sumoharjo.
d. Sebelah Barat dibatasi oleh sawah dan Toko Pantes.
Sedangkan alamat lengkap dari keberadaan SMA Muhammadiyah
Bantul sendiri berada di Selatan kota Bantul yaitu jalan Urip Sumoharjo
no. 4A Bantul 55711, yang berjarak kurang lebih 10 km ke arah selatan
Kota Yogyakarta. Keberadaan gedung tersebut menempati tanah milik
yayasan Muhammadiyah Majelis Pendidikandan Kebudayaan. Dahulunya
adalah bekas persawahan penduduk yang telah dibeli oleh yayasan.
Sedangkan seluruh bangunan yang ada menjadi milik sekolah secara
penuh untuk dikelola dan dirawat secara baik-baik.
2. Sejarah Berdirinya
Didorong oleh keadaan ekonomi, politik dan sosial saat itu yang
kurang kondusif, sehingga dunia pendidikan belum sepenuhnya mampu
disediakan oleh pemerintah. Maka berkumpullah tokoh–tokoh
Muhammadiyah Cabang Bantul. Saat itu membahas untuk menyatukan
tekad membantu pemerintah dalam menyediakan sarana pendidikan.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang maka disepakati untuk
mendirikan Sekolah Menengah Atas yang kemudian dikenal dengan SMA
Muhammadiyah Bantul.
SMA Muhammadiyah Bantul berdiri pada tangga l1 Agustus 1964
pengajaran Cabang Bantul Nomor: 067/BP/1964 tertanggal 20 Juni 1964.
Kemudian dikukuhkan lagi dengan keluarnya Piagam pendirian
Perguruan Muhammadiyah Nomor: 2979/M.614/DIY.04/1977 tertanggal
17 Ramadhan 1397 bertepatan dengan 1 September 1977.
SMA Muhammadiyah Bantul terdaftar pada Majelis Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan :
Pusat Nomor : 2979 / M.614 / DIY.64 / 1977
Wilayah Nomor : 103 / M.028 / 1.64 / 1977
Daerah Nomor : 01 / C.Piag. / 1977
Diperbaharui oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 0258 / II.A1 / 1.d / 2000
tertanggal 9 Dzulhijjah 1420 H / 15 Maret 2000 M.
3. Letak/ Lokasi Sekolah
SMA Muhammadiyah Bantul terletak di tempat yang strategis, di
kawasan pusat Kota Bantul, Jalan Urip Sumoharjo 04 A Bantul, kode pos
55711, tepatnya pada koordinat LS -70,53”.27,8’. BT 1100.19”.38,6’
telepon (0274) 367575, website: www.sma-muhiba.sch.id, Dusun
Badegan, Desa Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Provinsi
Adapun batas-batas lokasi SMA Muhammadiyah Bantul sebagai
berikut. Sebelah Utara dan Timur berupa rumah-rumah penduduk,
sebelah Barat kompleks Kantor Kepolisian Resort Bantul dan pertokoan,
sedangkan sebelah Selatan adalah Jalan Urip Sumoharjo yang di
seberangnya berderet Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul, SPBU
Gose Bantul dan pusat perbelanjaan.
SMA Muhammadiyah Bantul terletak di atas tanah seluas 9052
m2. Bangunan berupa ruang-ruang pembelajaran dan pendukung berlantai
satu, dua dan tiga seluas 4794 m2, masjid seluas 432 m2, lapangan olah
raga seluas 1920 m2, halaman dan lain-lain seluas 2720 m2.
4. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
a. Visi
Visi SMA Muhammadiyah Bantul “Menjadi Sekolah Unggul Pilihan Umat”.
b. Misi
1. Mewujudkan sekolah yang “terdepan” (tertib, demokratis,
professional, agamis dan nyaman).
2. Melaksanakan pembelajaran yang intensif, kreatif, dan inovatif.
3. Mengembangkan potensi olah raga, seni dan life skill.
4. Membentuk kader Muhammadiyah yang tangguh dan
5. Melaksanakan pendidikan berwawasan lingkungan yang sehat.
6. Mewujudkan sekolah bebas narkoba.
c. Tujuan Sekolah
1. Terwujudnya sekolah yang “terdepan” (tertib, demokratis,
professional, agamis dan nyaman).
2. Terwujudnya peserta didik yang cerdas dan berprestasi di
bidang akademik.
3. Terwujudnya peserta didik yang berprestasi di bidang olah
raga, seni dan kecakapan hidup (life skill).
4. Terbentuknya peserta didik yang mampu baca al-Qur’an dan
berkepribadian islami sebagai kader persyarikatan yang
tangguh.
5. Terwujudnya peserta didik yang peduli terhadap lingkungan.
6. Terwujudnya sekolah bebas narkoba.
d. Strategi untuk Mencapai Tujuan Sekolah adalah:
1. Melaksanakan sosialisasi program sekolah kepada semua
warga sekolah dan stake holder pendidikan.
2. Melaksanakan pembelajaran yang berprinsip “mendidik
dengan hati”.
3. Menciptakan budaya islami dan budaya tertib dengan 5T (tertib
masuk, KBM, administrasi, ibadah dan pakaian) di lingkungan
4. Menciptakan rasa kebersamaan dan iklim kerja yang kondusif.
5. Mengintensifkan pembelajaran ekstrakurikuler dan
berpartisipasi dalam berbagai lomba.
6. Melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
7. Menyelenggarakan pelatihan/ pembinaan kader dan mengikut
sertakan peserta didik dalam berbagai kegiatan persyarikatan.
