• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya serta usulan pengelolaannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya serta usulan pengelolaannya"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis

de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA

SERTA USULAN PENGELOLAANNYA

DISERTASI

Oleh Waluyo Subagyo

P. 26600003

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

A B S T R A K

Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya. Dibimbing oleh John Haluan, Daniel R. Monintja dan Bambang Sadhotomo.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pola pemanfaatan dan pola pengelolaan untuk mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di perairan Cilacap dan sekitarnya secara berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan di perairan Cilacap dan sekitarnya pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2002

Evaluasi potensi sumber daya udang jerbung menggunakan model surplus produksi dengan menganalisis homogenitas udang, parameter laju pertumbuhan, kematian, panjang maksimum dan panjang udang masuk daerah penangkapan. Evaluasi pengelolaan dilakukan dengan mengacu pada teori – teori pengelolaan sumber daya udang yang disesuaikan dengan kondisi perairan dan situasi pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya serta pengembangan pemanfaatan yang optimum pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan udang jebung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan bagian timur tidak homogen, sehingga dalam pengelolaan udang jerbung tidak dapat disatukan dan harus dipisah antara perairan bagian barat dengan bagian timur. Pemanfaatan sumber daya udang berdasarkan analisis hasil udang per satuan upaya dengan jumlah upaya penangkapan di perairan barat dan perairan timur padat tangkap dan perlu dikurangi upaya penangkapan yang ada. Pemanfaatan sumber daya udang berdasarkan analisis biologi udang yang tertangkap mendekati padat tangkap, sehingga tidak dikeluarkan izin penangkapan baru untuk alat tangkap trammel net dan diikuti dengan pemantauan lebih intensif di lapangan. Jika hasil pemantauan tersebut sudah padat tangkap maka digunakan analisis hasil udang per satuan upaya dengan jumlah upaya penangkapan di perairan tersebut dengan pengaturan pemanfaatan menggunakan batasan yang kecil yaitu MSY dan f optimum udang jerbung.

Untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dialokasikan 475 buah motor tempel Pangandaran Ciamis dan 10 buah kapal motor Cilacap. Untuk perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dialokasikan 52 buah motor tempel Gombong, 113 buah motor tempel Cilacap, 235 buah kapal motor berukuran kurang dari 10 GT dan 88 buah kapal motor berukuran 11 – 20 GT tetapi untuk kapal motor ukuran 21 – 30 GT dan diatas 30 GT tidak diperbolehkan beroperasi di perairan tersebut. Simulasi alokasi upaya penangkapan optimum tersebut dengan uji deviasi ternyata merupakan alokasi optimum yang terbaik dan akan mengoptimumkan pemanfaatan yang berkelanjutan dalam aspek produktivitas dan aspek usaha penangkapan. Pengurangan kapal motor alat tangkap trammel net tersebut dialihkan ke alat tangkap gillnet untuk menangkap ikan pelagis.

(3)

ABSTRACT

Waluyo Subayo. The exploitation state of banana prawn (Penaeus merguiensis de Man) in Cilacap and its adjacent waters and propose manajement Under the direction of John Haluan, Daniel R. Monintja and Bambang Sadhotomo.

This research has the purposes to optimize the exploitation of the banana prawn (Penaeus merguiensis de Man) in Cilacap and its adjacent waters, and to propuse a sustainable resources management on banana prawn, adjusted to the the field situation and condition. This research was performed in Cilacap waters from August to December 2002.

Evaluation of banana prawn resources potential was conducted using surplus production model, homogeneity analysis, growth rate, mortality rate, the optimum length to catch. The evaluations is referred to banana prawn management, adapted to the water condition and the level of banana prawn resources exploited in Cilacap and its adjacent waters.

The result showed that the growths of banana prawn in the western and eastern part of Cilacap waters were significantly different. Therefore, the management of the resources must be separated. According to the CPUE analysis, the shrimp resource is already fully exploited, either in the western part or the eastern part of Cilacap waters, so the effort has to be decreased. Biological analysis so that the utilization of the shrimp resource is on the level of nearly fully exploited. For this level, new fishing license for trammel net should not be issued and intensive monitoring should be conducted. If the monitoring result showed the stage of fully exploited, the utilization has to be controlled with the minimum limitation, namely the MSY and f optimum.

For utilizing the banana prawn resource in the western part of Cilacap water, optimally, it is allocated 475 units for the Ciamis outboard engine boats and 10 units for the Cilacap vessels (inboard boats). For the eastern part, it is allocated 52 units of the Gombong outboard engine boats, 113 units of the Cilacap outboard engine boat, 235 units the vessel with the size less than 10 GT, and 88 units of the 11-20 GT vessels. However, the • 20 GT vessels should not be permitted in this area. T he simulation of such optimal

allocation produces the best result for the sustainable utilization of the shrimp resources. The eliminated trammel net fishing unit is suggested to be changed to the gillnet fishing unit for the pelagic species.

(4)

STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis

de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA

SERTA USULAN PENGELOLAANNYA

Oleh Waluyo Subagyo

P. 26600003

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

JUDUL DISERTASI : STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA

Nama : Waluyo Subagyo Nomor Pokok : P.26600003

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Daniel R. Monintja Dr. Ir. Bambang Sadhotomo, MS. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Daniel R. Monintja Prof. Dr. Ir. Hj. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Status Penangkapan Udang Jerbung

(Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan

Pengelolaannya“ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Waluyo Subagyo lahir di Semarang pada tanggal 19 Nopember 1955 dan anak

ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Moesain (alm) dan Ibu Kartini (alm)

serta penulis menikah dengan Ir. Murhandayani MM pada tahun 1984 dan dikarunia satu

anak perempuan bernama Astri Widyanitya. Penulis meraih gelar Sarjana Perikanan dari

Universitas Diponegoro pada Tahun 1981 dan Magister Sains dari Universitas Indonesia

pada Tahun 1999. Pada Tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Doktor

di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan.

Penulis mulai bekerja di pemerintahan pada Tahun 1983 - 1999 di Direktorat Bina

Sumber Hayati Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian dan kemudian pada

Tahun 2000 di Direktorat Pencemaran Pesisisr Dan Laut BAPPEDAL. Kemudian penulis

mulai tahun 2000 bekerja di Direktorat Pengembangan Kapasitas Kelembagaan pada

Departemen Eksplorasi Laut Dan Perikanan pada Tahun 2000 yang kemudian berubah

menjadi Departemen Kelautan Dan Perikanan pada Tahun 2001.

Beberapa pendidikan singkat yang telah dilalui penulis antara lain National

Training Course on Fish Stock Assessment FAO/DANIDA di Semarang tahun 1984,

Training Course on Principles of Coastal Resources Management ICLARM di Jakarta

dan Cilacap Tahun 1988 serta Training Program on Marine Resources Management with

Special Emphasis on the Resources of The EEZ di Dalhousie University Halifax Canada

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kekhadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia – Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian adalah “Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya“ dan penelitian di lapangan berlangsung pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2002.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampakan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan peluang kepada kami untuk melanjutkan pendidikan di Program Doktor Sekolah Pasca Sarjana Institut Peranian Bogor serta rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan desertasi ini terutama kepada :

1. Bapak Direktur Jenderal Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dan Pemasaran Departemen Kelautan Dan Perikanan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan peluang kepada kami untuk dapat melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan selaku ketua komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja selaku anggota komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Bapak Dr. Ir. Nurzali Naamin APU (alm) selaku anggota komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam mempersiapkan proposal karya ilmiah ini.

5. Bapak Dr. Ir. Bambang Sadhotomo selaku anggota komisi pembimbing (pengganti Bapak Dr. Ir. Nurzali Naamin APU alm) dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

(9)

7. Bapak Suprapto pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Cilacap, Bapak Ngusman pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Kebumen serta Bapak Hamdan pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Ciamis yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi di lapangan.

8. Istri dan anakku tercinta (Ir. Murhandayani MM dan Astri Widyanitya) atas segala perhatian, pengorbanan, doa dan kasih sayang kepada kami dalam menyelesaikan pendidikan di Program Doktor Institut Pertanian Bogor.

(10)

Penulis menyadari bahwa desertasi ini masih belum sempurna dan memiliki kekurangan – kekurangan dan untuk itu penulis mengharapkan adanya saran untuk penyempurnaan disertasi ini.

(11)

DAFTAR ISI

1.4 Manfaat Penelitian 11

1.5 Hipotesis 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 12

1.7 Kerangka Penelitian 13

2 TINJAUAN PUSTAKA 15

2.1 Sumber Daya Udang 15

2.2 Daerah Penangkapan Udang 19

2.3 Pemanfaatan Sumber Daya Udang 21

2.4 Pengelolaan Sumber Daya Udang 23

3 METODOLOGI PENELITIAN 28

3.1 Waktu Penelitian 28

3.2 Metode Pengumpulan data 28

3.3 Metode Analisis 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37

4.1 Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung 37 4.2 Pengelolaan Sumber Daya Udang Jerbung 83 4.3 Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung 125

6 KESIMPULAN DAN SARAN 145

6.1 Kesimpulan 145

6.2 Saran 147

DAFTAR PUSTAKA 149

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman :

1 Beberapa hasil penelitian udang penaid di perairan Cilacap dan 4 Sekitarnya sebelum tahun 1980

2 Produksi udang dan jumlah kapal trammel net serta CPUE di 7 Perairan Cilacap dan sekitarnya

3 Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di 46 laut para nelayan Kabupaten Kebumen pada tahun 1997 – 2002

4 Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Kebumen 47 pada tahun 1997 - 2002

5 Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel 48 net serta produksi udang jerbung yang didaratkan di Kebumen

pada tahun 1997 - 2002

6 Perkembangan perahu/kapal trammel net serta produksi udang 50 udang jerbung para nelayan Gombong – Kebume pada tahun

1997 - 2002

7 Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut 51 nelayan Kebumen pada tahun 1977 - 2002

8 Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di 55 Kabupaten Ciamis pada tahun 1997 – 2001

9 Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Ciamis 56 pada tahun 1997 – 2001

10 Perkembangan kegiatan penangkapan udang nelayan Ciamis 58 pada tahun 1998 - 2002

11 Perkembangan kapal trammel net dari Cilacap yang beroperasi 61 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan produksi

udang pada tahun 1998 - 2002

12 Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap jaring 63 apong nelayan Ciamis yang beroperasi di perairan Segara

Anakan serta Produksi udang jerbung pada tahun 1997 - 2002

13 Perkembangan jenis alat tangkap di Cilacap pada tahun 67 1997 - 2001

14 Jumlah kapal ikan per jenis ukuran dan alat tangkap di Cilacap 69 pada tahun 2002

15 Perkembangan produksi perikanan laut di Cilacap pada tahun 70 1997 – 2001

16 Perkembangan kapal trammel net di Cilacap pada tahun 74 1997 – 2002

17 Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan trammel 75 net di Cilacap pada tahun 1997 - 2002

(13)

19 Perkembangan armada penangkapan dan jaring apong nelayan 78 Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta

produksi udang jerbung pada tahun 1977 – 2002

20 Ukuran udang jerbung yang didaratkan di Ciamis, Cilacap dan 88 Gombong Kebumen

21 Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang 90 beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat

(Teluk Maurits) dan produksi udang jerbung pada tahun 1998 – 2002

22 Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang 93 beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat

(Teluk Maurits) dan produksi total udang pada tahun 1998 – 2002

23 Perkembangan kapal trammel net standar yang beroperasi 96 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi

udang jerbung pada tahun 1997 – 2002

24 Perkembangan kapal ikan trammel net standar yang beroperasi 98 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi

total udang pada tahun 1997 – 2002

25 MSY dan f optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian 101 Barat dan bagian timur

26 Perkembangan jaring apong dan produksi udang jerbung di 104 perairan Segara Anakan pada tahun 1997 – 2002

27 Penyebaran dan frequensi masing-masing kelas ukuran panjang 108 total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya

28 Penyebaran nilai tengah panjang total udang jerbung pada setiap 113 kelompok

29 Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai 115 tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan

metoda Gulland and Holt (1967)

30 Nilai parameter pertumbuhan udang jerbung di perairan Cilacap 117 dan sekitarnya

31 Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai 118 tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan

metoda Von Bartalanfly dalam Gulland and Holt (1967)

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman :

1 Perairan Cilacap dan sekitarnya 12

2 Diagram alir kerangka penelitian 14

3 Gambar udang jerbung 16

4 Daur hidup udang jerbung 17

5 Arus musim barat 40

6 Arus musim timur 41

7 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang 45 digunakan para nelayan kebumen yang beroperasi di perairan

Cilacap dan sekitarnya

8 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 54 yang digunakan para nelayan Pangandaran Ciamis yang

beroperasi di perairan Teluk Maurits

9 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 54 yang dignakan para nelayan Kalipucang Ciamis

yang beroperasi di perairan Segara Anakan

10 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu compreng dan 66 kapal ikan) yang digunakan para nelayan Cilacap

yang beroperasi di perairan Cilacap dan Sekitarnya

11 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 77 yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi

di perairan Segara Anakan

12 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 92 serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya

bagian barat (perairan Teluk Maurits)

13 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 94 serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya

bagian barat (perairan Teluk Maurits)

14 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 97 serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya

bagian timur

15 Hubungan jumlah kapal kapal dan CPUE kapal trammel net 99 serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya

bagian timur

16 Hubungan panjang dan berat udang jerbung di perairan Cilacap 107 Cilacap dan sekitarnya

17 Penyebaran dan frequensi masing–masing kelas ukuran panjang 109 total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya

18 Pergeseran nilai tengah panjang total udang jerbung di perairan 114 Cilacap dan sekitarnya

(15)

penentuan L• menggunakan metode Gulland and Holt (1967)

20 Hubungan pertambahan panjang dengan panjang total untuk 119 penentuan to menggunakan persamaan Von Bartalanfy yang

diacu dalam Gulland and Holt (1967)

21 Length converted catch curve 120

22 Kurva Y/R dengan nilai Lc yang berbeda 121 23 Diagram isopleth udang jerbung di perairan Cilacap dan 122

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman :

1 Data curah hujan dan angin di Cilacap dan sekitarnya tahun 156 1998 – 2002

2 Jumlah trip trammel net dan produksi udang jerbung di 157 Argopeni Gombong

3 Perkembangan kapal trammel net dan jumlah trip serta 158 produksi udang jerbung dan CPUEtrammel net di Ciamis

4 Analisis kapal trammel net Cilacap di Pangandaran Ciamis 161 5 Perkembangan kapal trammel net Cilacap 163 6 Analisis morphometrik udang jerbung di perairan Cilacap 169

dan sekitarnya

7 Analisis kapal trammel net standar di Perairan Cilacap dan 174 sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits)

8 Analisis upaya penangkapan dan hasil penangkapan kapal 175 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat

(Teluk Maurits)

9 Perhitungan kapal trammel net standar di perairan Cilacap 176 dan sekitarnya bagian timur

10 Analisis upaya penangkapan dan hasil penangkapan kapal 179 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur

11 Analisis pendapatan alat tangkap trammel net 180 12 Perkembangan jaring apong di perairan Segara Anakan 182 13 Data panjang dan berat udang jerbung di perairan Cilacap 184

dan sekitarnya

14 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 205 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat

(Teluk Maurits) (Skenario 1)

15 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 206 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat

(Teluk Maurits) (Skenario 2)

16 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 207 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur

(Skenario 1)

17 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 208 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur

(Skenario 2)

18 Simulasi upaya penangkapan optimum dengan uji deviasi 209 19 Analisis pendapatan kapal motor berukuran 21 – 30 GT dan 244

(17)

20 Gambar alat tangkap jaring apong

21 Gambar alat tangkap trammel net 245

(18)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang adalah merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia karena

tingginya nilai atau harga udang dan terus meningkatnya permintaan udang baik di pasar

domestik maupun di pasar internasional. Permintaan pasar akan produksi perikanan

Indonesia, terutama pasar luar negeri (ekspor) menurut Saragih (2001) diperkirakan

semakin meningkat di masa yang akan datang karena menguatnya keyakinan masyarakat

internasional terhadap keunggulan nutrisi ikan, termasuk udang.