8. Menciptakan lingkungan sekolah yang sejuk, bersih, sehat dan
bebas asap rokok.
9. Melaksanakan evaluasi pembelajaran secara periodik,
berkesinambungan dan akuntabel.
10.Mengintensifkan bimbingan bidang keagamaan (salat fardu
dan salat duha, baca al-Qur’an, berinfak, bertausiah dan
sebagainya).
11.Melaksanakan gerakan pencegahan dan pemberantasan
narkoba, obat-obat terlarang dan menciptakan sekolah yang
5. Struktur Organisasi Sekolah
6. Personil Sekolah
a. Pendidik
SMA Muhammadiyah Bantul memiliki pendidik sebanyak 36
orang, dengan jenjang pendidikan pasca sarjana (S2) 2 orang, Sarjana
(S1) 32 orang dan sarjana muda 20 orang, terdiri atas PNS 19 orang,
GTY 8 orang, dan GTT 9 orang; guru tersertifikasi 26 orang dan 10
Tabel. 5
Daftar Pendidik SMA Muhammadiyah Bantul
No Nama Status Pendidikan Mapel yg diampu Sertifikat
1
Drs. HUMAN SAPTAPUTRA, M.Pd
PNS S.2 Matematika Sudah
2 Drs. SUPARJONO PNS S.1 Biologi Sudah
3 Dra. Hj. MURNIYATI PNS S.1 Bhs Indonesia Sudah
4 Dra. Hj. SRI SURYANINGSIH PNS S.1 Bhs Inggris Sudah
5 Dra. RIEN ASTIANA PNS S.1 Kimia Sudah
6 Dra. Hj. WAHYUNINGSIH PNS S.1 Kimia Sudah
7 Hj. MURTINI, S.Pd PNS S.1 BK Sudah
8 Drs. H. SUNGKONO PNS S.1 Sosiologi Sudah
9 SRI KARTINI, S.Pd. PNS S.1 Sejarah Sudah
10 MUGIYONO, S.Pd PNS S.1 BK Sudah
11 SAMSUL ARIFIN, S.Pd PNS S.1 Penjas OR Sudah
12 SISWANTI, S.Pd PNS S.1 Bhs Indonesia Sudah
14 NGADIMIN, S.Pd PNS S.1 Seni Budaya Sudah
15 Drs. SUPRIYANTA, M.Pd PNS S.2 Fisika Sudah
16 HARJITO, S.Pd PNS S.1 Geografi Sudah
17 Dra. Hj. RUMHAYATI PNS S.1 Pkn Sudah
18 Dra. SRI SUWARNI PNS S.1 Matematika Sudah
19 SUEDI, S.Pd PNS S.1 Ekonomi Sudah
20 Drs. SUBARJO GTY S.1 Ekonomi Tidak
21 Drs. WIDADI GTY S.1 Geografi Sudah
22 SIGIT NURYANTA GTY S.1 Fisika Belum
23 Drs. MUHAMMAD ASROWI GTY D 3 PAI Sudah
24
DWI SUMARIYANTO, S.Kom
GTY S.1 TIK Sudah
25 BAYU SUPRIYANTA, SE GTY S.1 Seni Musik Belum
26 BURHANI, S.Pd GTY S.1 Bhs Inggris Sudah
27 TITIK ISMIYATI, S.Pd GTY S.1 Biologi Sudah
28
Drs. M.SYAHRO HADIPUTRO
GTT S.1 PAI Sudah
30 ANITA DWI ASTUTI, S.Pd GTT S.1 BKK Belum
SMA Muhammadiyah Bantul memiliki tenaga kependidikan
sebanyak 14 orang dengan status PTT.
Tabel. 6
Daftar Tenaga Kependidikan
No Nama Jabatan Pendidikan Status Pegawai
1 MUHARI HANAFI Ka TU SPG 1980 PTT
2 SUKARJO Bendahara SMA 1979 PTT
3 SUWARSO TU SMA 1974 PTT
5 MUKHLIS Laboran SMA 1984 PTT
6 SARIJAN TU SMEA 1981 PTT
7 MUH ZUHDI MUNAWIR TU SMA 1983 PTT
8 SAYIDATUN HASANAH TU SMK 2000 PTT
9 SUPARMAN Pesuruh SR 1962 PTT
10 JUMAR Pesuruh SD 1988 PTT
11 NOTO LEGOWO Pesuruh SMP PTT
12 ARISMAN Pesuruh SMP PTT
13 ROKHANIYATI, A.Md Petugasperpus D3 Perpus SMA PTT
14 SUKARTIJA Satpam SMP PTT
7. Peserta Didik
Dalam lima tahun terakhir SMA Muhammadiyah Bantul memiliki
2014 / 2015 108 43 62 44 52 309
2015 / 2016
8. Orang Tua Peserta Didik
Orang tua peserta didik SMA Muhammadiyah Bantul sebagian
besar bermata pencaharian sebagai buruh serabutan dan berpendidikan
Tabel. 10 Pekerjaan Orang Tua
Tahun
Pelajaran
Pekerjaan orang tua
Jumlah Buruh Petani PNS TNI/Polri Pedagang
2011 /
2012
163 45 17 6 96 337
2012 /
2013
187 29 12 4 77 309
2013 /
2014
166 30 14 4 71 285
2014 /
2015
93 70 31 5 110 309
2015 /
2016
9. Sarana dan Prasarana
Beberapa fasilitas pembelajaran yang terdapat di SMA Muhammadiyah