Jenis udang unggulan tersebut pada umumnya adalah jenis udang penaeid, dan

salah satu jenis udang penaeid adalah udang jerbung atau udang putih (Penaeus

merguiensis de Man). Udang penaeid sebagai komoditas perikanan unggulan menurut

Garcia dan Le Reste (1981) karena udang penaeid tersebut adalah salah satu sumber daya

alam dunia yang sangat menguntungkan karena nilai atau harganya tinggi dan permintaan

pasar yang kuat.

Permintaan udang di pasar internasional dari tahun ke tahun yang terus meningkat

dan hal ini juga terlihat dengan meningkatnya ekspor udang Indonesia dari tahun ke

tahun. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2001a) mengemukakan bahwa ekspor

udang Indonesia pada periode tahun 1990 - 1999 mengalami rata - rata peningkatan

sebesar 3,72 % setiap tahun. Ekspor udang Indonesia pada tahun 1990 sebesar 94.037 ton

meningkat menjadi 109.650 ton pada tahun 1999.

Situasi meningkatnya ekspor udang tersebut di atas juga diikuti dengan

(19)

Budidaya (2001b) dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001) menyatakan bahwa

rata - rata peningkatan produksi udang adalah sebesar 4,31 % setiap tahun. Produksi

udang pada tahun 1990 sebesar 252.940 ton dan meningkat menjadi 383.055 ton pada

tahun 1999, dimana produksi udang tersebut sebagian besar atau 63,20 % masih berasal

dari kegiatan penangkapan di laut.

Udang hasil tangkapan di laut perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis udang,

termasuk udang penaeid. Menurut Dall et al. ( 1990) jenis udang penaeid yang ada di

perairan Indonesia termasuk jenis udang penaeid Sub-region Indo-Malaysian pada region

Indo-West Pacific yang jumlahnya sebanyak 85 species. Jenis udang yang terdapat di

Indonesia menurut Naamin et al. (1992) sebanyak 83 jenis udang dan salah satu di

antaranya adalah udang jerbung atau udang putih (Penaeus merguiensis de Man) yang

banyak tertangkap di perairan Indonesia.

Daerah penyebaran udang, termasuk udang jerbung di perairan Indonesia menurut

Naamin (1979) adalah di perairan sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Malaka, pantai

timur Sumatera, pantai utara Jawa, pantai selatan Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Teluk Bintuni, Kepulauan Aru dan Laut

Arafura. Penyebaran udang di perairan selatan Jawa menurut Naamin dan Sudrajat (1973)

adalah di perairan sepanjang pantai dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat), Teluk Penyu

Cilacap dan Karang Bolong Gombong (Jawa Tengah) sampai Selatan Yogyakarta dan

Pacitan (Jawa Timur).

Produksi udang jerbung hasil tangkapan dari laut perairan Indonesia tersebut pada

periode waktu tahun 1990 – 1999 menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001)

(20)

1990 sebesar 41.330 ton dan meningkat menjadi 64.179 ton pada tahun 1999.

Peningkatan produksi udang jerbung dari laut tersebut diatas juga terjadi pada

penangkapan udang jerbung di Perairan Cilacap dan sekitarnya meningkat dari 264 ton

pada tahun 1990 menjadi 535 pada tahun 1999, tetapi rata – rata peningkatan tersebut

sebesar – 0,16 % setiap tahun. Produksi udang meningkat pada tahun 1992 sebesar 522

ton dan 1994 sebesar 532 ton dan kemudian pada tahun – tahun selanjutnya menurun dan

meningkat lagi pada tahun 1998 dan tahun 1999 menjadi 515 ton dan 535 ton.

Kegiatan pemanfaatan (penangkapan) sumber daya udang penaeid, termasuk

udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sudah dilakukan sejak lama. Alat

tangkap trawl mulai digunakan di daerah ini pada tahun 1971 sebanyak 13 buah kapal dan

meningkat menjadi 122 buah kapal pada tahun 1972 serta kemudian berkembang dengan

pesat menjadi 184 kapal pada tahun 1978 (Subagyo, 1981). Peningkatan jumlah trawl

tersebut menurut Naamin (1979), Subagyo (1981) dan Proyek Pengembangan dan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) diikuti dengan peningkatan produksi

udang penaeid di Cilacap yaitu dari 2.085 ton pada tahun 1973 meningkat menjadi 5.242

ton pada tahun 1979.

Perkembangan pemanfaatan sumber daya udang, terutama sumber daya udang

penaeid di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut berdasarkan hasil penelitian Van

Zalinge and Naamin (1975), Nurhaya (1978), Naamin (1979) dan Subagyo (1981)

mengemukakan bahwa pemanfaatannya sudah intensif dan jumlah kapal penangkapan

udang (trawl) yang beroperasi di perairan tersebut pada tahun 1973 sudah melebihi daya

(21)

Tabel 1. Beberapa hasil penelitian udang penaeid di perairan Cilacap dan sekitarnya sebelum Tahun 1980.

P E N E L I T I

INDIKATOR Van Zalinge Nurhaya Naamin Subagyo

and Naamin (1978) (1979) (1979)

(1975)

M S Y 4.500- 5.500 5.600 4.000 – 5.700 5.637 Ton / tahun

Upaya optimal 760 – 850 KB 940 KB 1.162-1.256 KB 1.269 KB (buah kapal) 63 - 71 KT 78 KT 96 – 104 KT

Produksi 2.910,5-3.798,0 2.484,7-5.050,6 2.910,5-5.204,7 2.910,5-5.050,6 ( ton )

Jumlah upaya 1.395 KB * 1.419 KB ** 1.395 KB * 1.419 KB ***

yang ada (1973) (1973) (1973) (1973)

Status padat padat padat Padat

Pemanfaatan tangkap tangkap tangkap Tangkap

Periode Data 1972 – 1975 1973 - 1976 1972 – 1978 1972 – 1979 Daerah perairan bagian perairan bagian perairan bagian perairan bagian Penangkapan barat dan timur barat dan timur barat dan timur barat dan timur

Keterangan :

KB : Kapal Bulan KT : Kapal Tahun

MSY : Maximum Sustainable Yield (potensi lesatari) * : data kapal ikan Cilacap dan Pangandaran Ciamis ** : data kapal ikan Cilacap

*** : data kapal ikan Cilacap, Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen.

Hasil evaluasi sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana

diuraikan diatas pada periode waktu sebelum tahun 1980 yang alat tangkap trawl masih

diperbolehkan beroperasi menyatakan bahwa evaluasi sumber daya udang di perairan

Cilacap dan sekitarnya mulai tahun 1973 sudah padat tangkap. Untuk hasil evaluasi

sumber daya udang pada periode tahun 1990 waktu alat tangkap trawl tidak

(22)

sekityarnya dengan hasil evaluasi pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap

dan sekitarnya menurut Naamin dan Sumiono (1989) menyatakan bahwa produksi udang

hasil tangkapan dari perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1983 mencapai 1937 ton

masih dibawah pengusahaan maksimum lestari (MSY). Demikian pula hasil evaluasi

Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) menyatakan

pemanfaatan sumber daya udang dalam taraf berkembang dan masih kemungkinan untuk

dikembangkan lagi.

Sejak tahun 1980 penggunaan alat tangkap trawl mulai dilarang dioperasikan di

perairan Indonesia, termasuk perairan Cilacap dan sekitarnya. Untuk menggantikan alat

tangkap trawl tersebut Direktorat Jenderal Perikanan melalui Balai Pengambangan

Penangkapan Ikan di Semarang sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal

Perikanan mengupayakan dan melakukan uji coba beberapa jenis alat tangkap sebagai

pengganti alat tangkap trawl tersebut. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, Balai

Pengembangan Penangkapan Ikan (1993) mengusulkan dan memberikan beberapa jenis

alat tangkap sebagai alternatif pengganti alat tangkap trawl, antara lain alat tangkap

trammel net sebagai paket teknologi untuk menangkap udang di laut.

Pergantian alat tangkap trawl dengan alat tangkap trammel net ini mengakibatkan

terjadinya penurunan produksi udang hasil tangkapan di laut, termasuk produksi udang

hasil tangkapan di Perairan Cilacap dan sekitarnya. Produksi udang hasil tangkapan di

perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1984 mengalami penurunan menjadi 876 ton

dan produksi udang hasil tangkapan dari laut yang tertinggi terjadi pada tahun 1987 yaitu

sebesar 1.919 ton yang masih dibawah produksi udang hasil tangkapan dari laut pada

(23)

(1984) dan Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995)

disebabkan karena alat tangkap trammel net sebagai alat tangkap pengganti trawl tidak

(24)

1.2 Permasalahan.

1.2.1 Permasalahan pemanfaatan.

(1) Hasil per upaya penangkapan (CPUE)

Pada periode waktu sesudah tahun 1980 dengan dilarangnya pengoperasian alat

tangkap trawl di laut, maka mulai berkembang penggunaan alat tangkap trammel net

untuk menangkap udang di perairan cilacap dan sekitarnya sebagai pengganti alat tangkap

trawl yang dilarang, dimana pada awal pengoperasian alat tangkap trammel net ini

jumlahnya sedikit dan meningkat pada tahun – tahun berikutnya. Hasil evaluasi yang

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan melalaui Proyek Pengembangan Dan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) menyatakan bahwa kenaikkan jumlah

alat tangkap trammel net masih diikuti dengan kemaikkan CPUE trammel net tersebut

sampai pada tahun 1986. Jumlah trammel net pada tahun 1984 sebesar 18.118 boat days

dengan CPUE sebesar 48,4 kg dan meningkat menjadi 20.721 boat days dengan CPUE

sebesar 53,4 kg pada tahun 1986. Untuk periode waktu tahun selanjutnya pada tahun

1987 – 1988 jumlah trammel net mengalami kenaikan tetapi CPUE trammel net

mengalami penurunan. Jumlah trammel net pada tahun 1987 dan tahun 1988 meningkat

menjadi 55.030 boat days dan 40.428 boat days dengan CPUE mengalami penurunan

menjadi 34,9 kg pada tahun 1987 dan 42,0 kg pada tahun 1989.

Situasi perkembangan penggunaan trammel net untuk menangkap udang di

perairan Cilacap dan sekitarnya pada periode waktu sesudah tahun 1986 berdasarkan data

Statistik Perikanan pada periode waktu tahun 1986 – 1998 (Direktorat Jenderal Perikanan

1988, 1989, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000) serta

(25)

mengemukakan bahwa kenaikkan jumlah trammel net yang digunakan untuk menangkap

udang di perairan Cilacap dan sekitarnya tidak diikuti dengan kenaikkan CPUE trammel

net dan bahkan CPUE trammel net mengalami penurunan dan perkembangannya dapat di

lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi udang dan jumlah kapal trammel net serta CPUE di perairan Cilacap dan sekitarnya.

Tahun Produksi Udang ( ton ) Kapal C P U E ( kg ) U. Jerbung U. Dogol U. Lain Total ( unit ) U. Jerbung Total

1986 498 933 962 2.393 1.121 444,2 2.134,7

1987 280 1.036 2.565 3.881 2.440 114,8 1.590,6

1988 741 833 3.658 5.232 5.185 142,9 1.009,1

1989 338 531 477 1.346 1.308 258,4 1,0291

1990 264 491 1.827 2.582 895 295,0 2.884,9

1991 415 571 2.100 3.086 2.523 164,5 1.223,1

1992 522 597 2.176 3.295 736 709,2 4.476,9

1993 253 433 1.684 2.370 8.470 29,9 279,8

1994 532 1.455 3.378 5.365 1.299 409,5 4.130,1

1995 495 436 1.563 2.494 1.242 398,6 2.008,1

1996 430 366 2.240 3.036 1.453 295,9 2.089,5

1997 352 464 2.869 3.685 632 556,9 5.830,7

1998 515 458 1.928 2.901 838 614,6 3.461,8

1999 535 669 2.602 3.806 1.462 365,9 2.603,3

Sumber :

Statistik Perikanan Tahun 1986 sampai Tahun 1998. Statistik Perikanan Tangkap Tahun 1999.

(2) Penjualan udang hasil tangkapan yang tidak tercatat.

Penjualan udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya ini adalah

penjualan udang hasil tangkapan kapal trammel net dari Cilacap yang dijual di tengah laut

dan udang hasil tangkapan kapal trammel net yang didaratkan dan penjualan di Gombong

(26)

tersebut mulai pada periode tahun 1990-an dan pada tahun – tahun selanjutnya makin

berkembang.

Udang yang di jual di tengah laut atau didaratkan dan dijual didaerah lain tidak

lewat TPI sehingga tidak tercatat oleh petugas lapangan Dinas Perikanan dan Kelautan

setempat. Hal ini sangat merugikan dalam mengevaluasi pemanfaatan dan pengelolaan

sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya karena data tersebut tidak

diikutkan dalam evaluasi yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi hasil evaluasi

tersebut. Disamping itu penjualan dengan sistim tersebut juga sangat merugikan

pendapatan daerah karena nilai penjualan tersebut tidak dikenakan retribusi sebesar 5 %

dari total nilai penjualan udang tersebut.

1.2.2 Permasalahan pengelolaan.

(1) Belum ada pengaturan paerah penangkapan.

Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap

dan sekitarnya meliputi daerah perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat, perairan

Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan perairan Segara Anakan. Hal ini dikarenakan

perairan bagian barat dan perairan bagian timur serta perairan Segara Anakan dipisahkan

dengan P. Nusakambangan dan perairan sebelah Selatan P. Nusakambangan merupakan

perairan dalam dengan dasar perairan pasir yang tidak sesuai untuk hidup udang jerbung.

Pada umumnya daerah penelitian udang penaeid di perairan Cilacap dan

sekitarnya tersebut sebagaimana pada Tabel 1 diatas adalah perairan Cilacap dan

sekitarnya tanpa dibedakan antara perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dengan

(27)

penangkapan dalam evaluasi pemanfaatan sumber daya udang tersebut diatas dikarenakan

belum adanya persamaan persepsi para peneliti untuk perairan tersebut sehingga hasil

evaluasinya berbeda diantara peneliti-peneliti tersebut. Untuk itu perlu diseragamkan

perbedaan persepsi daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan

(28)

(2) Pengembangan upaya penangkapan yang terkendali.

Untuk pengembangan pemanfaatan udang, termasuk udang jerbung di perairan

Cilacap dan sekitarnya perlu dilakukan secara hati - hati agar tidak melampui daya

dukung perairan (MSY) dan upaya penangkapan yang optimum sehingga kelestarian

sumber daya udang dapat terpelihara dan pada akhirnya akan terjadi kesinambungan

usaha untuk waktu yang akan datang. Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan sumber

daya udang yang disesuaikan dengan situasi perkembangan pemanfaatannya dan kondisi

lingkungan perairan. Diharapkan pengelolaan tersebut dapat diaplikasikan di lapangan

dan dapat dimengerti semua pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan sumber

daya udang tersebut, terutama para nelayan yang menangkap udang di perairan Cilacap

dan sekitarnya.

Sehubungan nelayan yang memanfaatkan atau kegiatan penangkapan udang

jerbung tersebut berasal dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat), Cilacap dan Gombong

(Jawa Tengah), maka penambahan jumlah kapal untuk menangkap udang jerbung

tersebut juga akan didistribusikan secara proporsional pada masing - masing daerah

Pangandaran Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen. Pengembangan uapaya

penangkapan untuk masing – masing daerah secara proporsional tersebut juga untuk

mencegah terjadinya konflik kepentingan antar nelayan dan antar daerah.

Untuk daerah Yogyakarta yang secara geografis memungkinkan mengembangkan

kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitanya, terutama untuk kegiatan

penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian Timur harus lebih dahulu

mengadakan pra survei untuk mengetahui apakah kegiatan penangkapan udang dengan

(29)

(3) Periode waktu evaluasi pemanfaatan tidak sesuai dengan daur hidup udang jerbung.

Untuk kegiatan evaluasi sumber daya perikanan sebaiknya dilakukan sesuai

dengan periode waktu daur hidup sumber daya perikanan tersebut, termasuk sumber daya

udang. Untuk daur hidup udang di daerah tropis menurut Dall et al. (1990) diperkirakan

hanya 1 - 2 tahun dan untuk jenis penaeid, termasuk udang jerbung sering kali kurang dari

1,5 tahun. Sedangkan umur udang penaeid menurut Staples et al. (1981) diperkirakan

relatif pendek yaitu berkisar antara 12 – 18 bulan dan menurut Garcia and Le Reste

(1981) mengemukakan umur maksimum udang penaeid adalah 2 tahun.

Sehubungan dengan umur udang tersebut diatas, maka periode waktu kegiatan

evaluasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang, termasuk data potensi sumber

daya udang relatif sama dengan waktu daur hidupnya yaitu sekitar 2 tahun. Data evaluasi

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang yang ada sekarang berdasarkan data

potensi sumber daya udang yang sudah berusia sekitar 10 tahun, sehingga sangat

mendesak untuk dilakukan evaluasi lagi yang disesuaikan dengan perubahan - perubahan

lingkungannya, terutama perubahan situasi pemanfaatannya.

(4) Tidak adanya keseragaman pengelolaan sumber daya udang diantara Ciamis, Cilacap

dan Kebumen.

Permasalahan – permasalahan yang diuraikan tersebut diatas dan juga yang

mengakibakan pemanfaatan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya mencapai

tingkat padat tangkap dikarenakan belum adanya keserasian antar daerah (Cilacap,

Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen) dalam memanfaatkan sumber daya udang

(30)

sebelumnya, sehingga menimbulkan banyak perbedaan dan pendapat dalam

memanfaatkan sumber daya udang di perairan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut diatas dan juga dalam rangka mengupayakan

pemanfaatan yang optimum dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian sumber daya

udang di perairan tersebut perlu diupayakan ” pola pengelolaan sumber daya udang yang

baku ” sebagai pedoman daerah Cilacap, Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen

dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya udang di perairan tersebut. Sehubungan

dengan adanya persamaan persepsi dan keseragaman antar daerah serta para peneliti

dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya udang di perairan tersebut akan

menghasilkan evaluasi yang sesuai dengan situasi pemanfaatan sumber daya udang di

lapangan.

1.3 Tujuan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menyusun pola pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan

sekitarnya yang berkelanjutan.

(2) Menyusun pola pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan

sekitarnya yang optimum .

1.4 Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan rencana pengembangan

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan

sekitarnya.

(31)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengalokasian upaya penangkapan yang

optimal akan menjamin berkelanjutan produktivitas sumber daya udang jerbung di

perairan Cilacap dan sekitarnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian.

Ruang lingkup penelitian ini adalah situasi kegiatan pemanfaatan atau

penangkapan sumber daya udang jerbung serta pengelolaan sumber daya udang jerbung

tersebut di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana pada Gambar 1 serta faktor –

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan di perairan tersebut. Dalam

penelitian ini juga akan dibahas mengenai peraturan – perundangan yang mengatur

kegiatan pemanfaatan dan penangkapan udang jerbung di laut, khususnya di perairan

Cilacap dan sekitarnya.

Gambar 1. Perairan Cilacap dan sekitarnya.

Keterangan :

Skala 1 : 100.000 (7°44'15"S)

(32)

1.7 Kerangka Penelitian.

Didalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan

Cilacap dan sekitarnya diupayakan agar pemanfaatan sumber daya udang jerbung dapat

berkelanjutan sehingga pemanfaatannya disesuaikan dengan potensi sumber daya udang

jerbung serta upaya optimum yang diperbolehkan beroperasi di perairan tersebut. Untuk

itu dalam penelitian ini akan dievaluasi dan dianalisis faktor-faktor sebagai berikut :

(1) Melakukan assessment besarnya MSY sumber daya udang jerbung di perairan tersebut.

(2) Menentukan upaya penangkapan optimal untuk mencapai MSY sumber daya udamg

jerbung di perairan tersebut.

(3) Menentukan status pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut yang

dilengkapi dengan strategi pengelolaannya.

Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya ini dimanfaatkan

oleh para nelayan dari beberapa daerah, seperti dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat),

Cilacap dan Gombong (Jawa Tengah), sehingga dalam pengembangan pemanfaatan

sumber daya udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya yang

berkelanjutan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain :

(1) Situasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya

untuk masing – masing daerah.

(2) Pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang

optimum untuk masing-masing daerah.

(3) Fasilitas sarana dan prasarana perikanan yang mendukung perkembangan kegiatan

(33)

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas dapat digambarkan

alur kerangka penelitian sebagai berikut sebagai berikut :

Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang

Masalah Pengelolaan Masalah

Pemanfaatan

Daerah penyebaran dan penangkapan CPUE trammel net

menurun

Pengembangan upaya penangkapan Produksi hasil tangkapan

tidak

Periode waktu evaluasi tercatat

Evaluasi Pengelolaan Evaluasi Pemanfaatan

Potensi lestari (MSY) untuk Status pemanfaatan

untuk

masing – masing perairan masing – masing

perairan

Upaya optimum untuk Pemanfaatan optimum

untuk

masing – masing perairan masing – masing

perairan

Pola Pengelolaan

(34)

Pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang berkelanjutan

(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Udang.

Klasifikasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) sebagaimana Gambar 3

mempunyai afinitas taksonomi menurut Racek and Dall (1965) dan Kubo (1949) yang

diacu dalam Naamin et al. (1992) adalah sebagai berikut :

Phylum Artropoda

Class Crustacea

Sub class Malacostraca

Series Eumalacostraca

Super order Eucarida

Order Decapoda

Sub order Natantia

Section Panaeidea

Family Penaeidae

Sub family Penaeinae

(36)

Gambar 3. Gambar udang jerbung

Pada umumnya life cycles atau daur hidup udang jerbung (Penaeus merguiensis de

Man) menurut Munro (1968) yang diacu dalam Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste

(1981) serta Dall et al. ( 1990) dan Naamin et al. (1992) terbagi menjadi dua fase

sebagaimana Gambar 4 yaitu fase laut dan fase muara sungai, sedangkan daur hidup

udang jerbung tersebut adalah sebagai berikut :

1) udang putih bertelur dan menetas menjadi larva di laut.

2) larva berkembang menjadi post larva masuk ke muara sungai

3) post larva berkembang menjadi udang remaja kembali ke laut

4) udang remaja berkembang menjadi udang dewasa dan matang telur serta kemudian

(37)

Gambar 4. Daur Hidup Udang Jerbung (Sumber : Dall et al. 1990)

Udang jerbung betina menurut Garcia and Le Reste (1981) dan Dall et al.(1990)

memijah di laut terbuka serta pemijahan udang putih tersebut menurut Garcia (1984)

dilakukan dua kali setahun yaitu pada musim semi (spring period) dan musim gugur

(autumn period). Menurut Naamin et al. (1992) pemijahan udang jerbung di perairan

Indonesia dilakukan sepanjang tahun, dan untuk pemijahan udang jerbung di perairan

Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge dan Naamin (1975) dilakukan sepanjang tahun

dengan dua puncaknya pada bulan November - Februari dan bulan April - Mei.

Telur udang jerbung akan menetas menjadi larva stadium nauplius menurut Teng

(38)

Ranade(1972) yang diacu dalam Dall et al. (1990) dalam waktu 0,88 hari serta menurut

Motoh and Buri (1979) yang diacu dalam Dall et al. (1990) dalam waktu 0.55 hari,

sehingga Dall et al. (1990) mengemukakan bahwa telur udang penaeid akan menetas

menjadi larva stadium nauplius kurang dari 1 hari.

Perkembangan larva udang penaeid ini terdiri dari beberapa stadium (Gambar 3)

dan menurut Munro (1968) yang diacu dalam Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste

(1981) serta Dall et al. (1990) dan Naamin et al. (1992) adalah mulai dari nauplius

menjadi protozoea dan kemudian berkembang menjadi mysis dan selanjutnya

berkembang menjadi post larva. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan nauplius

menjadi post larva tersebut menurut Garcia and Le Reste (1981) sekitar tiga minggu,

tetapi untuk perkembangan larva udang jerbung tersebut dari nauplius sampai post larva

menurut Raje and Ranade (1972) yang diacu dalam Dall et al. (1990) membutuhkan

waktu sekitar 13,88 hari dan menurut Motoh and Buri (1979) yang diacu dalam Dall et al.

(1990) membutuhkan waktu sekitar 9,24 hari.

Post larva udang penaeid menurut Kirkegaard et al . (1970) yang diacu dalam

Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste (1981) serta Dall et al. (1990) dan Naamin et al.

(1992) pada umumnya hidup di muara sungai yang ada hutan bakaunya (mangrove). Hal

ini dikarenakan larva - larva udang tersebut menurut Martosubroto (1977) menuju pantai

dalam kondisi lemah dan sangat memerlukan tempat berlindung yaitu pada akar - akar

bakau yang banyak menjulur kedalam air sangat baik sekali untuk tempat menempelnya /

berlindung larva - larva tersebut. Hutan mangrove tersebut menurut Dall et al. (1990)

adalah merupakan daerah persembunyian larva udang untuk tidak mudah dilihat oleh

(39)

Larva udang penaeid tersebut tumbuh dan berkembang dari stadium post larva

menjadi stadium yuana (juvenil) di dalam muara sungai menurut Garcia and Le Reste

(1981) dan Gracia (1984) serta Kirkegaard et al. (1970) yang diacu dalam Naamin (1984)

selama kurang lebih tiga bulan dan kemudian baru mulai meninggalkan lingkungan

muara sungai dan memasuki perairan pantai sebagai udang muda (yuana) dan kemudian

migrasi ke laut dan di laut tersebut berkembang menjadi udang dewasa kemudian matang

telur dan udang memijah di laut. Daerah muara sungai untuk perkembangan larva udang

dari post larva sampai juvenil tersebut disebut dengan daerah asuhan atau nursery

ground.

Untuk daerah asuhan atau nursery ground larva udang dalam life cycles atau daur

hidupnya di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) serta

Naamin (1987 dan 1988) adalah di perairan Segara Anakan, dimana pada perairan

tersebut larva udang jerbung berkembang dari stadium post larva sampai stadium yuana.

Perairan Segara Anakan adalah merupakan suatu perairan estuaria antara P.

Nusakambangan dan Cilacap dengan beberapa sungai bermuara ke situ serta perairan

yang dikelilingi oleh hutan mangrove yang cukup luas sebagaimana yang dibutuhkan

dalam perkembangan dan pertumbuhan larva udang jerbung tersebut.

2.2 Daerah Penangkapan Udang.

Distribusi atau daerah penyebaran udang penaeid, termasuk udang jerbung menurut

Garcia and Le Reste (1981) berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pada umumnya

banyak berkonsentrasi pada sedimen yang lembek atau lunak dengan kandungan lumpur

(40)

khususnya bertolerensi dengan variasi salinitas atau faktor - faktor hidrologi lainnya.

Untuk daerah penyebaran udang penaeid muda banyak terdapat dan terkosentrasi di

sekitar pantai dan untuk udang penaeid dewasa terdapat dan terkosentrasi di perairan yang

lebih dalam pada kedalaman 15 - 40 m. Untuk udang jerbung yang memijah menurut

Staples et al. (1981) di perairan lepas pantai dengan kedalaman 18 – 24 meter.

Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang penaeid di laut, termasuk udang

jerbung menurut Naamin (1984) terdapat di perairan tropik dan sub tropik Asia dan

Australia, antara 67 o sampai 166 o bujur timur dan antara 25 o lintang utara sampai 29 o

lintang selatan. Penyebaran udang penaeid menurut Dall et al. (1990) adalah di perairan

yang dangkal dan perairan yang hangat dengan daerah penyebarannya di beberapa

perairan yaitu the Indo Pacifik Barat (termasuk Indonesia), Pacific Timur, Atlantic Barat

dan Atlantic Timur serta daerah penyebarannya dibatasi oleh :

(1) Temperatur.

Udang peneidae dominan di perairan tropis dan sedikit species yang dapat hidup dan

berkembang dengan suhu dibawah 15 o C.

(2) Arus laut.

Larva udang penaeid bersifat pelagis dan rentan terhadap pengaruh arus laut.

(3) Kedalaman lautan.

Udang penaeid adalah merupakan spesies perairan dangkal.

(4) Geografi pantai.

Sebagian besar udang penaeid terdapat di perairan pantai yang dangkal, khususnya pada stadium post larva dan yuana.

Untuk daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang penaeid di laut, termasuk

(41)

adalah hampir terdapat di sepanjang perairan pantai dengan udang putih merupakan

species yang banyak tertangkap. Salah satu daerah penangkapan udang penaeid tersebut

adalah di perairan selatan Jawa.

Daerah penangkapan udang penaeid, termasuk udang jerbung di perairan selatan

Jawa menurut Naamin dan Sudrajat (1973) dan Zalinge and Naamin (1975) adalah di

perairan sepanajang pantai dari Penanjung Pengandaran, Teluk Penyu Cilacap, Karang

Bolong Gombong sampai Selatan Yogyakarta dan Pacitan. Menurut Zalinge and Naamin

(1975) daerah penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa tersebut dapat dibagi

menjadi tiga daerah penangkapan yaitu perairan Penanjung Pangandaran, Teluk Penyu

Cilacap sampai Gombong serta Yogyakarta sampai Pacitan.

Untuk daerah penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa menurut Zalinge

and Naamin (1975) pada umumnya dan sebagian besar ada di Penanjung Pangandaran

dan Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong. Untuk udang penaeid yang ada dan

tertangkap di perairan selatan Yogyakarta sampai Pacitan adalah merupakan sesuatu yang

kebetulan dari migrasi sebagian kecil udang penaeid dari perairan Teluk Penyu Cilacap

sampai Gombong karena pengaruh perluasan arus pantai kearah Barat yang menurut

Soeriaatmadja (1957) yang diacu dalam Zalinge and Naamin (1975) bahwa arus barat

tersebut dengan kedalaman 150 - 250 m pada bulan Nopember sampai Juni dan pada

bulan Juli sampai Oktober migrasi udang tersebut dihalangi dengan berhembusnya arus

selatan Equator sampai ke selatan Jawa. Hal ini terlihat dengan sedikitnya atau kurang

dari 10 % kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa yang

(42)

bulan Juli sampai Oktober sedangkan pada bulan November sampai Juni tidak ada

kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan tersebut.

2.3 Pemanfaatan Sumber Daya Udang.

Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana sumber

daya ikan di perairan tropis yaitu terdapat di perairan bersama-sama dengan jenis udang

dan juga jenis-jenis ikan lainnya, sehingga dalam pemanfaatan (penangkapan) sumber

daya udang jerbung di perairan tersebut juga akan tertangkap jenis udang dan jenis ikan

lainnya. Hal ini menurut Rothschild and Gulland (1982), Gulland (1983) dan Garcia

(1984) merupakan problem jenis ikan di perairan tropis yang multi spesies, termasuk

sumber daya udang karena dalam setiap kegiatan penangkapan ikan di perairan tropis

akan tertangkap beraneka spesies yang berbeda.

Berdasarkan situasi dan permasalahan tersebut di atas, maka dalam memanen satu

species apapun menurut FAO (1997) pasti akan berdampak pada terhadap species yang

lain. Hal ini dikarenakan sifat multispecies yang terdiri dari berbagai jenis species yang

hidup bersama dalam suatu kawasan. Menurut Garcia (1984) bahwa dalam multispecies

tersebut banyak pilihan elemen sehingga akan menjadi multidimensi dalam spesies, ruang

dan waktu.

Situasi tersebut di atas akan mengakibatkan di dalam pengaturan pemanfaatan

sumber daya udang jerbung juga terkait dengan pengaturan pemanfaatan sumber daya

jenis udang lainnya dan jenis - jenis ikan demersal yang ada di perairan tersebut. Hal ini

dikarenakan pengaturan jumlah kapal ikan dan jenis alat tangkap yang menangkap udang

(43)

sehingga dalam pengaturan jumlah kapal dan jenis alat tangkap yang menangkap jenis

udang tertentu tersebut juga akan mempengaruhi pengaturan jumlah kapal ikan dan jenis

alat tangkap yang menangkap jenis udang lainnya dan juga jenis - jenis ikan demersal.

Permasalahan tertangkapnya jenis udang dan ikan lainnya tersebut di atas, terutama

tertangkapnya jenis - jenis ikan adalah merupakan masalah di dalam kegiatan

penangkapan udang di laut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Garcia and Le Reste

(1981) dan Rothschild and Gulland (1982) yang menyatakan bahwa masalah dasar pada

penangkapan udang adalah tertangkapnya jenis - jenis ikan (by catch species) yang

jumlahnya lebih besar dari pada udang dan situasi ini juga dikemukakan oleh beberapa

penelitian di Indonesia, antara lain Naamin (1980) mengemukakan bahwa penangkapan

udang di Laut Arafura serta Naamin dan Sudrajad (1973), Zalinge and Naamin (1975),

Nurhaya (1987) dan Subagyo (1981) untuk kegiatan penangkapan udang di perairan

selatan Jawa, terutama perairan Cilacap dan sekitarnya.

Sehubungan daur hidup udang penaeid, termasuk udang jerbung dapat dibedakan

antara daerah penyebaran di pantai untuk udang muda atau kecil dan daerah penyebaran

di laut untuk udang dewasa, maka pemanfaatannya dapat dibedakan antara penangkapan

di daerah pantai oleh nelayan skala kecil dan daerah laut oleh nelayan skala menengah ke

atas. Dalam perkembangan pemanfaatan udang tersebut seringkali menimbulkan konflik

kepentingan antara nelayan skala kecil di pantai dan nelayan skala menengah ke atas di

laut. Situasi dan permasalahan ini menurut Rothschild and Gulland (1982) merupakan

suatu masalah di beberapa daerah dan negara yaitu di India, Guianas / Brasil, Gulf of

(44)

2.4 Pengelolaan Sumber Daya Udang.

Sumber daya ikan, termasuk sumber daya udang adalah sumber daya yang dapat

pulih kembali, maka di dalam pemanfaatannya tidak boleh melewati batas - batas

kemampuan sumber daya untuk pulih kembali sehingga definisi pengelolaan perikanan

menurut FAO (1997) dan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 2004

tentang Perikanan adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis,

perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumberdaya dan

perumusan serta pelaksanaan, apabila diperlukan dengan penegakan bilamana diperlukan,

mengenai peraturan atau aturan yang mengatur kegiatan perikanan untuk menjamin

produktivitas yang berlanjut dari sumberdaya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.

Difinisi pengelolaan perikanan yang bercakupan luas tersebut diatas ditujukan pada

pemastian agar sumber daya perikanan dapat diraih manfaat yang optimum dengan tetap

memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungannya.

Untuk itu dalam pengembangan dan pelaksanaan rencana pengelolaan untuk semua stok

yang dikelola harus menjamin bahwa stok dan ekosistim tempat mereka berada berikut

lingkungannya dipelihara dalam keadaan produktif, sehingga kelestarian sumberdaya dan

ekosistim serta lingkungannya dapat terpelihara. Oleh karena itu dalam pengelolaan

perikanan dikenal dengan responsible fisheries atau perikanan yang bertanggung jawab

yang tidak memperbolehkan lebih banyak yang dipanen dari sumber daya tersebut secara

rata - rata dibandingkan dengan yang dapat digantikan oleh pertumbuhan stok atau

pertumbuhan sumber daya perikanan.

Kegiatan pengelolaan sumber daya udang menurut Naamin et al. (1992) adalah

(45)

optimum dengan tetap menjaga kelestarian sumber dan lingkungan hidupnya. Oleh

karena itu di dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya udang tersebut harus ditunjang

oleh upaya pengaturan dan pengendalian yang ditujukan untuk kelestarian sumber daya

udang maupun pemanfaatannya untuk pengembangan perikanan.

Pada umumnya pengelolaan sumber daya ikan, termasuk sumber daya udang

menurut Anderson (1977), Hoenig and Saila (1983) dan Garcia and Le Reste (1981) dapat

diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu pengaturan ukuran ikan dan udang yang

tertangkap dan pengaturan jumlah kapal ikan. Untuk pengaturan ukuran ikan dan udang

yang tertangkap dapat dilakukan dengan pengaturan mesh size, penetapan ukuran terkecil

ikan dan udang yang tertangkap, penutupan atau pengaturan penangkapan di daerah

asuhan, penutupan musim dan selektifitas alat penangkapan. Sedangkan untuk pengaturan

jumlah kapal ikan dapat dilakukan dengan pembatasan kapal ikan, quota jumlah kapal

dan quata produksi ikan, pembatasan dan pelarangan jenis alat tangkap dan pajak izin

(46)

(1) Pengaturan ukuran mata jaring.

Pengaturan ukuran mata jaring (mesh size) ini dilakukan untuk membatasi ukuran

ikan dan udang yang tertangkap, dengan semakin besar ukuran mata jaring ini akan

semakin besar kemungkinan ikan dan udang yang berukuran kecil akan lolos atau

tidak tertangkap. Oleh karena itu dengan semakin besar mata jaring akan

mengakibatkan ukuran ikan dan udang yang tertangkap akan semakin besar dengan

umur yang meningkat serta akan berakibat pula meningkatkan harga ikan dan udang

yang tertangkap tersebut.

(2) Penetapan ukuran terkecil ikan dan udang yang tertangkap.

Peraturan ini bermaksud untuk tidak diperbolehkan ukuran ikan dan udang kecil yang

ditangkap sehingga diharapkan ikan dan udang berukuran kecil yang melimpah dapat

tumbuh menjadi dewasa dan berukuran relatif besar. Oleh karena itu untuk waktu

yang akan datang ukuran ikan dan udang yang tertangkap akan semakin bertambah

besar dan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga ikan dan udang yang

tertangkap tersebut.

(3) Penutupan atau pengaturan penangkapan di daerah asuhan (nursery ground).

Penutupan atau pengaturan ini bertujuan agar daerah asuhan tersebut menjadi daerah

konservasi sehingga ikan dan udang yang masih kecil dapat tumbuh dan berkembang

menjadi dewasa sehingga tidak akan merusak kelestarian sumber daya ikan dan

udang. Untuk memperbaiki dan meningkatkan stok ikan dan udang dapat dilakukan

dengan restocking atau penebaran benih ikan dan udang di daerah asuhan tersebut

(47)

tersebut yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi ikan dan udang dewasa

(48)

(4) Penutupan musim penangkapan.

Penutupan musim penangkapan ini pada umumnya untuk melindungi juvenil ikan

dan udang dari kegiatan penangkapan ikan, sehingga juvenil tersebut dapat tumbuh

dan berkembang menjadi ikan dan udang dewasa. Didamping itu penutupan musim

penangkapan tersebut juga untuk melindungi ikan dan udang yang matang telur dari

kegiatan penangkapan sehingga ikan dan udang tersebut dapat memijah.

(5) Pembatasan dan pelarangan jenis alat tangkap.

Pembatasan jenis alat tangkap ini adalah pembatasan ukaran alat tangkap tersebut

agar tidak merusak kelestarian sumber daya ikan dan udang di laut. Pelarangan jenis

alat tangkap adalah tidak diperbolehkan beroperasi jenis alat tangkap tertentu di laut

karena jenis alat tangkap tersebut akan merusak kelestarian sumber daya ikan dan

udang.

(6) Pembatasan kapal ikan.

Pembatasan kapal ikan ini pada umumnya adalah pembatasan ukuran kapal ikan dan

pembatasan jumlah kapal ikan yang diperbolehkan beroperasi di suatu perairan.

Untuk pembatasan ukuran kapal ini umumnya untuk membatasi efektivitas kapal ikan

dan pembatasan jumlah kapal ikan ini pada umumnya disesuaikan dengan daya

tampung perairan tersebut yang disesuaikan dengan potensinya.

(7) Quota produksi.

Quota produksi ikan dan udang ini pada umumnya disesuaikan dengan potensi

produksinya dan potensi lestari sumber daya ikan dan udang. Hal ini dikarenakan

apabila quata ini dilanggar atau dilampaui akan sangat membahayakan kelestarian

(49)

(8) Pajak izin penangkapan.

Pajak izin penangkapan ikan dan udang dilaut ini akan dikenakan pada jenis dan

ukuran alat tangkap dan kapal ikan, dimana semakin besar ukuran jenis alat tangkap

dan kapal ikan akan semakin besar nilai pajaknya. Demikian pula untuk jenis alat

tangkap yang semakin produktif dan dampaknya signifikan terhadap kelestarian

sumber daya ikan dan udang akan dikenai pajak yang relatif tinggi dibandingkan jenis

(50)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Cilacap dan sekitarnya di Cilacap, Gambong

Kebumen dan Pangandaran Ciamis pada bulan Agustus sampai bulan Desember tahun

2002. Disamping itu juga dilakukan survei laut pada tanggal 25 Nopember 2002 untuk

operasi penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya menggunakan kapal motor

dengan alat tangkap trammel net.

3.2 Metode Pengumpulan Data.

Data dan informasi pada penelitian ini dapat digolongkan menjadi data dan

informasi primer serta data dan informasi skunder. Data dan Informasi primer diperoleh

langsung di lapangan yaitu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) selama bulan Agustus

sampai bulan Desember tahun 2002 dan di laut pada saat survei laut pada tanggal 25

Nopember 2002. Sedangkan data dan informasi diperoleh dari instansi terkait seperti

Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah, Pelabuhan Perikanan dan instansi terkait lainnya

serta hasil penelitian yang sudah ada di Perguruan Tinggi, Balai Penelitian Perikanan

Laut, LIPI dan instansi penelitian lainnya.

(1) Data dan informasi primer terdiri dari :

1) Jenis dan ukuran serta jumlah produksi jerbung yang tertangkap.

2) Jenis dan ukuran alat tangkap udang; jenis dan ukuran kapal penangkapan udang

serta produktivitasnya.

(51)
(52)

(2) Data dan informasi sekunder terdiri dari :

1) Produksi udang yang tertangkap.

2) Jenis dan ukuran alat tangkap serta jenis dan ukuran kapal penangkapan udang.

3) Daerah penangkapan dan musim penangkapan udang.

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan penangkapan udang.

5) Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pemanfaatan dan penangkapan

udang.

3.3 Metode Analisis.

Evaluasi potensi sumbar daya udang jerbung dan status pemanfaatannya di

perairan Cilacap dan sekitarnya dapat dianalisis dengan menggunakan model surplus

produksi linier dari Schaefer (1954 dan 1957) dan Sparre and Venema (1998). Untuk

mengevaluasi berapa besar hasil tangkapan udang putih dari perairan Cilacap dan

sekitarnya tersebut di atas perlu didukung dengan diketahuinya rata - rata bobot hasil per

penambahan baru (yield per recruit) dari Beverton and Holt (1966) yang diacu didalam

Sparre and Venema (1998) dan Guland and Holt (1967) yang didukung dengan ukuran

panjang udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya serta kemudian

dilakukan evaluasi pengelolaannya.

(1) Analisis potensi sumbar daya udang jerbung dan status pemanfaatannya

Pada kegiatan ini diawali lebih dahulu untuk menganalisis penyebaran udang

jerbung yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut yang meliputi dari

Pangandaran Ciamis, Cilacap dan Gombong serta bahkan sampai ke selatan Yogyakarta

(53)

menggunakan model morphometric serta kemudian dilanjutkan dengan menganalisis

potensi sumber daya udang jerbung dan status pemanfaatannya dengan menggunakan

model surplus produksi linier.

1) Metode morphometric.

Untuk mengetahui apakah udang jerbung yang tersebar di beberapa daerah

(Pengandaran, Cilacap, Ayah Gombong dan Yogyakarta) di perairan Cilacap menurut

Sudjastani (1972) dan Gulland (1983) dapat diketahui dengan morphological

characteristics dan analisis menggunakan metode morphometric untuk panjang total

dan panjang karapas udang jerbung. Untuk menguji koefisien korelasi dari garis -

garis persamaan tersebut menggunakan test homogenitas yang secara matematik

menurut Sokal, R.R. and F.J. Rohlf (1969) dan Gomez and Gomez (1984) sebagai

berikut :

1 + r i

Z i = 1 / 2 Ln ( --- )

1 - r i Bobot Z I = ( n i - 3 ) Z i

Bobot Z i2 = ( n i - 3 ) Z i2

_ ∑ Bobot Z i

Z = --- ∑ ( n i - 3 )

dimana :

Z = adalah standar variabel

r = adalah koefisien korelasi

Untuk tes 2 koefisien korelasi dengan uji t dengan persamaan sebagai berikut :

(54)

t = --- 1 1

--- + --- n 1 - 3 n 2 - 3

Untuk tes gabungan koefisien korelasi dengan uji khi kuadrat dengan persamaan

sebagai berikut :

_

Χ 2 = ∑ ( n i - 3 ) Z i 2

- Z ∑ ( n i - 3 ) Z i

2) Model surplus produksi linier

Model surplus produksi linier dari Schaefer (1954 dan 1957) secara matematik dapat

dinyatakan dalam persamaan :

(2) Analisis hasil per penambahan baru (yield per recruit).

Hasil per penambahan baru (yield per recruit) dari Beverton and Holt (1966) dan

Sparre and Venema (1998) secara matematik dapat dinyatakan dalam persamaan :

(55)

jika S = e -K(tc-to) dan Z = F + M, maka :

1 3 S 3 S2 1 S3 Y / R = F W∞ e - M ( tc - tr) [ - + + ]

(56)

dimana :

Y : adalah hasil (gram).

R : adalah jumlah penambahan baru (ekor).

Y / R : adalah hasil per penambahan baru (gram).

F : adalah kematian karena penangkapan (per tahun).

M : adalah kematian alamiah (per tahun).

W∞ : adalah berat asimtotik (gram).

Z : adalah kematian total (per tahun).

K : adalah laju pertumbuhan (per tahun).

to : adalah umur pada waktu panjang = 0 (per tahun).

tr : adalah umur pada waktu mula-mula masuk daerah penangkapan (tahun).

tc : adalah umur pada waktu mula ditangkap (tahun).

Nilai parameter pertumbuhan K (koefisien laju pertumbuhan) serta L∞ dan to

menurut Gulland and Holt (1967) dan Sparre and Venema (1998)dapat dianalisis dengan

menggunakan persamaan regresi panjang Lt dan panjang Lt+1, dengan persamaan regresi

sebagai berikut :

Lt = L∞ [ 1 - e - K ( t - to ) ]

Lt+d = L∞ [ 1 - e - K ( t+d - to ) ]

dY = Lt+d - Lt

= L

∞ e - K ( t - to ) [ 1 - e - Kd ]

Gambar

Gambar 3.  Gambar udang jerbung
Gambar 6.  Arus pada Musim Timur       Keterangan :   isodepth  5 m   isodepth  10 m  isodepth 20 m  isodepth  50 m  isodepth  200 m __
Gambar 7. Armada penangkapan ikan dan udang (perrahu jukung) yang  digunakan para nelayan Kebumen yang beroperasi di perairan                    Cilacap dan sekitarnya
Tabel 3. Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di    Kabupaten  Kebumen pada tahun 1997 – 2002
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mempertahankan nilai Non Performing Loan (NPL) berada dalam ketentuan dibawah 5 persen, maka kebijakan pemberian kredit yang diterapkan oleh Bank

Selanjutnya erat kaitannya dengan peran guru serta dalam hal ini menggunakan strategi dalam pemanfaatan menggunakan media sosial sebagai sarana belajar siswa pada

Sejalan dengan pertanyaan yang diajukan dalam research paper ini yaitu bagaimana potensi kapabilitas inovasi dan teknologi perusahaan dapat dicapai melalui kemi- traan, maka

This research deals with the cultural patterns derived from the cognitive field of the other, based on the principle of giving, giving or influencing, which defines

Keberadaan Madrasah Nabi‟ Nubu‟ Kekait sebagai madrasah baru selain beberapa madrasah lama di seputaran Kecamatan Gunungsari seperti at-Tahzib Kekait ataupun

MCan gehien erabiltzen den iragazkia etapa bakarreko bigarren orde- nako LC iragazkia da (1. irudia); bertan, iragazkia seriean konektatzen da bihurgailuaren

BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini memuat gambaran umum dari penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yang meliputi cakupan yang terdiri dari latar belakang masalah,

Pengembangan alat ukur yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teori spiritual leadership dari Fry (2003), yang terdiri dari lima dimensi yaitu vision, altruistic